Anda di halaman 1dari 81

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang

mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang

berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sitematik

yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi, dan mengenai

kepentingannya terhadap stratigarfi atau ilmu yang mempelajari sisa organisme

yang terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop.

Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop

dinokular yang di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran kristal

,mineral,semen dll.pada umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari

0,5mm, untuk mempelajainya kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari fosil

tersebut. FOSIL berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali

dan/ sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan. Beberapa kegunaan dari fosil,

khususnya mikrofosil :

a. Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu

batuan

b. Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)

c. Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu

d. Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan

1
e. Evolusi kehidupan ( mengetahui urut-urutan perkembangan kehidupan

suatu spesies)

f. Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi

g. Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau

h. Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme

selama sejarah kehidupan

i. Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HC)

A. Sejarah Mikropaleontologi
Sebelum zaman masehi, fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera
sangat sedikit untuk di ketahui. Meskipun demikian filosofi-filosofi Mesir
banyak yang menuis tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai
fosil.
a. Herodotus dan Strabo pada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi
menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan
bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang
telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil
numulites. Fosil ini terdapat dalam batugamping brumur Eosen yang di
gunakan sebagai bahan bangunan piramida di negara tersebut.
b. Agricola pada tahun 1546 mengambarkan benda-benda aneh tersebut
sebagai Stone Lentils Gesner tahun 1565 menulis tentang sistematika
paleontology.
c. Van Leewenhoek (tahun 1660) menemukan miroskop, terhadap fosil
mikro berkembang dengan pesat.
d. Beccarius (tahun 1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang
dapat dilihat dengan mikrosop.
e. Carl Von Lineous adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama
baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (System Naturae) tata nama
baru ini penting, karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai

2
sekarang ini digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan pada
umumnya.
f. Dorbigny (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan
dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti
Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.
g. Ehrenberg dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai
jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang sejarah
perkembangan foraminifera dilakukan oleh Carpenter (1862) dan Lister
(1894). Selain itu mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrosfir dan
megalosfir dari cangkang-cangkang foraminifera.
h. Chushman (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera
dan menitikberatkan penelitianya pada study determinasi foraminifera,
serta menyusun kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminifera.
i. Jones (1956) banyak membahas fosil mikro diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-
fosil tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.
B. Taksonomi
Carl Van Lineous (1758), ahli Botani dari Swedia yang memperkenalkan
tata nama baru dalam bukunya Systema Naturae, mengusulkan Taksonomi
dan sampai sekarang masih dipercaya dan digunakan oleh banyak orang. Tata
cara penamaan yang digunakan menggunakan bahasa latin.
Taksonomi adalah tata cara penamaan atau sistematika penamaan tingkat
kehidupan yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah.
Kingdom : Jumlah tertentu dan pasti (yakni : Flora & Fauna)
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class : Sudah teridentifikasi dan pasti
Ordo : sehingga tidak berubah
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan
penamaan Genus baru di alam.
Species : Dimungkinkan ditemukan di alam

3
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas
Baru yang lebih unggul
Secara garis besar Kingdom dapat diklasifikasikan kedalam 5 kingdom,
yaitu :
Chromista (diatoms, coccolith )
Fungi (Fungi)
Metaoza (Animals)
Plantae (Plants)
Protista (Protists)
C. Penamaan Genus-Spesies
Untuk penamaan genus hanya diberikan dengan satu suku kata dan
ditulis dengan huruf tegak dan diawali dengan huruf besar, contoh :
Globorotalia.
Sedangkan untuk tingkat spesies, nama genus ditambah satu suku kata
(ada dua suku kata) dan ditulis dengan menggunakan huruf miring atau
digaris bawahi, untuk suku kata kedua ditulis dengan huruf kecil. Contoh :
Globorotalia tumida atau Globorotalia tumida.
D. Kingdom Protista
Menurut Haeckel (1866) binatang primitif bersel satu termasuk
Kingdom Protista yang dapat dibagi menjadi 12 Phylum, diantaranya
Phylum Protozoa.
Class : 1. Flagellata/Mastigosphora
2. Sarcodina/Rhizopoda
3. Sporozoa
4. Ciliatta (Infusoria)
Class sarcodina terbagi menjadi 8 ordo, yaitu :
Ordo : 1. Foraminifera*
2. Proteomyxa
3. Mycetozoa
4. Amoebina
5. Testaccea

4
6. Heliozoa*
7. Radiolaria*

Mempunyai bagian yang keras, dalam praktikum Mikrpaleontologi ini


akan dibahas mengenai Ordo Foraminifera dan Radiolaria, sedangkan
Heliozoa tidak dibahas karena fosil ini hanya dapat dilihat menggunakan
mikroskop dengan perbesaran tinggi. Selain itu, juga akan diperkenalkan
mikrofosil lainnya, yaitu : Diatome, Conodonta, Ostracoda dan
Nannofosil.
1.2 Lokasi, Luas, dan Kesampaian Daerah
Lokasi penelitian terdiri atas beberapa titik yaitu lokasi pertama terletak di

Kemudian penenlitian dilanjutkan didesa Paranonge (Sta 1-3) & Silanca

(Sta 4), tepatnya di Kecamatan Ulubongka (Sta 1-3) & Lage (Sta 4) , Kab

Poso & Kab. Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu,

Universitas Tadulako berjarak kira-kira 421 km ke arah barat, bisa

ditempuh dengan kendaraan motor atau bus. Pada fieltrip kali ini ditempuh

dengan menggunakan bus selama kurang lebih 6 jam 20 menit dari stasiun

pertama daerah Jembatan Ulubongka Kabupaten Tojo Una Una dengan

jarak tempuh sekitar 5 km.

1.3 Maksud dan Tujuan Pemetaan

Maksud praktikum Mikropaleontologi adalah untuk mengenal berbagai

macam fosil mikro terutama dari golongan Foraminifera yang umumnya

banyak dijumpai.

5
Tujuannya mendeskripsikan fosil-fosil Foraminifera, sehingga pratikan

dapat menentukan umur relatif suatu batuan, membantu dalam studi

lingkungan pengendapan dan korelasi stratigrafi dengan daerah lain.

1.4 Perlengkapan Lapangan dan Kegunaannya


Perlengkapan-perlengkapan yang digunakan selama melakukan
observasi di lapangan adalah :

Peta topografi
Digunakan sebagai peta dasar untuk melakukan orientasi medan dan
pengeplotan titik pengamatan di lapangan.
Kompas
Digunakan untuk melakukan orientasi medan/pengeplotan titik
pengamatan, mengukur kelerengan morfologi dan untuk mengukur
data struktur baik struktur primer maupun sekunder.
Buku catatan lapangan
Digunakan untuk mencatat data-data yang ada pada saat melakukan
observasi lapangan.
Alat tulis
Digunakan sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan.
Kamera digital
Digunakan untuk mengambil data berupa gambar yang ada di
lapangan.
Tas/ransel/backpack

Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua peralatan yang


digunakan di lapangan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikropaleontologi

Fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang berbeda-beda,


sehingga penelitiannya dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ada
penelitian fosil yang dilakukan secara megaskopis, artinya dilakukan dengan
mata bugil/dengan loupe (kaca pembesar). Disamping itu, ada juga cara
penelitian secara mikroskopis, artinya penelitian dilakukan dengan
menggunakan alat mikroskop.
Mikropaleontologi merupakan studi yang secara khusus mempelajari sisa-
sisa oraganisme yang terawetkan di alam dengan menggunakan mikroskop.
Organisme yang terawetkan tersebut dinamakan fosil mikro karena
berukuran sangat kecil. Sebagai contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari
organisme golongan foraminifera. Golongan ini umumnya mempunyai
ukuran yang kecil, sehingga untuk mengadakan penelitian harus
menggunakan mikroskop. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari
0,5 mm, tetapi ada pula yangg mencapai 19 mm (Genus Fusulina).
Fosil-fosil mikro antara lain dari : Calcareous Nannofosil, Conodonts,
Diatoms, Foraminifera, Ostracoda dan Radiolaria.
Mikrolitologi merupakan studi mikroskop yang membahas tentang batuan
sedimen, antara lain warna, tekstur, struktur, pemilahan, fragmen, serta
sementasi dari sedimen. Alatnya berupa mikroskop Binokuler.
Mikrostratigrafi merupakan gabungan ilmu mikropaleontologi dengan
mikrolitologi, khususnya digunakan dalam korelasi.

7
2.1.1 Sejarah Mikropaleontologi

Sebelum zaman masehi, fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat


sedikit untuk diketahui. Meskipin demikian, filosof-filosof Mesir banyak yang
menulis tentang keanehan alam.
HERODOTUS dan STRABO (abad kelima dan ketujuh sebelum Masehi)
menemukan benda-benda aneh disekitar Piramid, mereka mengatakan bahwa
benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang telah menjadi keras,
padahal benda tersebut adalah fosil-fosil Nummulites. Fosil ini terdapat pada
batugamping berumur Eosen, yang digunakan sebagai bahan bangunan Piramid.
Perkembangan ilmu mikropaleontologi :
a. AGRICOLA (1739) menggambarkan benda-benda aneh tersebut sebagai
Stone Lentils.
b. GESNER (1565) menulis tentang sistematika paleontologi.
c. VAN LEEUWENHOEK (1660) menemukan mikroskop. Dengan
penemuan alat ini, maka penyeledikan terhadap fosil mikro berkembang
dengan pesat.
d. BECCARIUS (1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang
dapat dilihat pada mikroskop.
e. CARL VON LINEOUS (1758), orang swedia yang memperkenalkan tata
nama baru dalam bukunya yang berjudul Systema Naturae. Tata nama
ini penting karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai sekarang
digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan.
f. DORBIGNY (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang
digolongkan dalam kelas Cephalopoda. Beliau juga menulis tentang fosl
mikro seperti Ostracoda, Conodonta, sehingga beliau dikenal sebagai
Bapak Mikropaleontologi.
g. EHRENBERG dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai
jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata. Penyelidikan tentang sejarah
perkembangan foraminifera dilakukan oleh CARPENTER dan LISTER

8
(1894). Selain itu, mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrofosil dari
cangkang-cangkang foraminifera.
h. CUSHMAN (1927) pertama kali menulis tantang fosil-fosil foraminifera
dan menitikberatkan pada studi determinasi foraminifera, serta menyusun
kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminfera.
i. JONES (1956) membahas fosil mikro, diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-fosil
tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.

2.1.2 Pengertian

Fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang berbeda-beda,


sehingga penelitiannya dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ada
penelitian fosil yang dilakukan secara megaskopis, artinya dilakukan dengan
mata bugil/dengan loupe (kaca pembesar). Disamping itu, ada juga cara
penelitian secara mikroskopis, artinya penelitian dilakukan dengan
menggunakan alat bantu yaitu mikroskop.

Mikropaleontologi merupakan studi yang secara khusus mempelajari sisa-


sisa organisme yang terawetkan di alam dengan menggunakan mikroskop.
Organisme yang terawetkan tersebut dinamakan fosil mikro karena berukuran
sangat kecil. Sebagai contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari organisme
golongan foraminifera. Golongan ini umumnya mempunyai ukuran yang
kecil, sehingga untuk mengadakan penelitian harus menggunakan mikroskop.
Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 0,5 mm, tetapi ada pula yang
mencapai 19 mm (Genus Fusulina).

9
2.1.3 Fosil Mikro

Definisi Mikro fosil menurut Jones, 1936: Mikro fosil adalah setiap
fosil yang biasanya kecil dan untuk mempelajarinya digunakan alat bantu
Mikroskop. Fosil mikro dalam batuan tersebut terdapat bersama dengan
bahan lain telah direkatkan oleh semen. Dalam mikropaleontologi yang
dipelajari adalah Phylum protozoa, class Sarcodina, Ordo Foraminifera.

Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :

a. Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu adalah Fosil yang digunakan
sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya jenis fosil ini mernpunyai
penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
b. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman adalah Fosil yang dapat digunakan untuk
menentukan lingkungan pengendapan. Pada umumnya yang dipakai adalah
benthos yang hidup di dasar.
Contoh : Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966).
c. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil Diagnostik / Fosil Kedalaman adalah
Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang
bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18).
d. Fosil Lingkungan adalah Fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk
lingkungan sedimentasi. Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
e. Fosil Iklim adalah Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada
saat itu. Contoh : (Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).

2.1.4 Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil

Seorang sarjana Swedia, Carl Von Line (1707-1778) yang


kemudian melahirkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat
suatu hukum yang dikenal LAW OF PRIORITY (1958), yang pada
pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan suatu
individu tidak dipergunakan untuk nama individu yang lain. Nama

10
kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat
spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata.
Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh orang yang menemukannya.
Beberapa contoh penamaan fosil adalah sebagai berikut:

a. Globorotalia menardii exilis Blow, 1969 atau Globorotalia menardii exilis


Blow, 1969 Penamaan fosil hingga subspesies diketemukan oleh Blow,
tahun 1969.
b. Globorotalia humerosa n.sp. TAKAYANAGI & SAITO, 1962 atau
Globorotalia humerosa n.sp. TAKAYANAGI & SAITO, 1962 n.sp.
artinya spesies baru.
c. Globorotalia rubber elongatus (DORBIGNY), 1862 atau Globorotalia
rubber elongatus (DORBIGNY), 1862 Penemuan pertama dari fosil
tersebut adalah DORBIGNY dan pada tahun 1862 fosil tersebut diubah
oleh ahli lain yang menemukannya. Hal ini sebagai penghormatan pada
penemu pertama kali nama fosil tersebut dicantumkan dalam kurung.
d. Pleumotora carinata GRAY, Van woodwardi MARTIN atau Pleumotora
carinata GRAY, Van woodwardi MARTIN Yang artinya GRAY
memberikan nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama
varietas.
e. Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969 atau
Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969 n.sbsp artinya
subspesies baru.
f. Dentalium (s.str) ruteni MARTIN atau Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Artinya fosil yang ditemukan tersebut sinonim dengan Dentalium ruteni
MARTIN yang diumumkan sebelumnya.
g. Globigerina angulisuturalis ? atau Globigerina angulisuturalis ? Artinya
tidak yakin apakah betul Globigerina angulisuturalis.
h. Globorotalia cf. tumida atau Globorotalia cf. Tumida Artinya tidak yakin
apakah bentuk ini betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan
dengan spesies ini. ( cf = confer )

11
i. Sphaeroidinella aff dehiscens atau Sphaeroidinella aff. Dehiscens Artinya
bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaeroidinella dehiscens. ( aff =
affiliation )
j. Ammobaculites spp. atau Ammobaculites spp.Mempunyai bermacam-
macam spesies.
k. Recurvoides sp atau Recurvoides sp Artinya spesies (nama spesies belum
dijelaskan ).

2.2 Foraminifera

Foraminifera merupakan binatang yang terdiri dari satu sel yang


sangat sederhana, sel tersebut terdiri dari protoplasma dan inti (bias lebih dari
satu). Ciri khas foraminifera adalah adanya pseudopodia (kaki semu) yang
berfungsi sebagai alat penggerak dan menangkap mangsanya. Foraminifera sudah
memiliki cangkang dimana cangkang tersebut dibentuk oleh protoplasma ataupun
diambil dari bahan-bahan disekelilingnya. Pada umumnya cangkang tersebut
terbuat dari zat organic ataupun anorganik dan memiliki pori-pori dengan satu
atau lebih lubang yang disebut aperture.
Tempat hidup foraminifera dapat di laut, danau, rawa-rawa baik yang
berair ataupun tidak, tawar maupun asin, dan perkembangbiakannya dengan cara
sexual dan asexual. Perkembangan foraminifera dapat menghasilkan cangkang
yang berbeda, dimana satu individu dapat menghasilkan dua cangkang yang
berlainan bentuknya (dimorphisme), bahkan ada juga yang trimorphisme.
Perkembangan sexual akan menghasilkan cangkang mikrosfir, sedangkan secara
asexual akan menghasilkan cangkang megalosfir.
Pada batuan sedimen, golongan ini lebih banyak dijumpai sehingga lebih
berharga dari ordo-ordo lain pada kelas Sarcodina. Golongan ini telah muncul
sejak zaman Pra-Kambrium (+ 550 tahun yang lalu) sampai sekarang dengan
jumlah spesies + 40.000 jenis spesies. Selain dari itu, Foraminifera dapat juga
dipakai sebagai korelasi batuan untuk penentuan lingkungan pengendapan atau
juga sebagai fosil petunjuk.Siklus hidup foraminifera dapat dilihat pada gambar 2.

12
Gambar 3. Siklus hidup foraminifera
(Sumber: Geoldstein 1999)
2. Sejarah perkembangan kehidupan foraminifera
Perkembangan foraminifera secara garis besar dapat sebagai berikut :
a. Early Cambrian (~525 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul dalam cetakan batuan dari foram
benthonic yang mempunyai komposisi aglutin dan mempunyai kamar
tunggal dimana juga terdapat cetakan berupa dwelling structure (struktur
menghuni) yang merupakan cetakan dari kehidupan foram benthonic
tersebut.
b. Late Cambrian (>500 million years ago)
Foram yang mempunyai Multi-chambered ( lebih dari 3 kamar)
berkembang.
c. Devonian (>360 million years ago)
Microgranular dan porcellaneous (biomineralized) calcareous tests
pertama kali berkembang.
d. Middle Pennsylvanian (~308 million years ago)
Foraminifera berkembang dengan komposisi hyaline calcareous dan
ditambah pula spesies foram besar muncul.
e. End Permian (~250 million years ago)

13
Kepunahan masal dari sebagian besar foraminifera termasuk foram
besar berupa Fusilina. Kepunahan ini dipercaya sebagai yang terbesar
dalam sejarah bumi dengan kepunahan 90-95 % seluruh spesies laut.
f. Early Jurassic (~183 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul hingga sekarang, begitu pula foram
benthonik.
g. Middle Cretaceous (~112 million years ago)
Distribusi foram planktonik memulai perkembangan secara cepat.
h. End Cretaceous (~65 million years ago)
Berkurangnya keanekaragaman planktonik dan kepunahan dari
sebagian besar spesies foram planktonik. Foram yang berukuran lebih
kecil umumnya dapat bertahan dari kepunahan.

i. End Paleocene (~55 million years ago)


Kepunahan dari hampir separuh (30-50%) foram benthonic (laut
dalam).
j. Late Eocene to Early Oligocene (~30-39 million years ago)
Kepunahan foram yang berukuran lebih kecil sangat banyak dan
spesies foram benthonic dapat melalui periode ini.
k. Middle Miocene (~12-19 million years ago)
Kelimpahan foram mengubah dokumentasi yang ada dan juga
berkembang varietas foram benthonic modern.
l. Today
Lebih dari 10.000 spesies foram yang hidup. Sebagian besar
merupakan foram benthonic, hanya 40-50 spesies yang merupakan foram
planktonik.

3. Ekologi Foraminifera

Ekologi mempelajari hubungan kehidupan foraminifera dengan


lingkungan sekitarnya. Foraminifera dibedakan menjadi dua berdasarkan cara
hidupnya, yaitu foram planktonik dan foram benthonik. Foram plankton hidup di

14
sekitar permukaan air laut dan mengambang, sedangkan foram benthonik hidup di
dasar laut. Foram planktonik hidup di kedalaman 100-300 m, umumnya
lingkungan air laut dingin, hidupnya agak kebawah permukaan laut, sedangkan
pada daerah tropis hidup sekitar 30 meter di bawah permukaan laut.
Seringkali pada malam hari, foraminifera naik ke permukaan dan pada
siang hari turun, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan
ternyata mempengaruhi kehidupan foraminifera.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera :
a. Suhu
Suhu di samudra tidak sama, di dekat kutub suhunya rendah, kadang-
kadang mencapaii nol derajat celcius, sedangkan di ekuator suhunya lebih tinggi.
Daerah dingin dicirikan dengan bentuk uniform, besarnya juga hampir sama,
golongan aglutin ukurannya besar-besar, -2o - +27o C untuk lautan dan +35oC
untuk lautan tertutup.
Menurut CUSHMAN, foram dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan
daerah hidupnya, yaitu :
1) Foram afrika utara
2) Foram indo-pasifik
3) Foram mediteran
4) Foram india barat
Suhu air laut berubah ke jurusan lateral dan vertikal. Karena di daerah
kutub dingin, sedangkan di katulistiwa panas, maka terjadi sirkulasi air laut.
Tetapi karena dipisahkan oleh pulau-pulau maka ini mengakibatkan terjadinya
foraminifera aendemik. Perubahan temperatur air laut juga mempengaruhi
perkembangbiakan. Kedalaman juga mempengaruhi perkembangan foraminifera.
Ada foraminifera yang hidup pada kedalaman tertentu, seperti Gyroidina dan
Anomalia (hanya hidup pada laut yang cukup dalam).

b. Kadar Garam (Salinitas)

Kadar garam juga dapat mempengaruhi kehidupan foram. Umumnya kadar


garam air laut yang terbuka, yaitu antara 3% - 3,3%, tetapi kadar garam ini dapat

15
berubah tergantung di daerahnya. Sebagai contoh adalah Laut Tengah yang
merupakan laut tertutup dan memiliki iklim yang kering dengan kadar garam
dapat naik menjadi 4,15 4,4%, bahkan di Laut Mati kadar garamnya demikian
tingginya, sehingga terjadi pengendapan garam di tepi-tepinya, sebaliknya pada
muara-muara sungai umumnya terjadi penurunan kadar garam. Adanya perubahan
kadar garam ini dapat menyebabkan kumpulan foraminifera tertentu yang hidup
sesuai dengan daerah yang cocok untuk hidupnya.

c. Cahaya Matahari (Kedalaman)

Daya tembus cahaya matahri terbatas pada kedalaman sekitar 300 meter
dibawah permukaan laut. Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan
untuk kelangsungan hidupnya dan cahaya ini akan bereaksi dengan hijau daun
dari tumbuhan. Foraminifera pada umumnya bersama-sama dengan ganggang,
maka secara tidak langsung sinar matahari mempengaruhi kehidupan
foraminifera. Karena itu di laut dalam, foraminifera benthos sedikit jumlahnya.
Foraminifera benthos banyak dijumpai pada zona neritik, karena daerah ini
sedimentasi cukup kuat. Foraminifera jarang dijumpai pada daerah litoral karena
pengaruh gelombang yang besar.
d. Kumpulan kehidupan

Foraminifera hidup pada daerah tertentu sesuai dengan syarat kondisi


hidupnya. Bila kondisi baik, foram akan berkembangbiak dengan cepat sehingga
akan terdapat kumpulan kehidupan yang sangat banyak pada daerah tersebut.
Akibatnya akan muncul kekurangan makanan dan menimbulkan persaingan
hidup, sehingga yang lemah akan mati atau pindah mencari kumpulan kehidupan
yang lain. Macam-macam perpindahan dan pencarian lingkungan baru akan saling
menguntungkan atau merebut makanan dari lingkungan yang sudah ada. Sebagai
contoh adalah Genus Discorbis yang menempel pada binatang lain dan dipakai
sebagai indikator laut dangkal.
Ekologi diatas dapat diterapkan pada zaman lampau, sehingga dengan
melihat fosil-fosil foram dapat ditentukan keadaan pada zaman tersebut. Sebagai

16
contoh, umumnya foraminifera plankton hidup pada laut terbuka. Oleh karena
hidupnya pada lautan terbuka, maka foraminifera plankton akan semakin banyak
dijumpai ditengah lautan, sebaliknya semakin ke pantai semakin sedikit. Pada
foraminifera benthos, jumlahnya semakin ketengah lautan semakin sedikit dan
makin kearah pantai semakin banyak.
Untuk melihat tafsiran ekologi, orang harus berhati-hati karena mungkin
ada peristiwa dimana golongan plankton banyak dan golongan benthos sedikit
disebabkan bukan karena adanya suatu laut terbuka, melainkan adanya
lingkungan air setengah asin. Hal ini dapat terjadi karena golongan plankton hidup
dengan baik sedang benthos sukar hidup, contohnya kehidupan di Laut Hitam.
Selain itu juga dapat terjadi karena longsor di laut, sehingga untuk penentuan
ekologi juga penting diketahui kondisi ekologinya disamping foraminifera sebagai
petunjuk lingkungan.

e. Kekeruhan
Secara tidak langsung, proses turbidit akan berpengaruh terhadap
mikrofauna. Penyebab terjadinya turbidit : suspensi sedimen, organic
pelonggokan plankton/organic yang tebal, longsoran suatu massa sedimen.
Kekeruhan air yang timbul karena arus turbidite akan berpengaruh terhadap
kehidupan mikrofauna/mengurangi masuknya sinar matahari kedalam air,
biasanya terdapat pada muara sungai yang besar. Masuknya air dalam jumlah
besar akan mengurangi salinitas.

f. Pengaruh Gelombang dan Arus

Arus turbulen pada dasar lautan yang dangkal akan menimbulkan


kekeruhan. Disamping arus turbulen juga mengalami pergerakan atau perpindahan
disebut sebagai arus air laut.

1. Lingkungan Terumbu

Pengertian terumbu adalah suatu gugusan yang terdiri dari batugamping


dan disusun oleh kumpulan organisme. Organisme yang utama adalah koral dan

17
algae serta sedikit foraminifera besar disamping organisme lainnya dalam jumlah
sedikit, misalnya Bryozoa, Moluska dan sebagainya.

Macam-macam terumbu, antara lain :


a. Terumbu penghalang (barrier reef) : adalah terumbu yang tumbuh di daerah
lepas pantai, terpisahkan dari daratan oleh adanya suatu lagoon
b. Atol : adalah suatu terumbu yang bentuknya melingkar mengelilingi suatu
lagoon.
c. Terumbu meja (table reef) : adalah terumbu yang terisolasi dan tidak
mempunyai lagoon, puncaknya datar sehingga bentuknya menyerupai meja.
d. Shoal reef : adalah terumbu yang pertumbuhannya tidak teratur di daerah
yang dangkal dan tertimbun oleh hancuran gamping, disebut juga patch
reef.
e. Bank reef : adalah terumbu yang besar berbentuk tidak teratur, tumbuh
diatas dasar yang tenggelam oleh gejala tektonik dan dikelilingi oleh laut
dalam.
Disamping lingkungan terumbu diatas, dibawah ini merupakan petunjuk
umum untuk endapan laut dalam dan laut dangkal, yaitu :
a. Petunjuk Laut Dalam :
1) Disamping foraminifera plankton, kadang-kadang Radiolaria.
2) Foraminifera benthonik jarang diketemukan.
3) Batuan sering tidak berlapis.
4) Kadang-kadang terdapat debu volkanik yang halus
b. Petunjuk Laut Dangkal :
1) Foraminifera Benthonik banyak dijumpai
2) Banyak ditemukan Oolite
3) Batuan sering berlapis
4) Banyak dijumpai koral maupun moluska

Foraminifera dibedakan atas foraminifera kecil dan foraminifera besar.


Untuk foraminifera kecil, proses pengamatan dan pemerian secara langsung,

18
artinya fosil-fosil diamati langsung dibawah mikroskop, sedangkan foraminifera
besar pemeriannya menggunakan sayatan tipis.

Foraminifera kecil, berdasarkan cara hidupnya dapat dibedakan menjadi


foram planktonik dan foram benthonik.. Cara hidup dari ordo ini adalah :

a. Planktonik (mengambang) b. Benthonik (Di dasar laut)


-. Nektonik ; aktif bergerak -. Secil ; menambatkan diri
-. Pelagik ; pasif bergerak -. Vagil ; merayap/berpindah

Dari phylum protozoa, khususnya foraminifera sangat penting dalam


geologi karena memiliki bagian yang keras dengan ciri masing-masing
foraminifera, foraminifera kecil dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Foraminifera Planktonik (mengambang), ciri-ciri :
1) Susunan kamar trochospiral.
2) Bentuk test bulat.
3) Komposisi test Hyaline
b. Foraminifera Benthonik (di dasar laut), ciri-ciri :
1) Susunan kamar planispiral.
2) Bentuk test pipih.
3) Komposisi test adalah aglutine dan aranaceous

Foram kecil benthos sering dipakai untuk penentuan lingkungan


pengendapan, sedangkan foraminifera besar dipakai untuk penentuan umur foram
kecil benthos sudah sejak lama dipakai dan sangat berharga untuk mengetahui
lingkungan pengendapan purba. Lingkungan laut di bagi menjadi yang dapat
dilihat pada gamabar 4. yaitu:

a. Zona neritik : kedalaman 0-200m


b. Zona bthyal : kedalaman 200-300m
c. Zona abysal : kedalaman lebih 3000m

19
Gambar: 4 Ekologi Foraminifera Benthos
(Sumber: http www.mikropeda blogspot)

f. Morfologi Foraminifera

Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat


menunjukkan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang
foraminifera, meliputi :

a. Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi


melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik
yang dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari
sekelilingnya.
b. Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
c. Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.
d. Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
e. Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan..
f. Aperture, lubang utama pada cangkang foraminiferra yang berfungsi
sebagai mulut atau juga jalan keluarnya protoplasma. Macam macam
morfologi atau cangkang foraminifera dapat dilihat pada gambar 5.

20
Gambar 5. Bagian-bagian cangkang foraminifera
(Sumber: panduan praktikum mikropaleontologi)

A. Komposisi cangkang (test)

Pada umumnya komposisi test terdiri dari 5 macam :

1. Aranaceous/aglutine :

a. seperti gamping (putih)


b. Terdiri dari butiral mineral (microgranular)

2. Chitinous/khitin : campuran zat organik

Cirinya :

a. Berwarna coklat muda sampai kekuningan


b. Transparan/tembus cahaya
c. Tidak berpori/masif
3. Hyaline : Seperti gamping transparan dan berpori, biasanya dimiliki oleh
foram planktonik

21
4. Porsellaneous : berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam
tubuh fosil dan keluar melaui pori-pori fosil tersebut.
5. Siliceous :
a. Warna putih jernih dari silika
b. Dimiliki dari spesies laut dalam, seperti :Radiolaria
B. Bentuk Cangkang, Bentuk dan Susunan Kamar
Bentuk cangkang merupakan bentuk cangkang fosil secara keseluruhan,
artinya tidak sama dengan bentuk kamar dalam fosil tersebut. Foraminifera
mempunyai cangkang yang bermacam-macam bentuknya, biasanya terdiri dari
satu/lebih kamar dimana antara kamar satu dan lainnya dibatasi oleh septa.
Cangkang tersebut dikelilingi oleh sebuah dinding. Tempat pertemuan dinding
dengan septa ini disebut suture yang penting untuk klasifikasi yang ditunjukkan
pada gambar 6 dan 7.

Secara garis besar bentuk-bentuk cangkang, meliputi :

1. Tabular (tabung) 15. Clavate (ganda)


2. Radial (bola) 16. Cuneate (tanduk)
3. Ellips 17. Flaring (mekar)
4. Lagenoid (botol) 18. Fistulose (jantung)
5. Sagittate (anak panah) 19. Sirkular
6. Fusiform (kumparan) 20. Kipas
7. Palmate (tapak/jejak) 21. Biconvex trochospiral
8. Lencticular (lensa) 22. Spiroconvex trochospiral
9. Rhomboid (ketupat) 23. Umbilicus biconvex trochospiral
10. Globular (seperti peluru) 24. Evolute planispiral
11. Subglobular 25. Involute planispiral
12. Kerucut 26. Streptospiral
13. Biconvex 27. Enrolled biserial
14. Tabulospinate (berduri) 28. Globular (bulat)

22
Gambar 6. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminifera
(Sumber : buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)

Lenticular (lensa) - Tabung


-.Lenticulina atascaderoensis -.Plectofrondicularia sacatensis

Streptospiral
Tabulospinate (duri bersaluran) -.Globigeronoides rubery
-. Hantkenina

23
Umbilicus convex trochospiral Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda
Gambar 7. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminifera
(Sumber : buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)

Sedangkan bentuk kamar dari fosil foram antara lain :

1. Spherical 6. Tabulospinate

2. Ovale 7. Angular conical

3. Hemisperical 8. Angular trunctate

4. Radial elongated 9. Angular rhomboidal

5. Clavate

Radial elongated Spherical

-. Evolutononion dumonti
-. Globigerina bulloides
Ovale Angular rhomboid

-. Globorotalia inflata
-. Globorotalia menardii
Angular conical Tabulospinate

-. Hantkenina alabamensis
-. Eponides goudkoffi
24
Gambar 8. Berbagai bentuk kamar foraminifera
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)

Cangkang dibedakan atas dua kelompok utama, yaitu Cangkang


Monothalamus (Uniloculer) dan Polythalamus (multiloculer). Pada umumnya,
istilah monothalamus dan polythalamus digunakan di Eropa, sedangkan uniloculer
dan multilooculer digunakan di Amerika. Cangkang monothalamus adalah
cangkang yang terdiri dari satu kamar, sedangkang polytalamus terdiri lebih dari
satu kamar. Bentuk kamar dapat dilihat pada gambar 8.

A. Monothalamus

Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi (dapat dilihat pada gambar 9):

a. Bulat (Globular), Contoh : Genus Orbulina


b. Botol (Flask), Contoh : Genus Lagena
c. Batang (Cylindrical), Contoh : Genus Bathysphon
d. Kombinasi botol tabung, Contoh : Genus Entosolenia
e. Bintang (Stellate), Contoh : Genus Asthorhiza
f. Planispiral coiled, bentuk yang terputar pada satu bidang, Contoh :
Cornuspira, Ammodiscus
g. Planispiral kemudian lurus, Contoh : Genus Rectocornuspira
h. Planispiral pada permukaan kemudian tak teratur, Contoh : Genus
Orthover tella, Psammophis.

Globular (bulat) Flask (botol) Terputar (Planispiral)


-. Orbulina universa -. Lagena sp -.Spiroloculina ornata

25
Terputar (Planispiral) Planispiral kemudian lurus
-. Ammodiscus sp -. Rectocornuspiral
Gambar 9. Berbagai bentuk cangkang monothalamus
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)

B. Polythalamus
Berdasarkan keseragaman kamar, dapat dilihat pada gambar 10 ;

a. Uniformed test, cangkang foram yang terdiri dari satu macam susunan
kamar, misalnya : uniserial saja atau biserial saja, atau juga triserial saja.
Contoh : Nodosaria, Bolivina, Uvigerina.
b. Biformed test, cangkang foram yang terrdiri atas dua macam susunan
kamar, Misalnya : Pada awal memiliki kamar triserial dan pada akhirnya
menjadi biserial. Contoh : Heterostomella, Cribrostomum.
c. Triformed test, cangkang foram yang terdiri dari tiga macam susunan
kamar, misalnya : Pada awalnya biserial, kemudian terputar dan akhirnya
menjadi uniserial, Contoh : Vulvulina, Semitextularia.
d. Multiformed test, cangkang foram yang terdiri atas lebih dari tiga macam
susunan kamar. (Sangat jarang dijumpai)
Berdasarkan susunan kamarnya, polythalamus-Uniformed dapat dibedakan
menjadi :

a. Uniserial rectilinier, merupakan bentuk cangkang dimana kamar-


kamarnya terdiri dari sebaris kamar yang lurus susunannya, contoh :
Genus Nodosaria.
b. Uniserial rectilinier berleher, contoh : Genus Nodogeneria
c. Uniserial curvilinier, contoh : Genus Dentalina
d. Uniserial equitant,kamar saling menutupi, contoh : Genus Glandulina
e. Biserial, merupakan cangkang dimana kamar-kamarnya tersusun dalam
dua baris yang letaknya berseling-seling, contoh : Genus Bolivina,
Textularia

26
f. Triserial, merupakan cangkang yang terduru dari tiga baris kamar yang
letaknya berseling-seling satu sama lain, contoh : Genus Uvigerina
g. Kombinasi biserial dan uniserial, contoh : Genus Bigerina
h. Kombinasi triserial dan uniserial, contoh : Genus Clarulina
i. Cangkang planispiral, cangkang dimana semua putaran kamarnya terletak
pada satu bidang, contoh : Genus Operculina.
j. Cangkang involute, cangkang dimana putaran kamar yang terakhir
menumpangi kamar yang terdahulu sehingga kamar putaran terakhir yang
hanya tampak, contoh : Genus Robulus
k. Cangkang evolute, cangkang dimana seluruh putaran kamarnya dapat
dilihat, contoh : Genus Assilina
l. Cangkang rotaloid, cangkang dimana semua putaran kamarnya terlihat
dari pandangan dorsal, sedang dari pandangan ventral hanya putaran
terakhir yang terlihat, contoh : Rotalia
m. Cangkang biloculina, contoh : Genus Pyrgo
n. Cangkang triloculine, contoh : Genus Triloculina
o. Cangkang Quingueloculine, contoh : Genus Quingueloculina

Uniserial equitant
-. Vaginulina bernardi

Biserial Biserial
-. Bolivina sp
-. Heterohelix pulchra
Uniserial (linier)
-.Nodogenerina tappani

Evolute planispiral
Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda

27

Trochospiral
-.Eoglobigerina operta
Gambar 10. Berbagai bentuk cangkang polythalamus
(Sumber: buku panduan mikropaleontologi,ist akprind)
C. Aperture

Pada semua foraminifera umumnya dijumpai adanya aperture, kecualii


foram besar. Aperture merupakan lubang utama pada cangkang foraminifera yang
umumnya terletak pada permukaan kamar akhir. Kadang-kadang, aperture
dijumpai lebih dari satu, misalnya pada Genus Globigerinoides dan Candeina.

Aperture yang dijumpai pada fosil foraminifera mempunyai bentuk yang


bermacam-macam. Aperture mempunyai fungsi sebagai tempat keluarnya
protoplasma, yang kemudian berfungsi sebagai pseudopodia (kaki semu) dan
aperture tersebut penting untuk klasifikasi. Hasil penelitian terakhir menunjukkan
tidak semua foraminifera mempunyai aperture terutama foraminifera besar, untuk
contoh contohnya dapat dilihat pada gambar 11.

Macam-macam aperture :
a. Primary aperture : lubang utama yang terletak pada kamar akhir, contoh :
Globigerina
b. Secondary aperture : lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
c. Accesory aperture : lubang yang nampak tidak langsung kamar utama
tetapi pada asesoris struktur, contoh : Catapsydrox.

28
Gambar 11. Macam-macam aperture
(buku panduan praktikum mikropaleontologi ,ist akprind)

Bentuk-bentuk aperture yang umum dijumpai, antara lain :

a. Aperture yang berbentuk bulat dan sederhana, umumnya terletak di ujung


sebuah cangkang, lubang bulat, contoh : Genus Frondicularia dan Pulmula.
b. Aperture yang memancar, sering pula disebut aperture radiar, merupakan
lubang yang bulat dan mempunyai galengan-galengan yang memancar dari
pusat lubang. Umumnya dijumpai pada family Nodosaria dan
Polymorphinidae, contoh : Genus Nodosaria dan Polymorphina.
c. Aperture phialine, merupakan sebuah lubang yang bulat, terletak pada
ujung leher yang pendek tapi mencolok, contoh : Genus Uvigerina &
Siphogenerina.
d. Aperture crescentric, aperture yang memiliki bentuk seperti tapal kuda,
contoh : Genus Nodosaarella.
e. Aperture yang berbentuk celah, juga sering disebut slit-like aperture,
contoh : Genus Nonion & Pullenia.
f. Aperture yang letaknya pada umbilicus, contoh : Genus Globigerina.
g. Aperture multiple, terdiri dari banyak lubang, contoh : Genus Decerella.

29
h. Aperture Cribate, aperture yang bentuknya seperti saringan, lubang
umumnya halus dan tersebar pada permukaan kamar akhir, contoh : Genus
Miliola & Ammomassilina.
i. Aperture tambahan, sering juga disebut sebagai accesory aperture
berupa lubang-lubang yang lebih kecil sebagai tambahan dari sebuah
lubang yang lebih besar, yaitu aperture utama, contoh : Genus
Globigerinoides.
j. Aperture entosolenian, aperture yang memiliki leher dalam, contoh :
Genus Entosolenia.
k. Aperture ectosolenian, aperture yang memilimi leher luar yang pendek,
contoh : Genus Ectosolenia.
l. Aperture dendritik, berbentuk seperti ranting pohon dan terletak pada
septal face, contoh : Genus Dendritina.
m. Aperture yang bergigi, berbentuk lubang melengkung yang pada bagian
dalamnya terdapat tonjolan yang menyerupai gigi (single tooth), contoh :
Pyrgo & Quingueloculina.
n. Aperture virganile/bulimine, berbentuk seperti koma yang melengkung,
contoh : Genus Virgulina, Bulimina, Buliminela dan Cassidulina.
Berdasarkan bentuknya, aperture juga dibedakan seperti gambar 12 :

a. Aperture tunggal, terletak pada ujung kamar terakhir, contoh : Genus


Cornuspira, Nodosaria dan Uvigerina.
b. Aperture pada apertural face, terletak pada permukaan kamar yang
terakhir, contoh : Genus Cribrohantkenina dan Dendritina.
c. Aperture periferal, yang memanjang dari umbilicus kearah tepi (peri-peri),
contoh : Genus Globorotalia dan Cibicides.

30
Radial Celah/slitlike

Bulat
Koma/virgulin

Corong

Gigi satu/dua Cressentril

Gambar 12. Jenis-jenis Aperture pada fosil foraminifera berdasarkan letaknya


(Sumber : MIRACLE Web-Site, University College London, 2002)
D. Suture
Suture : suatu hiasan yang memisahkan dua kamar yang saling berdekatan
Bentuk suture :
1. Melengkung kuat
2. Melengkung lemah
3. Lurus
E. Hiasan dan Tekstur Permukaan
Hiasan pada cangkang foraminifera sangat beragam dan hiasan ini sangat
penting untuk klasifikasi. Selain hiasan, permukaan luar cangkangnya juga sering
mempunyai tekstur yang berbeda-beda seperti gambar 13 :
1. Keel, selaput tipis yang mengeliilingi bagian peri-peri cangkang
foraminifera, biasanya terdapat pada Globorotalia & Spiponina.

31
2. Costae, galengan vertical yang dihubungkan dengan garis-gariis suture
yang halus. Contoh : Bulimina & Uvigerina.
3. Spines, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi-tepi kamarnya. Contoh :
Hankenina, Asteerorotalia. Retrall process : merupakan garis-garis suture
yang berkelok-kelok dan biasa dijumpai pada Amphistegina.
4. Bridged suture, adalah garis-garis suture yang terbentuk dari septa yang
terputus-putus. Contoh : Elphidium.
5. Limbate suture, garis-garis suture yang berbentuk kumpalan pori-pori
yang halus.
6. Umbilical plug, bagian pusat cangkang, dapat berbentuk bulatan yang
menonjol ataupun yang cekung kedalam.
7. Umbilicus, bagian pusat cangkang yang biasanya merupakan bagian kamar
pertama.
8. Reticulate, bentuk dinding cangkang yang berupa pori-pori bulat yang
kasar.
9. Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berupa pori-pori bulat
yang kasar.
10. Cancellata, permukaan luar cangkang dengan pori-pori kasar dan tidak
selalu bulat bentuuknya.
11. Pustulose, permukaan luar cangkang yang dihiasi dengan bulatan-bulatan
yang menonjol.
12. Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.

32
Aperture
Plat/lempeng gigi

Lips/bibir Flaps

Umbilical plug
Smooth/halus tanpa hiasan

Punctate/berpori
Spines/duri

Concellate

Costae/Bridge
Pustulose
Keel
Aperture assesoris (aca)
(bu : bulla)

Limbate suture

Gambar 13. Berbagai jenis hiasan pada cangkang foraminifera


(buku panduan praktikum mikropaleontologi,ist akprind)

33
2.2.1 Foraminifera Planktonik

Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah


spesiesnya banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di
permukaan laut dan fosil plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah geologi, antara lain :

1. Sebagai fosil petunjuk


2. Korelasi
3. Penentuan lingkungan pengendapan

Foram plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada


kedalaman tertentu :

1. Hidup antara 30 50 meter


2. Hidup antara 50 100 meter
3. Hidup pada kedalaman 300 meter
4. Hidup pada kedalaman 1000 meter

Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri


terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di
dasar laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai
contoh adalah Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada
kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di Laut Atlantik Tengah hidup
pada kedalaman 200 sampai 300 meter.

Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan


normal, ia berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan
lingkungan ia akan segera mati atau sedikit terpengaruhi
perkembangannya. Namun demikian, ada juga beberapa jenis yang tahan
terhadap perubahan kadar garam, misalnya di Laut Merah meskipun kadar
garamnya tinggi, tetapi masih dijumpai Globigerina bulloides dan
Globigerinoides sacculifer

34
.

A. Tahapan Cara Mendeskripsi Foraminifera Planktonik

Di dalam mendeskripsi foraminifera planktonik dalam


penentuan genus maupun spesies disini harus diperhatikan, antara
lain :

1. Susunan Kamar
a. Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
1) Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
sama. Contoh : Hastigerina
2) Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak
semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral
dan dorsal tidak sama. Contoh : Globigerina
3) Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian
planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-
kamar sebelumnya. Contoh : Pulleniatin
2. Aperture

Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera


yang terletak pada kamar terakhir. Khusus foraminifera
plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih sederhana.
Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal
yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan
melekuk ke dalam, terlihat pada bagian ventral (perut).
Foraminifera planktonik ini juga banyak ditemui serta tersebar
diseluruh benua atau laut dengan kedalaman tertentu sehingga
foraminifera planktonik dijadikan fosil indeks sebagai
penarikan umur.

Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton :


a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :

35
1) Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus
atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
2) Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical,
adalah aperture utama interiomarginal yang terletak pada
daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri. Contoh :
Globorotalia.
3) Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah equator,
dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan hanya
dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan
batas putaran akhir dengan putaran sebelum peri-peri. Contoh :
Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil
atau lubang tambahan dari aperture utama. Contoh :
Globigerinoides

c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur
accessory atau aperture tambahan. Contoh : Catapsydrax

2.2.1.1 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Planktonik


Foraminifera planktonik khusus terdapat pada superfamili
Globigerinicea, yang dapat dibagi menjadi :
1. Family Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau
hemispherical, bentuk kamar globural dan susunan kamar trochospiral
rendah atau tinggi. Aperture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi
yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face.
Beberapa genus yang termasuk dalam family Globigeriniidae :

36
a. Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening.
Aperture ini adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar sebelumnya
oleh kamar terakhir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini
(dapat dilihat pada gambar 14) :
1) Orbulina universa

Gambar 14. Spesies Orbulina Universa


(Sumber: http://www.paleontology.com )

2) Orbulina bilobata (dapat dilihat pada gambar 15)

Gambar 15. Spesies Orbulina bilobata


(Sumber: http://www.paleontology.com )

3) Orbulina suturalis (dapat dilihat pada gambar 16)

Gambar 16. Spesies Orbulina Saturalis


(Sumber: http://www.paleontology.com)

37
b. Genus Globigerina
1) Globigerina nephentes (dapat dilihat pada gambar 17)
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran
melipat ke atas.

Gambar 17. Spesies Globigerina nephentes


(Sumber: http://www.paleontology.com)

2) Globigerina praebulloides (dpat dilihat pada gambar 18)


Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial
sehingga sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial,
tertekan, umbilicusnya dalam.

Gambar 18. Spesies Globigerina praebulloides


(Sumber: http://www.paleontology.com)

3) Globigerina seminulina (dapt dilihat pada gambar 19)


Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate, umbilicus
kecil hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau
melengkung rendah, interiomarginal umbilical dibatasi oleh lengkungan.

Gambar 19. Spesies Globigerina seminulina


(Sumber: http://www.paleontology.com)

38
4) Globigerina tripartite (dapat dilihat pada gambar 20)
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir bertambah besar
ukurannya. Umbilicusnya sempit dan triangular.

Gambar 20. Spesies Globigerina tripartita


(Sumber: http://www.paleontology.com)

c. Genus Globigerinoides

Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada


Globigerinoides terdapat supplementary aperture. Beberapa spesies
yang termasuk dalam genus ini :

1) Globigerinoides trilobus (dapat dilihat pada gambar 21)

Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada
kamar terakhir terdapat aperture sekunder.

Gambar 21. Spesies Globigerina trilobus


(Sumber: http://www.paleontology.com)

39
2) Globigerinoides conglobatus (dapat dilihat pada gambar 22)
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir
bertambah secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam.
Aperture primer interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung
dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.

Gambar 22. Spesies Globigerina conglobatus


(Sumber: http://www.paleontology.com )

3) Globigerina extremus (dapat dilihat pada gambar 23)


Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture
melengkung, blique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya
tertekan, umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran
terakhir yang tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada
aperturenya.

Gambar 23. Spesies Globigerina extremus


(Sumber: http://www.paleontology.com)

4) Globigerinoides fistulosus (dapat diliht pada gambar 24)


Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri,
suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat
lebar. Aperture primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan
adanya sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.

40
Gambar 24. Spesies Globigerina fistulosus
(Sumber: http://www.paleontology.com)

5) Globigerinoides immaturus (dapat dilihat pada gambar 25)


Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat.
Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal umbilical dengan
lengkungan yang rendah sampai sedang, dibatasi oleh sebuah rim.
Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.

Gambar 25. Spesies Globigerina immaturus


(Sumber: http://www.paleontology.com)

6) Globigerinoides obliquus (dapat dilihat pada gambar 26)


Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer
interiomarginal umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah
rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir memperlihatkan sebuah aperture
sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.

Gambar 26. Spesies Globigerina obliquus


(Sumber: http://www.paleontology.com)

41
7) Globigerinoides primordius (dapat dilihat pada gambar 27)
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides
tetapi mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.

Gambar 27. Spesies Globigerina primordius


(Sumber: http://www.paleontology.com)

8) Globigerinoides ruber (dapat dilihat pada gambar 28)


Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture
interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka
dibatasi oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.

Gambar 28. Spesies Globigerina ruber


(Sumber: http://www.paleontology.com)

d. Genus Globoquadrina

Bentuk test spherical, bentuk kamar globural,aperture terbuka lebar


dan terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat,yang kadang-kadang
mempunyai bibir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :

1) Globoquadrina dehiscens (dapat dilihat pada gambar 29)


Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat
dewasa. Tiga kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada
kenampakan samping sisi dorsal terlihat datar. Spesies ini banyak
ditemukan di daerah laut sedang yang memiliki kedalaman dari 200- 350
meter di bawah permukaan air laut dengan cara hidup melayang layang
di laut dan terfosilkan di dasar laut.

42
Gambar 29. Spesies Globigerina dehiscens
(Sumber: http://www.paleontology.com)

2) Globoquadrina altispira (dapat dilihat pada gambar 30)


Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang,
umbilicus sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar
terlihat elongate pada bagian atas, terdapat flap.

Gambar 30. Spesies Globigerina Altispira


(Sumber: http://www.paleontology.com)

e. Genus Sphaeroidinella

Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan


jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing).
Aperture terbuka lebar dan memanjang di dasar suture. Pada dorsal
terdapat supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa suture
bridge. Spesies yang termasuk dalam genus ini:

1) Sphaeroidinella dehiscens (dapat dilihat pada gambar 31)

Gambar 31. Spesies Sphaeroidinella dehiscens


(Sumber: http://www.paleontology.com)

43
f. Genus Sphaeroidinellopsis

Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella


tapi tidak mempunyai aperture sekunder. Spesies yang termasuk
dalam genus ini:
1) Sphaeroidinellopsis seminulina (dapat dilihat pada gambar 32)

Gambar 32. Spesies Sphaeroidinellopsis seminulina


(Sumber: http://www.paleontology.com)

g. Genus Pulleniatina

Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar


memanjang dari umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural
face. Pada genus ini sering ditemukan terfosilkan pada kedalaman
200-350 meter dibawah permukaan air laut, tapi genus ini sangat
jarang di jumpai mungkin karena kebanyakan sudah hancur karna
memiliki test atau cangkang yang kurang kuat Spesies yang termasuk
dalam genus ini:

1) Pulleniatina obliqueloculata (dapat dilihat pada gambar 33)

Gambar 33. Spesies Pullenitina


(Sumber: http://www.paleontology.com)

44
h. Genus Catapsydrax

Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax


dissimilis dan tegilla pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai
accessory aperture yaitu infralaminal accessory aperture pada tepi
hiasan aperturenya. Spesies yang termasuk dalam genus ini:

1) Catapsydrax dissimillis (dapat dilihat pada gambar 34)

Gambar 34. Spesies Catapsydrax dissimillis


(Sumber: http://www.paleontology.com)

2. Family Globorotaliidae
Umumnya mempunyai bentuk test biconvex, bentuk kamar
subglobular atau angular conical, susunan kamar trochospiral.
Aperture mamanjang dari umbilicus kepinggir test dan terletak pada
dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan
ada pula yang tidak. Genus yang termasuk dalam family
Globorotaliidae:
a. Genus Globorotalia
Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dibagi menjadi
2 subgenus,yaitu:

1) Subgenus Globorotalia

Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang


mempunyai keel. Untuk membedakan subgenus ini dengan subgenus

45
lainnya maka penulisannya diberi kode sebagai berikut : Globorotalia
(G) Beberapa spesies yang termasuk subgenus ini :

a) Globorotalia tumida (dapat dilihat pada gambar 35)

Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spiral lebih


convex daripada sisi umbilical, permukaannya licin kecuali pada
kamar dari putaran akhir dan umbilical pada kamar akhir yang
pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya melengkung halus lalu
melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus hingga radial,
pada distal kembali melengkung hamper tangensial ke peri-peri.

Gambar 35. Subgenus globorotalia-spesies Globorotalia tumidae


(Sumber: http://www.paleontology.com)

b) Globorotalia plesiotumida (dapat dilihat pada gambar 36)


Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-
peri equatorial globulate, keel tipis. Suture pada bagian spiral
melengkung satu pada bagian yang terakhir subradial, pada sisi
distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup
dalam, aperture interiomarginal umbilical extra umbilical
melengkung lemah dibatasi oleh lip yang tipis.

Gambar 36. Subgenus globorotalia-spesies Globorotalia plesiotumida


(Sumber: http://www.paleontology.com)

46
2) Subgenus Turborotalia
Mencakup seluruh Globorotalia yang tisak mempunyai keel.
Untuk penulisannya diberi kode sebagai berikut: Globorotalia (T)
Beberapa spesies yang termasuk subgenus ini:

c) Globorotalia siakensis (dapat dilihat pada gambar 37)


Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial
globulate, kamar tidak rata, subglobular, kamar 5-6 terakhir membesar
tidak teratur. Pada kedua sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak
lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal umbilical
extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi oleh bibir
atau rim.

Gambar 37. Subgenus Turborotalia-spesies Globorotalia Siakensis


(Sumber: http://www.paleontology.com)
3. Family Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak
pada salah satu sisi test yang berseberangan. Susunan kamr planispiral
involute. Pada beberapa genus kamar-kamar ditumbuhi oleh spine-
spine panjang. Beberapa genus yang termasuk dalam family
Hantkeniidae:

a. Genus Hantkenina (dapat dilihat pada gambar 38)

Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan


susunan kamar planispiral involute, tiap-tiap kamar terdapat spine
yang panjang, bentuk cangkang genus ini kebanyakan memiliki duri
duri banyak ditemukan cangkang dalam keadaan keropos atau sudah
rusak karena proses sedimentasi. Contoh: Hantkenina alabamensis.

47
Gambar 38. Genus Hantkenina-spesies Hantkenina alabamensis
(Sumber: http://www.paleontology.com)

b. Genus Cribohantkenina (dapat dilihat pada gambar 39)

Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi


kamar akhir sangat gemuk dan mempunyai cribate yang terletak
pada apertural face.

Contoh: Cribohantkenina bermudezi

Gambar 39. Genus Cribohantkenina-Spesies Cribohantkenina Bermudezi


(Sumber: http://www.paleontology.com)

c. Genus Hastigerina

Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute


atau loosely coiled. Mempunyai aperture equatorial yang terletak
pada apertural face.

Contoh: Hastigerina aequilateralis (dapat dilihat pada gambar 40)

48
Gambar 40. Genus Hastigerina-Spesies Hastigerina aequilateralis
(Sumber: http://www.paleontology.com)

2.2.1 Foraminifera Bentonik

Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan


lingkungan pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai
untuk penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk
penentuan lingkungan purba.

Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara


umum adalah :

a. Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius,


banyak dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina,
Eggerella, Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding
cangkangnya dibuat dari pasiran.
b. Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides,
Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan
Triloculina.
c. Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna,
Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan
Textularia.
d. Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina.

49
1. Tahapan Cara Mendeskripsi Foraminifera Bentonik

Di dalam mendeskripsi foraminifera bentonik dalam


penentuan genus maupun spesies disini harus diperhatikan, antara
lain :

a. Susunan Kamar Foraminifera Benthos


1) Monothalamus
Monotalamus adalah susunan dan bentuk kamar-kamar akhir
foraminifera yang hanya terdiri dari satu kamar. macam - macam
dari bentuk monothalamus test:

a) Bentuk globular atau bola atau spherical dapat dilihat pada


gambar 41 .Terdapat pada kebanyakan subfamily accaminidae
Contoh : Saccamina

Gambar 41. Bentuk Test globular


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

b) Bentuk botol (flarkashaped), terdapat pada kebanyakan


subfamily Proteonaninae Contoh : Lagena (gambar 42)

50
Gambar 42. Bentuk Test botol
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

c) Bentuk tabung (tabular) seperti yang ditunjukkan pada gambar


43, terdapat pada kebanyakan subfamili Hyperminidae Contoh
: Hyperammina.

Gambar 43. Bentuk Test Tabung


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

d) Bentuk kombinasi antara tabung dan botol seperti yang di


tunjukkan pada gambar 44. Contoh : Lagena

Gambar 44. Bentuk Test kombinasi tabung dan botol


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

e) Planispiral (uncoiling) seperti yang di tunjukan pada gambar


45.
Contoh : Rectocornuspira

51
Gambar 45. Bentuk Test Planispiral
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)
f) Zigzag
Contoh : Lenticulina sp
g) Radiate
Contoh : Astroshizalimi colasandhal

h) Cabang (bifurcatirtg) (gambar 46)


Contoh: Rhabdamina abyssorum

Gambar 46. Bentuk Test cabang/bifurcatirtg


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

i) Arburescent (gambar 47)

Contoh : Dendrophyra crectosa


- Tak teratur (irregular)
Contoh : Planorbulinoides reticnaculata
- Setengah lingkaran (hemispherical)
Contoh : Pyrgo murrhina
- Inverted v-shaped chamber (palmate)
Contoh : Flabellina rugosa
- Fusiform
Contoh : Vaginulina laguman

52
Gambar 47. Bentuk Test Arburescent-Fusifom
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

- Pyriform
Contoh : Elipsoglandulina velascoensis
- Conical (kerucut)
Contoh : Textularia ere/osa
- Semicircular (fanshaped-flabelliform)
.Contoh: Pavaninaflabelliformis
Beberapa foraminifera yang memiliki cangkang monothalamus yang di
tunjukkan pada gambar 48 dan 49.

53
Gambar 48. Macam-macam bentuk cangkang monothalamus
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

Gambar 49. Foraminifera yang mempunyai cangkang monothalamus


(Sumber: Moore R.C. et al., 1952)

2) Polythalamus

Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar


foraminifera yang terdiri dari lebih satu kamar, misalnya uniserial
saja ata biserial saja. Macam-macam polythalamus test:

2.a Uniformed, terdiri dari Uniserial, terdiri dari satu macam


susunan kamar dan sebaris kamar, terdiri dari :

a) Rectilinier (linier punya leber), test uniserial terdiri atas


kamarkamar bulat yang dipisahkan satu sarna lain
dengan stolonxy neck. Contob : Siphonogerina,
Nodogerina.

54
b) Linier tanpa leber, kamar tidak bulat dan antara kamar
yang satu dengan kamar yang lainnya tidak didapat neck.
Contoh : Nodosaria.
c) Equitant uniserial, test uniserial tidak mempunyai leher,
tetapi sebaliknya kamamya sangat berdekatan sehingga
menutupi sebagian yang lain. Contoh : Glandu/ina.
d) Curvilinierl uniserial arcuate, test uniserial tapi sedikit
melengkung dan garis batas kamar satu dengan yang
lainnya atau sututre membentuk sudut terhadap sumbu
panjang. Contoh : Dentalina
e) Coiled test atau test yang terputar, macam macamnya
yaitu Planispiral coiled test, test yang terputar pada satu
bidang datar, di bagi dua:
e.1) Involute yang di tunjukkan pada gambar 50, test
yang terputar dengan putaran akhir menutupi
putaran yang sebehunnya, sehingga putaran akhir
saja yang terlihat. Contoh : Elphidium

Gambar 50. Bentuk Test polythalamus-Involute


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

e.2) Evolute test, test yang terputar dengan seluruh


putaramlya dapat terlihat. Contoh : Anomalia
e.3) Nautiloid test, yang ditunjukkan pada gambar 51
merupakan test yang terputar dengan kamar-kamar
di bagian umbilical (ventral) menumpang satu sarna
lain, sehingga kelihatan karnar kamarnya lebih besar

55
dari bagian peri-peri dari pada di bagian umbilicus.
Contoh : Nonion

Gambar 51. Bentuk Test polythalamus-Nautiloid


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

e.4) Rotaloid test, Merupakan test yang terputar tidak


pada satu bidang, dengan posisi pada dorsal seluruh
putaran terlihat, sedang pada ventral hanya putaran
terakhir yang terlihat. Susunan kamar ini disebut
juga Low Trochospiral. Contoh: Rotalia
e.5) Helicoid test, merupakan test yang terputar
meninggi, dimana lingkarannya dengan cepat
menjadi besar. Terdapat pada subfamily
Globigerinidae (plankton). Susunan kamar ini
disebut juga High Trochospiral. Contoh:
Globigerina

e.6) Biserial yang di tunjukkan pada gambar 52, test


yang tersusun dua baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh: Textularia dan Bolivina
SP

Gambar 52. Bentuk Test polythalamus-Biserial


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

56
e.7) Triserial yang di tunjukkan pada gambar 53, test
yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulim

Gambar 53. Bentuk Test polythalamus-Triserial


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

e.8) Biformed Test yang di tunjukkan oleh gambar 54.


Merupakan dua macam susunan kamar yang sangat
berbeda satu dengan yang lain dalam satu buah test,
misalnya biserial pada awalnya kemudian menjadi
uniserial pada akhirnya. Contoh : Bigerina

Gambar 54. Bentuk Test polythalamus-Biformed


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

e.9) Triformed (gambar 55) Test Merupakan tiga bentuk


susunan kamar dalam sebuah test, misalnya
permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan
akhirnya menjadi uniserial. Contoh: Vulvulina

Gambar 55. Bentuk Test polythalamus-Triformed


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

57
e.10) Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3
susunan kamar. Bentuk ini sangat jarang ditemukan.

b. Aperture Foraminifera Bentos


Golongan benthos memiliki bentuk aperture yang
bervariasi. Dan aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari
test foraminifera, karena merupakan. lubang tempat protoplasma
organisme tersebut bergerak keluar dan masuk.
Macam-macam aperture pad a foraminifera benthos:
1) Simple Aperture, yaitu :
a) at end of tabular chamber
b) at base of aperture face
c) in middle aperture face
d) aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung
sebuah test(terminal), lubangnya bulat.
e) Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung,
tetapi tegak lurus pada permukaan septal face.
f) Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak
diujung neck yangn pendek tapi menyolok.
g) Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang,
umum dijumpai pada foraminifera yang bertest hyaline.
h) Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda.
2) Supplementary Aperture, yaitu :
a) Infralaminal accessory aperture dendritik
b) Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah
lubang yang bulat, tapi mempunyai pematang yang
memancar dari pusat lubang.
c) Radiate with apertural facechamberlet.
3) Multiple Aperture, yaitu :
a) Multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang,
terletak di sepanjang suture.

58
4) Aperture cribralateral, cribrate/inapertural face cribrate.
Bentuknya seperti saringan, lubang uummnya halus dan
terdapat pada permukaan kamar akhir.
5) Terminal
6) Primary Aperture, yaitu :
a) Primary aperture interiomarginal umbilical
b) Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple aperture
lip/ ventral and peripheral.
c) Spilo umbilical/interiomarginal equatorial.
Berikut adalah foraminifera dengan beberapa genus dan keterangan
determinasinya, yang di tunjukkan pada gambar 56 dan 57.

Gambar 56. Contoh genus foraminifera bentonik dan keterangannya


(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

59
Gambar 57. Contoh genus foraminifera bentonik dan keterangannya
(Sumber: http://www.micropaleontology.com)

60
2.3 Aplikasi Foraminifera

Umur relatif adalah penempatan suatu stratigrafi relatif terhap zaman-


zaman geologi yang didasarkan pada fosil-fosil tertentu tanpa ditentukan batas-
batasnya secara geokronologi yang dinyatakan dalam skala waktu/satuan waktu
dalam tahun. Penentuan umur relatif batuan pada 2 lapisan yang berbeda dalam 1
penampang dapat ditentukan dengan melihat lapisan yang terlebih dahulu
diendapkan, yang terendapkan pertama lebih tua umurnya daripada yang
terendapkan kemudian. Proses ini berlangsung terus sampai semua lapisan
tersusun dalam suatu skala umur relatif yang memperlihatkan urutan kejadiannya.
Salah satu cara penarikan fosil menggunakan Cara dengan hasil fosil :
a. Cara ini biasanya pada batuan endapan. Fosil adalah sisa sisa binatang
atau tumbuhan purba yang sudah membatu. Dasar pemikirannya: evolusi.
Pada endapan yang terletak dibawah mempunyai fosil yang berbeda
dengan endapan yang terletak di atas. Dari fosil fosil ersebut dapat
diketahui evolusi dari binatang maupun tumbuhan. Banyak binatang /
tumbuhan yang baru muncul. Dengan mengetahui evolusi binatang /
tumbuhan tersebut dapat diketahui endapan yang tua dan yang lebih muda.
Tetapi umur yang didapat hanyalah umur kisaran (nisbi).

2.3.1 Penentuan Umur Relatif Batuan

Cara menentukan umur relatif pada umumnya didasarkan atas


dijumpainya fosil didalam batuan. Didalam mikropaleontologi cara
menentukan umur relative dengan menggunakan :

1. Foraminifera Kecil Planktonik: disamping jumlah genus sedikit,


planktonik sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini
menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang
pendek sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan.
Biozonasi foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan

61
diIndonesia adalah Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma
(1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif
karenaumumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik
sebagai fosil penunjuk.

Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia


biasanya menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi Huruf yang
dikemukakan oleh Adams ( 1970 ).

Penentuan Umur Batuan Foraminifera Plantonik. Terdiri dari dua metode


yaitu :
1. Penentuan umur absolute Umumnya di lakukan dengan menghitung
waktu paruh dari unsur-unsur radioaktif yang terkandung dalam
batuan tersebut.
2. Penentuan umur relatif adalah membandingkan umur batuan tersebut
dengan batuan lain yang sudah di ketahui atau menpunyai hubungan
posisi stratigrafi yang jelas. Salah satu cara penenutan umur relatif ini
adalah dengan meneliti kandungan fosil yang ada dalam batuan
tersebut. Pada data lapangan kita dapat menarik umur fosil seperti
yang di tunjukkan pada table 6.

62
Tabel 6. Contoh hasil analisis foram planktonik pada Batupasir, Kulon progo-DIY

Umur

Oligosen

kuarter
Pliosen
Miosen

Fosil Atas Bawah Tengah Atas


Planktonik N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21

Glg. Nepentnes

Orb. Biobota Drigrigry

Glt. Pseudomenardi

Gld. ruber

Glt. acostoensis

Glt. Multicamerata

Glt.Miocanica Palmer

Glr. Noides sacculitas

Orb. Bilobita

Glt. Obesa

Umur relatif dari hasil analisis merupakan Miosen atas (N18)


Keterangan : Glg : Globigerina
Glt : Globorotalia
Gld : Globigerinoides
Glr : Globigoro
Orb : Orbulina

c) Penentuan umur batuan dengan mengunakan analisa fosil


foraminiera telah banyak di lakukan. Analisa foraminifera di tunjang pula
oleh kemajuan ilmu ini yang sangat pesat sehingga banyak perusahaan
perminyakan yang selalu mengunakan analisis ini sebagai salah satu
tahapan dalam eksplorasi yang mereka lakukan. Penelitian foraminifera
menghasilkan banyak bionesa foraminifera yang di pakai sebagai acuan
dalam analisisnya. Beberapa biozonasi foraminifera yang digunakan dan di
kenal di indonesia sebagai berikut :
Hal ini terlihat dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk
foraminifera plangtonik dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score

63
adalah perbandingan tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan
jumlah biozona yang menyusunnya). Seluruh biozonasi planktonik
mengunakan datum pemunculan awal dan akhir spesies tertentu untuk
manbatasi masing-masing zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan
dalam penarikan batas-batas zona setiap boizonasi. boizonasi foraminifera
kecil (benthos), selain digunakan untuk penentuan lingkungan purba,
beberapa spesies foraminifera kecil (bentonik) dapat di gunakan untuk
penentuan umur.
2.3.2 Penentuan Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan Foraminifera Benthonik Fosil


foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk
penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan
lingkungan purba. Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut
secara umum adalah
1. Pada kedalaman 05 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat
dari pasiran.
2. Pada kedalaman 1590 m (3-16C), dijumpai genus Cilicides,
Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan
Triloculina.
3. Pada kedalaman 90300 m (9-1300C), dijumpai genus Gandryna,
Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan
Textularia.
4. Pada kedalaman 301000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Lingkungan pengendapan yang dapat kita tari dari tabel penarikan
kedalaman pada endapan laut, seperti yang di tunjukkan pada tabel 7.
Table 7. lingkungan pengendapan
(Sumber: http/www.geolab.unc.edu)

64
Lingkungan Litoral Neritik Batial
pengendapan

Foraminifera Tepi I Tepi II Tepi III


0-5 m 200-2000m
bentonik 5-20 m 20-100 m 100-200 m

Tabel 8 . Penentuan lingkungan pengendapan


(Cimsdde dan Mark Heaven 1955)

Ratio % Kedalaman (m)


0 10 0 70
10 20 0 70
20 30 60 120
30 40 120 600
40 50 120 600
50 60 550 700
60 70 650 825
70 80 700 1100
80 90 900 1200
90 100 1200 2000

Ratio = 1213
X 100%
1213 + 47

= 0,9627 x 100% = 96,27% (termasuk dalam lingkungan


pengendapan laut dalam 1200 2000 meter dibawah permukaan air laut).

Berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven (1955) dalam memakai rumus


perhitungan ratio. Menghasilkan hasil mencapai 0,9627 atau 96,27% maka dari itu
dapat mengambil kesimpulan bahwa linkungan pengendapannya adalah 1200
2000 meter yang menunjukan pada Zona Batial (laut dalam).

65
BAB III

METODOLOGI

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah menggunakan

metode primer dan metode sekunder. Metode primer ialah metode yang

mengguankan data lapangan secara langsung yang berasal dari pengambilan data

di Paranonge, Ulubongka Tojo Una-Una, sedangkan metode sekunder yaitu

metode berdasarkan dasar teori yang diambil dari buku panduan pratikum,

literature-literatur buku-buku lain yang berkaitan dengan laporan ini serta

penganbilan literatur yang ada di internet.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama Fieldtrip ini

berlangsung diantaranya :

a. Peralatan Kelompok

Palu geologi

GPS

Kompas geologi

Lup

Camera digital

Tenda

Logistik Makanan & Minuman

66
Pita meter / Rol Meter 25 atau 50 M

HCL 0,1 N

Peta Lokasi Pengambilan Sampel / Peta Dasar

b. Peralatan Individu

Kantung sample

Papan clipboard

Buku lapangan

Kertas A4

Spidol

Alat tulis

c. Peralatan yang digunakan untuk menyajikan fosil, antara lain:

Wadah Sample

Larutan H2O2

Mesin Pengayak

Ayakan menurut skala mesh

Tempat Sample yang sudah dibersihkan

Alat Pengering / Oven

d. Peralatan untuk memisahkan fosil, peralatan yang diperlukan antara lain :

Cawan Tempat Hancuran Batuan

Jarum preparat

Lem untuk merekatkan fosil

Tempat Fosil (Pick)

Mikroskop dan alat penerang

67
3.3 Langkah Kerja
1. Proses Penguraian Batuan

Proses pneguraian batuan sedimen dapat dikerjakan dengan 2 cara,


yaitu ; proses penguraian secara fisik dan proses penguraian secara kimia.

a. Proses penguraian secara fisik

Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum


begitu kompak dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
1) Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-
pecahan dengan diameter 3-6 mm
2) Pecahan-pecahan batuan direndam dalam air
3) Kemudian direas-remas dalam air
4) Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih
5) Dipanaskan selama 5-10 menit
6) Didinginkan

Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila


mengalami proses-proses tersebut akan terurai.

b. Proses penguraian secara kimia

Bahan-bahan larutan kimia yang biasa digunakan dalam penguraian


batuan sedimen antara lain : asam asetat, asam nitrat dan hydrogen
piroksida. Penggunaan larutan kimia sangat tergantung dari macam butir
pembentuk batuan dan jenis semen. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan
penguraian batuan tersebut perlu diteliti jenis butirannya, masa dasar dan
semen.

68
Cara yang dilakukan :

1) Batulempung dan Lanau : penguraian batuan dilakukan dengan


menggunakan larutan Hydrogen Pyroksida (H2O2). Batuan sedimen
yang kering ditumbuk menjadi bagian-bagian kecil hingga 3-6 mm.
Tuangkan larutan kedalam gelas piala yang sudah terdapat batuan di
dalamnya. Larutan akan memasuki pori-pori batuan dan berasosiasi
dengan larutan H2O2 dan O2 serta dengan cepat mendesak butir-butir
batuan sedimen. Dalam 10-15 menit, butir-butir batuan akan terurai,
jika reaksi berjalan lambat dapat ditambahkan dan dipanaskan dengan
beberapa tetes KOH. Bila butir-butir telah terurau, cuci dengan
aquades hingga bersih dari semen.
2) Batupasir : penguaraian tergantung dari semen yang mengikatnya.
Mula-mula batuan ditumbuk sampai menjadi pecahan-pecahan
berdiameter 5-10 mm. Bila batupasir itu mempunyai masa dasar
lempung dengan kadar rendah, maka butiran dapat dilepas secara fisik
dengan memakai palu karet atau palu kayu. Kemudian panaskan
dengan 0,01 N Natriumpirofosfat/0,01 N Amoniak, tetapi kalau kadar
lempung tinggi dapat diurai dengan Hydrogen Piroksida. Jika
batupasir mempunyai semen silika, maka penguraian batuan sangat
sulit, pelarutan semen dapat mengakibatkan fosil-fosil iktu rusak.
Dalam hal ini, penelitian dilakukan dengan menggunakan sayatan
tipis. Batupasir dengan semen oksida besi dapat diuraikan dengan
mengocok selama + 30 menit atau dididihkan selama 10 menit dalam
larutan asam oksalat dalam 2,5 liter air.
2. Proses Pengayakan

Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain


hasil penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran
butirnya masing-masing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu
diperhatikan bahwa tidak semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi
ada juga yang panjang yang hanya bisa lolos dalam kedudukan vertikal.

69
Oleh karena itu, pengayakan harus digiyang sehingga dengan demikian
berarti bahwa yang dimaksudkan dengan besar butir adalah diameter yang
kecil / terkecil.
Ukuran ayakan dinyatakan dalam Mesh yang berarti jumlah
jaringan per-inchi. Standar dan merek dari sistem mesh ini bermacam-
macam, antara lain : ASTM (American Standard for Testing Material),
dimana juga tertera besarnya lubang dalam milimeter. Dari beberapa unsur
mesh ini harus dipilih satu unit ayakan dengan selang besar lubang tertentu
dan lebih kecil selang lubangnya lebih teliti analisisnya.
Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
a. Cara kering
1) Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
2) Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah
tersusun baik sesuai denagn keperluan
3) Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
4) Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan
dimasukkan dalam botol/plastik contoh batuan

b. Cara basah

Pengayakan dilakukan dalam air sehingga contoh batuan yang


diperoleh masih harus dikeringkan terlebih dahulu.
Skala ayakan yang digunakan dalam analisis fosil berdasarkan ASTM,
yaitu seperti pada tabel 4 seperti berikut :

70
Tabel 4. Skala Ayakan menurut ASTM

MESH Besar Lubang Ayakan (mm)


5 4,00
6 3,36
7 2,83
8 2,38
10 2,00
12 1,68
14 1,41
16 1,19
18 1,00
20 0,84
25 0,71
30 0,59
35 0,50
40 0,42
45 0,35
50 0,297
60 0,250
70 0,210
80 0,177
100 0,149
120 0,125
140 0,105
170 0,088
200 0,074
230 0,062
270 0,053
325 0,044

3. Proses Pemisahan Fosil

Setelah contoh batuan selesai diayak, maka pekerjaan selanjutnya


adalah pemisahan fosil dari butiran lainnya.Pemisahan ini menggunakan
alat :

a) Cawan untuk tempat contoh batuan


b) Jarum
c) Cawan tempat air
d) Lem untuk merekatkan fosil

71
e) Kertas untuk memberi nama fosil
f) Tempat fosil
g) Mikroskop

Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan


jarum. Untuk menjaga agar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka
fosil perlu disimpan di tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil,
penelitian terhadap masing-masing fosil dilakukan.

. 4. Determinasi Fosil

Beberapa cara mendeterminasi foraminifera untuk memberikan nama


genusnya, antara lain dengan :

1. Membandingkan dengan koleksi fosil yang ada


2. Menyamakan foram, yang belum dikenal dengan gambar-gambar yang ada
di leteratur/publikasi
3. Lengsung mendeterminasi fosil foram yang belum dikenal tersebut dengan
mempelajari ciri-ciri morfologinya
4. Kombinasi 1,2 dan 3
Ciri-ciri morfologi :
2. Komposisi dinding test (bahan pembentuk test)
3. Bentuk test, bentuk kamar, susunan kamar dan jumlah kamar
4. Bentuk dan letak mulut, aperture utama dan aperture tambahan serta
jumlah aperture
5. Bentuk dan posisi suture
6. Bentuk dan letak ornamentasi/hiasan

72
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lapangan

Lokasi Daerah Pengamatan, yaitu di Daerah Paranonge Kecamatan


Ulubongka Kab. Tojo Una-Una, kira-kira sebelah barat kota Palu. Kesampaian
daerah kira-kira 421 km dari kota Palu.
Waktu pelaksaan Field Trip pada hari sabtu, 7 April 2017 dari jam 08:30 11:30
WITA.

STA 01

Hari/Tanggal : Jumat, 7 April 2017


Pukul : 08:30 WIB
Lokasi : Desa Paranonge, Ulubongka, Tojo Una-Una
Koordinat : LS 010754.25 BT 1213018.09
Cuaca : Cerah
Vegetasi : Jarang (semak, pepohonan)
Morfologi : Pebukitan Denudasional, gawir sesar
Litologi : Batuan Sedimen (perselingan batupasir
gampingan,lanau,lempung dan napal)
Strike dan Dip Singkapan : N 295o E/67o
Struktur Sedimen Graded Bedding

Warna Soil coklat tebal kurang lebih 50 cm

Terdapat Fosil Bentonik

Lingkungan Pengendapan : Neritik Luar Bathyal Atas biofasies : 100-

400m

Fosil Foraminifera Uvigerina Canariensis

73
Lingkungan Pengendapan Laut dalam dicirikan dengan lempung yang telah

berubah warna menjadi coklat-merah kehitaman serta terdapatnya fosil

bentonik yang mencirikan lingkungan pengendapannya yang biasanya

mencirikan lingkungan pengendapan laut dalam.

batuan ini tertransport jauh, tersedimentasi dilaut. Kemudian tercampur dengan

unsur karbonatan sehingga terbentuk mineral kalsit

Foto 4.1. Analisa Litologi singkapan perselingan batupasir, lanau, lempung, &
napal terletak di Desa Paranonge Kec. Ulubongka Kabupaten Tojo Una-Una.

STA 02

Hari/Tanggal : Jumat, 7 April 2017


Pukul : 10:28 WIB
Lokasi : Desa Paranonge, Ulubongka, Tojo Una-Una
Koordinat : LS 010747.32 BT 1213117.45

74
Cuaca : Cerah
Vegetasi : Jarang (Pohon Pinus, Semak belukar)
Morfologi : Pebukitan Denudasional
Litologi : Batuan Sedimen (pasir kasar, pasir halus, lempung)
Terdapat Fosil Bentonik & Planktonik

Lingkungan Pengendapan : Neritik Luar Bathyal Atas biofasies : 100-

400m

Fosil Foraminifera Textularia Sp

Hasil sedimentasi ini dipengauhi juga oleh kehidupan plankton laut yang
terdistribusi oleh arus didalam lautan. Yang terpenting dari transport
sedimen laut adalah bahwa ketebalan dari lapisan sedimen mencerminkan
rejim aliran baik terdahulu maupun yang resen, beserta topografi dari
lapisan tersebut misalnya gelembur gelombang.

Foto 4.2. Analisa Litologi singkapan perselingan batupasir, lanau, lempung, &
napal terletak di Desa Paranonge Kec. Ulubongka Kabupaten Tojo Una-Una.

75
4.2 Fasies & Lingkungan Pengendapan

Fasies dalam sandi statigrafi Indonesia diartikan sebagai aspek fisika,

kimia, biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Adapun fasies pada stasiun

1-4 dan berdasarkan aspek fisikanya maka fasies pada stasiun ini terbagi dua

yaitu pasir kasar dan pasir halus dan litologi yang sama yaitu batu pasir karbonat

dan lempung dalam lingkungan yang sama pula lingkungan pengendapan Neritik

Luar Bathyal Atas biofasies : 100- 400m

4.3 Struktur Sedimen

Struktur sedimen merupakan pengertian yang sangat luas, meliputi


penampakan dari perlapisan normal termasuk kenampakan kofigurasi
perlapisan dan/atau juga modifikasi dari perlapisan yang disebabkan
proses baik selama pengendapan berlangsung maupun setelah
pengendapan berhenti. Oleh sebab itu perlu kiranya dijelaskan dulu apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan perlapisan (bedding) itu, sehingga
selanjutnya akan memperjelas batasan struktur sedimen.
Pada daerah penelitian pertama tanggal 7 April 2017 yang terletak di

daerah sungai ulubongka, Kabupaten Tojo Una-Una dengan Koordinat LS :

010333.69 BT : 121269.21 menurut pengamatan

Setelah dilakukan perthitungan panjang lebar singkapan Pada Sta 3 A


Struktur Sedimen yang ditemukan ialah Struktur Laminasi dicirikan pola
gerusan secara liniear (garis lurus) & jarak perlapisan yang kurang dari 1
cm. struktur ini diakibatkan oleh proses diagenesis sediment yang cepat
dengan media pengendapan yang tenang.

76
Memiliki Litologi Pasir sedang pada bagian atas, lanau di tengah, dan pada
bagian bawah lapisan ada lempung.

Foto 4.3.1 Analisa Struktur Sedimen Laminasi di Daerah Ulubongka


Kabupaten Tojo Una-Una

Pada Sta 3 B dengan koordinat LS : 010333.9 BT : 121269.03


Struktur Sedimen yang ditemukan ialah Struktur Wave dicirikan dengan
gerusan litologi yang berpola seperti gelombang pada permukaannya

Memiliki Litologi Pasir halus pada bagian atas, pasir kasar di tengah, dan
pada bagian bawah lapisan ada lempung.

77
Foto 4.3.2 Analisa Struktur Sedimen Wavy di Daerah Ulubongka
Kabupaten Tojo Una-Una

Pada Sta 3 C dengan koordinat LS : 010334.2 BT : 121269.06


Struktur Sedimen yang ditemukan ialah Struktur Graded Bedding dicirikan
perbedaan fragmen atau ukuran butir sedimen yang membentuk suatu
lapisan batuan. Perbedaan ini terbentuk karena adanya gaya gravitasi yang
mempengaruhi saat terjadinya pengendapan pada sedimen tersebut.
sedimen yang memiliki ukuran butir lebih besar akan lebih dahulu
mengendap dibandingkan dengan sedimen yang memiliki ukuran lebih
kecil sehingga struktur graded bending akan selalu menunjukan sturktur
perlapisan yang semakin keatas lapisan tersebut ukuran butir yang dijumpai
akan semakin keci.

78
Memiliki Litologi Pasir halus pada bagian atas, pasir sedang di tengah, dan
pada bagian bawah lapisan ada pasir kasar.

Foto 4.3.2 Analisa Struktur Sedimen Graded Beddinh di Daerah Ulubongka


Kabupaten Tojo Una-Una

4.4 Stadia Daerah Sungai

Terdapat sungai, yaitu Sungai Ulubongka yang mengalir relatif dari


arah utara ke arah selatan. Stadia sungai masih termasuk muda karena
bentukan lembah sungai yang berbentuk V. Bentuk lembah ini juga
dipenagruhi oleh hasil transport material sedimen. Di sebelah timur dan
barat sungai terdapat tanggul buatan dan pemukiman warga. Kemudian
pada bagian barat sungai juga terdapat endapan sedimen berupa point bar
setebal 4 meter. Point bar didominasi oleh material sedimen berukuran
pasir hingga kerakal. Di sebelah utara dan selatan merupakan aliran/tubuh
sungai itu sendiri.

79
4.5 Morfologi

Morfologi yang disini ialah Fluvial,dimana Proses transporasi adalah


proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis
yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya
gravitasi.

Proses sedimentasi terjadi bila terjadi ketika sungai tidak mampu lagi
mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang,
maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru
kemudian diendapkan material yang lebih halus.

80
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Terdapat Fosil Bentonik & Planktonik Lingkungan Pengendapan Neritik

Luar Bathyal Atas biofasies : 100-400m Fosil Foraminifera Textularia

Sp, Uvigerina Canariensis

Proses transportasinya berlangsung lambat dan memiliki jarak transportasi

yang jauh hal ini dapat diinterpretasikan dari bentuk material sedimen

yang relative membundar & tebal

Berdasarkan analisa ukuran butir yang telah dilakukan maka ukuran butir

yang dominan ialah fine- very fine sand.

Adapun fasies pada stasiun ketiga berdasarkan sifat fisiknya maka fasies

pada stasiun ini terbagi dua yaitu pasir kasar dan pasir halus.

5.2 Saran

Berdasarkan dari hasil kegiatan ini dapat di sarankan hal-hal sebagai


berikut :
1. Untuk kegiatan atau praktek lapangan selanjutnya supaya lebih baik
dan dapat di tingkatkan lagi.
2. Untuk pembuatan laporan ini kami mohon bimbingan langsung dari
dosen pembimbing agar pembuatan laporan berikutnya agar lebih
lengkap dan sempurna.

81

Anda mungkin juga menyukai