Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fosil merupakan alat terbaik dalam mempelajari, mengkaji, dan menguji

teori evolusi. Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari fosil.

Seluk-beluk fosil dipelajari oleh seorang paleontologist. Fosil sendiri adalah

jejak kehidupan masa lalu. Banyak yang mengira bahwa fosil Dinosaurus berupa

tulang yang utuh, namun sebenarnya yang sering ditemukan hanyalah bagian

dari tulang atau tulang-tulang yang berserakan.

Dahulu teori evolusi diuji dengan melihat fosil- fosil yang merupakan

peninggalan makhluk hidup pada masa lalu. Perkembangan teori evolusi saat ini

sudah menggunakan berbagai metode mutakhir, tetapi jelas tidak hanya ke arah

masa kini dengan memanfaatkan DNA saja.

Dalam ilmu geologi, tujuan mempelajari fosil adalah untuk mempelajari

perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka bumi sepanjang sejarah

bumi, mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat makhluk hidup

tersebut ada, menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam berdasarkan

kandungan fosilnya, untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan

didasarkan pada sifat dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan

tersebut, untuk korelasi antar batuan batuan yang terdapat di alam (biostratigrafi)

yaitu dengan dasar kandungan fosil yang sejenis atau seumur.Oleh karena itu,

laporan ini merupakan bukti fisik dari praktikum pengenalan fosil yang telah
kami lakukan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum acara I pengenalan fosil adalah praktikan dapat

mengenali organisme yang terfosilkan dari beberapa filum. Adapun tujuan dari

praktikum acara I pengenalan fosil, yaitu:

1. Praktikan dapat menjelaskan pengertian dari fosil.

2. Praktikan dapat menjelaskan proses pemfosilan.

3. Praktikan dapat mengetahui umur fosil, lingkungan pengendapan serta

kegunaan fosil pada bidang geologi.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat diadakannya praktikum kali ini yaitu :

1. Mempelajari asal usulnya makhluk hidup

2. Paleontologi memungkinkan kita untuk memahami keanekaragaman

hayati

3. Memberikan bukti penting untuk menyelesaikan beberapa kontroversi

ilmiah.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam praktikum ini yaitu mengidentifikasi suatu fosil,

proses pemfosilan, lingkungan pengendapan, bentuk fosil, menentuka taksonomi

dari fosil yang di identifikasi serta menguraikan keterangan dari organisme

tersebut mati hingga teruraaikan menjadi fosil.

1.5 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu:
1. Buku Penuntun Praktikum Paleontologi

2. Alat Tulis Kantot ( ATK )

3. Lap kasar dan halus

4. Larutan HCl 0,1 M

5. Sampel fosil

6. Lembar Kerja Praktikum (LKP)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosil

Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam

tanah”. Fosil adalah semua sisa, jejak, ataupun cetakan dari manusia, binatang,

dan tumbuh- tumbuhan yang telah terawetkan dalam suatu endapan batuan dari

masa geologist atau prasejarah yang telah berlalu. Fosil makhluk hidup terbentuk

ketika makhluk hidup pada zaman dahulu (lebih dari 500.000.00 tahun) terjebak

dalam lumpur atau pasir dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur.

Endapan lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling makhluk

hidup yang terkubur tersebut. Dari fosil yang ditemukan, yang paling banyak

jumlahnya adalah yang sangat lembut ukurannya seperti serbuk sari, misalnnya

foraminifera, ostracoda dan radiolarian. Sedangkan, hewan yang besar biasanya

hancur dan bagian tertentu yang ditemukan sebagai fosil.

2.2 Sejarah Fosil

Kira-kira 550 juta tahun yang lalu longsoran lumpur yang terjadi di dasar

laut purba. Tumbuhan dan binatang terangkut pada proses tersebut ke dasar laut

yang lebih dalam lapisan sedimen lumpur yang kemudian mengalami litifikasi
menjadi serfih. Selanjutnya serpih mengalami pengangkatan membentuk

pegunungan yang tinggi. Pada batuan tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa

organisme tadi yang beberapa jenis diantaranya masih tetap hidup sampai

sekarang sedang yang lainnya telah musnah.

Sisa-sisa kehidupan di masa lampau yang telah mengalami pembatuan

disebut fosil. Fosil yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme

yang menyerupai bakteri yang pernah hidup sekitar 3.000 juta tahun lalu. Cabang

ilmu geologi yang pernah dipelajari tentang kehidupan yang pernah ada di masa

lampau disebut Paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli geologi dalam

melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.

2.3 Bentuk Fosil

Bentuk fosil ada dua macam, yaitu fosil cetakan dan jejak fosil. Fosil

cetakan terjadi jika kerangka makhluk hidup yang terjebak di endapan lumpur

meninggalkan bekas (misalnya tulang) pada endapan tersebut yang membentuk

cetakan. Jika cetakan tersebut berisi lagi dengan endapan lumpur maka akan

terbentuk jejak fosil persis seperti

kerangka aslinya.

2.4 Proses Pemfosilan

Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan

yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami

pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Proses ini

dimulai ketika organisme itu mati setelah itu terbawa oleh media geologi, seperti
air dan angin. Setelah terbawa kemudian organisme itu akan terendapkan dalam

batuan sedimen. Setelah itu nampak ke permukaan akibat adanya energi

eksogen dan emdogen. Fosilisasi sendiri terbagi menjadi beberapa macam

proses, sebagai berikut:

1. Permineralisasi dan Mineralisasi

Permineralisasi sendiri merupakan proses pergantian sebagian dari

komposisi kimia mineral yang terdapat pada fosil, sedangkan untuk mineralisasi

adalah proses pergantian keseluruhan dari komposisi kimia mineral dari fosil itu

sendiri.

2. Distilasi atau Karbonisasi

Proses ini terjadi jika tumbuhan atau bahan organik setelah mati kemudian

dengan cepat tertutupi oleh lapisan tanah. Karena panas yang ada pada bumi,

maka gas di dalam tumbuhan atau bahan organik lainnya akan menguap dan

meninggalkan zat organiknya, kemudian menghasilkan suatu gambaran atau

tapak dari abgian fosil itu yang dapat terpelihara dengan jelas dalam batuan.

3. Replacement

Pada proses dimana mineral menggantikan materi organik organisme

tanpa mengubah struktur aslinya, menjaga bentuk dan struktur asli organisme.

Contoh: tulang organisme digantikan oleh kalsit atau pirit

4. Rekristalisasi

Fosil rekristalisasi merujuk pada fosil yang mengalami perubahan

struktur kristal mineralnya. Ini terjadi ketika mineral-mineral dalam fosil

mengalami rekristalisasi, yang merupakan proses di mana struktur kristal mineral


berubah akibat tekanan, suhu, atau pengaruh larutan yang mengandung mineral

tersebut.

5. Mold and Cast

Merupakan cetakan dari organisme. Di mana mold sendiri terbagi

menjadi dua, yaitu external mold dan internal mold. Sedangkan cast merupakan

cetakan dari external mold, kemudian menyisakan cetakan dan membutuhkan

waktu geologi tambahan.

6. Track and trail

Track merupakan jejak dari hasil pergerakan yang besar (jejak kasar) dan

trail merupakan jejak dari pergerakan yang halus (jejak halus).

Dalam proses pemfosilan itu sendiri terdapat syarat-syarat bagi

organisme itu agar bisa membentuk fosil. Adapun syarat-syaratnya sebagai

berikut:

a. Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras

b. Mengalami pengawetan

c. Terbebas dari bakteri pembusukan

d. Terjadi secara alamiah

e. Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit

f. Umurnya lebih dari 10.000 tahun lalu

2.5 Jenis-jenis fosil


Fosil merupakan sesuatu yang dapat dijadikan untuk melihat umur batuan

itu sebdiri yang terdapat fosil di dalamnya. Fosil terbagi menjadi dua jenis yaitu

fosil tubuh dan fosil jejak.

1. Fosil tubuh, fosil jenis ini terdiri dari sisa-sisa material organisme

aslinya. Misalnya cangkang, tulang, dan gigi. Di mana tulang sebagai bagian

keras dan jaringan organik sebagai bagian lunak. Para ahli paleontologi juga

mendefinisikan hewan tanpa tulang sebagai organisme bertubuh lunak.

2. Fosil jejak, fosil jenis ini terbentuk oleh aktivitas atau perilaku organisme

pada masa lampau, seperti jejak, jalur, liang, pergerakan, sarang dan koprolit

(fosil kotoran).

2.6 Manfaat mempelajari fosil

Fosil merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang telah terawetkan secara

alami dalam jangka waktu yang cukup lama. Terdapat beberapa kegunaan

mempelajari fosil, yaitu:

1. fosil sebagai indikator lingkungan pengendapan Fosil dapat dikatakan

sebagai indikator dari lingkungan pengendapan itu sendiri karena lingkungan

pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material

sedimen yang terpengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat

mempengaruhi karakteristik dari sedimen itu sendiri.

2. Fosil sebagai indikator umur geologi Dalam lapisan batuan terdapat

peristiwa-peritiwa yang terjadi di bumi, hal ini pastinya memiliki sebuah umur

atau yang sering disebut sebagai umur geologinya. Setiap umur tersebut dapat

diketahui dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mempelajari fosil
yang terdapat pada lapisan atau batuan tersebut dan secara tidak langsung kita

akan dapat mengetahui umur dari batuan tersebut.

3. Fosil sebagai Indikator Tektonik Fosil yang telah didapat sebelumnya akan

mengalami transpotasi yang pada akhirnya akan mencari kedudukan yang stabil.

Dalam suatu lapisan batuan, fosil yang telah tertransportasi akan memperlihatkan

orientasi ke satu arah. Dari orientasi dan kedudukanya, maka dapat direkontruksi

kembali lapisan-lapisan yang telah mengalami gaya tektonik sekaligus

mengetahui bagian atas dan bawah dari suatu lapisan.

2.7 Kegunaan Fosil

Adapun kegunaan fosil menurut (Zikri, 2018) adalah sebagai berikut:

1. Untuk korelasi Kemampuan kita untuk mengetahui sedimentasi batuan

sangat terbatas. Dengan membandingkan fosil yang terdapat di suatu tempat

dengan tempat lain, kita dapat mengadakan korelasi. Fosil yang terdapat di suatu

tempat karena kesamaan-kesamaan, terpaksa dan.

2. Menentukan lingkungan pengendapan. Fosil hanya dijumpai pada

batuan sedimen, baik sedimen kontinen maupun marin. Suatu kehidupan akan

diendapkan pada batuan tertentu bila batuan tersebut mengalami pelapukan dan

tererosi, maka fosil yang berasal dari kontinen mungkin tertransport dan menjadi

endapan marin, jadi dengan melihat fosil yang dikandung suatu sedimen, kita

dapat mengetahui lingkungan pengendapan batuan tersebut.

3. Mengetahui volusi (perkembangan) kehidupan. Kehidupan yang berjalan dari

masa ke masa akan mengalami perkembangan dan perubahan yang meliputi

perubahan ke arah generasi dan perubahan ke arah penyempurnaan. Suatu


kehidupan pada mulanya

2.8 Proses Pemfosilan pada makhluk hidup

Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan

memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari

tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa, di mana bagian sedimen

tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan

menekan endapan yang lebih tua untuk menjadi batu.Ketika ada kehidupan

organisme air atau organisme darat yang terbawa dari ke lautan atau rawa itu

mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen

dan akan terawetkan menjadi fosil. Catatan fosil merupakan susunan teratur di

mana fosil mengendap dalam lapisan, atau strata, pada batuan sedimen yang

menandai berlalunya waktu geologist. Fossil record memiliki data yang tidak

lengkap. Hal ini dikarenakan banyaknya di periode masa lalu namun tidak

diimbangi dengan proses sedimentasi.

2.9 Aplikasi fosil dalam disiplin ilmu

Fosil dengan kaitannya dengan ilmu lain adalah sebagai berikut:

1. Fosil Sebagai Indikator Lingkungan Pengendapan. Dalam menentukan

lingkungan pengendapan, fosil sangat berperan penting yang mana fosil dapat

menunjukan lingkungan atau keadaan tempat pengendapan fosil tersebut

ditemukan. Fosil tidak mungkin terbentuk di sembarang tempat. Fosil dapat

menunjukkan lingkungan pengendapan baik asam maupun basa.

2. Fosil Sebagai Indikator Paleogeografi.Fosil berguna dalam mempelajari

bentuk fisik suatu daerah di masa lampau. Fosil dapat merekonstruksi suatu
daerah ke zaman umur fosil ditemukan. Dengan ditemukannya fosil tersebut,

geolog dapat mengetahui bentuk daerah tersebut di masa lampau.

3. Fosil Sebagai Indikator Umur Geologi. Penentuan umur geologi dapat

dilakukan dengan meneliti fosil. Lapisan yang mana fosil ditemukan dapat

menjadi indikator umur fosil. Dengan mengetahui umur fosil, geolog dapat

memperkirakan umur suatu batuan maupun lapisan. d. Fosil Sebagai Indikator

Proses Sejarah Geologi. Fosil dapat menunjukkan proses geologi suatu wilayah.

Ditemukannya fosil dapat mengidentifikasi aktivitas tektonik lempeng daerah

tesebut maupun proses geologi lainnya yang mengubah bentuk fisik daerah

tersebut. Penemuan fosil akan mengidentifikasi jika fosil tersebut telah

tertransport ataupun telah berpindah ke lapisan lainnya, sehingga geolog dapat

mengetahui proses geologi yang telah terjadi.

2.10 Jenis-jenis Fosil

Adapun jenis-jenis fosil sebagai berikut:

1. Unaltered remains merupakan fosil yang terawetkan tanpa mengalami

proses perubahan secara kimiawi, meliputi tubuh lunak maupun tubuh keras dan

bersifat insitu.

2. Altered merupakan jenis pemfosilan dimana unsur-unsur kimia didalam

tubuh organisme telah terubah baik secara keseluruhan maupun hanya

sebagian.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Praktikum Paleontologi Acara I “Pengenalan Fosil” dilaksanakan pada hari

Senin, 26 Februari 2024, pukul 15.00-17.00 WITA di Laboratorium Paleontologi,

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Adapun

metode yang dilakukan adalah menganalisis sampel fosil secara langsung untuk

pengenalan fosil, proses pemfosilan dan lingkungan pengendapannya.

3.2 Tahapan Praktikum

3.2.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini, praktikan akan diberi tugas pendahuluan. dimana pada tahap

ini praktikan akan mempelajari literatul-literatul yang terkait dengan pembentukan

fosil.

3.2.2 Tahap Praktikum

Pada tahap ini, praktikan akan melakukan deskripsi sampel dan

penggambaran sampel yang telah disediakan, adapun pendeskripsian yang


dilakukan oleh praktikan yaitu dengan menentukan taksonomi, bentuk, proses

pemfosilan, umur tahun, dan juga lingkungan pengendapan.

3.2.3 Analisis Data

Pada tahap ini, Pada tahapan ini akan dilakukan analisis data deskripsi yang

telah diambil saat praktikum. Untuk menunjang analisis data, akan diberi

bimbingan oleh para asisten.

3.2.4 Tahap Penyusunan Laporan

Pada tahap ini, praktikan akan membuat laporan dari hasil analisis data tadi

sebagai hasil akhirnya dalam bentuk jurnal. Dan dilakukan asistensi terhadap

laporan tersebut kepada asisten.

3.2.5 Tahap Pengumpulan Laporan

Pada tahap ini, praktikan melakukan pengumpulan laporan yang telah di

ACC oleh asisten sebagai tahap akhir dari tahapan penelitian

Tabel 3.1 Diagram Alir Praktikum


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

NO. FILUM KELAS ORDO FAMILI GENUS SPESIES


1542 Anthocer Anthode Phymat Phymato Phymato Phymatoceras
omor ceroto oceratol ceras ceras cf.
pha hyta es idae
robustus,
HYATT
841 Coelente Anthozoa Rugosa Heliophy Heliophy Heliophyllum
rata llum idae llum halli EDW. & H.
170 Coelente Anthozoa Rugosa Homotel Homotel Homotelus
rata us idae us bromidensis
ESKER
807 Protozoa Anthozo Cystiph Cystiphy Cystiphy Cystiphyllum
a yllida llum llum “Americanum”
idae EDW & H.
1964 Foramini Globotha Rotaliid Nummul Nummul Nummulites
fera lamea a ites idae ites millecaput
BOUBEE
805 Echinode Echinoni Cidaroi Cidaris Cidaris ʹCidarisʹ
rmata dea da id ae vesikularis
GOLDF
1722 Mollusca Scacopo Gastrop Gonioteu Gonioteu Gonioteuthi
da oda this idae this s granulata-
quadrata
(STOLLEY)
1838 Brachiop Artikulat Stophi Haustato Haustato Haustator
oda a menida r r imbricatarius
idae LAM

4.2 Pembahasan

4.2.1 Peraga 1542

Gambar 4.1 Peraga 1542

Fosil dengan nomor peraga 1542 ini termasuk dalam filum

Anthocero- morpha, kelas Anthodecero Phymatoceratoles tohyta, Ordo

Phymatoceratoles, Famili Phymatocerasidae, Genus Phymatoceras, dan

mempunyai spesies Phymatoceras cf. robustus, HYATT. Fosil ini

memiliki bentuk fosil radial (melingkar) dan proses pemfosilan

replacement. Memiliki komposisi kimia non karbonatan karena ketika


ditetesi HCl tidak menunjukkan reaksi. Berdasarkan komposisi

kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil

ini adalah pada zona laut dalam dengan kedalaman lebih dari 200 meter.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri

adalah test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala

waktu geologi umur fosil ini adalah Jura bawah ± 195 - 176 juta tahun

yang lalu.

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai

dari organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media

geologi berupa air angin atau es. Selama transportasi, material organik

yang tidak resisten akan hancur dan menyisakan bagian-bagian keras

yang akan berubah ke bentuk yang lebih


stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih stabil.

Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan bertambah

dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung akan keluar

dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan terjadi proses

litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses pemfosilan yang

dialami oleh fosil tersebut adalah replacement dimana seluruh material organik

tergantikan sepenuhnya oleh mineral lain karena sisa organisme asli telah terbawa

pergi setelah sebelumnya terkubur dalam sedimen, sehingga meninggalkan rongga

pada batuan yang selanjutnya terisi oleh mineral baru berupa mineral sulfida yaitu

pyrite (FeS2), juga struktur halus dari fosil tersebut masih tetap terjaga dengan

baik. Proses ini berlangsung sekitar ± 195 – 176 juta tahun yang lalu sehingga

fosil ini berumur jura bawah pada lingkungan pengendapan laut dalam dengan

kedalaman lebih dari 200 meter. Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan

proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas

permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa jura bawah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

4.2.2 Peraga 841

Gambar 4.2 Peraga 841


Fosil dengan nomor peraga 841 ini termasuk dalam filum Coelenterata,

kelas Coelenterata, Ordo Rugosa, famili Heliophyllumidae, genus Heliophyllum,

dan mempunyai spesies Heliophyllum halli EDW. & H. Fosil ini mengalami

proses pemfosilan permineralisasi. Fosil ini memiliki bentuk konikal

(mengerucut). Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO3 ) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test

yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur

fosil ini adalah devon tengah (± 395 - 370 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan

terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses

pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah permineralisasi dimana

sebagian atau bagian dari fosil diganti oleh satu jenis mineral karena masuknya

mineral kedalam rongga atau cangkang sehingga menyebabkan fosil ini lebih

berat dan akan lebih tahan


pelapukan, mineral yang mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan . Proses

ini berlangsung sekitar ± 395 – 370 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur

devon tengah pada lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0

hingga 200 meter. Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting

serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa devon tengah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan. Juga dapat dijadikan

sebagai acuan dalam eksplorasi migas..

4.2.3 Peraga 170

Gambar 4.3 Peraga 170

Fosil dengan nomor peraga 170 ini termasuk dalam filum Coelenterata,

kelas Anthozoa, Ordo Rugosa , Famili Homotelusidae, Genus Homotelus, dan

mempunyai spesies Homotelus bromidensis ESKER. Fosil ini mengalami proses

pemfosilan internal mold, memiliki bentuk fosil byfuring (berbuku-buku).

Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO3 ) karena ketika ditetesi HCl

menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan komposisi


kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini

adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter . Adapun

bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test yaitu

bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil

ini adalah ordovisium tengah (± 500 - 449 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan

terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses

pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah internal mold yakni cetakan

bagian dalam organisme yang terbentuk Ketika organisme mati menekan sedimen

pada lingkungan pengendapannya. Proses ini berlangsung sekitar ± 500 – 449 juta

tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur ordovisium tengah pada lingkungan

pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Diperkirakan

karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil

tersebut tersingkap ketas permukaan.


Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa ordovisium tengah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

4.2.4 Peraga 841

Gambar 4.4 Peraga 841

Fosil dengan nomor peraga 841 ini termasuk dalam filum Protozoa, kelas

Anthozoa, Ordo Cystiphyllida, Famili Cystiphyllumidae, Genus Cystiphyllum,

dan mempunyai spesies Cystiphyllum “Americanum” EDW & H. Fosil ini

mengalami proses pemfosilan mineralisasi, memiliki bentuk fosil tabular ( seperti

tabung). Memiliki komposisi kimia non karbonatan karena ketika ditetesi HCl

tidak menunjukkan reaksi. Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik

kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dalam

dengan kedalaman lebih dari 200 meter . Adapun bagian tubuh yang masih dapat

diamati dari fosil itu sendiri adalah test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil.

Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah devon tengah (± 395 - 370

juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air
angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan

terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses

pemfosilan yang dialami oleh fosil tersebut adalah mineralisasi dimana rongga

rongga yang ada pada bagian organisme tersebut terisi oleh mineral silikat dan

terkena oleh suhu atau tekanan sehingga fosil tersebut agak berat kemungkinan

organisme tersebut terbawa oleh arus dan terendapkan pada lingkungan laut

dalam. Proses ini berlangsung sekitar ± 395 – 370 juta tahun yang lalu sehingga

fosil ini berumur devon tengah pada lingkungan pengendapan laut dalam dengan

kedalaman lebih dari 200 meter. Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan

proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas

permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa devon tengah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan


4.2.5 Peraga 1964

Gambar 4.5 Peraga 1964

Fosil dengan nomor peraga 1964 ini termasuk dalam filum Foraminifera,

kelas Globothalamea, Ordo Rotaliida, Famili Nummulitesidae, Genus

Nummulites, dan mempunyai spesies Nummulites millecaput BOUBEE. Fosil ini

mengalami proses pemfosilan permineralisasi, memiliki bentuk fosil plate (pipih).

Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO3 ) karena ketika ditetesi HCl

menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan komposisi

kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini

adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Adapun

bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test yaitu

bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil

ini adalah eosen tengah (± 50 - 44 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil.
Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan bertambah

dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung akan keluar

dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan terjadi proses

litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses pemfosilan yang

terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi dimana sebagian atau bagian dari fosil

oleh satu jenis mineral karena masuknya mineral kedalam rongga atau cangkang

sehingga menyebabkan fosil ini lebih berat dan akan lebih tahan pelapukan,

mineral yang mengisi juga dapat berupa mineral karbonatan. Proses ini

berlangsung sekitar

± 50 – 44 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur eosen tengah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting serta erosi

mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

4.2.6 Peraga 805

Gambar 4.6 Peraga 805


Fosil dengan nomor peraga 805 ini termasuk dalam filum Echinodermata,

kelas Echinonidea Ordo Cidaroida, Famili Cidarisidae, Genus Cidaris, dan

mempunyai spesies ʹCidarisʹ vesikularis GOLDF. Fosil ini mengalami proses

pemfosilan permineralisasi dan rekristalisasi, memiliki bentuk fosil grobular

(membundar) Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO3 ) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test

yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur

fosil ini adalah kapur atas (± 141 - 100 juta tahun yang lalu).

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan

terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi dan rekristalisasi

dimana sebagian atau bagian dari fosil oleh satu jenis mineral karena masuknya

mineral karbonatan kedalam rongga atau cangkang, tidak hanya sampai disitu

proses pemfosilan pada


sampel ini berlanjut ke proses rekristalisasi dimana pada bagian bawah fosil

terdapat kristal yang mengkilap kemungkinan disebabkan oleh suhu atau tekanan

yang tinggi sehingga mineral awal yang mengisi fosil tersebut berubah struktur

kristalnya kearah yang lebih stabil. Proses ini berlangsung ± 141 - 100 juta tahun

yang lalu sehingga fosil ini berumur kapur atas pada lingkungan pengendapan laut

dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Diperkirakan karena adanya gaya

endogen dan proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap

ketas permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa kapur atas, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

4.2.7 Peraga 1722

Gambar 4.7 Peraga 1772

Fosil dengan nomor peraga 1722 ini termasuk dalam filum Mollusca, kelas

Scacopoda, Ordo Gastropoda, Famili Gonioteuthisidae, Genus Gonioteuthis, dan

mempunyai spesies Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY). Fosil ini

mengalami proses pemfosilan rekristalisasi, memiliki bentuk fosil konikal


(mengerucut) Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO3 ) karena ketika

ditetesi HCl menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan

komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan

fosil ini adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test

yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur

fosil ini adalah kapur atas (± 141-100 juta tahun yang lalu)

Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari

organisme yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air

angin atau es. Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan

hancur dan menyisakan bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang

lebih stabil. Kemudian akan terendapkan pada daerah cekungan relative lebih

stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh material sedimen, lama kelamaan akan

bertambah dan menekan tubuh organisme tersebut sehingga air yang terkandung

akan keluar dan terisi oleh material sedimen. Seiring berjalannya waktu, akan

terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses pemfosilan. Adapun proses

pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah rekristalisasi dimana sisa fosil

terkena suhu dan tekanan yang lebih tinggi, sehingga material - material penyusun

fosil tersebut berubah ke bentuk yang lebih stabil, mineral awal yang mengisi fosil

tersebut berubah struktur kristalnya. Proses ini berlangsung sekitar kapur atas ±

140 - 100 juta tahun yang lalu sehingga fosil ini berumur jura bawah pada

lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter.

Diperkirakan karena adanya gaya


endogen dan proses uplifting serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap

ketas permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa kapur atas untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

4.2.8 Peraga 1838

Gambar 4.8 Peraga 1838

Fosil dengan nomor peraga 1838 ini termasuk dalam filum Bracciopoda,

kelas Artikulata, Ordo Stophimenida, Famili Haustatoridae, Genus Haustator, dan

mempunyai spesies Haustator imbricatarius (LAM.). Fosil ini mengalami proses

pemfosilan permineralisasi memiliki bentuk fosil biconvex (berbentuk kerang

utuh). Memiliki komposisi kimia karbonatan ( CaCO 3 ) karena ketika ditetesi HCl

menunjukkan reaksi berupa munculnya buih-buih. Berdasarkan komposisi

kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini

adalah pada zona laut dangkal dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Adapun

bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah test yaitu

bagian

keseluruhan dari suatu fosil. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah

eosen bawah (± 55-50 juta tahun yang lalu)


Proses yang dilalui organisme ini hingga menjadi fosil dimulai dari organisme

yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi berupa air angin atau es.

Selama transportasi, material organik yang tidak resisten akan hancur dan menyisakan

bagian-bagian keras yang akan berubah ke bentuk yang lebih stabil. Kemudian akan

terendapkan pada daerah cekungan relative lebih stabil. Setelah itu akan tertutupi oleh

material sedimen, lama kelamaan akan bertambah dan menekan tubuh organisme

tersebut sehingga air yang terkandung akan keluar dan terisi oleh material sedimen.

Seiring berjalannya waktu, akan terjadi proses litifikasi (pembatuan) dan proses

pemfosilan. Adapun proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi

dimana sebagian atau bagian dari fosil oleh satu jenis mineral karena masuknya mineral

karbonatan kedalam rongga atau cangkang sehingga menyebabkan fosil ini lebih berat

dan akan lebih tahan pelapukan, mineral yang mengisi juga dapat berupa mineral

karbonatan Proses ini berlangsung sekitar ± 55 – 50 juta tahun yang lalu sehingga fosil

ini berumur eosen bawah pada lingkungan pengendapan laut dangkal dengan kedalaman

0 hingga 200 meter. Diperkirakan karena adanya gaya endogen dan proses uplifting

serta erosi mengakibatkan fosil tersebut tersingkap ketas permukaan.

Fosil ini memiliki manfaat dimana sebagai bukti adanya kehidupan pada masa

eosen bawah, untuk menentukan umur relatif batuan dan menentukan lingkungan

pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.


BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data praktikum, sehingga dapat disimpulkan bahwa:

1. Fosil (bahasa latin : fossa yang berarti “menggali keluar dari dalam tanah”). Untuk

menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. Oleh

para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil terbentuk

dalam batu amber, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea di

California. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada

disebut fosil hidup dan ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi.
2. Biologi, pada faktor ini adalah adanya kehidupan yang menjadi mangsa organisme

lainnya. Kondisi ini mengakibatkan organisme yang dimangsa tidak dapat

terawetkan.

Fisika, organisme yang mati bisa terawetkan apabila lingkungannya mendukung

proses pemfosilan. Lingkungan dimana organisme mati biasanya terjadi proses

sedimentasi yang sangat berpengaruh untuk terjadi atau tidaknya proses pemfosilan.

Sedimentasi dari material yang kasar biasanya akan merusak tubuh organisme,

sehingga mencegah terjadinya proses pemfosilan.

Kimiawi, tubuh keras dari organisme biasanya mengandung unsur-unsur kimia yang

mudah larut dalam air. Terlarutkannya unsur-unsur tersebut kadang ikut merusak

bentuk shell-nya, sehingga mencegah terjadinya proses pemfosilan.

3. Kegunaan fosil pada bidang geologi, diimana untuk menentukan umur relatif batuan,

menentukan korelasi batuan antara tempat yang satu dengan tempat lain, mengetahui

evolusi makhluk hidup dan menentukan lingkungan pengendapan fosil. Lingkungan

pengendapan fosil yang dipraktikumkan terdapat pada laut dangkal dan terdapat pula

pada laut dalam.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk laboratorium

Adapun saran untuk laboratorium, yaitu:

5.2.2 Saran Untuk Asisten

Adapun saran untuk asisten yaitu:


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mustaghfirin. 2014. Paleontologi Semester 1. Jakarta: Direktur Pembinaan SMK


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Anonim. 2019. Fosil. http://www.efbumi.net/2016/08/mengenal-fosil-apa-itu-fosil
-jenisnya.html Diakses pada tanggal 22 Maret 2021 pukul 14.30 WITA Maulana,
Adi. 2019. Petrologi. Yogyakarta: Ombak Tiga
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi Edisi Pertama. Bogor : Universitas Pakuan
Puspitasari, L. Khumaedi dan Supriyadi. 2012. Paleontologi dasar. Unnes Geographic
Journal

Anda mungkin juga menyukai