Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fosil (bahasa latin: Fossa yang berarti menggali keluar dari dalam tanah)

merupakan sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral.

Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tumbuhan wajib segera tertutup sedimen.

Fosil yang sangat umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi, dan

tulang. Ilmu yang mempelajari fosil sendiri adalah paleontologi yang merupakan

cabang ilmu dari arkelogi. Paleontologi ini sendiri berasal dari kata paleo (masa

lampau), onto (kehidupan) dan logos (ilmu). Jadi, paleontologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang bentuk-bentuk kehidupan yang pernah ada pada masa lampau

termasuk evolusi dan interaksi satu dengan lainnya serta lingkungan hidupnya selama

umur bumi atau dalam skala waktu geologi terutama yang diwakili oleh fosil.

Fosil adalah sisa kehidupan purba yang telah terawetkan pada lapisan-lapisan

batuan pembentuk kerak bumi yang umumnya merupakan batuan sedimen. Sisa-sisa

kehidupan tersebut merupakan bagian yang keras dari organisme seperti cangkang,

jejak atau cetakan yang telah terisi oleh mineral lain. Fosil terbentuk ketika makhluk

hidup pada zaman dulu (lebih dari 500.000 tahun) terjebak dalam lumpur atau pasir

dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan sedimen. Endapan sedimen ini

kemudian akan membatu dan menyimpan fosil organisme tersebut.

Dalam ilmu geologi, tujuan mempelajari fosil adalah untuk mempelajari

perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka bumi sepanjang sejarah bumi,
mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat makhluk hidup tersebut ada,

menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam berdasarkan kandungan

fosilnya, untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasaekan pada sifat

dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut, untuk korelasi

antar batuan-batuan yang terdapat di alam(biostratigrafi) yaitu dengan dasar

kandungan fosil yang sejenis atau seumur.

Mempelajari fosil sangat berguna untuk mempelajari sejarah kehidupan di

masa lampau. Oleh karena itu, dilakukanlah kegiatan praktikum kali ini dengan

cakupan materi berupa pengenalan fosil serta segala sesuatu yang tercakup di

dalamnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan dapat
mengenal dan mengetahui tentang fosil terkhususnya pendeskripsian sampel fosil.
Tujuan dilakukannya praktikum ini sebagai berikut :
1. Praktikan mampu menjelaskan menjelaskan pengertian fosil.

2. Praktikan mampu mengidentifikasi serta mengenali bentuk-bentuk fosil.

3. Praktikan mampu menjelaskan manfaat dari fosil dalam ruang lingkup

geologi.

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat yang didapatkan setelah mengikuti praktikum ini yaitu

praktikan diharapkan dapat mengetahui fosil secara umum, bentuk-bentuk fosil secara

umum. Proses pemfosilan dan lingkungan pengendapannya serta mengetahui apa saja

manfaat fosil di bidang geologi.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang diangkat yaitu utnuk mengetahui fosil secara

umum, bentuk-bentuk fosil, proses pemfosilan serta mengetahui manfaat dari fosil.

1.5 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain sebagai

berikut;

1. ATK (Alat Tulis Kantor)

2. HCL

3. Kertas HVS

4. Clipboard

5. Buku penuntun

6. Katrol

7. LKP ( Lembar Kerja Praktikum)

8. Penggaris

9. Kamera Handphone

10. Lap halus

11. Lap kasar

12. Sampel (fosil)

13. Stapler

14. Jam tangan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil


Fosil dalam arti luas adalah bukti fisik kehidupan purba. Dalam pikiran

kebanyakan orang, fosil adalah representasi dari seluruh atau sebagian tubuh makhluk

hidup (organisme) yang pernah hidup dan biasanya terawetkan sebagai cetakan/mold

atau cast, isian (cor), residu berkarbonisasi atau rekristalisasi pada bagian keras

(misalnya, tulang atau cangkang). Fosil (dari Bahasa Latin Klasik: Fossilis; secara

harfiah berarti: “diperoleh dengan menggali”) adalah sisa-sisa, jejak, atau jejak benda

apa pun yang pernah hidup dari zaman geologis masa lalu. Contohnya termasuk

tulang, cangkang, eksoskeleton, jejak membatu dari binatang atau mikroba, benda

yang disimpan dalam damar, kayu yang membatu, minyak, batu bara, dan sisa-sisa

DNA.

Adapun definisi fosil menurut para ahli, antara lain:

 Charles Darwin

Charles darwin berpendapat bahwa mahluk hidup yang terdapat pada lapisan

bumi yang tua akan mengadakan perubahan bentuk yang disesuaikan dengan lapisan

bumi yang lebih muda. Oleh sebab itu, pada lapisan bumi yang lebih muda ditemukan

fosil yang berbeda dengan lapisan bumi yang lebih tua. Adanya perbedaan iklim,

tanah, dan faktor-faktor lain menyebabkan terjadinya perubahan di permukaan bumi


secara bertahap yang mengakibatkan adanya perubahan pula pada mahluk hidup

untuk menyesuaikan diri.

 George Cuvier

George Cuvier berpendapat bahwa pada masa tertentu telah diciptakan

mahluk hidup yang berbeda dari masa ke masa lainnya. Mahluk hidup bisa diciptakan

khusus pada setiap zaman dan masing-masing zaman tersebut diakhiri dengan

kehancuran alam. Di setiap lapisan bumi akan dihuni oleh mahluk hidup yang

memiliki perbedaan dengan mahkluk hidup pada lapisan bumi sebelumnya.

2.2 Syarat Pembentukan Fosil


Syarat-syarat penting untuk pembentukan fosil meliputi beberapa hal, sebagai

berikut :

1. Mempunyai bagian yang keras. Organisme harus memiliki bagian yang keras,

seperti tulang, gigi, atau kerangka.

2. Segera terhindar dari proses pengrusakan sebagai akibat dari gaya endogen

atau gaya eksogen, atau dimakan oleh bakteri aerobic atau anaerobic.

3. Segera tertutupi material sedimen berbutir halus secara alamiah, sehingga

tidak dimungkinkan ada oksigen yang mampu mengundang keberadaaan

bakteri atau mikroorganisme untuk pembusukan.

4. Memiliki umur 500.000 tahun.

2.3 Ukuran Fosil


Berdasarkan ukurannya, fosil dibagi menjadi tiga :

1. Macrofossil (Fosil Besar), dipelajari tanpa menggunakan alat bantu.


2. Microfossil (Fosil Kecil), dipelajari menggunakan alat bantu berupa

mikroskop

3. Nannofossil (Nanno Fosil), dipelajari menggunakan bantuan mikroskop

khusus dengan perbesaran mencapai 1000x.

2.4 Tahap Fosilisasi


Ada tiga tahap utama dalam pembentukan fosil, yaitu kematian, peristiwa

pre-burial (pra-terkubur) dan peristiwa post burial (pasca-terkubur). Jadi untuk

menjadi sebuah fosil organisme harus mengalami kematian terlebih dahulu. Proses

yang di alami organisme setelah kematian adalah pembusukan adalah jaringan lunak

(daging, otot). Jaringan keras seperti tulang dan gigi adalah bagian tubuh yang awet

sehingga bagian inilah yang biasanya terfosilkan.

Organisme yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di

tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil ini disebut fosil

auochtonous. Fosil yang mengalami rapid burial biasanya terawetkan dengan baik

karena tidak mengalami gangguan paska-mati dan anatominya utuh. Sedangkan

organisme yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami proses-proses

alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin dan udara, atau dicabik

binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah berpindah dari tempat dia mati,

dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis lagi. Fosil seperti ini disebut fosil

allochtonous (Tim asisten, 2024).

2.5 Proses Pemfosilan

Proses pemfosilan dimulai dari organisme mati kemudian jatuh ke tanah.

Jasad organisme ini pun terhindar dari bakteri pembusuk dan organisme pemakan
bangkai yang kemudian tertransportasikan yaitu terbawa oleh media geologi berupa

air, angin, dan lain-lain yang dapat mengubah bentuk dan kedudukannya. Kemudian

fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah berupa cekungan, setelah itu

akan terakumulasikan yaitu tertutupi oleh lapisan-lapisan batuan sedimen pada tempat

asalnya yakni berupa cekungan, yang stabil kemudian mengalami leaching yakni

proses pencucian fosil sehingga material yang tidak resisten tergantikan oleh material

yang lebih resisten.

Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses

pemfosilan dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

2.5.1 Fosil Tak Termineralisasi


Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis :

1. Fosil yang mengalami perubahan secara keseluruhan, yaitu fosil yang jarang

terjadi dan merupakan keistimewaan dalam proses pemfosilan. Contohnya

Mammoth di siberia yang terbekukan dalam endapan es tersier.

2. Fosil yang terubah sebagian, umumnya dijumpai pada batuan Mesozoikum

dan Kenozoikum. Contohnya gigi-gigi binatang buas, tulang dan rangka

Rhinoceros yang tersimpan di museum Rusia, serta cangkang moluska.

3. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses fosilisasi.

Sedangkan fosil amber merupakan organisme yang terperangkap dalam getah

dari tumbuhan tersebut. Contohnya insekta terselubungi getah damar dalam

endapan Oligosen di Teluk Baltik sebagai fosil Resen.


Gambar 2.1 Contoh fosil amber

2.5.2 Fosil Yang Termineralisasikan / Mineralized Fossils


Golongan ini dibedakan atas dasar material yang mengubahnya serta cara

terubahanya. Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Permineralisasi, adalah proses pemfosilan yang terjadi penggantian sebagian atau

bagian dari fosil oleh satu jenis mineral karena dari akibat masuknya mineral

tertentu ke dalam rongga-rongga atau pori-pori tulang, cangkang atau material

tumbuhan sehingga menyebabkan fosil akan lebih berat dari semula dan akan

lebih tahan terhadap pelapukan.


Gambar 2.2 Contoh fosil permineralisasi

Mineral yang mengisi dan terendapkan adalah kalsit (CaC0 3), silika (SiO2) dan

beberapa jumlah senyawa dari besi.

2. Replacement, merupakan penggantian secara keseluruhan bagian dari fosil

dengan mineral lain. Serupa dengan permineralisasi, hanya saja sisa organisme

asli terbawa asli telah terbawa pergi setelah sebelumnya terkubur dalam sedimen

kemudian larut oleh air tanah, sehingga meninggalkan rongga pada batuan yang

selanjutnya terisi oleh material baru berupa material karbonatan, silikat, dan

senyawa besi, terkadang hingga molekul per molekul, sehingga struktur halus

dari fosil tersebut tetap terjaga dengan baik.

Gambar 2.3 Contoh fosil hasil Replacement

3. Rekristalisasi, adalah suatu proses pemfosilan yang umum dimana sisa-sisa

organisme terkena suhu dan tekanan yang lebih tinggi, sehingga material-

material penyusunnya berubah bentuk ke bentuk yang lebih stabil. Pada skala

mikroskopis, fosil yang mengalami rekristalisasi sulit dibedakan dari yang asli,

namun pada skala lebih kecil, struktur-struktur halus dari fosil tidak lagi

kelihatan atau berubah mengikuti struktur kristal dan mineral yang baru.
Contohnya fosil yang tersusun dari mineral kalsit berubah menjadi mineral

aragonite.

Gambar 2.4 Contoh fosil hasil rekristalisasi

4. Distilasi / Karbonisasi, yaitu menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang

mudah menguap dalam tumbuhan dan hewan karena tertekannya rangka atau

tubuh organisme tersebut dalam sedimentasi dan meninggalkan residu karbon (C)

berupa lapisan-lapisan tipis dan kumpulan unsur C yang menyelubungi atau

menyelimuti sisa-sisa organisme yang tertekan tadi. Contohnya adalah

batubara(Tim asisten, 2024).


Gambar 2.5 Contoh fosil hasil distilasi/karbonisasi

2.5.3 Fosil Jejak

Fosil ini terbentuk dari jejak hasil aktivitas organisme baik binatang maupun

tumbuhan. Fosil jejak terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Impression, adalah jejak-jejak organisme yang memiliki relief rendah.

Contohnya bekas daun yang jatuh di lumpur, dan yang tertinggal hanya

jejaknya.

2. Mold, cetakan negatif dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika

organisme yang mati jatuh dan menekan sedimen di dasar laut, kemudian

bagian yang keras jatuh membentuk cetakan pada sedimen. Ketika bagian

keras organisme itu hilang, maka cetakan yang tertinggal disebut mold. Mold

ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu :

 Internal mold, cetakan langsung dari bagian dalam cangkang/tubuh

organisme.

 Eksternal mold, cetakan langsung dari bagian luar cangkang/tubuh

organisme.

Gambar 2.6 Contoh Eksternal mold dan Internal mold


3. Cast, cetakan dari jejak oleh material asing yang terjadi apabila rongga antar

tapak dan tuangan terisiss zat lain dari luar, sedangkan fosilnya sendiri lenyap.

Ketika mold terisi oleh material-material tertentu, akan terbentuk cetakan yang

serupa dengan organisme yang membentuk mold. Cetakan dari mold inilah

yang disebut Cast.

Gambar 2.7 Contoh cast

4. Koprolit, adalah kotoran binatang yang terfosilkan dan berbentuk nodul-nodul

memanjang dengan komposisi phospatik.

Gambar 2.8 Contoh koprolit


5. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh salah satu hewan tertentu misalnya

pada reptile untuk membantu pencernaan.

Gambar 2.9 Contoh gastrolit

6. Trail, adalah jejak ekor binatang yang terfosilkan.

Gambar 2.10 Contoh trail

7. Track, jejak kuku binatang yang terfosilkan.


Gambar 2.11 Contoh track

8. Foot print, adalah jejak kaki hewan yang terfosilkan.

Gambar 2.12 Contoh Foot print

9. Burrow, borring, tubes, adalah lubang-lubang yang berbentuk seperti lubang

bor atau pipa yang merupakan tempat tinggal/hidup yang telah memfosil.

Burrow adalah lubang yang dibuat oleh organisme untuk mencari

mangsa/makan dan hidup. Borring adalah lubang yang digunakan untuk

menyimpan makanan. Sedangkan tube adalah lubang hasil aktivitas organisme

yang berbentuk pipa/tabung (Tim asisten, 2024).


Gambar 2.13 Contoh Burrow dan Borring

2.6 Bentuk-Bentuk Fosil

Adapun bentuk-bentuk fosil, diantaranya :

 Tabular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai bentuk tabung.

Gambar 2.14 Fosil bentuk tabular

 Konikal, merupakan bentuk fosil yang menyerupai kerucut, yang dimana

semakin kecil diameter fosil dari atas kebawah atau sebaliknya.

Gambar 2.15 Fosil bentuk konikal


 Bikonvex, merupakan bentuk fosil yang terdiri atas 2 sisi

Gambar 2.16 Fosil bentuk bikonvex

 Branching, merupakan bentuk fosil yang bercabang-cabang.

Gambar 2.17 Fosil bentuk branching

 Plate, merupakan fosil yang berbentuk pipih.


Gambar 2.18 Fosil bentuk plate

 Diskoidal, merupakan bentuk fosil yang menyerupai seperti cakram.

Gambar 2.18 Fosil bentuk diskoidal

 Grobular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai bola.

Gambar 2.19 Fosil bentuk grobular

 Konvex, merupakan bentuk fosil yang bercembung pada satu sisi.


Gambar 2.20 Fosil bentuk konvex

 Byfuring, merupakan bentuk fosil yang berbuku-buku

Gambar 2.21 Fosil bentuk byfuring

 Radial, merupakan bentuk fosil yang melingkar.

Gambar 2.22 Fosil bentuk radial

2.7 Jenis-Jenis Fosil

Adapun jenis-jenis fosil adalah sebagai berikut :

1. Protozoa berasal dari dua kata yaitu Protos yang berarti pertama dan zoon

yang berarti hewan, protozoa merupakan kelompok hewan yang paling pertama hidup
di permukaan bumi. Secara umum protozoa dapat diartikan sebagai kelompok hewan

bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni/kelompok.

2. Dahulu Bryozoa dianggap sebagai tumbuhan karena bentuk dan karakteristik

dari BryozoaI menyerupai tumbuhan lumut. Namun, setelah penelitian lebih lanjut

Bryozoa merupakan koloni dari hewan-hewan kecil, seperti hamparan lumut berbulu,

menempel pada batu, benda atau tumbuhan air di perairan dangkal yang subur dan

jernih. Bryozoa berasal dari bahasa yunani, bryon berarti lumut dan zoon berarti

hewan.

3. Kata poifera berasal dari bahasa latin yaitu Poruos artinya pori (lubang kecil)

dan ferre artinya membawa. Jadi porifera merupakan hewan yang mempunyai tubuh

berpori, dikenal juga sebagai sponge atau spons. Porifera merupakan kelompok

hewan yang terdiri dari banyak sel yang disebut juga sebagai Metazoa.

4. Secara umum Coelenterata (Cnidaria ) adalah hewan invertebrata yang

mempunyai rongga dengan bentuk tubuh seperti tabung dan mulut yang dikelilingi

tentakel. Filum coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelenteron yang

berarti rongga.

5. Mollusca berasal dari bahasa Latin "molluscus" yang berarti lunak. Ini

merujuk pada hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Mollusca mencakup

berbagai hewan seperti kerang, siput, dan cumi-cumi. Beberapa moluska memiliki

cangkang untuk melindungi tubuh lunak mereka, sementara yang lain tidak memiliki

cangkang. Mollusca dapat hidup di air atau di darat, dengan pernapasan melalui

insang bagi yang hidup di air dan melalui rongga mantel sebagai paru-paru bagi yang

hidup di darat.
6. Brachiopoda (dari bahasa Yunani, yang berarti "lengan-kaki"), juga dikenal

sebagai cangkang lampu atau bivalvia. Brachiopoda ini telah memainkan peran

sentral dalam pemahaman ahli geologi dan ahli biologi tentang sejarah dan evolusi

kehidupan di Bumi. Para ahli menegaskan betapa pentingnya Brachiopoda, dengan

kehadiran mereka yang hampir ada di mana-mana dalam catatan batuan dan fosil dan

keanekaragamannya yang luar biasa sepanjang Eon Fanerozoikum, hingga dan

termasuk Holosen. Terlepas dari dominasi ahli paleontologi dalam membangun

pandangan dunia kita saat ini tentang sejarah evolusi brachiopoda melalui klasifikasi,

ahli biologi pertama kali memberi nama pada brachiopoda. Dumeril (1806), seorang

ahli zoologi Prancis, pertama kali menggunakan istilah Brachiopoda untuk merujuk

pada bagian dari filum moluska.

7. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino berarti landak, derma yakni

kulit). Jadi, dapat diartikan echinpdermata adalah kelompok hewan tripoblastik yang

memiliki ciri khas adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit.

Hewan-hewan ini juga mudah dikenali dari bentuk tubuhnya. Kebanyakan memiliki

simetri radial, khususnya simetri radial pentameral (terbagi lima).

8. Arthropoda adalah hewan tak bertulang belakang yang memiliki tubuh beruas-

ruas atau bersegmen dan kaki yang bersendi. Arthropoda berasal dari Bahasa Yunani,

yaitu arthros (sendi atau ruas) dan podos (kaki) (Tim asisten, 2023).

2.8 Kegunaan Fosil

Adapun beberapa kegunaan fosil sebagai beriukut :

1. Sebagai bukti adanya kehidupan di masa lampau serta penunjuk terjadinya evolusi

kehidupan.
2. Penentu iklim pada saat terjadi atau berlangsungnya proses sedimentasi atau yang

dikenal dengan dengan Paleoclimatology. Seperti pada suatu daerah pada saat

terjadi sedimentasi terjadi evaporasi dan lainnya yang menandakan gambaran

sedimentasi suatu daerah tertentu.

3. Penentuan kedalaman sedimentasi atau lingkungan pengendapan dari batuan yang

mengandungnya, yakni dengan menggunakan fosil bentonik.

4. Sebagai penentu umur relatif batuan yang mengandungnya, dalam hal ini

penggunaan fosil tertentu sebagai foraminifera planktonik dan fosil indeks dengan

menggunakan metode penarikan umur tertentu.

5. Sebagai penunjuk rekontruksi paleografi.

6. Penentu top dan bottom dari suatu lapisan batuan yang mengandungnya.

7. Untuk penentuan biostratigrafi yakni penentuan urutan batuan berdasarkan

kandungan biota atau fosil yang dikandung oleh suatu batuan.

8. Untuk menentukan arah aliran material sedimentasi.

9. Untuk mengetahui korelasi batuan dan perkembangan stratigrafi batuan sedimen

(Tim asisten, 2024).

2.9 Skala Waktu Geologi

Skala waktu geologi merupakan alat yang berguna bagi para ahli geologi

untuk memahami sejarah Bumi secara kronologis berdasarkan catatan fosil dan

peristiwa geologi. Skala waktu geologi membagi sejarah Bumi menjadi berbagai era,

periode, dan zaman. Setiap era dibedakan berdasarkan peristiwa signifikan seperti

kepunahan massal spesies, perubahan iklim global, atau aktivitas vulkanik dan
tektonik lempeng yang mempengaruhi ekosistem bumi secara menyeluruh (Smith et

al., 2021).

Fosil merupakan catatan penting yang memungkinkan para ahli untuk

menentukan usia relatif batuan, lapisan tanah, atau formasi geologi lainnya. Dengan

menganalisis jenis fosil yang ditemukan pada suatu lapisan, para ahli dapat

mengidentifikasi era atau zaman ketika fosil tersebut hidup. Misalnya, fosil-fosil

invertebrata laut seperti trilobita dan brakiopoda yang hanya ditemukan pada batuan

formasi tertentu menunjukkan bahwa formasi tersebut berasal dari

zaman Paleozoikum (Miller & Spoolman, 2021).

2.10 Fosil Hewan Purba di Indonesia


Berikut beberapa fosil hewan purba yang pernah ditemukan di Indonesia :

1. Bos Palaesondaicus.

Fosil hewan purba yang satu ini merupakan sejenis kerbau purba dan juga dapat

dianggap sebagai nenek moyang dari banteng Jawa. Hewan tersebut diperkirakan

hidup di masa Pleistosen Jawa sekitar 2,6 juta - 12 ribu tahun lalu. Penemu fosil yang

satu ini adalah ditemukan oleh Eugene Dubois pada 1908 di Trinil, tetapi hanya

berupa tengkoraknya saja.

2. Stegodon Trigonocephalus

Fosil hewan yang satu ini berupa gajah purba yang paling tua, yang diperkirakan

menyebar mulai dari Indonesia hingga Timur Tengah. Hewan tersebut diperkirakan

hidup pada zaman Pleistosen Jawa, dan ditemukan di Sangiran, Trinil, dan

Gunung Patiayam.
3. Stegodon Pigmy

Fosil hewan purba yang satu ini merupakan gajah mini yang tingginya hanya

sekitar 1,5 – 2 meter. Gajah ini dulunya tinggal di Flores, Sulawesi dan Timor dan

hidup pada waktu sekitar 840 ribu tahun lalu dan diperkirakan punah karena ledakan

gunung purba pada 12 ribu tahun lalu.

4. Rhinoceros Sondaicus

Fosil hewan purba yang satu ini merupakan badak purba yang pada akhirnya

berevolusi menjadi badak yang ada di Ujung Kulon. Fosil ini ditemukan di Sangiran

dan diperkirakan hidup pada 700 tahun lalu.

5. Rhinoceros Sondaicus

Fosil hewan purba yang satu ini merupakan badak purba yang pada akhirnya

berevolusi menjadi badak yang ada di Ujung Kulon. Fosil ini ditemukan di Sangiran

dan diperkirakan hidup pada 700 tahun lalu.

6. Gavialis Bengawanensis

Fosil hewan yang satu ini berupa buaya purba bermoncong panjang yang

khususnya ada di Pulau Jawa dan sudah punah sejak jutaan tahun lalu. Fosil tersebut

ditemukan di kawasan situs Sangiran, hanya berupa beberapa bagian saja dan tidak

ditemukan fosil yang utuh.


BAB III
METODE PENILITIAN

3.1 Studi Pendahuluan


Pada tahapan awal, kami pertama-tama melaksanakan asistensi umum. Pada

asistensi umum dipaparkan mengenai tata tertib serta peralatan yang wajib dikenakan

dan dibawa saat kegiatan praktikum. Setelahnya dilanjutkan dengan asistensi acara

pertama yaitu pengenalan fosil. Setelah pembawaan materi singkat terkait pengenalan

dan pendeskripsian fosil, asisten memberi tugas pendahuluan yang menjadi syarat

sebelum bisa mengikuti kegiatan praktikum.

3.2 Tahapan Praktikum


Kegiatan praktikum dimulai dilakukan di Laboratorium Paleontologi,

Departemen Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin. Sebelum melakukan kegiatan

praktikum, hal yang pertama dilakukan adalah melakukan responsi guna mengetahui

sejauh mana ilmu yang ditangkap praktikan seusai asistensi acara. Setelah responsi

dilakukan, dilanjutkan dengan kegiatan praktikum. Praktikan diberikan delapan


sampel fosil untuk kemudian di deskripsikan dan dituliskan pada lembar kerja

praktikum.

3.3 Analisis Data


Pada tahapan ini kami melakukan asistensi dengan asisten terkait lembar kerja

praktikum yang telah diisi dengan deskripsi sampel fosil untuk memperoleh hasil atau

data yang benar.

3.4 Penyusunan Laporan


Setelah memperoleh analisis data yang benar berdasarkan hasil asistensi dari

asisten, dilanjutkan dengan penyusunan laporan sesuai dengan format laporan yang

telah ditentukan.

3.5 Laporan
Setelah melalui tahap asistensi dan laporan telah di setujui oleh asisten, maka

tahap selanjutnya adalah praktikan mengumpulkan laporan sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan.

Tabel 3.1 Diagram alir

Tahapan Pendahuluan 1. Studi literatur

2. Tugas pendahuluan

Praktikum 1. Respon
2. Deskripsi sampel
3. Sketsa
Analisis data 1. Asistensi

2. Perbaikan LKP

Penyusunan laporan 1. Pembuatan laporan

2. Asistensi laporan

Laporan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

No. Filu Kelas Ordo Famili Genus Spesies


Peraga m
1722 Moll Scacopo Gastrop Gonioteut Gonioteut Gonioteuthis
usca da oda hisidae his granulataquadr
ata (STOLLEY)
1964 Fora Tubotha Rotaliid Nummulit Nummulit Nummulites
minif lamea a esidae es millsecaput
era (BOUBEE)
805 Econ Echinoi Cidairoi Cidarisida Cidaris ‘Cidaris’
oder dea da e vesikularis
mata (GOLDF)
807 Cnid Anthoz Scleracti Cystiphyll Cystiphyll Cystiphyllum
aria oa nia umidae um “americanum”
(EDW. & H.)
1838 moll gastrop Neogastr Haustatori Haustator Haustator
usca oda opoda dae imbricatarius
(LAM.)
170 Arthr Trilobit Phacopi Homotelus Homotelu Homotelus
opod a da idae s bromidensis
a (ESKER)
1542 Moll Cephalo Ammoni Pymatocer Pymatocer Pymatoceras
usca poda tida asidae as cf.robustus
(HYATT)
841 Coel Anthoz Rugosa Helliophyl Helliophyl Helliophyllum
enter oa lumidae lum halli (EDW. &
ata H.)
4.1 Hasil

Adapun hasil yang didapatkan pada saat praktikum yaitu sebagai berikut :

4.2 Pembahasan
4.2.1 Sampel 1 (Gonioteuthis granulata quadrata)

Gambar 4.1 Sampel 1 (Gonioteuthis granulataquadrata)

Fosil pada sampel pertama ini berasal dari Filum Mollusca, Kelas Scacopoda,

Ordo Gastropoda, Genus Goniouteuthis, dan dengan nama Spesies Gonioteuthis

granulataquadrata.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu rekristalisasi dimana sisa-

sisa organisme fosil ini terkena suhu dan tekanan yang lebih tinggi, sehingga
material-material penyusunnya berubah ke bentuk yang lebih stabil. Fosil ini

memiliki bentuk konikal (kerucut) dengan komposisi kimia yaitu karbonatan (CaCO 3)

dan berumur jura bawah (±195-176 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan

fosil ini yaitu laut dangkal.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan

terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil Gonioteuthis granulata quadrata memiliki kegunaan yang signifikan

dalam ruang lingkup geologi. Sebagai fosil dari spesies belemnite yang hidup pada

periode Kapur akhir, fosil ini memberikan informasi berharga tentang sejarah

kehidupan di masa lalu dan evolusi organisme laut. Fosil Gonioteuthis

granulataquadrata, dapat membantu para geologist utnuk memperoleh pemahaman

yang lebih baik tentang kondisi geologi pada masa lalu, seperti suhu laut, kedalaman

laut, dan komposisi sedimen. Fosil ini juga dapat membantu dalam penentuan usia

batuan dan lapisan geologi tertentu, karena mereka memiliki rentang waktu yang
terbatas di mana mereka hidup. Selain itu, fosil-fosil belemnite juga digunakan

sebagai petunjuk dalam penelitian stratigrafi, yang melibatkan studi urutan dan

hubungan antara lapisan batuan.

4.2.2 Sampel 2 (Nummulites millsecaput)

Gambar 4.2 Sampel 2 (Nummulites millsecaput)

Fosil pada sampel kedua ini berasal dari Filum Foraminifera, Kelas Tubothalamea,

Ordo Rotaliida, Famili Nummulitesidae, Genus Nummuliites, dan dengan nama Spesies

Nummulites millsecaput.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu permineralisasi dimana

terjadi penggantian sebagian mineral asli dari fosil tersebut. Fosil ini memiliki bentuk

plate (pipih) dengan komposisi kimia karbonatan (CaCO 3) dan berumur eosen tengah

(±55-44 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati,

kemudian tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material

yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material

yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan

pada daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Dalam bidang paleontologi, fosil Nummilites millsecaput dapat digunakan

untuk mempelajari evolusi dan sejarah kehidupan di masa lampau. Dengan

mempelajari fosil ini, para ilmuwan dapat mengidentifikasi spesies yang telah punah

dan memahami bagaimana kehidupan laut telah berubah seiring waktu. Selain itu,

fosil Nummilites millsecaput juga digunakan untuk mempelajari perubahan

lingkungan dan kondisi geologis di masa lampau. Misalnya, fosil ini dapat memberi

kan petunjuk tentang suhu air laut, tingkat keasaman, dan kualitas air di masa lampau.

4.2.3 Sampel 3 (‘Cidaris’ vesikularis)

Gambar 4. 3 Sampel 3 (‘Cidaris’ vesikularis)


Fosil pada sampel ketiga ini berasal dari Filum Econodermata, Kelas

Echinoidea, Ordo Cidairoida, Famili Cidarisidae, Genus Cidaris, dan dengan Spesies

‘Cidaris’ vesikularis.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu permineralisasi dimana

terjadi penggantian sebagian mineral asli dari fosil tersebut. Fosil ini memiliki bentuk

grobular (menyerupai bola) dengan komposisi kimia karbonatan (CaCO 3) dan

berumur kapur atas (±141-100 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan fosil ini

yaitu laut dangkal.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati,

kemudian tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material

yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material

yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan

pada daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan

terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil Cidaris Vesikularis digunakan untuk mengetahui lingkungan purba,

menentukan umur batuan, perubahan iklim, dan regresi laut. Dalam konteks

paleontologi, fosil ini membantu dalam pengenalan jenis-jenis fosil dan manfaatnya
bagi kehidupan. Fosil ini juga berperan dalam pemahaman tentang proses pemfosilan,

seperti permineralisasi, karbonisasi, dan rekristalisasi.

4.2.4 Sampel 4 (Cystiphyllum “americanum”)

Gambar 4.4 Sampel 4 (Cystiphyllum “americanum”)

Fosil pada sampel keempat ini berasal dari Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa,

Ordo Sceleractinia, Famili Cystiphllumidae, Genua Cystiphllum, dengan nama

Spesies Cystiphyllum “americanum”.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu permineralisasi dimana

terjadi proses penggantian sebagian mineral asli dari fosil tersebut. Fosil ini memiliki

bentuk tabular (menyerupai tabung) dengan komposisi kimia nonkarbonatan (SiO 2)

dan berumur devon tengah (±370-360 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan

fosil ini yaitu laut dalam.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil ini memiliki beberapa kegunaan penting dalam bidang paleontologi dan

studi geologi. Pertama, fosil ini digunakan untuk mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan spesies Cystiphyllum americanum dalam konteks sejarah

kehidupan di masa lalu. Selain itu, fosil ini juga membantu dalam studi evolusi

organisme laut pada periode geologi tertentu, sehingga memungkinkan para ilmuwan

untuk memahami bagaimana spesies ini berevolusi dan beradaptasi dengan

lingkungan mereka. Secara keseluruhan, fosil ini memberikan pemahaman yang lebih

baik tentang sejarah kehidupan di masa lalu dan peran organisme ini dalam ekosistem

laut pada periode geologi tertentu.

4.2.5 Sampel 5 (Haustator imbricatarius)

Gambar 4.5 Sampel 5 Haustator imbricatarius


Fosil pada sampel kelima ini berasal dari Filum Mollusca, Kelas Gastropoda, Ordo

Neogastropoda, Famili Haustatoridae, Genus Haustator, dan dengan nama Spesies

Haustator imbricatarius.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu internal mold dimana

terjadi pencetakan langsung dari bagian dalam cangkang/tubuh organisme. Fosil ini

memiliki bentuk bikonvex (kerang yang memiliki dua sisi) dengan komposisi kimia

karbonatan (CaCO3) dan berumur eosen bawah (±55-50 juta tahun). Adapun

lingkungan pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal yang ditandai dengan

bereaksinya fosil terhadap HCl.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan

terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil ini memiliki kegunaan yaitu dapat membantu memahami lingkungan

pengendapan di mana fosil tersebut terbentuk. Fosil ini juga digunakan untuk

mengidentifikasi lapisan batuan yang lebih tua atau lebih muda serta fosil dapat
memberikan informasi tentang bentuk dan karakteristik organisme pada periode

tertentu.

4.2.6 Sampel 6 (Homotelus bromidensis)

Gambar 4.6 Sampel 6 Homotelus bromidensis

Fosil pada sampel keenam ini berasal Filum Arthropoda, Kelas Trilobita, Ordo

Phacopida, Famili Homotelusidae, Genus Homotelus, dan dengan nama Spesies

Homotelus bromidensis.

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu internal mold dimana

terjadi pencetakan langsung dari bagian dalam cangkang/tubuh organisme. Fosil ini

memiliki bentuk byfuring (berbuku-buku) dengan komposisi kimia karbonatan

(CaCO3) dan berumur ordovisum tengah (±500-450 juta tahun). Adapun lingkungan

pengendapan fosil ini yaitu laut dangkal yang ditandai dengan bereaksinya fosil

terhadap HCL.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil ini memiliki nilai penting dalam pemahaman sejarah kehidupan di masa

lalu. Meskipun tidak memiliki kegunaan praktis seperti fosil-fosil yang digunakan

dalam industri atau ilmu pengetahuan, keberadaannya memberikan wawasan tentang

evolusi dan lingkungan pada periode ordovisium tengah.

4.2.7 Sampel 7 (Pymatoceras cf.robustus)

Gambar 4.7 Sampel 7 Pymatoceras cf.robustus

Fosil pada sampel ketujuh ini berasal dari Filum Mollusca, Kelas

Cephalopoda, Ordo Ammonitida, Famili Phymatocerasidae, Genus Phymatocera,

dengan nama Spesies Phymatoceras cf.robustus (HYAAT).


Proses pemfosilam yang terjadi pada fosil ini yaitu replacement dimana terjadi

penggantian secara keseluruhan bagian dari fosil dengan mineral lain. Fosil ini

memiliki bentuk radial (melingkar) dengan komposisi kimia nonkarbonatan (SiO 2)

dan berumur kapur atas (±141-100 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan fosil

ini yaitu laut dalam yang ditandai dengan tidak bereaksinya fosil terhadap HCL.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan

terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material

sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Fosil ini berguna untuk memberikan wawasan tentang kehidupan masa

prasejarah, baik yang terkait dengan manusia maupun dengan flora dan fauna lainnya.

Melalui analisis fosil ini, dapat membantu untuk memahami lingkungan, pola

migrasi, dan adaptasi makhluk hidup pada masa lalu. Selain itu, fosil juga membantu

mengungkap sejarah evolusi dan perubahan iklim di masa geologis yang telah

berlalu.
4.1.8 Sampel 8 (Hellophylum halli)

Gambar 4.8 Sampel 8 \

Fosil pada sampel kedelapan ini berasal dari Filum Coelenterata, Kelas
Anthozoa, Ordo Rugosa, Famili Helliophyllumidae, Genus Helliophyllum, dan
dengan nama Spesies Hellophylum halli (EDW. & H.).

Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini yaitu permineralisasi dimana
terjadi penggantian sebagian mineral asli dari fosil tersebut. Fosil ini memiliki bentuk
konikal (kerucut) dengan komposisi kimia karbonatan (CaCO 3) dan berumur devon
tengah (±370-360 juta tahun). Adapun lingkungan pengendapan fosil ini yaitu laut
dangkal yang ditandai dengan bereaksinya fosil terhadap HCL.

Pada fosil ini, proses pemfosilan dimulai dari organisme mati, kemudian

tertransportasi oleh media geologi. Selama proses transportasi, material yang tidak

resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang

resisten terhadap pelapukan. Setelah itu, material tersebut akan terendapkan pada

daerah cekungan yang relatif stabil. Di daerah cekungan inilah material akan

terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk serta

mengalami tekanan. Kemudian mateerial mengalami sedimentasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian), lalu organisme yang bercampur dengan material


sedimen akan terlitifikasi, sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Setelah itu fosil

tersebut akan mengalami gaya endogen berupa uplifting sehingga fosil akan

tersingkap di permukaan bumi.

Kegunaan fosil
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Fosil adalah sisa kehidupan purba yang telah terawetkan pada lapisan-lapisan

batuan pembentuk kerak bumi yang umumnya merupakan batuan sedimen.

Sisa-sisa kehidupan tersebut merupakan bagian yang keras dari organisme

seperti cangkang, kuku, tulang, jejak atau cetakan yang telah terisi oleh

mineral lain. Fosil merupakan pencerminan dari sifat organisme, lingkungan

kehidupan serta evolusi dari kehidupan purba.

2. Bentuk-bentuk fosil dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tabular

(menyerupai tabung), konikal (menyerupai kerucut), bikonvex (berbentuk

cangkang yang memiliki dua sisi), branching (bercabang), plate (berbentuk

pipih), diskoidal (menyerupai cakram), konvex (satu bagian kerang), grobular

(menyerupai bola), byfuring (berbuku-buku), dan radial (melingkar).

3. Manfaat dari fosil yaitu sebagai bukti kehidupan di masa lampau dan indikator

evolusi kehidupan, untuk menentukan iklim pada saat terjadi sedimentasi

(paleoclimatology), untuk mengidentifikasi kedalaman sedimentasi dan

lingkungan pengendapan, untuk menentukan umur relatif batuan dengan

menggunakan fosil tertentu, untuk merekontruksi paleografi berdasarkan fosil-

fosil yang ditemukan, untuk menentukkan top dan bottom dari lapisan batuan

yang mengandung fosil, melakukan biostratigrafi untuk mengetahui urutan


batuan berdasarkan kandungan biota atau fosil, unutk menentukan arah aliran

material sedimentasi, serta untuk mengkorelasikan batuan dan perkembangan

stratigrafi batuan sedimen.

5.2 Saran
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
1. Meningkatkan kebersihan laboratorium.

2. Menyediakan kursi yang memiliki sandaran.

3. Meningkatkan kerapian penempatan sampel.

5.2.3 Saran Untuk Asisten


1. Selalu mendampingi praktikan saat praktikum.

2. Selalu memberitahu praktikan jika melakukan kesalahan penulisan data.

3. Tetap sabar membimbing praktikan.

DAFTAR PUSTAKA
Miller, G. T., & Spoolman, S. (2021). Living in the environment: concepts,

connections, and solutions. Cengage Learning.

Smith, L., Smith, M., & Smith, J. (2021). Elements of ecology. Benjamin Cummings.

Owen, Ruben. 2019. Pengenalan Fosil dan Fosilisasi konvensional. Lampung :

Institut Teknologi Sumatera.

Anda mungkin juga menyukai