PENDAHULUAN
mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang
,mineral,semen dll.pada umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari
tersebut. FOSIL berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali
dan/ sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan. Beberapa kegunaan dari fosil,
khususnya mikrofosil :
batuan
1
e. Evolusi kehidupan ( mengetahui urut-urutan perkembangan kehidupan
suatu spesies)
A. Sejarah Mikropaleontologi
Sebelum zaman masehi, fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera
sangat sedikit untuk di ketahui. Meskipun demikian filosofi-filosofi Mesir
banyak yang menuis tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai
fosil.
a. Herodotus dan Strabo pada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi
menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan
bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang
telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil
numulites. Fosil ini terdapat dalam batugamping brumur Eosen yang di
gunakan sebagai bahan bangunan piramida di negara tersebut.
b. Agricola pada tahun 1546 mengambarkan benda-benda aneh tersebut
sebagai Stone Lentils Gesner tahun 1565 menulis tentang sistematika
paleontology.
c. Van Leewenhoek (tahun 1660) menemukan miroskop, terhadap fosil
mikro berkembang dengan pesat.
d. Beccarius (tahun 1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang
dapat dilihat dengan mikrosop.
e. Carl Von Lineous adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama
baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (System Naturae) tata nama
baru ini penting, karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai
2
sekarang ini digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan pada
umumnya.
f. Dorbigny (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan
dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti
Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.
g. Ehrenberg dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai
jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang sejarah
perkembangan foraminifera dilakukan oleh Carpenter (1862) dan Lister
(1894). Selain itu mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrosfir dan
megalosfir dari cangkang-cangkang foraminifera.
h. Chushman (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera
dan menitikberatkan penelitianya pada study determinasi foraminifera,
serta menyusun kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminifera.
i. Jones (1956) banyak membahas fosil mikro diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-
fosil tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.
B. Taksonomi
Carl Van Lineous (1758), ahli Botani dari Swedia yang memperkenalkan
tata nama baru dalam bukunya Systema Naturae, mengusulkan Taksonomi
dan sampai sekarang masih dipercaya dan digunakan oleh banyak orang. Tata
cara penamaan yang digunakan menggunakan bahasa latin.
Taksonomi adalah tata cara penamaan atau sistematika penamaan tingkat
kehidupan yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah.
Kingdom : Jumlah tertentu dan pasti (yakni : Flora & Fauna)
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class : Sudah teridentifikasi dan pasti
Ordo : sehingga tidak berubah
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan
penamaan Genus baru di alam.
Species : Dimungkinkan ditemukan di alam
3
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas
Baru yang lebih unggul
Secara garis besar Kingdom dapat diklasifikasikan kedalam 5 kingdom,
yaitu :
Chromista (diatoms, coccolith )
Fungi (Fungi)
Metaoza (Animals)
Plantae (Plants)
Protista (Protists)
C. Penamaan Genus-Spesies
Untuk penamaan genus hanya diberikan dengan satu suku kata dan
ditulis dengan huruf tegak dan diawali dengan huruf besar, contoh :
Globorotalia.
Sedangkan untuk tingkat spesies, nama genus ditambah satu suku kata
(ada dua suku kata) dan ditulis dengan menggunakan huruf miring atau
digaris bawahi, untuk suku kata kedua ditulis dengan huruf kecil. Contoh :
Globorotalia tumida atau Globorotalia tumida.
D. Kingdom Protista
Menurut Haeckel (1866) binatang primitif bersel satu termasuk
Kingdom Protista yang dapat dibagi menjadi 12 Phylum, diantaranya
Phylum Protozoa.
Class : 1. Flagellata/Mastigosphora
2. Sarcodina/Rhizopoda
3. Sporozoa
4. Ciliatta (Infusoria)
Class sarcodina terbagi menjadi 8 ordo, yaitu :
Ordo : 1. Foraminifera*
2. Proteomyxa
3. Mycetozoa
4. Amoebina
5. Testaccea
4
6. Heliozoa*
7. Radiolaria*
(Sta 4), tepatnya di Kecamatan Ulubongka (Sta 1-3) & Lage (Sta 4) , Kab
Poso & Kab. Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu,
ditempuh dengan kendaraan motor atau bus. Pada fieltrip kali ini ditempuh
dengan menggunakan bus selama kurang lebih 6 jam 20 menit dari stasiun
banyak dijumpai.
