Anda di halaman 1dari 11

Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

Bulletin of Scientific Contribution


GEOLOGY

Fakultas Teknik Geologi


UNIVERSITAS PADJADJARAN
homepage: http://jurnal.unpad.ac.id/bsc Volume 19 No.1
p-ISSN: 1693-4873; e-ISSN: 2541-514X April 2021
Korelasi Biostratigrafi Foraminifera Plankton dan Nannoplankton Tersier Indonesia Bagian Timur
(Studi Kasus: Pulau Sumba)

Vijaya Isnaniawardhani 1, Chalid Ilham Abdullah 2 Santi Dwi Pratiwi1


1
Departemen Geosains, Universitas Padjadjaran
2
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung
Korespondensi email: vijaya.isnania@unpad.ac.id

ABSTRAK
Studi korelasi biostratigrafi Tersier dilakukan di Pulau Sumba yang tersusun oleh batuan sedimen
klastik hasil pengendapan di lingkungan laut dalam. Foraminifera plankton dan nannoplankton
dijumpai melimpah pada singkapan-singkapan batuan yang secara stratigrafi bisa ditelusuri
kemenerusannya. Zonasi biostratigrafi foraminifera plankton dan korelasinya dengan zonasi
biostratigrafi nannoplankton ditentukan berdasarkan batas pemunculan dan kepunahan spesies
indeks. Tatanan biostratigrafi foraminifera plankton Pulau Sumba dapat dikelompokkan menjadi 12
zona, yang berurutan dari tua ke muda sebagai berikut: (1) zona selang Globigerina tripartita -
Globorotalia centralis, (2) zona kisaran Globorotalia mexicana, (3) zona kisaran Globorotalia
centralis, (4) zona kisaran Globigerina tapuriensis, (5) zona kisaran Globigerina ampliapertura, (6)
zona kisaran Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus, (7) zona kisaran Praeorbulina glomerosa
curva, (8) zona kisaran Sphaeroidinella subdehiscens, (9) zona selang Globorotalia acostaensis –
Globorotalia plesiotumida, (10) zona selang Globorotalia plesiotumida - Globorotalia tumida, (11)
zona selang Globorotalia tumida - Sphaeroidinella dehiscens, dan (12) zona kisaran Sphaeroidinella
dehiscens. Tatanan biostratigrafi nannoplankton Pulau Sumba dapat dibedakan menjadi 11 zona,
yaitu: (1) zona kisaran Discoaster tani nodifer, (2) zona selang Chiasmolithus oamaruensis-
Sphenolithus pseudoradians, (3) zona selang Sphenolithus pseudoradians – Sphenolithus distentus,
(4) zona selang Sphenolithus distentus – Discoaster druggi, (5) zona selang Discoaster druggi -
Helicosphaera ampliapertura, (6) zona selang Helicosphaera ampliapertura - Sphenolithus
heteromorphus, (7) zona kisaran Discoaster hamatus, (8) zona selang Discoaster hamatus –
Discoaster quinqueramus, (9) zona kisaran Discoaster quinqueramus, (10) zona selang Discoaster
quinqueramus - Discoaster asymmetricus, dan (11) zona kisaran Discoaster asymmetricus. Korelasi
biostratigrafi berdasarkan foraminifera plankton dan nannoplankton pada urutan batuan Paleogen
yang umumnya tersingkap di Sumba Barat; maupun Neogen yang tersingkap di Sumba Barat dan
Timur menunjukkan resolusi yang baik dalam penentuan umur.
Kata Kunci:biostratigrafi, foraminifera plankton, sumba barat, paleogen, penentuan umur.

ABSTRACT
Tertiary biostratigraphy correlation studies were carried out on Sumba Island which is composed of
clastic sedimentary rocks deposited in the deep-sea environment. Plankton foraminifera and
nannoplankton are abundantly found in rock outcrops which can be traced stratigraphically. The
plankton foraminifera biostratigraphy zonation and its correlation with the nannoplankton
biostratigraphy zonation was determined based on the occurrence and extinct of index species. The
plankton foraminifera succession on Sumba Island can be grouped into 12 zones, from old to young
as follows: (1) Globigerina tripartita - Globorotalia centralis interval zone, (2) Globorotalia mexicana
range zone, (3) Globorotalia centralis range zone, (4) ) Globigerina tapuriensis range zone, (5)
Globigerina ampliapertura range zone, (6) Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus range zone,
(7) Praeorbulina glomerosa curva range zone, (8) Sphaeroidinella subdehiscens range zone, (9)
Globorotalia acostaensis - Globorotalia plesiotumida interval zone, (10) Globorotalia plesiotumida -
Globorotalia tumida interval zone, (11) Globorotalia tumida - Sphaeroidinella dehiscens interval
zone, and (12) Sphaeroidinella dehiscens range zone. The nannoplankton biostratigraphic succession
on Sumba Island can be divided into 11 zones, namely: (1) Discoaster tani nodifer range zone, (2)
Chiasmolithus oamaruensis - Sphenolithus pseudoradians interval zone, (3) Sphenolithus
pseudoradians - Sphenolithus distentus interval zone, (4) Sphenolithus distentus - Discoaster druggi
interval zone, (5) Discoaster druggi - Helicosphaera ampliapertura interval zone, (6) Helicosphaera
ampliapertura - Sphenolithus heteromorphus interval zone, (9) Discoaster hamatus range zone, (8)

9
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

Discoaster hamatus - Discoaster quinqueramus interval zone, (9) Discoaster quinqueramus range
zone, (10) Discoaster quinqueramus - Discoaster asymmetricus interval zone, and (11) Discoaster
asymmetricus range zone. Biostratigraphic correlation based on foraminifera plankton and
nannoplankton in Paleogene rock sequences which are generally exposed in West Sumba; and
Neogene exposed in West and East Sumba show a good resolution in age determination.
Keyword: biostratigraphy, plankton foraminifera, west sumba, paleogen, age determination.

