Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi adalah ilmu yang mencakup studi tentang asal, evolusi, dan sejarah
planet Bumi. Inti dari geologi adalah teori penjelasannya, yang memiliki struktur
multi- tiered. Sejarah geologi merupakan bagian yang sama pentingnya dengan ilmu
geologi itu sendiri maupun sejarah ilmu pengetahuan secara umum. Saat
mempelajari literaturnya, seseorang harus memperhatikan pandangan filosofis para
penulis dan komitmen keagamaan mereka (jika ada), untuk memahami sejauh mana
hal-hal tersebut mungkin telah memengaruhi gagasan dan pandangan mereka.
Sejarah geologi dapat dibagi menjadi beberapa periode tetapi batas-batasnya tidak
kaku, memiliki tumpang tindih dan jeda di antara mereka: geologi prasejarah
(hingga penemuan tulisan), geologi pada zaman kuno (hingga 480), geologi pada
zaman pertengahan (480–1492), geologi pada masa Renaisans (1350–1600), geologi
selama Pencerahan (1751–99), zaman stratigrafi (1799–1875), zaman tektonik
(1875–1924), intermezo gelap (1924–65), dan era tektonik lempeng (1965 hingga
sekarang). Artikel berikut ini ditulis dari sudut pandang Eurosentris, karena tidak
ada cara lain untuk menulis sejarah geologi hingga akhir abad ke-20 yang
memungkinkan.
Dalam ilmu geologi, Paleontologi adalah cabang ilmu geologi yang
mempelajari fosil. Seluk-beluk fosil dipelajari oleh seorang paleontologist. Fosil
sendiri adalah jejak kehidupan masa lalu. Banyak yang mengira bahwa fosil
Dinosaurus berupa tulang yang utuh namun sebenarnya yang sering ditemukan
hanyalah fosil adalah untuk mempelajari perkembangan kehidupan yang pernah ada
di muka bumi sepanjang sejarah bumi, mengetahui kondisi geografi dan iklim pada
zaman saat makhluk hidup tersebut ada, menentukan umur relatif batuan yang
terdapat di alam berdasarkan kandungan fosilnya, untuk menentukan lingkungan
pengendapan batuan didasarkan pada sifat dan ekologi kehidupan fosil yang
dikandung dalam batuan tersebut, untuk korelas antar batuan batuan yang terdapat di
alam (biostratigrafi) yaitu dengan dasar kandungan fosil yang sejenis atau seumur.
Fosil merupakan alat terbaik dalam mempelajari, mengkaji, dan menguji
teori evolusi. bagian dari tulang atau tulang-tulang yang berserakan. Dahulu teori
evolusi diuji dengan melihat fosil fosil yang merupakan peninggalan makhluk hidup
pada masa lalu. Perkembangan teori evolusi saat ini sudah menggunakan berbagai
metode mutakhir, tetapi jelas tidak hanya ke arah masa kini dengan memanfaatkan
DNA saja.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari praktikum ini ialah untuk membangun pemahaman awal
serta menambah ilmu mengenai fosil. Sedangkan tujuan dari dilaksanakannya
praktikum ini ialah :
1. Untuk mengetahui pengertian fosil
2. Untuk memahami proses pemfosilan
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk fosil
4. Untuk mengetahui manfaat dan kegunaan fosil
4.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang akan didapatkan dari praktikum kali ini adalah :
1. Menambah wawasan mengenai fosil
2. Dapat mendeskripsikan beberapa bentuk – bentuk fosil
3. Dapat membedakan jenis – jenis fosil
4.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dilakukannya praktikum yakni pada praktikum ini
dilakukan pengambilan data sebanyak 8 sampel dengan mengunakan metode
pengumpulan dan menganalisis peraga fosil yang diberikan dengan mengklasifikasi
sistem taksonominya hingga lingkungan pengendapannya.
4.5 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan selama praktikum yakni :
1. Lembar kerja praktikum
2. Alat tulis
3. Hekter
4. Penggaris
5. Kertas HVS
6. Clipboard
7. HCL
8. Jas Lab
9. Lap kasar dan lab halus
10. Buku Penuntun Praktikum
11. 8 jenis fosil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Paleontologi