5
Tujuannya mendeskripsikan fosil-fosil Foraminifera, sehingga pratikan
Peta topografi
Digunakan sebagai peta dasar untuk melakukan orientasi medan dan
pengeplotan titik pengamatan di lapangan.
Kompas
Digunakan untuk melakukan orientasi medan/pengeplotan titik
pengamatan, mengukur kelerengan morfologi dan untuk mengukur
data struktur baik struktur primer maupun sekunder.
Buku catatan lapangan
Digunakan untuk mencatat data-data yang ada pada saat melakukan
observasi lapangan.
Alat tulis
Digunakan sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan.
Kamera digital
Digunakan untuk mengambil data berupa gambar yang ada di
lapangan.
Tas/ransel/backpack
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikropaleontologi
7
2.1.1 Sejarah Mikropaleontologi
8
(1894). Selain itu, mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrofosil dari
cangkang-cangkang foraminifera.
h. CUSHMAN (1927) pertama kali menulis tantang fosil-fosil foraminifera
dan menitikberatkan pada studi determinasi foraminifera, serta menyusun
kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminfera.
i. JONES (1956) membahas fosil mikro, diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-fosil
tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.
2.1.2 Pengertian
9
2.1.3 Fosil Mikro
Definisi Mikro fosil menurut Jones, 1936: Mikro fosil adalah setiap
fosil yang biasanya kecil dan untuk mempelajarinya digunakan alat bantu
Mikroskop. Fosil mikro dalam batuan tersebut terdapat bersama dengan
bahan lain telah direkatkan oleh semen. Dalam mikropaleontologi yang
dipelajari adalah Phylum protozoa, class Sarcodina, Ordo Foraminifera.
a. Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu adalah Fosil yang digunakan
sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya jenis fosil ini mernpunyai
penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
b. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman adalah Fosil yang dapat digunakan untuk
menentukan lingkungan pengendapan. Pada umumnya yang dipakai adalah
benthos yang hidup di dasar.
Contoh : Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966).
c. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil Diagnostik / Fosil Kedalaman adalah
Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang
bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18).
d. Fosil Lingkungan adalah Fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk
lingkungan sedimentasi. Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
e. Fosil Iklim adalah Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada
saat itu. Contoh : (Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).
10
kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat
spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata.
Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh orang yang menemukannya.
Beberapa contoh penamaan fosil adalah sebagai berikut:
11
i. Sphaeroidinella aff dehiscens atau Sphaeroidinella aff. Dehiscens Artinya
bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaeroidinella dehiscens. ( aff =
affiliation )
j. Ammobaculites spp. atau Ammobaculites spp.Mempunyai bermacam-
macam spesies.
k. Recurvoides sp atau Recurvoides sp Artinya spesies (nama spesies belum
dijelaskan ).
2.2 Foraminifera
12
Gambar 3. Siklus hidup foraminifera
(Sumber: Geoldstein 1999)
2. Sejarah perkembangan kehidupan foraminifera
Perkembangan foraminifera secara garis besar dapat sebagai berikut :
a. Early Cambrian (~525 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul dalam cetakan batuan dari foram
benthonic yang mempunyai komposisi aglutin dan mempunyai kamar
tunggal dimana juga terdapat cetakan berupa dwelling structure (struktur
menghuni) yang merupakan cetakan dari kehidupan foram benthonic
tersebut.
b. Late Cambrian (>500 million years ago)
Foram yang mempunyai Multi-chambered ( lebih dari 3 kamar)
berkembang.
c. Devonian (>360 million years ago)
Microgranular dan porcellaneous (biomineralized) calcareous tests
pertama kali berkembang.
d. Middle Pennsylvanian (~308 million years ago)
Foraminifera berkembang dengan komposisi hyaline calcareous dan
ditambah pula spesies foram besar muncul.
e. End Permian (~250 million years ago)
13
Kepunahan masal dari sebagian besar foraminifera termasuk foram
besar berupa Fusilina. Kepunahan ini dipercaya sebagai yang terbesar
dalam sejarah bumi dengan kepunahan 90-95 % seluruh spesies laut.
f. Early Jurassic (~183 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul hingga sekarang, begitu pula foram
benthonik.
g. Middle Cretaceous (~112 million years ago)
Distribusi foram planktonik memulai perkembangan secara cepat.
h. End Cretaceous (~65 million years ago)
Berkurangnya keanekaragaman planktonik dan kepunahan dari
sebagian besar spesies foram planktonik. Foram yang berukuran lebih
kecil umumnya dapat bertahan dari kepunahan.
