Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruahan yaitu
asalmula terbentuknya, komposisi struktur, sejarah geologi dan proses alam
yang telah dan sedang terjadi yang menjadikan keadaan bumi seperti sekarang
ini. Mikropaleontologi adalah cabang dari ilmu pada ilmu paleontologi
yangkhusus mempelajari sermua sisa-sisa yang berukuran kecil sehingga
pada pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. Contoh
mikrofosil adalah hewan foraminifera. Mikropaleontologi juga didefinisikan
sebagai studi sistematik yang membahas krofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi
dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Fosil dengan ukuran mikro atau mikrofosil secara garis besar mikrofosil
dipelajari dalam ilmu mikropalentologi yang merupakancabang dari ilmu
paleontologi yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telahterawetkan di alam
berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi jugadidefinisikan sebagai
studi sitematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi,ekologi, dan
mengenai kepentingannya terhadap stratigarfi atau ilmu yang mempelajarisisa
organisme yang terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop.
Mikropaleontologi ialah cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil.
Ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau
yang berukuran sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus
menggunakan mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro).
Pembahasan mikropaleontologi sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik
dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan maupun tumbuhan.
Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya analisis biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan
umur relative dan lingkungan pengendapan dari suatu batuan berdasarkan
kandungan fosil yang terkandung dalam batuan tersebut.
1.2 Tujuan
1. Memahami pengertian dari Foraminifera
2. Mengetahui tentang genus Globoquadrina, Glogigeronoides, Globigerina,
dan Orbulina
3. Mengetahui manfaat atau kegunaan dari Foraminifera
1.3 Alat dan Bahan
1. Alat tulis lengkap
2. HVS
3. Modul

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 1


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sitematik suatu yang
membahas mikrofosil ataupun fosil- fosil yang berukuran mikro , klasifikasi,
morfologi, ekologi, dan mengenai kepentingannya terhadap stratigarfi atau ilmu
yang mempelajari sisa organisme yang terawetkan di alam dengan mengunakan
alat mikroskop. Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi
yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa
fosil yang berukuran mikro (Maha, 2007).
Foraminifera adalah hewan bersel tunggal (protista) cangkang atau test
(istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai
fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera
umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung menyambung selama
masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu
berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. Fosil
foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan
eksplorasi minyak dan gas bumi. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai
ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter (Suharsono, 1994).
Keanekaragaman Foraminifera yang melimpah dan memiliki morfologi
yang kompleks, fosil Foraminifera berguna untuk biostratigrafi dan memberikan
tanggal relative yang akurat terhadap batuan. Sedangkan industry minyak
sangat tergantung pada Foraminifera yang dapat menentukan deposit minyak
potensial. Fosil Foraminifera terbentuk dari elemen yang ditemukan di laut
sehingga fosil ini berguna dalam paleoklimatologi dan paleoceanigrafi.
Foraminifera plankton pertama kali muncul pada Jaman Yura (Dogger) yang
diwakili oleh golangan Globigerinidae. Selanjurnya golongan ini berkembang
secara kosmopolitan meningkat terus hingga jaman Tersier dan Kuarter.
Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya
yang berukuran sampai 19 mm (Dewi dan Darlan, 2008).
Foraminifera merupakan organisme bersel tunggal yang mampu
membentuk cangkang. Organisme ini berasal dari kingdom protista yang sering
dikenal dengan Rhizopoda. Organisme ini dapat dijadikan sebagai suatu
indikator dalam menilai kondisi lingkungan perairan karena memiliki respons
cepat terhadap perubahan lingkungan atau perubahan akibat akitivitas
manusia. Penggunaan foraminifera sebagai petunjuk lingkungan telah
digunakan sec oleh peneliti (Rositasari dan Rahayuningsih, 1993).
Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam
kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 2