Paleontologi berasal dari gabungan kata-kata Yunani "palaios" (παλαιός) yang


berarti "kuno" atau "lama", "ontos" (ὄντος) yang berarti "makhluk hidup" atau
"kehidupan", dan "logos" (λόγος) yang berarti "ilmu" atau "pengetahuan". Jadi,
secara etimologi, paleontologi dapat diartikan sebagai "ilmu tentang kehidupan
kuno". (Andi Muhammad Iqbal Sep 16, 2019).
Paleontologi melibatkan berbagai disiplin ilmu, termasuk paleobotani
(mempelajari fosil tumbuhan), palinologi (mempelajari fosil serbuk sari),
paleontologi invertebrata (mempelajari fosil hewan tanpa tulang belakang),
paleontologi vertebrata (mempelajari fosil hewan bertulang belakang),
paleoantropologi (mempelajari fosil manusia purba), tafonomi (mempelajari proses
pembentukan fosil), ichnologi (mempelajari jejak fosil), dan paleoekologi
(mempelajari hubungan organisme dengan lingkungan di masa lalu) (Andi
Muhammad Iqbal Sep 16, 2019).
Paleontologi menggunakan metode dan teknik seperti penggalian fosil,
preparasi fosil, identifikasi fosil, analisis morfologi dan anatomi fosil, serta
pendekatan modern menggunakan analisis isotop dan pendekatan molekuler. Tujuan
paleontologi adalah untuk memahami sejarah evolusi kehidupan, perubahan
lingkungan, dan asal mula dan perkembangan keanekaragaman hayati di Bumi. (Andi
Muhammad Iqbal Sep 16, 2019).
2.2 Sistem Taksonomi
Sistem taxonomi adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengelompokkan
dan mengklasifikasikan organisme ke dalam kategori-kategori yang berbeda
berdasarkan kesamaan karakteristik mereka. Tujuan dari sistem taxonomi adalah
untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antara organisme dan memberikan
nama yang konsisten dan universal untuk setiap kelompok organisme.

