Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi berasal dari kata geo dan logos. Geo yang berarti bumi dan logos
yang berarti pengertian. Secara etimologi, geologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari lapisan lapisan batuan yang berada di dalam bumi beserta
susunannya. Geologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
bumi, meneliti sejarahnya dengan kehidupan yang ada, susunan keraknya,bangun
dalamnya, berbagai gaya yang bekerja padanya, dan evolusi yang dialaminya.
Geologi sendiri memiliki cukup banyak cabang ilmu mulai dari yang mempelajari
apa yang ada di bumi saat ini maupun pada masa lampau. Salah satunya adalah
paleontologi.

Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari hiduo purba yang biasanya


adalah dengan mempelajari fosil-fosilnya. Paleontologi adalah mempelajari fosil
makhuntuk mempelajari jejak kehidupan dan segala sesuatu tentang zaman
purba.Secara sempit, Paleontologi dapat diartikan ilmu mengenai fosil sebab jejak
kehidupan zaman purba terekam dalam fosil. Fosil adalahsisa kehidupan purba
yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan dari kerak
bumi.sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang ai kapa,jejak atau cetakan
yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Pada praktikum
paleontologi kali ini, kita akan mempelajari lebih lanjut apa yang dimaksud Filum
Protozoa dan Byrozoa dengan tujuan agar kita dapat memahami dengan itu Filum
Protoza dan Byrozoa sebagai bagian dari paleontologi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan dan


memberikan pemahaman awal pada praktikum paleontologi.

Adapun tujuan yang akan didapatkan dari praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan dapat menjelaskan definisi Filum Protozoa dan Byrozoa
2. Praktikan dapat mendeksripsikan Filum Protozoa dan Byrozoa
3. Praktikan dapat menjelaskan manfaat fosil dari Protozoa dan Byrozoa
4. Mengetahui manfaat dari pembelajaran fosil dari Filum Protozoa dan
Byrozoa

1.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat yang akan didapatkan dari praktikum kali ini adalah
praktikan dapat menambah wawasan mengenai Filum Protozoa dan Byrozoa
praktikan dapat mendeskripsikan Protozoa dan Byrozoa.

1.4 Bahasan masalah

Pada Praktikum ini memiliki Batasan masalah yaitu


membahas/mendeskripsi fosil Filum Protozoa dan Byrozoa yang berjumlah 8
dengan mengidentifikasi Test, bentuk, umur, dan proses pemfosilan.

1.5 Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum
pengenalan fosil paleontologi adalah sebagai berikut:

1. Alat tulis kerja (ATK)


2. HCL
3. Pensil warna
4. Lap kasar
5. Lap halus
6. LKP (Lembar Kerja Praktikum)
7. Buku Penuntun
8. Sampel Fosil
9. Loop
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bryozoa

Dahulu Bryozoa dianggap oleh masyarakat awam sebagai salah satu jenis
tumbuhan yang hidup di perairan. Namun, setelah dilakukan beberapa penelitian
diketahui bahwa Bryozoa merupakan sekumpulan hewan yang berukuran
mikroskopis yang hidup berkoloni di perairan. Dalam bahasa Yunani, Bryozoa,
bryon berarti lumut dan zoon berarti hewan. Sehingga Bryozoa dikatakan juga
sebagai sekumpulan hewan yang menyerupai lumut. Selain disebut dengan
Bryozoa, hewan ini biasa disebut juga Polyzoa yang berarti binatang laut atau air
tawar yang membentuk koloni dari zooid dan Ectroprocta yang berarti hewan
dengan anus berada di luar.
Bryozoa dapat ditemukan di laut dan beberapa jenis dapat ditemukan di
perairan dangkal yang subur dan jernih. Bryozoa hidup dengan cara menempelkan
diri pada batu, benda, atau tumbuhan lain yang berada di perairan (Eldin, 2018).

2.2 Pengertian Protozoa

Protozoa adalah hewan – hewan yang temasuk bersel tunggal, protozoa


memiliki struktur yang lebih majemuk dari pada sel tunggal hewan multiselular
dan meskipun hanya terdiri satu sel, namun protozoa termasuk organisme
sempurna, karena sifat strukturnya itu, maka beberapa para ahli zoologi
menamakan protozoa sebagai aselular tetapi keseluruhan organisme itu dibungkus
oleh plasma membran.1Sama seperti sifat sel hewan, umumnya protozoa
berdinding selaput plasma tipis. Protozoa hanya dapat hidup dari zat-zat organik
yang merupakan konsumen dalam komunitas, mereka menggunakan bakteri atau
mikroorganisme lain/ sisa-sisa organisme (Nurma, 2020).
2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Bryozoa dibagi berdasarkan bentuk lophohore. Lophophore


berfungsi sebagai alat penangkap makanan bersuspensi dan terdapat tentakel
bersilia di sekelilingnya. Bryozoa dibagi atas tiga kelas, yaitu:
1. Phylactolaemata (Lophophore tapal kuda)
Phylactolaemata adalah salah satu kelas dari filum Bryozoa yang memiliki
bentuk lophophore seperti tapal kuda dan salah satu jenis Bryozoa yang
hidup di air tawar. Selain itu, kelas ini hanya memiliki satu ordo yaitu
Plumatellina. Ciri lain yang dimiliki kelas Phylactolaemata adalah :
a. Memiliki epistoma
b. Dinding tubuh berotot
Kelas Phylactolaemata membentuk koloni atas bentuk yang sama. Hal ini
disebabkan kelas Phylactolaemata dapat menghasilkan statoblast yang berfungsi
untuk menghasilkan spesies yang sama.
2. Gymnolaemata (Lophophore lingkaran)
Gymnolaemata adalah kelas yang kedua pada filum Bryozoa. Pada kelas
ini lophophore berbentuk lingkaran dengan tentakel mengelilingi sekitar
lophophore. Tidak seperti kelas sebelumnya, kelas ini tidak memiliki
epistoma dan tidak berotot pada dinding tubuhnya. Selain itu, saat
membentuk koloni kelas Gymnolaemata cenderung memiliki bentuk yang
beragam. Hewan ini terdiri lebih dari 3000 spesies dan kebanyakan hidup
di laut. Kelas Gymnolaemata memiliki dua ordo, yaitu Ctenomata dan
Cheilostomata.
Ordo Ctenomata memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Zooecia seperti agar, khitin atau membran
b. Diameter orifice sama dengan diameter zooecium
c. Koloni berbentuk lapisan tipis pada batu, cangkang moluska atau
ganggang
Contonya : Paludicella (di air tawar) dan Alcyonidium (di air laut)
Ordo Cheilostomata memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Zoecia dari zat tanduk atau kapur
b. Berbentuk kotak dan mempunyai avicularia
c. Mempunyai operculum
d. Bentuk koloni berumbai-rumbai
Contohnya : Bugula dan Membranipora
3. Stenolaemata (Lophophore gelang)
Stenolaemata merupakan satu-satunya kelas Bryozoa yang memiliki
banyak ordo, yaitu Ordo Cyclostomata atau Tubulipora, Ordo Cystoporata, Ordo
Stomatopora, Ordo Cryptostomata, Ordo Trepostomatida dan Ordo Fenestrata.
Stenolaemata memiliki lophopore berbentuk seperti gelang. Spesies pada
kelas ini hanya dapat ditemukan di laut dan koloni berbentuk seperti terumbu
karang (Sandri, 2018).

2.4 Fosil

Fosil (bahasa latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah").
Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup
sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa,
fosil terbentuk dalam batu amber, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La
Brea di California. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata
masih ada disebut fosil hidup dan ilmu yang mempelajari fosil adalah
Paleontologi. (Mustaghfirin, 2014).

2.5 Syarat fosil

Menurut (Akmaluddin, 2019). Suatu organisme yang dapat berubah


menjadi fosil harus memiliki persyaratan pokok seperti:
1. organisme tersebut harus memiliki bagian keras, seperti cangkang, tulang,
gigi, maupun jaringan katu pada tanaman. Namun hal tersebut tidaklah
mutlak karena dalam keadaan khusus, bahkan ubur-ubur yang tidak
memiliki bagian keras pun dapat menjadi fosil.
2. organisme tersebut harus terhindar dari kehancuran setelah mati (post
mortem processes).
3. organisme tersebut setelah mati langsung terkubur oleh material yang
dapat menahan terjadinya pembusukan. Jenis material yang dapat menahan
terjadinya pembusukan antara lain lumpur, yang nantinya kan berubah
menjadi serpih maupun batugamping.

2.6 Ciri-ciri morfologi dan struktur Protozoa

1. Hidup sendiri atau berkoloni dengan simetri tubuh bersifat


bilateralsimetris, radial atau nonsimetris.
2. Umumnya berbentuk tetap, oval, panjang, dan bulat. Pada beberapa
spesies bentuknya bervariasi tergantung pada umur dan perubahan
lingkungan.
3. Sebagai organisme uniseluler mempunyai kelengkapan alat gerak berupa
flagelum, silium, pseudopodium atau bergerak menggunakan Gerakan
selnya.
4. Inti jelas, berjumlah satu atau lebih dari satu, mempunyai struktur
organelorganel, dan tidak terdiri dari jaringan.
5. Struktur cangkang dimiliki oleh beberapa spesies; beberapa spesies
lainmembentuk sista resisten, atau spora penyebaran untuk menghadapi
keadaan yang tidak baik (Hurip, 2015).

2.7 Diversitas organisme klasifikasi dan taxonomi

Diversitas organisme mempelajari tingkatan dari suatu organisme yang


anatominya paling sederhana sampai dengan yang paling komplek. Organisme
yang paling kompleks anatominya yang akan mampu bertahan. Klasifikasi adalah
esensi pengelompokan jenis organisme dan diklaskan sesuai dengan kategori
utama. Sedangkan Taxonomi adalah upaya penyusunan klasifikasi suatu
organisme secara berurutan dari kelompok terbesar hingga terkecil.

Masing-masing diturunkan pembagian kelompoknya menjadi: Kelas,


Ordo, Famili, Genus, dan Spesies. Tata cara penamaan mengikuti Linnaeus, yang
memberi nama dengan bahasa latin, disebut istilah Binomial Nomenclature.
Dalam Procedure in Taxonomy, edisi 3 Tahun 1956, disebutkan: Systema Naturae
oleh Carl von Linnaeus (Naturalist Swedia, 1758): Penamaan bersistem secara
hirarki berdasarkan perbedaan kategori, aturan:
1. Prosedur penamaan suatu organisme, mengikuti aturan penamaan ganda
atau Binary/Binomial Nomenclature yang tetap digunakan hingga
sekarang.
2. Taksonomi merupakan tata cara sistematis, yang terdiri dari penamaan dan
klasifikasi.
3. Dalam aturan penamaan terkandung aspek nama legal/sah dan asli.
4. Esensi klasifikasi suatu kelompok berupa urutan/rangking dari berbagai
kategori sistematika yakni: Kingdom, Filum, Klas, Ordo, Famili, Genus
dan Spesies.
Sejak pengusulan penamaan binomial ini, maka penamaan suatu takson
menjadi lebih teratur, praktis, dan dipakai secara internasional. Tata cara
penulisan sebagai berikut:
Penulisan nama binomial menggunakan nama Latin yang ditulis miring
tanpa garis bawah atau ditulis tegak dengan garis bawah.

1. Huruf pertama diawali dengan huruf besar yang menunjukkan nama


genus.
2. Sedangkan kata kedua seluruhnya ditulis dengan huruf kecil yang
menunjukkan nama spesies itu sendiri.
3. Pada umumnya setelah nama genus dan spesies itu ditambah dengan nama
penemu species tersebut untuk menyertakan nama ilmiah taxon tersebut.
Pemberian nama pada akhir jenis tersebut dikenal sebagai Law of Priority
(Amin, 2019).

2.8 Lingkungan pengendapan

Lingkungan pengendapan adalah suatu lingkungan tempat dimana lapisan


batuan sedimen diendapkan. Sedangkan lingkungan hidup adalah suatu
lingkungan dimana organisme itu hidup.
Lingkungan pengendapan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Darat: (Danau, Gunung, sungai)
b. Transisi (Delta, Eustarine) Pantai,
c. Laut
Adapun penjelasan mengenai lingkungan pengendapan:
1. Lingkungan Darat
Organisme yang hidup di lingkungan darat biasanya sangat sulit untuk
terawetkan, hal ini disebabkan mudahnya terjadi proses pembusukan. Lingkungan
darat terdiri flood plain, gurun, pegunungan, dataran.
2. Lingkungan Air
Dalam hal ini lingkungan air banyak kita singgung karena lingkungan air
banyak digunakan. organisme yang dalam kehidupannya membutuhkan air dalam
jumlah yang banyak. Hal ini mengakibatkan sebagian besar organisme ditemukan
hidup di lingkungan air. Lingkungan air terdiri atas: sungai, danau, dan laut. Dari
ketiga lingkungan tersebut, lingkungan laut merupakan lingkungan sedimentasi
yang paling banyak ditemukan fosil. Secara umum lingkungan laut dibagi
kedalam zona bathimetri (zona kedalaman) yang terdiri lithoral, neritic, bathyal,
abyssal (Riskatini, 2017).

2.9 Pembagian Golongan fosil

Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses


pemfosilan dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

1. Fosil Tak Termineralisasi


a. Fosil yang tidak mengalami perubahan secara keseluruhan, yaitu fosil
yang jarang terjadi dan merupakan keistimewaan dalam proses
pemfosilan. Misalnya Mammoth di Siberia yang terbekukan dalam
endapan es tersier.
b. Fosil yang terubah sebagian, umumnya dijumpai pada batuan
Mesozoikum dan Kenozoikum. Contohnya gigi-gigi binatang buas,
tulang dan rangka Rhinoceros yang tersimpan di musium Rusia, serta
cangkang moluska.
c. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses
pemfosilan. Sedangkan fossil amber merupakan organisme yang
terperangkap dalam getah dari tumbuhan tersebut. Contohnya insekta
yang terselubungi getah damar dalam endapan Oligosen di Teluk
Baltik sebagi fosil Resen.

2. Fosil yang Termineralisasikan / Mineralized Fossils

Golongan ini dibedakan atas dasar material yang mengubahnya serta cara
terubahnya. Golongan ini dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Replacement, merupakan penggantian total material penyusun rumah


organisme oleh mineral-mineral asing. Contohnya adalah fosil
cangkang organisme Crinoid yang berumur Silur, yang keseluruhannya
tergantikan oleh mineral kalsium karbonat, yang ditemukan di
Lockport’s Lowertown pada formasi Rochester shale.
b. Histometabasis, adalah penggantian total tiap-tiap molekul dari
jaringan tumbuhan oleh mineral-mineral asing yang meresap ke dalam
jasad tumbuh-tumbuhan.Walaupan seluruh molekul telah terganti
namun struktur mikroskopisnya masih terpelihara dan nampak dengan
jelas mineral-mineral pengganti tersebut, antara lain agate,
chert ,kalsedon dan opak.
c. Permineralisasi, adalah pengisian oleh mineral-minaral asing ke dalam
tiap pori-pori dalam kulit kerang tanpa mengubah material
penyusunnya yang semula (tulang/kulit kerang).
d. Leaching, adalah proses pelarutan dinding test oleh air/tanah.
e. Distilasi / karbonisasi, yaitu menguapnya kandungan gas-gas atau zat
lain yang mudah menguap dalam tumbuhan atau hewan karena
tertekannya rangka atau tubuh kehidupan tersebut dalam sedimentasi
dan meninggalkan residu karbon (C) berupa lapisan-lapisan tipis dan
kumpulan unsur C yang menyelubungi atau menyelimuti sisa-sisa
organisme yang tertekan tadi. Contohnya adalah batubara.
3. Fosil Jejak (Trace fossils)
Fosil ini terbentuk dari jejak hasil aktivitas organisme baik binatang
maupun tumbuhan.

a. Mold, adalah cetakan tapak yang ditinggalkan oleh organisme berelief


tinggi.
b. Cast, adalah cetakan dari jejak oleh material asing yang terjadi apabila
rongga antar tapak dan tuangan terisi zat lain dari luar, sedang fosilnya
sendiri telah lenyap.
c. Koprolit, adalah kotoran binatang yang terfosilkan dan berbentuk
nodul-nodul memanjang dengan komposisi phospatik.
d. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh salah satu hewan tertentu
misalnya pada reptil untuk membantu pencernaan.
e. Trail, adalah jejak ekor binatang yang terfosilkan.
f. Track, adalah jejak kuku binatang yang terfosilkan.
g. Foot print, adalah jejak kaki hewan yang terfosilkan.
h. Burrow, borring, tubes, adalah lubang-lubang yang berbentuk seperti
lubang bor atau pipa yang merupakan tempat tinggal/hidup yang telah
memfosil. Burrow adalah lubang yang dibuat oleh organisme untuk
mencari mangsa/makan dan hidup. Borring adalah lubang yang
digunakan untuk menyimpan makanan. Sedangkan tube adalah lubang
hasil aktivitas organisme yang berbentuk pipa/tabung (Riskatini,
2017).

2.10 Penanggalan umur relatif

Merupakan metode mengetahui umur lapisan batuan secara relatif


berdasarkan kandungan fosil didalam batuan. Metode ini hanya mengetahui mana
lapisan yang tua dan muda, tanpa mengetahuiangka pasti dari umur batuannya,
sehingga metode ini disebut juga metode kualitatif:
1. Hukum Uniformitarianism (James Hutton)
Proses geologi yang terjadi pada zaman sekarang juga terjadi pada masa
lampau, hanyaintensitasnya saja yang berubah-ubah, Contoh: jika pada masa ini
terdapat koral penyusun terumbu karang pada lingkungan lautdangkal, berarti
apabila dijumpai batugamping koral di puncak Himalaya, dapat
disimpulkanbahwa puncak Himalaya dahulu kala merupakan bagian dari sebuah
laut dangkal. Contohlainnya adalah apabila sekarang terjadi perubahan iklim dan
letusan gunung berapi, pada masalalu juga harusnya terjadi letusan gunung api
dan perubahan iklim, namun intensitasnya bisalebih ringan atau lebih parah dari
masa kini.
2. Hukum Original Horizontality (Nicolas Steno)
Sedimen yang membentuk batuan akan terakumulasi dalam lingkungan
pengendapan (cekungan) mengikuti gaya gravitasi, dengan bentuk bawah
mengikuti morfologi/relief dasar cekungan dan bagian atas permukaannya
horizontal/datar.”
Akibatnya, ketika ditemukan suatu lapisan batuan yang telah termiringkan,
maka dapatdisimpulkan bahwa lapisan tersebut telah mengalami gaya tektonik
aktif (misalnyapengangkatan) yang menyebabkan batuan tidak lagi horizontal.
Pada kenyataannya, beberapa jenis batuan pada awalnya pun tidak terbentuk
secara horizontal, namun tumbuh sesuaidengan kemiringan topografinya sendiri,
maupun mekanisme pengendapannya tidakmemungkinkan untuk menjadi
horizontal.

3. Hukum Lateral Continuity (Nicolas Steno)

Pada suatu urutan batuan dalam kondisi normal, lapisan batuan akan
melampar ke semua arah secara lateral, dan semakin jauh dari sumber material
sedimen, maka ketebalannya akansemakin tipis. Selain itu, pada ujung cekungan,
lapisan batuan juga akan membaji.

4. Hukum Lateral Accretion (Johannes Walter)

Dalam keadaan tidak terganggu, suatu urutan vertikal fasies batuan akan
mencerminkan pelamparan lateral dari lingkungan yang membentuk fasies
tersebut.
hukum ini merupakan koreksi dari hukum original horizontality. Dinyatakan
bahwa padapengendapan normal, perlapisan batuan akan mengalami pertumbuhan
ke arah lateraldaripada vertikal. Pembajian lapisan batuan tidak hanya dijumpai
pada tepian cekunganpengendapan, tapi juga dijumpai pada dasar cekungan.
Dampak dari hukum ini adalah bahwabatuan yang lebih tua tidak selalu dijumpai
di bawah batuan yang lebih muda. Batuan yanglebih tua dapat dijumpai di bawah,
sejajar, maupun di atas batuan yang lebih muda (Raemaka, 2017).

BAB III
METODOLOGI PENELITAN

Metode penelitian yang digunakan pada praktikum ini adalah metode


kualitatif yang dimulai dengan pendeskripsian sampel dan menganalisisnya untuk
mendapatkan kesimpulan dan penamaan dari sampel fosil yang diamati. Adapun
tahapan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

3.1 Studi Pendahuluan

Pada tahapan ini, praktikan akan mengikuti asistensi acara. Pada asistensi
acara ini dijelaskan materi mengenai Filum Protozoa dan Byrozoa, dan juga pada
tahap ini akan diberikan tugas pendahuluan kepada praktikan.

3.2 Tahapan Praktikum

Praktikum dilaksanakan di laboratorium Paleontologi, Dapartemen Teknik


Geologi. Sebelum dimulainya kegiatan praktikum, akan dilakukan pengecekan
alat praktikan. Setelah itu, dilakukan responsi guna mengetahui sejauh mana ilmu
yang ditangkap oleh praktikan pada saat asistensi acara. Setelah responsi
dilakukan, dilanjutkn dengan dengan kegiatan praktikum. Praktikan mulai
mendeskripsikan sebanyak delapan sampel fosil, dan dituliskan pada lembar kerja
praktikum.

3.3 Analisis Data


Pada tahap ini, dilakukan asistensi dengan asisten terkait lembar kerja
praktikum yang telah di isi dengan deskripsi sampel fosil untuk memperoleh hasil
yang benar.

3.4 Penyusunan Laporan

Setelah melakukan asistensi dengan asisten, mendapatkan data yang benar


maka dilanjutkan dengan penyusunan laporan praktikum sesuai dengan format
laporan yang telah ditentukan sebelumnya.

3.5 Laporan

Laporan yang telah selesai disusun dan telah diasistensikan kembali serta
telah diperoleh hasil yang benar kemudian dikumpulkan sesuai dengan yang telah
ditentukan.
Tabel 3.1 Diagram alir

BAB IV
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah:

NO. FILUM KELAS ORDO FAMILI GENUS SPESIES


Cyathaxoni Cyathaxo Cyathaxonia
372 Protozoa Anthozoa Staurida
anidae nia cornu MCH
stenolaem Fanestra Phyllopori Phyllopor Phylloporina
101 Bryozoa
ata ta nanidae ina furcate (EICHW.)
Foramini Fusulinani
1121 Protozoa Fsulina Fusulina Fusulina alpina
fera dae
Pleydellia
Cephalop Amoniti Pleydellian
1613 Protozoa Pleydellia aalensis
oda da idae
(ZEITEN)
Nummulites
Globothal Foramini Nummulite Nummulit
1964 Protozoa millecaput
amea fera sidae es
BOUBEE
Stenolaem Phyllopo Pseudohorn Pseudohor Pseudohornera
90 Bryozoa
ata rtida eranidae nera bifisa (EICHW)
1293 Protozoa Sarcodina Fusulina Parafusulin Parafusuli Parafusulina
anidae na japonica
GUMBEL
Cystiphyllum
Cystiph Cystiphyllu Cystiphyll
807 Bryozoa Anthozoa “americanum”
yllida midae um
EDA. & H.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Peraga 372

Gambar 4.1 Peraga 372

Fosil dengan nomor peraga 372 ini termasuk dalam filum protozoa, kelas

Anthozoa, Ordo Staurida, famili Cyathaxonianidae, genus Cyathaxonia, dan

mempunyai spesies Cyathaxonia cornu MCH.

Fosil ini memiliki bentuk fosil Plate (pipih) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter .
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah

endoderm yaitu tubuh bagian dalam fosil, eksoderm yang merupakan bagian luar

fosil, dan test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Karbon Bawah (± 345 - 318 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

345 – 318 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Karbon Bawah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap keatas permukaan.


Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana

organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.2 Peraga 101

Gambar 4.2 Peraga 101

Fosil dengan nomor peraga 101 ini termasuk dalam filum bryozoa, kelas

stenolaemata, Ordo Fanestrata, famili Phylloporinanidae, genus Phylloporina, dan

mempunyai spesies Phylloporina furcate (EICHW.).

Fosil ini memiliki bentuk fosil Branching (bercabang) dan proses

pemfosilan permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3)

karena ketika ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih.

Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan

pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai

200 meter . Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri
adalah test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Ordovisium Tengah (± 500 - 450 juta tahun yang

lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

500 - 450 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Ordovisium Tengah

pada lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200

meter. Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana


organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.3 Peraga 1121

Gambar 4.3 Peraga 1121

Fosil dengan nomor peraga 1121 ini termasuk dalam filum protozoa,

kelas Fsulina, Ordo Foraminifera, famili Fusulinanidae, genus Fusulina, dan

mempunyai spesies Fusulina alpina.

Fosil ini memiliki bentuk fosil Plate (pipih) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter .

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah

endoderm yaitu tubuh bagian dalam fosil, eksoderm yang merupakan bagian luar
fosil, dan test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Karbon Atas (± 290 - 280 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

290 - 280 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Karbon Atas pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana

organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi


fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.4 Peraga 1613

Gambar 4.4 Peraga 1613

Fosil dengan nomor peraga 1613 ini termasuk dalam filum protozoa,

kelas Cephalopoda, Ordo Amonitida, famili Pleydellianidae, genus Pleydellia, dan

mempunyai spesies Pleydellia aalensis (ZEITEN).

Fosil ini memiliki bentuk fosil Plate (pipih) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter .

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah

endoderm yaitu tubuh bagian dalam fosil, eksoderm yang merupakan bagian luar

fosil, dan test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Jura Bawah (± 195 - 176 juta tahun yang lalu)
Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

195 - 176 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Jura Bawah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana

organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering
digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.5 Peraga 1964

Gambar 4.5 Peraga 1964

Fosil dengan nomor peraga 1964 ini termasuk dalam filum protozoa,

kelas Globothalamea , Ordo Foraminifera, famili Nummulitesidae, genus

Nummulites, dan mempunyai spesies Nummulites millecaput BOUBEE.

Fosil ini memiliki bentuk fosil Plate (pipih) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter .

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah

endoderm yaitu tubuh bagian dalam fosil, eksoderm yang merupakan bagian luar

fosil, dan test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Eosen Tengah (± 55 - 50 juta tahun yang lalu)

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air
angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

55 - 50 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Eosen Tengah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Nummulites millecaput BOUBEE adalah foraminifera besar yang mudah

dikenali dan berlimpah di batuan sedimen laut dangkal, digunakan untuk

menentukan zona biostratigrafi. Nummulites millecaput BOUBEE hidup di laut

dangkal dengan suhu air yang hangat. Keberadaan fosil Nummulites millecaput

menunjukkan bahwa suatu daerah dulunya ditutupi oleh laut dangkal dengan iklim

tropis atau subtropis.untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan


lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan, juga sebagai bukti

adanya kehidupan pada masa Eosen Tengah.

Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana

organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.6 Peraga 90

Gambar 4.6 Peraga 90

Fosil dengan nomor peraga 90 ini termasuk dalam filum bryozoa, kelas

Stenolaemata, Ordo Phylloportida, famili Pseudohorneranidae, genus

Pseudohornera dan mempunyai spesies Pseudohornera bifisa (EICHW).

Fosil ini memiliki bentuk fosil Branching (bercabang) dan proses

pemfosilan permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3)

karena ketika ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih.


Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan

pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai

200 meter . Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri

adalah test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Ordovisium Tengah (± 500 - 450 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

500 - 450 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Ordovisium Tengah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.


Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana

organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.7 Peraga 1293

Gambar 4.7 Peraga 1293

Fosil dengan nomor peraga 1293 ini termasuk dalam filum Protozoa, kelas

Sarcodina, Ordo Fusunila, Famili Parafusulinanidae, Genus Parafusulina, dan

mempunyai spesies Parafusulina japonica GUMBEL.

Fosil ini memiliki bentuk fosil plate (pipih) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih.. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 200 meter .

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah
endoderm yaitu tubuh bagian dalam fosil, eksoderm yang merupakan bagian luar

fosil, dan test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu

geologi umur fosil ini adalah Perem Bawah ± 280 - 250juta tahun yang lalu.

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relatif lebih stabil.

Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan bertambah

dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung akan keluar

dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami sementasi

dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya waktu

akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga menjadi

fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil oleh satu jenis mineral

karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga menyebabkan

fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang mengisi juga

dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ± 280 - 250 juta

tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Perem Bawah pada lingkungan

pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Diperkirakan

karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil

tersebut tersingkap ketas permukaan.

Di dalam geologi fosil ini memiliki kegunaan seperti dapat memberikan

informasi berharga tentang lingkungan geologis di masa lampau di mana


organisme tersebut hidup. Berdasarkan karakteristik morfologi dan distribusi

fosil-fosil ini, para geolog dapat menganalisis kondisi lingkungan seperti suhu air,

kedalaman laut, keasaman, dan kejernihan air pada waktu itu. Fosil ini juga sering

digunakan sebagai penanda stratigrafi dalam pemetaan geologi. Mereka

membantu para geolog dalam menentukan usia dan hubungan relatif antara

lapisan-lapisan batuan di lapangan.

4.2.8 Peraga 807

Gambar 4.8 Peraga 807

Fosil dengan nomor peraga 807 ini termasuk dalam filum bryozoa, kelas

Anthozoa, Ordo Cystiphyllida, famili Cystiphyllumidae, genus Cystiphyllum, dan

mempunyai spesies Cystiphyllum “americanum” EDW. & H.

Fosil ini memiliki bentuk fosil tabular (tabung) dan proses pemfosilan

permineralisasi. Memiliki komposisi kimia karbonatan (CaCO3) karena ketika

ditetesi HCl tidak menunjukkan reaksi. Berdasarkan komposisi kimianya dapat

ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada zona laut

dalam dengan kedalaman lebih dari 200 meter . Adapun bagian tubuh yang masih

dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test yaitu bagian keseluruhan dari suatu

fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Devon Tengah (±

395- 370 juta tahun yang lalu).


Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Setelah itu material akan mengalami

sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil), seiring berjalannya

waktu akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan sehingga

menjadi fosil. Adapun proses pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah

permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis

mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga

menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang

mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini berlangsung sekitar ±

395 – 370 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur Devon Tengah pada

lingkungan pengendapan laut dalam dengan kedalaman lebih dari 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Fosil karang Cystiphyllum ‘americanum’ juga dapat memberikan

petunjuk tentang kondisi lingkungan di masa lalu. Karang umumnya hidup di

perairan dangkal yang jernih dan kaya akan nutrisi. Jadi, keberadaan fosil ini

dapat memberikan bukti tentang kondisi lingkungan laut pada periode Devon,

seperti suhu air, keasaman, dan kualitas air. Selain itu, fosil-fosil karang seperti
Cystiphyllum americanum juga dapat digunakan dalam studi biostratigrafi, yaitu

metode pengklasifikasian dan penanggalan lapisan batuan berdasarkan fosil-fosil

yang ditemukan di dalamnya.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut :

1. Nama protozoa berasal dari bahasa latin yang berarti hewan yang
pertama (proto =pertama, zoon=hewan). Hewan phylum ini hidup di
daerah yang lembab atau berair, misalnya di air tawar, air laut, air
payau, dan tanah, bahkan di tubuh organisme lain dan untuk bryozoa
dalam bahasa Yunani, Bryozoa, jryon berarti lumut dan zoon berarti
hewan. Sehingga Bryozoa dikatakan juga sebagai sekumpulan hewan
yang menyerupai lumut.

2. Mendeskripsikan fosil dari filum bryozoa dan protozoa dimulai


dengan melihat nomor peraga lalu membuat sketsa gambar, setelah
itu kita lihat taksonomi dari fosil tersebut, setelah taksonomi kita
dapat mendeskripsikan mulai dari proses pemfosilan, bentuk fosil,
sifat kimia, lingkungan pengendapan serta umur dari fosil tersebut.

3. Kedua filum tersebut dapat berperan penting dalam bidang geologi


ataupun bidang pada umumnya, seperti bryozoa dapat berfungsi
seperti dapat menganalisa kondisi laut pada masa lampau,
sedangkan pada protozoa berfungsi dapat menentukan umur relatif
batuan.

5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Adapun saran untuk Laboratorium, yaitu:

1. Tetap mempertahankan kebersihan laboratorium,


2. Tetap menjaga kondisi sampel dan fasilitas seperti alat agar tetap awer,
3. Sampel fosil di susun dengan rapi dan bersih.

5.2.2 Saran untuk Asisten

Adapun saran untuk Asisten:

1. Mempertahankan cara menjelaskan dengan baik dan lengkap,


2. Ketika Asistensi berikan waktu yang banyak untuk kami bertanya,
3. Memperbanyak pertanyaan untuk tambahan nilai plus.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Sandri. 2018. Tugas Paleontologi. Kendari: Universitas Halu Oleo.

Amin, Mustaghfirin. 2014. Paleontologi. Jakarta: Kemendikbud

Amin. (2019). Paleontologi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Indonesia.

Akmaluddin. 2019 Buku Panduan Praktikum Paleontologi. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Eldin. 2018 Ilmu Paleontologi dasar. Kendari: Universitas Haluoleo.

Pratomo, Hurip. 2015 Kingdom Protozoa dan Filum Porifera. Tengerang Selatan:

Universitas Terbuka.

Riskatini. 2017. Paleontology. Lombok: Universitas Mataram Mada.

Rahardjo, W.(2019. Makropaleontologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Raemaka, L. O. (2017). Proses Pemfosilan. Yogyakarta: Universitas gadjah Mada.

Yulitasari, Nurma. 2020 TAKSONOMI INVERTEBRATA. Bandar Lampung

Universitas Islam Negeri Raden Intan .


L

Anda mungkin juga menyukai