Anda di halaman 1dari 9

GENESA DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI

HAKEKAT DAN KLASIFIKASI TEMBAGA Tembaga adalah salah satu unsur transisi periode keempat dan anggota golongan IB dalam sistem periodik. Sebagaimana unsur transisi lainnya, tembaga juga merupakan logam padat dengan sifat kimia seperti pada tabel 5.1. Unsur ini di alam dapat berbentuk logam bebas atau dalam bentuk senyawa-senyawa sulfida dan oksida, berwarna merah tembaga, berat jenis 8 dan kekerasan 3. Tabel 5.1 Sifat kimia tembaga (Goates, 1981)

Berdasarkan asosiasi batuannya, Jacobsen (1975) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) telah membagi deposit tembaga ke dalam empat kategori yang terdiri atas : 1. Plutonik; termasuk kompleks ultramafik dan mafik, kompleks karbonat dan porfiri, dan pirometasomatik skarn 2. Hidrotermal; termasuk vein hidrotermal, replasemen dan bijih pipa breksi (breccia pipe ores). 3. Volkanogenik; termasuk stratabound massive base metal sulphides dan disseminated sulphides dalam tufa dan aglomerat. 4. Sedimen; termasuk deposit yang terbentuk dalam lapisan merah kontinen (continental red beds) dan calc-arenites. Selanjutnya dari keempat kelas di atas, terdapat empat jenis deposit tembaga utama yaitu (1) deposit bijih tembaga porfiri, (2) deposit bijih tembaga hidrotermal,

(3) deposit bijih tembaga sedimen vulkanik, dan (4) deposit bijih tembaga stratiform.

Gambar 5.1 Total produksi per tahun dari empat jenis deposit tembaga utama dan umur relatif masing-masing deposit (Bowen dan Gunatilaka, 1977) Dari histogram di atas, menunjukkan bahwa secara ekonomi, produksi tembaga terbesar berasal dari deposit porfiri yang juga merupakan deposit berumur relatif muda. 5.2. DEFINISI DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI DAN PENYEBARANNYA Istilah tembaga porfiri berasal dari hubungan mineralisasi tembaga dengan batuan plutonik. Deposit ini dicirikan oleh tembaga dan molibdenit dalam bentuk hamburan (disseminated) atau fenokris dalam batuan dengan tekstur porfiritik.

Tembaga porfiri didefinisikan sebagai suatu deposit besar, berkadar rendah hingga menengah dalam sulfida hipogen yang dikontrol oleh struktur primer dan umumnya berasosiasi dengan intrusi asam atau intermediat porfiri (Kirkham, 1971, dalam Guilbert dan Park, 1987). Deposit tembaga porfiri berkadar rendah hingga menengah, umumnya kandungan tembaga berkisar antara 0,6 0,9% Cu (seperti di Batu Hijau;Sumbawa) dan yang paling tinggi sekitar 1 2% Cu seperti di El Teniente dan Chuquimata. Sedangkan yang paling rendah dan hingga saat ini belum ekonomis untuk dikelola

adalah Cu dengan kadar 0,35%. Mineral tembaga yang paling umum dijumpai adalah kalkopirit, sedang jenis lain seperti bornit dan kalkosit jumlahnya sangat kecil. Umumnya deposit tembaga porfiri berumur post-Paleozoikum, khususnya antara kala Kapur dan Paleogen. Sillitoe (1972) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyatakan penyebaran menyebabkan tembaga porfiri tergantung pada tingkat erosi yang rantai plutonik-vilkanik dan pembentukannya

tersingkapnya

berhubungan erat dengan generasi magma pada zona-zona subduksi. 5.3. HUBUNGAN TEKTONIK LEMPENG DENGAN PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI Variasi gerakan arus konveksi pada lapisan astenolit mengakibatkan terjadinya tiga jenis dan pola gerakan lempeng bumi yaitu konvergen, divergen,