Salah satu sistem taxonomi yang paling umum digunakan adalah Sistem
Taxonomi Linnaeus, yang dikembangkan oleh ahli botani Swedia, Carl Linnaeus,
pada abad ke-18. Sistem ini didasarkan pada prinsip hierarki yang meliputi tingkat-
tingkat taksonomi seperti kingdom (kerajaan), phylum (filum), class (kelas), order
(ordo), family (famili), genus (marga), dan species (spesies). Organisme
dikelompokkan berdasarkan kesamaan morfologi, anatomi, perilaku, dan hubungan
evolusioner mereka.
Contoh sistem taksonomi untuk spesies manusia (Homo sapiens) menggunakan
sistem taksonomi Linnaeus:
1. Kingdom (Kerajaan): Animalia (Hewan)
2. Phylum (Filum): Chordata (Kordata)
3. Class (Kelas): Mammalia (Mamalia)
4. Order (Ordo): Primates (Primata)
5. Family (Famili): Hominidae (Hominidae)
6. Genus (Marga): Homo (Homo)
7. Species (Spesies): Homo sapiens (Manusia)
Dalam contoh ini, Homo sapiens adalah nama ilmiah untuk spesies manusia.
Nama ilmiah terdiri dari dua kata, dengan Homo sebagai nama genus dan sapiens
sebagai nama spesies. Manusia termasuk dalam famili Hominidae, yang juga
mencakup orangutan, gorila, dan simpanse. Hominidae merupakan anggota ordo
Primates, yang juga mencakup monyet dan lemur. Primates merupakan anggota kelas
Mammalia, yang merupakan mamalia (hewan menyusui). Selanjutnya, semua
mamalia termasuk dalam filum Chordata, yang termasuk dalam kerajaan Animalia
(hewan).
Sistem taksonomi ini digunakan untuk mengklasifikasikan organisme ke dalam
kelompok-kelompok yang semakin spesifik berdasarkan karakteristik yang dimiliki
oleh setiap kelompok.
2.3 Pengertian Skala Waktu Geologi
Skala waktu geologi adalah suatu sistem yang digunakan dalam paleontologi
dan geologi untuk menggambarkan dan membagi sejarah Bumi menjadi interval-
interval waktu yang berbeda. Skala waktu geologi terdiri dari beberapa unit waktu
yang meliputi eon, era, periode, zaman, dan tahap. Setiap unit waktu ini didasarkan
pada peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Bumi, seperti perubahan signifikan
dalam kehidupan fosil, peristiwa geologis besar, atau perubahan dalam komposisi
atmosfer dan iklim.
Salah satu skala waktu geologi yang umum digunakan adalah Skala Waktu
Geologi Internasional (International Geologic Time Scale, IUGS). Skala ini
dikembangkan oleh International Commission on Stratigraphy (ICS) dan membagi
sejarah Bumi menjadi interval-interval waktu yang disebut dengan nama-nama
seperti Kambrium, Devon, Jura, Kapur, dll. Setiap interval waktu ini memiliki batas
atas dan batas bawah yang ditentukan oleh peristiwa-peristiwa tertentu seperti
kepunahan masal, kemunculan dan punahnya fosil penting, atau perubahan
signifikan dalam rekaman geologis. (International Commission on Stratigraphy.
(2020)).
2.4 Pengertian Fosil
Kata "fosil" berasal dari bahasa Latin "fossilis" yang berarti "ditemukan".
Secara umum, fosil mengacu pada sisa-sisa atau jejak organisme yang hidup di masa
lalu yang telah terkubur dalam lapisan batuan atau sedimen. Fosil dapat berupa sisa-
sisa tubuh organisme, seperti tulang, gigi, atau cangkang, maupun jejak aktivitas
organisme seperti jejak kaki, sarang, atau kotoran yang mengeras menjadi fosil.
Fosil memberikan bukti tentang kehidupan di masa lampau dan
memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari organisme yang telah punah dan
evolusi kehidupan di Bumi. Fosil juga dapat memberikan informasi tentang
lingkungan dan kondisi geologi pada saat fosil tersebut terbentuk. Penelitian fosil
melibatkan penggalian, preparasi, dan analisis fosil menggunakan berbagai teknik
ilmiah. (Oxford English Dictionary. "Fossil."Diakses 29 februari 2024).
2.5 Bentuk – Bentuk Fosil
Ada berbagai bentuk fosil yang dapat ditemukan dalam rekaman fosil.
Berikut adalah beberapa contoh bentuk fosil menurut Poinar Jr, G. (2019) :
1. Fosil tubuh: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tubuh organisme.
Contoh fosil tubuh termasuk tulang, gigi, cangkang, dan kulit fosil.
2. Fosil jejak: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau bekas aktivitas
organisme. Contoh fosil jejak termasuk jejak kaki dinosaurus, sarang fosil,
dan kotoran fosil (koprolit).
3. Fosil tumbuhan: Ini adalah fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan atau
bagian-bagian tumbuhan seperti daun, batang, atau serbuk sari. Fosil
tumbuhan dapat memberikan informasi tentang flora masa lalu.
4. Fosil mikroba: Ini adalah fosil organisme mikroskopis seperti bakteri atau
alga yang terjebak dalam sedimen. Fosil mikroba dapat memberikan
wawasan tentang kehidupan mikroba di masa lalu dan perubahan
lingkungan.
5. Fosil icnitas: Ini adalah fosil yang terbentuk dari jejak atau struktur yang
ditinggalkan oleh organisme, seperti jejak kaki, jejak cakar, atau terowongan
fosil.
6. Fosil resin: Ini adalah fosil yang terbentuk dari getah pohon yang mengeras,
seperti amber. Fosil resin sering mengawetkan organisme kecil seperti
serangga dalam keadaan yang sangat baik.
Bentuk-bentuk fosil yang lebih spesifik sebagai berikut: (1) tabular, yang
menyerupai bentuk tabung, (2) konikal, yang menyerupai bentuk kerucut, (3)
biconvex, yang terdiri dari fentral dan dorsal dari kerang, (4) convex, yang terdiri
dari fentral atau dorsal dari kerang, (5) branching, yang terlihat seperti bercabang
cabang, (6) plate, yang terlihat seperti plat yang datar, (7) diskoidal, yang terlihat
seperti piringan piringan cd(compact disc) yang mempunyai pusat di tengah, (8)
globular, yang menyerupai bentuk bola, (9) byfuring, yang bentuknya berbuku
buku, dan (10) radial, yang bentuknya seperti cangkang kerang yang menyerupai
deret fibonacci.
Gambar 2.1 Bentuk – bentuk fosil secara umum
2.6 Ukuran – Ukuran Fosil
Ukuran fosil dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada organisme
yang menjadi sumber fosil tersebut. Berikut adalah beberapa contoh ukuran-ukuran