PENDAHULUAN regional. Peristiwa geologi yang dasyat dapat


Studi biostratigrafi, sebagai cabang dari mengakibatkan evolusi, kepunahan besar-
stratigrafi yang menitikberatkan pada pemerian besaran , atau migrasi regional. Hal-hal tersebut
dan pengelompokan strata berdasarkan perlu menjadi perhatian dalam menarik korelasi
kandungan fosilnya, mulai dikembangkan waktu antara unit-unit sedimen yang berbeda.
sekitar tahun 1800. Kajian biostratigrafi Dalam perkembangannya, korelasi biostratigrafi
terutama digunakan sebagai metoda korelasi khususnya era Mesozoikum dan Kenozoikum
stratigrafi untuk penentuan ekivalensi umur sebagian besar telah dikalibrasi dengan umur
maupun posisi stratigrafi batuan atau kelompok isotop radiogenik (Eide, 2005).
batuan sedimen dari daerah yang berbeda Dari kelompok fosil Tersier, foraminifera tercatat
(Lucas, 2021). Analisis lingkungan pengendapan sebagai kelompok mikrofosil yang paling banyak
yang diinterpretasikan berdasarkan tempat digunakan karena dapat memberikan informasi
hidup spesies fosil juga merupakan bagian umur sekaligus lingkungan pengendapan.
dalam kajian biostratigrafi. Foraminifera merupakan mikrofosil berukuran
Studi biostratigrafi di Indonesia mengalami 0,1 dan 1 mm (rata-rata 0,3 dan 0,4 mm) yang
kemajuan pesat pada tahun 1920-1930an diklasifikasikan dalam protozoa. Bagian lunak
dengan didukung pendanaan dari pemerintah. tubuhnya dilingkupi oleh cangkang/test dari satu
Penelitian yang menjadi acuan internasional atau lebih ruang yang saling berhubungan.
dilakukan di Indonesia, misalnya foraminifera Dinding mungkin homogen atau heterogen
besar oleh Tan Sin Hok (1927), disusul dengan lapisan, mungkin halus hingga berpori
kemudian penemuan beberapa spesies indeks kasar, gampingan berupa porselen,
foraminifera plankton oleh Koch (1935), Le Roy mikrogranular, atau hialin. Berdasarkan cara
(1939, 1948) dan Bolli (1966) dalam van Gorsel hidupnya, foraminifera dikelompokkan menjadi
(1988). Pada perkembangannya, studi benton dan plankton. Foraminifera planktik
biostratigrafi di Indonesia kurang begitu hidup bebas mengapung dan paling banyak
menggembirakan, karena pekerjaan ini lebih berada pada 100meter bagian atas dari kolom
banyak dikerjakan oleh laboratorium komersial air laut. Umumnya melimpah pada endapan laut
terkait eksplorasi minyak dan gas bumi. Hasil dalam, kecuali terjadi pelarutan karbonat;
studi tidak memberikan kontribusi yang baru sebaliknya pada kedalaman 50-100meter atau
mengingat keterbatasan kerahasiaan data, kurang jumlahnya menurun sehingga sulit untuk
kurangnya peneliti/akademisi yang menekuni menentukan umur. Selain untuk menentukan
bidang ini, serta kecederungan untuk condong umur batuan, teridentifikasi banyaknya spesies
pada layanan industri dibandingkan lintang yang lebih tinggi (air yang lebih dingin)
pengembangan keilmuan. Studi aplikasi lokal ke daerah tropis dapat digunakan untuk
yang telah memberikan kontribusi baik merekonstruksi perubahan iklim purba.
diantaranya dilakukan oleh Adinegoro (1973), Kehadiran spesies dalan jumlah besar yang
Pringgoprawiro (1969), dan Kadar (1975, 1986) signifikan (menandai zona puncak) dapat
dalam van Gorsel (1988). Namun, secara umum digunakan untuk korelasi lokal (Loeblich dan
studi biostratigrafi belum banyak diterapkan Tappan, 1988; van Gorsel, 1988).
khususnya untuk studi lapangan dan pekerjaan Nannoplankton (calcareous nannoplankton)
pemetaan. merupakan pelat/lempeng gampingan/kalsit
Secara teoritis, setiap fosil dapat digunakan yang sangat kecil (diameter 3-5 mikronmeter),
untuk korelasi, namun fosil yang presisi untuk dikenal sebagai coccolith, yang melingkupi alga
menarik korelasi yang tepat memiliki kriteria: laut planktonik uniseluler (coccolithophorids).
(1) penyebaran geografis luas, (2) rentang umur Lempeng gampingan ini luruh dan perlahan-
pendek, (3) dan/atau memiliki kenampakan lahan melayang ke dasar laut menjadi bagian
evolusi yang berbeda dan berkembang cepat endapan laut dalam. Nannoplankton
sehingga mudah diidentifikasi. Fosil yang memberikan hasil yang baik untuk korelasi
memiliki ciri tersebut dikenal sebagai fosil biostratigrafi karena cepat berevolusi,
indeks. Signifikansi waktu pemunculan dan menunjukkan keanekaragaman yang tinggi,
kepunahan indeks fosil tersebut harus teramati jumlahya yang melimpah serta terawetkan
secara regional, setelah mempertimbangkan dengan baik dalam sedimen laut (Bown, 1998).
lingkungan lokal dan even peristiwa geologi Dalam upaya mendapatkan korelasi dengan
besar. Perubahan kondisi lokal dapat resolusi tinggi seringkali dipergunakan dua
mengkibatkan perbedaan batas pemunculan kelompok fosil atau lebih. Foraminifera plankton
atau kepunahan suatu spesies dengan batas maupun nannoplankton berguna untuk