3. Ekologi Foraminifera
14
sekitar permukaan air laut dan mengambang, sedangkan foram benthonik hidup di
dasar laut. Foram planktonik hidup di kedalaman 100-300 m, umumnya
lingkungan air laut dingin, hidupnya agak kebawah permukaan laut, sedangkan
pada daerah tropis hidup sekitar 30 meter di bawah permukaan laut.
Seringkali pada malam hari, foraminifera naik ke permukaan dan pada
siang hari turun, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan
ternyata mempengaruhi kehidupan foraminifera.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera :
a. Suhu
Suhu di samudra tidak sama, di dekat kutub suhunya rendah, kadang-
kadang mencapaii nol derajat celcius, sedangkan di ekuator suhunya lebih tinggi.
Daerah dingin dicirikan dengan bentuk uniform, besarnya juga hampir sama,
golongan aglutin ukurannya besar-besar, -2o - +27o C untuk lautan dan +35oC
untuk lautan tertutup.
Menurut CUSHMAN, foram dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan
daerah hidupnya, yaitu :
1) Foram afrika utara
2) Foram indo-pasifik
3) Foram mediteran
4) Foram india barat
Suhu air laut berubah ke jurusan lateral dan vertikal. Karena di daerah
kutub dingin, sedangkan di katulistiwa panas, maka terjadi sirkulasi air laut.
Tetapi karena dipisahkan oleh pulau-pulau maka ini mengakibatkan terjadinya
foraminifera aendemik. Perubahan temperatur air laut juga mempengaruhi
perkembangbiakan. Kedalaman juga mempengaruhi perkembangan foraminifera.
Ada foraminifera yang hidup pada kedalaman tertentu, seperti Gyroidina dan
Anomalia (hanya hidup pada laut yang cukup dalam).
15
berubah tergantung di daerahnya. Sebagai contoh adalah Laut Tengah yang
merupakan laut tertutup dan memiliki iklim yang kering dengan kadar garam
dapat naik menjadi 4,15 4,4%, bahkan di Laut Mati kadar garamnya demikian
tingginya, sehingga terjadi pengendapan garam di tepi-tepinya, sebaliknya pada
muara-muara sungai umumnya terjadi penurunan kadar garam. Adanya perubahan
kadar garam ini dapat menyebabkan kumpulan foraminifera tertentu yang hidup
sesuai dengan daerah yang cocok untuk hidupnya.
Daya tembus cahaya matahri terbatas pada kedalaman sekitar 300 meter
dibawah permukaan laut. Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan
untuk kelangsungan hidupnya dan cahaya ini akan bereaksi dengan hijau daun
dari tumbuhan. Foraminifera pada umumnya bersama-sama dengan ganggang,
maka secara tidak langsung sinar matahari mempengaruhi kehidupan
foraminifera. Karena itu di laut dalam, foraminifera benthos sedikit jumlahnya.
Foraminifera benthos banyak dijumpai pada zona neritik, karena daerah ini
sedimentasi cukup kuat. Foraminifera jarang dijumpai pada daerah litoral karena
pengaruh gelombang yang besar.
d. Kumpulan kehidupan
16
contoh, umumnya foraminifera plankton hidup pada laut terbuka. Oleh karena
hidupnya pada lautan terbuka, maka foraminifera plankton akan semakin banyak
dijumpai ditengah lautan, sebaliknya semakin ke pantai semakin sedikit. Pada
foraminifera benthos, jumlahnya semakin ketengah lautan semakin sedikit dan
makin kearah pantai semakin banyak.
Untuk melihat tafsiran ekologi, orang harus berhati-hati karena mungkin
ada peristiwa dimana golongan plankton banyak dan golongan benthos sedikit
disebabkan bukan karena adanya suatu laut terbuka, melainkan adanya
lingkungan air setengah asin. Hal ini dapat terjadi karena golongan plankton hidup
dengan baik sedang benthos sukar hidup, contohnya kehidupan di Laut Hitam.
Selain itu juga dapat terjadi karena longsor di laut, sehingga untuk penentuan
ekologi juga penting diketahui kondisi ekologinya disamping foraminifera sebagai
petunjuk lingkungan.
e. Kekeruhan
Secara tidak langsung, proses turbidit akan berpengaruh terhadap
mikrofauna. Penyebab terjadinya turbidit : suspensi sedimen, organic
pelonggokan plankton/organic yang tebal, longsoran suatu massa sedimen.
Kekeruhan air yang timbul karena arus turbidite akan berpengaruh terhadap
kehidupan mikrofauna/mengurangi masuknya sinar matahari kedalam air,
biasanya terdapat pada muara sungai yang besar. Masuknya air dalam jumlah
besar akan mengurangi salinitas.
1. Lingkungan Terumbu
17
algae serta sedikit foraminifera besar disamping organisme lainnya dalam jumlah
sedikit, misalnya Bryozoa, Moluska dan sebagainya.
18
artinya fosil-fosil diamati langsung dibawah mikroskop, sedangkan foraminifera
besar pemeriannya menggunakan sayatan tipis.
19
Gambar: 4 Ekologi Foraminifera Benthos
(Sumber: http www.mikropeda blogspot)
f. Morfologi Foraminifera
20
Gambar 5. Bagian-bagian cangkang foraminifera
(Sumber: panduan praktikum mikropaleontologi)
1. Aranaceous/aglutine :
Cirinya :
21
4. Porsellaneous : berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam
tubuh fosil dan keluar melaui pori-pori fosil tersebut.
5. Siliceous :
a. Warna putih jernih dari silika
b. Dimiliki dari spesies laut dalam, seperti :Radiolaria
B. Bentuk Cangkang, Bentuk dan Susunan Kamar
Bentuk cangkang merupakan bentuk cangkang fosil secara keseluruhan,
artinya tidak sama dengan bentuk kamar dalam fosil tersebut. Foraminifera
mempunyai cangkang yang bermacam-macam bentuknya, biasanya terdiri dari
satu/lebih kamar dimana antara kamar satu dan lainnya dibatasi oleh septa.
Cangkang tersebut dikelilingi oleh sebuah dinding. Tempat pertemuan dinding
dengan septa ini disebut suture yang penting untuk klasifikasi yang ditunjukkan
pada gambar 6 dan 7.
22
Gambar 6. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminifera
(Sumber : buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)
Streptospiral
Tabulospinate (duri bersaluran) -.Globigeronoides rubery
-. Hantkenina
23
Umbilicus convex trochospiral Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda
Gambar 7. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminifera
(Sumber : buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)
1. Spherical 6. Tabulospinate
5. Clavate
-. Evolutononion dumonti
-. Globigerina bulloides
Ovale Angular rhomboid
-. Globorotalia inflata
-. Globorotalia menardii
Angular conical Tabulospinate
-. Hantkenina alabamensis
-. Eponides goudkoffi
24
Gambar 8. Berbagai bentuk kamar foraminifera
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)
A. Monothalamus
Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi (dapat dilihat pada gambar 9):
25
Terputar (Planispiral) Planispiral kemudian lurus
-. Ammodiscus sp -. Rectocornuspiral
Gambar 9. Berbagai bentuk cangkang monothalamus
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)
B. Polythalamus
Berdasarkan keseragaman kamar, dapat dilihat pada gambar 10 ;
a. Uniformed test, cangkang foram yang terdiri dari satu macam susunan
kamar, misalnya : uniserial saja atau biserial saja, atau juga triserial saja.
Contoh : Nodosaria, Bolivina, Uvigerina.
b. Biformed test, cangkang foram yang terrdiri atas dua macam susunan
kamar, Misalnya : Pada awal memiliki kamar triserial dan pada akhirnya
menjadi biserial. Contoh : Heterostomella, Cribrostomum.
c. Triformed test, cangkang foram yang terdiri dari tiga macam susunan
kamar, misalnya : Pada awalnya biserial, kemudian terputar dan akhirnya
menjadi uniserial, Contoh : Vulvulina, Semitextularia.
d. Multiformed test, cangkang foram yang terdiri atas lebih dari tiga macam
susunan kamar. (Sangat jarang dijumpai)
Berdasarkan susunan kamarnya, polythalamus-Uniformed dapat dibedakan
menjadi :
26
f. Triserial, merupakan cangkang yang terduru dari tiga baris kamar yang
letaknya berseling-seling satu sama lain, contoh : Genus Uvigerina
g. Kombinasi biserial dan uniserial, contoh : Genus Bigerina
h. Kombinasi triserial dan uniserial, contoh : Genus Clarulina
i. Cangkang planispiral, cangkang dimana semua putaran kamarnya terletak
pada satu bidang, contoh : Genus Operculina.
j. Cangkang involute, cangkang dimana putaran kamar yang terakhir
menumpangi kamar yang terdahulu sehingga kamar putaran terakhir yang
hanya tampak, contoh : Genus Robulus
k. Cangkang evolute, cangkang dimana seluruh putaran kamarnya dapat
dilihat, contoh : Genus Assilina
l. Cangkang rotaloid, cangkang dimana semua putaran kamarnya terlihat
dari pandangan dorsal, sedang dari pandangan ventral hanya putaran
terakhir yang terlihat, contoh : Rotalia
m. Cangkang biloculina, contoh : Genus Pyrgo
n. Cangkang triloculine, contoh : Genus Triloculina
o. Cangkang Quingueloculine, contoh : Genus Quingueloculina
Uniserial equitant
-. Vaginulina bernardi
Biserial Biserial
-. Bolivina sp
-. Heterohelix pulchra
Uniserial (linier)
-.Nodogenerina tappani
Evolute planispiral
Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda
27
Trochospiral
-.Eoglobigerina operta
Gambar 10. Berbagai bentuk cangkang polythalamus
(Sumber: buku panduan mikropaleontologi,ist akprind)
C. Aperture
Macam-macam aperture :
a. Primary aperture : lubang utama yang terletak pada kamar akhir, contoh :
Globigerina
b. Secondary aperture : lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
c. Accesory aperture : lubang yang nampak tidak langsung kamar utama
tetapi pada asesoris struktur, contoh : Catapsydrox.
28
Gambar 11. Macam-macam aperture
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)
29
h. Aperture Cribate, aperture yang bentuknya seperti saringan, lubang
umumnya halus dan tersebar pada permukaan kamar akhir, contoh : Genus
Miliola & Ammomassilina.
i. Aperture tambahan, sering juga disebut sebagai accesory aperture
berupa lubang-lubang yang lebih kecil sebagai tambahan dari sebuah
lubang yang lebih besar, yaitu aperture utama, contoh : Genus
Globigerinoides.
j. Aperture entosolenian, aperture yang memiliki leher dalam, contoh :
Genus Entosolenia.
k. Aperture ectosolenian, aperture yang memilimi leher luar yang pendek,
contoh : Genus Ectosolenia.
l. Aperture dendritik, berbentuk seperti ranting pohon dan terletak pada
septal face, contoh : Genus Dendritina.
m. Aperture yang bergigi, berbentuk lubang melengkung yang pada bagian
dalamnya terdapat tonjolan yang menyerupai gigi (single tooth), contoh :
Pyrgo & Quingueloculina.
n. Aperture virganile/bulimine, berbentuk seperti koma yang melengkung,
contoh : Genus Virgulina, Bulimina, Buliminela dan Cassidulina.
Berdasarkan bentuknya, aperture juga dibedakan seperti gambar 12 :
30
Radial Celah/slitlike
Bulat
Koma/virgulin
Corong
31
2. Costae, galengan vertical yang dihubungkan dengan garis-gariis suture
yang halus. Contoh : Bulimina & Uvigerina.
3. Spines, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi-tepi kamarnya. Contoh :
Hankenina, Asteerorotalia. Retrall process : merupakan garis-garis suture
yang berkelok-kelok dan biasa dijumpai pada Amphistegina.
4. Bridged suture, adalah garis-garis suture yang terbentuk dari septa yang
terputus-putus. Contoh : Elphidium.
5. Limbate suture, garis-garis suture yang berbentuk kumpalan pori-pori
yang halus.
6. Umbilical plug, bagian pusat cangkang, dapat berbentuk bulatan yang
menonjol ataupun yang cekung kedalam.
7. Umbilicus, bagian pusat cangkang yang biasanya merupakan bagian kamar
pertama.
8. Reticulate, bentuk dinding cangkang yang berupa pori-pori bulat yang
kasar.
9. Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berupa pori-pori bulat
yang kasar.
10. Cancellata, permukaan luar cangkang dengan pori-pori kasar dan tidak
selalu bulat bentuuknya.
11. Pustulose, permukaan luar cangkang yang dihiasi dengan bulatan-bulatan
yang menonjol.
12. Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.
32
Aperture
Plat/lempeng gigi
Lips/bibir Flaps
Umbilical plug
Smooth/halus tanpa hiasan
Punctate/berpori
Spines/duri
Concellate
Costae/Bridge
Pustulose
Keel
Aperture assesoris (aca)
(bu : bulla)
Limbate suture
33
2.2.1 Foraminifera Planktonik
34
.
1. Susunan Kamar
a. Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
1) Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
sama. Contoh : Hastigerina
2) Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak
semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral
dan dorsal tidak sama. Contoh : Globigerina
3) Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian
planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-
kamar sebelumnya. Contoh : Pulleniatin
2. Aperture
35
1) Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus
atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
2) Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical,
adalah aperture utama interiomarginal yang terletak pada
daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri. Contoh :
Globorotalia.
3) Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah equator,
dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan hanya
dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan
batas putaran akhir dengan putaran sebelum peri-peri. Contoh :
Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil
atau lubang tambahan dari aperture utama. Contoh :
Globigerinoides
c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur
accessory atau aperture tambahan. Contoh : Catapsydrax
36
a. Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening.
Aperture ini adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar sebelumnya
oleh kamar terakhir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini
(dapat dilihat pada gambar 14) :
1) Orbulina universa
37
b. Genus Globigerina
1) Globigerina nephentes (dapat dilihat pada gambar 17)
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran
melipat ke atas.
38
4) Globigerina tripartite (dapat dilihat pada gambar 20)
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir bertambah besar
ukurannya. Umbilicusnya sempit dan triangular.
c. Genus Globigerinoides
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada
kamar terakhir terdapat aperture sekunder.
39
2) Globigerinoides conglobatus (dapat dilihat pada gambar 22)
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir
bertambah secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam.
Aperture primer interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung
dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.
40
Gambar 24. Spesies Globigerina fistulosus
(Sumber: http://www.paleontology.com)
41
7) Globigerinoides primordius (dapat dilihat pada gambar 27)
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides
tetapi mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.
d. Genus Globoquadrina
42
Gambar 29. Spesies Globigerina dehiscens
(Sumber: http://www.paleontology.com)
e. Genus Sphaeroidinella
43
f. Genus Sphaeroidinellopsis
g. Genus Pulleniatina
44
h. Genus Catapsydrax
2. Family Globorotaliidae
Umumnya mempunyai bentuk test biconvex, bentuk kamar
subglobular atau angular conical, susunan kamar trochospiral.
Aperture mamanjang dari umbilicus kepinggir test dan terletak pada
dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan
ada pula yang tidak. Genus yang termasuk dalam family
Globorotaliidae:
a. Genus Globorotalia
Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dibagi menjadi
2 subgenus,yaitu:
1) Subgenus Globorotalia
45
lainnya maka penulisannya diberi kode sebagai berikut : Globorotalia
(G) Beberapa spesies yang termasuk subgenus ini :
46
2) Subgenus Turborotalia
Mencakup seluruh Globorotalia yang tisak mempunyai keel.
Untuk penulisannya diberi kode sebagai berikut: Globorotalia (T)
Beberapa spesies yang termasuk subgenus ini:
47
Gambar 38. Genus Hantkenina-spesies Hantkenina alabamensis
(Sumber: http://www.paleontology.com)
c. Genus Hastigerina
48
Gambar 40. Genus Hastigerina-Spesies Hastigerina aequilateralis
(Sumber: http://www.paleontology.com)
49
1. Tahapan Cara Mendeskripsi Foraminifera Bentonik
50
Gambar 42. Bentuk Test botol
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
51
Gambar 45. Bentuk Test Planispiral
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
f) Zigzag
Contoh : Lenticulina sp
g) Radiate
Contoh : Astroshizalimi colasandhal
52
Gambar 47. Bentuk Test Arburescent-Fusifom
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
- Pyriform
Contoh : Elipsoglandulina velascoensis
- Conical (kerucut)
Contoh : Textularia ere/osa
- Semicircular (fanshaped-flabelliform)
.Contoh: Pavaninaflabelliformis
Beberapa foraminifera yang memiliki cangkang monothalamus yang di
tunjukkan pada gambar 48 dan 49.
53
Gambar 48. Macam-macam bentuk cangkang monothalamus
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
2) Polythalamus
54
b) Linier tanpa leber, kamar tidak bulat dan antara kamar
yang satu dengan kamar yang lainnya tidak didapat neck.
Contoh : Nodosaria.
c) Equitant uniserial, test uniserial tidak mempunyai leher,
tetapi sebaliknya kamamya sangat berdekatan sehingga
menutupi sebagian yang lain. Contoh : Glandu/ina.
d) Curvilinierl uniserial arcuate, test uniserial tapi sedikit
melengkung dan garis batas kamar satu dengan yang
lainnya atau sututre membentuk sudut terhadap sumbu
panjang. Contoh : Dentalina
e) Coiled test atau test yang terputar, macam macamnya
yaitu Planispiral coiled test, test yang terputar pada satu
bidang datar, di bagi dua:
e.1) Involute yang di tunjukkan pada gambar 50, test
yang terputar dengan putaran akhir menutupi
putaran yang sebehunnya, sehingga putaran akhir
saja yang terlihat. Contoh : Elphidium
55
dari bagian peri-peri dari pada di bagian umbilicus.
Contoh : Nonion
56
e.7) Triserial yang di tunjukkan pada gambar 53, test
yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulim
57
e.10) Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3
susunan kamar. Bentuk ini sangat jarang ditemukan.
58
4) Aperture cribralateral, cribrate/inapertural face cribrate.
Bentuknya seperti saringan, lubang uummnya halus dan
terdapat pada permukaan kamar akhir.
5) Terminal
6) Primary Aperture, yaitu :
a) Primary aperture interiomarginal umbilical
b) Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple aperture
lip/ ventral and peripheral.
c) Spilo umbilical/interiomarginal equatorial.
Berikut adalah foraminifera dengan beberapa genus dan keterangan
determinasinya, yang di tunjukkan pada gambar 56 dan 57.
59
Gambar 57. Contoh genus foraminifera bentonik dan keterangannya
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
60
2.3 Aplikasi Foraminifera
61
diIndonesia adalah Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma
(1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif
karenaumumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik
sebagai fosil penunjuk.
62
Tabel 6. Contoh hasil analisis foram planktonik pada Batupasir, Kulon progo-DIY
Umur
Oligosen
kuarter
Pliosen
Miosen
Glg. Nepentnes
Glt. Pseudomenardi
Gld. ruber
Glt. acostoensis
Glt. Multicamerata
Glt.Miocanica Palmer
Orb. Bilobita
Glt. Obesa
63
adalah perbandingan tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan
jumlah biozona yang menyusunnya). Seluruh biozonasi planktonik
mengunakan datum pemunculan awal dan akhir spesies tertentu untuk
manbatasi masing-masing zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan
dalam penarikan batas-batas zona setiap boizonasi. boizonasi foraminifera
kecil (benthos), selain digunakan untuk penentuan lingkungan purba,
beberapa spesies foraminifera kecil (bentonik) dapat di gunakan untuk
penentuan umur.
2.3.2 Penentuan Lingkungan Pengendapan
64
Lingkungan Litoral Neritik Batial
pengendapan
Ratio = 1213
X 100%
1213 + 47
65
BAB III
METODOLOGI
metode primer dan metode sekunder. Metode primer ialah metode yang
mengguankan data lapangan secara langsung yang berasal dari pengambilan data
metode berdasarkan dasar teori yang diambil dari buku panduan pratikum,
Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama Fieldtrip ini
berlangsung diantaranya :
a. Peralatan Kelompok
Palu geologi
GPS
Kompas geologi
Lup
Camera digital
Tenda
66
Pita meter / Rol Meter 25 atau 50 M
HCL 0,1 N
b. Peralatan Individu
Kantung sample
Papan clipboard
Buku lapangan
Kertas A4
Spidol
Alat tulis
Wadah Sample
Larutan H2O2
Mesin Pengayak
Jarum preparat
67
3.3 Langkah Kerja
1. Proses Penguraian Batuan
68
Cara yang dilakukan :
69
Oleh karena itu, pengayakan harus digiyang sehingga dengan demikian
berarti bahwa yang dimaksudkan dengan besar butir adalah diameter yang
kecil / terkecil.
