1. Geokimia Batubara
a. Analisa Geokimia Dalam Batubara
Analisa Geokimia dalam Batubara Geokimia batubara adalah suatu cara untuk
mengetahui kandungan kimia yang terdapat didalam batubara yang nantinya dapat
digunakan sesuai dengan pemanfaatannya. Kualitas batubara merupakan indikasi dari
tingkat kematangan yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan suhu, dan tekanan serta
dipengaruhi lamanya waktu pembentukan dalam hal ini waktu geologi. Batubara tingkat
tinggi akan terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan batubara
tingkat rendah. Sumber panas yang menyebabkan kenaikan suhu dapat diperoleh dari
akibat aktifitas magmatik ataupun akibat gradient geothermal sehingga terjadi
perubahan penimbunan sedimen diatasnya (overburden). Tekanan pada pembentukan
batubara merupakan fungsi linier dari perubahan waktu dan ketebalan /volume sedimen
penutup. Dalam menentukan kualitas batubara yang potensial sebagai sumber energi
dilakukan beberapa analisa. Dalam analisa geokimia batubara lebih ditekankan pada
analisa yang bersifat kimiawi yang kemudian diketahui sifat-sifat kualitas geokimianya.
Adapun analisa geokimia batubara adalah:
- Analisa Proksimat
Analisa yang meliputi kandungan air (as analyzed moisture), kandungan zat
terbang (volatile matter), kandungan abu (ash) dan kandungan karbon tetap
(fixed carbon). Hasil analisa proksimat adalah rata-rata dari dua pekerjaan
(duplo), dinyatakan sampai 1 desimal dalam % untuk kandungan air, zat terbang
dan abu.
- Analisa Ultimat
Analisa Ultimat meliputi penentuan kandungan karbon (C), kandungan hidrogen
(H), kandungan belerang (S), kandungan oksigen (O). Dari perhitungan
ditentukan pula kandungan CO2 dan bentuk belerang untuk dikoreksi. Analisa
ultimat dapat disajikan dalam berbagai basis diantaranya as analyzed basis dry
atau dry ash free basis. Dalamas analyzed basis dry hasil analisa hanya
melaporkan saja bersama kandungan air (M) dan kandungan abu (A). Dalam
dry basis semua hasil analisa harus diubah dengan faktor 100 : (100-M) dan
hasil analisa disajikan tanpa kandungan air. Dalam dry ash free basis (daf) hasil
analisa diubah dengan faktor 100 (100-M-A) dan menyajikan hasil tanpa
kandungan air dan abu. Akan tetapi sebelum mengubah hasil dengan faktor diatas,
kandungan karbon perlu dikoreksi dahulu dengan karbon sebagai CO2 dan
belerang total dengan belerang sulfat. Dalam basis terakhir ini hasil analisa
ultimat yang disajikan adalah kandungan C, H, N, S “O + error” sebagai selisih
dengan 100%. Pemanfaatan suatu jenis batubara tertentu perlu diketahui suatu set
data kualitas batubara yang diperlukan untuk suatu keperluan tertentu. Data ini
dapat diperoleh dari hasil suatu analisa pengujian. Beberapa parameter kualitas
yang akan sangat mempengaruhi dalam hal pemanfaatannya adalah
(Sukandarrumidi, 1995): Kandungan air, Kandungan abu, Zat terbang (volatile
matter). Kandungan karbon tetap.
2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa penyusun
dari batubara tersebut, baik senyawa organik ataupun senyawa anorganik. Sifat kimia
dari batubara dapat digambarkan sebagai berikut :
- Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60% sampai 100%.
Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan
hamper 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting
peranannya sebagai penyebab panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam
unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon
yang besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang.
- Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi
metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam
batubara berbitumin serta sekitar 3% smpai 3,5% dalam antrasit.
- Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selam evolusi
atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit
sekitar 20% atau lebih, dalam batubara berbitumin sekitar 4% sampai 10% dan
sekitar 1,5% sampai 2% dalam batubara antrasit.
- Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk
sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya jumlahnya sekitar 0,55% sampai
3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada
lignit dan antrasit.
- Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan kemungkinan
berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam batubara
biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai
konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk yaitu :
• Sulfur Piritik (piritic Sulfur)
Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur yang
terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit
(partikel halus yang menyebar).
• Sulfur Organik
Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur, biasanya
berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
• Sulfat Sulfur
Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh
jumlah sulfurnya.
- Teori In-situ :
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ
biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut
pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya
menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
- Teori Drift :
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di
tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan
teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis,
tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor
(kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua
tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 -
-[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C
dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh
bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati
1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan
fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat,
sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit
Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi
antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu
dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan batubara
dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai
zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun
yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat
(C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut
pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis
maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara
sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk
bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.
Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara,
maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu
rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture)
yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga
rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak,
serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar.
2. Geokimia Isotop
a. Isotop stabil dan isotop radioaktif
Isotop stabil adalah berbagai bentuk atom dari unsur yang sama. Tersusun dari jumlah
proton yang sama dalam nukleusnya dan memiliki nomor atom yang sama. Hal ini
dikarenakan atom dari unsur yang sama memiliki nomor atom yang sama. Tetapi jumlah
neutron yang ada di inti mereka berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, massa atom
isotop berbeda satu sama lain. Beberapa isotop unsur kimia tertentu stabil di mana isotop
lainnya tidak stabil. Untuk menjadi stabil, isotop yang tidak stabil ini mengalami
peluruhan radioaktif. Namun, perilaku kimia isotop dari unsur kimia tertentu adalah sama
karena semua isotop memiliki jumlah elektron yang sama dan struktur atom yang sama
sehubungan dengan konfigurasi elektronik. Tetapi memiliki sifat fisik yang berbeda
karena perbedaan massa atomnya.
Radioisotop adalah isotop yang tidak stabil dari unsur kimia yang dapat mengalami
peluruhan radioaktif. Karena isotop ini tidak stabil, mereka mengalami peluruhan
radioaktif agar menjadi stabil. Isotop paling stabil tidak menunjukkan radioaktivitas.
Pembusukan radioaktif menyebabkan emisi radiasi. Isotop yang tidak stabil memiliki
jumlah neutron atau proton yang tinggi dalam nukleusnya. Isotop yang kaya neutron
dapat memancarkan radiasi dengan mengubah neutron menjadi partikel yang berbeda.
Dalam isotop proton-kaya, proton diubah menjadi partikel yang berbeda. Partikel-partikel
ini dipancarkan sebagai radiasi. Ada tiga jenis radiasi utama yang dapat dipancarkan
radioisotop. Mereka adalah radiasi alfa, radiasi beta, dan radiasi gamma. Radiasi ini dapat
membahayakan tubuh kita dengan menembus kulit.
Metode ini tidak selalu berpatokan pada karbon, karena terdapat banyak bahan kimia
lain yang menjadi indikator karena unsur C-14 ini memiliki „keterbatasan‟ tersendiri
yaitu batas umur sampel fosil dan perubahan kadar C-14 di atmosfer yang kerap berubah
karena ulah manusia. Pertama, umur fosil yang sudah amat sangat tua,
menyebabkan kadar C-14 nya menjadi sangat kecil (makin banyak waktu yang dilewatin
untuk meluruh), sehingga ada batasan umur fosil yang bisa dianalisa dengan memakai
metode carbon dating ini. Biasanya, batas itu adalah 50.000 tahun, yang artinya fosil
yang lebih tua dari 50.000 tahun akan kurang akurat jika dianalisa menggunakan carbon
dating ini.
Kedua, kadar C-14 di atmosfer kadang berubah secara drastis dikarenakan
pembakaran bahan bakar fosil (yang tidak memiliki C-14) yang mengurangi kadar C-14
di atmosfer, dan sebaliknya tes nuklir yang dilakukan beberapa negara mengakibatkan
kadar C-14 atmosfer naik dua kali lipat antara 1950 sampai 1963. Maka dari itu, kadar C-
14 atmosfir tahun 1950 selalu jadi patokan kadar C-14 „sekarang‟, dan angkanya selalu
jadi referensi dalam penghitungan.
Geokimia Panas Bumi/Geotermal mempelajari komposisi fluida panas bumi (air dan uap)
dan proses-proses yang mempengaruhinya untuk mengetahui kondisi dan karakteristik fluida
reservoir. Geokimia panas bumi, dimaksudkan untuk mengetahui jenis manifestasi,
pengukuran temperatur, pH, debit. Kimia air, gas, temperatur, pH, Hg tanah dan CO2 udara
tanah untuk interpretasi geokimia panas bumi. Evaluasi data kimia dilakukan melalui
klasifikasi tipe air panas, pendugaan temperatur bawah permukaan berhubungan dengan
reservoir panas bumi.
Geokimia air panas bumi memiliki komposisi yang beragam dan komposisi tersebut
mencerminkan kondisi geologi dan system panas bumi pada daerah tersebut. Analisis
geokimia perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan jenis dari daerah panas bumi
tersebut, sehingga dapat mendukung tahap eksplorasi yang akan dilakukan. Jenis-jenis fluida
hidrotermal dapat diketahui dari sampling geokimia air dan diklasifikasikan berdasarkan
komposisi anion. Beberapa jenis fluida panasbumi antara lain:
1. Air Klorida
Air klorida merupakan fluida yang palingdominan pada kebanyakan lapangan panas
bumi. Air klorida bersifat netral ataudapat pula sedikit asam atau sedikit basa. Pada
manifestasi permukaan dicirikan oleh kenampakannya yang jernih sering berasosiasi
dengan endapan sinter silika. Air klorida didekat permukaan sering mengandung CO2.
H2S dan sulfat yang signifikan, sedangkandi dalam reservoir perbandingan atau rasio
Cl/SO4 tinggi.
2. Air sulfat
Air sulfat memiliki kandungan klorida yangrendah, kandungan sulfat tinggi, Al dan
Fecukup tinggi (hasil pelarutan batuan). Air sulfat umumnya terdapat pada sistem panas
bumi didaerah vulkanik, dengan uap air berkondensasi ke air tanah. Kandungan sulfat
yang tinggi berasal dari oksidasi H2S pada zona vados. Karena terbentuk pada zona
vados maka airasam sulfat hanya dapat memberikan sangat sedikit informasi tentang
bagian dalam sistem panas bumi. Ciri fisik fluida jenis ini biasanya berwarna keruh
akibat pelarutan batuan samping oleh fluida yang reaktif, sering berasosiasi dengan kola
m lumpur dan collapse creater.
3. Air bikarbonat
Fluida jenis ini dicirikan dengan kandungan Cl yang rendah, kandungan sulfat juga
rendah dan bikarbonat (HCO3) sebagai anion utamanya. Pada sistem
yang berasosiasi dengan batuan vulkanik biasanya air bikarbonat terbentuk pada bagian y
ang dangkal ditepi lapangan oleh kondensasi uap di bawah mukaairtanah. Pada sistem
yang berasosiasi dengan batuan sedimen pembentukan
fluida jenis ini dikontrol oleh keberadaan batugamping. Air bikarbonat cenderung sedikit
asam bisa juga netral atau sedikit basa.
4. Air Meteorik
Air tanah biasanya mengandung Ca, Mg, Na, K, SO4, HCO3 dan Cl selain itu
terdapat pula Fe, SiO2 dan Al. Selain itu air tanah juga biasanya mengandung gas terlarut
berupa O2dan N2. Air sungai mempunyai anion utama HCO3 dan kation utama adalah
Ca, sedangkan air hujan mempunyai anion utama Cl dan kation utama Na.
Proses interaksi fluida panas bumi dengan batuan yang dilaluinya menjadi indicator
sangat penting untuk menentukan temperatur dari reservoir panasbumi. Konsep ini dikenal de
ngan Geotermometer yaitu pendekatan yang dilakukan untuk menentukan temperature
reservoir panasbumi berdasarkan kelarutan unsur unsur yang berada di fluida panas
bumi dengankonsentrasi unsur-unsur tersebut merupakan fungsi dari suhu.Asumsi yang
digunakan dalam Geotermometer ini adalah apanila fluida bergerak dengancepat ke
permukaan, fluida akan mempertahankan komposisi kimianya selama perjalanan
darireservoir ke permukaan karena tidak atau diasumsikan sedikit sekali mengalami
pencampuran. Namun keyataannya fluida dapat mengalami perubahan dalam perjalan dari re
servoir ke permukaan melalui proses pelarutan batuan samping, pencampuran, dilution,
sehingga perhitungan geotemometer harus mempertimbangkan factor-faktor tersebut serta
pemilihan unsuryang tepat untuk analisis geokimia.
c. Geotermometer Na – K – Mg
Dengan menggunakan perbandingan unsur-unsur Na, Mg, dan K kita dapat
mengetahuitemperature dari reservoir berdasarkan unsur-unsur tersebut yang larut dalam
fluidageothermal. Na/K mewakili proses kesetimbangan reaksi di dalam reservoir yang
bersifat lambat,.K-Mg mewakili proses kesetimbangan yang cepat pada daerah yang
mendekati permukaan. Keduanya dapat digunakan untuk mengevaluasi di dalam
reservoirmaupun di level dekat permukaan
DAFTAR PUSTAKA
Lestari S Dessy, Asy‟Ari M. Amril, Hidayatullah Rachmat . Juni 2016. “Geokimia Batubara
Untuk Beberapa Industri”. https://www.neliti.com/id/publications/126911/geokimia-
batubara-untuk-beberapa-industri.
https://wawasanpertambangan.blogspot.com/2014/03/sifat-sifat-fisik-batubara-1.html
20/Dec/2014. http://www.ptba.co.id/id/berita/detail/562/the-occurence-of-coal
Qadaryati Nurakhmi, Praditya Dendi Tantra, Hidajat Wahju Krisna, Martiningtyas Indriyani.
November 2019. Penentuan Lingkungan Pengendapan Batubara Berdasarkan Karakteristik
dan Maseral Batubara di PT X, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.