10
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

menentukan umur / dating lapisan sedimen laut bawah permukaan khususnya di wilayah
terbuka. Penggunaan secara bersaman akan Indonesia bagian timur dengan akurasi yang
memberikan hasil yang lebih akurat baik.
dibandingkan hanya menggunakan satu metoda
saja. GEOLOGI REGIONAL
Kurangnya penelitian dan publikasi memberikan Saat ini Pulau Sumba menempati bagian selatan
banyak peluang untuk pengembangan studi dari deretan busur kepulauan Provinsi Nusa
biostratigrafi. Padahal biostratigrafi masih Tenggara Timur, di Indonesia bagian Timur.
merupakan metoda yang paling handal untuk Pulau ini memiliki posisi yang unik sebagai
menarik korelasi waktu-stratigrafi (time- bagian dari sistem busur dan subduksi magmatik
stratigraphic correlation) yang biasa digunakan Sunda - Banda. Pulau Sumba merupakan
dalam kegiatan eksplorasi. Suksesi evolusi fragmen kerak benua yang terletak pada batas
pemunculan dan kepunahan spesies yang cepat sistem subduksi Samudera Sunda dan sistem
pada daerah lintang rendah, seperti Indonesia, tumbukan Benua Australia, yang memisahkan
akan menghasilkan sistem zonasi dengan Cekungan Sabu dari Cekungan Lombok (Gambar
resolusi tinggi. Studi biostratigrafi di Indonesia 1).
dilakukan terbatas pada daerah yang potensial Batuan tertua penyusun Pulau Sumba, berumur
untuk eksplorasi migas, khususnya di Indonesia Mesozoikum, tersingkap terutama di sepanjang
bagian Barat. Studi di Indonesia bagian Timur pantai di selatan Sumba Barat (Patiala,
akan mendorong kontribusi dalam Wanokaka dan Konda Maloba) dan di selatan
pengembangan keilmuan yang mengalami Pegunungan Tanadaro. Singkapan Mesozoik
penurunan. tersusun oleh batulanau dengan batulumpur
Pulau Sumba dipilih sebagai daerah penelitian volkanik busur kepulauan (submarine fan),
mengingat terdapat singkapan batuan yang beberapa diantaranya menunjukan ciri
secara stratigrafi bisa ditelusuri metamorfosa tingkat rendah, bersisipan dengan
kemenerusannya. Meskipun batuan tertua yang batupasir, konglomerat, batugamping, dan
tersingkap di Sumba berumur Mesozoikum, runtuhan volkanoklastik, yang dikenal sebagai
namun pada penelitian ini akan dibatasi pada Formasi Lasipu. Lapisan batuan yang
interval Paleogen hingga Neogen yang umum menunjukkan struktur slump berskala besar laut
dijumpai. Pada Zaman Neogen, paleogeografi dangkal sampai laut terbuka dengan rekahan-
Sumba bagian Barat berbeda dengan bagian rekahan yang lebar ini dipotong oleh intrusi
Timur yang ditandai oleh pembentukan fasies Kapur dan Paleogen (Burollet dan Salle, 1982;
sedimentasi. Studi biostratigrafi dari endapan Von der Borch, dkk. 1983).
yang berbeda memungkinkan untuk melengkapi Pada Zaman Neogen, Sumba merupakan bagian
atau memvalidasi hasil sehingga selanjutnya busur magmatik yang dicirikan oleh
dapat diaplikasikan pada fasies yang berbeda. terbentuknya seri batuan volkaniklastik kalk-
Penelitian ini fokus dalam menyusun zonasi alkali (tufa, ignimbrites, batupasir greywacke
biostratigrafi foraminifera plankton dan tersingkap di Pegunungan Jawila dan Lamboya),
korelasinya dengan zonasi biostratigrafi serta endapan laut dangkal (batugamping
nannoplankton pada Zaman Tersier di Pulau foraminiferal dan napal, mikro-konglomerat dan

Gambar 1. Gambaran tektonik busur kepulauan


Indonesia Timur (digambar ulang dari Burollet
dan Salle, 1982).
Sumba, yang ditentukan berdasarkan batas batulempung di Tanarara, Kananggar dan
pemunculan dan kepunahan spesies indeks. Tatunggu).
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai Endapan yang terbentuk pada zona neritik ini
standar penentuan umur dan korelasi waktu dari menutupi batuan Mesozoikum secara tidak
urutan batuan baik di permukaan maupun selaras. Di beberapa lokasi, tampak berselingan

11
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

dengan Batuan-batuan ini ditindih secara tidak


selaras oleh batuan yang lebih muda.
Proses transgresi meluas pada Zaman Neogen,
yang ditandai oleh sedimentasi cepat di
lingkungan laut dalam. Peristiwa ini
menghasilkan fasies yang berbeda di bagian
Barat dan Timur. Sumba bagian Barat sebagian
besar tersusun oleh batugamping terumbu,
batugamping bioklastik, batugamping kapuran
(chalky) dan napal, diselingi napal tufan
(Gambar 2). Sumba bagian Timur didominasi
oleh batuan volkanik turbidit dengan selang- Gambar 4. Sumba bagian timur yang tersusun
seling kapur pelagik dan batugamping kapuran oleh endapan volkanik turbidit dengan kapur
(Gambar 3). Di bagian tengah Sumba, fasies pelagik dan batugamping kapuran.
sedimen ini memperlihatkan hubungan yang
saling menjemari. Pembentukan batuan seri METODOLOGI
Neogen tidak terganggu oleh tektonik kuat. Penelitian diawali dengan melakukan kajian
Dimulai sejak 1 juta tahun lalu, Pulau Sumba terhadap data sekunder regional. Observasi
terangkat dengan cepat hingga mencapai elevasi lapangan dan pemetaan dilakukan untuk
saat ini. Proses ini diindikasikan oleh mendapatkan data karakteristik batuan dan
terbentuknya teras-teras dengan ketinggian distribusinya secara vertikal maupun horisontal.
mencapai 500 m yang tersusun oleh batupasir, Sampel dari singkapan-singkapan batuan di
konglomerat, napal, dan tubuh batugamping Sumba bagian Barat dan Timur dikoleksi untuk
terumbu. Teras menutupi sedimen Neogen selanjutnya dianalisis di laboratorium. Dari hasil
dengan kemiringan landai di sepanjang pantai rekonstruksi terhadap penampang stratigrafi
barat, utara, dan timur. Endapan Kuarter secara terpilih 62 sampel untuk analisis laboratorium
lokal terletak tidak selaras di atas batuan (Gambar 5) yang berasal dari:
Mesozoikum di sepanjang pantai baratdaya.
Tumbukan Australia dengan Busur Banda
berarah baratlaut masih berlangsung yang
menyebabkan Sumba terangkat dengan
kecepatan 0,5 mm / tahun (Pirazzoli, dkk.,
1991). Sebaran batuan penyusun Pulau Sumba
diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 2. Peta Geologi Pulau Sumba


a. Kedengara - Watubolo, Lamboya,
Gambar 3. Singkapan batuan di Sumba bagian Waikabubak - Mamboro, Mundu, Tanjung
barat yang tersusun oleh batugamping klastik Rua, Watubera, Pamalar, Marosi -
dan batugamping kapuran diselingi napal tufan. Watubolo, Golukatina, Ombarade, Jawila,
Ngihiwatu, Rua, Konda - Maloba dan
Prailangina dari Sumba bagian Barat
bagian; serta
b. Ruas Lailunggi, Kananggar, Waingapu -
Lewa, Lainronja, Hiliwuku, Melolo -
Kananggar, Lewa, Tanarara, Manukangga
dan Tatunggu dari Sumba bagian Timur.
Sampel direndam dalam larutan hidrogen
peroksida atau deterjen untuk memisahkan fosil
dari sedimen, kemudian dicuci di atas saringan
halus (63um). Selanjutnya spesimen fosil
diambil dengan sikat atau jarum halus dari
residu yang tersisa, atau diidentifikasi langsung

12
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran biostratigrafi foraminifera plankton dan


