Anda di halaman 1dari 37

BAB I

MIKROPALEONTOLOGI
1.1. Pendahuluan
Mikropaleontologi merupakan studi khusus yang mempelajari sisa-sisa
organisme yang terawetkan di alam dengan menggunakan alat mikroskop.
Organisme yang terawetkan tersebut merupakan fosil mikro karena berukuran
sangat kecil. Sebagai contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari organisme
golongan foraminifera.
Mikrolitologi merupakan studi mikroskop yang membahas tentang batuan
sedimen yang dipelajari antara lain warga, tekstur, pemilahan, struktur, ukuran
kristal, fragmen serta sementasi.

Sejarah Mikropaleontologi
Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat
sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak yang
menuis tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai fosil.
1. Herodotus dan Strabopada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi
menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan
bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang
telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil
numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu gamping brumur Eosen yang di
gunakan sebagai bahan bangunan piramida di Negara tersebut.
2. Agricola pada tahun 1546mengambarkan benda-benda aneh tersebut sebagai
“Stone Lentils”
3. Gesnertahun 1565 menulistentangsistematika paleontology.
4. Van Leenowek (tahun 1660) menemukan miroskop, terhadap fosil mikro
berkembang dengan pesat.
5. Beccarius(tahun 1739) pertama kali menulistentang foraminifera yang
dapatdilihatdenganmikrosop.
6. Carl Van linoeus adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama baru
(1758) dalam bukunya yang berjudul (System Naturae) tata nama baru ini
penting, karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai sekarang ini
digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan pada umumnya.
7. D’orbygny (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan
dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti
Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.
8. Ehreberg dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai jenis
Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang sejarah
perkembangan foraminifera dilakukan oleh Carpenter (1862) dan Lister
(1894). Selain itu mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrosfir dan
megalosfir dari cangkang-cangkang foraminifera.
9. Chusman(1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera dan
menitikberatkan penelitianya pada study determinasi foraminifera, serta
menyusun kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminifera.
10. Jones (1956)banyak membahas fosil mikro diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-
fosil tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.

1.2. Dasar Teori

1.2.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang
mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang
berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai suatu studi
sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai
kepentingannya terhadap stratigrafi.
Dalam praktikum mikropaleontologi ini dipelajari foraminifera sampai
tingkat spesies. Foraminifera plankton pertama kali muncul pada Jaman Yura
(Dogger) yang diwakili oleh golangan Globigerinidae. Selanjurnya golongan ini
berkembang secara kosmopolitan meningkat terus hingga jaman Tersier dan
Kuarter. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada
diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusulina.

1.2.2 Kegunaan Fosil Foraminifera


Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan problem geologi
terutama bagi perusahaan - perusahaan minyak walaupun akhir-akhir ini
peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan
diketemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil (3-40 mikron).
Karena itu dalam pengamatannya diperlukan mikroskop dengan perbesaran
minimum 5000 x bahkan 20.000 kali, Kegunaan fosil foraminifera adalah:
a. Untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya.
b. Membantu dalam studi Lingkungan pengendapan atau fasies.
c. Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan
atau bawah peimukaan.
d. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan
menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii (fosil penciri daerah
transgresi), Gyroidina soldanii (fosil penciri bathyal atas) dan lain-lain.
e. Bahan penyusun biostratigrafi.

Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :

1.Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu

Fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya jenis fosil ini
mernpunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah
dikenal.
2. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman
Fosi1 yang dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan. Pada
umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar.
Contoh : Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966).
3. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil Diagnostik / Fosil Kedalaman
Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18).
4. Fosil Lingkungan
Fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk lingkungan sedimentasi. Contoh :
Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
5. Fosil Iklim
Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : (Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).

1.2.3. Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil


Seorang sarjana Swedia , Carl Von Line (1707 - 1778) yang kemudian
melahirkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang
dikenal LAW OF PRIORITY (1958), yang pada pokoknya menyebutkan bahwa
narna yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk nama
individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat
spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata. Nama - nama
kehidupan selalu diikuti oleh orang yang menemukannya.

