ABSTRAK
Studi korelasi biostratigrafi Tersier dilakukan di Pulau Sumba yang tersusun oleh batuan sedimen
klastik hasil pengendapan di lingkungan laut dalam. Foraminifera plankton dan nannoplankton
dijumpai melimpah pada singkapan-singkapan batuan yang secara stratigrafi bisa ditelusuri
kemenerusannya. Zonasi biostratigrafi foraminifera plankton dan korelasinya dengan zonasi
biostratigrafi nannoplankton ditentukan berdasarkan batas pemunculan dan kepunahan spesies
indeks. Tatanan biostratigrafi foraminifera plankton Pulau Sumba dapat dikelompokkan menjadi 12
zona, yang berurutan dari tua ke muda sebagai berikut: (1) zona selang Globigerina tripartita -
Globorotalia centralis, (2) zona kisaran Globorotalia mexicana, (3) zona kisaran Globorotalia
centralis, (4) zona kisaran Globigerina tapuriensis, (5) zona kisaran Globigerina ampliapertura, (6)
zona kisaran Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus, (7) zona kisaran Praeorbulina glomerosa
curva, (8) zona kisaran Sphaeroidinella subdehiscens, (9) zona selang Globorotalia acostaensis –
Globorotalia plesiotumida, (10) zona selang Globorotalia plesiotumida - Globorotalia tumida, (11)
zona selang Globorotalia tumida - Sphaeroidinella dehiscens, dan (12) zona kisaran Sphaeroidinella
dehiscens. Tatanan biostratigrafi nannoplankton Pulau Sumba dapat dibedakan menjadi 11 zona,
yaitu: (1) zona kisaran Discoaster tani nodifer, (2) zona selang Chiasmolithus oamaruensis-
Sphenolithus pseudoradians, (3) zona selang Sphenolithus pseudoradians – Sphenolithus distentus,
(4) zona selang Sphenolithus distentus – Discoaster druggi, (5) zona selang Discoaster druggi -
Helicosphaera ampliapertura, (6) zona selang Helicosphaera ampliapertura - Sphenolithus
heteromorphus, (7) zona kisaran Discoaster hamatus, (8) zona selang Discoaster hamatus –
Discoaster quinqueramus, (9) zona kisaran Discoaster quinqueramus, (10) zona selang Discoaster
quinqueramus - Discoaster asymmetricus, dan (11) zona kisaran Discoaster asymmetricus. Korelasi
biostratigrafi berdasarkan foraminifera plankton dan nannoplankton pada urutan batuan Paleogen
yang umumnya tersingkap di Sumba Barat; maupun Neogen yang tersingkap di Sumba Barat dan
Timur menunjukkan resolusi yang baik dalam penentuan umur.
Kata Kunci:biostratigrafi, foraminifera plankton, sumba barat, paleogen, penentuan umur.
ABSTRACT
Tertiary biostratigraphy correlation studies were carried out on Sumba Island which is composed of
clastic sedimentary rocks deposited in the deep-sea environment. Plankton foraminifera and
nannoplankton are abundantly found in rock outcrops which can be traced stratigraphically. The
plankton foraminifera biostratigraphy zonation and its correlation with the nannoplankton
biostratigraphy zonation was determined based on the occurrence and extinct of index species. The
plankton foraminifera succession on Sumba Island can be grouped into 12 zones, from old to young
as follows: (1) Globigerina tripartita - Globorotalia centralis interval zone, (2) Globorotalia mexicana
range zone, (3) Globorotalia centralis range zone, (4) ) Globigerina tapuriensis range zone, (5)
Globigerina ampliapertura range zone, (6) Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus range zone,
(7) Praeorbulina glomerosa curva range zone, (8) Sphaeroidinella subdehiscens range zone, (9)
Globorotalia acostaensis - Globorotalia plesiotumida interval zone, (10) Globorotalia plesiotumida -
Globorotalia tumida interval zone, (11) Globorotalia tumida - Sphaeroidinella dehiscens interval
zone, and (12) Sphaeroidinella dehiscens range zone. The nannoplankton biostratigraphic succession
on Sumba Island can be divided into 11 zones, namely: (1) Discoaster tani nodifer range zone, (2)
Chiasmolithus oamaruensis - Sphenolithus pseudoradians interval zone, (3) Sphenolithus
pseudoradians - Sphenolithus distentus interval zone, (4) Sphenolithus distentus - Discoaster druggi
interval zone, (5) Discoaster druggi - Helicosphaera ampliapertura interval zone, (6) Helicosphaera
ampliapertura - Sphenolithus heteromorphus interval zone, (9) Discoaster hamatus range zone, (8)
9
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
Discoaster hamatus - Discoaster quinqueramus interval zone, (9) Discoaster quinqueramus range
zone, (10) Discoaster quinqueramus - Discoaster asymmetricus interval zone, and (11) Discoaster
asymmetricus range zone. Biostratigraphic correlation based on foraminifera plankton and
nannoplankton in Paleogene rock sequences which are generally exposed in West Sumba; and
Neogene exposed in West and East Sumba show a good resolution in age determination.
Keyword: biostratigraphy, plankton foraminifera, west sumba, paleogen, age determination.
10
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
menentukan umur / dating lapisan sedimen laut bawah permukaan khususnya di wilayah
terbuka. Penggunaan secara bersaman akan Indonesia bagian timur dengan akurasi yang
memberikan hasil yang lebih akurat baik.
dibandingkan hanya menggunakan satu metoda
saja. GEOLOGI REGIONAL
Kurangnya penelitian dan publikasi memberikan Saat ini Pulau Sumba menempati bagian selatan
banyak peluang untuk pengembangan studi dari deretan busur kepulauan Provinsi Nusa
biostratigrafi. Padahal biostratigrafi masih Tenggara Timur, di Indonesia bagian Timur.
merupakan metoda yang paling handal untuk Pulau ini memiliki posisi yang unik sebagai
menarik korelasi waktu-stratigrafi (time- bagian dari sistem busur dan subduksi magmatik
stratigraphic correlation) yang biasa digunakan Sunda - Banda. Pulau Sumba merupakan
dalam kegiatan eksplorasi. Suksesi evolusi fragmen kerak benua yang terletak pada batas
pemunculan dan kepunahan spesies yang cepat sistem subduksi Samudera Sunda dan sistem
pada daerah lintang rendah, seperti Indonesia, tumbukan Benua Australia, yang memisahkan
akan menghasilkan sistem zonasi dengan Cekungan Sabu dari Cekungan Lombok (Gambar
resolusi tinggi. Studi biostratigrafi di Indonesia 1).
dilakukan terbatas pada daerah yang potensial Batuan tertua penyusun Pulau Sumba, berumur
untuk eksplorasi migas, khususnya di Indonesia Mesozoikum, tersingkap terutama di sepanjang
bagian Barat. Studi di Indonesia bagian Timur pantai di selatan Sumba Barat (Patiala,
akan mendorong kontribusi dalam Wanokaka dan Konda Maloba) dan di selatan
pengembangan keilmuan yang mengalami Pegunungan Tanadaro. Singkapan Mesozoik
penurunan. tersusun oleh batulanau dengan batulumpur
Pulau Sumba dipilih sebagai daerah penelitian volkanik busur kepulauan (submarine fan),
mengingat terdapat singkapan batuan yang beberapa diantaranya menunjukan ciri
secara stratigrafi bisa ditelusuri metamorfosa tingkat rendah, bersisipan dengan
kemenerusannya. Meskipun batuan tertua yang batupasir, konglomerat, batugamping, dan
tersingkap di Sumba berumur Mesozoikum, runtuhan volkanoklastik, yang dikenal sebagai
namun pada penelitian ini akan dibatasi pada Formasi Lasipu. Lapisan batuan yang
interval Paleogen hingga Neogen yang umum menunjukkan struktur slump berskala besar laut
dijumpai. Pada Zaman Neogen, paleogeografi dangkal sampai laut terbuka dengan rekahan-
Sumba bagian Barat berbeda dengan bagian rekahan yang lebar ini dipotong oleh intrusi
Timur yang ditandai oleh pembentukan fasies Kapur dan Paleogen (Burollet dan Salle, 1982;
sedimentasi. Studi biostratigrafi dari endapan Von der Borch, dkk. 1983).
yang berbeda memungkinkan untuk melengkapi Pada Zaman Neogen, Sumba merupakan bagian
atau memvalidasi hasil sehingga selanjutnya busur magmatik yang dicirikan oleh
dapat diaplikasikan pada fasies yang berbeda. terbentuknya seri batuan volkaniklastik kalk-
Penelitian ini fokus dalam menyusun zonasi alkali (tufa, ignimbrites, batupasir greywacke
biostratigrafi foraminifera plankton dan tersingkap di Pegunungan Jawila dan Lamboya),
korelasinya dengan zonasi biostratigrafi serta endapan laut dangkal (batugamping
nannoplankton pada Zaman Tersier di Pulau foraminiferal dan napal, mikro-konglomerat dan
11
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
12
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
13
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
5. Zona kisaran Globigerina ampliapertura plesiotumida pada 6,2 jtl, sedangkan Van
Umur: Oligosen (P.20=N.1) Gorsel, dkk. (2014) menandainya pada
Kehadiran spesies ini digunakan untuk 8,52 jtl.
menandai Zona Globigerina ampliapertura 11. Zona selang Globorotalia tumida –
(Bolli dan Saunders, 1985) yang ekivalen Sphaeroidinella dehiscens, yaitu interval
dengan Zona P.20 (=N.1) menurut Blow pemunculan Globorotalia tumida dengan
(1969, 1979). Van Gorsel, dkk. (2014) pemunculan Sphaeroidinella dehiscens
menandai pemunculan spesies ini pada 30,3 Umur: Miosen Akhir (N.18)
jtl. Pemunculan atau perubahan evolusi
6. Zona kisaran Globigerinoides quadrilobatus Globorotalia tumida digunakan sebagai
altiaperturus batas bawah Zona N.18 (Blow, 1969, 1979)
Umur: Miosen Awal (N.7) pada Miosen Akhir, yaitu 5,3 jtl (Salvador,
Zona ini ditandai oleh kehadiran 1985 dalam Isnaniawardhani, dkk., 2013b)
Globigerinoides quadrilobatus altiaperturus atau 5,5 jtl (van Gorsel, dkk., 2014).
berasosiasi dengan Globigerina 12. Zona kisaran Sphaeroidinella dehiscens
ampliapertura. Umur: Pliosen Awal (N.19-N.20)
7. Zona kisaran Praeorbulina glomerosa curva Pemunculan atau perubahan evolusi
Umur: Miosen Awal (N.8) Sphaeroidinella dehiscens dari
Kehadiran spesies ini digunakan untuk nenekmoyangnya, Sphaeroidinella
menandai Zona Praeorbulina glomerosa dehiscens paradehiscens digunakan untuk
curva (Bolli dan Saunders, 1985) yang menandai batas bawah Zona N.19 (Blow,
ekivalen dengan Zona N.8 menurut Blow 1969, 1979) atau 5,48 jtl (van Gorsel, dkk.,
(1969, 1979). Pemunculan Globigerinoides 2014).
sicanus terekam pada zona ini. Tatanan biostratigrafi daerah penelitian yang
8. Zona kisaran Sphaeroidinella subdehiscens disusun berdasarkan batas pemunculan dan
Umur: Miosen Tengah (N.13-N.15) kepunahan nannoplankton dikelompokkan
Pemunculan atau perubahan evolusi menjadi 11 zona (Tabel 2), sebagai berikut:
Sphaeroidinella subdehiscens dari 1. Zona kisaran Discoaster tani nodifer
nenekmoyangnya, Sphaeroidinella Umur: Eosen Akhir (NP.16-NP17)
seminulina seminulina digunakan sebagai Kehadiran Discoaster tani nodifer
batas bawah Zona N.13 (Blow, 1969, digunakan untuk menandai Zona NP.16
1979). (Martini, 1971).
9. Zona selang Globorotalia acostaensis – 2. Zona selang Chiasmolithus oamaruensis-
Globorotalia plesiotumida, yaitu interval Sphenolithus pseudoradians
pemunculan Globorotalia acostaensis Umur: Eosen Akhir (NP.18 – NP.19)
dengan pemunculan Globorotalia Pemunculan Chiasmolithus oamaruensis
plesiotumida digunakan sebagai batas bawah Zona NP.18
Umur: Miosen Akhir (N.16) (Martini, 1971).
Pemunculan atau perubahan evolusi 3. Zona selang Sphenolithus pseudoradians –
Globorotalia acostaensis dari Sphenolithus distentus
nenekmoyangnya, Globorotalia continuosa Umur: Oligosen (NP.20 – N.22)
digunakan untuk menandai batas bawah Pemunculan Sphenolithus pseudoradians
Zona N.16 (Blow, 1969, 1979). Berggren digunakan sebagai batas bawah Zona NP.20
(1972) dan Saito (1977) memperkirakan (Martini, 1971).
pemunculan Globorotalia acostaensis 4. Zona selang Sphenolithus distentus –
sekitar 10 juta tahun lalu; van Gorsel, dkk. Discoaster druggi
(2014) menemukannya pada 9,79 jtl. Umur: Miosen Awal (NP.23-NN.1)
Pemunculan Globorotalia merotumida dan Pemunculan Sphenolithus distentus
Globigerinoides obliquus extremus terekam digunakan sebagai batas bawah Zona NP.23
pada zona ini. (Martini, 1971)
10. Zona selang Globorotalia plesiotumida - 5. Zona selang Discoaster druggi -
Globorotalia tumida, yaitu interval Helicosphaera ampliapertura
pemunculan Globorotalia plesiotumida Umur: Miosen Awal (NN.2-NN.4)
dengan pemunculan Globorotalia tumida Pemunculan beberapa discoaster,
Umur: Miosen Akhir (N.17) diantaranya Discoaster druggi digunakan
Pemunculan atau perubahan evolusi sebagai batas bawah Zona NN.2 (Martini,
Globorotalia plesiotumida dari 1971) dan sub zona CN1c (Okada dan
nenekmoyangnya, Globorotalia Bukry, 1980) atau 22,824 21 jtl (Sato dan
merotumida digunakan untuk menandai Chiyonobu, 2013). Adapun kepunahan
batas bawah Zona N.17 (Blow, 1969, Helicosphaera ampliapertura digunakan
1979). Saito (1977) dalam sebagai batas atas Zona NN.4 (Martini,
Isnaniawardhani, dkk. (2013b) 1971) dan zona CN3 (Okada dan Bukry,
memperkirakan pemunculan Globorotalia
14
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
1981) atau 14,914 jtl (Sato dan Chiyonobu, Umur: Miosen Akhir (NN.11)
2013). Pemunculan Discoaster quinqueramus
6. Zona selang Helicosphaera ampliapertura - digunakan sebagai batas bawah Zona CN.9
Sphenolithus heteromorphus (Okada dan Bukry, 1980) atau 7 jtl.
Umur: Miosen Awal hingga Miosen Tengah Kepunahan spesies ini digunakan sebagai
(NN.5) batas atas Zona NN.11 oleh Martini (1971)
Kepunahan Sphenolithus heteromorphus atau 5,590 jtl (Sato dan Chiyonobu, 2013).
digunakan sebagai batas atas Zona NN.5 10. Zona selang Discoaster quinqueramus -
(Martini, 1971) dan subzona CN4 (Okada Discoaster asymmetricus
dan Bukry, 1980) atau 13,654 jtl (Sato dan Umur: Miosen Akhir (NN.12 – NN.13)
Chiyonobu, 2013). 11. Zona kisaran Discoaster asymmetricus,
7. Zona kisaran Discoaster hamatus, yaitu yaitu total kisaran hidup Discoaster
total kisaran hidup Discoaster hamatus asymmetricus
Umur: Miosen Akhir (NN.9) Umur: Pliosen (NN.14 dan lebih muda)
Pemunculan Discoaster hamatus digunakan Pemunculan Discoaster asymmetricus
sebagai batas bawah Zona NN.9 (Martini, digunakan sebagai batas bawah Zona
1971) atau 10,541 jtl (Sato dan Chiyonobu, NN.14 oleh Martini (1971) atau 4,130 jtl
2013). Adapun kepunahan spesies ini (Sato dan Chiyonobu, 2013).
digunakan sebagai batas atas Zona NN.10 Korelasi biostratigrafi foraminifera dan
atau 9,560 jtl (Sato dan Chiyonobu, 2013). nannoplankton ditarik untuk dapat menentukan
8. Zona selang Discoaster hamatus – umur dan korelasi waktu dengan resolusi tinggi
Discoaster quinqueramus (Tabel 3).
Umur: Miosen (NN.10)
9. Zona kisaran Discoaster quinqueramus,
yaitu total kisaran hidup Discoaster
quinqueramus
Batulempung
gampingan, Batupasir,
Zona kisaran Batial atas
Pliosen Sphaeroidinella N.19 - batulempung Batulempu Batial atas
Sphaeroidinell ke neritik
Awal dehiscens N.20 pelagik tufaan, ng pelagik ke neritik
a dehiscens luar
batugamping tufaan
bioklastik
Zona selang
Lempung
Globorotalia
Globorotalia pelagik tufaan, Neritik
tumida - N.18 Batupasir Neritik
tumida batulempung luar
Sphaeroidinell
gampingan
a dehiscens
Batupasir
Zona selang
gampinga
Globorotalia
Globorotalia n,
Miosen plesiotumida - N17 Napal Batial atas Batial atas
plesiotumida batulempu
Atas Globorotalia
ng pelagik
tumida
tufaan
Batupasir
Zona selang
gampinga
Globorotalia Neritik
Globorotalia Batugamping n,
acostaensis - N.16 Neritik dalam ke
acostaensis bioklastik batulempu
Globorotalia neritik luar
ng pelagik
plesiotumida
tufaan
Zona kisaran
Napal,
Miosen Sphaeroidinell Sphaeroidinellop N.13 -
batugamping Neritik
Tengah a sis subdehiscens N.15
bioklastik
subdehiscens
Batugamping
Zona kisaran
bioklastik, Batial atas
Praeorbulina Praeorbulina
N.8 batugamping ke neritik
glomerosa glomerosa curva
tufaan, tengah
curva
batulempung
Miosen
Awal Zona kisaran
Globigerinoide Globigerinoides Napal, Neritik
s quadrilobatus N.7 batugamping luar -
quadrilobatus altiaperturus bioklastik batial atas
altiaperturus
15
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
Batupasir,
Zona kisaran batugamping Neritik
Oligosen Globigerina P.20 =
Globigerina bioklastik, dalam ke
Tengah ampliapertura N.1
ampliapertura batulempung batial atas
pelagik
Zona kisaran
Globigerina
Globigerina P.18 Napal Neritik
tapuriensis
Oligosen tapuriensis
Awal Zona kisaran Napal,
Globorotalia
Globorotalia P.17 batugamping Neritik
centralis
centralis bioklastik
Zona kisaran Batugamping
Globigerapsis P.15 - Neritik
Globigerapsis bioklastik,
mexicana P.16 luar
mexicana napal
Eosen Zona selang
Globogerina
Akhir Globigerina Neritik
tripartita, Batugamping
tripartita - P 14 dalam ke
Globorotalia (T) bioklastik
Globorotalia litoral
cerroazulensis
centralis
Tidak Litoral
Batugampi
dapat Batugamping hingga
- - - ng Neritik
ditentuk bioklastik neritik
bioklastik
an dalam
16
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
pseudoradians –
Oligos Sphenolithus Sphenolithus Napal,
en distentus pseudoradia batugamping Neritik
Awal ns bioklastik
Zona selang
Chiasmolithus Chiasmolithu Batugamping
NP.18 - Neritik
oamaruensis- s bioklastik,
NP.19 luar
Eosen Sphenolithus oamaruensis napal
Akhir pseudoradians
Zona kisaran Neritik
Discoaster NP.16- Batugamping
Discoaster tani dalam ke
tani nodifer NP.17 bioklastik
nodifer litoral
Tidak Litoral
Batugampi
dapat Batugamping hingga
- ng Neritik
ditent bioklastik neritik
bioklastik
u-kan dalam
17
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
18
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 19, Nomor 1, April 2021: 9 – 19
Burollet, P.F., dan Sale, C. 1982. Histoire J.B., dan Perch Nielsen, K. (Eds.), Plankton
géologique de l'île de Sumba (Indonésie). Stratigraphy, Cambridge University Press,
Societé Géologique de France Bulletin, 24, hlm. 427-554
hlm. 573-580 Pirazzoli, P.A., Radtke, U., Hantoro, W.S.,
Cushman, J.A. 1969. Foraminifera Their Jouannic, C., Hoang, C.T., Causse, C., dan
Classification and Economic Use, within an Borel-Best, M. 1991, Quaternary Raised
Illustrated Key to The Genera, Fourth Edition, Coral-Reef Terraces on Sumba Island, 252,
Harvard University Press, Cambridge hlm. 1834-1836
Massachusetts Postuma, J.A. 1971. Manual of Planktonic
Eide, E.A. 2005. Encyclopaedia of Geology, Foraminifera, Elsevier Publishing Company,
Analytical Methods: Geochronological Amsterdam, London, New York, 398 hlm.
Technique, Science Direct. Saito, T., Thompson, P.R, dan Breger, D. 1981.
Isnaniawardhani, V. 1997. Biostratigrafi Systematic Index of Recent and Pleistocene
Nannoplankton Formasi Batuasih serta Planktonic Foraminifera, University of Tokyo
korelasinya dengan Foraminifera Plankton, Press, 190 hlm.
Proceedings Pertemuan Ilmiah Tahunan ke Sato, T., dan Chiyonobu, S., 2013, Manual of
XXVI, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, hlm. Microfossil Study, Asakura Publishing Co.
326-341 Ltd., Japan, 108 hlm.
Isnaniawardhani, Vijaya, Suparka, Emmy, dan Stainforth, R.M., Lamb, J.L., Luterbacher, H.,
Adisaputra, Mimin K. 2013a. Miocene Berad, J.H., Jeffords, R.M. 1975. Cenozoic
Calcareous Nannofossil Biostratigraphy of Planktonic Foraminiferal Zonation and
East Java, Indonesia, Proceeding of the 9th Characteristics of Index Forms, Article 62,
International Congress on Pacific Neogene The University of Kansas Paleontological
Stratigraphy, Tsukuba, Japan Institute, 426 hlm.
Isnaniawardhani, V, Adhiperdana, B.G, dan Van Gorsel, J.T. 1988. Biostratigraphy in
Nurdrajat. 2013b. Late Miocene Planktic Indonesia: Methods, Pitfalls and New
Foraminifera Biostratigraphy of Central Bogor Directions, Proceedings Indonesian
Through, Indonesia, Pustaka Ilmiah Petroleum Association, Seventeenth Annual
Universitas Padjadjaran, Convention, hlm. 275-300
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/126510 Young, J.R. 1998. Neogene, in Calcareous
Kadar, D., Wibowo, R.A., Wijaya, H., Sebayang, Nannofossil Biostratigraphy, Bown, P.R.
L., Patriani, E.Y. 2014. Late Eocene- (Edt.), Kluwer Academic Publishers, hlm.
Pleistocene Planktonic Foraminiferal 225-265
Biostratigraphy of Kuripan-1 Well, North Van Gorsel, J.T., Lunt, P., Morley, R. 2014.
Central Java, Indonesia, dalam: Berita Introduction to Cenozoic Biostratigraphy of
Sedimentologi: Biostratigraphy of South East Indonesia-SE Asia, dalam: Berita
Asia – Part 1, The Indonesian Sedimentologi: Biostratigraphy of South East
Sedimentologist Forum (FOSI), number 29/4, Asia – Part 1, The Indonesian
hlm. 95-115 Sedimentologist Forum (FOSI), number 29/4,
Kennett, J.P., dan Srinivasan, M.S. 1983. hlm. 6-40
Neogene Planktonic Foraminifera: A Von der Broch, C.C., Grady, A.E., Hardjoprawiro,
Phylogeny Atlas, Hutchinson Ross Publishing S., Prasetyo, H., dan Hadiwisastra, S. 1983.
Company, 265 hlm. Mesozoic Mesozoic and Late Tertiary
Loeblich, A.R. Jr, dan Tappan, H. 1988. Submarine Fan Sequences and Their Tectonic
Foraminiferal Genera and Their Classification, Significance of Sumba Indonesia, dalam:
1 dan 2, van Nostrand Reinhold, New York, Sedimentary Geology, 37, hlm. 113-132
970 hlm.
Lucas, S.G. 2021. Encyclopaedia of Geology,
Biostratigraphy, Second Edition, 3, Science
Direct.
Martini, E. 1971. Standard Tertiary and
Quaternary Calcareous Nannoplankton
Zonation, dalam Farinacci, A. (ed.),
Proceeding of 2nd Conference Planktonic
Microfossils, Rome (1970), 2, hlm. 739-785
Okada, H, dan Bukry, D. 1980. Supplementary
Modification and Introduction of Code
Numbers to the Low Latitude Coccolith
Biostratigraphic Zonation (Bukry 1973,
1975), Marine Micropaleontologi, 5, 3, hlm
321-325
Perch-Nielsen, K. 1985. Cenozoic Calcareous
Nannofossils, dalam Bolli, H.M., Saunders,
19