10 sampai 60x. nannoplankton menunjukkan hasil yang baik
Serpihan atau sampel berukuran kecil (+ 10 sebagaimana dikemukakan oleh Bolli, dkk.
mikron) dari batuan berukuran halus (napal atau (1985) dan Isnaniawardhani (1997). Hasil
lempung) dibersihkan sehingga diyakini tidak penelitian dilengkapi dengan kalibrasi umur
terkontaminasi oleh alat dan/atau tangan yang berdasarkan isotop radiogenik menurut Sato dan
kotor maupun proses alamiah (air, angin, dll.). Chynonobu (2013), serta van Gorsel, dkk.
Dengan sedikit air, sampel digoreskan di atas (2014).
slide kaca objek (objective glass), ditambahkan
sedikit air, kemudian ditutup dengan gelas HASIL DAN PEMBAHASAN
penutup (cover glass). Preparat siap Tatanan biostratigrafi Tersier daerah penelitian
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop yang disusun berdasarkan batas pemunculan
cahaya yang ditransmisikan dengan dan kepunahan foraminifera plankton dapat
pembesaran 400 - 1000 x, serta menggunakan dikelompokkan menjadi 12 zona, yang
peralatan polarisasi dan kontras cahaya. berurutan dari tua ke muda (Tabel 1) sebagai
Identifikasi foraminifera dilakukan dengan berikut:
mengacu pada deskripsi dan ilustrasi 1. Zona selang Globigerina tripartita -
foraminifera plankton Tersier khususnya di Globorotalia centralis
daerah tropis menurut Boudagher-Fadel (2015), Umur: Eosen Akhir (P.14)
Bolli dan Saunders (1985), Kennett dan Zona ini ditandai oleh kehadiran Globigerina
Srinivasan (1983), Saito, dkk. (1981), tripartita dan Globorotalia (T)
Stainforth, dkk. (1975), Postuma (1971); cerroazulensis.
adapun identifikasi nannoplankton mengacu 2. Zona kisaran Globorotalia mexicana
pada Young (1998) dan Perch-Nielsen (1985). Umur: Eosen Akhir (P.15-P.16)
Hasil identifikasi baik foraminifera maupun Pemunculan Globorotalia mexicana
nannoplankton direkam berdasarkan posisi digunakan sebagai batas bawah Zona
stratigrafi lapisan yang berurutan batuan dari Globigerapsis mexicana (Postuma, 1971)
tua ke muda. Batas pemunculan dan kepunahan yang ekivalen dengan Zona P.15 menurut
spesies indeks yang teridentifikasi baik pada Blow (1969, 1979)
sampel-sampel ditandai sebagai batas zonasi 3. Zona kisaran Globorotalia centralis
biostratigrafi. Umur: Eosen Akhir (P.17)

Gambar 5. Sebaran lokasi pengambilan sampel


lapangan di Sumba Barat dan Timur
Zonasi biostratigrafi foraminifera daerah Kehadiran spesies ini digunakan untuk
penelitian disebandingkan dengan zonasi menandai Zona Globigerina gortanii –
biostratigrafi Neogen dan Paleogen menurut Globorotalia (Turborotalia) centralis atau
Blow (1969, 1979), Postuma (1971), Bolli dan P.17 (Blow, 1969, 1979)
Saunders (1985), Isnaniawardhani (2013b) dan 4. Zona kisaran Globigerina tapuriensis
Kadar, dkk. (2014). Zonasi biostratigrafi Umur: Eosen Akhir (P.18)
nannoplankton disebandingkan dengan zonasi Pemunculan atau perubahan evolusi
biostratigrafi nannoplankton Tersier dan Kuarter Globigerina tapuriensis dari
menurut Martini (1971), Okada dan Bukry nenekmoyangnya, Globigerina tripartita
(1980), Perch-Nielsen (1985), dan digunakan sebagai batas bawah Zona P.18
Isnaniawardhani, dkk. (2013 a). Korelasi (Blow, 1969, 1979).

13
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

5. Zona kisaran Globigerina ampliapertura plesiotumida pada 6,2 jtl, sedangkan Van
Umur: Oligosen (P.20=N.1) Gorsel, dkk. (2014) menandainya pada
Kehadiran spesies ini digunakan untuk 8,52 jtl.
menandai Zona Globigerina ampliapertura 11. Zona selang Globorotalia tumida –
(Bolli dan Saunders, 1985) yang ekivalen Sphaeroidinella dehiscens, yaitu interval
dengan Zona P.20 (=N.1) menurut Blow pemunculan Globorotalia tumida dengan
(1969, 1979). Van Gorsel, dkk. (2014) pemunculan Sphaeroidinella dehiscens
menandai pemunculan spesies ini pada 30,3 Umur: Miosen Akhir (N.18)
jtl. Pemunculan atau perubahan evolusi
6. Zona kisaran Globigerinoides quadrilobatus Globorotalia tumida digunakan sebagai
altiaperturus batas bawah Zona N.18 (Blow, 1969, 1979)
Umur: Miosen Awal (N.7) pada Miosen Akhir, yaitu 5,3 jtl (Salvador,
Zona ini ditandai oleh kehadiran 1985 dalam Isnaniawardhani, dkk., 2013b)
Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus atau 5,5 jtl (van Gorsel, dkk., 2014).
berasosiasi dengan Globigerina 12. Zona kisaran Sphaeroidinella dehiscens
ampliapertura. Umur: Pliosen Awal (N.19-N.20)
7. Zona kisaran Praeorbulina glomerosa curva Pemunculan atau perubahan evolusi
Umur: Miosen Awal (N.8) Sphaeroidinella dehiscens dari
Kehadiran spesies ini digunakan untuk nenekmoyangnya, Sphaeroidinella
menandai Zona Praeorbulina glomerosa dehiscens paradehiscens digunakan untuk
curva (Bolli dan Saunders, 1985) yang menandai batas bawah Zona N.19 (Blow,
ekivalen dengan Zona N.8 menurut Blow 1969, 1979) atau 5,48 jtl (van Gorsel, dkk.,
(1969, 1979). Pemunculan Globigerinoides 2014).
sicanus terekam pada zona ini. Tatanan biostratigrafi daerah penelitian yang
8. Zona kisaran Sphaeroidinella subdehiscens disusun berdasarkan batas pemunculan dan
Umur: Miosen Tengah (N.13-N.15) kepunahan nannoplankton dikelompokkan
Pemunculan atau perubahan evolusi menjadi 11 zona (Tabel 2), sebagai berikut:
Sphaeroidinella subdehiscens dari 1. Zona kisaran Discoaster tani nodifer
nenekmoyangnya, Sphaeroidinella Umur: Eosen Akhir (NP.16-NP17)
seminulina seminulina digunakan sebagai Kehadiran Discoaster tani nodifer
batas bawah Zona N.13 (Blow, 1969, digunakan untuk menandai Zona NP.16
1979). (Martini, 1971).
9. Zona selang Globorotalia acostaensis – 2. Zona selang Chiasmolithus oamaruensis-
Globorotalia plesiotumida, yaitu interval Sphenolithus pseudoradians
pemunculan Globorotalia acostaensis Umur: Eosen Akhir (NP.18 – NP.19)
dengan pemunculan Globorotalia Pemunculan Chiasmolithus oamaruensis
plesiotumida digunakan sebagai batas bawah Zona NP.18
Umur: Miosen Akhir (N.16) (Martini, 1971).
Pemunculan atau perubahan evolusi 3. Zona selang Sphenolithus pseudoradians –
Globorotalia acostaensis dari Sphenolithus distentus
nenekmoyangnya, Globorotalia continuosa Umur: Oligosen (NP.20 – N.22)
digunakan untuk menandai batas bawah Pemunculan Sphenolithus pseudoradians
Zona N.16 (Blow, 1969, 1979). Berggren digunakan sebagai batas bawah Zona NP.20
(1972) dan Saito (1977) memperkirakan (Martini, 1971).
pemunculan Globorotalia acostaensis 4. Zona selang Sphenolithus distentus –
sekitar 10 juta tahun lalu; van Gorsel, dkk. Discoaster druggi
(2014) menemukannya pada 9,79 jtl. Umur: Miosen Awal (NP.23-NN.1)
Pemunculan Globorotalia merotumida dan Pemunculan Sphenolithus distentus
Globigerinoides obliquus extremus terekam digunakan sebagai batas bawah Zona NP.23
pada zona ini. (Martini, 1971)
10. Zona selang Globorotalia plesiotumida - 5. Zona selang Discoaster druggi -
Globorotalia tumida, yaitu interval Helicosphaera ampliapertura
pemunculan Globorotalia plesiotumida Umur: Miosen Awal (NN.2-NN.4)
dengan pemunculan Globorotalia tumida Pemunculan beberapa discoaster,
Umur: Miosen Akhir (N.17) diantaranya Discoaster druggi digunakan
Pemunculan atau perubahan evolusi sebagai batas bawah Zona NN.2 (Martini,
Globorotalia plesiotumida dari 1971) dan sub zona CN1c (Okada dan
nenekmoyangnya, Globorotalia Bukry, 1980) atau 22,824 21 jtl (Sato dan
merotumida digunakan untuk menandai Chiyonobu, 2013). Adapun kepunahan
batas bawah Zona N.17 (Blow, 1969, Helicosphaera ampliapertura digunakan
1979). Saito (1977) dalam sebagai batas atas Zona NN.4 (Martini,
Isnaniawardhani, dkk. (2013b) 1971) dan zona CN3 (Okada dan Bukry,
memperkirakan pemunculan Globorotalia