transform. Sehubungan

dengan pembentukan deposit tembaga porfiri,

maka pola gerakan lempeng yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dalam Bateman (1979) adalah konvergen dimana terjadi gerakan saling mendekati antara dua lempeng menyebabkan terjadinya suatu benturan, pembentukan palung dan banyak menimbulkan gempa bumi serta gunungapi benua. Akibat benturan-benturan lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang umumnya terjadi antara lempeng benua dan lempeng samudera, yang diikuti oleh peleburan sebagian akibat tekanan dan temperatur yang tinggi menghasilkan magma calc-alkali. Kandungan logam di dalam magma calc-alkali umumnya berasal dari kerak samudera yang terdiri atas tiga layer, dimana layer 1 adalah endapan sedimen laut yang banyak mengandung logam, dan dibawahnya layer 2 dan 3 adalah basal dan gabro. 5.4. MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari rangkaian berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal, hingga normal hidrotermal seiring dengan berkurangnya kedalaman. Intrusi calcalkali atau alkali menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa hingga granodiorit atau diorit hingga syenit. Batuan samping yang melarut ke dalam magma akan turut mempengaruhi komposisi magma dan struktur kemas

magma. Umumnya deposit tembaga porfiri berukuran jauh lebih besar dari deposit

hidrotermal lainnya. Bentuk deposit ini memperlihatkan bahwa struktur berskala besar ikut mengontrol mineralisasi dan kedalaman pembentukannya. Gustafon dan Hunt, 1975, dalam Park dan Guilbert, 1986, yang menyelidiki proses pembentukan deposit tembaga porfiri di El Salvador Chili menyimpulkan tiga hal, yaitu : 1. Stok porfiri terbentuk di dalam atau di atas zona cupola dalam bentuk kompleks dike (dike swarm). 2. Transfer tembaga, logam lain dan sulfur ke dalam stok porfiri dan batuan samping terjadi karena adanya pemisahan fluida magma dan metasomatik secara menyeluruh. 3. Transfer panas dari magma ke batuan samping menyebabkan

terjadinya sirkulasi air tanah. Hampir semua deposit tembaga porfiri memiliki kondisi yang sama dengan kondisi di atas. Perbedaan proses tergantung pada kedalaman pembentukan, kehadiran airtanah, volume dan tingkatan magma, konsentrasi logam, sulfur, dan volatil lainnya. 5.4.1. PROSES PEMISAHAN TEMBAGA SELAMA KRISTALISASI MAGMA Ringwood dan Curtis (1955) dalam Bown dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa kandungan tembaga dalam magma basal sekitar 200 ppm, sebaliknya dalam magma ultrabasa dan granitis kandungannya hanya sekitar 20 ppm. Selama difrensiasi magma basal, kandungan Fe, Co, dan Ni cenderung terbentuk duluan dalam fraksinasi kristalisasi, sedang tembaga belum terbentuk dalam silikat atau bentuk lainnya dan cenderung menjadi konsentrasi residu dalam fraksi

larutan. Tembaga akan cepat terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur = tekanan parsial sulfur), fO dan pH larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk dengan baik pada kondisi fS2 rendah.Demikian pula pembentukan tembaga sebagai elemen chalcophile (logam-S) berlangsung dengan baik pada pH tertentu. Houghton (1974) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan pengaruh fSdan fO dalam pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari larutan silikat dan digantikan oleh oksigen kemudian membentuk logam S (chalcophile). Reduksi dalam fO2 dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang

kaya Fe-O. Dengan kata lain, kelarutan sulfur dalam magma tergantung pada besarnya kandungan Fe2 . Kristalisasi fraksinasi akan meningkatkan fO dan

tembaga dalam fraksi larutan, kemudian memisah dalam fase sulfida. Pendinginan intrusi basa sangat jarang yang menghasilkan konsentrasi logam dalam fraksi hidrotermal. Hal ini karena kandungan air dalam magma primer sangat rendah. Magma basa baru bisa membentuk fluida hidrotermal setelah berasimilasi dengan material yang mengandung air. Jadi proses pengayaan untuk membentuk larutan bijih kurang efektif dalam magma basa dibanding dengan magma intermedit. Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan batuan beku intermedit. Hubungan genetik antara Cu-Mo dengan batuan intermedit terlihat pada penyebaran geografisnya seperti dalam zona alterasi-mineralisasi model Lowell-Guilbert yang telah dibahas sebelumnya. Zona tersebut menjelaskan bagaimana perubahan

temperatur, tekanan, dan reaktifitas konveksi fluida dari pusat panas, dan sekaligus juga menerangkan bagaimana pergerakan fluida selama proses

pendinginan berlangsung. Pembentukan bijih adalah mekanisme diffrensiasi logam yang terkonsentrasi dari normal magma. Dalam kasus ini, asosiasi batuan bekunya akan menentukan kandungan logam yang terbentuk. 5.4.2. KONDISI MAGMATIK-HIDROTERMAL SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI Kehadiran air atau fase aquatik dalam magma selama pembentukan tembaga porfiri merupakan hal yang sangat penting. Kontak air dengan magma yang sedang memisah terjadi dalam beberapa tahap. Fluida hidrotermal pertama yang memisah relatif kaya akan CO dibanding fluida yang memisah kemudian. Juga fraksi awal banyak mengandung klorida (NaCl>KCl>HCl>CaCl). Kehadiran air dalam

magma menurunkan temperatur kristalisasi. Burnham (1967) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa pada saat magma yang tidak jenuh mengintrusi lapisan permeabel yang mengandung fluida, perbedaan tekanan akan menyebabkan migrasi fluida tersebut. Jika tekanan fluida lebih besar dibanding tekanan hidrostatik, volatil akan keluar dari magma hingga tekanan kembali normal. Magma bisa jenuh dengan komponen volatil hanya jika tersedia cukup suplai fluida dari batuan samping, pada saat tekanan lebih besar dari tekanan litostatik. Sirkulasi konveksi fluida dapat terjadi karena perbedaan temperatur, kerapatan

fluida dekat magma, dan masuknya fluida dingin dari sekitar magma. Pola sirkulasi dikontrol oleh permeabilitas batuan samping. Perbedaan temperatur yang besar bisa menyebabkan terjadinya pemusatan dan kristalisasi besar-besaran secara serentak dalam magma. Pada saat kristalisasi berlangsung pada suatu kisaran temperatur, pemisahan kristal komponen non volatil menyebabkan bertambahnya konsentrasi volatil dalam fraksi cairan dan selanjutnya menambah tekanan gas dalam

larutan. Jika tekanan gas selama pendinginan dan kristalisasi lebih besar dari tekanan batas, akan menyebabkan terjadinya vesikulasi. 5.4.3. PERUBAHAN GEOKIMIA SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT Pendinginan larutan hidrotermal dan reaksi dengan batuan samping meningkatkan kandungan K+, Na+ dan Ca+ dan Na+ . Alterasi dan presipitasi kuarsa (silisifikasi) diikuti oleh pembentukan dari larutan klorida. Replasemen plagioklas pada temperatur tinggi menjadi ortoklas dihasilkan dari subtitusi Ca + K+

molibdenit dan kemudian pada temperatur lebih rendah diikuti oleh logam-logam dasar sulfida lainnya. Pengendapan logam sulfida dalam jumlah tertentu tergantung pada keaktifan logam dan sulfur dalam larutan. Alterasi batuan samping umumnya digunakan untuk menginterpretasi lingkungan kimia-fisika deposit bijih. Zona

alterasi tersebut menunjukkan bahwa fluida pembawa bijih mulai bermigrasi keluar dari stok porfiri pada temperatur 500o 700o Pada beberapa daerah tembaga porfiri, pola-pola struktur membantu dalam menentukan pola pengendapan bijih hidrotermal. Bukaan pada batuan (opening in rock) dapat menunjukkan berapa tingkatan pengendapan. Umumnya bukaan yang pertama pada deposit porfiri menunjukkan alterasi yang menghasilkan K-

feldspar, muskovit, biotit, dan kumpulan Cu-Fe-S dengan kadar sulfur rendah. Proses kimia yang penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi, metasomatis kation dan metasomatis anion. Dalam hal ini, yang paling penting

adalah hidrolisis atau metasomatis ion H+ Beberapa perubahan geokimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa secara kualitatif, sedikit atau banyak selama proses alterasi dapat dihasilkan ion H+. Meyer dan Hemley (1967) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) mencatat bahwa ion H+ jumlahnya kecil dalam

alterasi propilitik dan K-feldspar, kemudian bertambah banyak dalam alterasi serisitisasi dan argilik. Dalam hubungan antara larutan hidrotermal dan kumpulan mineral sulfida, oksida, dan alterasi batuan samping, parameter yang paling penting adalah fO 2, fS2 , pH 5.4.4. PERPINDAHAN BIJIH Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase aquatik) dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Karena itu, pada proses pengendapan bijih hidrotermal, sifat larutan dan stabilitas mineral

merupakan dasar yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan tertentu mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul dalam jumlah besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam dapat berkisar antara 1 104 ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara total kandungan sulfur dengan total logam berat (heavy metal) cukup tinggi.

Kenyataan bahwa kandungan sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam) sangat besar dapat terlihat dari ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa deposit tembaga porfiri. Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung alkali klorida (ditambah CO2, NH3, dan CH) dan kandungan garamnya kadang sampai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida selama transportasi.

5.5. MODEL GENETIK DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI . Seperti dijelaskan di depan, proses pembentukan deposit tembaga porfiri yang diikuti dengan penurunan temperatur menyebabkan terbentuknya zona alterasi disekitar tubuh intrusi. Beberapa model genetik deposit tembaga porfiri yang telah diajukan oleh para menjelaskan proses ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk

dan karakteristik dari tembaga

porfiri. Semua model

menekankan hubungan antara intrusi batuan plutonik dan deposit bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model magmatik-hidrotermal. Selama pergerakan magma ke permukaan, cairan pijar tersebut akan jenuh air dengan tekanan gas yang semakin tinggi seiring kristalisasi. Kecenderungan dari intrusi magma melalui zona-zona lemah dan pelepasan volatil dari cairan yang mendingin tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya perbedaan suhu yang nyata antara magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan suatu urutan zona alterasi dan mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri. 5.5.1. MODEL LOWELL-GUILBERT Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki zona alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo mencatat bahwa pada sebagian besar deposit porfiri, terdapat hubungan yang

sangat dekat antara batuan beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan samping umumnya terbentuk antara Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan sedimen dan meta sedimen. Kedalaman intrusi berkisar antara 10001500m. Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan tipe intrusi monzonit kuarsa hingga granodiorit dan kadang pula dijumpai berasosiasi dengan diorit kuarsa, riolit, dan dasit. Model genetik Lowell-Guilbert meliputi deposit porfiri yang berumur TriasTersier Tengah (200-30 jt tahun yang lalu). Ukuran dan bentuk batuan plutonik turut mengontrol ukuran dan bentuk tubuh bijih, tapi hal ini kadang susah dikenali jika intensitas erosi tinggi. Bentuk stok yang memanjang tidak teratur sangat umum pada deposit porfiri, meski kadang juga bulat panjang, melensa, bundar, dan bentuk

dijumpai deposit berbentuk kubah,

sumbat. Umumnya tubuh plutonik berupa kelompok dike (dike swarm) dan jarang ditemukan yang berbentuk sill. Tersingkapnya tubuh plutonik dipermukaan

disebabkan oleh proses tektonik dan erosi yang bekerja setelah mineralisasi berlangsung. Tubuh deposit tembaga porfiri umumnya berukuran kurang dari 2 km2, tapi kadang pula ada yang sangat luas seperti deposit Endako di Kolumbia yang berukuran 60.000 x 300.000 m. Bentuk dan ukuran intrusi porfiri juga dikontrol oleh struktur primer sekaligus juga ikut mengontrol tembaga porfiri. Struktur-struktur lokal pembentukan deposit

yang berukuran kecil sulit dikenali.

Struktur seperti ini bisa hadir sebelum dan sesudah deposit porfiri terbentuk, kadang pula hilang karena pengaruh intrusi itu sendiri. Salah satu ciri khas batuan intrusi adalah bahwa mereka bukan merupakan tubuh yang pasif, tapi merupakan suatu tubuh dimana proses-proses seperti asimilasi, replasemen, dan pembekuan terjadi akibat adanya tenaga yang terkandung dalam tubuh magma. Akibat adanya tenaga dalam tubuh intrusi menyebabkan deposit bijih porfiri selalu berasosiasi dengan breksiasi dan penkekaran disekitar tubuh bijih. Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan pembentukan deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul oleh kristalisasi awal yang membentuk lapisan solid shell. Kristalisasi tersebut

yang kemudian menghasilkan tekstur porfiritik hingga afanitik. Pada umumnya, proses metalisasi terjadi bersamaan atau setelah pembentukan tubuh porfiri itu. Komposisi batuan intrusi yang berasaosiasi dengan deposit tembaga porfiri

umumnya intermedit yang secara lengkap urutannya adalah diorit, granodiorit, monzonit kuarsa, monzonit kuarsa porfiri, dan riolit. Jadi diorit adalah asosiasi deposit tembaga porfiri yang paling basa.

Anda mungkin juga menyukai