fosil yang dapat ditemui.
Fosil mikroskopis, beberapa fosil organisme mikroskopis, seperti
foraminifera atau radiolaria, memiliki ukuran sangat kecil, biasanya hanya beberapa
mikrometer hingga beberapa milimeter. Fosil mikroskopis seperti ini sering
ditemukan dalam sedimen laut atau danau. Fosil makroskopis, fosil organisme yang
lebih besar, seperti tulang mamalia purba atau cangkang moluska, bisa memiliki
ukuran yang lebih besar. Ukuran fosil makroskopis dapat berkisar dari beberapa
sentimeter hingga beberapa meter, tergantung pada organisme yang membentuk
fosil tersebut. Fosil tumbuhan, seperti daun atau batang, dapat memiliki ukuran yang
bervariasi. Daun fosil dapat memiliki panjang beberapa milimeter hingga beberapa
meter, tergantung pada jenis tumbuhan dan kondisi fosilisasi.
Fosil gigantisme, beberapa fosil organisme purba menunjukkan adanya
gigantisme, di mana organisme tersebut memiliki ukuran yang jauh lebih besar
daripada kerabat modernnya. Contohnya adalah fosil dinosaurus raksasa seperti
Brachiosaurus atau fosil mammoth raksasa. Fosil mikroba, seperti bakteri fosil,
dapat memiliki ukuran mikroskopis yang sangat kecil, dalam skala mikrometer.
Penting untuk dicatat bahwa ukuran fosil dapat sangat bervariasi tergantung pada
organisme yang menjadi sumber fosil tersebut, serta faktor-faktor geologis dan
proses fosilisasi yang terlibat. (Poinar Jr, G. (2019).
2.7 Proses Pemfosilan
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses
pemfosilan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
2.7.1 Fosil Tak termineralisasi
Golongan ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Fosil yang tidak mengalami perubahan sepenuhnya contohnya Mammoth
di Siberia yang telah terendapkan di es tersier
2. Fosil yang mengalami perubahan sebagian misalnya ditemukan pada batuan
mesozoikum dan kenozoikum. Contohnya gigi-gigi binatang buas, tulang,
dan rangka Rhinoceros yang tersimpan di museum Rusia serta cangkang
mollusca
3. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses penghasilan.
Fosil Amber adalah organisme yang berperangkap dalam getah dari
tumbuhan tersebut
2.7.2 Fosil Termineralisasi
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Permineralisasi, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme membuat fosil lebih berat dan tahan terhadap pelapukan
2. Replacement, proses di mana mineral menggantikan materi organik
organisme tanpa mengubah struktur aslinya menjaga bentuk dan struktur asli
organisme
3. Rekristalisasi merujuk pada fosil yang mengalami perubahan struktur kristal
mineralnya ini terjadi ketika mineral-mineral dalam fosil mengalami
rekristalisasi yang merupakan proses di mana struktur kristal mineral
berubah akibat tekanan suhu atau pengaruh larutan yang mengandung
mineral tersebut
4. Distilasi atau Karbonisasi adalah proses dimana gas yang mudah menguap
dalam tumbuhan dan hewan. Hal ini meninggalkan residu karbon (C) berupa
lapisan-lapisan tipis.
2.7.3 Fosil Jejak
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Impression, jejak organisme dengan relief rendah seperti bekas daun
yang tercetak di lumpur
2. Mold, ceritakan dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika
organisme mati menekan sedimen di dasar laut
3. Cast, cetakan dari jejak yang terisi oleh material asing setelah organisme itu
mirip seperti bentuk organisme yang membentuk mold
4. Koprolit, fosil kotoran atau binatang yang terfosilkan biasanya berbentuk
nodul memanjang dengan komposisi fosfat
5. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh hewan tertentu seperti reptil
untuk membantu pencernaan
6. Trail, jejak ekor binatang yang terfosilkan
7. Track, jejak kuku binatang yang terfosilkan
8. Footprint, jejak kaki hewan yang terfosilkan
9. Burrow, Boring, Tubes, lubang-lubang yang terbentuk seperti lubang bor
atau pipa yang merupakan tempat tinggal atau aktivitas organisme yang telah
terfosilkan. Burrow adalah lubang yang digunakan untuk hidup. Boring
adalah lubang yang digunakan untuk menyimpan makanan, sedangkan
Tubes adalah lubang hasil aktivitas organisme yang berbentuk pipa atau
tabung.
2.8 Tahap Fosilisasi
Tahap Fosilisasi terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Bioconouse
Organisme yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di
tempat dia mati dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil yang mengalami
rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak mengalami
gangguan paska-mati dan anatominya utuh
2. Thanatoconouse
Organisme yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami
proses- proses alamiah seperti hanyut terbawa arus air, busuk karena angin
dan udara, atau dicabik binatang pemakan bangkai sehingga posisinya sudah
berpindah dari tempat dia mati, dan susunan tubuhnya sudah tidak anatomis
lagi.
2.9 Siklus Fosil
Siklus fosil mengacu pada proses alami yang menyebabkan pembentukan
fosil, yang melibatkan transformasi organisme mati menjadi sisa-sisa mineral yang
terawetkan dalam lapisan batuan. Ini memiliki kesamaan dengan siklus air dan siklus
nutrisi dalam ekosistem Bumi. Siklus fosil terdiri dari beberapa tahap kunci:
1. Kematian organisme akibat sebab alami.
2. Penyebaran sisa-sisa oleh pemakan bangkai atau paparan elemen.
3. Dekomposisi, yang berpotensi mengakibatkan ledakan akibat gas yang
terakumulasi.
4. Penguburan di bawah endapan, melindungi sisa-sisa dari kerusakan lebih
lanjut.
5. Penggantian bertahap jaringan lunak oleh mineral, membentuk fosil.
Sebagian besar organisme tidak menjadi fosil; sebaliknya, nutrisi mereka
masuk ke dalam siklus ekologis, memberi makan bentuk kehidupan baru. Namun,
kondisi lingkungan tertentu harus ada agar fosilisasi terjadi, menjadikannya peristiwa
yang jarang terjadi. Siklus fosil membantu kita memahami lingkungan kuno dan
sejarah kehidupan di Bumi.
Gambar 2.2 Siklus Fosil (Karbon)

