Anda di halaman 1dari 15

4.

1 Pembahasan
Pada daerah penelitian yang terletak di Desa Ako, Kecamatan
Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat, dilakukan
field trip praktikum mata kuliah Paleontologi yang bertujuan untuk
mengetahui kandungan fosil mikro dan proses pengendapan batuan sedimen
yang ada di formasi batuan di daerah tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan pada singkapan batuan sedimen, dijumpai 6 perlapisan
batuan dengan litologi batuan yang terdiri dari Batupasir halus,
Batulempung, Batulanau, dan Batupasir sangat halus.
Pada lapisan 01 dijumpai litologi Batupasir halus dengan
kedudukan N 101o E/34o dan tebal perlapisan 693 Cm. Batuan ini memiliki
kenampakan fisik berupa warna lapuk abu – abu kecoklatan, warna segar
abu – abu, tekstur : ukuran butir 1/4 - 1/8 mm, permeabilitas baik, porositas
buruk, sortasi baik, kemas tertutup, struktur sedimen mudcrack. Umur dan
lingkungan pengendapan satuan batupasir halus ini ditentukan berdasarkan
pada kandungan fosil foraminifera planktonic dan kandungan fosil
foraminifera bentonik pada lapisan batupasir halus di stasiun 01 di Desa
Ako. Dalam menentukan lingkungan pengendapannya, digunakan klasifikasi
penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan tabel Natland (1933).
Adapun dalam penentuan umur relatifnya didasarkan pada kandungan fosil
foraminifera planktonic yang disesuaikan dengan zonasi Blow (1969) dalam
J.A Postuma (1971).
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada
stasiun 01 dijumpai beberapa spesies fosil bentonik yaitu, Brizalina sp
(D’ORBIGNY), Cyclammina cancelleata (BRADY), Operculina sp
(D’ORBIGNY), Uvigerina sp (D’ORBIGNY), Discorbis vesicularis
(LAMARCK), Nodosaria sp (LAMARCK), Nodosaria lepida (REUSS).
A B

7 Cm

Gambar 4.1 Hasil ayakan fosil bentonik berupa


Cyclammina cancelleata
(D’ORBIGNY)(A) dan Brizalina
Brizalian sp
(COSTA)(B)
(Costa)(B)

A B

7 Cm

Gambar 4.2 Hasil ayakan fosil planktonik berupa


Globorotalia dutertrei (D’ORBIGNY)
(D’ORBIGNY)(A) dan Globigerinoides
ruber (D’ORBIGNY)(B)

Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan


kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis
mikropaleontologi, adalah Zona 3 (90 – 300 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonic, maka umur
relatif satuan batupasir halus adalah Pliosen – Kuarter N.20 – N.23 (BLOW 1969
dalam J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana
terdapat kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides ruber
(D’ORBIGNY), Orbulina suturalis (BRONNIMAN), Globorotalia dutertrei
(D’ORBIGNY), Globorotalia tosaensis (TAKAYAGI and SAITO).

Gambar 4.3 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)

Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan


umur dan kandungan fosil yang berada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batupasir halus dapat
dikorelasikan dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona III dan
berumur Pliosen – Kuarter (N.20 – N.23).
Lapisan 02 dijumpai litologi Batulempung dengan kedudukan N 101 o
E/34o dan tebal perlapisan 11,1 Cm. Batuan ini memiliki kenampakan fisik berupa
warna lapuk coklat, warna segar abu – abu, tekstur : ukuran butir > 1/256 mm,
permeabilitas baik, porositas baik, sortasi baik, kemas tertutup, struktur sedimen
laminasi.
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada stasiun
01 Brizalina sp (D’ORBIGNY), Cyclammina cancelleata (BRADY), Nodosaria
sp (LAMARCK), Uvigerina sp (D’ORBIGNY), Discorbis vesicularis
(LAMARCK), Nodosaria lepida (REUSS).

A B

7 Cm

Gambar 4.4 Hasil ayakan fosil bentonik berupa Brizalina


sp (COSTA)(A) dan Uvigerina sp
(D’ORBIGNY)(B)

A B

7 Cm

Gambar 4.5 Hasil ayakan fosil planktonik berupa


Globigerinoides ruber (D’ORBIGNY) (A)
dan Globorotalia dutertrei
(D’ORBIGNY)(B)
Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan
kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis
mikropaleontologi, adalah Zona 3 (90 – 300 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik, maka umur
relatif satuan batupasir halus adalah Pliosen – Kuarter N.20 – N.23 (BLOW 1969
dalam J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana
terdapat kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides ruber
(D’ORBIGNY), Orbulina suturalis (BRONNIMAN), Globorotalia tosaensis
(TAKAYAGI and SAITO), Orbulina universa (BRONNIMAN).

Gambar 4.6 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)

Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan


umur dan kandungan fosil yang berada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batulempung halus dapat
dikorelasikan dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona III dan
berumur Pliosen – Kuarter (N.20 – N.23).

Lapisan 03 dijumpai litologi Batupasir halus dengan kedudukan N 101 o


E/34o dan tebal perlapisan 19 Cm. Batuan ini memiliki kenampakan fisik berupa
warna lapuk abu – abu kecoklatan, warna segar coklat, tekstur : ukuran butir 1/4 -
1/8 mm, permeabilitas baik, porositas buruk, sortasi baik, kemas tertutup.
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada stasiun
01 Brizalina supspipenescens (CHUSMAN), Bulimina grata (D’ORBIGNY),
Pyrgo nonata (SCHLUMBERGER), Nodosaria sp (LAMARCK), Discorbis
vesicularis (LAMARCK).

A B

7 Cm

Gambar 4.5 Hasil ayakan fosil bentonik berupa Nodosaria


sp (LAMARCK)(A) dan Uvigerina sp
(D’ORBIGNY)(B)

A B

A B

7 Cm

Gambar 4.6 Hasil ayakan fosil planktonik berupa


Globigerinoides ruber (D’ORBIGNY) (A)
dan Orbulina suturalis
(BRONNIMAN)(B)
Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan
umur dan kandungan fosil yang berada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batupasir halus dapat
dikorelasikan dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona III dan
berumur Pliosen – Kuarter (N.20 – N.23).

Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan kandungan


fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis mikropaleontologi,
adalah Zona 3 (90 – 300 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik, maka umur relatif
satuan batupasir halus adalah Pliosen – Kuarter N.20 – N.23 (BLOW 1969 dalam
J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana terdapat
kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik yang
dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides ruber (D’ORBIGNY),
Orbulina suturalis (BRONNIMAN), Globorotalia tosaensis (TAKAYAGI and
SAITO), OrbulGloborotalia dutertrei (D’ORBIGNY).

Gambar 4.7 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)
Lapisan 04 dijumpai litologi Batulanau dengan kedudukan N 101 o E/34o
dan tebal perlapisan 6 Cm. Batuan ini memiliki kenampakan fisik berupa warna
lapuk coklat, warna segar abu – abu, tekstur : ukuran butir 1/16 - 1/256 mm,
permeabilitas buruk, porositas buruk, sortasi baik, kemas tertutup, struktur
sedimen laminasi.
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada stasiun
01 Pyrgo nonata (SCHLUMBERGER), Nodosaria sp (LAMARCK), Discorbis
vesicularis (LAMARCK).

A B

7 Cm

Gambar 4.8 Hasil ayakan fosil bentonik berupa Discorbis


vesicularis (LAMARCK)(A) dan
Nodosaria sp (LAMARCK)(B)

A B

A B

7 Cm

Gambar 4.9 Hasil ayakan fosil planktonik berupa Orbulina


universa (D’ORBIGNY) (A) dan Orbulina
suturalis (BRONNIMAN)(B)
Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis mikropaleontologi,
adalah Zona 3 (90 – 300 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik, maka umur relatif
satuan batupasir halus adalah Miosen tengah – Kuarter N.9 – N.23 (BLOW 1969
dalam J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana
terdapat kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides immaturus
(LEROY), Orbulina suturalis (BRONNIMAN), Orbulina universa
(D’ORBIGNY).

Gambar 4.10 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)

Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan


umur dan kandungan fosil yang erada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batulanau dapat dikorelasikan
dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona III dan berumur
Pliosen – Kuarter (N.9 – N.23).

Lapisan 05 dijumpai litologi Batupasir sangat halus dengan kedudukan N


101o E/34o dan tebal perlapisan 51 Cm. Batuan ini memiliki kenampakan fisik
berupa warna lapuk abu – abu coklat, warna segar abu – abu, tekstur : ukuran butir
1/8 - 1/16 mm, permeabilitas baik, porositas buruk, sortasi baik, kemas tertutup,
struktur sedimen mudcrack.
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada stasiun
01 Gyroidina simplex (WHITE), Cyclammina cancelleata (BRADY), Uvigerina
peregrina (CHUSMAN).

A B

7 Cm

Gambar 4.11 Hasil ayakan fosil bentonik berupa


Gyroidina simplex (WHITE)(A) dan
Uvigerina peregrina (CHUSMAN)(B)

A B

A B

7 Cm

Gambar 4.12 Hasil ayakan fosil planktonik berupa


Globigerinoides trilobus (REUSS) (A) dan
Globigerinoides extermus (BOLLI)(B)
Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis mikropaleontologi,
adalah Zona 4 (300 – 1000 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik, maka umur relatif
satuan batupasir halus adalah Miosen atas – Pliosen N.16 – N.19 (BLOW 1969
dalam J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana
terdapat kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides trilobus (REUSS),
Globigerinoides extermus (BOLLI), Orbulina universa (D’ORBIGNY).

Gambar 4.13 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)

Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan


umur dan kandungan fosil yang erada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batupasir sangat halus dapat
dikorelasikan dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona IV dan
berumur Pliosen – Kuarter (N.16 – N.19).
Lapisan 06 dijumpai litologi Batulanau dengan kedudukan N 101 o E/34o
dan tebal perlapisan 6 Cm. Batuan ini memiliki kenampakan fisik berupa warna
lapuk coklat, warna segar abu – abu, tekstur : ukuran butir 1/16 - 1/256 mm,
permeabilitas buruk, porositas baik, sortasi baik, kemas tertutup, struktur sedimen
laminasi.
Berdasarkan hasil analisis kandungan foraminifera bentonik pada stasiun
01 Brizalina sp (COSTA), Cyclammina cancelleata (BRADY), Nodosaria sp
(LAMARCK).

A B

7 Cm

Gambar 4.14 Hasil ayakan fosil bentonik berupa Brizalina


sp (COSTA)(A) dan Nodosaria sp
(LAMARCK)(B)

A B

A B

7 Cm

Gambar 4.15 Hasil ayakan fosil planktonik berupa


Globigerinoides ruber (D’ORBIGNY)(A)
dan Globorotalia crassaformis
(GALLOWAY and WASLER)(B)
Lingkungan pengendapan satuan batupasir halus berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik yang dijumpai berdasarkan analisis mikropaleontologi,
adalah Zona 3 (90 – 300 m), menurut Natland (1933).
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik, maka umur relatif
satuan batupasir halus adalah Miosen atas – Pliosen N.16 – N.19 (BLOW 1969
dalam J.A POSTUMA 1971) dan ditarik berdasarkan zona kumpulan, dimana
terdapat kumpulan fosil pada zona tertentu. Adapun fosil foraminifera planktonik
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah, Globigerinoides ruber
(D’ORBIGNY), Globorotalia crassaformis (GALLOWAY and WASLER),
Globorotalia tumida (BRADY).

Gambar 4.16 Tabel penarikan umur relatif fosil berdasarkan range


chart J.A POSTUMA(1971) dan penentuan
lingkungan pengendapan menurut Natland (1933)

Berdasarkan hasil pengamatan ciri fisik litologi di lapangan, kesamaan


umur dan kandungan fosil yang erada di Formasi Pasangkayu (TQp) serta letak
geografis , maka dapat disimpulkan bahwa satuan batulanau dapat dikorelasikan
dengan Formasi Pasangkayu yang terendapakan pada Zona III dan berumur
Pliosen – Kuarter (N.18 – N.23).