Beberapa contoh penamaan fosil adalah sebagai berikut :


- Globorotalia menardii exulis Blow, 1969 atau Globorotalia menardii exilis Blow,
1969 . Penamaan fosil hingga subspesies diketemukan oleh Blow, tahun 1969
- Glororotalia humerosa n.sp. TAKAYANAGI & SAITO, 1962 atau
Globorotalia humerosa n.sp. TAK AYANAGI & SAITO, 1962
n.sp. artinya spesies baru
- Globorotalia ruber elongatus (D'ORBIGNY), 1862
Atau
- Globorotalia ruber elongatus (D,ORBIGNY), 1862
Penemuan pertama dari fosil tersebut adalah D'ORBIGNY dan pada tahun 1862
fosil tersebut diubah oleh ahli yang lain yang menemukannya. Hal ini sebagai
penghormatan pada penemu pertama kali nama fosil tersebut tetap dicantumkan
dalam kurung.
- Pleumotora carinata GRAY, Var woodwardi MARTIN
atau

Pleumotora carinata GRAY, Van woorwadi MARTIN

Yang artinya GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN


memberikan nama varietas.
- Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969

atau

Globorotaliu acostaensisp.seudapinta n.sbsp BLOW, 1969

n.sbsp artinya subspesies baru.


- Dentalium (s.str) ruteni MARTIN atau Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Artinya fosil yang ditemukan tersebut sinonim dengan Dentalium ruteni
MARTIN yang diumumkan sebelumnya.
- Globigerina angulisuturalis ? atau Globigerina angulisuturalis ?
Artinya tidak yakin apakah betul Globigerina angulisuturalis
- Globorotalia cf. tumida atau Globorotalia cf. tumida
Artinya tidak yakin apakah bentuk ini betul Globorotalia tumida tetapi dapat
dibandingkan dengan spesies ini. (cf = confer).
- Shpaeroidinella aff dehiscens atau Shpaeroidinella aff. Dehiscens
Artinya bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaeroidinella dehiscens.
(aff= affiliation)
- Ammobaculites spp. atau Ammohaculites spp.
Mempunyai bermacam - macam spesies.
- Recurvoides sp. Atau Recurvoides sp.
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)

1.2.4. Pengenalan Alat

Dalam praktikum Mikropaleontologi digunakan alat berupa mikroskop untuk


pengamatan mikrofosil. Bagian-bagian dari mikroskop serta kegunaannya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Lensa okuler yang dekat dengan mata
2. Lensa obyektifyang dekat dengan obyek
3. Meja tempat meletakkan sampel yang dianalisa
4. Lensa
5. Cermin untuk menangkap sinar yang masuk
6. Penggerak mistar
7. Penggerak kasar untuk memfokuskan obyek yang diamati
8. Penggerak halus untuk memperjelas obyek yang diamati

1.3. Hasil dan Pembahasan


1.4. Kesimpulan
LAMPIRAN
BAB II
PREPARASI SAMPEL

2.1 Pendahuluan
Tujuan :
- Mahasiswa mampu melakukan cuci sampel untuk analisis
mikropaleontologi
- Mahasiswa mengetahui peralatan yang akan digunakan untuk mencuci
sampel
- Mahasiswa memahami cara pencucian pada sampel batuan
Peralatan :
- Air suling
- Kuas / jarum penjentik
- Wadah
Pengenalan alat
1. Kuas + Jarum Penjentik
2. Slide/mkrofosil slide
3. Wadah pengamatan fosil
4. Mikroskop Binokuler

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Teknik Preparasi/ Penyajian Fosil
Teknik preparasi sampel untuk analisa foraminifera bervariasi sesvai
dengan jenis batuan (komposisi dan ukuran butir), seberapa keras atau resisten
sedimen atau batuan, bagaimana kelimpahan foraminifera serta bagaimana mereka
terawetkan dalam matriks sedimen. Dibawah ini akan dijelaskan bagaimana cara
preparasi serta melepaskan cangkang yang terkurung dalam matriks sedimen,
termasuk dalam pasir, lempung atau lanau dan jenis batuan yang dihasilkan ketika
sedimen ini mengeras (batupasir, batulanau). Untuk batugamping yang keras
biasanya menggunakan sayatan tipis dalam proses analisanya.

2.2.2 Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel batuan dilapangan hendaknya di perhatikan tujuan
yang akan kita capai. Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak
tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.
Kriteria-kriteria pengambilan sampel batuan :
1. Memilih sampel batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus,
karena dikhawatirkan fosilnya sudah tidak insitu.
2. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung
fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil
atau kemungkinan fosilnya rusak. Contoh batuan yang diambil
sebaiknya dari batuan yang lempung (clay), serpih (shale), napal
(marl), tufa napalan ( marly tuff), batugamping bioklastik,
batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
3. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
Jika endapan turbidit, diambil pada batuan yang berbutir halus, yang
diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan
kondisi normalnya.

2.2.3 Penguraian / Pencucian


Tujuan dari semua teknik yang dijelaskan dibawah ini adalah untuk
mengisolasi mikrofosil, dalam hal ini foraminifera, dari butir sedimen yang
mengelilinginya. Unconsolidated sediment dan beberapa soft rock akan pecah
sendiri setelah direndam dalam air selama beberapa jam, sedangkan untuk hard
rock mungkin perlu dihancurkan dan kemudian direbus.
- Simple Soaking
Jika sampel terdiri dari unconsolidated sedimen atau batuan sedimen yang
mudah pecah, perendaman sederhana adalah metoda yang tepat digunakan.
Perendaman dilakukan dengan mengunakan air suling yang dicampur
larutan sabun cair encer sering untuk membantu memisahkan sedimen
halus (lumpur). Setelah lumpur tersebar, sampel dapat dicuci melalui
saringan. Selain air suling, air kran dapat juga digunakan pada tahap ini.
- Metoda Hydrogen Peroxide (H2O22)
Digunakan untuk preparasi sampel yang keras. Sebelum direndam, sample
harus dipecah terlebih dahulu. Langkah-langkah preparasi adalah sebagai
berikut :
1) Keringkan sampel terlebih dahulu
2) Tempatkan sampel pada wadah
3) Tambahkan Peroksida 15% secukupnya
4) Biarkan sampai peroksida tidak bereaksi, kira-kira sampai 24 jam
pada suhu kamar
5) Saring sampel dengan air mengalir
6) Keringkan residu yang tertinggal di dalam saringan
7) Sampel siap di analisa atau disimpan

Proses pencucian batuan dilakukan dengan cara yang umum sebagai


berikut :
- Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga
ukuran diameternya 3-6mm.
- Melarutkan dalam larutan H2O2 (hidrogen peroksida) 50% dan diaduk
atau dipanaskan.
- Kemudian mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua
(24 jam), jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan perendaman
dengan air sabun, lalu dibias dengan air bersih.
- Selanjutnya dikeringkan dengan terik matahari dan siap untuk diayak.

2.2.4 Pemisahan Fosil


Langkah awal menganalisa, perlu diadakan pemisahan fosil dari kotoran
butiran yang bersamanya. Cara pengambilan fosil-fosil tersebut dengan jarum dari
cawan tempat contoh batuan untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya
perlu disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu sebelum pengambilan
fosil) . peralatan yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara lain :
- Cawan untuk tempat contoh batuan
- Jarum untuk mengambil fosil
- Kuas bulu halus
- Lem untuk merekatkan fosil
- Tempat fosil
- Mikroskop
- Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil).

2.3. Pengenalan Cangkang Foraminifera


2.3.1 Septa dan Suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan
yang lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut dengan
foramen. Septa tidak dapat dilihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada
dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test, merupakan
perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam
pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang
khas.
Macam-macam bentuk suture adalah :
- Tertekan (melekuk), rata, atau muncul dipermukaan test. Contoh :
Chilostomella colina, untuk bentuk suture tertekan.

- Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh : orthomorphiao


challengeriana, untuk bentuk suture lurus.

- Suture yang mempunyai hiasan. Contoh : Elphindium incertum, untuk


bentuk hiasan yang berupa bridge.

2.3.2 Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran


Mengklasifikasikan foraminifera, jumlah karnar dan jumlah putaran perlu
diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah karnar pada sisi ventral
yang hampir pasti sedang pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan
jumlah putaran. Jumlah putaran yang banyak umumnya mempunyai jumlah kamar
yang banyak pula, namun jumlah putaran itu juga jumlah karnarnya dalam satu
spesies mempunyai kisaran yang harnpir pasti. Pada susunan kamar trochospiral
jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal, sedangkan pada planispiral jumlah
putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai kenarnpakan yang sarna.
Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah perputaran dari
cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamamya dan
menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak
lurns yang melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.

Gambar 1. Putaran Cangkang Foraminifera


2.3.3 Ornamen (Hiasan) Foraminifera
Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk
genus atau spesies tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki
hiasan pada aperture yaitu flap.

2.3.4 Komposisi Test Foraminifera


Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi
empat, yaitu:
1. Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun
foraminifera, dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil.
Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae
o Golongan Miliolidae
o Golongan Lituolidae
o Golongan Astrorhizidae
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan
dan imperforate,
2. Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan zat perekat oleh
organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-
butir pasir saja, sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir,
sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen dari foraminifera
lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi atau zat perekat
gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk foraminifera yang hidup
didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk foraminifera yang
hidup perairan dingin.
Contoh :
- Dinding Aglutinous : Ammobaculites aglutinous, Saccamina
sphaerica
- Dinding Arenaceous : Psammosphaera

3. Dinding Siliceous

Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa


dinding silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding
silicon berasal dari zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon
dapat dibentuk oleh organisme itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara
sekunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa
golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliodae.
4. Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian
besar foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi :
- Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori,
mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung
berwarna putih opaque, contoh : Quinqueloculina, Pyrgo
- Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit
yang granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada
golongan endothyra dan beberapa spesies dari bradyina serta
Hyperammina.
- Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang
terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan
sampai empat lapis. Terdapat pada golongan Fussulinidae.
- Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan
dari foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.

2.4 Hasil dan Pembahasan


2.5 Kesimpulan
LAMPIRAN
BAB III
FORAMINIFERA PLANKTONIK

3.1 Pendahuluan
Secara terminologi, foramiifera dapat didefenisikan sebagai organisme
bersel tunggal yang hidupnya secara akuatik (terutama hidup di laut), mempunyai
satu atau lebih kamar yang terpisah satu sama lain oleh sekat (septa) yang
ditembusi oleh banyak lubang halus (foramen). Foraminifera planktonik
merupakan jenis foraminifera yang hidupdengan cara mengambang di permukaan
laut.
Foraminifera jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah spesiesnya banyak.
Planktonik pada umumnya hidup mengambang dan bergerak tergantung oleh arus
pasif di permukaan laut. Fosil planktonik ini dapat digunakan dalam memecahkan
masalah geologi antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai fosil petunjuk.
2. Digunakan dalam pengkorelasian batuan.
3. Penentuan umur relative suatu lapisan batuan.
4. Penentuan lingkungan pengendapan.
Foraminifera planktonik tidak selalu hidup di permukaan laut, melainkan
dapat pula hidup pada kedalaman-kedalaman tertentu yakni sebagai berikut.
1. Hidup pada kedalaman antara 30-50 meter
2. Hidup pada kedalaman antara 50-100 meter
3. Hidup pada kedalaman 300 meter
4. Hidup pada kedalaman 1000 meter
Jumlah foraminifera planktonik sangat kecil dibandingkan dengan spesies
foraminifera bentonik. Umumnya foraminifea planktonik tidak mampu bertahan
hidup terhadap pengurangan salinitas dan ada juga yang tidak tahan terhadap
perubahan suhu (temperatur) yang relatif besar. Meskipun demikian, ada golongan
foraminifera planktonik yang selalu menyesuaikan diri terhadap temperatur,
sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut, sedangkan pada
malam hari hidup di permukaan air laut.

3.2 Dasar Teori


3.2.1 Tahapan Cara Mendeskripsikan Foraminifera Planktonik
Didalam mendiskripsi foraminifera plankton baik dalam penentuan genus
maupun spesies di sini harus diperhatikan, antara lain:

1. Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sarna. Contoh :
Hastigerina.
b. Trochospiral, sifat terputar tidak. pada satu bidang, tidak semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sarna.
Contoh : Globigerina.
c. Streptospiral, sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh :
Pulleniatina.
2. Bentuk Kamar/Test
3. Suture
4. Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran
5. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak. pada
kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya
lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal
yang terletak pada dasar (tepi) karnar akhir (septal face) dan melekuk ke dalam,
terIihat pada bagian ventral (perut).
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton:
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
- Primary aperture interiomarginal umbilical, adaIah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran.
Contoh : Globigerina.
- Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak. pada daerah umbilicus melebar
sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia.

- Primary aperture interiomarginal equatorial, adaIah aperture utama


interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari
samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar
planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelumnya pada peri-peri. Contoh : Hastigerina

b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture


Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang
tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides.

c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau
aperture tambahan. Contoh: Catapsydrax.

4.3.2 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Planktonik


Foraminifera planktonik khusus terdapat pada superfarnili Globigerinicea,
yang dapat dibagi menjadi:

1. Famili Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau
hemispherical, bentuk kamar globular dan susunan kamar trochospiral rendah atau
tinggi. Aperture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada
umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face. Beberapa genus yang
termasuk dalam faroili Globigeriniidae :
- Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini
adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar
terakhir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Orbulina universa

 Orbulina bilobata

 Orbulina suturalis

- Genus Globigerina
Mempunyai susunan kamar trochospiral, aperture interiomarginal umbilical, dan
hiasan pada permukaan berupa punctate.
Beberapa spesies yang termasuk genus ini :
 Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke
atas.

 Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga
sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan,
umbilicusnya dalam.

 Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate. Umbilicus kecil
hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau
melengkung rendah, interiomarginal umbulical dibatasi oteh lengkungan.

- Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada
Globigerinoides terdapat supplementary aperture.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar
terakhir terdapat aperture sekunder.
 Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah
secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer
interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh
sebuah lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.

 Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung
oblique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan,
umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang
tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada aperturenya.

 Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri,
suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar.
Aperture primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan adanya
sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.

 Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit.
Aperture primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah
sampai sedang, dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada
kamar terakhir.
 Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi
mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.

 Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal
umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian
kecil dari kamar terakhir memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang
berseberangan dengan aperture primer.

 Globigerinoides ruber
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture
interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka
dibatasi oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.

- Genus Globoquadrina
Bentuk test spherical, bentuk kamar globural, aperture terbuka lebar
dan terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat, yang kadang-kadang
mempunyai bibir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga
kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kenampakan
samping sisi dorsal terlihat datar.
 Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus
sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat
elongate pada bagian atas, terdapat flap.

- Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah
kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar
dan memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture.
Mempunyai hiasan berupa suture bridge.Spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Sphaeroidinella dehiscens

- Genus Sphaeroidinellopsis
Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella tapi
tidak mempunyai aperture sekunder.
Spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Sphaeroidinellopsis seminulina

- Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang
dari umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face.
Spesies yang termasuk dalam genus ini :
 Pulleniatina obliqueloculata
- Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa ”bulla” pada Catapsydrax
dissimilis dan ”tegilla” pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai
accessory aperture yaitu ”infralaminal accessory aperture” pada tepi hiasan
aperturenya.
Spesies yang termasuk dalam genus ini:
 Catapsydrax dissimillis

2. Famili Globorotaliidae
Umunmya mempunyai bcntuk test biconvex, bentuk kamar subglobular atau
angular conical, susunan kamar trochospiral. Aperture memanjang dari umbilicus ke
pinggir test dan terletak pada dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang
mempunyai keel dan ada pula yang tidak.
Genus yang termasuk dalam famili ini :

- Genus Globorotalia
Berdasarkan ada atau tidaknya keel, maka genus ini dapat dihagi 2 subgenus,
yaitu :
Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel. Untuk
membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam penulisannya,
biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (G)
Beberapa spesies yang termasuk. dalam subgenus ini :
- Globorotalia tumida
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spirallebih convex daripada sisi
umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan
umbilical pada kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya
melengkung halus Ialu melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus hingga
radial, pada distal kembali melengkung hampir tangensial ke peri-peri.

- Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial
globulate, keel tipis. Suture pad a bagian spiral melengkung satu pada bagian yang
terakhir subradial, pada sisi distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit
dan tertutup dalam aperture interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung
lemah di batasi oleh lip yang tipis.

- Subgenus turborotalia
Mencakup sebruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk
penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (T)
Spesies yang termasuk dalam genus ini,
antara lain:
- Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial lobulate, kamar
tidak rata, subglobular, kamar ke 5-6 terakhir membesar tidak teratur. POOa kedua
sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai agak sempit, dalam.
Aperture interiomarginal umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka,
melengkung, dibatasi oleh bibir atau rim.
3. Famili Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah
satu sisi test yang berseberangan. Susunan kamar planispiral involute. Beberapa
genus kamar-kamar ditumbuhi oleh spine-spine panjang.
Beberapa genus yang termasuk dalam famili ini :
- Genus Hantkenina
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar
planispiral involute, tiap-tiap kamar terdapat spine-spine yang panjang.
Contoh : Hantkenina alabamensis

- Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir
sangat gemuk dan mempunyai “Cribate" yang terletak pada apertural
face.
Contoh : Cribrohantkenina bermudez

- Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau
“loosely coiled". Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada
apertural face.
Contoh : Hastigerina aequilateralis
3.3 Hasil dan Pembahasan
3.4 Kesimpulan
LAMPIRAN
BAB IV
FORAMINIFERA BENTONIK

4.1 Pendahuluan
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara
hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang
digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat
yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman
3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun test merupakan
agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera benthonik sangat baik
digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ekologi dari foraminifera benthonic ini adalah : -Kedalaman laut-
Suhu/temperature -Salinitas dan kimia air -Cahaya matahari yang digunakan
untuk fotosintesis – Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen) - Makanan
yang tersedia -Tekanan hidrostatik dan lain-lain. -Faktor salinitas dapat
dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipedari lautan yang mengakibatkan
perbedaan pula bagi ekologinya. Streblusbiccarii adalah tipe yang hidup pada
daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang
karena merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai.

4.2 Dasar Teori


4.2.1 Susunan Kamar Foraminifera Benthos
 Monothalamus
Adalah susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera yang
hanya terdiri dari satu kamar. macam - macam dari bentuk
monothalamus test :
 Bentuk globular atau bola atau spherical. Terdapat pada
kebanyakan subfamily Saccaminidae.
Contoh : Saccamina
 Bentuk botol (flarkashaped), terdapat pada kebanyakan
subfamily Proteonaninae.
Contoh : Lagena

 Bentuk tabung (tabular), terdapat pada kebanyakan


subfamili Hyperminidae.
Contoh : Hyperammina. Bathysiphon

 Bentuk kombinasi antara tabung dan botol.


Contoh : Lagena

 Planispiral kemudian hmls (uncoiling).


Contoh : Rectocornuspira
 Zig – zag
Contoh : Lenticulina sp.
 Radiate
Contoh : Astroshizalimi colasandhal
 Cabang (bifurcatirtg)
Contoh: Rhabdamina abyssorum

 Arburescent
Contoh : Dendrophyra crectosa
 Tak teratur (irregular)
Contoh : Planorbulinoides reticnaculata
 Setengah lingkaran (hemispherical)
Contoh : Pyrgo murrhina
 Inverted v-shaped chamber (palmate)
Contoh : Flabellina rugosa
 Fusiform
Contoh : Vaginulina laguman

 Pyriform
Contoh : Elipsoglandulina velascoensis
 Conical (kerucut)
Contoh : Textularia ere/osa
 Semicircular (fanshaped-flabelliform)
Contoh : Pavaninaflabelliformis

 Polythalamus
Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar
foraminifera yang terdiri dari lebih satu kamar, misalnya uniserial saja
ata biserial saja.
Macam-macam polythalamus test :
 Uniformed, terdiri dari :
 Uniserial, terdiri dari satu macam susunan kamar dan sebaris kamar,
terdiri dari :
 Rectilinier (linier punya leber)
Test uniserial terdiri atas kamar- kamar bulat yang
dipisahkan satu sarna lain dengan stolonxy neck.
Contob : Siphonogerina, Nodogerina
 Linier tanpa leber
Kamar tidak bulat dan antara kamar yang satu dengan
kamar yang lainnya tidak didapat neck.
Contoh : Nodosaria

 Equitant uniserial
Test uniserial tidak mempunyai leher, tetapi sebaliknya
kamamya sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian
yang lain.
Contoh : Glandu/ina
 Curvilinierl uniserial arcuate
Test uniserial tapi sedikit melengkung dan garis batas
kamar satu dengan yang lainnya atau sututre
membentuk sudut terhadap sumbu panjang.
Contoh : Dentalina
 Coiled test atau test yang terputar, macamnya :
 Planispiral coiled test
Test yang terputar pada satu bidang datar, di bagi dua :
 Involute
Test yang terputar dengan putaran akhir menutupi
putaran yang sebehunnya, sehingga putaran akhir saja
yang terlihat. Contoh : Elphidium
 Evolute
Test yang terputar dengan seluruh putaramlya dapat
terlihat. Contoh : Anomalia
 Nautiloid test
Test yang terputar dengan kamar-kamar di bagian
umbilical (ventral) menumpang satu sarna lain, sehingga
kelihatan karnarkamarnya lebih besar ill bagiall peri-peri
daripada di bagian umbilicus. Contoh : Nonion
 Rotaloid test
Test yang terputar tidak pada satu bidang, dengan
posisi pada dorsal seluruh putaran terlihat, sedang pada
ventral hanya putaran terakhir yang terlihat. Susunan
kamar ini disebut juga Low Trochospiral. Contoh :
Rotalia

 Helicoid test
Test yang terputar meninggi, dimana
lingkarannya dengan cepat menjadi besar. Terdapat
pada subfamily Globigerinidae (plankton). Susunan
kamar ini disebut juga High Trochospiral. Contoh :
Globigerina

 Biserial, test yang tersusun dua baris kamar yang terletak berselang-
seling. Contoh: Textularia

 Triserial, test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak
berselang- seling. Contoh : Uvigerina, Bulimina

 Biformed Test
Merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu
dengan yang lain dalam satu buah test, misalnya biserial pada
awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya.
Contoh : Bigerina

 Triformed Test
Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test,
misalnya permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan
akhirnya menjudi uniserial.
Contoh: Vulvulina

 Multiformed Test
Dalam sebuah test terdapat > 3 susunan kamar. Bentuk ini
sangat jarang ditemukan.

IV.2 Aperture Foraminifera Bentos


Golongan benthos memiliki bentuk aperture yang bervariasi. Dan
aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera,
karena merupakan. lubang tempat protoplasma organisme tersebut
bergerak keluar dan masuk.
Macam-macam aperture pada foraminifera benthos :
 Simple Aperture, yaitu :
 At end of tabular chamber
 At base of aperture face
 In middle aperture face
 Aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak
diujung sebuah test (terminal), lubangnya bulat.
 Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung,
tetapi tegak lurus pada permukaan septal face.
 Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang
terletak diujung neck yang pendek tapi menyolok.
 Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang
memanjang, umum dijumpai pada foraminifera yang
bertest hyaline.
 Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda.

 Supplementary Aperture, yaitu :


 Infralaminal accessory aperture – dendritik
 Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah
lubang yang bulat, tapi mempunyai pematang yang
memancar dari pusat lubang.
 Radiate with apertural facechamberlet.

 Multiple Aperture, yaitu :


 Multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang,
terletak di sepanjang suture.
 Aperture cribralateral, cribrate/inapertural face cribrate.
Bentuknya seperti saringan, lubang uummnya halus dan
terdapat pada permukaan kamar akhir.
 Terminal
 Primary Aperture, yaitu :
 Primary aperture interiomarginal umbilical
 Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple
aperture lip/ ventral and peripheral.
 Spilo umbilical/interiomarginal equatorial.

4.3 Hasil dan Pembahasan


4.4 Kesimpulan
LAMPIRAN
BAB V
UMUR DAN BATHYMETRI

Anda mungkin juga menyukai