14
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

1981) atau 14,914 jtl (Sato dan Chiyonobu, Umur: Miosen Akhir (NN.11)
2013). Pemunculan Discoaster quinqueramus
6. Zona selang Helicosphaera ampliapertura - digunakan sebagai batas bawah Zona CN.9
Sphenolithus heteromorphus (Okada dan Bukry, 1980) atau 7 jtl.
Umur: Miosen Awal hingga Miosen Tengah Kepunahan spesies ini digunakan sebagai
(NN.5) batas atas Zona NN.11 oleh Martini (1971)
Kepunahan Sphenolithus heteromorphus atau 5,590 jtl (Sato dan Chiyonobu, 2013).
digunakan sebagai batas atas Zona NN.5 10. Zona selang Discoaster quinqueramus -
(Martini, 1971) dan subzona CN4 (Okada Discoaster asymmetricus
dan Bukry, 1980) atau 13,654 jtl (Sato dan Umur: Miosen Akhir (NN.12 – NN.13)
Chiyonobu, 2013). 11. Zona kisaran Discoaster asymmetricus,
7. Zona kisaran Discoaster hamatus, yaitu yaitu total kisaran hidup Discoaster
total kisaran hidup Discoaster hamatus asymmetricus
Umur: Miosen Akhir (NN.9) Umur: Pliosen (NN.14 dan lebih muda)
Pemunculan Discoaster hamatus digunakan Pemunculan Discoaster asymmetricus
sebagai batas bawah Zona NN.9 (Martini, digunakan sebagai batas bawah Zona
1971) atau 10,541 jtl (Sato dan Chiyonobu, NN.14 oleh Martini (1971) atau 4,130 jtl
2013). Adapun kepunahan spesies ini (Sato dan Chiyonobu, 2013).
digunakan sebagai batas atas Zona NN.10 Korelasi biostratigrafi foraminifera dan
atau 9,560 jtl (Sato dan Chiyonobu, 2013). nannoplankton ditarik untuk dapat menentukan
8. Zona selang Discoaster hamatus – umur dan korelasi waktu dengan resolusi tinggi
Discoaster quinqueramus (Tabel 3).
Umur: Miosen (NN.10)
9. Zona kisaran Discoaster quinqueramus,
yaitu total kisaran hidup Discoaster
quinqueramus

Tabel 1. Biostratigrafi Foraminifera Plankton Tersier Pulau Sumba


Zonasi Zonasi Sumba Barat Sumba Timur
Biostratigrafi Blow
Umur Spesies Indeks Zona Zona
Foraminifera (1969,1 Litologi Litologi
Plankton 979) Batimetri Batimetri

Batulempung
gampingan, Batupasir,
Zona kisaran Batial atas
Pliosen Sphaeroidinella N.19 - batulempung Batulempu Batial atas
Sphaeroidinell ke neritik
Awal dehiscens N.20 pelagik tufaan, ng pelagik ke neritik
a dehiscens luar
batugamping tufaan
bioklastik
Zona selang
Lempung
Globorotalia
Globorotalia pelagik tufaan, Neritik
tumida - N.18 Batupasir Neritik
tumida batulempung luar
Sphaeroidinell
gampingan
a dehiscens
Batupasir
Zona selang
gampinga
Globorotalia
Globorotalia n,
Miosen plesiotumida - N17 Napal Batial atas Batial atas
plesiotumida batulempu
Atas Globorotalia
ng pelagik
tumida
tufaan
Batupasir
Zona selang
gampinga
Globorotalia Neritik
Globorotalia Batugamping n,
acostaensis - N.16 Neritik dalam ke
acostaensis bioklastik batulempu
Globorotalia neritik luar
ng pelagik
plesiotumida
tufaan
Zona kisaran
Napal,
Miosen Sphaeroidinell Sphaeroidinellop N.13 -
batugamping Neritik
Tengah a sis subdehiscens N.15
bioklastik
subdehiscens
Batugamping
Zona kisaran
bioklastik, Batial atas
Praeorbulina Praeorbulina
N.8 batugamping ke neritik
glomerosa glomerosa curva
tufaan, tengah
curva
batulempung
Miosen
Awal Zona kisaran
Globigerinoide Globigerinoides Napal, Neritik
s quadrilobatus N.7 batugamping luar -
quadrilobatus altiaperturus bioklastik batial atas
altiaperturus

15
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

Batupasir,
Zona kisaran batugamping Neritik
Oligosen Globigerina P.20 =
Globigerina bioklastik, dalam ke
Tengah ampliapertura N.1
ampliapertura batulempung batial atas
pelagik
Zona kisaran
Globigerina
Globigerina P.18 Napal Neritik
tapuriensis
Oligosen tapuriensis
Awal Zona kisaran Napal,
Globorotalia
Globorotalia P.17 batugamping Neritik
centralis
centralis bioklastik
Zona kisaran Batugamping
Globigerapsis P.15 - Neritik
Globigerapsis bioklastik,
mexicana P.16 luar
mexicana napal
Eosen Zona selang
Globogerina
Akhir Globigerina Neritik
tripartita, Batugamping
tripartita - P 14 dalam ke
Globorotalia (T) bioklastik
Globorotalia litoral
cerroazulensis
centralis
Tidak Litoral
Batugampi
dapat Batugamping hingga
- - - ng Neritik
ditentuk bioklastik neritik
bioklastik
an dalam

Tabel 2. Biostratigrafi Nannoplankton Tersier Pulau Sumba


Zonasi
Zonasi Nanno- Sumba Barat Sumba Timur
Spesies
Umur Biostratigrafi plankton
Indeks
Nannoplankton (Martini,
Zona Zona
1971) Litologi Litologi
Batimetri Batimetri
Batulempung
gampingan, Batupasir,
Zona kisaran Discoaster NN.14 dan Batial atas
Pliosen batulempung Batulempu Batial atas
Discoaster assymetricu lebih ke neritik
Awal pelagik tufaan, ng pelagik ke neritik
asymmetricus s muda luar
batugamping tufaan
bioklastik
Zona selang
Lempung
Discoaster
NN.12 - pelagik tufaan, Neritik Konglomer
quinqueramus - Neritik
NN.13 batulempung luar at
Discoaster
gampingan
assymetricus
Batupasir
gampingan
Zona kisaran Discoaster
,
Miosen Discoaster quinqueram NN.11 Napal Batial atas Batial Atas
batulempu
Atas quinqueramus us
ng pelagik
tufaan
Batupasir
Zona selang
gampingan
Discoaster Neritik
Batugamping ,
hamatus – NN.10 Neritik dalam ke
bioklastik batulempu
Discoaster neritik luar
ng pelagik
quinqueramus
tufaan
Miosen Zona kisaran Napal,
Discoaster
Tenga Discoaster NN.9 batugamping Neritik
hamatus
h hamatus bioklastik
Zona selang Batugamping
Helicosphaera Sphenolithus bioklastik, Batial atas
ampliapertura - heteromorph NN.5 batugamping ke neritik
Sphenolithus us tufaan, tengah
heteromorphus batulempung
Miosen
Discoaster
Awal Zona selang
druggi,
Discoaster Napal, Neritik
Helicosphaer NN.2 -
druggi - batugamping luar -
a NN.4
Helicosphaera bioklastik batial atas
ampliapertur
ampliapertura
a
Zona selang Batupasir,
Oligos
Sphenolithus batugamping Neritik
en Sphenolithus NP.23-
distentus – bioklastik, dalam ke
Tenga distentus NN.1
Discoaster batulempung batial atas
h
druggi pelagik
Zona selang NP.20-
Napal Neritik
Sphenolithus NP.22

16
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

pseudoradians –
Oligos Sphenolithus Sphenolithus Napal,
en distentus pseudoradia batugamping Neritik
Awal ns bioklastik

Zona selang
Chiasmolithus Chiasmolithu Batugamping
NP.18 - Neritik
oamaruensis- s bioklastik,
NP.19 luar
Eosen Sphenolithus oamaruensis napal
Akhir pseudoradians
Zona kisaran Neritik
Discoaster NP.16- Batugamping
Discoaster tani dalam ke
tani nodifer NP.17 bioklastik
nodifer litoral
Tidak Litoral
Batugampi
dapat Batugamping hingga
- ng Neritik
ditent bioklastik neritik
bioklastik
u-kan dalam

Tabel 3. Korelasi Biostratigrafi Foraminifera Plankton dan Nannoplankton


Paleogen dan Neogen Pulau Sumba
Zonasi Biostratigrafi
Zonasi Biostratigrafi
Foraminifera Plankton
Umur Nannoplankton Sumba Barat Sumba Timur
/ Zonasi Blow
/ Zonasi Martini (1971)
(1969,1979)
Lamboya (ST-10),
Zona kisaran Zona kisaran Waikabubak-Mamboro Waingapu - Lewa (ST-
Pliosen Awal Sphaeroidinella dehiscens Discoaster asymmetricus atas (ST-08), 40), Lailunggi (ST-53),
/ N1.9 - N.20 / NN.14 dan lebih muda Kedengara-Watubolo Kananggar (ST-49)
(ST-17, ST-18)
Waikabubak-Mamboro
Zona selang Globorotalia Zona selang
tengah (ST-07 A),
tumida - Sphaeroidinella Discoaster quinqueramus Waingapu - Lewa
Mundu (ST-23),
dehiscens - Discoaster assymetricus (ST-39)
Tanjung Rua atas (ST-
/ N.18 / NN.12 - NN.13
24 A)
Waingapu-Lewa (ST-
Zona selang Globorotalia
Zona kisaran 41), Hiliwuku (ST-42),
plesiotumida - Globorotalia Waikabubak-Mamboro
Discoaster quinqueramus Melolo - Kananggar
Miosen Atas tumida tengah (ST-07 B)
/ NN.11 (ST- 55, ST-56, ST-
/ N.17
57)
Waingapu-Lewa (ST-
Zona selang Globorotalia Zona selang Discoaster 38), Lewa (ST-36, ST-
acostaensis - Globorotalia hamatus – Discoaster Waikabubak-Mamboro 37), Lainronja (ST-48,
plesiotumida quinqueramus bawah (ST-06) ST-47, ST-46),
/ N.16 / NN.10 Hiliwuku (ST-43, ST-
44)
Zona kisaran
Sphaeroidinella Zona kisaran Discoaster Pamalar atas (ST-05,
Miosen Tengah
subdehiscens hamatus / NN.9 ST-01)
/ N.13 - N.15
Zona selang Helicosphaera
Marosi-Watubolo (ST-
Zona kisaran Praeorbulina ampliapertura -
22, ST-21, ST-20, ST-
glomerosa curva / N.8 Sphenolithus
19)
heteromorphus / NN.5
Miosen Awal
Zona kisaran Zona selang Discoaster
Globigerinoides druggi – Helicosphaera Ombarade (ST-30),
quadrilobatus altiaperturus ampliapertura / NN.2 - Jawila (ST-31)
/ N.7 NN.4
Pamalar tengah (ST-
Zona selang Sphenolithus
Zona kisaran Globigerina 03, ST-04), Ngihiwatu
Oligosen distentus – Discoaster
ampliapertura / P.20 = atas (ST-11B , ST-
Tengah druggi
N.1 11A), Golukatina (ST-
/ NP.23-NN.1
29)
Zona kisaran Globigerina Pamalar bawah (ST-
Zona selang Sphenolithus
tapuriensis / P.18 02)
pseudoradians
Oligosen Awal Tanjung Rua bawah
Zona kisaran Globorotalia – Sphenolithus distentus /
NP.20-NP.22 (ST-24B), Ngihiwatu
centralis / P.17
tengah (ST-12A)
Zona selang Chiasmolithus
Ngihiwatu bawah dan
Zona kisaran Globigerapsis oamaruensis-
tengah (ST-16, ST-15,
mexicana Sphenolithus
ST-14, ST-13B, ST-
/ P.15 - P.16 pseudoradians / NP.18 -
13A, ST-12B)
Eosen Akhir NP.19
Zona selang Globigerina
tripartita - Globorotalia Zona kisaran Discoaster Prailangina (ST-32,
centralis tani nodifer / NP.16-NP.17 ST-33, ST-34)
/ P 14
Tidak dapat Watubera (ST-09), Tanarara (ST - 45),
- -
ditentukan Rua (ST-25, ST-26, Manukangga (ST-54),

