BAB II
MIKROPALEONTOLOGI
II. 1. Mikropaleontologi
Fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang berbeda-beda,
sehingga penelitiannya dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ada penelitian
fosil yang di lakukan secara megaskopis, artinya dilakukan dengan mata
terbuka/dengan Mikroskop Binokuler. Disamping itu, ada juga cara penelitian
secara mikropis, artinya penelitian dilakukan dengan menggunakan alat yaitu
mikroskop.
A. Pengertian
Mikropaleontologi merupakan studi yang secara khusus mempelajari sisa-
sisa organisme yang terawetkan di alam dengan menggunakan mikroskop.
Organisme yang terawetkan tersebut dinamakan fosil mikro karena berukuran
sangat kecil. Sebagai contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari organisme
golongan foraminifera. Golongan ini umumnya mempunyai ukuran yang kecil,
sehingga untuk mengadakan penelitian harus mengunakan mikroskop. Umumya
fosil mikro berukuran lebih kecil dari 0,5 mm, dan ada pula yang mencapai 19
mm ( Genus Fusulina ). Fosil-fosil mikro antara lain dari : Calcarcous Nannofosil,
Conodonts, Diatoms, Foraminifera, Ostracoda dan Radiolaria.
Mikrolitologi merupakan studi mikroskop yang membahas tentang batuan
sedimen antara lain yaitu warna, tekstur, struktur, pemilahan, fragmen, serta
sementasi dari sedimen. Alatnya berupa mikroskop Binokuler. Mikrostratigrafi
merupakan gabungan ilmu mikropaleontologi dengan mikrolitoligi, khusunya
digunakan dalam korelasi.
Mikropaleontologi cabang ilmu paleontologi yang khusus membahas
semua sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil yang dibahas antara lain
adalah mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya
terhadap stratigrafi.
6
B. Sejarah Mikropaleontologi
Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera
sangat sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak
yang menulis tentang keanehan alam termasuk pada waktu menjumpai fosil.
1. HERODOTUS dan STRABO pada abad ke lima dan ke tujuh
sebelum masehi menemukan benda-benda aneh di daerah piramida.
Mereka mengatakan bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa
makanan para pekerja yang telah menjadi keras, padahal benda
tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil nummulites. Fosil ini terdapat
pada batugamping berumur Eosen, yang di gunakan sebagai bahan
bangunan piramida.
2. AGRICOLA (1739) mengambarkan benda-benda aneh tersebut
sebagai Stone Lentils
3. GESNER (1565) menulis tentang sistematika paleontologi
4. VAB LEEWENHOEK (1660) menemukan miroskop, dengan
penemuan alat ini, maka penyelidikan terhadap fosil mikro
berkembang dengan pesat.
5. BECARIUS (1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang
dapat di lihat pada mikroskop.
6. CARL VON LINNEOUS (1758) adalah orang swedia yang
memperkenalkan tata nama baru dalam bukunya yang berjudul
Systema Naturae. Tata nama ini penting karena cara penamaan ini
lebih sederhana dan sampai sekarang ini digunakan untuk penamaan
dinatang maupun tumbuhan pada umumnya.
7. DORBIGNY (1802-1807) menulis tentang foraminifera yang di
golongkan dalam kelas Chepalopoda. Ia juga menulis fosil mikro lain
seperti Ostracoda, Conodonta. Ia dikenal sebagai Bapak
MIKROPALEONTOLOGI.
8. EHRENERG dalam menyelidiki organisme mikro menemukan
berbagai jenis Ostraoda, Foraminifera dan Flagelata. Penyelidikan
tentang sejarah perkembangan foraminifera di lakukan oleh
7
4. Fosil lingkungan
Fosil lingkungan yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai
penunjuk lingkungan sedimentasi. Contohnya : Radiolaria sebagai
penciri lingkungan laut dalam.
5. Fosil iklim
Fosil iklim yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk
iklim pada saat itu.Contohnya : Globigerina Pachyderma penciri iklim
dingin.
A. Morfologi Foraminifera
Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat
menunjukkan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang
foraminifera, meliputi :
1. Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi
melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik
yang dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari
sekelilingnya.
2. Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
3. Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.
4. Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
5. Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan.
6. Aperture, lubang utama pada cangkang foraminifera yang berfungsi
sebagai mulut atau juga jalan keluarnya protoplasma.
B. Komposisi test
Berdasarkan komposisi test foraminifera dapat dikelompokkan menjadi
empat, yaitu:
1. Dinding Chitin/tektin
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna
kekuningan dan inperforate. Dinding tersebut terbuat dari tanduk yang
disebut chitin, Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, antara lain :
11
a. Golongan Allogromidae
b. Golongan Miliolidae
c. Golongan Lituolidae
3. Dinding Siliceous :
Ciri ciri dinding Siliceous adalah Warna putih jernih dari silika.
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusma, Jones) berpendapat bahwa
dinding silicon dihasilkan oleh organisme itu sendiri.
c. Gamping komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-
kadang terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua
lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat pada golongan
Fussulinidae.
d. Gamping hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori.
Kebanyakan dari foraminifera plankton mempunyai dinding
seperti ini.
C. Bentuk Cangkang
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera.
Secara garis besar bentuk-bentuk cangkang seperti : Tabular ( tabung ),
Radial (bola), Lagenoid (botol), kipas, tanduk,ganda dan lain-lain.
D. Bentuk Kamar
Bentuk kamar adalah bentuk dari masing-masing kamar pembentuk
test. Bentuk kamar dari fosil foram antara lain :Spherical, Ovale,
Hemisperical, Radial elongated, Clavate, Tabulospinate, Angular conical,
Angular truncate, Angular rhomboidal.
E. Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera planktonik dapat dibagi :
1. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
2. Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama.
3. Streptospiral, sifat mula-mula trocospiral, kemudaian planispiral
sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya.
F. Suture
Suture merupakan garis yang terlihat pada bidang luar test, merupakan
perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam
pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang
khas. Macam-macam bentuk suture adalah :
1. Tertekan (melekuk), rata, tau muncul di permukaan test.Contoh :
Chilostomella colina, untuk bentuk suture tertekan
2. Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat.Contoh : Orthomorpina
challengeriana, untuk bentuk suture lurus
3. Suture yang mempunyai hiasan.Contoh : Elphindium incertum, untuk
bentuk hiasan yang berupa bridge.
G. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada
kamar terakhir. Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera
planktonik :
1. Primary aperture : Lubang utama yang terletak pada kamar akhir.
2. Secondary aperture : Lubang tambahan yang terletak pada kamar utama.
3. Accesory aperture : Lubang yang nampak tidak langsung kamar utama
tetapi pada asesoris struktur.