Anda di halaman 1dari 161

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Pengertian Fosil

Fosil adalah jejak atau sisa kehidupan baik langsung atau tidak langsung
terawetkan dalam lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur
geologi (> 500.000 tahun).

Fosil dalam “Paleontologi” terbagi menjadi dua macam, yaitu :


1. Fosil Makro/besar (Macrofosil) yaitu fosil yang dapat dilihat dengan mata
biasa (megaskopis).
2. Fosil Mikro/kecil (Microfosil) yaitu fosil yang hanya dapat dilihat dengan
bantuan alat mikroskop (mikroskopis).
Dilihat dari asal kata, fosil berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang
berarti menggali dan/ sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan. Sedangkan
fosialisasi adalah semua proses yang melibatkan penimbunan hewan atau
tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh
maupun sebagian tubuhnya serta pada jejak-jejaknya.

1.1.2. Pengertian Filum Porifera

Porifera atau biasa disebut sebagai hewan berpori berasal dari kata pori
yang berarti lubang kecil dan fero yang berarti membawa atau mengandung.
Contoh dari porivera adalah sponsa. Sponsa merupakan hawan yang hidup
menempel pada suatu substrat di laut. Telah diketahui kira-kira 2500 spesies, ada
beberapa yang hidup di air tawar, tetapi sebagian besar hidup di laut. Nama filum
ini dari kenyataan bahwa tubuh porifera mempunyai pori-pori. Air beserta
makanan masuk melalui pori kedalam rongga di dalam tubuh dari hewan akhirnya
keluar melalui oskulum. Air yang telah disaring ini akan dibuang melalui
oskulum. Tubuh sponsa terdiri dari dua lapisan sel, diantara kedua lapisan tersebut
terdapat bagian yang tersusun dari bahan yang lunak disebut mesoglea. Sel-sel

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 1
yang membentuk lapisan dalam mempunyai flagea, yang mengatur aliran sel-sel
ini dapat ”menangkap” partikel makanan (Imam Fends, 2011).
Porifera atau spon habitatnya menempel di karang dan biasanya hidup
berkoloni secara berkelompok. Struktur tubuh yang paling sederhana dalam spons
adalah tabung atau bentuk vas yang dikenal sebagai "asconoid", tetapi ini sangat
membatasi ukuran hewan. Jika hanya ditingkatkan, rasio volume ke permukaan
meningkatkan luas, karena permukaan meningkat sebagai persegi panjang atau
lebar sementara volume meningkat secara proporsional untuk kubus. Jumlah
jaringan yang membutuhkan makanan dan oksigen ditentukan oleh volume, tetapi
kapasitas pompa yang memasok makanan dan oksigen tergantung pada area yang
dicakup oleh choanocytes. Spons Asconoid jarang melebihi 1 milimeter (0,039 in)
diameter (Oemarjati, dkk, 1990).

1.1.3. Pengertian Filum Protozoa dan Bryozoa

Protozoa berasal dari bahasa yunani, yaitu protos yang artinya pertama
dan zoon yang artinya hewan. Hewan paling sederhana di dunia ini adalah
protozoa. Disebut paling sederhana karena hewan tersebut hanya terdiri dari satu
sel dan biasanya berukuran mikroskopis antara 5-5.000 mikron, rata-rata antara
30-300 mikron (Sugiarji, 2005: 26).
rotozoa merupakan organisme uniseluler, hidup bebas atau parasit,
beberapa diantaranya bersimbiosis dengan makhluk hidup lainnya. pencernaan
secara intraseluler di dalam vakuola makanan. Pengambilan makanan secara
holozoik, saprozoik, dan holofitik. Protozoa hidup pada semua habitat yang
memungkinkan hewan itu hidup, dan Protozoa secara mutlak memerlukan
lingkungan yang basah, misalnnya dalam air baik air tawar, maupun air
bergaram atau dalam tanah yang basah sampai kedalaman kurang lebih 20 cm
(Maskoeri, 1984 : 32).
Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan
salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh
sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma,
sitoplasma, dan mitokondria.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 2
Bryozoa berasal dari bahasa yunani, Bryon berarti lumut dan Zoon berarti
hewan. Bryozoa berupa koloni hewan kecil-kecil yang menyerupai lumut berbulu.
Bryozoa sendiri lebih dikenal dengan nama lain Ectropocta, yang berasal dari kata
Ektos yang berarti di luar, dan Proctos yang berarti anus. Jadi Bryozoa merupakan
kelompok hewan yang memiliki anus di bagian luar lophophore. Saluran
pencernaan bryozoa lengkap membentuk huruf U dan mulut yang di kelilingi oleh
lophophore.
Bryozoa dianggap sebagai tumbuhan karena bentuk dan karakteristik dari
Bryozoa menyerupai tumbuhan lumut. Namun, setelah penelitian lebih lanjut
Bryozoa merupakan koloni dari hewan kecil-kecil, seperti hamparan lumut
berbulu, menempel pada batu, benda atau tumbuhan air di perairan dangkal yang
subur dan jernih. Bryozoa berasal dari bahasa yunani, bryon berarti lumut dan
zoon berarti hewan. Filum Bryozoa dinamakan juga Polyzoa atau Ectoprocta,
berasal dari kata ectos berarti di luar dan proctos berarti anus, maksudnya anus
terletak di luar lophophore. Lophophore ialah lipatan dinding tubuh atau calyx
yang mengelilingi mulut, dan mengandung tentakel bercilia.
Bryozoa adalah hewan yang berkoloni dan sessile. Tiap individu
terbungkus oleh zooecium yaitu selubung dari khitin atau lapisan tebal kalsium
karbonat yang tertutup khitin. Bryozoa hidup di laut dan beberapa hidup di air
tawar. Beberapa jenis mengeluarkan benda berkapur seperti batu karang. Sebagian
besar spesies bryozoan hidup di lingkungan laut, air dangkal. Beberapa silia
beberapa bergerak tetapi beberapa koloni yang mampu merayap sekitar dan
beberapa spesies dapat bergerak dalam butiran pasir. Fosil mereka sering
ditemukan dalam batuan dimulai pada Ordovisium dan terjadi dalam berbagai
bentuk. Mereka hidup oleh organisme mikroskopis pakan mengambang di air
seperti diatom atau radiolaria, yang mereka ambil dengan tentakel kecil.

1.1.4. Pengertian Filum Coelenterata

Coelenterata berasal dari kata Yunani: koilos + enteron; Koilos = rongga,


enteron = usus, sering disebut sebagai hewan berongga. Coelenterata merupakan
hewan yang tidak mempunyai usus yang sesungguhnya, tetapi pemberian nama

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 3
dengan istilah “Hewan Berongga” itupun masih belum tepat mengingat
Coelenterata adalah hewan yang tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya
(coelom), yang dimiliki hanyalah sebuah rongga sentral yang ada di dalam tubuh
yang disebut coelenteron. Dalam kenyataan coelenteron merupakan alat yang
berfungsi ganda, yaitu sebagai alat pencerna makanan dan sebagai alat pengedar
sari-sari makanan ke seluruh sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh
(Maskoeri, 1992: 103).
Coelenterata umumnya hidup di laut, hanya beberapa jenis yang hidup di
air tawar. Dalam siklus hidupnya ia dapat berbentuk polip yaitu hidup menempel
pada suatu substrat atau berbentuk medusa yang bebas berenang. Bentuk polip
tubuhnya berbentuk silindris, bagian proksimal melekat, bagian distal mempunyai
mulut yang dikelilingi tentakel. Mulut bermuara ke dalam rongga gastrovaskuler
atau enteron yang berfungsi untuk mencerna makanan dan mengedarkan sari-sari
makanan. Medusa umumnya berbentuk seperti paying atau lonceng, tentakel
menggantung pada permukaan paying. Tentakel berfungsi untuk menangkap
makanan, alat gerak dan mempertahankan diri. Susunan saraf berupa anyaman
sel-sel saraf yang tersebar secara difusi. Coelenterata merupakan hewan yang
belum memiliki anus (Jutje, 2006: 58).

1.1.5. Pengertian Filum Brachiopoda

Brachiopoda berasal dari kata brachys yang berarti pendek dan pous
yang artimya kaki. Jadi Brachiopoda adalah hewan laut yang hidup didalam
setangkup cangkang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk. Mereka biasanya hidup
menempel pada substrak dengan semen langsung atau dengan tangkai yang
memanjang dari ujung cangkang (Suhardi, 2002).
Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis
Bivalvia di mana pada bagian terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex
yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi dengan permukaan yang
tipis dari periostacum organik, yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu
(invertebrata palaeontologi). Hewan Brachiopoda merupakan kelompok hewan
lain selain Ectoprocta yang terkait dengan fosil-fosil dari zaman Cambria. Hewan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 4
tersebut dinamakan demikian karena anggapan yang salah bahwa hewan ini
menggunakan lengan-lengan mereka yang menggulung untuk bergerak. Dalam
kelompok ini lebih banyak yang menjadi fosil dari pada yang masih hidup
(Aslan, dkk., 2010).
Lingula unguis merupakan salah satu marga (genus) dari phylum
Brachiopoda yang keberadaannya sampai sekarang masih hidup di zona intertidal
dan mendapat sebutan fosil hidup atau dalam istilah lainnya “Living Fossil”.
Hewan ini lazimnya disebut Kerang Lentera (lamp shell). Hal ini karena
bentuknya yang menyerupai lampu minyak pada zaman kerajaan romawi kuno.
Hewan ini dikenal sebagai hewan yang hidup di dalam liang pada dasar lumpur
atau pasir berlumpur. Lingula unguis termasuk hewan penggali pasir dengan
menggunakan semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak
(Aslan, dkk., 2010).

1.1.6. Pengertian Filum Molusca

Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus = lunak) merupakan hewan yang


bertubuh lunak. Tubuhnya lunak dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga
yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata. Ukuran dan
bentuk Mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput yang panjangnya hanya
beberapa milimeter dengan bentuk bulat telur. Namun ada yang dengan bentuk
torpedo bersayap yang panjangnya lebih dari 18 m seperti cum-cumi raksasa.
Mollusca hidup secara heterotrof dengan memakan ganggang, udang, ikan
ataupun sisa-sisa organisme. Habitatnya di air tawar, di laut dan didarat. Beberapa
juga ada yang hidup sebagai parasit. Reproduksi umumnya Mollusca
menguntungkan bagi manusia, namun ada pula yang merugikan
(Adun, 2011 : 86).
Filum Mollusca merupakan salah satu anggota hewan invetebrata.
Anggota filum ini antara lain remis, tiram, cumi-cumi, octopus, dan siput.
Berdasarkan kelimpahan spesiesnya Mollusca memiliki kelimpahan spesies
terbesar di samping arthropoda. Ciri umum yang dimiliki Mollusca adalah,
tubuhnya bersimetris bilateral, tidak bersegmen, kecuali Monoplacopora,

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 5
memiliki kepala yang jelas dengan organ reseptor kepala yang bersifat khusus.
Pada permukaan ventral dinding tubuh terdapat kaki berotot yang secara umum
digunakan untuk begerak, dinding tubuh sebelah dorsal meluas menjadisatu
pasang atau sepasang lipatan yaitu mantel atau pallium. Fungsi mantel adalah
mensekresikan cangkang dan melingkupi rongga mantel yang di dalamnya berisi
insang (Rudi, 2012).
Mollusca merupakan filum terbesar dari kingdom animalia. Mollusca
dibedakan menurut tipe kaki, posisi kaki, dan tipe cangkang, yaitu Gastropoda,
Pelecypoda, dan Cephalopoda. Yang pertama yaitu, Gastropoda (dalam bahasa
latin, gaster =perut, podos=kaki) adalah kelompok hewan yang menggunakan
perut sebagai alat gerak atau kakinya. Misalnya, siput air (Lymnaea sp.), remis
(Corbicula javanica), dan bekicot (Achatia fulica). Hewan ini memiliki ciri khas
berkaki lebar dan pipih pada bagian ventrel tubuhnya. Gastropoda bergerak
lambat menggunakan kakinya. Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel
panjang dan sepasang tentakel pendek. Pada ujung tentakel panjang terdapat mata
yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel
pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau. Gastropoda akuatik bernapas
dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga
mantel (Brotowidjojo, 1989 : 111)

1.1.7. Pengertian Filum Arthropoda

Arthropoda berasal dari bahasa yunani, asal katanya adalah “arthron”


yang artinya ruas atau buku-buku dan “podos” yang berarti kaki. Sehingga secara
terminology Arthropoda berarti hewan yang tidak bertulang belakang yang
mempunyai kaki yang berbuku-buku. Arthropoda adalah Phylum yang paling
besar dalam dunia hewan dan mencakup serangga, laba-laba,udang, lipan dan
hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah nama lain hewan berbuku-buku. Empat
dari lima bagian (yang hidup hari ini) dari spesies hewan adalah arthropoda,
dengan jumlah di atas satu juta spesies modern yang ditemukan dan rekor fosil
yang mencapai awal Cambrian.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 6
Arthropoda mencakup semua golongan binatangyang bercirikan kakinya
beruas-ruas. Dan mulai muncul sejak jaman Cambrian dan masih banyak
anggotanya yang hidup sampai saat sekarang dan jumlah spesies ada filum
anthropoda ini sangat besar. Kelompok ini menyseuaikan diri di bermacam
lingkungan, dan sebagian dari kelompok ini tersusun oleh zat khitinan, dan
sebagian lagi tersusun oleh karbonatan. Walaupun jumlahnya yang banyak tapi
yang terawetkan dalam bentuk fosil sangat sedikit hal ini dikarenakan tubuh dari
anthropoda ini mudah mengalami kehancuran dan sangat sulit terawetkan.

1.1.8. Pengertian Filum Echinodermata

Echinodermata (dari bahasa Yunani untuk kulit berduri) adalah sebuah


filum hewan laut yang mencakup bintang laut, teripang, dan beberapa kerabatnya.
Kelompok hewan ini ditemukan di hampir semua kedalaman laut. Filum ini
muncul di periode Kambrium awal dan terdiri dari 7.000 spesies yang masih
hidup dan 13.000 spesies yang sudah punah. Echinodermata adalah filum hewan
terbesar yang tidak memiliki anggota yang hidup di air tawar atau darat. Hewan-
hewan ini juga mudah dikenali dari bentuk tubuhnya: kebanyakan memiliki
simetri radial, khususnya simetri radial pentameral (terbagi lima). Walaupun
terlihat primitif, Echinodermata adalah filum yang berkerabat relatif dekat dengan
Chordata (yang di dalamnya tercakup vertebrata), dan simetri radialnya
berevolusi secara sekunder. Larva bintang laut misalnya, masih menunjukkan
keserupaan yang cukup besar dengan larva Hemichordata (Maskoeri Jasin, 1992).
Echinodermata memiliki ciri yang khas yakni bersifat simetri radial
dengan penguat tubuh dari zat-zat kapur dengan tonjolan duri-duri. Kelompok
organisme ini semuanya hidup di laut. Pergerakan dari echinodermata termasuk
lambat, gerakannya diatur oleh tekanan hidrostatis atau system vaskuler air.
System saraf terdiri dari cincin oral dan tali-tali saraf radial. Sistem ekskresi pada
Echinodermata tidak ada sehingga fungsi ekskresi dilakukan melalui penonjolan
kulit (brank/papula). Bentuk tubuh, struktur anatomi dalam fisiologi
echinodermata sangat khas. Bentuk tubuh simetri radial 5 penjuru, meskipun
echinodermata termasuk divisi Bilateria. Sebenarnya pada waktu larva

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 7
mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral dan hidup sebagai plankton, tetapi pada
akhir stadium larva mengalami metamorfosa menjadi simetri radial.
Echinodermata tidak mempunyai kepala; tubuh tersusun dalam sumbu oral-aboral.
Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi rangka mesodermal. Rangka di
dalam dan terdiri atas ossicle atau pelat-pelat kapur yang dapat digerakkan atau
tidak dapat digerakkan. Bentuk dan letak osscile tiap jenis adalah khas. Rongga
tubuh luas dan dilapisi peritoneum bercilia dalam perkembangannya sebagian
rongga tubuh menjadi system pembuluh air, suatu organ yang tidak terdapat pada
avetebrata lain (Maskoeri, 1992: 117).
Echinodermata terbagi atas 5 kelas, yaitu kelas Asteroidea (bintang laut),
tubuhnya berbentuk bintang dengan 5 lengan, permukaaan tubuh pada bagian
dorsal atau aboral terdapat duri-duri. Pada sekitar duri terdapat modifikasi duri
berupa penjepit, yang berfungsi melindungi insang dermal, mencegah serpihan-
serpihan dan organisme kecil agar tidak tertimbun di permukaan tubuh, juga untuk
menangkap mangsa. Berikutnya kelas Ophiroidea (bintang ular) memiliki bentuk
tubuh bola cakram kecil dengan 5 lengan bulat panjang. Pada lengan terdapat
saluran coelom kecil, batang saraf, pembuluh darah dan cabang-cabang system
vascular. Pada lengan juga terdapat kaki ambulakral yang sering disebut tentakel
dengan alat hisap. Kelas Echinoidea, landak laut yang berbentuk bulat , tidak
berlengan, tapi memiliki duri. Vicera tersimpan dalam cangkok yang berbentuk
bola. Anus terdapat pada permukaan aboral, mulut terletak pada bagian oral yang
dikelilingi oleh 5 buah gigi yang kuat dan tajam. Kelas berikutnya Holothuroida,
mentimun laut memiliki tubuh bulat memanjang mengandung ossicula yang
mikroskopis. Bagian anterior terdapat mulut dan 10-30 tentakel yang dapat
dijulurkan dan tertarik kembali. Kaki ambulakral terletak pada daerah ventral
yang memiliki alat hisap yang berfungsi untuk bergerak (Mukayat, 1989: 71).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 8
1.2. Tujuan Praktikum

1.2.1. Filum Dan Proses Pemfosilan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui proses


pemfosilan pada fosil dan dapat menentukan umur fosil.

1.2.2. Filum Porifera

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Porifera.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Porifera.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.2.3. Filum Protozoa dan Bryozoa

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Protozoa dan Briozoa.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Protozoa dan Bryozoa.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.2.4. Filum Coelenterata

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Coelenterata.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Coelenterata.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.2.5. Filum Brachiopoda

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Brachiopoda.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Brachiopoda.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.1.6. Filum Molusca

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Molusca.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Molusca.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 9
1.2.7. Filum Filum Arthropoda

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Arthropoda.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Arthropoda.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.2.8. Filum Echinodermata

1. Menentukan bagian-bagian pada fosil filum Echinodermata.


2. Mengklasifikasikan fosil filum Echinodermata.
3. Menetukan umur geolgi pada fosil yang diamati.

1.3. Manfaat Praktikum

1. Dapat mengetahui proses pemfosilan.


2. Dapat mengetahui umur batuan melalui fosil.
3. Dapat mengetahui taksonomi fosil yang diamati.
4. Dapat Mengetahui jenis-jenis fosil.
5. Dapat Mengetahui keterdapatan fosil pada batuan.
6. Dapat Mengetahui umur fosil.

1.4. Prosedur Praktikum

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Amati sampel dan gambar sampel tersebut, dan tuliskan bagian-bagian
fosil yang diamati.
3. Tentukan taksonomi, umur fosil, dan lingkungan hidup fosil yang diamati.
4. Lengkapi lembaran praktikum jika masih ada yang belum terisi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 10
II. ACARA PRAKTIKUM I

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Fosil

Fosil adalah jejak atau sisa kehidupan baik langsung atau tidak langsung
terawetkan dalam lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur
geologi (> 500.000 tahun).

Fosil dalam “Paleontologi” terbagi menjadi dua macam, yaitu :


3. Fosil Makro/besar (Macrofosil) yaitu fosil yang dapat dilihat dengan mata
biasa (megaskopis).
4. Fosil Mikro/kecil (Microfosil) yaitu fosil yang hanya dapat dilihat dengan
bantuan alat mikroskop (mikroskopis).
Dilihat dari asal kata, fosil berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang
berarti menggali dan/ sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan. Sedangkan
fosialisasi adalah semua proses yang melibatkan penimbunan hewan atau
tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh
maupun sebagian tubuhnya serta pada jejak-jejaknya.

2.2. Jenis-Jenis Fosil

1. Fosil yang berasal dari organisme itu sendiri

Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sedniri yang


terawetkan/tersimpan. Dapat berupa tulangnya, daunnya, cangkangnya, dan
hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang “keras”.
Dapat juga berupa binatangnya secara lengkap (utuh) tersimpan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 11
Gambar 1. Contoh dari fosil yang berasal dari organisme itu sendiri.

2. Fosil yang berasal dari sisa-sisa aktifitasnya

Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara
lain seperti yang terlihat dibawah ini. Fosil sisa aktifivitasnya sering juga disebut
dengan Trace Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat hanyalah sisa-sisa
aktifitasnya. Jadi ada kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau
tumbuhan itu sendiri. Penyimpanan atau pengawetan fosil cangkang ini dapat
berupa cetakan. Namun cetakan tersebut dapat pula berupa cetakan bagian dalam
(internal mould) dicirikan bentuk permukaan yang halus, atau external mold
dengan ciri permukaan yang kasar. Keduanya bukan binatangnya yang tersimpan,
tetapi hanyalah cetakan dari binatang atau organisme itu.

Gambar 2. Contoh dari fosil yang berasal dari organisme itu sendiri.

2.3 Proses Pemfosilan (Fosialisasi)

Fosialisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan


yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami
pengawetan secara menyeluruh, sebagian atatupun jejaknya saja. Terdapat
beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain :
 Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
 Mengalami pengawetan
 Terbebas dari bakteri pembusuk
 Terjadi secara alamiah
 Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
 Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 12
Banyak faktor dapat mempengaruhi bagaimana fosil terpelihara. Sisa dari
suatu organisme mungkin tergantikan oleh mineral, yang hanya dihancurkan oleh
suatu reaksi kimia yang hanya meninggalkan jejak atau bekas (impresi), atau
hanya mengurangi bentuk yang lebih stabil. Fosialisasi dari suatu organisme
tergantung pada kimia lingkungan dan biokimia organisme tersebut. Sebagai
hasilnya, tidak semua organimse di (dalam) suatu lingkungan akan terpe;ihara
menjadi fosil.
Selain cara menjadi fosil, berbagai macam bahan dan aktivitas yang
terlibat dalam fosialisasi sangat beraneka ragam seperti yang dijelaskan pada
penjelasan dibawah ini.

1. Petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena bahan-bahan


seperti:
a. Silika (SiO2), berasal dari ledakan gunung api, dapat berupa abu. Jika
bercampur dengan air kemudian memasuki pori-pori organisme dan
mengganti molekul-molekul organisme oleh komponen silika dan
kemudian mengalami proses pembatuan.
b. Kolofan, zat yang terdiri dari kalsium karbonat (CaCO3), sulfat (SO4) dan
air (H2O). Proses pemfosilan oleh kolofan sama seperti yang terjadi pada
proses pemfosilan oleh silika (SiO2).
c. Kalsium karbonat (CaCO3), zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan
dan terlarut dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari suatu
organisme dan terkompaksikan sehingga membentuk sebuah fosil.
d. Oksida besi(FeO) dan sulfida besi (FeS), zat ini berupa limonit, vivianit,
atau hematit. Pemfosilan dengan bahan ini dapat menyebabkan fosil
berwarna gelap karena mengandung unsur besi.

2. Karbonisasi, penimbunan organisme sehingga mengalami destilasi maupun


kompresi sehingga komponen gas dan air dalam tubuhnya hilang dan
tersisa unsur karbon (C).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 13
a. Destilasi, proses dimana suatu tumbuhan atau bahan organik lainnya yang
telah mati dengan cepat tertutup oleh tanah.
b. Kompresi, proses yang ditandai dengan organisme tertimbun dalam lapisan
tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam suatu organisme tertekan
keluar oleh bertanya lapisan tanah yang menimbunnya.

3. Mineralisasi, proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh organisme


oleh mineral yang lebih tahan terhadap prose pelapukan. Meski material
yang menyusun organisme telah digantikan oleh mineral, struktur sel dari
organisme itu sendiri masih tampak jelas dengan menggunakan mikroskop.
Proses mineralisasi dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:

a. Rekristalisasi, pengkristalan kembali mineral penyusun rangka organisme


menjadi mineral yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-atom
penyusun mineral akan menyesuaikan diri dan membentuk mineral yang
lebih solid. Fosil yang mengalami rekristalisasi akan mempunyai bentuk
dam struktur yang tetap. Tetapi hanya komposisi mineralnya yang berubah.
b. Permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme
berkontak langsung dengan air. Dimana, air ini mengandung ion-ion
terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-
unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan mineral. Dengan adanya proses
ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
c. Replacement, material penyusun organisme yang mengalami pelarutan
dan digantikan oleh mineral yang lain. Selama proses ini, volume dan
bentuk asli organisme tidaklah berubah, tetapi material penyusunnya
mengalami perubahan.

4. Pengawetan, proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau


sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat
kimia maupun fisiknya.

5. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang mengalami
kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 14
sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral sekunder
lainnya disebut cast.

6. Organic trap, organisme yang secara utuh terjebak pada suatu material
sehingga tertimbun dan menjadi fosil.

7. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada material-


material lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut track.
Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang menimbulkan
kenampakan yang sangat halus.

8. Fake fosil, fosil rekayasa yang sengaja dibentuk oleh manusia sebagai
peraga.

9. Bekas gigtan, fosil tulang yang memiliki bekas gigitan dari carnivora
maupun hewan pengerat.

10. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk


menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran hewan
tersebut.

11. Gastrolit, batu yang permukaannya halus yang ditemukan di dalam badan
hewan yang telah menjadi fosil.

2.3. Manfaat Fosil

1. Melakukan Korelasi

Korelasi ialah menghubungkan titik-titik kesamaan waktu. Dengan


membandingkan fosil yang telah diketahui umurnya secara relatif maupun absolut
di suatu tempat dengan tempat lain, dapat dibuat korelasinya.

2. Menentukan Umur Relatif

Penentuan umur dengan fosil dapat dilakukan dengan menggunakan fosil


indeks.Fosil indek memiliki beberapa syarat tertentu, yaitu:

a. Penyebaran geografis (lateral) yang luas.

b. Terbatas pada suatu zona (range umur) yang pendek.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 15
c. Mudah dikenali dan mudah dibedakan dari fosil lainnya.

d. Tidak atau sedikit terpengaruh oleh lingkungan yang bermacam-macam.

e. Terdapat dalam jumlah yang banyak.

3. Menentukan Lingkungan pengendapan

Umumnya, fosil hanya dijumpai pada batuan sedimen.Baik sedimen


kontinen maupun sedimen marine. Dengan melihat kandungan fosilnya, kita dapat
mengetahui lingkungan pengendapan batuan tersebut

4. Menentukan Iklim Masalampau/Paleoklimatologi

Fosil yang ada pada batuan yang diendapkan adalah pada kondisi iklim
yang diperlukan yang sama dengan iklim yang dibutuhkan organisme untuk
berkembang dengan baik

5. Memecahkan Masalah Struktur Geologi dan Stratigrafi

Dalam suatu lapisan batuan, fosil yang tertransport akan memperlihatkan


orientasi ke satu arah. Dari orientasi dan kedudukannya, maka dapat
direkonstruksi kembali lapisan-lapisan yang telah mengalami gaya tektonik
sekaligus mengetahui bagian top dan bottom dari suatu lapisan.

6. Mengetahui Evolusi Kehidupan

Dengan menyelidiki fosil yang ada, dapat diketahui kondisi geografi pada
waktu fosil tersebut hidup.

7. Mengetahui Geografi Masa Lampau/ Paleogeografi

Dengan menyusun fosil dari masa kemasa menurut umur geologinya,


maka dapat ditafsirkan evolusi kehidupan dimuka bumi dan urut-urutan sejarah
kejadiannya.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 16
2.4 Keterdapatan Fosil
1. Batuan Beku
Pada batuan beku tidak akan dijumpai fosil karena batuan beku
terbentuk dari hasil pembekuan magma, sehingga tidak mungkin terdapat
fosil.
2. BatuanSedimen
Batuan sedimen sangat baik untuk pengendapan organisme sehingga akan banyak
terkandung fosil didalam batuan sedimen tersebut.
3. BatuanMetamor
Pada batuan metamorf, masih mungkin dijumpai , namun sedikit sekali
dan umumnya fosil tersebut telah hancur bahkan telah hilang oleh proses
metamorfisme.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 17
2.1 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 1. Filum dan Proses Pemfosila Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Rabu, 14 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test
2. Suture
3. Septu
4. Posterior
5. Bodi whorl

No. Urut :1

Filum : MOLUSCA

Kelas : GASTROPODA

Ordo : PULMONATA

Family : HELIXIDAE

Genus : Helix

Spesies : Helix Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur Geologi : Miosen

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini adalah spesies Helix Sp, kelas

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 18
Gastropoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati, organisme ini kemudian
tertransportasi oleh media geologi misalnya air, kemudian terendapkan dan
terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil. Material yang resisten terhadap
pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan terkikis sedangkan material yang
tidak resisten akan mengalami pelapukan dan pengikisan. Lama-kelamaan
material sedimen yang menimbun semakin lama semakin tebal sehingga fosil
yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang semakin besar pula,
material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak akan tergantikan
dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak resisten terhadap
tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten terhadap tekanan.
Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu permineralisasi yang
merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral lain yang lebih
resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses pemadatan
material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses penyemenan atau
pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih besar dengan
material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang merupakan proses
pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal. Fosil ini
berumur Miosen 22,5-5 juta tahun yang lalu. Kegunaan fosil ini yaitu sebagai
penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu lingkungan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 19
pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 20
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 1. Filum dan Proses Pemfosilan Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Rabu, 14 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test
2. Septu
3. Suture
4. Oral Disk

No. Urut :2

Filum :

Kelas :

Ordo :

Family :

Genus :

Spesies :

Proses pemfosilan :

Komposisikimia :

Umur :

Lingkungan pengendapan :

Keterangan :

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 21
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 1. Filum dan Proses Pemfosilal Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Rabu, 14 oktober 2015 NIM : F 121 14 065
Keterangan :
1. test
2. Septu
3. Suture
4. Ligames
5. Cangkang

No. Urut :3

Filum : MOLUSCA

Kelas : PELECHIPODA

Ordo : EULAMELIBRANCHIA

Family : UNIONIDAE

Genus : Anadonta

Spesies : Anadonta Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Miosen

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini adalah spesies Anadonta Sp, kelas


Pelecypoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati, organisme ini kemudian
tertransportasi oleh media geologi misalnya air, kemudian terendapkan dan
terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil. Material yang resisten terhadap

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 22
pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan terkikis sedangkan material yang
tidak resisten akan mengalami pelapukan dan pengikisan. Lama-kelamaan
material sedimen yang menimbun semakin lama semakin tebal sehingga fosil
yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang semakin besar pula,
material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak akan tergantikan
dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak resisten terhadap
tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten terhadap tekanan.
Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu permineralisasi yang
merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral lain yang lebih
resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses pemadatan
material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses penyemenan atau
pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih besar dengan
material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang merupakan proses
pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal. Fosil ini
berumur Miosen 22,5-5 juta tahun yang lalu. Kegunaan fosil ini yaitu sebagai
penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu lingkungan
pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 23
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 1. Filum dan Proses Pemfosilan Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Rabu, 14 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Suture
2. Septu
3. Length
4. Bodi Whorl
5. Outer Lip
6. Operkulum

No. Urut :4

Filum : MOLUSCA

Kelas : GASTROPODA

Ordo : PULMONATA

Family : ACHATINANIDAE

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : Conical

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Pliosen

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini adalah spesies Achatina fulica, kelas


Gastropoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati, organisme ini kemudian

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 24
tertransportasi oleh media geologi misalnya air, kemudian terendapkan dan
terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil. Material yang resisten terhadap
pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan terkikis sedangkan material yang
tidak resisten akan mengalami pelapukan dan pengikisan. Lama-kelamaan
material sedimen yang menimbun semakin lama semakin tebal sehingga fosil
yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang semakin besar pula,
material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak akan tergantikan
dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak resisten terhadap
tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten terhadap tekanan.
Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu permineralisasi yang
merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral lain yang lebih
resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses pemadatan
material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses penyemenan atau
pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih besar dengan
material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang merupakan proses
pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal.
Fosil ini berumur Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu). Kegunaan fosil ini
yaitu sebagai penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu
lingkungan pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 25
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 1. Filum dan Proses Pemfosilan Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Rabu, 14 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Septu
3. Suture
4. Lubang Polyp

No. Urut :5

Filum : COELENTERATA

Kelas : ANTHOZOA

Ordo : STOLANIFERA

Family : TUBIFORANIDAE

Genus : Tubifora

Spesies : Tubifora musica

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : Conical

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Pliosen

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini termasuk dalam filum Coelenterata


dengan spesies Tubifora musica . Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 26
organisme yang mati, kemudian tertransportasikan yaitu terbawa oleh media
geologi berupa air, angin, maupun es. Seiring dengan berjalannya waktu
organisme tersebut tertimbun oleh material-material sedimen yang terakumulasi
dalam cekungan sehingga organisme tersebut terhindar dari makhluk pemangsa.
Di dalam cekungan material-material sedimen semakin bertambah maka
tekanan pada organisme yang tertimbun semakin besar sehingga terjadi proses
kompaksi dan membentuk lapisan sedimen. Kemudian terjadi proses
leaching/pencucian dimana bagian tubuh yang kurang resisten tergantikan oleh
mineral yang lebih resisten. Selanjutnya organisme ini mengalami proses
petrifikasi, berupa proses mineralisasi, yaitu penggantian seluruh mineral
penyusun tubuh organisme ini dengan mineral lain. Organisme ini lalu mengalami
proses litifikasi yang merupakan perubahan organisme menjadi batu oleh adanya
bahan-bahan seperti silika, kalsium karbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu
masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati.
Seiring berjalan waktu organisme tersebut menjadi keras/membatu dan menjadi
fosil.
Proses pemunculan fosil ke permukaan di pengaruhi oleh gaya endogen
dan mengalami pengangkatan. Gaya endogen yang bekerja membuat lapisan
sedimen yang berada dibawah terangkat melalui proses-proses tektonik.
Kemudian dibantu dengan adanya gaya eksogen berupa air hujan atau angin yang
membuat lapisan-lapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada dalam
lapisan batuan tersingkap ke permukaan dan dikenali sebagai fosil. Fosil ini
memilki bentuk tabular yaitu bentuk fosil yang menyerupaitabung, yang
diameternya dari bawah h.ampir sama besar. Fosil ini bereaksi ketika ditetesi
larutan HCL 0,1 M, sehingga dapat diketahui bahwa komposisi kimianya berupa
kalsium karbonat (CaCO3), dan berdasarkan komposisi kimianya fosil ini dapat
diketahui lingkungan pengendapannya berada pada laut dangkal. Berdasarkan
SWG (Skala Waktu Geologi) atau penarikan umur secara relatif , fosil ini
tergolong dalam zaman Devon atau sekitar 395-345 juta tahun yang lalu.
Adapun fungsi dari fosil ini adalah sebagai berikut: sebagai bukti adanya
kehidupan pada masa lampau, untuk menentukan umur relatif suatu

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 27
batuan,menentukan lingkungan pengendapan, menentukan top dan bottom, dan
menentukan geomorfologi suatu daerah. Dengan fosil tersebut kita dapat me
ngetahui keadaan iklim yang berlangsung pada masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 28
III. ACARA PRAKTIKUM II

3.1 TINJAUAN PUSTAKA

3.1.1 Klasifikasi Filum Porifera

Spongilla sp. oleh Rohana (2003) diklasifikaikan sebagai berikut :


Kingdom : Animalia
Phylum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Dictioceractida
Famili : Dicticeractidaceae
Genus : Spongilla
Species : Spongilla sp

Berdasarkan bahan pembentuk kerangka tubuhnya serta spikula, Porifera


terdiri dari tiga kelas yaitu :
1. Calcarea (Calcipsongiae)

Hidup di laut (pantai dangkal), bentuk tubuhnya sederhana, kerangka


tubuh tersusun atas CaCO3, dan koanositnya besar. Adapun ordonya yaitu
Asconosa yang spesiesnya Leucosolenia, dan Syconosa yang spesiesnya Scypha.

2. Hexactinellida (Hyalospongiae)

Hidup di laut dalam, kerangka tubuhnya tersusun atas bahan kersik/silikat


(H2S13O7), spikula berduri 6 (heksason), memiliki saluran air sederhana. Adapun
ordonya yaitu Hexasterophora dan Amphidiscophora sedangkan spesiesnya yaitu
Euplectella dan Hyalonema.

3. Demospongiae

Umumnya hidup di laut, beberapa spesies hidup diair tawar. Pada umunya
tidak mempunyai rangka dan kalau ada rangka terbuat dari kersik, sponging atau
campuran dari keduanya. Ordo dari kelas ini yaitu Carnosa yang spesiesnya

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 29
Chondrosia, Choristida yang spesiesnya Geodia, dan Epipolasida yang
spesiesnya Tethya.

3.1.2. Morfologi dan Anatomi Filum Porifera

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis


seperti yang dijumpai pada marga Leucosolenia, atau massif bentuknya dan agak
tidak teratur. Banyak sepon juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak tentu
bentuknya, membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan
dan pada benda-benda inilah mereka menempel. Kelompok sepon lain
mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui
sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki oleh sepon dapat agak
beragam, namun tetap (Romimohtarto, 2001).

Ukuran tubuh porifera sangat bervariasi, dari sebesar kacang polong


sampai setinggi 90 cm dan lebar 1m. Bentuk sepon bermacam-macam, beberapa
simestris radial, tetapi kebanyakan berbentuk irregular dengan pola
bervariasi. Pada permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori (asal
nama porifera), yang merupakan air masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar
melalui osculum (Aslan, dkk. 2009).

Berdasarkan sisem aliran air bentuk tubuh porifera dibagi menjadi tiga tipe
yaitu asconoid, bentuknya menyerupai vas bunga atau jembangan kecil. Pori-pori
atau lubang air masuk merupakan saluran pada sel porocyte yang berbentuk
tabung. Syconoid, Sepon memperlihatkan lipatan-lipatan dinding tubuh dalam
tahap pertama termasuk tipe syconoid. Misalnya Scypha (Sycon atau Grantia).
Dinding tubuh melipat secara horizontal, sehingga potongan melintangnya seperti
jari-jari, hingga masih tetap radial. Leuconoid. Tingkat pelipatan dinding
spongocoel paling tinggi terdapat pada leuconoid. Flagellated canal melipat-lipat
membentuk rongga kecil berflagela, disebut dflagellated chamber (Aswan. 2007).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 30
3.1.3. Habitat dan Penyebaran Filum Porifera

Porifera mempunyai 3000 spesies dan secara umum hidupnya dilaut


dangkal sampai kedalaman 5 km. dari 3000 ribu spesies yang dikenal hanya 150
spesies yang hidup di air tawar sampai kedalaman 2 meter dan jarang lebihn dari 4
meter yang biasanya hidup pada air jernih dan tenang. Dilaut jenis calcarea
umumnya terbatas pada daerah pantai dangkal (Suwignyo, 2004).

3.1.4. Makanan dan Kebiasaan makan

Sepon adalah pemakan menyarig (filter feeder). Ia memperoleh makanan


dalam bentuk partikel organic renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga
dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang erbuka dalam air, dan
dibawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk. Arus air yang
masuk melalui sistem saluran dari sepon diciptakan oleh cambuk koanosit yang
memukul-mukul terus-menerus. Koanosit juga mencernakan partikel makanan,
baik di sebelah maupun di dalam sel leher (Romimohtarto, 2001).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 31
3.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 2. Filum Porofera Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Osculum
2. Ostium
3. Endoderem
4. Ektoderem
5. Holdfast

No. Urut :1

Filum : PORIFERA

Kelas : DEMOSPONGIAE

Ordo : DICTIOCERACTIDACEAE

Family : TALPASPONGIAIDAE

Genus : Talpaspongia

Spesies : Talpaspongia Clavata Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur Geologi : Kapur

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari filum Porifera, kelas

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 32
Demospongiae, genus Talpaspongia, dengan nama spesies

Talpaspongia Clavata Sp.

Setelah mati, organisme ini akan mengalami transportasi oleh


mediageologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan
mengalami pergantian terhadap material yang lebih resisten terhadap pelapukan.
Setelah itu, material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif
stabil. Bersamaan dengan hal tersebut, material-material sedimen juga ikut
tertransportasikan.
Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan
tersebut akan mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan
mengecil, air yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah
material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan
terjadi prosesleaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu,
akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga
organismetersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang lakukan oleh fosil ini
adalah permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang
memasukinya,sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang di sebgaian
dari tubuh fosil.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Chonical, yaitu fosil yang
membentuk seperti kerucut. Bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti,
endoderm, oskulum yaitu saluran penyebaran air, ostium yaitu lubang masuknya
air, endoderm lapisan dalam, dan eksoderm yaitu lapisan luar fosil atau organisasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 33
Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di
lautdangkal. Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Kapur yaitu
antara 141-65 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentuan lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 34
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 2. Filum Porifera Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Osculum
2. Ostium
3. Endoderem
4. Ektoderem

No. Urut :2

Filum : PORIFERA

Kelas : DEMOSPONGIA

Ordo : HALICHONDIDRA

Family : RECEPTACOLETESIDAE

Genus : Receptacoletes

Spesies : Receptacoletes Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisikimia : CaCO3

Umur : Jura

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari Filum porifera, family


Receptacoletes, kelas demospongiae, genus Receptacoletes.
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 35
mediageologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi, material-
material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian
terhadap material yang resisten terhadap pelapukan.
Setelah itu material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang
relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material sedimen juga ikut
tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi,
semakin lama material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan,
dari tekanan tersebut akan mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan
pori-pori akan mengecil, air yang terkandung di antara material-material akan
keluar, masuklah material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami
sementasi dan terjadi prosesleaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan
berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi
(pembatuan), sehingga organism tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang
dilakukan oleh fosil ini adalah permineralisasi. Mineralisasi adalah proses
pengawetan dimana rongga dalam cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan
oleh air tanah yang memasukinya,sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari
cangkang. Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Jika ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3), menandakan bahwa lingkungan pengendapannya adalah
padalaut dangkal. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Jura
yaitu antara 195-141 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 36
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 2. Filum Porifera Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065
Keterangan :
1. Osculum
2. Ostium
3. Endoderem
4. Ektoderem

No. Urut :3

Filum : PORIFERA

Kelas : DEMOSPONGIAE

Ordo : HOPLOSELERIDA

Family : SPONGEIDAE

Genus : Sponge

Spesies : Sponge Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Jura

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari filum Porifera, kelas


Demospongiae, genus Sponge, dengan nama spesies Sponge Sp.
Setelah mati, organisme ini akan mengalami transportasi oleh
mediageologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi,

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 37
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan
mengalami pergantian terhadap material yang lebih resisten terhadap pelapukan.
Setelah itu, material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif
stabil. Bersamaan dengan hal tersebut, material-material sedimen juga ikut
tertransportasikan.
Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan
tersebut akan mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan
mengecil, air yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah
material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan
terjadi prosesleaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu,
akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga
organismetersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang lakukan oleh fosil ini
adalah permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang
memasukinya,sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang di sebgaian
dari tubuh fosil.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di
lautdangkal. Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Jurayaitu
antara 195-141 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentuan lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 38
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 2. Filum Porifera Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Osculum
2. Ostium
3. Endoderem
4. Ektoderem
5. Holdfast

No. Urut :4

Filum : PORIFERA

Kelas : DEMOSPONGIAE

Ordo : HALICHONDRIDA

Family : HINDIANIDAE

Genus : Hindia

Spesies : Hindia Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : Conical

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Jura

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari filum Porifera, kelas


Demospongiae, genus Hindia, dengan nama spesies Hindia Sp.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 39
Setelah mati, organisme ini akan mengalami transportasi oleh
mediageologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan
mengalami pergantian terhadap material yang lebih resisten terhadap pelapukan.
Setelah itu, material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif
stabil. Bersamaan dengan hal tersebut, material-material sedimen juga ikut
tertransportasikan.
Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan
tersebut akan mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan
mengecil, air yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah
material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan
terjadi prosesleaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu,
akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga
organismetersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang lakukan oleh fosil ini
adalah permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang
memasukinya,sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang di sebgaian
dari tubuh fosil.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Chonical, yaitu fosil yang
membentuk seperti kerucut. Bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti,
endoderm, oskulum yaitu saluran penyebaran air, ostium yaitu lubang masuknya
air, endoderm lapisan dalam, dan eksoderm yaitu lapisan luar fosil atau organisasi.
Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 40
lautdangkal. Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Jura yaitu
antara 195-141 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentuan lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 41
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 2. Filum Porifera Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Osculum
2. Ostium
3. Endoderem
4. Ektoderem
5. Holdfast

No. Urut :5

Filum : PORIFERA

Kelas : DEMOSPONGIAE

Ordo : KERATOSA

Family : SIPHONIANIDAE

Genus : Siphonia

Spesies : Siphonia Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : Conikal

Komposisikimia : CaCO3

Umur : Jura

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari filum Porifera, kelas

Demospongiae, genus Siphonia, dengan nama spesies Siphonia Sp.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 42
Setelah mati, organisme ini akan mengalami transportasi oleh
mediageologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan
mengalami pergantian terhadap material yang lebih resisten terhadap pelapukan.
Setelah itu, material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif
stabil. Bersamaan dengan hal tersebut, material-material sedimen juga ikut
tertransportasikan.
Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan
tersebut akan mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan
mengecil, air yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah
material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan
terjadi prosesleaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu,
akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga
organismetersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang lakukan oleh fosil ini
adalah permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang
memasukinya,sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang di sebgaian
dari tubuh fosil.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Chonical, yaitu fosil yang
membentuk seperti kerucut. Bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti,
endoderm, oskulum yaitu saluran penyebaran air, ostium yaitu lubang masuknya
air, endoderm lapisan dalam, dan eksoderm yaitu lapisan luar fosil atau organisasi.
Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 43
lautdangkal. Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Jurayaitu
antara 195-141 juta tahun yang lalu.
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentuan lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 44
IV. ACARA PRAKTIKUM III

4.1 TINJAUAN PUSTAKA

4.1.1 Klasifikasi Filum Bryozoa

1. Phylactolaemata

Lophophore berbentuk tapal kuda mempunyai epistome; dinding berotot;


koloni monomorfik; terdapat di air tawar; menghasilkan statoblast; tidak ada
zooid polymorpism; tidak ada proses pengerasan asam kapur. Dalam kelas
Phylactolaemata hanya terdapat satu ordo yaitu ordo Plumatellina.

2. Gymnolaemata

Lophophore berbentuk lingkaran; epistome tidak ada; dinding tubuh tidak


berotot, koloni acapkali polimorfik; zooeica kompleks berbentuk silindris; lebih
dari 3000 spesies hidup, kebanyakan laut; banyak spesies fosil.
Dalam kelas Gymnolaemata di bagi menjadi 2 ordo yaitu :

a. Ctenostomata

Zoecia seperti agar, khitin atau membran; diameter orifice sama dengan
diameter zoecium; koloni berbentuk lapisan tipis pada batu, cangkang molusca
atau ganggang (Clarkson, 1993).
Contoh : Pladucella (di air tawar) dan Alcyonidium diaphanum (di air
laut), Vinella repens, dan Bowerbankia.

b. Cheilostomata

Zoecia dari tanduk atau kapur, berbentuk kotak dan mempunyai avicularia,
biasanya mempunyai operkulum; bentuk koloni berumbai-umbai.
Contoh : Bugula, Membranipora membranace, Adeona grisea dan
Callopora ramosa.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 45
3. Stenolaemata

Bentuk zoecium sepetri tabung, terbuka di bagian ujung; dinding zoecia


berkapur dan menyatu satu sama lain; orifice bundar; telur di erami dalam ovicell
yang besar; 900 spesies hidup, semua dilaut. Dalam kelas Stenolaemata di bagi
menjadi 6 ordo, yaitu :
a. Ordo Cyclostomata atau tubulipora, contoh: crissia, tubulipora.
b. Ordo Cystoporata, contoh: Fistulipora nura
c. Ordo Stomatopora, contoh: Stomatopora gingrina
d. Ordo Cryptostomata, contoh: Archemedes sp., Fistulipora sp..
e. Ordo Treopostomata, contoh: Batostoma minnesotense, Prasopora
simulatrix, dan Constellaria florida.
f. Ordo Fenestrata, contoh: Fenestella sp. dan Ceramoporella ohioensis.

4.1.2. Klasifikasi Filum Protozoa

1. Kelas Sarcodina (Rhizopoda)

Rhizopoda bergerak dan makan dengan menggunakan pseudopodia (kaki


semu). Hewan-hewan anggota kelas ini bersifat amoeboid, yaitu bentuk tubuhnya
tidak tetap (selalu berubah-ubah) karena aliran protoplasma yang membentuk
pseudopodia (kaki semu). Tidak semua anggota Rhizopoda itu telanjang seperti
amoeba, misalnya Foraminifera yang tubuhnya berselubung. Foraminifera
sebagai fosil sangat berguna untuk menentukan umur lapisan batu-batuan, jadi
penting dalam geologi dan arkeologi. Beberapa contoh Rhizopoda antara lain :
Amoeba sp, Foraminifera,Radiolaria, dan Nonion (seekor foraminifera).

2. Kelas Mastigophora (Flagellata)

Hewan-hewan yang termasuk kelas ini mempunyai satu atau lebih flagela
(bulu cambuk). Bentuk tubuh lebih tetap tanpa rangka luar, tubuhnya dilindungi
oleh suatu selaput yang fleksibel yang disebut pellice, di sebelah luarnya terdapat
selaput plasma. Hidup di air tawar, di laut atau parasit pada organisme
lain/manusia. Contoh hewan anggota kelas ini yaitu Euglena, Volvox,
Tripanosoma, dan Trichomonas.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 46
3. Kelas Infusoria (Ciliata)

Hewan-hewan anggota kelas ini mmpunyai ciliata (rambut getar) untuk


brgerak atau mencari makan. Hidupnya mandiri atau sebagai komensal dalam
saluran pencernaan herbivora dan sebagainya. Ciliata hidup di air tawar yang
banyak mengandung bakteri atau zat-zat organik. Adapun contoh hewan dari
Ciliata antara lain yaitu Paramecium sp., Balantidium, Didinium, dan Vorticella.

4. Kelas Sporozoa

Umumnya hewan-hewan ini tidak mempunyai alat gerak dan hidupnya


parasit di dalam darah, dalam saluran usus, atau dalam jaringan tubuh lainnya.
Berbiak dengan spora dan berlangsung cepat. Penyakit malaria pada manusia dan
hewan, penyakit mencret berdarah pada unggas disebabkan oleh hewan-hewan
anggota kelas ini. Contoh hewan dari kelas ini yaitu : Plasmodium sp, Babesia
dan Theileria.

5. Kelas Suctoria

Bentuk muda hewan ini mempunyai cilia yang oleh karena itu beberapa
ahli memasukkannya dalam kelas ciliata. Bentuk dewasanya hidup mandiri,
mempunyai tentakel dan melekat pada sesuatu benda dengan tentakelnya.
Beberapa jenis bersifat parasitis. Tentakel berguna untuk menusuk atau
menghisap dan tidak mempunyai cilia. Cara makannya bersifat holozoik.
Reproduksi dengan pembentukan tunas-tunas. Adapun contoh hewan dari kelas
ini yaitu : Acineta dan Ephelota.

4.1.3. Sistem Pencernaan Filum Protozoa dan Bryozoa

Proses pencernaan makanan pada Bryozoa dilakukan dengan proses yang


sama dengan hewan lain yakni pertama kali makanan yang diambil oleh tentakel
lalu dimasukkan ke dalam mulut yang kemudian melewati faring, lalu di cerna di
dalam lambung lalu melalui usus, dimana di usus tersebut terjadi penyerapan
bahan makanan yang sudah dicerna oleh lambung.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 47
4.1.4. Sistem Reproduksi Filum Protozoa Dan Bryozoa

Bryozoa bereproduksi secara seksual dan aseksual. Semua Bryozoa air


tawar dan kebanyakan Bryozoa air laut yang fertilisasi dalam pertumbuhannya di
dalam tubuh. Telur dan sperma dihasilkan secara bergantian, adakalanya
protandri. Testis pada funiculus, ovari terletak pada lophophore. Pada spesies
dioceus, zooid jantan dan betina terdapat satu koloni atau pada koloni lain.
Gonoduct tidak ada, telur dan sperma berhamburan dalam coelom atau dilepas di
air. Beberapa spesies laut mengerami telurnya, semisalnya dalam saluran
pencernaan yang mengalami degenerasi atau ovicell.
Bentuk larva Bryozoa laut bervariasi, namun semuanya mempunyai
corona, yaitu semacam lingkaran cilia sebagai alat renang, dan serumpun cilia
panjang di anterior, serta sebuah kantung penempel di posterior. Setelah berenang
bebas sesaat bagi yang tidak makan, dan beberapa bulanlagi yang makan, maka
larva menempel di substrat, tumbuh menjadi zooid awal yang disebut ancestrula.
Dengan jalan pertunasan, reproduksi aseksual, ancestrula membentuk beberapa
zooid baru dan zooid-zooid ini membentuk sejumlah besar zooid lagi, sehingga
terbentuklah koloni bryozoa baru yang makin lama makin besar, bentuk koloni
sesuai dengan jenisnya. Kolini berumur satu musim atau beberapa tahun.
Reproduksi Aseksual pada bryozoa air tawar selain dengan cara pertunasan, juga
dengan menghasilkan statoblast, satu sampai beberapa butir pada funiculus.
Statoblast tahan terhadap kekeringan, panas dan dingin. Struktur dan bentuk
statoblast di pakai untuk identifikasi genus dan spesies.

4.1.4 Manfaan Filum Briozoa

Bryozoa merupakan makanan dari turbelaria, siput, oligochaeta, larva


trichoptera dan ikan kecil. Koloni spesies fosil pada stenolaemata mempunyai
zoecia dari kapur padat, sehingga meninggalkan lapisan kapur yang tebal. Hal ini
berarti spesies tersebut turut membantu terjadinya periode geologis yang pendek,
namun penyebaran geologisnya luas, spesies tersebut berguna sebagai petunjuk
lapisan geologis untuk mempelajari batuan-batuan dalam uji pengeboran untuk
mencari minyak.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 48
4.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 3. Filum Protozoa dan Bryozoa Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test

2. Endoderem

3. Ektoderem

No. Urut :1

Filum : PROTOZOA

Kelas : SARCODINA

Ordo : FORAMINIFERA

Family : NUMMULITESIDAE

Genus : Nummulites

Spesies : Nummulites millecaput BOUBEE

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur Geologi : Eosen

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini berasal dari family Nummulitesidae,

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 49
genus Nummulites, dan dengan nama spesies Nummulites millecaput BOUBEE.
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi, material-material
yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut
terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman dengan itu,
material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah
material akan terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan
menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air yang
terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material sementasi
yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses leaching
(proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme
dan mterial sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut
menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah
permineralisasi. Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam
cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya,
sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga ondogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik
di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah plate, yaitu fosil yang memipih
seperti piring, dan bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti, endoderm yaitu
lapisan luar , dan eksoderm, yaitu lapisan bagian dalam fosil.
Bila ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3). Adapun umur fosil ini adalah Eosen yaitu antara 55-38 juta
tahun yang lalu.
Kegunaan fosil ini adalah penentu umur relatif lapisan sedimen, penentu
lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan penentu iklim pada saat

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 50
terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 51
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 3. Filum Protozoa dan Bryozoa Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test

2. Endoderem

3. Ektoderem

4. Oral disk

No. Urut :2

Filum : BRYOZOA

Kelas : STENOLAEMATA

Ordo : CYCLOSTOMATA

Family : THECOSMILIANIDAE

Genus : Thecosmilia

Spesies : Thecosmilia trechotoma GOLDF

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisikimia : SiO2

Umur : Jura

Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

Keterangan : Fosil ini merupakan filum dari Bryozoa. kelas


Stenolaemata, ordo Cyclostomata, family Thecosmilianidae dan termasuk genus
Thecosmiliadengan nama spesies Thecosmilia trichomata GOLDF.
Awalnya organisme ini mati lalu tertransportasi ke cekungan-cekungan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 52
yang stabil melalui air.Kemudian organisme tersebut tertimbun oleh material
sedimen akibat adanya tekanan yang terjadi. Selanjutnya terjadi kompaksi antara
material sedimen dengan organisme yang tertimbun tadi yang mengakibatkan
pori-pori organisme semakin mengecil dan kemudian terjadi proses
permineralisasi dimana terjadinya suatu penggantian sebagian tubuh fosil dengan
pengisian mineral-mineral yang lebih resisten terhadap proses pelapukan. Seiring
dengan berjalannya waktu, terjadilah yang namanya litifikasi atau pembatuan
dimana organisme telah berubah menjadi fosil dan telah menyatu dengan material
sedimen.
Kemudian karena adanya gaya endogen seperti gempa bumi atau pergeseran
lempeng bumi, fosil yang telah menyatu dengan material sedimen tadi akan
tersingkapkan ke permukaan setelah itu karena adanya gaya eksogen contohnya
hujan, angin, air, udara, dan lain sebagainya, material sedimen tersebut akan
terkikis dan akan terpisah dengan fosil.
Fosil ini memiliki bentuk yang bercabang atau yang biasa disebut branching.
Adapun bagian tubuh dari fosil ini yang masih dapat dikenali, yaitu test,
endoderem, dan ektoderem .Test merupakan bagian keseluruhan dari tubuh
fosil.Endoderem merupakan bagian dalam tubuh fosil. Sedangkan ektoderem
merupakan bagian luar tubuh fosil. Adapun komposisi mineral yang terkandung di
dalam fosil ini, yaitu silika (SiO2) dengan lingkungan pengendapan di laut dalam
yang Berdasarkan skala waktu geologi, umur dari fosil ini sekitar Jura (195-141
juta tahun yang lalu).
Adapun kegunaan dari fosil ini yaitu sebagai bukti adanya kehidupan di masa
lampau dan memberi tentang serta penunjuk terjadinya evolusi kehidupan, sebagai
penentu iklim pada saat terjadi atau berlangsungnya proses sedimentasi atau yang
lebih dikenal dengan Paleoclimatology, sebagai penentu kedalaman sedimentasi
atau lingkungan pengendapan dari batuan yang mengandungnya, yakni dengan
menggunakan fosil bentonik, sebagai penentu umur relatif batuan yang
mengandungnya, sebagai penunjuk rekonstruksi paleogeografi, sebagai penentu
top dan buttom dari suatu lapisan batuan yang mengandungnya, untuk penentuan
biostratigrafi yakni penentuan urutan batuan berdasarkan kandungan biota atau

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 53
fosil yang dikandung oleh suatu batuan, untuk menentukan arah aliran material
sedimentasi, untuk mengetahui kolerasi batuan dan perkembangan stratigrafi
batuan sedimen. Jadi dengan demikian, mengetahui tentang fosil berarti
mengetahui tentang umur, kondisi lingkungan dan perkembangan stratigrafi
batuan sedimen.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 54
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 3. Filum Protozoa dan Bryozoa Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065
Keterangan :
1.Test
2. Endoderem
3. Oral opening
4. Ektoderem
5. Oral disk

No. Urut :3

Filum : BRYOZOA

Kelas : STENOLAEMATA

Ordo : CYSTOPORATA

Family : CORALIDAE

Genus : Coral

Spesies : Coral Limestone Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Kapur

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil di atas berasal dari family Coralidae, genus


Coral, dan dengan nama spesies Coral limestone Sp.
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, ke daerah cekungan, selama tranportasi, material-material

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 55
yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut
terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman dengan itu,
material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah
material akan terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan
menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air yang
terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material sementasi
yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses leaching
(pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan
material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi
fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam cangkang terisi
oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya, sehingga
terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa gaya
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik
di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es
sehingga fosil menjadi tampak di permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Tabular, yaitu bentuk fosil yang
berbentuk seperti tabung. Bagian tubuh yang masih dapat dijumpai adalah oral
opening yaitu garis-garis luar pada dinding fosil, oral disk lingkaran besar pada
fosil.
Bila ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium
karbonat (CaCO3), hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya
berasal dari laut dangkal. Adapun umur fosil ini adalah Kapur, yaitu antara 141-65
juta tahun yang lalu.
Kegunaan fosil ini adalah penentu umur relatif lapisan sedimen, penentu
lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan penentu iklim pada saat
terjadinya sedimentasi.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 56
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 3. Filum Protozoa dan Bryoz Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 15 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Zooid
2. Montikula
3. Endoderem
4. Ektoderem

No. Urut :4

Filum : BRYOZOA

Kelas : GYMNOLAEMATA

Ordo : CTENOSTOMATA

Family : HELIOLITHESIDAE

Genus : Heliolithes

Spesies : Heliolithes cF Magastoma McCoy

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Silur

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Fosil ini merupakan Filum dari Bryozoa, kelas


Gymnolaemata, family Heliolithesidae,dan termasuk genus Heliolithes dengan
nama spesies Heliolithes cF.Mmegastoma McCoy

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 57
Awalnya organisme ini mati lalu tertransportasi ke cekungan-cekungan
yang stabil melalui air. Kemudian organisme tersebut tertimbun oleh material
sedimen akibat adanya tekanan yang terjadi. Selanjutnya terjadi kompaksi antara
material sedimen dengan organisme yang tertimbun tadi yang mengakibatkan
pori-pori organisme semakin mengecil dan kemudian terjadi proses
permineralisasi dimana terjadi suatu penggantian sebagian tubuh fosil dengan
pengisian mineral-mineral yang lebih resisten terhadap proses pelapukan. Seiring
dengan berjalannya waktu, terjadilah yang namanya litifikasi atau pembatuan
dimana organisme telah berubah menjadi fosil dan telah menyatu dengan material
sedimen.
Kemudian karena adanya gaya endogen seperti gempa bumi atau pergeseran
lempeng bumi, fosil yang telah menyatu dengan material sedimen tadi akan
tersingkapkan ke permukaan setelah itu karena adanya gaya eksogen contohnya
hujan, angin, air, udara, dan lain sebagainya, material sedimen tersebut akan
terkikis dan akan terpisah dengan fosil.
Fosil ini dapat dikenali, yaitu test, zooid, dan mantikula. Dimana test adalah
bagian keseluruhan dari tubuh fosil, zooid adalah lubang pori yang berukuran
sedang yang ada pada bagian tubuh fosil, dan mantikula adalah lubang pori yang
berukuran paling besar yang berfungsi sebagai mulut pada fosil. Komposisi
mineral yang terkandung di dalam fosil ini yaitu kalsium karbonat (CaCO3)
dengan lingkungan pengendapan berada di laut dangkal.Berdasarkan skala waktu
geologi, umur dari fosil ini yaitu sekitar Silur (435-395 juta tahun yang lalu).
Adapun kegunaan dari fosil ini yaitu sebagai bukti adanya kehidupan di masa
lampau dan memberi tentang serta penunjuk terjadinya evolusi kehidupan, sebagai
penentu iklim pada saat terjadi atau berlangsungnya proses sedimentasi atau yang
lebih dikenal dengan Paleoclimatology, sebagai penentu kedalaman sedimentasi
atau lingkungan pengendapan dari batuan yang mengandungnya, yakni dengan
menggunakan fosil bentonik, sebagai penentu umur relatif batuan yang
mengandungnya, sebagai penunjuk rekonstruksi paleogeografi, sebagai penentu
top dan buttom dari suatu lapisan batuan yang mengandungnya, untuk penentuan
biostratigrafi yakni penentuan urutan batuan berdasarkan kandungan biota atau

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 58
fosil yang dikandung oleh suatu batuan, untuk menentukan arah aliran material
sedimentasi, untuk mengetahui kolerasi batuan dan perkembangan stratigrafi
batuan sedimen. Jadi dengan demikian, mengetahui tentang fosil berarti
mengetahui tentang umur, kondisi lingkungan dan perkembangan stratigrafi
batuan sedimen.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 59
V. ACARA PRAKTIKUM VI

5.1 TINJAUAN PUSTAKA

5.1.1 Klasifikasi Filum Coelenterata

Menurut Radiopetro (2001), ubur-ubur (Aurelia aurita) diklasifikasikan


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Coelenterata

Class : Scypozoa

Ordo : Semaestonae

Famili : Semaestomaceae

Genus : Aurelia

Species : Aurelia aurita

Menurut Radiopoetro (2001), Anemon (Heteractric crispa)


diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Coelenterata

Class : Anthozoa

Ordo : Zoantharia

Famili : Scypisthomae

Genus : Hetcractris

Species : Heteractic Crispa

Menurut Radiopetro (2001), Karang (Coral sp.) di klasifikasikan sebagai berikut :

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 60
Kingdom : Animalia

Phylum : Coelenterata

Class : Anthozoa

Ordo : Madrepunaria

Genus : Coral

Species : Coral sp.

5.1.2 Morfologi dan Anatomi

Coelenterata memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan


endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai
pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan. Sel-sel gastrodermis
berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang
berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan
bantuan enzim yang dikeluarkan oleh sel-sel gastrodermis. Pencernaan di dalam
gastrosol disebut sebagai pencernaan ekstraseluler. Hasil pencernaan dalam
gasrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis untuk kemudian dicerna lebih
lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis disebut
pencernaan intraseluler.Sari makanan kemudian diedarkan ke bagian tubuh
lainnya secara difusi. Begitu pula untuk pengambilan oksigen dan pembuangan
karbondioksida secara difusi. Coelenterata memiliki sistem saraf sederhana yang
tersebar berbentuk jala yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam merespon
rangsangan. Sistem saraf terdapat pada mesoglea.

Alat pernapasan dan alat ekskresi pada phylum coelenterata khususnya


tidak ada. Pertukaran gas terjadi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
Sisa metabolisme biasanya dalam bentuk amonia juga dibuang secara difusi
melalui seluruh permukaan tubuh (Barnes, 1980).

Phylum coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki


jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan dan dua bentuk polip yang berbentuk
tabung, satu ujung tertutup dan merupakan tempat untuk melekat pada subtract

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 61
sedang lainnya dengan mulut yang terletak di tengah-tengah biasanya dikelilingi
oleh tentakel lunak, sedangkan medusa merupakan individu yang berenang bebas
dengan tubuh seperti gelatin, bentuknya mirip paying dan memiliki mulut yang
menonjol di tengah pada daerah cekung bawah (Aslan, 2007).

5.1.3. Habitat dan Penyebaran

Coelenterata umumnya hidup di laut, hanya beberapa jenis yang hidup di


air tawar. Dalam siklus hidupnya ia dapat berbentuk polip yaitu hidup menempel
pada suatu substrat atau berbentuk medusa yang bebas berenang. Bentuk polip
tubuhnya berbentuk silindris, bagian proksimal melekat, bagian distal mempunyai
mulut yang dikelilingi tentakel. Mulut bermuara ke dalam rongga gastrovaskuler
atau enteron yang berfungsi untuk mencerna makanan dan mengedarkan sari-sari
makanan. Medusa umumnya berbentuk seperti paying atau lonceng, tentakel
menggantung pada permukaan paying. Tentakel berfungsi untuk menangkap
makanan, alat gerak dan mempertahankan diri. Susunan saraf berupa anyaman
sel-sel saraf yang tersebar secara difusi. Coelenterata merupakan hewan yang
belum memiliki anus (Jutje, 2006: 58).

Phylum coelenterata kebanyakan hidup dilaut, biasanya terdapat diperairan


dangkal, dan melekat pada substrat. Coelenterata pada salah satu kelasnya yaitu
hydrozoa yang jumlahnya kurang lebih 2.700 jenis. Kelas scypozoa yang
memiliki jumlah species yang lebih dikenal dengan nama ubur-ubur, yang hampir
seluruhnya hidup dilautan dan kebanyakan menghuni perairan pantai sehingga
menimbulkan bahaya bagi perenang (Oemardjati dan Wardana, 2000).

5.1.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Pada coelenterate reproduksi vegetatif dan generatif berlangsung secara


metagenesis (bergiliran). Secara vegetatif yaitu dengan membentuk tunas dan
polip, dan secara generatif yaitu dengan menghasilkan ovum (gamat betina ) dan
spermatozoid (gamat jantan) yang dihasilkan coelenterata berbentuk medusa,
medusa menghasilkan ovum dan spermatozoid yang dilepaskan ke air untuk
melakukan pembuahan yang menghasilkan zigot dan tumbuh menjadi larva

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 62
(planula) dimana planula akan berenang dan akhirnya akan menempel pada
subtract yang nantinya tumbuh menjadi polip muda dimana polip tumbuh dalam
kelompok yang seolah-olah satu individu (Wibowo, 2001).

Daur hidup Coelenterata mengalami fase polip dan fase medusa. Pada fase
polip hidupnya menempel di batuan perairan. Polip ini umumnya hidup secara
soliter atau menyendiri, tetapi ada pula yang membentuk koloni, karena dia
melekat jadi tidak dapat bergerak bebas. Pada fase medusa, Coelenterata hidup
melayang-layang di perairan ( Idun, 2009).

5.1.5. Makan dan Kebiasaan Makan

Coelenterata memakan zooplankton yang di lemahkan terlebih dahulu


menggunakan nematosisnya yang terdapat pada tentakelnya, makanan yang
dicerna secara intraseluler didalam rongga gastrovaskuler. Sisa makanan yang
tidak dicerna akan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi sebagai anus
(Brotowidjoya, 2004).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 63
5.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 4. Filum Coelenterata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Jumat, 16 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Lubang Pori-
pori
3. Aboral
4. Septu

No. Urut : 01
Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : MADREPORARIA
Family : FUNINIDAE
Genus : Favites
Spesies : Favites Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati dan hanyut bersama air menuju kedaerah cekungan yang
lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama transportasi
berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material yang berada

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 64
pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan terendapkan
dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan arus atau gaya
mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya. Karena tertimbun,
maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya. Kompaksi terjadi karena adanya
gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen. Sehingga volume
menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari organisme akan
bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses pencucian dengan air
tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga mengalami permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian dari tubuh organisme oleh
material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan dengan kata lain, material
yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya dialam serta berubah
menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses lithifikasi dan
sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan terjadi pengerasan
terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat ke proses
pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material sedimen
terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena bereaksi ketika
ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dangkal, fosil ini berumur sekitar
Zaman Silur (500-435 juta tahun yang lalu). Adapun fungsi dari fosil ini adalah
sebagai berikut: sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lampau, untuk

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 65
menentukan umur relatif suatu batuan,menentukan lingkungan pengendapan,
menentukan top dan bottom, dan menentukan geomorfologi suatu daerah. Dengan
fosil tersebut kita dapat mengetahui keadaan iklim yang berlangsung pada masa
lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 66
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 4. Filum Coelenterata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Jumat, 16 Oktober 201 5 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Lubang Pori-
pori
3. Aboral
4. Septu

No. Urut : 02
Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : ZOANTHARIA
Family : SOLANASTREANIDAE
Genus : Solanastrea
Spesies : Solanastrea Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme
yang mati, kemudian tertransportasikan yaitu terbawah oleh media geologi berupa
air. Seiring dengan berjalannya waktu organisme tersebut tertimbun oleh material-
material sedimen yang terakumulasi dalam cekungan sehingga organisme
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Di dalam cekungan material-
material sedimen semakin bertambah maka tekanan pada organisme yang
tertimbun semakin besar sehingga terjadi proses kompaksi dan membentuk

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 67
lapisan sedimen. Kemudian terjadi proses leaching/pencucian dimana bagian
tubuh yang kurang resisten tergantikan oleh mineral yang lebih resisten.
Selanjutnya organisme ini mengalami proses petrifikasi, berupa proses
mineralisasi, yaitu penggantian seluruh mineral penyusun tubuh organisme ini
dengan mineral lain. Organisme ini lalu mengalami proses litifikasi yang
merupakan perubahan organisme menjadi batu oleh adanya bahan-bahan seperti
silika, kalsium karbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi
lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Seiring berjalan
waktu organisme tersebut menjadi keras/membatu dan menjadi fosil.
Proses pemunculan fosil ke permukaan di pengaruhi oleh gaya endogen
dan mengalami pengangkatan. Gaya endogen yang bekerja membuat lapisan
sedimen yang berada dibawah terangkat melalui proses-proses tektonik.
Kemudian dibantu dengan adanya gaya eksogen berupa air hujan atau angin yang
membuat lapisan-lapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada dalam
lapisan batuan tersingkap ke permukaan dan dikenali sebagai fosil. Fosil ini
memilki bentuk. Fosil ini bereaksi ketika ditetesi larutan HCL 0,1 M, sehingga
dapat diketahui bahwa komposisi kimianya berupa kalsium karbonat (CaCO3),
dan berdasarkan komposisi kimianya fosil ini dapat diketahui lingkungan
pengendapannya berada pada laut dangkal. Berdasarkan SWG (Skala Waktu
Geologi) atau penarikan umur secara relatif , fosil ini tergolong dalam
zaman Ordovisium atau sekitar 500-435 juta tahun yang lalu. Adapun fungsi
dari fosil ini adalah sebagai berikut: sebagai bukti adanya kehidupan pada masa
lampau, untuk menentukan umur relatif suatu batuan, menentukan lingkungan
pengendapan, menentukan top dan bottom, dan menentukan geomorfologi suatu
daerah. Dengan fosil tersebut kita dapat mengetahui keadaan iklim yang
berlangsung pada masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 68
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 4. Filum Coelenterata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Jumat, 16 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Lubang Pori-
pori
3. Aboral
4. Septu

No. Urut : 03
Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : STOLANIFERA
Family : TUBIFORANIDAE
Genus : Tubifora
Spesies : Tubifora musica
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati dan hanyut bersama air menuju kedaerah cekungan yang
lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama transportasi
berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material yang berada
pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan terendapkan
dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan arus atau gaya
mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya. Karena tertimbun,

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 69
maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya. Kompaksi terjadi karena adanya
gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen. Sehingga volume
menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari organisme akan
bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses pencucian dengan air
tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga mengalami permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian dari tubuh organisme oleh
material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan dengan kata lain, material
yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya dialam serta berubah
menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses lithifikasi dan
sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan terjadi pengerasan
terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat ke proses
pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material sedimen
terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena bereaksi ketika
ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dangkal, fosil ini berumur sekitar
Zaman Silur (500-435 juta tahun yang lalu). Adapun fungsi dari fosil ini adalah
sebagai berikut: sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lampau, untuk
menentukan umur relatif suatu batuan,menentukan lingkungan pengendapan,
menentukan top dan bottom, dan menentukan geomorfologi suatu daerah. Dengan
fosil tersebut kita dapat mengetahui keadaan iklim yang berlangsung pada masa

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 70
lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 71
RAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 4. Filum Coelenterata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Jumat, 16 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Aboral
2. Polyp
3. Hidrant

No. Urut : 04
Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : MADREPORARIA
Family : ACROPORANIDAE
Genus : Acropora
Spesies : Acropora Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati dan hanyut bersama air menuju kedaerah cekungan yang
lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama transportasi
berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material yang berada
pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan terendapkan
dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan arus atau gaya
mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya. Karena tertimbun,

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 72
maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya. Kompaksi terjadi karena adanya
gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen. Sehingga volume
menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari organisme akan
bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses pencucian dengan air
tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga mengalami permineralisasi.
Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian dari tubuh organisme oleh
material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan dengan kata lain, material
yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya dialam serta berubah
menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses lithifikasi dan
sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan terjadi pengerasan
terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat ke proses
pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material sedimen
terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena bereaksi ketika
ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dangkal, fosil ini berumur sekitar
Zaman Silur (500-435 juta tahun yang lalu). Adapun fungsi dari fosil ini adalah
sebagai berikut: sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lampau, untuk
menentukan umur relatif suatu batuan,menentukan lingkungan pengendapan,
menentukan top dan bottom, dan menentukan geomorfologi suatu daerah. Dengan
fosil tersebut kita dapat mengetahui keadaan iklim yang berlangsung pada masa

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 73
lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 74
VI. ACARA PRAKTIKUM V

6.1 TINJAUAN PUSTAKA

6.1.1. Klasifikasi Filum Brachiopoda

1. Kelas Artikulata/Phygocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) dihubungkan dengan otot dan terdapat
selaput dan gigi. Klas Artikulata/Phygocaulina memiliki masa hidup dari zaman
Kambrium hingga ada beberapa spesies yang dapat bertahan hidup sampai
sekarang seperti anggota dari ordo Rhynchonellida dan ordo Terebratulia.
Cici-cici dari klas Artikulata/Phygocaulina :
a. Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket yang di perkuat oleh otot.
b. Cangkang umumnya tersusun oleh material karbonatan.
c. Tidak memiliki lubang anus.
d. Memiliki keanekaragaman jenis yang besar.
e. Banyak berfungsi sebagai fosil index.
f. Mulai muncul sejak Zaman Kapur hingga saat ini.

Macam-macam ordo dari Brachiopoda Artikulata yaitu :

a. Ordo Orthida
 Umur Ordovisium
 Bentuk 1/2 lingkaran, hinge line lurus, hiasan bersifat radial.
 Contoh genus : Hebertella dan Platystrophia.
b. Ordo Strophomenida
 Umur Ordovisium
 Bentuk pipih, hinge line lurus, hiasal radial berupa costellae halus.
 Contoh genus : Sowerbyella dan Rafinesquina.
c. Ordo Spiriferida
 Umur Devon

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 75
 Bentuk seperti kumparan/spiral, tersusun oleh material gampingan
mengelilingi lophophore.
 Contoh genus : Muscrospirifer dan Platyrachella.
d. Ordo Rhynchonellida
 Cangkang berbentuk segitiga atau bulat, hinge line pendek, beak kuat disertai
lipatan bentuk accordeon
 Contoh genus : Pugnoides dan Rhynchotreta.
e. Ordo Terebratulia
 Permukaan cangkang halus.
 Lubang pedicle terletak pada beak yang menggantung.
 Contoh genus : Terebratula dan Dielasma.
2. Klas Inartikulata/Gastrocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan oto dan
terdapat socket dan gigi yang di hubungkan dengan selaput pengikat.
Ciri-ciri dari klas Inartikulata/Gastrocaulina :
1. Tidak memiliki gigi pertautan (hinge teecth) dan garis pertautan (hinge line).
2. Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah
mati cangkang akan terpisah.
3. Cangkang umumnya berbentuk membulat atau seperti lidah, senyawa fosfat
atau khitinan.

1. Ordo Lingulida: katu kecil memanjang.

Genus Lingula terdapat hampir di seluruh dunia dan mulai ada sejak
Ordovisium.
2. Ordo Acrotretida (Inarticulata)
Pedicle valve umumnya “conicle”, “circular” relief tinggi sampai datar,
brachial valve datar (flat). Contoh : Orbiculoida : Ordovisium – Kapur

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 76
6.1.2. Morfologi dan Anatomi

Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis


Bivalvia dimana pada bagian tubuhnya terlindungi secara eksternal oleh sepasang
convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi oleh permukaan
yang tipis dari periostracum organic yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu.
Cangkang membentuk suatu mantel yang menutupi rongga mantel pada bagian
dorsal dan ventral. Tubuh terdapat di dalam suatu cangkang dorsal dan ventral
yang berisikan suatu pedicle berbentuk slindris muncl dari bagian cangkang
(Romimohtarto, 2007).

Kerang lentera (L. unguis) mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri
dari tangkup, tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel, tidak seperti halnya kerang
yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri atas dan bawah. Bukaan cangkang
L. unguis ada di depan, tidak seperti kerang yang bukaan cangkangnya terdapat
dibagian bawah. Bagian utama tubuh berisi visera terdapat dibagian belakang
cangkangnya, sebuah ruang yang luas tertutup diantara kedua tangkup cangkang
di depan tubuh adalah rongga mantel yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel,
sebuah katup dari dinding tubuh. Pada pinggiran setiap lengan terdapat dua baris
tentakel yang dipengaruhi oleh bulu getar. Pada permukaan dalam dari tangkup
atas dekat ujung belakang, melekat satu tangkai berotot yang berbentuk silindrik
yang panjang dinamakan pendukel yang berisi perpanjangan yang berbentuk
tabung dari rongga tubuh. Selama air surut, tangkai tersebut memendek untuk
menarik cangkang ke dalam lubang dan selama air pasang, tangkai ini memanjang
untuk mendorong cangkang ke permukaan air (Romimohtarto, 2007).
Bagian dalam L. unguis terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran
pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot yang
berfungsi sebagai penggerak organ seperti membuka dan menutup cangkang serta
gerak memutar tubuhnya yang disebut pedikel. Dibagian depan (anterior) sebelah
dalam cangkang terdapat suatu organ yang berlipat-lipat meyerupai bentuk tapak
sepatu kuda dan disebut lafofor. Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu
(bersilium) sebagai organ respirasi dan alat untuk menangkap makanannya, disisi

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 77
dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan
lubang pembuangan zat-zat yang tidak berguna (Mudjiono, 2000).

6.1.3. Habitat dan Penyebarannya


Sebanyak 30.000 spesies brachiopoda hidup pada era Paleozoikum dan
Mesozoikum. Fosil brachiopoda tersebar luas dan banyak terdapat dalam batuan
dasar laut. Sekitar 335 spesies hidup, semuanya hidup di laut, soliter dan biasanya
menempel pada batu atau benda padat lainnya, beberapa spesies hidup dalam
lubang di pasir atau lumpur pantai, umumnya di perairan sedang dan dingin
(Suwignyo, 2005).
Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah pasifik
seperti kepulauan Indo malayan perairan Jepang, China, dan Philipina. Kerang
lentera hidup di dasar perairan yang umunya dangkal, tidak berkoloni, daerah
berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan pendukel yang berfungsi sebagai
tongkat. Gerakan ini juga terjadi karena adanya pasang surut. Lumpur sebagian
besar merupakan partikel-partikel zat organik untuk berbagai jenis kerang tempat
hidup yang baik. Meningkatnya kandungan lumpur yang belum mengendap
menyebabkan cahaya matahari penetrasinya terhadap dasar perairan dan kerang
lentera umumnya membenamkan dirinya didalam sedimen berpasir atau daerah
berlumpur. Daerah garis pantai berpasir sebagai daerah peralihan antara laut dan
darat ternyata banyak dihuni oleh organisme ini (Ariadmo, 2000).

Kerang umumnya membenamkan diri di dalam pasir atau pasir berlumpur.


Pantai berpasir dan berlumpur memiliki beberapa perbedaan di mana pantai
berpasir memiliki ukuran butiran yang lebih besar dibandingkan daerah berlumpur
yang memiliki butiran yang sangat halus. Pantai berlumpur cenderung
mengakumulasi bahan organik yang berarti bahwa cukup banyak bahan makanan
yang potensial untuk organisme penghuni pantai, akan tetapi keadaan
berlimpahnya partikel organik yang halus ini mempunyai kemampuan untuk
menyumbat permukaan alat pernapasan bagi organisme yang membenamkan diri
di dalamnya (Suhardi, 2002).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 78
6.1.4. Reproduksi dan Daur Ulang

Reproduksi seksual umumnya diocious, gonad biasanya berupa 4 buah


kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum. Kecuali yang dierami, gamet
dilepas ke air melalui nephridia. Pembuahan diluar, telur menetas menjadi larva
yang berenang bebas dan sudah mulai makan. Larva inarticulata bentuknya mirip
brachiopoda dewasa, tidak mengalami metamorfosa pada akhir stadia larva
tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke substrat untuk kemudian hidup
dalam lubang. Larva articulata sebagai meroplankton selama 24 sampai 30 jam,
turun ke substrat mengalami metamorfosa menjadi bentuk seperti yang dewasa
(Aslan, dkk., 2011).

Kerang Lentera bertubuh lambat, mencapai panjang cangkang 5 cm dalam


waktu 12 tahun. Hewan ini menjadi matang kelamin, mencapai 2,25 cm.
Pemijahan terjadi disepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar akan
terbentuk larva dan terjadi pembuahan. Embrio yang dihasilkan akan terbentuk
menjadi larva yang berenang bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan
makan tumbuh-tumbuhan renik yang terdapat di laut (Romimohtarto, 2007).

6.1.5. Makan dan Kebiasaan Makan

Di dalam cangkang terdapat lophohore yang berfungsi untuk mendapatkan


makanan. Bentuk lophophore seperti dua tangan atau “brachia” yang panjang,
menggulung dan masing-masing mengandung deretan tentakel serta alur makanan
menuju mulut. Pada waktu makan, kedua keping cangkang terbuka sedikit, dan
gerakan cilia pada tentakel menghasilkan aliran air yang membawa makanan,
kemudian terperangkap pada lender tentakel dan oleh gerakan cilia dialirkan ke
mulut. Makanan terdiri atas fitiplankton, partikel terlarut dan koloid
(Suwignyo.dkk, 2005).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 79
6.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 5. Filum Brachiopoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 22 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test

2.Brachial Valve

3.Grawth line

No. Urut :1

Filum : BRACHIPODA

Kelas : ARTICULATA

Ordo : STROPHOMENIDINA

Family : DICTYCLOSTUSIDAE

Genus : Dictyoclostus

Spesies : Dictyoclostus SP

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur Geologi : Perm

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 80
Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah permineralisasi.
Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang mengandung ion ion
terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan tergantikan oleh material yang
lebih stabil dialam. Kehadiran rekaman kehidupan dari Dictyoclostus SP
merupakan proses bioconose. Dimana, spesies ini hidup dan mati pada lokasi
yang sama.
Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari organisme yang mati dan
tertimbun oleh tanah . karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk
menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga
tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator. Selama proses ini berlangsung,
material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya dialam sehingga
berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat tertimbun, organisme
mengalami proses petrifikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya material material
yang mengeras pada bagian cangkang fosil. Petrifikasi adalah berubahnya
organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini senyawa yang
berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat (CacCO3). Dimana
zat ini berasal dari kapur yang terlapukan lalu terlarut dalam air dan bercampur
dengan cangkang .setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi. Proses
lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan juta
tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen , gaya endogen salah satunya adalah proses tektonik, dimana gaya
tektonik menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah
terangkat namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh
sebab itu, batuan dari gaya eksogen sangatlah membantu sehingga terjadi
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan . Pelapukan membuat batuan akan pecah menjdai
kulit kulit kecil dan pda akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi.
Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara fisik

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 81
partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah Caco3, karena mengalami reaksi
ketika ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dangkal, litoral – Neritik atas
fosil ini berumur perm (251-280 juta tahun yang lalu).
Manfaat dari fosil ini adalah digunakan sebagai fosilk indeks untuk
menyusun statigrafi suatu daerah. Selain itu, fosil ini juga menjadi bukti adanya
kehidupan pada masa lampau .

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 82
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 5. Filum Brachiopoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 22 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test

2.Hinge line

3.Growth line

4.Sulcus

No. Urut :2

Filum : BRACHIOPODA

Kelas : ARTICULATA

Ordo : STROPHOMENIDINA

Family : PLATYRACHELLANIDAE

Genus : Platyrachella

Spesies : Platyrachella Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisikimia : CaCO3

Umur : Devon ( 395-345 juta tahunyang lalu)

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah permineralisasi.


Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang mengandung ion ion
terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan tergantikan oleh material yang
lebih stabil dialam. Kehadiran rekaman kehidupan dari Platyrachella Sp

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 83
merupakan proses bioconose. Dimana, spesies ini hidup dan mati pada lokasi
yang sama.
Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari organisme yang mati dan
tertimbun oleh tanah . karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk
menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga
tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator . Selama proses ini
berlangsung, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam sehingga berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat tertimbun,
organisme mengalami proses petrifikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya
material material yang mengeras pada bagian cangkang fosil. Petrifikasi adalah
berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini
senyawa yang berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat
(CaCO3). Dimana zat ini berasal dari kapur yang terlapukan lalu terlarut dalam air
dan bercampur dengan cangkang .setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi.
Proses lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan
juta tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen , gaya endogen salah satunya adalah proses tektonik, dimana gaya
tektonik menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah
terangkat namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh
sebab itu, batuan dari gaya eksogen sangatlah membantu sehingga terjadi
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan . Pelapukan membuat batuan akan pecah menjdai
kulit kulit kecil dan pda akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi.
Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara fisik
partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami reaksi
ketika ditetesi HCI . fosil ini umumnya pada laut dangkal, litoral – Neritik atas
fosil ini berumur Devon Tengah (395-345juta tahunyang lalu).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 84
Manfaat dari fosil ini adalah digunakan sebagai fosilk indeks untuk
menyusun statigrafi suatu daerah. Selain itu, fosil ini juga menjadi bukti adanya
kehidupan pada masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 85
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 5. Filum Brachiopoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 22 oktober 2015 NIM : F 121 14 065
Keterangan :
1.Test

2.Hinge line

3.Groeth line

No. Urut :3

Filum : BRACHIOPODA

Kelas : ARTICULATA

Ordo : SPIRIFERIDA

Family : DIELASMANIDAE

Genus : Dielasma

Spesies : Dielasma Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Perm

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah permineralisasi.


Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang mengandung ion ion
terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan tergantikan oleh material yang
lebih stabil dialam. Kehadiran rekaman kehidupan dari Dielasma Sp merupakan
proses bioconose. Dimana, spesies ini hidup dan mati pada lokasi yang sama.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 86
Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari organisme yang mati dan
tertimbun oleh tanah . karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk
menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga
tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator . Selama proses ini
berlangsung, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam sehingga berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat tertimbun,
organisme mengalami proses petrifikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya
material material yang mengeras pada bagian cangkang fosil. Petrifikasi adalah
berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini
senyawa yang berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat
(CaCO3). Dimana zat ini berasal dari kapur yang terlapukan lalu terlarut dalam air
dan bercampur dengan cangkang .setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi.
Proses lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan
juta tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen , gaya endogen salah satunya adalah proses tektonik, dimana gaya
tektonik menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah
terangkat namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh
sebab itu, batuan dari gaya eksogen sangatlah membantu sehingga terjadi
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan . Pelapukan membuat batuan akan pecah menjdai
kulit kulit kecil dan pda akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi.
Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara fisik
partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami reaksi
ketika ditetesi HCl . fosil ini umumnya pada laut dangkal, litoral – Neritik atas
fosil ini berumur perm (230-280 juta tahunyang lalu).
Manfaat dari fosil ini adalah digunakan sebagai fosilk indeks untuk
menyusun statigrafi suatu daerah. Selain itu, fosil ini juga menjadi bukti adanya

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 87
kehidupan pada masa lampau

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 88
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 5. Filum Brachiopoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 22 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Brachial Value

2.Hinge Line

3.Pedicle Value
4.Sulcus
5.Growth line

No. Urut :4

Filum : BRACHIOPODA

Kelas : ARTICULATA

Ordo : STROPHOMENIDINA

Family : Mucrospiriferidae

Genus : Mucrospirifer

Spesies : Mucrospirifer Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : Bikonveks

Komposisi kimia : CaCO3

Umur : Devon (395-345 juta tahunyang lalu)

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah permineralisasi.


Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang mengandung ion ion
terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan tergantikan oleh material yang

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 89
lebih stabil dialam. Kehadiran rekaman kehidupan dari Mucrospirifer Sp
merupakan prosesThanotoconose. Dimana, spesies initelahmengalami proses
transportasi, sehingga bagian yang tersisa hanyalah pedicalvalvenya.
Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari organisme yang
matikemudianhanyutterbawa media geologiyaitu air. Proses inidisebutdengan
proses transportasi. Organisme ini tertransportasi kecekungan yang
lebihstabildantertimbunolehtanah.karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit
untuk menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan
juga tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator . Selama proses ini
berlangsung, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam sehingga berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat tertimbun,
organisme mengalami proses petrifikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya
material material yang mengeras pada bagian cangkang fosil. Petrifikasi adalah
berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini
senyawa yang berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat
(CaCO3). Dimana zat ini berasal dari kapur yang terlapukan lalu terlarut dalam air
dan bercampur dengan cangkang .setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi.
Proses lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan
juta tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen , gaya endogen salah satunya adalah proses tektonik, dimana gaya
tektonik menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah
terangkat namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh
sebab itu, batuan dari gaya eksogen sangatlah membantu sehingga terjadi
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan . Pelapukan membuat batuan akan pecah menjdai
kulit kulit kecil dan pda akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi.
Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara fisik
partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.Komposisi kimia dari

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 90
fosil ini adalah Khitin (fosfor), karenatidak mengalami reaksi ketika ditetesi HCl
serta tampak butir halus berwarna putih pada cangkang fosil yang menunjukan
adanya zat fosfor.fosil ini umumnya pada laut dangkal, litoral – Neritik atas fosil
ini berumur Devon (395-345 juta tahunyang lalu).Manfaat dari fosil ini adalah
digunakan sebagai fosil indeks untuk menyusunstatigrafi suatu daerah. Selain itu,
fosil ini juga menjadi bukti adanya kehidupan pada masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 91
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 5. Filum Brachiopoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 22 oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1.Test

2.Sature

3.Velve

No. Urut :5

Filum : BRACHIOPODA

Kelas : ARTICULATA

Ordo : STROPHOMENIDINA

Family : Leptaenanidae

Genus : Leptaena

Spesies : Leptaena Sp

Proses pemfosilan : Permineralisasi

Bentuk : bikonveks

Komposisikimia : Khitin (fosfor)

Umur : Oligosen (38-22,5 juta tahunyang lalu)

Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah permineralisasi.


Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang mengandung ion ion

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 92
terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan tergantikan oleh material yang
lebih stabil dialam.Kehadiranrekaman kehidupan dari Leptaena Sp merupakan
proses Thanotoconose. Dimana, spesies initelahmengalami proses transportasi,
sehinggabagian yang tersisahanyalahpedicalvalvenya.
Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari organisme yang
matikemudianhanyutterbawa media geologiyaitu air. Proses inidisebutdengan
proses transportasi. Organisme ini tertransportasi kecekungan yang
lebihstabildantertimbunolehtanah.karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit
untuk menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan
juga tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator . Selama proses ini
berlangsung, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam sehingga berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat tertimbun,
organisme mengalami proses petrifikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya
material material yang mengeras pada bagian cangkang fosil. Petrifikasi adalah
berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini
senyawa yang berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat
(CaCO3). Dimana zat ini berasal dari kapur yang terlapukan lalu terlarut dalam air
dan bercampur dengan cangkang .setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi.
Proses lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan
juta tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen , gaya endogen salah satunya adalah proses tektonik, dimana gaya
tektonik menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah
terangkat namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh
sebab itu, batuan dari gaya eksogen sangatlah membantu sehingga terjadi
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan . Pelapukan membuat batuan akan pecah menjdai
kulit kulit kecil dan pda akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi.
Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara fisik

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 93
partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.Komposisi kimia dari
fosil ini adalah Khitin (fosfor), karenatidak mengalami reaksi ketika ditetesi HCl
serta tampak butir halus berwarna putih pada cangkang fosil yang menunjukan
adanya zat fosfor. fosil ini umumnya pada laut dangkal, litoral – Neritik atas fosil
ini berumur OligosenAtas ( 38-22,5 juta tahun yang lalu). Manfaat dari fosil ini
adalah digunakan sebagai fosil indeks untuk menyusun statigrafi suatu daerah.
Selain itu, fosil ini juga menjadi bukti adanya kehidupan pada masa lampau .

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 94
VII. ACARA PRAKTIKUM VI

6.1 TINJAUAN PUSTAKA

6.1.1 Klasifikasi Filum Molusca

1. Kelas Gastropoda

Gastropoda (dalam bahasa latin, gaster = perut, podos = kaki) adalah


kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau
kakinya.Misalnya, siput air (Lymnaea sp.), remis (Corbicula javanica), dan
bekicot (Achatia fulica).Hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada
bagian ventrel tubuhnya.Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya.
Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang
tentakel pendek.Pada ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk
mengetahui gelap dan terang.Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai
alat peraba dan pembau.Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan
Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga mantel.

2. Kelas Pelecypoda

Pelecypoda diidentefikasikan sebagai kerang (Anadara sp.), tiram mutiara


(Pinctada margaritifera dan Pinctada mertinsis), kerang raksasa (Tridacna sp.),
dan kerang hijau (Mytilus viridis).
Pelecypoda memiliki ciri khas, yaitu kaki berbentuk pipih seperti
kapak.Kaki Pelecypoda dapat dijulurkan dan digunakan untuk melekat atau
menggali pasir dan lumpur.Pelecypoda ada yang hidup menetap dan
membenamkan diri di dasar perairan.Pelecypoda mampu melekat pada bebatuan,
cangkang hewan lain, atau perahu karena mensekresikan zat perekat.
Pelecypoda memiliki dua buah cangkang pipih yang setangkup sehingga disebut
juga Bivalvia.Kedua cangkang pada bagian tengah dorsal dihubungkan oleh
jaringan ikat (ligamen) yang berfungsi seperti engsel untuk membuka dan
menutup cangkang dengan cara mengencangkan dan mengendurkan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 95
otot.Cangkang tersusun dari lapisan periostrakum, prismatik, dan nakreas.Pada
tiram mutiara, jika di antara mantel dan cangkangnya masuk benda asing seperti
pasir, lama-kelamaan akan terbentuk mutiara.Mutiara terbentuk karena benda
asing tersebut terbungkus oleh hasil sekresi palisan cangkang nakreas.Pelecypoda
tidak memiliki kepala.Mulutnya terdapat pada rongga mantel, dilengkapi dengan
labial palpus.
Pelecypoda tidak memiliki rahang atau radula.Maka makanannya berupa
hewan kecil seperti protozoa, diatom, dan sejenis lainnya.Insang Pelecypoda
berbentuk lembaran sehingga hewan ini disebut juga Lamellibranchiata (dalam
bahasa latin, lamella = lembaran, branchia = insang).Lembaran insang dalam
rongga mantel menyaring makanan dari air yang masuk kedalam rongga mantel
melalui sifon (corong).Sistem saraf Pelecypoda terdiri dari tiga pasang ganglion
yang saling berhubungan.Tiga ganglion tersebut adalah ganglion anterior,
ganglion pedal, dan ganglion posterior.Reproduksi Pelecypoda terjadi secara
seksual.Organ seksual terpisah pada masing-masing individu.Fertilisasi terjadi
secara internal maupun eksternal.Pembuahan menghasilkan zigot yang kemudian
akan menjadi larva.

3. Kelas Cephalopoda

Cephalopoda (dalam bahasa latin, chepalo = kepala, podos = kaki)


merupakan Mollusca yang memiliki kaki di kepala.Anggota Cephalopoda
misalnya sotong (Sepia officinalis), cumi-cumi (loligo sp.), dan gurita (Octopus
sp.)Hidup Cephalopoda seluruhnya di laut dengan merayap atau berenang di dasar
laut.Makananya berupa kepiting atau invertebrata lainnya.Sebagai hewan
pemangsa, hampir semua Cephalopoda bergerak cepat dengan
berenang.Kebanyakan Cephalopoda memiliki organ pertahanan berupa kantong
tinta.Kantong tinta berisikan cairan seperti tinta berwarna coklat atau hitam yang
terletak di ventral tubuhnya.Tinta ini akan di keluarkan jika hewan ini merasa
terancam dengan cara menyemburkannya.Cephalopoda memiliki kaki berupa
tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsanya.Cephalopoda memiliki
sistem saraf yang berpusat di kepalanya menyerupai otak.Untuk reproduksi hewan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 96
ini berlangsung secara seksual.Cephalopoda memiliki organ reproduksi berumah
dua (dioseus).Pembuahan berlangsung secra internal dan menghasilkan telur.

4. Kelas Amphineura

Kelas Amphineura memilik bentuk bulat telur, pipih, dan simetri bilateral.
Alat geraknya terletak pada bagian perut. Saluran pencernaan makanan terdiri atas
mulut yang dilengkapi dengan lidah perut, yaitu lidah dengan gigi tersusun dari
zat kitin.

5. Kelas Scapopoda

Kelas Scapopoda memiliki cangkang berbentuk silinder yang kedua


ujungnya terbuka hidupnya dilaut dan terpendam di dalam pasir atau lumpur.
Tubuh memanjang dorsoventral. Kepala rudimeter, kaki lancip dan berlobus yang
berguna untuk menggali lumpur.

6.1.2. Ciri-ciri Filum Molusca

Tubuh Mollusca simetri bilateral dan tidak bersegmen. Mollusca


mempunyai bagian tubuh yang disebut sebagai kaki muskular yang dipakai dalam
beradaptasi untuk bertahan di substrat, menggali membor substrat, atau
melakukan gerakan dan sebagai alat untuk menangkap mangsa. Dengan kepala
yang berkembang beragam menurut kelasnya. Tubuhnya juga dapat mengeluarkan
lendir untuk membantu berjalan.

6.1.3. Struktur Tubuh Filum Molusca

Sistem saraf Mollusca berupa tiga pasang simpul saraf (ganglion), yaitu
ganglion sarebral, ganglion visceral, ganglion pedal. Ketiganya dihubungkan
dengan serabut-serabut saraf. Sistem saraf Mollusca juga terdiri dari cincin saraf
yang mengelilingi esofagus dengan serabut saraf yang melebar. Sistem
pencernaan Mollusca lengkap terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan
anus. Ada pula yang memiliki rahang dan lidah pada Mollusca tertentu. Lidah
bergigi yang melengkung kebelakang disebut radula. Radula berfungsi untuk
melumat makanan. Alat ekskresi Mollusca berupa ginjal. Sistem pernafasan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 97
Mollusca menggunakan pulmonum, epidermis, insang (etenidia) yang terletak di
rongga mantel.

6.1.4. Reproduksi Filum Molusca

Alat kelamin Mollusca umumnya terpisah (dioseus), tetapi ada pula yang
hermafrodit, pembuahannya eksternal. Mollusca bereproduksi secara seksual
dengan fertilisasi internal maupun eksternal untuk menghasilkan telur. Telur
berkembang menjadi larva dan berkembang lagi menjadi individu dewasa.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 98
6.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 6. Filum Molusca Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 29 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
6. test
7. Septu
8. Suture
9. Ligames
10. Cangkang

No. Urut : 01
Filum : MOLUSCA
Kelas : PALECYPODA
Ordo : EULAMELLIBRANCHIA
Family : VENERIDAE
Genus : Venus
Spesies : Venus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conveks
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Miosen (22.5-5 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Fosil ini adalah spesies venus Sp, kelas
Pelecypoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati, organisme ini kemudian
tertransportasi oleh media geologi misalnya air, kemudian terendapkan dan
terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil. Material yang resisten terhadap

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 99
pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan terkikis sedangkan material yang
tidak resisten akan mengalami pelapukan dan pengikisan. Lama-kelamaan
material sedimen yang menimbun semakin lama semakin tebal sehingga fosil
yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang semakin besar pula,
material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak akan tergantikan
dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak resisten terhadap
tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten terhadap tekanan.
Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu permineralisasi yang
merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral lain yang lebih
resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses pemadatan
material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses penyemenan atau
pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih besar dengan
material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang merupakan proses
pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal. Fosil ini
berumur Miosen 22,5-5 juta tahun yang lalu. Kegunaan fosil ini yaitu sebagai
penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu lingkungan
pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 100
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 6. Filum Molusca Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 29 Oktober 201 5 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Septu
3. Suture
4. Ligames

No. Urut : 02
Filum : MOLUSCA
Kelas : PALECHIPODA
Ordo : PULMONATA
Family : AVICULIPECTENIDAE
Genus : Aviculipecten
Spesies : Aviculipecten Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Biconveks
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Miosen (22,5-5 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Fosil ini adalah spesies Aviculipecten Sp, ordo
Pulmonata, kelas Palecypoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati,
organisme ini kemudian tertransportasi oleh media geologi misalnya air,
kemudian terendapkan dan terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil.
Material yang resisten terhadap pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan
terkikis sedangkan material yang tidak resisten akan mengalami pelapukan dan
pengikisan. Lama-kelamaan material sedimen yang menimbun semakin lama

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 101
semakin tebal sehingga fosil yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang
semakin besar pula, material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak
akan tergantikan dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak
resisten terhadap tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten
terhadap tekanan. Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu
permineralisasi yang merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral
lain yang lebih resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses
pemadatan material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses
penyemenan atau pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih
besar dengan material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang
merupakan proses pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal.
Fosil ini berumur Miosen (22,5-5 juta tahun yang lalu). Kegunaan fosil ini
yaitu sebagai penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu
lingkungan pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 102
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 6. Filum Molusca Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 29 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Septu
2. Suture
3. Chamber
4. Gwothline

No. Urut : 03
Filum : MOLUSCA
Kelas : CEPHALOPODA
Ordo : TAUTHOIDAE
Family : CYMATOCERASIDAE
Genus : Cymatoceras
Spesies : Cymatoceras Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Kapur (141-100 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Dari hasil pengamatan dan deskripsi fosil
Cymatoceras, ini terfosilkan secara internal mold. Hal ini diketahui karena bentuk
suturanya yang masih terlihat. Sutura merupakan representasi dari kamar-kamar
pada cangkang Ammonoids. Ketika cangkang bagian dalam terisi oleh sedimen,
maka suturanya akan tercetak pada sedimen yang mengisi cangkang tersebut.
Ketika organisme ini mati, organisme ini kemudian tertransportasi oleh media
geologi misalnya air, kemudian terendapkan dan terakumulasi pada cekungan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 103
yang relatif stabil. Material yang resisten terhadap pelapukan dan pengikisan tidak
akan lapuk dan terkikis sedangkan material yang tidak resisten akan mengalami
pelapukan dan pengikisan. Lama-kelamaan material sedimen yang menimbun
semakin lama semakin tebal sehingga fosil yang tertimbun dibawahnya
mengalami tekanan yang semakin besar pula, material yang resisten terhadap
tekanan akan tetap dan tidak akan tergantikan dengan material yang lain,
sedangkan material yang tidak resisten terhadap tekanan akan tergantikan dengan
material yang lebih resisten terhadap tekanan. Pada saat yang bersamaan terjadi
proses pemfosilan yaitu permineralisasi yang merupakan pergantian sebagian
tubuh fosil dengan mineral lain yang lebih resisten. Kemudian mengalami
kompaksi yang merupakan proses pemadatan material-material sedimen,
sementasi yang merupakan proses penyemenan atau pengikatan material-material
sedimen yang berukuran lebih besar dengan material-material yang berukuran
lebih halus dan litifikasi yang merupakan proses pembatuan menjadi batuan
sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal.
Fosil ini berumur pada zaman Kapur (141-100 juta tahun yang lalu).
Kegunaan fosil ini yaitu sebagai penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen,
penentu suatu lingkungan pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa
lampau

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 104
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 6. Filum Molusca Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 29 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Protokon
3. Operculum
4. Posterior canal
5. Aperture or
mouth

No. Urut : 04
Filum : MOLUSCA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : SORBEOCONCHA
Family : NATIADAE
Genus : Polinices
Spesies : Polinices albus Montfort,1810
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Fosil ini adalah spesies Polinices albus
Montfort,1810, kelas Gastropoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati,
organisme ini kemudian tertransportasi oleh media geologi misalnya air,
kemudian terendapkan dan terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil.
Material yang resisten terhadap pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan
terkikis sedangkan material yang tidak resisten akan mengalami pelapukan dan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 105
pengikisan. Lama-kelamaan material sedimen yang menimbun semakin lama
semakin tebal sehingga fosil yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang
semakin besar pula, material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak
akan tergantikan dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak
resisten terhadap tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten
terhadap tekanan. Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu
permineralisasi yang merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral
lain yang lebih resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses
pemadatan material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses
penyemenan atau pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih
besar dengan material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang
merupakan proses pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal.
Fosil ini berumur Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu). Kegunaan fosil ini
yaitu sebagai penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu
lingkungan pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 106
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 6. Filum Molusca Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 29 Oktober 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Suture
2. Posterior
3. Length
4. Bodi Whorl
5. Outer Lip
6. Operkulum
7. Anterior Camal
8. Axial or
No. Urut : 05
Filum : MOLUSCA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : SORBEOCONCHA
Family : FICIDAE
Genus : Ficus
Spesies : Ficus Ficus Linnaeus,C.,1758
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Fosil ini adalah spesies Ficus Ficus
Linnaeus,C.,1758, kelas Gastropoda, filum Mollusca. Ketika organisme ini mati,
organisme ini kemudian tertransportasi oleh media geologi misalnya air,
kemudian terendapkan dan terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil.
Material yang resisten terhadap pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan
terkikis sedangkan material yang tidak resisten akan mengalami pelapukan dan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 107
pengikisan. Lama-kelamaan material sedimen yang menimbun semakin lama
semakin tebal sehingga fosil yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang
semakin besar pula, material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak
akan tergantikan dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak
resisten terhadap tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten
terhadap tekanan. Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu
permineralisasi yang merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral
lain yang lebih resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses
pemadatan material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses
penyemenan atau pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih
besar dengan material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang
merupakan proses pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat berupa
pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang saling
bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat berupa
erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Fosil ini berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3), yang diuji dengan
meneteskan larutan HCl dan bereaksi. Komposisi kimia inilah yang
mengindikasikan bahwa organisme ini terendapkan pada laut dangkal.
Fosil ini berumur Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu). Kegunaan fosil ini
yaitu sebagai penentu umur relatif dari suatu lapisan sedimen, penentu suatu
lingkungan pengendapan serta sebagai bukti dari kehidupan masa lampau.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 108
VIII. ACARA PRAKTIKUM VII

8.1 TINJAUAN PUSTAKA

8.1.1 Klasifikasi Filum Arthropoda

1. Kelas Arachnida

Termasuk dalam klas ini adalah Laba-laba, Kalajengking, kutu dll.


Tubuhnya memiliki 6 pasang kaki, hingga kini dikenal hingga 65.000 spesies
yang ada di dunia.
Ciri-ciri :
- Tubuh terbagi atas kepala-dada (sefalotoraks) dan perut yang dapat dibedakan
dengan jelas, kecuali Acarina. Pada bagian kepala-dada tidak terdapat antena,
tetapi mempunyai beberapa pasang mata tunggal, mulut, kelisera dan
pedipalpus.
- Mempunyai 4 pasang kaki pada kepala-dada.
- Alat ekskresi dilengkapi dengan saluran malphigi dan kelenjar coxal.
- Alat pernafasan berupa trakea, paru-paru buku atau insang buku.
- Alat kelamin jantan dan betina terpisah, lubang kelamin terbuka pada bagian
anterior abdomen, pembuahan internal (di dalam).
- Sistem saraf tangga tali dengan ganglion dorsal (otak) dan tali saraf ventral
dengan pasangan-pasangan ganglia.
- Alat mulut dan alat pencernaan makanan terutama disesuaikan untuk
mengisap serta memiliki kelenjar racun.
- Habitat (tempat hidup) di darat, pada umumnya tetapi ada pula sebagai
parasit.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 109
a. Scorpionida

Contohnya: Kalajengking (Vejovis sp, Hadrurus sp, Centrurus sp),


Ketonggeng (Buthus).
Hewan ini memiliki perut beruas-ruas dan ruas terakhir berubah menjadi alat
pembela diri.
b. Arachnoida

Contohnya adalah segala macam laba-laba, antara lain :


Laba-laba jaring kubah (terdapat di Bostwana, Afrika Selatan)

Gambar 2.3 Beberapa contoh hewan Arachnida

c. Aracina

contohnya: Caplak kudis (Sacroptes scabiei), Caplak unggas (Dermanyssus),


Caplak sapi (Boophilus annulatus), Tungau (Dermacentor sp.)
Ciri khas yang terdapat pada tubuh hewan ini adalah tubuh tidak berbuku-
buku, umumnya parasit pada burung dan mamalia termasuk manusia.
Arachnida bermanfaat untuk pengendalian populasi serangga terutama
serangga hama. Akan tetapi hewan ini juga banyak hewan ini juga banyak
merugikan manusia terutama hewan Acarina misalnya:
a. Caplak menyebabkan gatal atau kudis pada manusia
b. Psoroptes equi menyebabkan kudis pada ternak domba, kelinci, kuda.
c. Ododectes cynotis (tungau kudis telinga) menyerang anjing dan kucing.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 110
2. Kelas Crustacea

Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang
lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu
subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti
lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan
akuatik, hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah
beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Mayoritas dapat bebas
bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan
menumpang pada inangnya.
Termasuk lobster, shrimp, crabs, barnacles, and daphnia. Mereka memiliki
2 bagian antena dan biasanya memiliki 5 pasang kaki untuk berjalan. Hingga kini
terdapat sekitar 44.000 jenis yang tersebar di dunia

Ciri-ciri :

– Tubuh terdiri dari dua bagian utama


– Terdapat dua pasang antena di bagian kepala
– Memiliki 5 pasang kaki atau lebih
– Hidup pada daerah aquatik, sedikit pada daerah terestrial

3. Kelas Chilopoda

Merupakan jenis kelabang & memiilki satu kaki dalam tiap segmen
tubuhnya, bergerak cepat dan bersifat karnivora. Hingga kini terdapat sekitar
2.800 jenis spesies yang tersebar di dunia. Hewan jenis ini ada sejak jaman sulur.

Ciri-ciri :
– Bagian kepala yang indah/baik
– Sepasang kaki pertama telah bermodifikasi untuk meracuni mangsa
– Memipih dari bagian atas/kepala hingga bagian bawah/buntut
– Memiliki sepasang antena di bagian kepala

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 111
4. Kelas Diplopoda

Merupakan jenis dari kelabang kecil dan umumnya memiliki dua pasang
kaki tiap segmen tubuhnya. Mereka bergerak lambat, namun beberapa spesiesnya
dapat mempunyai bentuk tubuh yang besar. Hingga kini terdapat sekitar 10.000
jenis spesies yang tersebar di dunia

Ciri-ciri :
– Memiliki dua pasang kaki pada tiap segmen tubuhnya, namun 4 segmen
pertama hanya memiliki sepasang kaki
– Memilki sepasang antena
– Well-defined head
– Umumnya berbentuk cylindrical

5. Kelas Insecta

Termasuk didalamnya adalah kupu-kupu, belalang, serangga, semut dan


memiliki spesies yang paling banyak tersebar di dunia hingga mencapai 1 juta
spesies

Ciri-ciri :
– Memiliki 3 bagian tubuh, yaitu : head, thorax, abdomen
– Enam kaki pada bagian thorax (terdapat 3 segmen)
– Masa dewasa pertumbuhan memiliki satu/dua pasang pasang pada bagian
thorax (beberapa jenis tidak ada)
– Memilki 2 antena
– Mata yang bersifat lateral

8.1.2. Ciri-ciri Arthropoda

Ciri-ciri dari filum Arthropoda yaitu :


1. Tubuh bilateral simetris
2. Memiliki tiga lapisan sel (Triploblastik schizocoelomat)
3. Tubuh beruas-ruas atau antara kepala, dada, dan apdomen
4. Memiliki eksoskeleton (rangka luar) yang tersusun dari zat khitin

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 112
5. Alat pencernaan lengkap. Mulai diadaptasikan untuk mengunya atau
menusuk mangsanya
6. Anus berada dibagian ujung
7. Sistem peredaran darah terbuka. Diaman darah akan kembali kedalam jantung
melalui rongga tubuh (Haemocoel) Dan system arteri semakin berkembang
8. Sistem pernapasan melalui insang, terakea, paru-paru buku, atau spirakel.
9. System ekskresi dengan kelenjar hijau atau Coksal atau saluran mal pighi
yang bersatu dengan usus
10. Sistem saraf dengan ganglia supra sophageal yang dihubungkan ketali saraf
(Nerfe cord) yang meluas disamping tubuhnya dengan gang lion dan sepasang
tali saraf latelar yang disetiap ruas . Organ sensoris berupa antenna , rambut,
mata majemuk, dan statocyst.

8.1.3. Struktur tubuh Filum Arthopoda

Pada umunya tubuh dari masing-masing klas terdiri atas kepala


(Cephalon), dada (Toraks), dan perut (Abdomen). Namun yang membedakan tipe
klas adalah letak bagian tubuh tersebut, ada yang dada dan kepalanya bersatu dan
ada pula yang tidak memiliki dada.

Ketika menjadi fosil bagian yang masih dapat dikenali adalah kepala
(Cephalon), dada (Toraks), Perut (Abdomen), Mulut dan mata . Pada fosil trilobita
khususnya, bagian yang masih dapat dikenali adalah kepala (Cephalon), dada
(Toraks), ekor (Pygdium), mulut, mata, daerah aksial (ruas-ruas pada punggung
fosil), pleyura (ruas-ruas pada sisi samping fosil) dan glabella (bagian cephalon
antara kedua mata).

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 113
8.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 7. Filum Arthropoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 5 November 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Pleuron
2. Glabella
3. Pleural lobe
4. Axial lobe
5. Marginal spine
6. Genal spine
7. Facial suture
8. Pleural furrow
No. Urut : 01
Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBITA
Ordo : PHACOPIDA
Family : CALYMENIDAE
Genus : Flexicalimene
Spesies : Flexicalimene Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Simetris Bilateral
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Silur - Devon (435-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 114
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material
yang berada pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan
arus atau gaya mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya.
Karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak
mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat
dirusak oleh predator selama tertimbun terjadi proses kompaksi. Kompaksi terjadi
karena adanya gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen.
Sehingga volume menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari
organisme akan bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses
pencucian dengan air tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga
mengalami permineralisasi. Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian
dari tubuh organisme oleh material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan
dengan kata lain, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam serta berubah menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses
lithifikasi dan sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan
terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat
ke proses pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material
sedimen terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir
sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 115
Komposisi kimia dari fosil ini adalah SiO2, karena tidak bereaksi ketika
ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dalam, fosil ini berumur sekitar
Kambrium Silur - devon (± 395 - 345 juta tahun yang lalu). Manfaat dari fosil ini
adalah digunakan sebagai penentuan umur batuan dan lingkungan pengendapan.
Fosil ini memiliki morfologi tubuh yang terdiri dari facial suture yaiu bagian yang
tidak bisa bergerak dibagian muka.Adapula glabella yaitu bagian yang menonjol
disebelah atas daripada kepala fosil ini.Kemudian adalagi genal spine yaitu bagian
tubuh arthropoda yang menjadi pelindung dibagian kepala (atas) daripada fosil
ini, bentuknya meruncing dan panjang yang menandakan genal spine sekaligus
berfungsi sebagai senjata dan diidentifikasikan pada masa hidupnya memilki
banyak predator, sehingga bentuk genal spinenya menajam dan
panjang.Kemudian dibagian ekor (bawah) terdapat pula spine lain yang bernama
marjinal spine, dimana pada fosil ini ditemukan marjinal spinenya bentuk dan
ukurannya besar dan memanjang serta meruncing.Hal ini dikarenakan marjinal
spine pada fosil ini berfungsi sebagai alat untuk berenang guna menghindari
predator.Sehingga dapat diketahui cara hidup fosil ini pada dahulunya adalah
dengan cara berenang atau plantonik.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 116
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 7. Filum Arthropoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 5 November 201 5 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Corapaice
2. Pleuron
3. Pleural lobe
4. Axial lobe
5. Facial suture
6. Pleural furrow

No. Urut : 02
Filum : ARTHROPODA
Kelas : OSTRAKODA
Ordo : PTYCHOPORIDA
Family : ZYGOBEYRICHIANIDAE
Genus : Zygobeyrichia
Spesies : Zygobeyrichia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Ordovisium (500-435 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material
yang berada pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan
arus atau gaya mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 117
Karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak
mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat
dirusak oleh predator selama tertimbun terjadi proses kompaksi. Kompaksi terjadi
karena adanya gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen.
Sehingga volume menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari
organisme akan bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses
pencucian dengan air tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga
mengalami permineralisasi. Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian
dari tubuh organisme oleh material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan
dengan kata lain, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam serta berubah menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses
lithifikasi dan sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan
terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat
ke proses pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material
sedimen terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir
sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah SiO2, karena tidak bereaksi
ketika ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dalam, fosil ini berumur sekitar
Silur - Devon (± 395 - 345 juta tahun yang lalu). Manfaat dari fosil ini adalah
digunakan sebagai penentuan umur batuan dan lingkungan pengendapan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 118
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 7. Filum Arthropoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 5 November 201 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Pleuron
2. Glabella
3. Pleural lobe
4. Axial lobe
5. Marginal spine
6. Genal spine
7. Facial suture
8. Pleural furrow
No. Urut : 03
Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBITA
Ordo : PROETIDA
Family : ILLAENUSIDAE
Genus : Illaenus
Spesies : Illaenus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Silur - Devon (435-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material
yang berada pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan
arus atau gaya mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 119
Karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak
mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat
dirusak oleh predator selama tertimbun terjadi proses kompaksi. Kompaksi terjadi
karena adanya gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen.
Sehingga volume menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari
organisme akan bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses
pencucian dengan air tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga
mengalami permineralisasi. Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian
dari tubuh organisme oleh material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan
dengan kata lain, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam serta berubah menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses
lithifikasi dan sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan
terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat
ke proses pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material
sedimen terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir
sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah SiO2, karena tidak bereaksi ketika
ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dalam, fosil ini berumur sekitar Silur -
Devon (± 395 - 345 juta tahun yang lalu). Manfaat dari fosil ini adalah digunakan
sebagai penentuan umur batuan dan lingkungan pengendapan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 120
Fosil ini memiliki morfologi tubuh yang terdiri dari facial suture yaiu
bagian yang tidak bisa bergerak dibagian muka.Adapula glabella yaitu bagian
yang menonjol disebelah atas daripada kepala fosil ini.Kemudian adalagi genal
spine yaitu bagian tubuh arthropoda yang menjadi pelindung dibagian kepala
(atas) daripada fosil ini, pada fosil ini bentuknya membulat dan tumpul serta tidak
ada meruncing sama sekali yang menandakan genal spine, genal spine berfungsi
sebagai pelindung diri dan diidentifikasikan pada masa hidupnya hanya memilki
sangat sedikit sekali predator, sehingga bentuk genal spinenya membundar dan
tidak tajam.Kemudian dibagian ekor (bawah) terdapat pula spine lain yang
bernama marjinal spine, dimana pada fosil ini ditemukan marjinal spinenya
bentuk dan ukurannya kecil dan membulat bundar.Dapat diketahui juga cara
hidupnya adalah Bentonik atau menambat pada dasar lautan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 121
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 7. Filum Arthropoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 5 November 201 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Fixed cheek
3. Mata
4. Genal spine

No. Urut : 04
Filum : ARTHROPODA
Kelas : OSTRACODA
Ordo : LEPERDITICOPIDA
Family : LEPERDITINIDAY
Genus : Leperditia
Spesies : Leperditiagibbera slalarisva
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Devon (± 395 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material
yang berada pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 122
arus atau gaya mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya.
Karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak
mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat
dirusak oleh predator selama tertimbun terjadi proses kompaksi. Kompaksi terjadi
karena adanya gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen.
Sehingga volume menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari
organisme akan bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses
pencucian dengan air tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga
mengalami permineralisasi. Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian
dari tubuh organisme oleh material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan
dengan kata lain, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam serta berubah menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses
lithifikasi dan sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan
terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat
ke proses pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material
sedimen terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir
sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah SiO2, karena tidak bereaksi
ketika ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dalam, fosil ini berumur sekitar
Devon (± 395 juta tahun yang lalu) Manfaat dari fosil ini adalah digunakan

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 123
sebagai penentuan umur batuan dan lingkungan pengendapan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 124
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 7. Filum Arthropoda Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 5 November 201 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Border
3. Glabella
4. Fixed cheek
5. Facial suture
6. Free cheek
7. Mata
8. Genal spine
9. Axial lobe
10. Pleural lobe
No. Urut : 05
Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBOTA
Ordo : PHACOPIDA
Family : ELRATHIANIDAE
Genus : Elrathia
Spesies : Elrathia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Kambrium (± 517 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Selama
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 125
yang berada pada tubuh organisme. Setelah tertransportasi maka organisme akan
terendapkan dan tertimbun oleh material lain. Proses ini terjadi apabila kekuatan
arus atau gaya mulai menurun hingga berada dititik bawah daya angkutnya.
Karena tertimbun, maka oksigen dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak
mudah terurai oleh bakteri pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat
dirusak oleh predator selama tertimbun terjadi proses kompaksi. Kompaksi terjadi
karena adanya gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen.
Sehingga volume menjadi berkurang dan unsur hidrogen serta oksigen dari
organisme akan bermigrasi keatas. Selain terkompaksi, terjadi pula proses
pencucian dengan air tanah atau leaching pada proses inilah organisme juga
mengalami permineralisasi. Permineralisasi adalah proses penggantian sebagian
dari tubuh organisme oleh material yang lebih tahan terhadap proses pelapukan
dengan kata lain, material yang tidak resisten akan menyesuaikan komposisinya
dialam serta berubah menjadi mineral yang lebih resisten kemudian terjadi proses
lithifikasi dan sementasi. Bila kompaksi meningkat terus menerus, maka akan
terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Pengerasan ini meningkat
ke proses pembatuan sementasi yang disertai lithifikasi. Dimana material-material
sedimen terikat oleh unsur-unsur mineral yang mengisi pori-pori antar butir
sedimen
fosil dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen dan
eksogen. Gaya endogen adalah proses tektonik, dimana gaya tektonik
menyebabkan cekungan terangkat keatas permukaan. Meskipun telah terangkat
namun fosil yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap. Oleh sebab itu,
bantuan dari gaya eksogen sangatlah diperlukan. . Gaya eksogen yang bersumber
dari atmosfer (suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya
pelapukan dan erosi. Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam
batuan muncul dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah
menjadi unit-unit kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih
kecil lagi. Sedangkan erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secara
fisik partikel batuan sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah SiO2, karena tidak bereaksi

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 126
ketika ditetesi HCL . fosil ini umumnya pada laut dalam, fosil ini berumur sekitar
Kambrium (± 517 juta tahun yang lalu). Manfaat dari fosil ini adalah digunakan
sebagai penentuan umur batuan dan lingkungan pengendapan.
Fosil ini memiliki morfologi tubuh yang terdiri dari facial suture yaiu
bagian yang tidak bisa bergerak dibagian muka.Adapula glabella yaitu bagian
yang menonjol disebelah atas daripada kepala fosil ini.Kemudian adalagi genal
spine yaitu bagian tubuh arthropoda yang menjadi pelindung dibagian kepala
(atas) daripada fosil ini, pada fosil ini bentuknya membulat dan tumpul yang
menandakan genal spine, genal spine berfungsi sebagai pelindung diri dan
diidentifikasikan pada masa hidupnya hanya memilki sedikit predator, sehingga
bentuk genal spinenya membundar dan tidak tajam.Kemudian dibagian ekor
(bawah) terdapat pula spine lain yang bernama marjinal spine, dimana pada fosil
ini ditemukan marjinal spinenya bentuk dan ukurannya kecil dan meruncing
tunggal.Hal ini dikarenakan marjinal spine pada fosil ini berfungsi sebagai alat
untuk menambatkan dirinya pada dasar laut.Sehingga dapat diketahui cara hidup
fosil ini pada dahulunya adalah dengan cara menambatkan diri atau menempel
pada dasar lautan dan biasa disebut dengan bentonik.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 127
IX. PRAKTIKUM ACARA VIII

9.1. TINJAUAN PUSTAKA

9.1.1. Klasifikasi Filum Echinodermata

1. Kelas Asteroida

Kelas Asteroidea merupakan spesies Echinodermata yang paling banyak


jumlahnya, yaitu sekitar 1.600 spesies. Asteroidea juga sering disebut bintang
laut. Bintang laut umumnya memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih
yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu
memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot.
Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan
merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang,
mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram
lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya
seperti remis dan tiram. Lengan bintang laut mengapit bipalpia yang menutup,
kemudian mengeluarkan lambungnya melalui mulut dan memasukkannya
ke dalam celah sempit bivalvia kemudian mengekresikan getah pencernaan dan
mencerna bivalvia di dalam cangkangnya. Tubuh Asteroidea memiliki duri
tumpul dan pendek. Duri tersebut ada yang termodifikasi menjadi bentuk seperti
catut yang disebut Pediselaria. Fungsi pediselaria adalah untuk menangkap
makanan serta melindungi permukaan tubuh dari kotoran. Pada bagian tubuh
dengan mulut disebut bagian oral, sedangkan bagian tubuh dengan lubang anus
disebut aboral. Pada hewan ini, kaki ambulakral selain untuk bergerak juga
merupakan alat pengisap sehingga dapat melekat kuat pada suatu dasar.

Sistem ambulakral Asteroidea terdiri dari :


a. Medreporit adalah lempengan berpori pada permukaan cakram pusat dibagian
dorsal tubuh.
b. Saluran cincin terdapat di rongga tubuh cakram pusat
c. Saluran radial merupakan cabang saluran cincin ke setiap lengan.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 128
d. Kaki ambulakral merupakan juluran saluran radial yang keluar.
Asteroidea juga terdapat papilla derma yaitu penonjolan rongga tubuh
yang berguna untuk pertukaran gas. Asteroidea dapat beregenerasi jika tangannya
patah, contoh Allostichaster polyplax dan Coscinasterias calamaria. Beberapa
spesies asteroidea dari tangan yang patah dapat membentuk individu yang baru,
contoh Linkia multifora dan Echinaster luzonicus. Asteroidea berdifat dioecius
dengan fertilisasi eksternal. Biasanya terdapat 10 gonad (2 dalam 1 tangan).
Perkembangan tubuhnya mengalami dua tahap larva, yaitu bilpinaria (tahap larva
pertama) dan brachiolaria (larva yang menunjukkan perkembangan tangan).

2. Kelasa Ophiuroidea

Kelas Ophiuroidea (bintang mengular) memiliki cakram tengah yang jelas


terlihat dari tangannya panjang sehingga memudahkannya bergerak. Kaki tabung
(kaki ambulakral) tidak memiliki alat isap dan bintang mengular bergerak dengan
mencambukkan lengannya. Hidup di perairan dangkal dan dalam, bersembunyi di
bawah batuan atau rumput laut, mengubur diri di pasir, aktif di malam hari.
Ophiuroidea terdiri dari 2.000 spesies, contohnya adalah bintang ular
(Ophiothrix). Ophiuroidea (dalam bahasa yunani, ophio = ular) berbentuk seperti
asteroidea, namun lengannya lebih langsing dan fleksibel. Cakram pusatnya kecil
dan pipih dengan permukaan aboral (dorsal) yang halus atau berduri tumpul.
Ophiuroidea tidak memiliki pediselaria. Cakram pusat berbatasan dengan lengan-
lengannya. Bintang ular merupakan echinodermata yang paling aktif dan paling
cepat gerakannya. Jenis kelamin terpisah, fertilisasi eksternal, mengalami tahap
larva yang disebut pluteus. Hewan ini pun juga dapat beregenerasi. Beberapa
spesies ophiuroidea merupakan hewan pemakan suspensi, dan yang lain adalah
predator atau pemakan bangkai.

3. Kelasa Echinoidea

Kelas Echinoidea berbentuk bola atau pipih, tanpa lengan. Echinoidea


yang berbentuk bola misalnya bulu babi (Diadema saxatile) dan landak laut
(Arabcia punctulata). Hidup pada batuan atau lumpur di tepi pantai atau dasar
perairan. Makanannya adalah rumput laut, hewan yang telah mati, biasanya

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 129
nocturnal. Permukaan tubuh hewan ini berduri panjang. Echinoidea memilki alat
pencernaan khas, yaitu tembolok kompleks yang disebut lentera aristoteles.
Fungsi dari tembolok tersebut adalah untuk menggiling makanannya yang berupa
ganggang atau sisa-sisa organisme. Echinoidea yang bertubuh pipih misalnya
dolar pasir (Echinarachnius parma). Permukaan sisi oral tubuhnya pipih,
sedangkan sisi aboralnya agak cembung. Tubuhnya tertutupi oleh duri yang halus
dan rapat. Durinya berfungsi untuk bergerak, menggali, dan melindungi
permukaan tubuhnya dari kotoran. Kaki ambulakral hanya terdapat di sisi oral
yang berfungsi utuk mengangkut makanan. Reproduksi Echinoidea dengan
fertilisasi eksternal dan bersifat hermafrodit. Telur echinoidea yang menetas akan
berkembang menjadi larva yang disebut larva echinoploteus. Melimpahnya
jumlah landak laur menandakan kondisi air yang tidak bagus.

4. Kelas Crinoidea

Kelas Crinoidea berbentuk seperti tumbuhan. Habitatnya pada garis pantai


sampai kedalaman 12000 kaki. Crinoidea terdiri dari kelompok yang tubuhnya
bertangkai dan tidak bertangkai. Kelompok yang bertangkai dikenal sebagai lili
laut, sedangkan yang tidak bertangkai dikenal sebagai bintang laut berbulu.
Contoh lili laut adalah Metacrinus rotundus dan untuk bintang laut berbulu adalah
Oxycomanthus benneffit dan Ptilometra australis. Beberapa crinodea ada yang
sesil dan ada yang berenang bebas. Sampai saat ini di perkirakan terdapat 630
spesies crinoidea yang telah diketahui. Sebagian Crinoidea bersifat dioecious,
tetapi ada yang monoecious. Crinoidea mengeluarkan larva yang disebut
doliolaria. Crinoidea dapat beregenerasi. Tangannya di namakan pinula yang di
tutupi oleh zat yang lengket untuk membantu menangkap makanan. Jumlah
tangnan (pinula) antara 5-200.

5. Kelas Holothuroidea

Kelas Holothuroidea apabila dilihat secara sepintas, timun laut yang


merupakan salah satu anggota filum Echinodermata tidak terlihat mirip dengan
hewan Echinodermata lainnya. Anggota kelas ini umumnya tidak memiliki duri
dan endoskeleton yang keras sangat tereduksi. Tubuh ketimun laut memanjang

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 130
sepanjang sumbu oral-aboral sehingga memberikan bentuk ketimun seperti
namanya. Namun demikian, setelah diteliti lebih lanjut ternyata di tubuhnya
terdapat lima baris kaki tabung (kaki ambulakral) yang merupakan sistem
pembuluh yang hanya terdapat pada hewan Echinodermata. Kaki tabung (kaki
ambulakral) yang terdapat di sekitar mulut kemudian dikembangkan menjadi
tentakel untuk makan.

9.1.2 Reprodruksi dan Perkembangbiakan Filum Echinodermata

Reproduksi seksual anggota filum echinodermata umumnya melibatkan


individu jantan dan betina yang terpisah dan membebaskan gametnya ke dalam air
laut.Hewan dewasa yang radial tersebut berkembang melalui metamorphosis dari
larva bilateral. Embriologi awal echinodermata secara jelas mensejajarkan mereka
dengan deuterostoma.
Dalam sebagian besar kelompok hewan ini, telur berkembang melalui
suatu fase blastula yang berbulu-getar, suatu fase gastrula dan suatu fase larva,
yang dalam waktu antara dua minggu sampai dua bulan bermetamorfosis ke
dewasa.Larva dari empat kelas utama Echinodermata nampak serupa antara satu
dengan lainnya.

9.1.3 Morfologi dan Anatomi filum Echinodermata

Tubuh Echinodermata mempunyai macam simetri lain. Pada bintang laut,


sebagai contoh Echinodermata, jelas terlihat simetri lain yang dimaksudkan tadi.
Bintang laut tidak mempunyai ujung posterior, juga tidak mempunyai sisi kiri
ataupun sisi kanan yang jelas. Untuk mendapatkan belahan yang kira-kira sama,
kita akan dapat membagi bintang laut melalui banyak cara. Pola tubuh seperti ini
disebut simetri radial, sebab bagian-bagiannya memancar dari sebuah pusat
seperti jari-jari roda memancar dai porosnya. Tetapi anehnya pada larva ini agak
mirip dengan larva beberapa chordata tanpa vertebra.
Permukaan Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul
ataupun runcing panjang. Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat
yang disebut testa. Sistem saluran air dalam rongga tubuhnya disebut ambulakral.
Ambulakral berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang mengulur keluar

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 131
tubuh, yaitu kaki ambulakral atau kaki tabung amburaklar. Kaki ambulakral
memiliki alat isap. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus,
dan anus. Sistem ekskresi tidak ada. Pertukaran gas terjadi melalui insang kecil
yang merupakan pemandangan kulit.

9.1.3 Habitat Dan Penyebarannya

Di antara 7000 atau lebih anggota filum echinodermata, semuanya adalah


hewan laut, dibahi menjadi enam kelas yaitu Asteroidea (bintang laut),
Ophiuroidea (bintang mengular), Echinoidea (bulu babi dan sand dollar),
Crinoidea (lili laut dan bintang bulu), Holothuroidea (timun laut) dan
Concentrychycloidea (aster laut).Aster laut, yang baru ditemukan baru-baru ini,
hidup pada kayu yang terendam air di laut dalam.

9.2. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 132
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 8. Filum Echinodermata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 12 November 2015 NIM : F 121 14 065

Keterangan :
1. Test
2. Ambulakral
3. Central disk
4. Anus

No. Urut : 01
Filum : ECHINODERMATA
Kelas : ASTEROIDEA
Ordo : PLATYSERIFA
Family : TRICOELOCRISNUSIDAE
Genus : Tricoelocrinus
Spesies : Tricoelocrinus Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium-Devon (500-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati dan tertimbun oleh tanah . karena tertimbun, maka oksigen
dan air sulit untuk menembusnya, sehingga tidak mudah terurai oleh bakteri
pembusuk dan juga tubuh organisme tidak dapat dirusak oleh predator . Selama
proses ini berlangsung, material yang tidak resisten akan menyesuaikan
komposisinya dialam sehingga berubah menjadi mineral yang resisten . pada saat
tertimbun, organisme mengalami proses petrifikasi. Petrifikasi adalah

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 133
berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya bahan lain. Pada fosil ini
senyawa yang berperan dalam proses petrifikasinya adalah senyawa karbonat
(Caco3). Proses ini mengakibatkan bagian tubuh organisme mengalami kompresi
atau tertekan. Lalu proses pencucian dengan air tanah atau leaching. Selama
proses ini berlangsung bagian terluar dari organisme mengalami pelarutan.
Setelah proses leaching, maka terjadi proses petrifikasi. Dimana, bagian terluar
dari organisme yang telah mengalami pelarutan meninggalkan cetakan pada
batuan sedimen. setelah itu, organisme ini mengalami lithifikasi. Proses
lithifikasi adalah proses pembatuan material yang terjadi selama puluhan juta
tahun lamanya . stelah proses lithifikasi, maka organisme mengalami proses
kompaksi . kemudian setelah kompaksi terjadi proses sedimentasi .Sedimentasi
adalah proses melengketnya material-material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil ini dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen.
Gaya endogen adalah proses tektonik dimana gaya tektonik menyebabkan
cekungan terangkat ketas permukaan. Meskipun telah terangkat namun fosil
yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap oleh sebab itu batuan dari
gaya eksogen sangatlah diperlukan. Gaya eksogen yang bersumber dari atmosfer
(suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya pelapukan dan
erosi.Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam batuan muncul
dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah menjadi unit-unit
kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi. Sedangkan
erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secar fisik partikel batuan
sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.Fosil ini berbentuk conical, dimana
diameter tubuh berukuran dari bawah keatas.Bagian tubuh yang masih dapat
diamati dari fosil sendiri yaitu test. Test adalah suatau kenampakan fosil, duri
adalah perlindungan organisme dari predator, ambulakral berfungsi sebagai
saluran sirkulasi air selama organisme hidup, madreporit adalah bagian tengah
fosil (mulut organisme selama hidupnya), proksimal bagian tubuh yang
mendekati madreporit, distal bagian tubuh yang menjauhi madreporit, tentakel
adalah ambulakral yang lebih dari satu dan berfungsi sebagai alat gerak dari
organisme.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 134
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami reaksi
ketika ditetesi HCl 0,1 M fosil ini umumnya ditemukan pada laut dangkal, litoral
– neritic atas. berumur Dari zaman ordovisium sampai Devon (500-345 juta
tahun yang lalu). Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur
relatif lapisan sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi
batuan,dan penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 8. Filum Echinodermata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 12 November 2015 NIM : F 121 14 065

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 135
Keterangan :
1. Test
2. Cloaca
3. Dorsal
4. Madrepore

No. Urut : 02
Filum : ECHINODERMATA
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : APODA
Family : AOROCRISNUSIDAE
Genus : Aorocrinus
Spesies : Aorocrinus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Karbon 345-290 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses pemfosilan fosil ini adalah
permineralisasi. Dimana, cangkang organisme ini dilalui oleh air yang
mengandung ion ion terlarut. Sehingga material yang tidak stabil akan
tergantikan oleh material yang lebih stabil dialam. Proses tersingkap dari spesies
ini dimulai dari organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju
kedaerah cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi.
Setelah mengalami transportasi, maka organisme akan terendapkan dan
tertimbun oleh material lain. Selama tertimbun, organisme mengalami proses
kompaksi. Proses ini mengakibatkan bagian tubuh organisme mengalami
kompresi atau tertekan. Lalu proses pencucian dengan air tanah atau leaching.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 136
Selama proses ini berlangsung bagian terluar dari organisme mengalami
pelarutan. Setelah proses leaching, maka terjadi proses petrifikasi. Dimana,
bagian terluar dari organisme yang telah mengalami pelarutan meninggalkan
cetakan pada batuan sedimen. Setelah tersedimentasi, material sedimen ini akan
mengalami lithifikasi. Lithifikasi adalah proses pembatuan material sedimen
dalam waktu yang lama.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa
tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah
naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau
essehingga tampak di permukaan.
Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan
beraksimembentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung
kalsium karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan
pengendapannya di lautdangkal.Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini
adalah karbon (345-290 juta tahun yang lalu). Adapun kegunaan fosil ini
diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan sedimen, penentu lingkungan
pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan penentuan iklim pada saat
terjadinya sedimentasi.

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 8. Filum Echinodermata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 12 November 2015 NIM : F 121 14 065

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 137
Keterangan :
1. Test
2. Ambulakral
3. Madreporit
4. Proksimal
5. Distal
6. Tentakel

No. Urut : 03
Filum : ECHINODERMATA
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : DENDROCHIROTA
Family : MICRASTERIDAE
Genus : MICRASTER
Spesies : Micraster Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Karbon (345-290 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Setelah
mengalami transportasi, maka organisme akan terendapkan dan tertimbun oleh
material lain. Selama tertimbun, organisme mengalami proses kompaksi. Proses
ini mengakibatkan bagian tubuh organisme mengalami kompresi atau tertekan.
Lalu proses pencucian dengan air tanah atau leaching. Selama proses ini
berlangsung bagian terluar dari organisme mengalami pelarutan. Setelah proses
leaching, maka terjadi proses petrifikasi. Dimana, bagian terluar dari organisme
yang telah mengalami pelarutan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 138
Setelah tersedimentasi, material sedimen ini akan mengalami lithifikasi.
Lithifikasi adalah proses pembatuan material sedimen dalam waktu yang lama.
Fosil ini dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen.
Gaya endogen adalah proses tektonik dimana gaya tektonik menyebabkan
cekungan terangkat ketas permukaan. Meskipun telah terangkat namun fosil
yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap oleh sebab itu batuan dari
gaya eksogen sangatlah diperlukan. Gaya eksogen yang bersumber dari atmosfer
(suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya pelapukan dan
erosi.Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam batuan muncul
dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah menjadi unit-unit
kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi. Sedangkan
erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secar fisik partikel batuan
sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.Fosil ini berbentuk conical, dimana
diameter tubuh berukuran dari bawah keatas.Bagian tubuh yang masih dapat
diamati dari fosil sendiri yaitu test. Test adalah suatau kenampakan fosil, duri
adalah perlindungan organisme dari predator, ambulakral berfungsi sebagai
saluran sirkulasi air selama organisme hidup, madreporit adalah bagian tengah
fosil (mulut organisme selama hidupnya), proksimal bagian tubuh yang
mendekati madreporit, distal bagian tubuh yang menjauhi madreporit, tentakel
adalah ambulakral yang lebih dari satu dan berfungsi sebagai alat gerak dari
organisme. Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami
reaksi ketika ditetesi HCl 0,1 M fosil ini umumnya ditemukan pada laut
dangkal, litoral – neritic atas. berumur karbon (345-290 juta tahun yang lalu).
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 8. Filum Echinodermata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 12 November 2015 NIM : F 121 14 065

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 139
Keterangan :
1. Test
2. Ambulakral
3. Tentakel
4. Mulut

No. Urut : 04
Filum : ECHINODERMATA
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : ASPHIDOCHIROTA
Family : CYSTOBLASTUSIDAE
Genus : CYSTOBLASTUS
Spesies : Cystoblastus Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Sphonical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium (500-435 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Ketika organisme ini mati, organisme ini
kemudian tertransportasi oleh media geologi misalnya air, kemudian terendapkan
dan terakumulasi pada cekungan yang relatif stabil. Material yang resisten
terhadap pelapukan dan pengikisan tidak akan lapuk dan terkikis sedangkan
material yang tidak resisten akan mengalami pelapukan dan pengikisan. Lama-
kelamaan material sedimen yang menimbun semakin lama semakin tebal
sehingga fosil yang tertimbun dibawahnya mengalami tekanan yang semakin
besar pula, material yang resisten terhadap tekanan akan tetap dan tidak akan
tergantikan dengan material yang lain, sedangkan material yang tidak resisten

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 140
terhadap tekanan akan tergantikan dengan material yang lebih resisten terhadap
tekanan. Pada saat yang bersamaan terjadi proses pemfosilan yaitu
permineralisasi yang merupakan pergantian sebagian tubuh fosil dengan mineral
lain yang lebih resisten. Kemudian mengalami kompaksi yang merupakan proses
pemadatan material-material sedimen, sementasi yang merupakan proses
penyemenan atau pengikatan material-material sedimen yang berukuran lebih
besar dengan material-material yang berukuran lebih halus dan litifikasi yang
merupakan proses pembatuan menjadi batuan sedimen.
Tenaga endogen yang merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi
dapat berupa proses tektonik dan aktivitas vulkanik. Proses tektonik dapat
berupa pergeseran lempeng baik lempeng yang saling menunjam atau yang
saling bergeseran atau bahkan yang saling menjauh. Aktivitas vulkanik dapat
berupa erupsi vulkanik, gempa vulkanik dan sebagainya. Tenaga endogen ini
menyebabkan terjadinya pengangkatan/up lift atau penurunan muka air laut/sea
level change yang mengakibatkan terangkatnya fosil ke permukaan. Tenaga
eksogen yang merupakan tenaga yang berasal dari luar bumi dapat berupa proses
pelapukan, pengikisan yang menyebabkan tersingkapnya fosil ke permukaan.
Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami reaksi
ketika ditetesi HCl 0,1 M fosil ini umumnya ditemukan pada laut dangkal,
litoral – neritic atas. berumur ordovisium (500-435 juta tahun yang lalu).
Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan
sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan,dan
penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
Acara : 8. Filum Echinodermata Nama : Rafsanjani
Hari/Tgl : Kamis, 12 November 2015 NIM : F 121 14 065
Keterangan :

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 141
1. Test
2. Ambulakral
3. Madreporit
4. Anus
5. Central disk
6. Stomach

No. Urut : 05
Filum : ECHINODERMATA
Kelas : ASTEROIDEA
Ordo : PHANEROZONIA
Family : LORIOLASTERIDAE
Genus : LORIOLASTER
Spesies : Loriolaster Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Radial
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Devon (395-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
Keterangan : Proses tersingkap dari spesies ini dimulai dari
organisme yang mati didasar laut dan hanyut bersama air menuju kedaerah
cekungan yang lebih stabil. Tahap ini dikenal sebagai transportasi. Setelah
mengalami transportasi, maka organisme akan terendapkan dan tertimbun oleh
material lain. Selama tertimbun, organisme mengalami proses kompaksi. Proses
ini mengakibatkan bagian tubuh organisme mengalami kompresi atau tertekan.
Lalu proses pencucian dengan air tanah atau leaching. Selama proses ini
berlangsung bagian terluar dari organisme mengalami pelarutan. Setelah proses
leaching, maka terjadi proses petrifikasi. Dimana, bagian terluar dari organisme
yang telah mengalami pelarutan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen.
Setelah tersedimentasi, material sedimen ini akan mengalami lithifikasi.
Lithifikasi adalah proses pembatuan material sedimen dalam waktu yang lama.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 142
Fosil ini dapat tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya endogen.
Gaya endogen adalah proses tektonik dimana gaya tektonik menyebabkan
cekungan terangkat ketas permukaan. Meskipun telah terangkat namun fosil
yang ada dalam lapisan sedimen belum tersingkap oleh sebab itu batuan dari
gaya eksogen sangatlah diperlukan. Gaya eksogen yang bersumber dari atmosfer
(suhu dan angin) dan hidrosfer (air) yang menyebabkan terjadinya pelapukan dan
erosi.Pelapukan dan erosi membantu fosil yang berada dalam batuan muncul
dipermukaan. Dimana, pelapukan membuat batuan akan pecah menjadi unit-unit
kecil dan pada akhirnya hancur menjadi partikel yang lebih kecil lagi. Sedangkan
erosi menyebabkan pengangkatan dan pemindahan secar fisik partikel batuan
sehingga fosil dapat tersingkap dipermukaan.Fosil ini berbentuk conical, dimana
diameter tubuh berukuran dari bawah keatas.Bagian tubuh yang masih dapat
diamati dari fosil sendiri yaitu test. Test adalah suatau kenampakan fosil, duri
adalah perlindungan organisme dari predator, ambulakral berfungsi sebagai
saluran sirkulasi air selama organisme hidup, madreporit adalah bagian tengah
fosil (mulut organisme selama hidupnya), proksimal bagian tubuh yang
mendekati madreporit, distal bagian tubuh yang menjauhi madreporit, tentakel
adalah ambulakral yang lebih dari satu dan berfungsi sebagai alat gerak dari
organisme. Komposisi kimia dari fosil ini adalah CaCO3, karena mengalami
reaksi ketika ditetesi HCl 0,1 M fosil ini umumnya ditemukan pada laut
dangkal, litoral – neritic atas. berumur pada zaman devon (395-345 juta tahun
yang lalu). Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur
relatif lapisan sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi
batuan,dan penentuan iklim pada saat terjadinya sedimentasi.

X. PENUTUP

10.1. KESIMPULAN

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 143
10.1.1. Filum dan Proses Pemfosilan

1. Pada sampel 1 didapatkan, yaitu:

Filum : MOLUSCA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : PULMONATA
Family : HELIXIDAE
Genus : Helix
Spesies : Helix Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur Geologi : Miosen
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal
2. pada sampel 2 didapatkan, yaitu:

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:

Filum : MOLUSCA
Kelas : PELECHIPODA
Ordo : EULAMELIBRANCHIA
Family : UNIONIDAE
Genus : Anadonta
Spesies : Anadonta Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Miosen
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati

Filum : MOLUSCATA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : PULMONATA

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 144
Family : ACHATINANIDAE
Genus : Achatina
Spesies : Achatina fulica
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

5. Pada sampel 5, Fosil yang teramati yaitu:

Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : STOLANIFERA
Family : TUBIFORANIDAE
Genus : Tubifora
Spesies : Tubifora musica
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

10.1.2. Filum Porifera

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:

Filum : PORIFERA
Kelas : DEMOSPONGIAE

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 145
Ordo : DICTIOCERACTIDACEAE
Family : TALPASPONGIAIDAE
Genus : Talpaspongia
Spesies : Talpaspongia Clavata Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur Geologi : Kapur
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:

Filum : PORIFERA
Kelas : DEMOSPONGIA
Ordo : HALICHONDIDRA
Family : RECEPTACOLETESIDAE
Genus : Receptacoletes
Spesies : Receptacoletes Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisikimia : CaCO3
Umur : Jura
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:

Filum : PORIFERA
Kelas : DEMOSPONGIAE
Ordo : HOPLOSELERIDA
Family : SPONGEIDAE
Genus : Sponge
Spesies : Sponge Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 146
Umur : Jura
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : PORIFERA
Kelas : DEMOSPONGIAE
Ordo : HALICHONDRIDA
Family : HINDIANIDAE
Genus : Hindia
Spesies : Hindia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Jura
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

5. Pada sampel 5, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : PORIFERA
Kelas : DEMOSPONGIAE
Ordo : KERATOSA
Family : SIPHONIANIDAE
Genus : Siphonia
Spesies : Siphonia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conikal
Komposisikimia : CaCO3
Umur : Jura
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

10.1.3. Fosil Protozoa dan Bryozoa

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 147
Filum : PROTOZOA
Kelas : SARCODINA
Ordo : FORAMINIFERA
Family : NUMMULITESIDAE
Genus : Nummulites
Spesies : Nummulites millecaput BOUBEE
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur Geologi : Eosen
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : BRYOZOA
Kelas : STENOLAEMATA
Ordo : CYCLOSTOMATA
Family : THECOSMILIANIDAE
Genus : Thecosmilia
Spesies : Thecosmilia trechotoma GOLDF
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisikimia : SiO2
Umur : Jura
Lingkunganpengendapan : Laut Dalam

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : BRYOZOA
Kelas : STENOLAEMATA
Ordo : CYSTOPORATA
Family : CORALIDAE
Genus : Coral
Spesies : Coral Limestone Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 148
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Kapur
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : BRYOZOA
Kelas : GYMNOLAEMATA
Ordo : CTENOSTOMATA
Family : HELIOLITHESIDAE
Genus : Heliolithes
Spesies : Heliolithes cF Magastoma McCoy
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Silur
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

10.1.4 Filum Coelenterata

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : MADREPORARIA
Family : FUNINIDAE
Genus : Favites
Spesies : Favites Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 149
Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : ZOANTHARIA
Family : SOLANASTREANIDAE
Genus : Solanastrea
Spesies : Solanastrea Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : STOLANIFERA
Family : TUBIFORANIDAE
Genus : Tubifora
Spesies : Tubifora musica
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : COELENTERATA
Kelas : ANTHOZOA
Ordo : MADREPORARIA
Family : ACROPORANIDAE
Genus : Acropora
Spesies : Acropora Sp

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 150
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

10.1.5 Filum Brachiopoda

1. Pada sampel 1, Fosil yanmg teramati


Filum : BRACHIPODA
Kelas : ARTICULATA
Ordo : STROPHOMENIDINA
Family : DICTYCLOSTUSIDAE
Genus : Dictyoclostus
Spesies : Dictyoclostus SP
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur Geologi : Perm
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : BRACHIOPODA
Kelas : ARTICULATA
Ordo : STROPHOMENIDINA
Family : PLATYRACHELLANIDAE
Genus : Platyrachella
Spesies : Platyrachella Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisikimia : CaCO3
Umur : Devon ( 395-345 juta tahunyang lalu)
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 151
3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:
Filum : BRACHIOPODA
Kelas : ARTICULATA
Ordo : SPIRIFERIDA
Family : DIELASMANIDAE
Genus : Dielasma
Spesies : Dielasma Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Perm
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati taitu:


Filum : BRACHIOPODA
Kelas : ARTICULATA
Ordo : STROPHOMENIDINA
Family : Mucrospiriferidae
Genus : Mucrospirifer
Spesies : Mucrospirifer Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bikonveks
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Devon (395-345 juta tahunyang lalu)
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

5. Pada sampel 5, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : BRACHIOPODA
Kelas : ARTICULATA
Ordo : STROPHOMENIDINA

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 152
Family : Leptaenanidae
Genus : Leptaena
Spesies : Leptaena Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : bikonveks
Komposisikimia : Khitin (fosfor)
Umur : Oligosen (38-22,5 juta tahunyang lalu)
Lingkunganpengendapan : Laut Dangkal

10.1.6. Filum Molusca

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : MOLUSCA
Kelas : PALECYPODA
Ordo : EULAMELLIBRANCHIA
Family : VENERIDAE
Genus : Venus
Spesies : Venus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conveks
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Miosen (22.5-5 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : MOLUSCA
Kelas : PALECHIPODA
Ordo : PULMONATA
Family : AVICULIPECTENIDAE
Genus : Aviculipecten
Spesies : Aviculipecten Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 153
Bentuk : Biconveks
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Miosen (22,5-5 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : MOLUSCA
Kelas : CEPHALOPODA
Ordo : TAUTHOIDAE
Family : CYMATOCERASIDAE
Genus : Cymatoceras
Spesies : Cymatoceras Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Kapur (141-100 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : MOLUSCA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : SORBEOCONCHA
Family : NATIADAE
Genus : Polinices
Spesies : Polinices albus Montfort,1810
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

5. Pada sampel 5, Fosil yang teramati yaitu:

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 154
Filum : MOLUSCA
Kelas : GASTROPODA
Ordo : SORBEOCONCHA
Family : FICIDAE
Genus : Ficus
Spesies : Ficus Ficus Linnaeus,C.,1758
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Conical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Pliosen (5-3,2 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

10.1.7. Fosil Arthropoda

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBITA
Ordo : PHACOPIDA
Family : CALYMENIDAE
Genus : Flexicalimene
Spesies : Flexicalimene Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Simetris Bilateral
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Silur - Devon (435-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ARTHROPODA
Kelas : OSTRAKODA
Ordo : PTYCHOPORIDA

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 155
Family : ZYGOBEYRICHIANIDAE
Genus : Zygobeyrichia
Spesies : Zygobeyrichia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Ordovisium (500-435 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBITA
Ordo : PROETIDA
Family : ILLAENUSIDAE
Genus : Illaenus
Spesies : Illaenus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Silur - Devon (435-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ARTHROPODA
Kelas : OSTRACODA
Ordo : LEPERDITICOPIDA
Family : LEPERDITINIDAY
Genus : Leperditia
Spesies : Leperditiagibbera slalarisva
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Dorsal
Komposisi kimia : SiO2

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 156
Umur : Devon (± 395 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

5. Pada sampel 5, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ARTHROPODA
Kelas : TRILOBOTA
Ordo : PHACOPIDA
Family : ELRATHIANIDAE
Genus : Elrathia
Spesies : Elrathia Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : SiO2
Umur : Kambrium (± 517 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dalam

10.1.8. Fosil Echinodermata

1. Pada sampel 1, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ECHINODERMATA
Kelas : ASTEROIDEA
Ordo : PLATYSERIFA
Family : TRICOELOCRISNUSIDAE
Genus : Tricoelocrinus
Spesies : Tricoelocrinus Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium-Devon (500-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

2. Pada sampel 2, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ECHINODERMATA

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 157
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : APODA
Family : AOROCRISNUSIDAE
Genus : Aorocrinus
Spesies : Aorocrinus Sp
Proses pemfosilan : Permineralisasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Karbon 345-290 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

3. Pada sampel 3, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ECHINODERMATA
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : DENDROCHIROTA
Family : MICRASTERIDAE
Genus : MICRASTER
Spesies : Micraster Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Bilateral
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Karbon (345-290 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

4. Pada sampel 4, Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ECHINODERMATA
Kelas : HOLOTHUROIDEA
Ordo : ASPHIDOCHIROTA
Family : CYSTOBLASTUSIDAE
Genus : CYSTOBLASTUS
Spesies : Cystoblastus Sp

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 158
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Sphonical
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Ordovisium (500-435 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

5. Pada sampel 5. Fosil yang teramati yaitu:


Filum : ECHINODERMATA
Kelas : ASTEROIDEA
Ordo : PHANEROZONIA
Family : LORIOLASTERIDAE
Genus : LORIOLASTER
Spesies : Loriolaster Sp
Proses pemfosilan : Petrifikasi
Bentuk : Radial
Komposisi kimia : CaCO3
Umur : Devon (395-345 juta tahun yang lalu)
Lingkungan pengendapan : Laut Dangkal

XI. DAFTAR PUSTAKA

Aslan, L.M. 2003. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 159
Aslan, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Avertebrata Air.Universitas Haluoelo.
Kendari

Aswan, 2007. Pengaruh Substrat yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Spon

Metode Transplantasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unhalu. Kendari.

Barnes, R.D. 1980. Zoologi Invertebrata. W.B. Saunders Company. Piladelfia.

Brotowidjojo, Mukayat Djarubito. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga, 1989.

Brotowidjoyo. 2004. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hadi Susantoro.s,Trijoko,Y.A.Purwesti.2005.Biologi Kelas X jilid Ib.edisi


2005:SundaKelapa.

Rukmansyah.2006.Kamus Pintar Biologi Untuk SMP.Bandung:Epsilon Group.

Idun, Endang. 2009. Biologi. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Jasin, Maskoeri. Zoologi Invertebrata. Surabaya: sinar Wijaya, 1992.

Jutje S Lahay. Zoologi Invetebrata. Makassar: Universitas Negeri


Makassar,2006.

Kimball, J.W. 2000. Biologi jilid empat edisi pertama.Erlangga Jakarta.

Oemardjati, S.B. 2000. Taksonomi Avertebrata. Universitas Indonesia.Jakarta.

Radiopoetro.2002. Zoologi, Erlangga . Jakarta.

Romimoharto, Kasijan dan Juwana, Sri. 2001. Biologi Laut.Djambatan. Jakarta.

Romimohtarto, K., dan Sri Juwana, 2005. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Rudi, 2012. Laporan Praktikum Echinodermata. http://rudibiologi. blogspot. com


/2012/03/laporan-prtikum-zoologi-echinodermata.html (Di akses pada 03
Juni 2012).

Rudi. 2012. “Laporan Praktikum Zoologi Coelenterata,” Blog Rudi.

Rusyana, Adun. Zoologi Invertebrata. Bandung: ALFABETA, 2011.

Subowo, 2000. Zoo avertebrata.Universitas institute pertanian. Bogor.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 160
Subowo, 2000. Zoo avertebrata.Universitas institute pertanian. Bogor.

Sugiarti, S. 2004. Invertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor.

Rohana, S. 2003. Biologi Umum. Yushis Tira. Jakarta.

Suhardi., 2002. Buku Evolusi Avertebrata Universitas Indonesia. Jakarta.

Sumber: http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/laporan-lengkap-phylum-
porifera.html

Suwignyo, S dkk., 2005. Avertebrata Air. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwignyo, S. 2004. Avertebrata Air. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwignyo,Sugiarti. 2005. Avetebrata Air Jilid I1. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Palu 2015 161

Anda mungkin juga menyukai