kamar-kamar yang tersusun secara sambung-menyambung selama masa
pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa
tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang
foraminifera tersusun dari bahan-bahan organik, butiran pasir atau partikel-
partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) semuanya tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa
mempunyai ukuran berkisar dari seratus mikrometer sampai dua puluh
sentimeter (Culver Dan Buzas, 1983). Foraminifera dapat digunakan untuk
menentukan suhu air laut dari masa ke masa sejarah bumi. Semakin rendah
suhu pada zaman mereka hidup tersebut maka semakin kecil dan semakin
kompak pula ukuran selnya dan lubang untuk protoplasma juga menjadi
semakin kecil. Dengan mempelajari cangkang forams dari sampel yang diambil
dari dasar laut dan menghubungkan kedalaman sampel dengan waktu maka
suhu samudra dapat diperkirakan sepanjang sejarah. Hal ini membantu
menghubungkannnya dengan zaman-zaman es di bumi dan memahami pola
cuaca umum yang terjadi pada masa lalu (Hayashi Dkk, 2002)
Foraminifera bentik yang ditemukan di kawasan terumbu karang sebanyak
25 spesies (229 individu) dan di kawasan mangrove 18 spesies (127 individu).14
spesies yang ditemukan berada pada kedua ekosistem diantaranya Allogromia
laticollaris dan Amphistegina lobifera, sedangkan spesies yang paling sedikit
ditemukan sebanyak 8 spesies yaitu Ammobaculites sp., Ammonia sp.,
Epistominella sp., Gavelinopsis sp.,Globigerinol dessaccuifer, Operculina
ammonoids, Trifarina sp., dan Triloculina fithteliana (Husna, J.dkk. 2017).
Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada
diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusulina. 1.2
Kegunaan Fosil Foraminifera Fosil foraminifera sering dipakai untuk
memecahkan problem geologi terutama bagi perusahaan - perusahaan minyak
walaupun akhir-akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih
maju yaitu dengan diketemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya
fantastik kecil (3-40 mikron). Kegunaan fosil foraminifera adalah, untuk
menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya, membantu dalam studi
Lingkungan pengendapan atau fasies, korelasi stratigrafi dari suatu daerah
dengan daerah lain, baik dalam korelasi permukaan atau bawah membantu
menentukan batas-batas suatu tempat transgresi dan regresi. (Houston, 1969).

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 3


BAB III
PEMBAHASAN
Pada praktikum mikropaeontologi yang kedua ini adalah membahas
tentang fosil foraminifera plankonik. Foraminifera adalah kelompok hewan
bersel satu (amoeba) termasuk dalam Filum Protozoa dan Kelas
Sarcodina yang hidup di laut atau marine. Bagian bagian tubuh pada
foraminifera plantonik ada test, kamar, hiasan, dan aperture. Test adalah
cangkang foraminifera. Susunan kamar pada foraminifera planktonik yaitu
planispiral (berputar pada satu bidang), trochospiral (tidak berputar pada satu
bidang dan tidak semua kamar terlihat) dan stretospiral. Septa adalah batas
antar kamar satu dengan yang lain. Suture adalah garis yang terlihat pada test
atau cangkang. Apertur adalah lubang utama pada test forminifera yang
terletak pada kamar terakhr. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture
aupun intermargonal yang terletak pada dasar, kamar akhir, dan melekuk
kedlam terliht pada bagian ventral.
Genus yang dibahas pada praktikum kali ini yaitu Globigerinoides
immaturus, Globoquadrina dehiscens, Globigerina seminula, Globoquadrina
altispira, Globogerioides conglobatus, Orbulina suturalis, Globigerinoides obliquss,
Orbulina Bilobata, Globigerinoides trilobus dan Globigerinoides praebulloides.
Pada fosil pertama yaitu genus Globoquadrina altispira, fosil ini memiliki
susunan kamar trochospiral, pada tes nya globular dan pada kamarnya
subglobular. Untuk ventral dan dorsal tertekan kuat, dengan jumlah kamar 11,
ventral 4 dan dorsal 7. Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara
sedang, umbilicus sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar
terlihat elongate pada bagian atas, terdapat flap. Genus Globigerina seminula
memiliki susunan kamar trochospiral dengan bentuk test sub-globular dan
kamarnya globular. Suture ventralnya tertekan kuat dan dorsalnya tertekan
kuat juga. Komposisinya yaitu berupa gamping hyalin dengan jumlah kamar 9.
Aperture primary nya P.A.I Umbilical dengan hiasan pada test punctate, hiasan
pada umbilicus yaitu deeply umbilicus dan hiasan pada aperture yaitu lip/ rim.
Globigerinoides obliquss memiliki susunan kamar trochospiral, bentuk
kamarnya globular dan testnya sub-globular. Suture pada ventral dan dorsal
sama sama tertekan kuat dengan komposisi gamping hyalin. Jumla kamar pada
ventral 13 dan pada dorsal 4. Aperture primerynya P.A.I Umbilical dengan
hiasan pada test punctatedan ada aperturanya Lip/rim. Genus Orbulina
bilobata memiliki susunan kamar planispiral dengan bentuk test dan kamar
spherical. Suture pada ventral dan dorsalnya tertekan kuat dengan komposisi
gamping hyalin. Jumlah kamar pada ventral 2 dan pada Laporan Praktikum