2.10 Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Fosil


Dengan mempelajari fosil, kita mendapat banyak keuntungan, diantaranya :
1. Fosil sebagai bukti kehidupan di masa lampau dan indikator evolusi
kehidupan.
2. Menentukan iklim pada saat terjadi sedimentasi (Paleoclimatology).
3. Mengidentifikasi kedalaman sedimentasi dan lingkungan pengendapan.
4. Menentukan umur relatif batuan dengan menggunakan fosil tertentu.
5. Merekonstruksi paleogeografi berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan,
6. Menentukan top dan bottom dari lapisan batuan yang mengandung fosil
7. Melakukan biostratigraf iuntuk mengetahui urutan batuan berdasarkan
kandungan biota atau fosil
BAB III
Metode Penelitian

3.1 Studi Pendahuluan

Tahapan ini merupakan langkah awal sebelum pekerjaan


sebenarnya di laboratorium, termasuk studi tentang fosil. Penelitian
pendahuluan ini juga mencakup tinjauan literatur untuk mengkaji secara
spesifik karakteristik masing-masing fosil untuk memudahkan pekerjaan
sebenarnya. Penelitian pendahuluan ini meliputi pekerjaan persiapan,
membaca jurnal referensi dan panduan materi magang yang akan
dilaksanakan

3.2 Tahapan Praktikum

Praktikum Paleontologi Acara I “Pengenalan Fosil” dilaksanakan


pada hari senin, 26 Februari 2024, Laboratorium Paleontologi, Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, mulai pukul
15.00 hingga 17.00. Pada tahap ini, asisten terlebih dahulu melakukan
pengecekan peralatan sebelum melakukan praktikum. Kemudian praktikan
akan menganalisis sampel dan mendeskripsikan sampel yang diberikan.
Deskripsi ini dilakukan dengan menentukan klasifikasi, bentuk, proses
fosilisasi, umur, bahkan lingkungan pengendapan.

3.3 Analisis Data

Pada tahap ini, data deskriptif yang dikumpulkan selama praktikum


akan dianalisis. Untuk mendukung analisis data, praktikan dibimbing oleh
asisten pada tahap ini.

3.4 Pembuatan Laporan

Pada tahap ini hasil analisis data yang didapatkan akan dibuat
dalam bentuk laporan sesuai format yang telah ditentukan oleh asisten.

3.5 Laporan
Pada tahap ini, akan dibuat total lima bab dalam laporan beserta
daftar pustaka tambahan. Saat menulis laporan ini, saya dibekali asisten
untuk memperbaiki kesalahan dalam penulisan laporan sebelumnya.
Laporan akan dikumpulkan jika sudah sesuai aturan dan standar yang telah
di tetapkan sebelumnya oleh asisten serta telah di ACC oleh asisten
pendamping.

Gambar 3.1 Diagram Alir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil di dapatkan pada praktikum ini yakni sebagai


berikut :
No. Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Homotelus
1. Arthropoda Trilobita Asaphida Homotelusidea Homotelus bromidensis
ESKER

Cysthyphyll
Cysthyphyllumida um
2. Cnidaria Anthozoa Cysthyphyllida
e
Cysthyphyllum
“americanu
m”

Phymatocer
as cf.
3. Mollusca Cephalopoda Ammonitida Phymatocerasidae Phymatoceras
Robustus
HYATT

Heliophyllu
4. Cnidaria Anthozoa Stauriida Heliophyllumidae Heliophyllum
m halli

Goniotheuti
5. Mollusca Cephalopoda Belemnitida Goniotheutisidae Goniotheutis s granulata
quadrata

Haustator
6. Brachiopoda Artikulata Orthida Haustatoridae Haustator imbricateri
us (LAM.)