4.2 Sejarah Geologi


Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Pliosen – Plistosen,
dimana seluruh daerah Sulawesi engalami periukkan lagi (Simadjuntak,
drr.,1991a,b). Penunjaman diduga berhenti pada Plistosen Awal, dimana Sesar
Matano mengambil alih gerakan dan berkembang ke sebelah barat sebagai Sesar
Palu – Koro (Katili 1974;Sudrajat, 1981). Setempat terjadi penyesaran bongkah
sehingga terbentuk cekungan – cekungan kecil dan dangkal, dibarengi dengan
pengendapan klastika. Di penelitian ini menghasilkan Formasi Pasangkayu yang
berumur Pliosen Akhir – Plistosen. Di akhir fasa ini seluruh daerah mengalami
pengangkatan, dibarengi dengan pengendapan darat yang berlangsung hingga
sekarang.
Berdasarkan Stratigrafi regional, daerah penelitian yang termasuk
kedalam Formasi pasangkayu memiliki litologi yang tersusun dari perselingan
batupasir dengan batulempung, setempat bersisipan konglomerat dan
batugamping. Penyebaran batuan Formasi Pasangkayu menempati areal sekitar
Ibukota Pasangkayu yaitu bagian Barat dari wilayah Kecamatan Pasangkayu dan
di bagian Selatan memanjang dari sekitar Sungai Lariang yaitu di bagian tengah
wilayah Kecamatan Baras memanjang dan melebar hingga ke bagian tengah
wilayah Kecamatan Sarudu di Selatan. Umur Satuan ini Pliosen – Plistosen
(Hadiwijoyo, dkk, 1993).
Proses pengendapan sedimen pada daerah penelitan dimulai dari
penunjaman pada kala Plistosen Awal yang disebabkan oleh Sesar Matano yang
kemudian berkembang ke sebelah barat sebagai Sesar Palu – Koro. Proses ini
kemudian menyebabkan terjadinya penyesaran bongkah sehingga terbentuk
cekungan – cekungan kecil dan dangkal sehingga terjadi pengendapan material
sedimen pada wilayah cekungan. Pada lokasi penelitian hubungan batuan di tiap
perlapisannya dapat diketahui berdasarkan urutan pengendapan material
sedimen, yang dimulai dari pengendapan Batulanau (N.9 – N.23), batuan ini
kemudian terakomodasi ke ruang kosong akibat adanya penurunan muka air laut,
kemudian dilanjutkan oleh pengendapan Batupasir halus (N.16 – N.19). Pada
lapisan Batulanau (N.18 – N.19) saat pengendapan air laut pertama. Kemudian
Pada N.20 – N.23 terendapkan tiga litologi secara bersamaan yaitu Batulempung,
Batupasir sangat halus, dan Batupasir halus yang yang menyebabkan terjadinya
keselarasan berupa penjemaran, disini terjadi penurunan mua air laut yang ke
dua. Sedimen yang terendapkan ini kemudian mengalami Lateral Accretion,
yaitu suatu proses pengendapan sedimen dimana perlapisan yang tumbuh akan
mengalami akresi ke arah lateral sehingga menyebabkan terjadinya pembajian
pada tepi maupun pada dasar cekungan, yang membuat lapisan batuan muda
posisinya bisa terdapat di atas maupun di samping lapisan batuan yang lebih tua.
Berdasarkan urutan pengendapan lapisan batuan yang dijumpai di daerah
penelitian, dapat diketahui bahwa pada wilayah penelitian dulunya terjadi
penurunan muka air laut. Hal ini dapat diketahui karena adanya erosi terhadap
lapisan batuan yang pertama kali terbentuk akibat ruang akomodasi yang masih
banyak sehingga membuat lapisan pertama mengalami erosi untuk mengisi ruang
akomodasi yang masih ada, sehingga menyebabkan material sedimen yang
terendapkan cenderung mengarah kearah laut (Cetral basin) atau biasa disebut
dengan Progradasi.

Anda mungkin juga menyukai