Ukuran ayakan dinyatakan dalam Mesh yang berarti jumlah
jaringan per-inchi. Standar dan merek dari sistem mesh ini bermacam-
macam, antara lain : ASTM (American Standard for Testing Material),
dimana juga tertera besarnya lubang dalam milimeter. Dari beberapa unsur
mesh ini harus dipilih satu unit ayakan dengan selang besar lubang tertentu
dan lebih kecil selang lubangnya lebih teliti analisisnya.
Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
a. Cara kering
1) Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
2) Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah
tersusun baik sesuai denagn keperluan
3) Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
4) Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan
dimasukkan dalam botol/plastik contoh batuan
b. Cara basah
70
Tabel 4. Skala Ayakan menurut ASTM
71
e) Kertas untuk memberi nama fosil
f) Tempat fosil
g) Mikroskop
. 4. Determinasi Fosil
72
BAB IV
PEMBAHASAN
STA 01
400m
73
Lingkungan Pengendapan Laut dalam dicirikan dengan lempung yang telah
Foto 4.1. Analisa Litologi singkapan perselingan batupasir, lanau, lempung, &
napal terletak di Desa Paranonge Kec. Ulubongka Kabupaten Tojo Una-Una.
STA 02
74
Cuaca : Cerah
Vegetasi : Jarang (Pohon Pinus, Semak belukar)
Morfologi : Pebukitan Denudasional
Litologi : Batuan Sedimen (pasir kasar, pasir halus, lempung)
Terdapat Fosil Bentonik & Planktonik
400m
Hasil sedimentasi ini dipengauhi juga oleh kehidupan plankton laut yang
terdistribusi oleh arus didalam lautan. Yang terpenting dari transport
sedimen laut adalah bahwa ketebalan dari lapisan sedimen mencerminkan
rejim aliran baik terdahulu maupun yang resen, beserta topografi dari
lapisan tersebut misalnya gelembur gelombang.
Foto 4.2. Analisa Litologi singkapan perselingan batupasir, lanau, lempung, &
napal terletak di Desa Paranonge Kec. Ulubongka Kabupaten Tojo Una-Una.
75
4.2 Fasies & Lingkungan Pengendapan
kimia, biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Adapun fasies pada stasiun
1-4 dan berdasarkan aspek fisikanya maka fasies pada stasiun ini terbagi dua
yaitu pasir kasar dan pasir halus dan litologi yang sama yaitu batu pasir karbonat
dan lempung dalam lingkungan yang sama pula lingkungan pengendapan Neritik
76
Memiliki Litologi Pasir sedang pada bagian atas, lanau di tengah, dan pada
bagian bawah lapisan ada lempung.
Memiliki Litologi Pasir halus pada bagian atas, pasir kasar di tengah, dan
pada bagian bawah lapisan ada lempung.
77
Foto 4.3.2 Analisa Struktur Sedimen Wavy di Daerah Ulubongka
Kabupaten Tojo Una-Una
78
Memiliki Litologi Pasir halus pada bagian atas, pasir sedang di tengah, dan
pada bagian bawah lapisan ada pasir kasar.
79
4.5 Morfologi
Proses sedimentasi terjadi bila terjadi ketika sungai tidak mampu lagi
mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang,
maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru
kemudian diendapkan material yang lebih halus.
80
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
yang jauh hal ini dapat diinterpretasikan dari bentuk material sedimen
Berdasarkan analisa ukuran butir yang telah dilakukan maka ukuran butir
Adapun fasies pada stasiun ketiga berdasarkan sifat fisiknya maka fasies
pada stasiun ini terbagi dua yaitu pasir kasar dan pasir halus.
5.2 Saran
81