Globothalame Nummulites
7. Foraminifera
a
Rotaliida Nummulitesidae Nummulites
Millecaput

Echinodermat Cidaris
8. a
Echinoidea Cidaroida Cidarisidae Cidaris
Vesicularis

Tabel 4.1 Sistem taksonomi(klasifikasi) peraga


4.2 Pembahasan
4.2.1 Peraga 1
Gambar 4.1 Peraga 1 Homotelus bromidensis ESKER
Fosil pada peraga ini (Gambar 4.1) mempunyai sistem taksonomi, yaitu
filum Arthropoda, kelas Trilobita, ordo Asaphida, famili Homothelusidea, genus
Homotelus, spesies Homotelus bromidensis ESKER.
Fosil ini merupakan fosil yang terbentuk dengan proses pemfosilan
Internal Mold karena pada permukaan fosil yang diamati ini memiliki permukaan
yang halus tetapi tidak sehalus cast.
Fosil ini berasal dari laut dangkal dikarenakan bereaksi terhadap HCl pada
saat diteteskan, pada saat organisme ini telah mati, ia langsung segera tertutupi
oleh material-material sedimen berbutir halus dan segera terendapkan selama kira
kira 500-450 juta tahun lamanya (ordovisum tengah). Kemudian karena adanya
aktifitas tektonik fosil ini kemudian terangkat naik ke permukaan sehingga
tersingkap dan ditemukan oleh peneliti.
Fosil ini berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Proses
dekomposisi tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang
oleh kegiatan makrofauna tanah. Fosil ini mempunyai peranan penting dalam
proses dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Fosil ini
akan merombak substansi nabati yang matik, kemudian bahan tersebut akan
dikeluarkan dalam bentuk kotoran (Qiptiyah, 2014).
4.2.2 Peraga 2
Gambar 4.2 Peraga 2 Cysthyphyllum “Americanum”
Fosil pada peraga ini (Gambar 4.2) mempunyai sistem taksonomi, yaitu
filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Cystyphyllida, famili Cysthyphyllumidae,
genus Cysthyphyllum, spesies Cysthyphyllum “americanum”.
Fosil ini merupakan fosil yang terbentuk dengan proses pembentukan
mineralisasi dikarenakan pada fosil ini rongga rongganya telah terganti oleh
banyak mineral-mineral silikat lainnya.
Fosil ini terbentuk di lingkungan pengendapan laut dalam, dikarenakan
fosil ini tidak bereaksi dengan HCl. Berdasarkan pengmatan, fosil ini diduga
berasal dari koral laut dalam yang terfosilkan. Setelah koral ini mati, ia kemudian
tertutupi oleh material material sedimen berbutir halus sehingga terhindar dari
segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil ini dalam proses
pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 370 juta tahun lamanya (devon
tengah), fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian diambil oleh
peneliti untuk diteliti.
Fosil ini digunakan sebagai menentukan lingkungan kondisi lautan pada
masa lampau dan juga untuk eksplorasi minyak dan gas dengan karena fosil ini
berasal dari daerah lingkungan pengendapan laut dalam.

4.2.3 Peraga 3

Gambar 4.3 Peraga 3 Phymatoceros cf. Robustus HYATT


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.3) mempunyai sistem taksonomi filum
Mollusca, kelas Cephalopoda, ordo Ammonitida, famili Phymatocerasidae, genus
Phymatoceras, spesies Phymatoceras cf. Robustus HYATT.
Fosil ini merupakan fosil yang memiliki bentuk gradial yang terbentuk
melalui proses pembentukan replacement dikarenakan bagian bagian dari fosil ini
telah terganti sepenuhnya oleh mineral-mineral yang menutupi rongga-rongga
fosil tersebut
Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena
bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 195 juta tahun
lamanya (jura bawah) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian
diambil oleh peneliti untuk diteliti.
Beberapa kegunaan dari fosil ini yakni fosil ini sangat memainkan peran
kunci dalam mempelajari evolusi spesies. Mereka membantu dalam
mengidentifikasi hubungan kekerabatan antara organisme yang telah punah dan
yang masih hidup, serta dalam memahami perubahan dalam struktur tubuh,
morfologi, dan adaptasi selama rentang waktu yang panjang.

4.2.4 Peraga 4

Gambar 4.4 Peraga 4 Heliophyllum Halli EDW & PH


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.4) mempunyai sistem taksonomi
filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Stauriida, famili Heliophyllumidae,
genus Heliophyllum , dan spesies Heliophyllum Halli EDW & PH.
Fosil ini merupakan fosil dengan bentuk konikal yang terbentuk
melalui proses pembentukan permineralisasi dikarenakan pada bagian dari
fosil ini tidak terganti sepenuhnya oleh mineral-mineral. Tetapi masih ada
sebagian tubuh organisme asli yang masih terlihat pada fosil tersebut.
Selain itu, ketika ditetesi HCL terjadi reaksi pada fosil tersebut yang
menandakan bahwa fosil tersebut memiliki komposisi kimia CaCO 3
(karbonatan).
Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena
bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 370 juta tahun
lamanya (devon tengah) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang
kemudian diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil Heliophyllum Halli EDW & PH memiliki berbagai kegunaan,


seperti mengetahui umur relatif lapisan sedimen di mana ditemukan,
mengetahui lingkungan pengendapan di mana hewan ini hidup, seperti
kondisi air, tanah, dan cuaca dan mengetahui morfologi dan klasifikasi
dari Filum Cnidaria seperti simetri bilateral dan tripoblastik selomata.

4.2.5 Peraga 5

Gambar 4.5 Peraga 5 Goniothenetusida e granulata quadrata


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.5) mempunyai sistem taksonomi
filum Mollusca, kelas Cepholopoda, ordo Belemnitida, famili
Goniothenetusidae, genus Goniothenetus , dan spesies Goniothenetusida e
granulata quadrata.
Fosil ini merupakan fosil dengan bentuk tabular yang terbentuk
melalui proses pembentukan rekristalisasi dikarenakan mineral-mineral
yang terkandung dalam organisme asli mengalami perubahan struktur
menjadi mineral yang lebih kompleks dalam fosil.

Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena


bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 100 juta tahun
lamanya (kapur atas) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian
diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil Goniothenetusidae granulata quadrata memiliki kegunaan


penting dalam memahami sejarah hidup di Devonian, dan juga untuk
memahami evolusi korali sejak Devonian hingga saat ini. Fosil ini juga
membantu para ilmuwan dan peneliti dalam mempelajari distribusi dan
klasifikasi taksonomi dari genus Goniothenetusida e, serta spesies-
spesiesnya.

4.2.6 Peraga 6

Gambar 4.6 Peraga 6 Haustator imbricanus (LAM)


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.6) mempunyai sistem taksonomi
filum Brachiopoda, kelas Artikulata, ordo Orthida, famili Haustatoridae,
genus Haustator , dan spesies Haustator imbricanus (LAM).
Fosil ini merupakan fosil dengan bentuk biconvex yang terbentuk
melalui proses pembentukan permineralisasi dikarenakan pada bagian dari
fosil ini tidak terganti sepenuhnya oleh mineral-mineral. Tetapi masih ada
sebagian tubuh organisme asli yang masih terlihat pada fosil tersebut.
Selain itu, ketika ditetesi HCL terjadi reaksi pada fosil tersebut yang
menandakan bahwa fosil tersebut memiliki komposisi kimia CaCO 3
(karbonatan).

Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena


bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 55 juta tahun
lamanya (eosin bawah) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang
kemudian diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil Haustator imbricanus (LAM) memiliki kegunaan sebagai


penentu umur relatif dari suatu lapisan geologi. Ketika organisme ini mati,
fosil Haustator imbricanus (LAM) dapat memberikan informasi penting
dalam menentukan urutan relatif dari lapisan-lapisan geologi. Selain itu,
fosil ini juga membantu dalam studi paleontologi untuk memahami sejarah
kehidupan pada masa lampau. Dengan menggunakan fosil Haustator
imbricanus (LAM), para ilmuwan dapat melacak dan mempelajari evolusi
organisme tersebut serta lingkungan di mana mereka hidup.

4.2.7 Peraga 7

Gambar 4.7 Peraga 7 Nummulites Millecaput


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.7) mempunyai sistem taksonomi
filum Foraminifera, kelas Globothalamea, ordo Rotaliida, famili
Nummulitesidae, genus Nummulites, dan spesies Nummulites Millecaput.
Fosil ini merupakan fosil dengan bentuk plate yang terbentuk
melalui proses pembentukan permineralisasi dikarenakan pada bagian dari
fosil ini tidak terganti sepenuhnya oleh mineral-mineral. Tetapi masih ada
sebagian tubuh organisme asli yang masih terlihat pada fosil tersebut.
Selain itu, ketika ditetesi HCL terjadi reaksi pada fosil tersebut yang
menandakan bahwa fosil tersebut memiliki komposisi kimia CaCO3
(karbonatan).
Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena
bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 50 juta tahun
lamanya (eosen tengah) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang
kemudian diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil Nummulites millecaput memiliki beberapa kegunaan yang


relevan dalam bidang geologi dan paleontologi. Berikut adalah beberapa
contoh potensial seperti dapat digunakan sebagai indikator lingkungan
karena mereka memiliki preferensi kehidupan tertentu. Misalnya,
Nummulites millecaput ditemukan terutama di lingkungan perairan laut
dangkal hingga sedang. Oleh karena itu, keberadaan fosil ini dalam lapisan
batuan dapat memberikan petunjuk tentang kondisi lingkungan laut pada
waktu fosil tersebut hidup. Fosil Nummulites millecaput sering digunakan
dalam penentuan umur relatif lapisan batuan (biostratigrafi). Mereka
memiliki rentang waktu yang terbatas dan sering ditemukan dalam interval
stratigrafi tertentu. Dengan mengidentifikasi dan mempelajari fosil ini,
para ahli geologi dapat menentukan urutan relatif lapisan batuan dan
membantu dalam mengembangkan skala waktu geologi.
4.2.8 Peraga 8

Gambar 4.8 Peraga 8 Cidaris Vesicularis (GOLOF)


Fosil pada peraga ini (Gambar 4.8) mempunyai sistem taksonomi
filum Echinodermata, kelas Echinoidea, ordo Cidaroida, famili
Cidarisidae, genus Cidaris, dan spesies Cidaris Vesicularis (GOLOF)
Fosil ini merupakan fosil dengan bentuk globular yang terbentuk
melalui proses pembentukan permineralisasi dikarenakan pada bagian dari
fosil ini tidak terganti sepenuhnya oleh mineral-mineral. Tetapi masih ada
sebagian tubuh organisme asli yang masih terlihat pada fosil tersebut.
Selain itu, ketika ditetesi HCL terjadi reaksi pada fosil tersebut yang
menandakan bahwa fosil tersebut memiliki komposisi kimia CaCO3
(karbonatan).
Fosil ini terbentuk di daerah lingkungan pengendapan laut dangkal karena
bagian tubuh fosil tersebut dapat bereaksi saat ditetesi oleh HCl. Setelah
organisme ini mati, ia kemudian tertutupi oleh material material sedimen berbutir
halus sehingga terhindar dari segala yang berkemungkinan menghancurkan fosil
ini dalam proses pemfosilannya. Kemudian setelah kira kira 100 juta tahun
lamanya (kapur atas) , fosil ini kembali tersingkap di permukaan yang kemudian
diambil oleh peneliti untuk diteliti.

Fosil Cidaris Vesicularis (GOLOF) memiliki berbagai kegunaan


yang penting. Fosil ini digunakan sebagai penentu umur relatif lapisan
sedimen, untuk menentukan lingkungan pengendapan, mengkorelasi
batuan, serta sebagai penentu iklim pada saat fosil tersebut terbentuk.
Selain itu, fosil ini juga dapat memberikan bukti adanya kehidupan pada
masa lampau dan membantu dalam analisis lingkungan pada periode
tertentu. Kegunaan fosil ini sangat beragam dan memberikan wawasan
yang berharga dalam memahami sejarah geologi bumi.
BAB V
Penutup

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kata "fosil" berasal dari bahasa Latin "fossilis" yang berarti "ditemukan".
Secara umum, fosil mengacu pada sisa-sisa atau jejak organisme yang
hidup di masa lalu yang telah terkubur dalam lapisan batuan atau sedimen.
2. Proses pembentukan fosil terbagi menjadi beberapa proses diantaranya
permineralisasi, rekristalisasi, replacment, karbonisasi,amber dan beberapa
proses pemfosilan dalam bentuk fosil jejak seperti track, mold, cast, trail
dan lain lain.
3. Fosil memiliki bentuk yang bermacam macam, misalnya seperti bentuk
tabular, biconvex, convex, globular, gradial,byfuring, konikal dan plate.
4. Berbagai macam manfaat dan kegunaan fosil dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam bidang ilmu geologi. Fosil dijadikan sebagai alat untuk
menentukan umur relatif dari sebuah batuan sedimen. Selain itu, fosil juga
menjadi bukti adanya kehidupan zaman dulu.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
1. Mengoptimalkan kebersihan laboratorium
2. M

5.2.2 Saran Untuk Asisten


1. Pemaparan materi lebih dioptimalkan, jangan terburu-buru

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai