Anda di halaman 1dari 55

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 1

BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Mikropaleontologi

Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang
mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil
yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai suatu studi
sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan
mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Dalam praktikum mikropaleontologi ini dipelajari foraminifera sampai
tingkat spesies. Foraminifera plankton pertama kali muncul pada Jaman Yura
(Dogger) yang diwakili oleh golangan Globigerinidae. Selanjurnya golongan ini
berkembang secara kosmopolitan meningkat terus hingga jaman Tersier dan
Kuarter. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada
diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusulina.

1.2 Kegunaan Fosil Foraminifera

Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan problem geologi
terutama bagi perusahaan - perusahaan minyak walaupun akhir-akhir ini
peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan
diketemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil (3-40
mikron). Karena itu dalam pengamatannya diperlukan mikroskop dengan
perbesaran minimum 5000 x bahkan 20.000 kali, Kegunaan fosil foraminifera
adalah:

a. Untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya.
b. Membantu dalam studi Lingkungan pengendapan atau fasies.
c. Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi
permukaan atau bawah peimukaan.
d. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi dan regresi, misalnya
dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii (fosil penciri
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 2

daerah transgresi), Gyroidina soldanii (fosil penciri bathyal atas) dan lain-
lain.
e. Bahan penyusun biostratigrafi.
Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu
Fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya jenis fosil
ini mernpunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta
mudah dikenal.

2. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman

Fosi1 yang dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Pada umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar.
Contoh : Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966).

3. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil Diagnostik / Fosil Kedalaman

Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18).

4. Fosil Lingkungan

Fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.

5. Fosil Iklim

Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : (Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 3

1.3 Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia , Carl Von Line (1707 - 1778) yang kemudian
melahirkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang
dikenal LAW OF PRIORITY (1958), yang pada pokoknya menyebutkan bahwa
narna yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk
nama individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan
tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata.
Nama - nama kehidupan selalu diikuti oleh orang yang menemukannya.

Beberapa contoh penamaan fosil adalah sebagai berikut :
- Globorotalia menardii exulis Blow, 1969 atau Globorotalia menardii exilis
Blow, 1969 . Penamaan fosil hingga subspesies diketemukan oleh Blow,
tahun 1969

- Glororotalia humerosa n.sp. TAKAYANAGI & SAITO, 1962 atau
Globorotalia humerosa n.sp. TAK AYANAGI & SAITO, 1962
n.sp. artinya spesies baru

- Globorotalia ruber elongatus (D'ORBIGNY), 1862

Atau

Globorotalia ruber elongatus (D,ORBIGNY), 1862
Penemuan pertama dari fosil tersebut adalah D'ORBIGNY dan pada
tahun 1862 fosil tersebut diubah oleh ahli yang lain yang menemukannya.
Hal ini sebagai penghormatan pada penemu pertama kali nama fosil
tersebut tetap dicantumkan dalam kurung.


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 4

- Pleumotora carinata GRAY, Var woodwardi MARTIN

atau

Pleumotora carinata GRAY, Van woorwadi MARTIN
Yang artinya GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN
memberikan nama varietas.

- Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969
atau
Globorotaliu acostaensisp.seudapinta n.sbsp BLOW, 1969
n.sbsp artinya subspesies baru.

- Dentalium (s.str) ruteni MARTIN atau Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Artinya fosil yang ditemukan tersebut sinonim dengan Dentalium ruteni
MARTIN yang diumumkan sebelumnya.

- Globigerina angulisuturalis ? atau Globigerina angulisuturalis ?
Artinya tidak yakin apakah betul Globigerina angulisuturalis

- Globorotalia cf. tumida atau Globorotalia cf. tumida
Artinya tidak yakin apakah bentuk ini betul Globorotalia tumida tetapi
dapat dibandingkan dengan spesies ini. (cf = confer).

- Shpaeroidinella aff dehiscens atau Shpaeroidinella aff. Dehiscens
Artinya bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaeroidinella
dehiscens. (aff= affiliation)
- Ammobaculites spp. atau Ammohaculites spp.
Mempunyai bermacam - macam spesies.