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 4


Mikropaleontologi Foraminifera Plantonik 5 dorsal 2. Aperture secondarynya
P.A.I umbilical dan hiasan yang terdapat pada cangkangnya yaitu punctate.
Genus Globoquadrina dehiscens memiliki susunan kamar tochospiral dengan
bentuk test sub-globular dan kamarnya globular. Suture ventral tertekan kuat
dan dorsannya tertekan kuat juga. Komposisi genus ini gamping hyaline dengan
jumlah kamar pada ventral 4 dan pada dorsal 5. Appertur primarynya P.A.I
umbilical dengan hiasan pada cangkang punctate.
Genus Globigerinoides immaturus memiliki susunan kamar planispiral
dengan bentuk test sub-globular, bentuk kamar globular. Suture pada ventral
tertekan kuat dan pada dosal tertekan kuat juga. Komposisi genus ini yaitu
gamping hyalin dengan jumla kamar 4, 2 pada ventral dan 2 pada dorsal.
Aperture primarynya P.A.I umbilical dan hiasan pada permukaan testnya yaitu
punctate. Globogerinoide conglobatus memiliki susunan kamar trochospiral
dengan bentuk test sub-globular dan kamarnya globular. Bentuk Suture ventral
tertekan kuat dan dorsal tertekan kuat pula komposisinya yaitu gamping
hyalin. Jumlah kamar pada ventral ada 4 dan pada dorsal ada 2. Apertue
Primary nya P.A.I Umbilical dengan hiasan pada test Puncatate dan pada
aperturenya flape.
Genus Orbulina suturalis memiliki susunan kamar planispiral dengan
bentuk test spherical dan kamarnya juga spherical, suture pada ventral
tertekan lemah dan begitu pula pada dorsalnya. Komposisi dari genus ini yaitu
gamping hyalin dengan jumlah kamar pada ventral 3 dan dorsal 3. Aperture
Primary nya P.A.I Umbilical dengan isan pada cangkang yaitu puncatate. Genus
Globigerinoides Trilobus, fosil ini memiliki susunan kamar trochospiral, pada
tes nya globular dan pada kamarnya sub-globular. Untuk ventral dan dorsal
tertekan kuat, dengan jumlah kamar 9, ventral 3 dan dorsal 6. Komposisi pada
fosil ini yaitu gamping hyalin. tiga kamar pada putaran terakhir membesar
sangat cepat. Umbilicus nya sangat sempit. Aperture primer nya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar
terakhir terdapat aperture sekunder.
Genus yang terakhir adalah Globigerina Praebulloides, fosil ini memiliki
susunan kamar trochospiral, pada tes nya globular dan pada kamarnya
subglobular. Untuk ventral dan dorsal tertekan kuat, dengan jumlah kamar 913
ventral 4 dan dorsal 9. Komposisi pada fosil ini yaitu gamping hyalin. kamar
menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga sangat melengkung,
tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan umbilicus nya dalam.

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 5


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat pada praktikum kali ini :
1. Foraminifera Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista)
yang mempunyai cangkangatau test (istilah untuk cangkang internal).
2. Ciri-ciri fosil genus Globoquadrina yaitu Bentuk test umbilicoconvex,
bentuk kamar angular conical, aperture terbuka lebar dan terletak pada
umbilicus dengan bentuk segiempat, yang kadang-kadang mempunyai
bibir. kemudian Glogigeronoides yaitu Ciri morphologinya sama dengan
Globigerina tetapi pada Globigerinoides terdapat supplementary a
perture. Globigerina mempunyai ciri yaitu Mempunyai susunan kamar
trochospiral, aperture interiomarginal umbilical, dan hiasan pada
permukaan berupa punctate. Dan orbulina mempunyai ciri adanya
aperture small opening.
3. Manfaat ataupun kegunaan dari foraminifera adalah menentukan umur
batuan yang mengandung foraminifera itu sendiri, untuk membantu
dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies, korelasi stratigrafi
suatu wilayah, dan penyusunan biostratigrafi.
4.2 Saran
Diharapkan agar praktikum selanjutnya praktikan lebih tertib dan
diharapkan juga praktikan membaca modul sebagai bahan supaya proses
diskusi berjalan lancer mengingar praktikum dilakukan secara online.

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 6


DAFTAR PUSTAKA
Dewi, K.T., Darlan, Y. 2008. Partikel mikroskopis dasar perairan nusantara.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. Bandung.
Hayashi, Hiroki & Masaki Takahashi. 2002. Planktonic Foraminiferal
Biostratigraphy of the Miocene Arakawa Group in Central Japan. Revista
Mexicana de Ciencias Geologicas, Volume 19, No.3, page 190-
205.HoustonCushman, J.A., 1969, Foraminifera Their Classification and
Economic :Use, Cambridge, Massachusetts, USA Harvard University
Jaza Anil Husna, Chitra Octavina, Syahrul Purnawan, 2017. Kelimpahan
Foraminifera Bentik Pada Sedimen Di Perairan Pantai Lamreh, Aceh Besar.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. Volume 2,
Nomor 1: 66-73.
Natsir, S.M. 2010. Foraminifera bentik sebagai indikator kondisi lingkungan
terumbu karang perairan Pulau Kotok Besar dan Pulau Nirwana,
Kepulauan Seribu. Oseanografi dan Limnologi di Indonesia 36(2) : 181-192
Mahap Maha, 2007. Panduan Pratikum Mikropaleontologi, UPN Veteran
Yogyakarta.
Rositasari, R., S.K.Rahayuningsih.1993.Foraminifera Bentik. Balitbang

Laporan Praktikum Mikropaleontologi Foraminifera plantonik 7

Anda mungkin juga menyukai