PENDAHULUAN
Salah satu sistem taxonomi yang paling umum digunakan adalah Sistem
Taxonomi Linnaeus, yang dikembangkan oleh ahli botani Swedia, Carl Linnaeus,
pada abad ke-18. Sistem ini didasarkan pada prinsip hierarki yang meliputi tingkat-
tingkat taksonomi seperti kingdom (kerajaan), phylum (filum), class (kelas), order
(ordo), family (famili), genus (marga), dan species (spesies). Organisme
dikelompokkan berdasarkan kesamaan morfologi, anatomi, perilaku, dan hubungan
evolusioner mereka.
Contoh sistem taksonomi untuk spesies manusia (Homo sapiens) menggunakan
sistem taksonomi Linnaeus:
1. Kingdom (Kerajaan): Animalia (Hewan)
2. Phylum (Filum): Chordata (Kordata)
3. Class (Kelas): Mammalia (Mamalia)
4. Order (Ordo): Primates (Primata)
5. Family (Famili): Hominidae (Hominidae)
6. Genus (Marga): Homo (Homo)
7. Species (Spesies): Homo sapiens (Manusia)
Dalam contoh ini, Homo sapiens adalah nama ilmiah untuk spesies manusia.
Nama ilmiah terdiri dari dua kata, dengan Homo sebagai nama genus dan sapiens
sebagai nama spesies. Manusia termasuk dalam famili Hominidae, yang juga
mencakup orangutan, gorila, dan simpanse. Hominidae merupakan anggota ordo
Primates, yang juga mencakup monyet dan lemur. Primates merupakan anggota kelas
Mammalia, yang merupakan mamalia (hewan menyusui). Selanjutnya, semua
mamalia termasuk dalam filum Chordata, yang termasuk dalam kerajaan Animalia
(hewan).
Sistem taksonomi ini digunakan untuk mengklasifikasikan organisme ke dalam
kelompok-kelompok yang semakin spesifik berdasarkan karakteristik yang dimiliki
oleh setiap kelompok.
2.3 Pengertian Skala Waktu Geologi
Skala waktu geologi adalah suatu sistem yang digunakan dalam paleontologi
dan geologi untuk menggambarkan dan membagi sejarah Bumi menjadi interval-
interval waktu yang berbeda. Skala waktu geologi terdiri dari beberapa unit waktu
yang meliputi eon, era, periode, zaman, dan tahap. Setiap unit waktu ini didasarkan
pada peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Bumi, seperti perubahan signifikan
dalam kehidupan fosil, peristiwa geologis besar, atau perubahan dalam komposisi
atmosfer dan iklim.
Salah satu skala waktu geologi yang umum digunakan adalah Skala Waktu
Geologi Internasional (International Geologic Time Scale, IUGS). Skala ini
dikembangkan oleh International Commission on Stratigraphy (ICS) dan membagi
sejarah Bumi menjadi interval-interval waktu yang disebut dengan nama-nama
seperti Kambrium, Devon, Jura, Kapur, dll. Setiap interval waktu ini memiliki batas
atas dan batas bawah yang ditentukan oleh peristiwa-peristiwa tertentu seperti
kepunahan masal, kemunculan dan punahnya fosil penting, atau perubahan
signifikan dalam rekaman geologis. (International Commission on Stratigraphy.
(2020)).
2.4 Pengertian Fosil
Kata "fosil" berasal dari bahasa Latin "fossilis" yang berarti "ditemukan".
Secara umum, fosil mengacu pada sisa-sisa atau jejak organisme yang hidup di masa
lalu yang telah terkubur dalam lapisan batuan atau sedimen. Fosil dapat berupa sisa-
sisa tubuh organisme, seperti tulang, gigi, atau cangkang, maupun jejak aktivitas
organisme seperti jejak kaki, sarang, atau kotoran yang mengeras menjadi fosil.
Fosil memberikan bukti tentang kehidupan di masa lampau dan
memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari organisme yang telah punah dan
evolusi kehidupan di Bumi. Fosil juga dapat memberikan informasi tentang
lingkungan dan kondisi geologi pada saat fosil tersebut terbentuk. Penelitian fosil
melibatkan penggalian, preparasi, dan analisis fosil menggunakan berbagai teknik
ilmiah. (Oxford English Dictionary. "Fossil."Diakses 29 februari 2024).
2.5 Bentuk – Bentuk Fosil
Ada berbagai bentuk fosil yang dapat ditemukan dalam rekaman fosil.
Berikut adalah beberapa contoh bentuk fosil menurut Poinar Jr, G. (2019) :
1. Fosil tubuh: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tubuh organisme.
Contoh fosil tubuh termasuk tulang, gigi, cangkang, dan kulit fosil.
2. Fosil jejak: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau bekas aktivitas
organisme. Contoh fosil jejak termasuk jejak kaki dinosaurus, sarang fosil,
dan kotoran fosil (koprolit).
3. Fosil tumbuhan: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan atau
bagian-bagian tumbuhan seperti daun, batang, atau serbuk sari. Fosil
tumbuhan dapat memberikan informasi tentang flora masa lalu.
4. Fosil mikroba: Ini adalah fosil organisme mikroskopis seperti bakteri atau
alga yang terjebak dalam sedimen. Fosil mikroba dapat memberikan
wawasan tentang kehidupan mikroba di masa lalu dan perubahan
lingkungan.
5. Fosil icnitas: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau struktur yang
ditinggalkan oleh organisme, seperti jejak kaki, jejak cakar, atau terowongan
fosil.
6. Fosil resin: Ini adalah fosil yang terbentuk dari getah pohon yang mengeras,
seperti amber. Fosil resin sering mengawetkan organisme kecil seperti
serangga dalam keadaan yang sangat baik.
Bentuk-bentuk fosil yang lebih spesifik sebagai berikut: (1) tabular, yang
menyerupai bentuk tabung, (2) konikal, yang menyerupai bentuk kerucut, (3)
biconvex, yang terdiri dari fentral dan dorsal dari kerang, (4) convex, yang terdiri
dari fentral atau dorsal dari kerang, (5) branching, yang terlihat seperti bercabang
cabang, (6) plate, yang terlihat seperti plat yang datar, (7) diskoidal, yang terlihat
seperti piringan piringan cd(compact disc) yang mempunyai pusat di tengah, (8)
globular, yang menyerupai bentuk bola, (9) byfuring, yang bentuknya berbuku
buku, dan (10) radial, yang bentuknya seperti cangkang kerang yang menyerupai
deret fibonacci.
Gambar 2.1 Bentuk – bentuk fosil secara umum
2.6 Ukuran – Ukuran Fosil
Ukuran fosil dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada organisme
yang menjadi sumber fosil tersebut. Berikut adalah beberapa contoh ukuran-ukuran
fosil yang dapat ditemui.
Fosil mikroskopis, beberapa fosil organisme mikroskopis, seperti
foraminifera atau radiolaria, memiliki ukuran sangat kecil, biasanya hanya beberapa
mikrometer hingga beberapa milimeter. Fosil mikroskopis seperti ini sering
ditemukan dalam sedimen laut atau danau. Fosil makroskopis, fosil organisme yang
lebih besar, seperti tulang mamalia purba atau cangkang moluska, bisa memiliki
ukuran yang lebih besar. Ukuran fosil makroskopis dapat berkisar dari beberapa
sentimeter hingga beberapa meter, tergantung pada organisme yang membentuk
fosil tersebut. Fosil tumbuhan, seperti daun atau batang, dapat memiliki ukuran yang
bervariasi. Daun fosil dapat memiliki panjang beberapa milimeter hingga beberapa
meter, tergantung pada jenis tumbuhan dan kondisi fosilisasi.
Fosil gigantisme, beberapa fosil organisme purba menunjukkan adanya
gigantisme, di mana organisme tersebut memiliki ukuran yang jauh lebih besar
daripada kerabat modernnya. Contohnya adalah fosil dinosaurus raksasa seperti
Brachiosaurus atau fosil mammoth raksasa. Fosil mikroba, seperti bakteri fosil,
dapat memiliki ukuran mikroskopis yang sangat kecil, dalam skala mikrometer.
Penting untuk dicatat bahwa ukuran fosil dapat sangat bervariasi tergantung pada
organisme yang menjadi sumber fosil tersebut, serta faktor-faktor geologis dan
proses fosilisasi yang terlibat. (Poinar Jr, G. (2019).
2.7 Proses Pemfosilan
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses
pemfosilan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
2.7.1 Fosil Tak termineralisasi
Golongan ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Fosil yang tidak mengalami perubahan sepenuhnya contohnya Mammoth
di Siberia yang telah terendapkan di es tersier
2. Fosil yang mengalami perubahan sebagian misalnya ditemukan pada batuan
mesozoikum dan kenozoikum. Contohnya gigi-gigi binatang buas, tulang,
dan rangka Rhinoceros yang tersimpan di museum Rusia serta cangkang
mollusca
3. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses penghasilan.
Fosil Amber adalah organisme yang berperangkap dalam getah dari
tumbuhan tersebut
2.7.2 Fosil Termineralisasi
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Permineralisasi, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme membuat fosil lebih berat dan tahan terhadap pelapukan
2. Replacement, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme tanpa mengubah struktur aslinya menjaga bentuk dan struktur asli
organisme
3. Rekristalisasi merujuk pada fosil yang mengalami perubahan struktur kristal
mineralnya ini terjadi ketika mineral-mineral dalam fosil mengalami
rekristalisasi yang merupakan proses di mana struktur kristal mineral
berubah akibat tekanan suhu atau pengaruh larutan yang mengandung
mineral tersebut
4. Distilasi atau Karbonisasi adalah proses dimana gas yang mudah menguap
dalam tumbuhan dan hewan. Hal ini meninggalkan residu karbon (C) berupa
lapisan-lapisan tipis.
2.7.3 Fosil Jejak
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Impression, jejak organisme dengan relief rendah seperti bekas daun
yang tercetak di lumpur
2. Mold, ceritakan dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika
organisme mati menekan sedimen di dasar laut
3. Cast, cetakan dari jejak yang terisi oleh material asing setelah organisme itu
mirip seperti bentuk organisme yang membentuk mold
4. Koprolit, fosil kotoran atau binatang yang terfosilkan biasanya berbentuk
nodul memanjang dengan komposisi fosfat
5. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh hewan tertentu seperti reptil
untuk membantu pencernaan
6. Trail, jejak ekor binatang yang terfosilkan
7. Track, jejak kuku binatang yang terfosilkan
8. Footprint, jejak kaki hewan yang terfosilkan
9. Burrow, Boring, Tubes, lubang-lubang yang terbentuk seperti lubang bor
atau pipa yang merupakan tempat tinggal atau aktivitas organisme yang telah
terfosilkan. Burrow adalah lubang yang digunakan untuk hidup. Boring
adalah lubang yang digunakan untuk menyimpan makanan, sedangkan
Tubes adalah lubang hasil aktivitas organisme yang berbentuk pipa atau
tabung.
2.8 Tahap Fosilisasi
Tahap Fosilisasi terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Bioconouse
Organisme yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di
tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil yang mengalami
rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak mengalami
gangguan paska-mati dan anatominya utuh
2. Thanatoconouse
Organisme yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami
proses- proses alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin
dan udara, atau dicabik binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah
berpindah dari tempat dia mati, dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis
lagi.
2.9 Siklus Fosil
Siklus fosil mengacu pada proses alami yang menyebabkan pembentukan
fosil, yang melibatkan transformasi organisme mati menjadi sisa-sisa mineral yang
terawetkan dalam lapisan batuan. Ini memiliki kesamaan dengan siklus air dan siklus
nutrisi dalam ekosistem Bumi. Siklus fosil terdiri dari beberapa tahap kunci:
1. Kematian organisme akibat sebab alami.
2. Penyebaran sisa-sisa oleh pemakan bangkai atau paparan elemen.
3. Dekomposisi, yang berpotensi mengakibatkan ledakan akibat gas yang
terakumulasi.
4. Penguburan di bawah endapan, melindungi sisa-sisa dari kerusakan lebih
lanjut.
5. Penggantian bertahap jaringan lunak oleh mineral, membentuk fosil.
Sebagian besar organisme tidak menjadi fosil; sebaliknya, nutrisi mereka
masuk ke dalam siklus ekologis, memberi makan bentuk kehidupan baru. Namun,
kondisi lingkungan tertentu harus ada agar fosilisasi terjadi, menjadikannya peristiwa
yang jarang terjadi. Siklus fosil membantu kita memahami lingkungan kuno dan
sejarah kehidupan di Bumi.
Gambar 2.2 Siklus Fosil (Karbon)
Pada tahap ini hasil analisis data yang didapatkan akan dibuat
dalam bentuk laporan sesuai format yang telah ditentukan oleh asisten.
3.5 Laporan
Pada tahap ini, akan dibuat total lima bab dalam laporan beserta
daftar pustaka tambahan. Saat menulis laporan ini, saya dibekali asisten
untuk memperbaiki kesalahan dalam penulisan laporan sebelumnya.
Laporan akan dikumpulkan jika sudah sesuai aturan dan standar yang telah
di tetapkan sebelumnya oleh asisten serta telah di ACC oleh asisten
pendamping.
4.1 Hasil
Cysthyphyll
Cysthyphyllumida um
2. Cnidaria Anthozoa Cysthyphyllida
e
Cysthyphyllum
“americanu
m”
Phymatocer
as cf.
3. Mollusca Cephalopoda Ammonitida Phymatocerasidae Phymatoceras
Robustus
HYATT
Heliophyllu
4. Cnidaria Anthozoa Stauriida Heliophyllumidae Heliophyllum
m halli
Goniotheuti
5. Mollusca Cephalopoda Belemnitida Goniotheutisidae Goniotheutis s granulata
quadrata
Haustator
6. Brachiopoda Artikulata Orthida Haustatoridae Haustator imbricateri
us (LAM.)
Globothalame Nummulites
7. Foraminifera
a
Rotaliida Nummulitesidae Nummulites
Millecaput
Echinodermat Cidaris
8. a
Echinoidea Cidaroida Cidarisidae Cidaris
Vesicularis
4.2.3 Peraga 3
4.2.4 Peraga 4
4.2.5 Peraga 5
4.2.6 Peraga 6
4.2.7 Peraga 7
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kata "fosil" berasal dari bahasa Latin "fossilis" yang berarti "ditemukan".
Secara umum, fosil mengacu pada sisa-sisa atau jejak organisme yang
hidup di masa lalu yang telah terkubur dalam lapisan batuan atau sedimen.
2. Proses pembentukan fosil terbagi menjadi beberapa proses diantaranya
permineralisasi, rekristalisasi, replacment, karbonisasi,amber dan beberapa
proses pemfosilan dalam bentuk fosil jejak seperti track, mold, cast, trail
dan lain lain.
3. Fosil memiliki bentuk yang bermacam macam, misalnya seperti bentuk
tabular, biconvex, convex, globular, gradial,byfuring, konikal dan plate.
4. Berbagai macam manfaat dan kegunaan fosil dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam bidang ilmu geologi. Fosil dijadikan sebagai alat untuk
menentukan umur relatif dari sebuah batuan sedimen. Selain itu, fosil juga
menjadi bukti adanya kehidupan zaman dulu.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
1. Mengoptimalkan kebersihan laboratorium
2. M
DAFTAR PUSTAKA