- Recurvoides sp. Atau Recurvoides sp.
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 5

1.4 Pengukuran Penampang Startigrafi
1.5. Sistematika Paleontologi
Pada umumnya studi mikrofosil yang rinci, biasanya disertai dengan
pembahasan sistematika paleontolgi, antaralain meliputi taksonominya.
Urutan klasifikasi makhluk hidup, sesuai dengan "ranking" atau
kedudukannya, untuk foraminifera dan salah satu jenis hewan adalah
sebagai berikut :

Kingdom Protista Animalia
Filum Protozoa Chordata
Klas Sarcodina Mammalia
Ordo Foraminifera Carnivora
Famili Globigerinidae Felidae
Genus Globigerina Felis
Spesies Nepenthes Cattus


Salah satu contoh urutan klasifikasi, dalarn pembahasan Sistematika
Paleontologi adalah sebagai berikut :

Kingdom Protista Haeckel, 1866
Filum Protozoa Goldfuss, I 818
Klas Sarcodina Hertwig & Lesser, 1874
Ordo Foraminiferida Eichwald, 1830
Famili Globigerinidae Carpenter, Parker, & Jones, 1862
Genus Globigerina d'Orbigny, 1826
Spesies
Globigerina
Venezuelana
Hedberg, 1937






Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 6

1.6. Teknik Penyajian Fosil
1.6.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya diperhatikan
tujuan yang akan kita capai. Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan
interval jarak tertentu tetutama, untuk menyusun biostratigrafi.

Kriteria - kriteria pengambilan sampel batuan, meliputi :
a. Memilih sampel batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus, karena
dikhawatirkan fosilnya sudah tidak insitu.
b. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung
fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil
atau kemungkinan fosilnya rusak. Contoh batuan yang diambil
sebaiknya dari batuan lempung (clay), serpih (shale), napal (marl), tufa
napalan (marly tuff), batugamping bioklastik, batugamping dengan
campuran batupasir sangat halus.
c, Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
d. Jika endapan turbidit, diambil pada batuan yang berbutir halus, yang
diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan
kondisi normal airnya.
1.6.2 Penguraian / Pencucian
Proses pencucian batuan dilakukan dengan cara yang umum sebagai
berikut:
- Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga ukuran
diameternya 3 - 6 mm
- Melarutkan dalam larutan H
2
O
2
(hidrogen peroksida) 50% dan diaduk. atau
dipanaskan.
- Kemudian mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24
jam), jika fosil masih nampak kotor dapat ditakukan perendaman dengan
air sabun, lalu dibilas dengan air bersih.
- Selanjutnya dikeringkan dengan terik matahari dan siap untuk diayak.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 7

1. 6. 3 Pemi sahan Fosi l
Langkah awal menganalisa, perlu diadakan penmisahan fosil dari kotoran
butiran yang bersamanya. Cara pengambilan fosil - fosil tersebut dengan
jarum dari cawan tempat contoh batuan untuk memudahkan dalam
pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu
sebelum pengambilan fosil). Peralatan yang dibutuhkan dalam pemisahan
fosil antara lain :
- cawan untuk tempat contoh batuan
- jarum untuk mengambil fosil
- kuas bulu halus
- cawan tempat air
- lem untuk merekatkan fosil
- tempat. fosil
- mikroskop
Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil).

1.7. Pengenalan Alat
Dalam praktikum Mikropaleontologi digunakan alat berupa mikroskop untuk
pengamatan mikrofosil. Bagian-bagian dari mikroskop serta kegunaannya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lensa okuler yang dekat dengan mata
2. Lensa obyektifyang dekat dengan obyek
3. Meja tempat meletakkan sampel yang dianalisa
4. Lensa
5. Cermin untuk menangkap sinar yang masuk
6. Penggerak mistar
7. Penggerak kasar untuk memfokuskan obyek yang diamati
8. Penggerak hat us untuk memperjelas obyek yang diamati

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 8

BAB II
PENGENALAN CANGKANG FORAMINIFERA PLANKTON

2.1. Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
Yang dimaksud dengan bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari
cangkang foraminifera. Sedangkan bentuk kamar adalah bentuk dari
masing-masing kamar pembentukan test.

Macam-macam bentuk test don gambar bentuk test foraminifera:
1.Tabular : tabung 10. Cancellate : seperti gada
2.Bifurcating : cabang 11. Discoidal : cakram
3.Radiate : radial 12. Biumbilicate : 2 umbilicus
planispiral
4.Arborescent : pohon 13. Biconvex : cembung di dua
sisi
5.Irregular : tidak teratur 14. Flaring : seperti obor
6.Hemisperical : setengah bola 15. Spiroconvex : cembung di sisi
dorsal
7.Zigzag : berbelok-belok 16. Umbilicoconvex : cembung di sisi
ventral
8. Conical : kerucut 17. Lenticular : pipih
9. Spherical : bola 18. biumbilicate : lensa.
19. Fusiform : gabungan

Macarn -rnacam Bentuk Kamar

1. Spherical
2. Pyriform
3. Tabular
4. Globular
5. Oved

6. Hemisperical
7. Angular truncate
8. Angular rhomboid
9. Angular conical
10. Radiaal elongate

11. Claved
12. Tubulospinate
13. Cyclical
14. Flatulose
15. Semicircular



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 9

BENTUK-BENTUK TEST FORAMINIFERA



Cancellate Discoidal Biumbilicate Biconvex Flaring




Tabular Bifurcating Radiate Arborescent Irregular




Hemispherical Zigzag Conical Spherical




Spiroconvex Umbilicoconvex Lenticular Biumbilicate Fusiform


Gambar 2.1 Macam-macam bentuk pada test foraminifera
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 10

MACAM HIASAN PADA TEST FORAMINIFERA

Pada Permukaan Test

Punctate Smooth Reticulate Pustulose

Cancellate Axial Costae Spiral Costae
Pada Umbilicus


Deeply Umbilicus Open Umbilicus Umbilicus Ventral Umbo
Pada Aperture

Flape Tooth Lip/Rim Bulla Tegilla
Pada Peri- peri

Keel Spine


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 11

Pada Suture

Bridge Limbate Retral Processes Raised Bosses

MACAM APERTURE FORAMINIFERA BENTOS

Bundar Cribate Phyaline Crescentric Slitlike Multiple Radiate

Gambar 2.2 Macam-macam hiasan pada test foraminifera


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 12

MACAM BENTUK KAMAR FORAMINIFERA



Hemispherical Angular Rhomboid Angular Conical Radial Elongate Claved



Tubulospinate Cyclical Flatulose Tabular Semicirculer



Spherical Pyriform Globular Oved Angular truncate

Gambar 2.3 Macam-macam bentuk kamar pada foraminifera




Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 13

Susunan kamar pada fora.minifera plankton dapat dibagi :
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina
b. Trochospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar
terlibat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh:
Globigerina
c. Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh:
Pulleniatina

2.2 Septa dan Suture

Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan
yang lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut dengan
foramen. Septa tidak dapat dilihat dari luar test, sedangkan yang tampak
pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test, merupakan
perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam
pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture
yang khas. Macam-macam bentuk suture adalah :
Tertekan (melekuk), rata, atau muncul dipermukaan test. Contoh :
Chilostomella colina, untuk bentuk suture tertekan.


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 14

Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh : orthomorphiao
challengeriana, untuk bentuk suture lurus.



Suture yang mempunyai hiasan. Contoh : Elphindium incertum,
untuk bentuk hiasan yang berupa bridge.



2.3 Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran

Mengklasifikasikan foraminifera, jumlah karnar dan jumlah putaran perlu
diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah karnar pada sisi
ventral yang hampir pasti sedang pada bagian sisi dorsal akan berhubungan
erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang banyak umumnya
mempunyai jumlah kamar yang banyak pula, namun jumlah putaran itu juga
jumlah karnarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang harnpir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi
dorsal, sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan
dorsal mempunyai kenarnpakan yang sarna.
Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah perputaran dari
cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamamya dan
menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis
tegak lurns yang melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 15

Gambar
Trochospiral





Planispiral






Arah perputaran dari 1 ke 13





2.4 Aperture

Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar
terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya
lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face)
dan melekuk kedalam, ter1ihat pada bagian ventral (perut). Macam-
macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton:











Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 16

a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
- Primary Aperture Interiomarginal Umbilical, adalah
aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah
umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina
- Primary Aperture Interiomarginal Umbilical Extra
Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yaatg
terletak pada daerah umbilicus melebar sampai ke peri -peri.
Contoh : Globorotalia
- Primary Aperture Interiomarginal Equatorial, adalah
aperture utama interiomarginal yang, terletak pada daerah
equator, dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan
hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator
merupakan batas putaran akhir dengan putaran sebelum
pada peri-peri. Contoh : Hastigerina

b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang
tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides

c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory
atau aperture tambahan.
Contoh : Catapsydrax

2.5 Ornamen (Hiasan) Foraminifera
Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus
atau spesies tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki
hiasan pada aperture yaitu flap.



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 17

2.6 Komposisi Test Foraminifera
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi
empat, yaitu:

1. Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun
foraminifera, dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil.
Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae
o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan
imperforate,

2. Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan zat perekat oleh
organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari
butir-butir pasir saja, sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil
butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen dari
foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi
atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk
foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah
khas untuk foraminifera yang hidup perairan dingin.
Contoh : Dinding Aglutinous : Ammobaculites aglutinous, Saccamina
sphaerica
Dinding Arenaceous : Psammosphaera

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 18

3. Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa
dinding silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner
dinding silicon berasal dari zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa,
dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme itu sendiri (zat primer)
ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan,
hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodi sci dae dan beberapa
spesies dari Miliodae.

4. Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori,
mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung
berwarna putih opaque, contoh : Quinqueloculina, Pyrgo
Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit
yang granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada
golongan endothyra dan beberapa spesies dari bradyina serta
Hyperammina.
Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang
terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan
sampai empat lapis. Terdapat pada golongan Fussulinidae.
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan
dari foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 19

BAB 3
FORAMINIFERA PLANKTONIK
3.1 Tahapan Cara Mendiskripsi Foraminifera Plankton
Didalam mendiskripsi foraminifera plankton baik dalam penentuan genus
maupun spesies di sini harus diperhatikan, antara lain:
3.1.1 Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sarna. Contoh :
Hastigerina.
b. Trochospiral, sifat terputar tidak. pada satu bidang, tidak semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sarna.
Contoh : Globigerina.
c. Streptospiral, sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh :
Pulleniatina.
3.1.2 Bentuk Kamar/Test
(telah dibahas pada BAB 2)
3.1.3 Suture
(telah dibahas pada BAB 2)
3.1.4 Jumlah Kamar dan Jumlah
Putaran (telah dibahas pada BAB 2)
3.1.5 Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak. pada
kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun
variasinya lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 20

interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) karnar akhir (septal face) dan
melekuk ke dalam, terIihat pada bagian ventral (perut).
Macam-macam aperture yang dikenal pada
foraminifera plankton:
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
Primary aperture interiomarginal umbilical, adaIah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran.
Contoh : Globigerina.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical, adalah
aperture utama interiomarginal yang terletak. pada daerah umbilicus
melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia.
Primary aperture interiomarginal equatorial, adaIah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari
samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar
planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelumnya pada peri-peri. Contoh : Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang
tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides.
c Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau
aperture tambahan. Contoh: Catapsydrax.

3.1.6 Komposisi Test (telah dibahas pada BAB 2)
3.1.7 Hiasan/Ornamen (telah dibahas padaa BAB 2)
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 21

3.2 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Plankton
Foraminifera planktonik khusus terdapat pada superfarnili Globigerinicea,
yang dapat dibagi menjadi:
3.2. 1 Famili Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau
hemispherical, bentuk kamar globular dan susunan kamar trochospiral
rendah atau tinggi. Aperture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi
yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face.
Beberapa genus yang termasuk dalam faroili
Globigeriniidae :
3.2.1.1 Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini
adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh
kamar terakhir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
- Orbulina universa





- Orbulina bilobata






- Orbulina suturalis


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 22


3.2.1.2 Genus Globigerina
Mempunyai susunan kamar trochospiral, aperture interiomarginal umbilical,
dan hiasan pada
permukaan berupa punctate.
Beberapa spesies yang termasuk
genus ini : - Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke
atas.



- Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga
sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan,
umbilicusnya dalam.





- Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate. Umbilicus kecil
hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau
melengkung rendah, interiomarginal umbulical dibatasi oteh lengkungan.



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 23

3.2.1.3 Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada
Globigerinoides terdapat supplementary aperture.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal umbilical,
melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat
aperture sekunder.

Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah
secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer
interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah
lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.


Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung
oblique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan,
umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang tertekan,
oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada aperturenya.


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 24

Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri,
suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture
primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan adanya sebuah lip.
Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.

Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit.
Aperture primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah sampai
sedang, dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.


Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi
mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.

Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal
umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil dari
kamar terakhir memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan
aperture primer.



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 25

Globigerinoides ruber
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture
interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka dibatasi
oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.



3.2.1.4 Genus Globoquadrina
Bentuk test spherical, bentuk kamar globural, aperture terbuka lebar
dan terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat, yang kadang-
kadang mempunyai bibir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga
kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kena
mpakan samping sisi dorsal terlihat datar.

Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus
sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate
pada bagian atas, terdapat flap.





Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 26

3.2.1.5 Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah
kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan
memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture.
Mempunyai hiasan berupa suture bridge.Spesies yang termasuk dalam genus ini :
Sphaeroidinella dehiscens



3.2.1.6 Genus Sphaeroidinellopsis
Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella tapi tidak
mempunyai aperture sekunder.
Spesies yang termasuk dalam genus ini :
Sphaeroidinellopsis seminulina


3.2.1.7 Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari
umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face.
Spesies yang termasuk dalam genus ini :
Pulleniatina obliqueloculata





Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 27

3.2.1.8 Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax
dissimilis dan tegilla pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai
accessory aperture yaitu infralaminal accessory aperture pada tepi hiasan
aperturenya.
Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Catapsydrax dissimillis




3.2.2 Famili Globorotaliidae
Umunmya mempunyai bcntuk test biconvex, bentuk kamar subglobular atau
angular conical, susunan kamar trochospiral. Aperture memanjang dari
umbilicus ke pinggir test dan terletak pada dasar apertural face. Pada pinggir
test ada yang mempunyai keel dan ada pula yang tidak.
Genus yang termasuk dalam famili ini :
3.2.2.1 Genus Globorotalia
Berdasarkan ada atau tidaknya keel, maka genus ini dapat dihagi 2 subgenus,
yaitu :
Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel. Untuk
membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam
penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (G)
Beberapa spesies yang termasuk. dalam subgenus ini :
- Globorotalia tumida
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spirallebih convex daripada sisi
umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan
umbilical pada kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya
melengkung halus Ialu melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 28

hingga radial, pada distal kembali melengkung hampir tangensial ke peri-
peri.






- Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial
globulate, keel tipis. Suture pad a bagian spiral melengkung satu pada
bagian yang terakhir subradial, pada sisi distalnya melengkung sangat kuat.
Umbilical sempit dan tertutup dalam aperture interiomarginal umbilical extra
umbilical melengkung lemah di batasi oleh lip yang tipis.




Subgenus turborotalia
Mencakup sebruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk
penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (T)
Spesies yang termasuk dalam genus ini, an
tara lain: - Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial lobulate, kamar
tidak rata, subglobular, kamar ke 5-6 terakhir membesar tidak teratur.
POOa kedua sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai
agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal umbilical extra umbilical,
agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi oleh bibir atau rim.

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 29










3.2.3 Famili Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah
satu sisi test yang berseberangan. Susunan kamar planispiral involute.
Beberapa genus kamar-kamar ditumbuhi oleh spine-spine panjang.
Beberapa genus yang termasuk dalam
famili ini
3.2.3.1 Genus Hantkenina
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar
planispiral involute, tiap-tiap kamar terdapat spine-spine yang panjang.
Contoh : Hantkenina alabamensis




3.2.3.2 Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir
sangat gemuk dan mempunyai Cribate" yang terletak pada apertural
face.
Contoh : Cribrohantkenina bermudez


Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 30

3.2.3.3 Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau
loosely coiled". Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada
apertural face.
Contoh : Hastigerina aequilateralis
















Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 31

BAB IV
FORAMINIFERA BENTHOS

4.1 Susunan Kamar Foraminifera Bentos
1. Monothalamus: susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera
yang hanya terdiri dari satu kamar.
Macam - macam dari bentuk monothalamus test :

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 32


2. Polythalamus
Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera
yang terdiri dari lebih satu kamar, misalnya uniserial saja atau biserial
saja.
Uniserial, terdiri dari satu macam susunan kamar dan sebaris kamar,
terdiri dari :
a. Uniformed, terdiri dari

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 33

Biserial, test yang tersusun dua baris kamar yang terletak berselang-
seling Contoh: TextularIa



Triserial, test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak
berselang-seling Contoh : Uvigerina, Bulimina



b. Biformed Test
Merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu
dengan yang lain dalam satu buah test, misalnya biserial pada
awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya.
Contoh : Bigerina


C. Triformed Test
Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test, misalnya
permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjudi
uniserial.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 34

Contoh: Vulvulina



d. Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3 susunan kamar.
Bentuk ini sangat jarang ditemukan.
4.2 Aperture Foraminifera Bentos
Golongan bentos memiliki bentuk aperture yang bervariasi. Dan aperture itu
sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan.
lubang tempat protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk.

4.3 Aperture Foraminifera Bentos
Golongan bentos memiliki bentuk aperture yang bervariasi. Dan aperture itu
sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan
lubang tempat protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk.
Macam-macam aperture pada foraminifera bentos:
a. Simple Aperture, yaitu :
- at end of tabular chamber
- at base of aperture face
- in middle aperture face
- aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah test
(terminal), lubangnya bulat.
- Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung, tetapi tegak lurus
pada permukaan septal face.
- Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak diujung neck
yang pendek tapi menyolok.
- Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai
pada foraminifera yang bertest hyaline.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 35

- Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda.
b. Supplementary Aperture, yaitu :
- Infralaminal accessory aperture dendritik
- Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah lubang yang bulat,
tapi mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang.
- Radiate with apertural facechamberlet.
c. Multiple Aperture, yaitu :
- multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang, terletak di
sepanjang suture.
- Aperture cribratelareal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya
seperti saringan, lubang uummnya halus dan terdapat pada permukaan
kamar akhir.
- Terminal
d. Primary Aperture, yaitu :
- umbilical
- Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple aperture lip/ ventral and
peripheral.
- Spilo umbilical/interiomarginal equatorial.










Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 36
























Gambar 3.1 Macam-macam aperture foraminifera benthos
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 37


4.3 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Benthos
- Genus Ammobaculites Chusman 1910
Termasuk Farnili Lituolidae, dengan ciri-ciri test pada awalnya terputar,
kemudian menjadi uniserial lurus, komposisi test pasiran, aperture bulat dan
terletak pada puncak kamar akhir.





-Genus Ammodiscus Reuss 1861
T ermasuk famili Ammodiscidae dan ciri-ciri test monothalamus, terputar
planispiral, komposisi test pasiran, aperture pada ujung Iingkaran.



- Genus Amphistegina D'Orbigny 1826
Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar involut, padaa ventral terlihat suture
bercabang tak teratur, komposisi test gampingan, berpori halus, aperture kecil
pada bagian ventral



- Genus Bathysiphon Sars 1972
Termasuk famili Rhizamminidae dengan test silindris, kadang-kadang turns,
monothalamus, komposisi test pasiran, aperture di puncak berbentuk pipa.



Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 38

- Genus Bolivina
Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runciJ1g,
biserial, komposisi gampingan, berpori, aperture pada kamar akhir, kadang
berbentuk lope.



- Genus Bulimina d' Orbigny 1826
T ermasuk famili Buliminidae, test memanjang, umumnya triserial, berbentuk
kamar subglobular, komposisi gampingan berpori.



- Genus Cibicides Monfort 1808
Termasuk famili Anomalidae, dengan ciri-ciri test planoconvex rotaloid,
bagian dari dorsal lebih rata, komposisi garnping berpori kasar, aperture di
bagian ventral, permukaan akhir sempit dan memanjang .













Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 39

- Genus Dentalina d' Orbigny 1826
Termasuk famili Lagenidae, dengan ciri-ciri test polythalamus, uniserial,
curvilinier, suture menyudut, komposisi test gampingan berpori halus, aperture
memancar, terletak pada ujung kamar akhir




- Genus Elphidium Monfort 1808
Termasuk famili Nonoinidae dengan ciri-ciri test planispiral, bilateral simetris,
hampir seluruhnya involute, hiasan suture bridge dan umbilical, komposisi
test gampingan berpori, aperture merupakan sebuah lubangllebih pada
dasar permukaan kamar akhir.



- Genus Nodogerina Chusman 1927
T ermasuk famili Heterolicidae, dengan test memanjang, kamar tersusun
uniserial lurus, komposisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di
puncak membulat mempunyai leher dan bibir.




- Genus Nodosaria Lamark 1812
Termasuk famili Lagenidae dengan test lurus memanjang, kamar tersusun
uniserial, suturenya tegak lurns terhadap sumbu, pada permulaan agak
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 40

bengkok kemudian lurus, kqmposisi gampingan berpori, aperture di puncak
berbentuk radier.




- Genus Nonion Monfort 1888
Termasuk famili Nonionidae dengan test cenderung involute, bagian tepi
membulat, umumnya dijumpai umbilical yang dalam, komposisi gampingan
berpori, aperture melengkung pada kamar akhir.



- Genus Rotalia Lamark 1804
U mumnya suture menebal pada bagian dorsal, bagian ventral suturenya tertekan ke
dalam, komposisi test gampingan berpori, aperture pada bagian ventral membuka
dari umbilical pinggir.




Genus Saccamina M. Sars 1869
Tennasuk farnili Saccanidae dengan test globular, komposisi test dari
material kasar, biasanya oleh khitin berwarna coklat, aperture di puncak
umumnya dengan leher.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 41





- Genus Textularia Derance 1824
Termasuk famili Textularidae test memanjang kamar tersusun biserial,
morfologi kasar, komposisi pasiran, apcI1urc scmpit mcmanjang pad a
pcrmukaan kamur akhir.



- Genus Uvigerina d' Orbigny 1826
Termasuk famili Uvigeridae dengan test fusiform, kamar triserial, komposisi
berpori, aperture di ujung dengan leher dan bibir.









Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 42

BAB V
APLIKASI FORAMINIFERA

5.1. PENENTUAN UMUR RELATIF
Cara menentukan umur relative pada umumnya didasarkan atas dijumpainya
fosil didalam batuan. Didalam mikropaleontologi cara menentukan umur
relatif dengan menggunakan :
1. Foraminifera Kecil Planktonik : disamping jumlah genus sedikit, plankton
sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini menyebabkan
hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek sehingga baik
untuk penciri umur suatu lapisan batuan.
Biozonasi foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan di
Indonesia adalch Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma (
1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif karena
umumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagoi fosil
penunjuk.
Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia
biasanya menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi 'Huruf
yang dikemukakan oleh Adams ( 1970 ).

5.2 PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Lingkungan pengendapan adalah suatu kumpulan dari kondisi fisika, kimia,
dari biologi dimana sedimen terakumulasi (Krumbein & Sloss, 1963). Selain
tersabut di atas banyak pula para ahli yang mengemukakan tentang definisi
lingkungan pengendapan antara Selly, 1978, mendefinisikan suatu keadaan
dipermukaan bumi yang disebabkan olen interaksi antara faktor-faktor fisika
kimia dan biologi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air,
kecepatan angin dan sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam,
keasaman, kebasaan air serta komposisi kimiu batuan.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 43

Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah faktor biologi yang
mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan
hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut
adalah :
Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik
Menggunakan Ratio Plankton / Bentos

5.2.1 Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Rasio Plankton/
Bentos
Tabel Kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1955)
% Ratio
Plankton
Kedalaman (m)
1- 10 0-70
10 - 20 0-'70
20 - 30 60 - 120
30 - 40 100 - 600
40 - 50 100 - 600
50:- 60 550 -700
60 -70 680 - 825
70 - 80 700 - 1100
80 - 90 900 - 1200
90 - 100 1200 - 2000







Linqkunqan Penqendapan Bentos Kedalaman
(rr.)
% Ratio
Neritik Tepi .. 0 - 20 0-20
Neritik.Tenqah 20 - 100 20 - 50
Neritik Atas 100 - 200 20 - 50
Bathyal A tas 200 - 500 30 - 50
Bathyal Bawah 500 - 2000 50- 100
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 44

5.2.2. Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Foraminifera Kecil
Bentonik
Foraminifera kecil benthonik dipakai sebagai penentu lingkungan
pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap
lingkungan, sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman tertentu.
Selain itu karena benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun
merayap. Berdasarkan hal tersebut diatas maka beberapa ahli
mengelompokkan suatu komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan
hidupnya jika dihubungkan dengan faktor kedalaman yang dikenal dengan
nama zona bathymetri.
5.2.2.1 Tipsword, Setzer dan Smith (1966)
Menyusun klasifikasi "Zona bathymetri untuk lingkungan pengendapan
marine bdsr data asosiasi mikrofosil & rasio P/B dari Teluk Mexico,
digabungkan dengan data asosiasi Iitologi, sedimentologi & tektoniknya.
Klasifikasinya dapat digunakan untuk dasar penentuan paleobatimetri batuan
Kenozoikum. Dari penelitiannya diusulkan 8 zona Iingkungan pengendapan
sbb: (Gambar 1.1).
1. Darat: Miskin fauna
2. Transisi: air asin, teluk, payau, lagoon, estuarine.
3. Paparan dalam - laut terbuka yang terdangkal (neritik tengah)
kedalamannya 0-20m (0-66 ft)
4. Paparan tengah - laut terbuka intermediate (neritik tengah) kedalaman
20-100m (66-328 ft)
5. Paparan luar - laut terbuka lebih dalam (neritik luar) kedalamn 100-200m
(328-656 ft).
6. Lereng atas - laut dalam (bathyal atas) kedalaman 200-500m (656-
1640ft).
7. Lereng bawah - laut dalam (bathyal bawah) kedalaman 500-2000m
(1640-5650 ft).
8. Abysal - laut dalam lebih besar 2000m, lebih besar dari 6560 ft.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 45

Setelah fosil diketahul genus dan spesiesnya, kemudian dikelompokkan
menjadi satu. Dari asosiasi fosil dalam satu sampel kemudian dicocokkan
dengan zona ekologi yang dibuat oleh Tipsword dkk.
Dibawah ini adalah zona ekologi foraminifera benthos sebagai penciri daerah
intertidal menurut Tispword, dkk (1966) pada daerah Gulf Coast untuk Jaman
resen.




Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 46

Dibawah ini adalah data zona paleoekologi Foraminifera Kenozoikum pada
daerah Gulf Coast, didasarkan pada fosil Foraminifera.
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 47

1. Non Marine miskin fauna













Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 48


5.2.2.2 Robertson Research (1985)
Melakukan penelitian di Asia Tenggara, L.Cina Selatan, Gulf Coast, Teluk Thailand,
Kep.Solomon dengan cara penentuan yang sama dengan Tipsword, dkk yaitu dengan
asosiasi fosil bukan kisaran kedalaman. Tetapi pembagiannya lebih banyak, dimana
dijelaskan juga fosil-fosil yang hidup bukan pada Iingkungan marin saja.
Klasifikasinya berdasarkan :
Kompilasi Hedgpeth (1957), Tipsword (1966); Ingle (1980),
Rasio P/B, Jumlah kumpulan fosil.
Hasil penafsiran Lingkungan Pengendapan purba dibandingkan jumlah fosil
resen .
Sedangkan untuk daerah ubarren", non marin digunakan fosil pollen.
Pembagiannya :
1. Non marine (supralitoral): aluvial, delta: tidak ada foram plankton/benthos.
2. Transisi/litoral: pasir pantai, rawa, payau, estuarin: tanpa foram plankton dan
sedikit benthos.
Pasir pantai : Quinqueloculiina, Miliamella, Ammonia beccarii, Elphidium.
Rawa (tanpatumbuhan mangrove, di daerah temperate):
Air hiposalin : arenaceous (Miliammina, Ammotium, Trochamina), plus
Elphidium tanpa Miliolidae .
Air Normal: Sam a dengan air laut: assemblage seperti diatas, plus Miliolidae,
Ammonia beccarii .
Hipersalin: lebih salin dari air laut : prosen fosil arenaceous dengan (Miliolidae,
Elphidium) seimbang.
Payau (air brakhis, banyak tumbuhan mangrove, di daerah Tropis).

Estuarin (muara sungai besar dengan laut :
Estuarin atas : Miliammina, Ammobaculites
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 49

Estuarin bawah : Ammonia beccarii, plus Elphidium

3. Lagoon (dalam pantai yang memnajng sejajar garis pontai)
Hiposalin

Normal

Hipersalin: assemblage sama dengan normal lagoon tetapi tanpa
Pratelphidium
4. Inner Shelf (neritik teri) 0-20 m

5 Middle Shelf (neritik tengah) 20-100 m
Shallow middle shelf (20-50m) I photic zone", dimana sinar
matahari masih berpengaruh, assemblage masih sama dengan
di atas, plus Opeculina dan' Amphistegina quyoi .
Deep middle shelf (50-100m), sinar matahari kurang
berpengaruh, assemblage tetap. tanpa Opeculina dan
Amphistegina quyoi.
6 Outer shelf I Neritik Luar (lOO-200m): assemblage tetap. Plus
Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 50

7 Upper slope / Bathyal Atas (200-1000m)

8 Lower slope I Bathyal Bawah (1000-4000m);

5.2.2.3 Phleger (1951)
Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kisaran kedalamannya
(Tabel 1.7).
dari hasil yang dianalisis dan sudah diketahui genus dan spesiesnya kemudian
dilinat pada tabel diatas dan dibuat tabel tersendiri seperti pada contoh di
bawah ini (Tabel1.8).
Phleger (1951) melakukan penelitian pada sedimen marin, berumur Resen di
Teluk Mexico & beberapa tempat di dunia dan berhasil menyusun klasifikasi
dasar laut, serta akumulasi foram bentos tertentu
pada kedalaman tertentu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penelitlannya adalah :
Frekuensi spesies pada tiap conto batuan .
Asosiasi beberapa spesies yang mendukung spesies karakteristik pada
kedalaman tertentu .
Menggunakan foraminifera resen sbg bahan studinya .
Memperhatikan distribusi temperatur secara vertikal & salinitas air laut.
5.2.2.4. Van Marle (1987)
Melakukan penelitian biofasies dasar laut berdasarkan foraminifera bentik pada
sedimen Kenozoikum Resen di daerah Busur Banda (Indonesia timur).
Berdasar foram resen pada sedimen dasar laut, dengan metode matematik-
statistik dengan rnembandingkan hasil penghitungan fosil Kenozoikum akhir-
resen.

Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 51






















Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 52






















Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 53






















Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 54






















Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi 2011-2012

Laboratorium Mikropaleontologi 55

DAFTAR PUSTAKA

Phleger, F.B., 1951, Ecology of Foraminifera, Northwest Gulf of Mexico,
The Geological Society of America, memorial 46.
Tipsword, H.I., Setzer, F.M. Smith, Jr, F.L, 1956, Introduction of
Depositional Environment in Gulf Coast Petroleum Exploration
From paleontology and related Stratigraphy, Houston.
Cushman, J.A., 1969, Foraminifera Their Classification and Economic
Use, Cambridge, Massachusetts, USA Harvard University Press.
Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera
Biostratigraphy Cont, Planktonic Mikrofosil, Geneva, 1967,
Pro. Leiden, E.j.Bull, v.1.
Postuma, J.A., 1971., Manual of Planktonic Foraminifera, Amsterdam,
London, New York.
Pringgoprawiro, H., 1984, Diktat Mikropaleontologi Lanjut, Laboratorium
Mikropaleontologi Jurusan Teknik Geologi ITB, Bandung.
Tidey, G.L., 1985, Benthonic Foraminifera Age Zonation and
Environment of Deposition, Robertson Research LTD, Singapore.
Asikin, S., 1990, Buku Penuntun Geologi Lapangan, Departemen Teknik
Geologi ITB, Bandung.
Subandrio, A., 1994, Studi Paleobathimetri Cekungan Sumatera Utara,
Subcekungan Jambi dan Cekungan Barito, Thesis , ITB Bandung
(tidak dipuplikasikan)
Maha, M., 1985, Biozonasi, Paleobatimetri dan Pemerian Sistematis
Foraminifera Kecil . Sumur T0-04, Sumur T0-08 dan Sumur95,
Daerah Cepu dan Sekitarnya, Cekungan Jawa Timur Utara, Thesis,
ITB, Bandung (Tidak dipublikasikan).

Anda mungkin juga menyukai