Anda di halaman 1dari 5

Stratigrafi 

adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta


distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat
dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi),
dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi).
Kronostratigrafi merupakan cabang dari stratigrafi yang mempelajari umur strata batuan dalam
hubungannya dengan waktu. Tata nama stratigrafi standar adalah sebuah sistem kronostratigrafi
yang berdasarkan interval waktu paleontologi yang didefinisikan oleh kumpulan fosil yang
dikenali (biostratigrafi). Tujuan kronostratigrafi adalah untuk memberikan suatu penentuan
umur yang berarti untuk interval kumpulan fosil ini.
Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan praaksara. Paleontologi mencakup
studi fosil untuk menentukan evolusisuatu organisme dan interaksinya dengan organisme lain
dan lingkungannya (paleoekologi). Penggunaan berbagai metode memungkinkan paleontologi
untuk menemukan sejarah evolusioner kehidupan, yaitu ketika bumi menjadi sesuatu yang
mampu mendukung terciptanya kehidupan, sekitar 3.800 juta tahun silam Dengan pengetahuan
yang terus meningkat, paleontologi kini memiliki subdivisi yang terspesialisasi, beberapa fokus
pada jenis fosil tertentu, yang lain mempelajari sejarah lingkungan dalam paleoekologi, dan yang
lain mempelajari dalam iklimdalam paleoklimatologi.
Biostratigrafi merupakan ilmu penentuan umur batuan dengan menggunakan fosil yang
terkandung didalamnya. Biasanya bertujuan untuk korelasi, yaitu menunjukkan bahwa horizon
tertentu dalam suatu bagian geologi mewakili periode waktu yang sama dengan horizon lain
pada beberapa bagian lain. Fosil berguna karena sedimen yang berumur sama dapat terlihat
sama sekali berbeda dikarenakan variasi lokal lingkungan sedimentasi. Sebagai contoh, suatu
bagian dapat tersusun atas lempung dan napal sementara yang lainnya lebih bersifat batu
gamping kapuran, tetapi apabila kandungan spesies fosilnya serupa, kedua sedimen tersebut
kemungkinan telah diendapkan pada waktu yang sama.
Takson fosil yang dipilih menjadi nama zona biasanya merupakan fosil indek.
Syarat-syarat menjadi fosil indek :
1. Mempunyai penyebaran geografi yang luas.
2. Jumlah populasi yang melimpah.

3. Kisaran hidup yang pendek.

4. Morfologi yang mudah dibedakan dan diidentifikasi

Amonit, graptolit dan trilobit merupakan fosil indeks yang banyak digunakan dalam


biostratigrafi. Mikrofosil seperti acritarchs, chitinozoa, conodonts, kista dinoflagelata, serbuk
sari, sapura dan foraminifera juga sering digunakan. Fosil berbeda dapat berfungsi dengan baik
pada sedimen yang berumur berbeda; misalnya trilobit, terutama berguna untuk sedimen yang
berumur Kambrium. Untuk dapat berfungsi dengan baik, fosil yang digunakan harus tersebar
luas secara geografis, sehingga dapat berada pada bebagai tempat berbeda. Mereka juga harus
berumur pendek sebagai spesies, sehingga periode waktu dimana mereka dapat tergabung
dalam sedimen relatif sempit, Semakin lama waktu hidup spesies, semakin tidak akurat
korelasinya, sehingga fosil yang berevolusi dengan cepat, seperti amonit, lebih dipilih daripada
bentuk yang berevolusi jauh lebih lambat, seperti nautoloid
 Bahan penyusun biostratigrafi. Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu : 1.
Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu Fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Pada
umumnya jenis fosil ini mernpunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta
mudah dikenal. 2. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman Fosi1 yang dapat digunakan untuk menentukan
lingkungan pengendapan. Pada umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar. Contoh :
Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966). 3. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil
Diagnostik / Fosil Kedalaman Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang
bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18). 4. Fosil Lingkungan Fosil yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk lingkungan sedimentasi. Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut
dalam. 5. Fosil Iklim Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada saat itu. Contoh :
(Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).
A. FORAMINIFERA
 Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test
(istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya
dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar
yang tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang
berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu
lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel
lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari
spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100 mikrometer
sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan
yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil
foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi
minyak dan gas bumi. memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan
bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan
umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada
di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami
perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan
pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan
penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan
terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.

Aplikasi Dari Pemanfaatan Foraminifera Foraminifera dapat digunakan untuk menentukan umur
batuan serta untuk mengetahui struktur geologi apa aja yang terjadi pada suatu daerah seperti
sesar, lipatan dan kekar. 

Sesuai dengan hukum superposisi yaitu lapisan yang berda paling bawah merupakan lapisan
batuan yang paling tua dan lapisan yang paling muda berada di paling atas. - Satuan batuannya
selaras karena susunan lapisan batuannya dari yang tua sampai yang muda berurutan - Tidak
terjadi gap(waktu yang terputus)
Genus dan Spesies Foraminifera Plankton Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara
hidupnya mengambang atau melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan
umur dari suatu lingkungan pengendapan (umur dari suatu batuan).

Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile
(merambat/merayap) dan sessile (menambat). Terdapat yang semula sesile dan berkembang
menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera benthonik
sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi dari
foraminifera benthonic ini adalah : Kedalaman laut Suhu/temperature Salinitas dan kimiaair
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis Pengaruh gelombang dan arus (turbidit,
turbulen) Makanan yang tersedia Tekanan hidrostatik dan lain-lain.Faktor salinitas dapat
dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang mengakibatkan perbedaan pula
bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat
pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakan percampuran antara air
laut dengan air sungai.
 Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Foraminifera Kecil Bentonik Foraminifera kecil
benthonik dipakai sebagai penentu lingkungan pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat
peka terhadap lingkungan, sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman tertentu. Selain itu
karena benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun merayap. Berdasarkan hal tersebut
diatas maka beberapa ahli mengelompokkan suatu komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan
hidupnya jika dihubungkan dengan faktor kedalaman yang dikenal dengan nama zona bathymetri
Tipsword, Setzer dan Smith (1966) Menyusun klasifikasi "Zona bathymetri untuk lingkungan
pengendapan marine bdsr data asosiasi mikrofosil & rasio P/B dari Teluk Mexico, digabungkan
dengan data asosiasi Iitologi, sedimentologi & tektoniknya. Klasifikasinya dapat digunakan untuk
dasar penentuan paleobatimetri batuan Kenozoikum. Dari penelitiannya diusulkan 8 zona Iingkungan
pengendapan sbb: (Gambar 1.1). 1. Darat: Miskin fauna 2. Transisi: air asin, teluk, payau, lagoon,
estuarine. 3. Paparan dalam - laut terbuka yang terdangkal (neritik tengah) kedalamannya 0-20m (0-
66 ft) 4. Paparan tengah - laut terbuka intermediate (neritik tengah) kedalaman m ( ft) 5. Paparan luar
- laut terbuka lebih dalam (neritik luar) kedalamn m ( ft). 6. Lereng atas - laut dalam (bathyal atas)
kedalaman m ( ft). 7. Lereng bawah - laut dalam (bathyal bawah) kedalaman m ( ft). 8. Abysal - laut
dalam lebih besar 2000m, lebih besar dari 6560 ft. Laboratorium Mikropaleontologi 44

B. OSTRACODA
Ostracoda adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk
dalam filum Arthropoda, subfilumCrustacea.[1] Hewan ini umumnya berukuran sekitar
1 mm, tetapi kisarannya mulai dari 0,2 – 30 mm. hewan ini hidup di laut
sebagai zooplankton. Alat geraknya berupa antena. Ostracoda hidup sebagai
zooplankton, tetapi sebagian besar hidup sebagai bentos yang melekat di dasar
perairan. 
Dibandingkan dengan fosil foraminifera, plankton, fosil-fosil
ostracoda mempunyai ukuran yang relatif lebih besar.

Ostracoda telah muncul sejak zaman Kambrium dan masih ada yang
hidup sampai sekarang.

Penyelidikan-penyelidikan yang pernah dilakukan menunjukan


bahwasanya banyak spesies ostracoda yang mempunyai umur
pendek sehingga dapat dipakai untuk menentukan umur suatu
lapisan batuan.

Selain dari  itu ternyata banyak pula ostracoda yang hanya dapat
hidup pada lingkungan tertentu sehingga baik dipakai untuk indikator
lingkungan pengendapan.

Oleh karenanya fosil-fosil ostracoda mempunyai arti yang penting


untuk stratigrafi, bahkan dalam kepentingan korelasi golongan ini
menduduki tempat kedua setelah foraminifera.
C. POLLEN DAN SPORA

Palynology menggunakan pollen dan spora sebagai alat utama dalam analisisnya, hal
ini dikarenakan karena pollen dan spora mempunyai karakterisitik khas seperti:

 Resisten terhadap pengrusakan dibandingkan dengan bagian lain dari tumbuhan,


sehingga mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi fosil
 Ukurannya sangat kecil (< 200 mikron ) rata-rata 20-100 mikron sehingga mudah
ditransport dan diendapkan seperti partikel sedimen lainnya
 Produksinya besar/banyak sehingga dapat memungkinkan dilakukan perhitungan
statistik
 Bentuknya khas sehingga mudah dibedakan antara satu dengan yang lain
(dalam tingkat Famili, Genus, ataupun Spesies)

Palynology dapat digunakan untuk analisis umur suatu batuan sedimen.  Hasil
identifikasi fosil yang dilakukan dibawah mikroskop mendapatkan fosil dengan
kelimpahan dan keanekaragaman taksa tumbuhan yang berbeda-beda.  Pada dasarnya
dalam palynology  penentuan umur batuan sedimen dilakukan dengan menggunakan
prinsip kemunculan awal (FAD) dan kemunculan akhir (LAD) dari suatu taksa tumbuhan.
Hasil analisis palynology terkadang tidak cukup memberikan gambaran yang lebih jelas
terhadap suatu lingkungan pengendapan. Hal itu dikarenakan polen dan spora yang
sifatnya transported. Disini analisis palynofasies dapat memberikan bantuan pada
analisis palynology tradisional. Konsep palynofacies terkini dalam berbagai jalan hampir
sama dengan facies organik, yang menggambarkan kondisi kasar geokimia organik
sedimen.

Meskipun begitu, hasil pengamatan pada partikel organik pada sedimen, analisis
palynofacies memberikan parameter yang lebih banyak daripada data kasar geokimia
dan bisa memberikan interpretasi perubahan lingkungan sedimen berdasarkan
parameter data yang lebih banyak. Data palynofacies jua memberikan informasi
langsung pada sumber biologi dan kumpulan partikel organik lainnya, sehingga analisis
palynofacies dapat digunakan sebagai alat bantu interpretasi petroleum geology,
lingkungan pengendapan dan paleoseanografi.

Penentuan lingkungan pengendapan dari palynofacies diketahui dari tipe bentuk dasar,
proporsi relatif, ukuran, warna, bentuk, kondisi pengawetan dari komponen kerogen dan
jenis batuan sedimen yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Pucknall dan Beggs
dengan menggunakan data palynofacies di cekungan Waikato dan Takanaki, Selandia
Baru memberikan interpretasi yang mudah dipahami. Tapi sebagai catatan hasil analisis
ini masih harus di teliti lebih jauh dibandingkan dengan penelitian menggunakan
dsitribusi kerogen pada masa kini (resen).

Jenis batuan yang mengandung pollen dan spora

 Sedimen klastik halus berwarna hitam/karbonan (lempung hitam, lanau,  serpih,


pasir lempungan)
 Sedimen organik (lignit, batubara)
 Stalagtit, stalagmit
 Endapan garam

Aplikasi palinologi dalam penelitian paleoklimatologi diantaranya dapat dipakai


dalam penelitian ciri dari butir polen, produksi dan penyebaran polen dalam hal ini
polen sebagai gambaran perubahan vegetasi dan iklim, sumber fosil polen, diagram
polen dan pemetaan perubahan vegetasi.

Dalam geologi dikenal istilah “The present is the key to the past” artinya adalah
bagaimana pemahaman kita tentang suatu gejala atau kondisi di alam menjadi alat
kita dalam memahami gejala atau kondisi bahkan proses yang terjadi di alam waktu
yang lampau bahkan pada waktu belum ada manusia hadir di dunia. Kita misalkan,
bagaimana kondisi disungai sekarang mulai dari hulu sampai hilir memberikan
bentukan alam yang bermacam-macam tentunya dalam hal ini bentukan hasil
aktifitas manusia tidak dimasukkan dalam kategori tersebut.

Studi paleoklimatologi (paleoclimate) merupakan studi tentang bagaimana iklim yang


terjadi pada masa lampau. Para peneliti dalam paleoklimatologi ini juga mempunyai
slogan “ The past is the key to the present and the future” artinya adalah bagaimana
data iklim yang terjadi pada waktu lampau dapat menjadi pedoman untuk memahami
kondisi iklim sekarang dan memprediksi iklim di masa datang.

Aplikasi palinologi dalam penelitian paleoklimatologi diantaranya dapat dipakai


dalam penelitian ciri dari butir polen, produksi dan penyebaran polen dalam hal ini
polen sebagai gambaran perubahan vegetasi dan iklim, sumber fosil polen, diagram
polen dan pemetaan perubahan vegetasi.

Diagram Arboreal Pollen dengan Non Arboreal Pollen menggambarkan perubahan


kondisi hutan, dimana berkembangnya Arboreal Pollen yang merupakan polen yang
dihasilkan tumbuhan berkayu merefleksikan dari perkembangan hutan dengan iklim
yang diduga relatif hangat sedangkan kebalikan perkembangan Non Arboreal Pollen
yang dihasilkan kebanyakkan oleh tumbuhan rumput, semak dan tumbuhan tidak
berkayu mencerminkan iklim yang relatif dingin seiiring dengan berkurangnya hutan.

Referensi:

- https://id.wikipedia.org/wiki/Stratigrafi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kronostratigrafi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Paleontologi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Biostratigrafi
- http://palynologist.com/2015/04/14/biostratigrafi/
- https://fdokumen.com/document/foram-bentonik-dan-planktonik.html
- https://docplayer.info/64140009-Bab-i-pendahuluan-1-1-mikropaleontologi.html
- http://palynologist.com/2015/04/20/biozonasi-palynology-indonesia-bag-barat/
- http://palynologist.com/2015/04/06/palynology-pollen-dan-spora/
- http://palynologist.com/2015/04/13/palynofacies/
- http://palynologist.com/2016/02/09/penerapan-mikropaleontologi-dalam-paleoklimatologi/
- Sartono. 1980. Buku Petunjuk Praktek Paleontologi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai