Dasar Teori
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Alterasi Hidrotermal
Alterasi hidrotermal adalah pergantian mineralogi dan komposisi kimia
yang terjadi ketika batuan berinteraksi dengan fluida hidrotermal (White &
Hedenquist, 1995). Fluida hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100C
500C) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada
sebelumnya dan membentuk mineral-mineral tertentu. Larutan hidrotermal
terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya
terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah.
Alterasi terjadi sebagai proses kesetimbangan antara mineral-mineral batuan yang
berinteraksi dengan larutan fluida hidrotermal. Interaksi antara larutan hidrotermal
dengan batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya
mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Jika kenampakan
alterasi ini pada tubuh batuan memiliki pola keteraturan maka kita bisa
membaginya menjadi suatu zona yang disebut zona alterasi. Menurut Corbertt dan
Leach (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal
adalah sebagai berikut:
Temperatur
Komposisi kimia fluida
Komposisi batuan induk
Permeabilitas
Peningkatan temperatur akan membentuk mineral yang terhidrasi lebih
1. Alterasi potasik
Mineral potasium feldspar dan biotit sekunder merupakan mineral penciri
utama dari alterasi ini. Mineral lempung tidak hadir namun klorit dengan jumlah
13
sedikit dapat hadir. Selain itu, magnetit dan hematit dapat hadir beserta pirit,
molybdenit dan kalkopirit. Kedalaman zona bervariasi namun secara umum cukup
dalam umumnya beberapa ratus meter di bawah permukaan karena berada di
sekitar pluton atau intrusinya sehingga temperatur pembentukkan sangat tinggi
yaitu 500oC 600oC (Robb, 2008). Alterasi potasik ini juga terbentuk pada
kondisi netral hingga alkalin. Biotit sekunder dapat terbentuk akibat reaksi antara
mineral mafik terutama hornblenda dengan larutan hidrotermal.
Mineralisasi yang terjadi umumnya dijumpai pada zona potasik ini.
Bentuknya menyebar (disseminated) dengan komponen berupa mineral-mineral
sulfida yang terdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif
sama. Endapan mineral pada zona potasik ini selain berupa hamburan juga berupa
veinlet, karena adanya pengaruh matasomatik atau rekristalisasi pada batuan induk
ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal)
melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan
batuan.
2. Alterasi propilitik
Alterasi propilitik merupakan alterasi yang kompleks yang dicirikan oleh
kehadiran klorit, epidot, albit, dan karbonat (kalsit, dolomit dan ankerit). Serisit,
pirit dan magnetit dapat hadir dalam jumlah minor sedangkan zeolit dan
montmorilonit dapat juga hadir namun kelimpahannya sangat sedikit. Alterasi ini
terbentuk pada temperatur 200oC 350oC dan pada kondisi netral hingga alkalin.
Zona alterasi ini dapat sangat luas sehingga alterasi propilitik ini dapat dibagi lagi
menjadi tiga subdivisi yaitu kloritisasi, albitisasi (feldspartisasi) dan karbonatisasi.
3. Serisitisasi
Mineral yang dominan hadir dalam alterasi ini adalah serisit dan kuarsa.
Selain itu pirit dapat hadir bersama kuarsa dan serisit. Selama serisitisasi, feldspar
dan mika pada granit dapat berubah menjadi serisit. Kuarsa sekunder hadir
sebagai hasil sampingan meskipun kuarsa primer tetap ada dan tidak mengalami
perubahan akibat alterasi. Pada lingkungan yang kaya fluorin, topas bersama
dengan zunyit dan kuarsa dapat hadir bersama serisit dalam bentuk endapan
greisen. Di samping itu, zona serisitisasi berada di bawah zona alterasi argilik
menengah.
14
4. Kloritisasi
Klorit dapat hadir sendiri atau bersama dengan kuarsa atau turmalin.
Selain itu, mineral-mineral penciri alterasi propilitik serta anhidrit lainnya dapat
juga hadir.
5. Feldspartisasi
Alterasi ini terjadi bila potasium atau sodik feldspar mengalami
metasomatisme dan menghasilkan potasium feldspar atau albit yang baru tanpa
kehadiran mineral-mineral penciri alterasi potasik.
6. Turmalinisasi
Alterasi ini berasosiasi dengan endapan bertemperatur menengah hingga
tinggi contonya pada timah dan beberapa urat emas.
7. Karbonatisasi
Karbonatisasi merupakan alterasi pembentukan karbonat akibat aktivitas
hidrotermal yang mengendapkan bijih bertemperatur rendah hingga menengah
pada batugamping dan dolomit.
8. Silisifikasi
Alterasi silisifikasi terjadi akibat meningkatnya proporsi kuarsa atau silika
kriptokristalin seperti silika cherthy atau silika opaline dalam batuan yang
teralterasi. Silika tersebut dapat berasal dari larutan hidrotermal seperti pada
cherthy limestone yang dapat berasosiasi dengan endapan lead-zink-fluorit-barit
atau sebagai hasil sampingan dari alterasi pada feldspar atau mineral lainnya
selama pencucian.
9. Alterasi argilik menengah
Mineral pernciri alterasi ini adalah kaolin dan montmorilonit sebagai hasil
alterasi dari plagioklas. Kedua mineral tersebut dapat ditemani dengan lempung
yang amorf. Zona alterasi argilik menengah dibagi menjadi zona yang dominan
mengandung montmorilonit yaitu di bagian pinggir dan yang dominan
mengandung kaolin yaitu di dekat zona alterasi serisitisasi. Alterasi ini terjadi
pada temperatur di bawah 250oC dan pada kondisi asam (pH 4-6).
10.
biasanya hadir dan seringkali alunit, pirit, turmalin, topas dan zunyit juga hadir.
15
Pada temperatur yang tinggi, andalusit juga dapat hadir pada tipe alterasi ini.
Alterasi argilik lanjut merupakan zona bagian dalam dengan di antaranya urat
logam dasar atau endapan pipa yang berasosiasi dengan stock batuan plutonik
asam. Alterasi ini dapat dijumpai juga di lingkungan mata air panas dan pada
endapan logam dangkal (telescoped). Tubuh bijih sulfida berasosiasi dengan
mineral yang kaya sulfur yaitu kovelit, digenit, pirit dan enargit. Alterasi argilik
lanjut terjadi akibat leaching yang sangat intensif karena batuan terlalui larutan
yang sangat asam (pH <4).
III.2
Endapan Hidrotermal
Endapan hipotermal
Endapan epitermal
Endapan mesotermal
Endapan teletermal
Tipe endapan hidrotermal yang akan dibahas lebih lanjut adalah tipe endapan
epitermal, karena endapan emas di daerah penelitian Cijulang berasosiasi dengan
tipe endapan epitermal.
III.3 Endapan Epitermal
Endapan bijih epitermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan
hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif
rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali yang sering kali
(tidak selalu) endapannya dijumpai di dalam produk vulkanik (sedimen vulkanik).
Endapan emas epitermal mempunyai struktur umum yaitu open space filling yaitu
pengisian celah-celah batuan oleh mineral serta tekstur yang biasa dijumpai
adalah tekstur lattice dan crustiform-colloform. Endapan epitermal biasanya
berasosiasi dengan aktivitas magmatisme seperti kegiatan vulkanik maupun
intrusi yang aliran panasnya menyebar secara tidak merata melalu rekahan-
16
rekahan batuan. Ciri-ciri umum endapan epitermal menurut Lindgren (1933) dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Secara umum endapan epitermal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
endapan epitermal sulfidasi tinggi dan endapan epitermal sulfidasi rendah. Istilah
sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi dalam endapan epitermal dicetuskan oleh
White dan Hedenquist (1995). Batasan kedua istilah tersebut di dasarkan pada
bilangan redoks (reduksi-oksidasi) unsur S dalam larutan mineralisasi. Unsur S
dalam sistem hidrothermal yang mendekati PH netral umumnya memiliki
bilangan redoks terendah -2 (misalnya senyawa H2S), kondisi ini diistilahkan
sebagai sulfidasi rendah. Istilah sulfida tinggi digunakan untuk unsur S dalam
hidrotermal vulkanik yang mempunyai bilangan redoks mendekati +4 (misalnya
senyawa SO2).
Tabel 3.1. Ciri-ciri umum endapan epitermal (Lindgren, 1933)
Kedalaman
Temperatur
Pembentukan
17
bersifat netral. Endapan ini yang paling khas adalah menunjukan proses boiling
dengan dicirikan ditemukannya adularia. Mineral utama yang terdapat pada
endapan ini adalah kuarsa, serisit, adularia dan karbonat serta kandungan
sulfurnya rendah. Keterdapatan mineral bijih pada endapan ini dicirikan dengan
hadirnya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Endapan
ini memiliki mineral ekonomis utama yaitu emas dan perak, namun perbandingan
emas dan peraknya sangat tidak seimbang dengan komposisi perak jauh lebih
banyak dari emas. Batuan induk tempat endapan epitermal sulfida rendah ini
adalah batuan vulkanik dengan jenis andesit kalk-alkali, dasit, riodasit, dan riolit,
dan berasosiasi dengan produk vulkanik riolitik. Evans (1993) menjelaskan
karakteristik utama dari endapan bersulfida rendah adalah:
tungsten.
Salinitas netral atau sangat rendah (0, 5 wt.%)
Alterasi yang terjadi adalah kuarsa adularia, karbonat dan serisit
Fluida utama yang mengontrol alterasi adalah air meteorik.
III.3.2 Endapan epitermal sulfidasi tinggi
Endapan epitermal sulfidasi tinggi adalah endapan yang disebabkan oleh
larutan hidrotemal yang bersifat asam dan dicirikan oleh alterasi argilik lanjut
dengan kandungan sulfat yang tinggi. Proses mineralisasi pada alterasi argilik
lanjut akan membentuk mineral-mineral alunit, kaolinit, prifolit, belerang, diaspor,
kuarsa, dan barit. Genesa endapan ini biasanya berasosiasi dengan hasil
vulkanisme yang bertipe andesitik hingga riodasitik dan dikontrol oleh struktur
kaldera dan kubah silika. Evans (1993) menjelaskan, bahwa endapan epitermal
bersulfidasi tinggi ini mempunyai karakteristik yaitu:
18
19
mendekati netral. Perbedaan ini akan menghasilkan tipe alterasi yang berbedabeda sehingga dapat membantu dalam membuat model persebaran alterasi pada
sistem epitermal sulfidasi tinggi. Alterasi-alterasi yang dapat terbentuk pada
sistem endapan epitermal sulfidasi tinggi (Arribas, 1995), yaitu :
1. Zona alterasi silisifikasi (leached silisic)
2. Zona alterasi argilik lanjut (advance argillic)
3. Zona alterasi argilik (argillic)
4. Zona alterasi propilitik (propylitic)
Secara khas urut-urutan tipe alterasi ini akan dimulai dari leached silisic
yang terdapat paling dekat dengan rekahan. Alterasi ini ditandai dengan
terbentuknya silika yang berlubang-lubang (vuggy silica) yang resisten terhadap
kondisi pH yang rendah. Alterasi leached silisic ini memiliki batas yang tegas
dengan alterasi berikutnya yaitu argilik lanjut. Tipe alterasi argilik lanjutini
ditandai dengan hadirnya mineral sulfat kuarsa alunite dan kaolinit dickite
yang melimpah. Tipe alterasi selanjutnya adalah alterasi argilik. Alterasi ini
ditandai dengan hadirnya mineral sulfat hasil alterasi illite yang melimpah. Batas
antara alterasi argilik dengan argilik lanjut tidak terlalu jelas. Batas antara kedua
zona alterasi tersebut ditandai dari perubahan kelimpahan mineral penciri masingmasing alterasi.
Alterasi selanjutnya yang berada paling jauh dari rekahan adalah alterasi
propilitik yang ditandai dengan kehadiran mineral klorit yang melimpah. Pada
zona alterasi ini hampir tidak ditemui mineral lempung seperti yang terdapat pada
alterasi argilik dan argilik lanjut. Mineral-mineral alterasi ini dapat tersebar dalam
area yang luas, terkadang hingga mencapai 100 km2. Untuk lebih jelasnya tentang
zonasi alterasi dari sistem epitermal sulfidasi tinggi dapat dilihat pada Gambar
3.1. berikut.
20
21
diperkirakan
terjadi
setelah
22