17
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

ST-27, ST-28), Konda Tatunggu (ST-52, ST-


- Maloba (ST-35), 51, ST-50)
Prailangina (ST-32,
ST-33)

KESIMPULAN Sphenolithus pseudoradians – Sphenolithus


Pulau Sumba tersusun atas batuan sedimen distentus (NP.20-NP.22), dan Zona kisaran
Mesozoikum termetamorfosakan lemah, yang Globigerina ampliapertura (P.20-N.1) dengan
ditutupi oleh batuan sedimen Tersier berumur Zona selang Sphenolithus distentus – Discoaster
Eosen Akhir hingga Pliosen Awal. Endapan druggi (N.P23-NN.1).
Kuarter secara tidak selaras menutupi batuan Korelasi biostratigrafi Neogen dari Sumba Barat
yang sudah terbentuk sebelumnya. Sedimentasi dan Timur menunjukkan korelasi Zona kisaran
Paleogen menghasilkan urutan sedimen yang Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus
menyebar hampir di seluruh Pulau Sumba, (N.7) dengan Zona selang Discoaster druggi -
namun aktifitas Neogen telah menyebabkan Helicosphaera ampliapertura (NN.2-NN.4), Zona
perbedaan lingkungan batimetrik di Sumba kisaran Praeorbulina glomerosa curva (N.8)
bagian barat dan bagian timur. dengan Zona selang Helicosphaera
Tatanan biostratigrafi foraminifera plankton ampliapertura - Sphenolithus heteromorphus
Pulau Sumba dapat dikelompokkan menjadi 12 (NN.5), Zona kisaran Sphaeroidinella
zona, yang berurutan dari tua ke muda sebagai subdehiscens (N.13-N.15) dengan Zona kisaran
berikut: (1) Zona selang Globigerina tripartita - Discoaster hamatus (NN.9), Zona selang
Globorotalia centralis, (2) Zona kisaran Globorotalia acostaensis – Globorotalia
Globorotalia mexicana, (3) Zona kisaran plesiotumida (N.16) dengan Zona selang
Globorotalia centralis, (4) Zona kisaran Discoaster hamatus – Discoaster quinqueramus
Globigerina tapuriensis, (5) Zona kisaran (NN.10), Zona selang Globorotalia plesiotumida
Globigerina ampliapertura, (6) Zona kisaran - Globorotalia tumida (N.17) dengan Zona
Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus, (7) kisaran Discoaster quinqueramus (NN.11), Zona
Zona kisaran Praeorbulina glomerosa curva, (8) selang Globorotalia tumida - Sphaeroidinella
Zona kisaran Sphaeroidinella subdehiscens, (9) dehiscens (N.18) dengan Zona selang Discoaster
Zona selang Globorotalia acostaensis – quinqueramus - Discoaster asymmetricus
Globorotalia plesiotumida, (10) Zona selang (NN.12-NN.13), dan Zona kisaran
Globorotalia plesiotumida - Globorotalia tumida, Sphaeroidinella dehiscens (N.19-N.20) dengan
(11) Zona selang Globorotalia tumida - Zona Kisaran Discoaster asymmetricus (NN.14
Sphaeroidinella dehiscens, dan (12) Zona dan lebih muda).
kisaran Sphaeroidinella dehiscens. Kajian biostratigrafi berdasarkan kelompok fosil
Adapun tatanan biostratigrafi nannoplankton yang berbeda pada susunan stratigrafi sedimen
dapat dibedakan menjadi 11 zona, yaitu: (1) laut dalam yang bervariasi di Pulau Sumba ini
Zona kisaran Discoaster tani nodifer, (2) Zona menghasilkan tatanan biostratigrafi beresolusi
selang Chiasmolithus oamaruensis- baik untuk diaplikasikan khususnya di wilayah
Sphenolithus pseudoradians, (3) Zona selang Indonesia bagian timur.
Sphenolithus pseudoradians – Sphenolithus
distentus, (4) Zona selang Sphenolithus DAFTAR PUSTAKA
distentus – Discoaster druggi, (5) Zona selang Blow, W.H. 1969. Late Middle Eocene to Recent
Discoaster druggi - Helicosphaera Planktonic Foraminiferal Biostratigraphy,
ampliapertura, (6) Zona selang Helicosphaera International Conference Planktonic
ampliapertura - Sphenolithus heteromorphus, Microfossil 1st, Geneva (1967), Vol. I, hlm.
(7) Zona kisaran Discoaster hamatus, (8) Zona 199-422
selang Discoaster hamatus – Discoaster -, 1979. The Cenozoic Globigerinida. Leiden, E.J.
quinqueramus, (9) Zona kisaran Discoaster Brill, Part 1, hlm. 199-422
quinqueramus, (10) Zona selang Discoaster Bolli, H.M., dan Saunders, J.B. 1985. Oligocene
quinqueramus - Discoaster asymmetricus, dan to Holocene Low Latitude Planktic
(11) Zona Kisaran Discoaster asymmetricus. Foraminifera, dalam Bolli, H.M., Saunders,
Korelasi biostratigrafi foraminifera plankton dan J.B., dan Perch Nielsen, K. (Eds.), Plankton
nannoplankton Paleogen dari seri batuan yang Stratigraphy, Cambridge University Press,
umumnya tersingkap di Sumba Barat hlm. 155-162
menunjukkan korelasi Zona selang Globigerina Bolli, H.M., Saunders, J.B., dan Perch Nielsen, K.
tripartita - Globorotalia centralis (P.14) dengan 1985. Comparison of Zonal Schemes for
Discoaster tani nodifer (NP.16 – NP 17); Zona Different Fossils Groups, dalam Bolli, H.M.,
kisaran Globorotalia mexicana (P.15-P.16) Saunders, J.B., dan Perch Nielsen, K. (Eds.),
dengan Zona selang Chiasmolithus Plankton Stratigraphy, Cambridge University
oamaruensis- Sphenolithus pseudoradians Press, hlm. 3-10
(NP.18 – NP.19); Zona kisaran Globorotalia Boudagher-Fadel M.K. 2015. Biostratigraphic
centralis (P.17) dan Zona kisaran Globigerina and Geological Significance of Planktonic
tapuriensis (P.18) dengan Zona selang Foraminifera, UCL Press, 298 hlm.

18
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19

Burollet, P.F., dan Sale, C. 1982. Histoire J.B., dan Perch Nielsen, K. (Eds.), Plankton
géologique de l'île de Sumba (Indonésie). Stratigraphy, Cambridge University Press,
Societé Géologique de France Bulletin, 24, hlm. 427-554
hlm. 573-580 Pirazzoli, P.A., Radtke, U., Hantoro, W.S.,
Cushman, J.A. 1969. Foraminifera Their Jouannic, C., Hoang, C.T., Causse, C., dan
Classification and Economic Use, within an Borel-Best, M. 1991, Quaternary Raised
Illustrated Key to The Genera, Fourth Edition, Coral-Reef Terraces on Sumba Island, 252,
Harvard University Press, Cambridge hlm. 1834-1836
Massachusetts Postuma, J.A. 1971. Manual of Planktonic
Eide, E.A. 2005. Encyclopaedia of Geology, Foraminifera, Elsevier Publishing Company,
Analytical Methods: Geochronological Amsterdam, London, New York, 398 hlm.
Technique, Science Direct. Saito, T., Thompson, P.R, dan Breger, D. 1981.
Isnaniawardhani, V. 1997. Biostratigrafi Systematic Index of Recent and Pleistocene
Nannoplankton Formasi Batuasih serta Planktonic Foraminifera, University of Tokyo
korelasinya dengan Foraminifera Plankton, Press, 190 hlm.
Proceedings Pertemuan Ilmiah Tahunan ke Sato, T., dan Chiyonobu, S., 2013, Manual of
XXVI, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, hlm. Microfossil Study, Asakura Publishing Co.
326-341 Ltd., Japan, 108 hlm.
Isnaniawardhani, Vijaya, Suparka, Emmy, dan Stainforth, R.M., Lamb, J.L., Luterbacher, H.,
Adisaputra, Mimin K. 2013a. Miocene Berad, J.H., Jeffords, R.M. 1975. Cenozoic
Calcareous Nannofossil Biostratigraphy of Planktonic Foraminiferal Zonation and
East Java, Indonesia, Proceeding of the 9th Characteristics of Index Forms, Article 62,
International Congress on Pacific Neogene The University of Kansas Paleontological
Stratigraphy, Tsukuba, Japan Institute, 426 hlm.
Isnaniawardhani, V, Adhiperdana, B.G, dan Van Gorsel, J.T. 1988. Biostratigraphy in
Nurdrajat. 2013b. Late Miocene Planktic Indonesia: Methods, Pitfalls and New
Foraminifera Biostratigraphy of Central Bogor Directions, Proceedings Indonesian
Through, Indonesia, Pustaka Ilmiah Petroleum Association, Seventeenth Annual
Universitas Padjadjaran, Convention, hlm. 275-300
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/126510 Young, J.R. 1998. Neogene, in Calcareous
Kadar, D., Wibowo, R.A., Wijaya, H., Sebayang, Nannofossil Biostratigraphy, Bown, P.R.
L., Patriani, E.Y. 2014. Late Eocene- (Edt.), Kluwer Academic Publishers, hlm.
Pleistocene Planktonic Foraminiferal 225-265
Biostratigraphy of Kuripan-1 Well, North Van Gorsel, J.T., Lunt, P., Morley, R. 2014.
Central Java, Indonesia, dalam: Berita Introduction to Cenozoic Biostratigraphy of
Sedimentologi: Biostratigraphy of South East Indonesia-SE Asia, dalam: Berita
Asia – Part 1, The Indonesian Sedimentologi: Biostratigraphy of South East
Sedimentologist Forum (FOSI), number 29/4, Asia – Part 1, The Indonesian
hlm. 95-115 Sedimentologist Forum (FOSI), number 29/4,
Kennett, J.P., dan Srinivasan, M.S. 1983. hlm. 6-40
Neogene Planktonic Foraminifera: A Von der Broch, C.C., Grady, A.E., Hardjoprawiro,
Phylogeny Atlas, Hutchinson Ross Publishing S., Prasetyo, H., dan Hadiwisastra, S. 1983.
Company, 265 hlm. Mesozoic Mesozoic and Late Tertiary
Loeblich, A.R. Jr, dan Tappan, H. 1988. Submarine Fan Sequences and Their Tectonic
Foraminiferal Genera and Their Classification, Significance of Sumba Indonesia, dalam:
1 dan 2, van Nostrand Reinhold, New York, Sedimentary Geology, 37, hlm. 113-132
970 hlm.
Lucas, S.G. 2021. Encyclopaedia of Geology,
Biostratigraphy, Second Edition, 3, Science
Direct.
Martini, E. 1971. Standard Tertiary and
Quaternary Calcareous Nannoplankton
Zonation, dalam Farinacci, A. (ed.),
Proceeding of 2nd Conference Planktonic
Microfossils, Rome (1970), 2, hlm. 739-785
Okada, H, dan Bukry, D. 1980. Supplementary
Modification and Introduction of Code
Numbers to the Low Latitude Coccolith
Biostratigraphic Zonation (Bukry 1973,
1975), Marine Micropaleontologi, 5, 3, hlm
321-325
Perch-Nielsen, K. 1985. Cenozoic Calcareous
Nannofossils, dalam Bolli, H.M., Saunders,

19

Anda mungkin juga menyukai