Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Mikropaleontologi merupakan salah satu cabang dari paleontology atau lebih


lebih mudahnya di sebut sebagai pembelajaran dari paleontologi namun dalam ukuran
mikro, fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang berbeda-beda sehingga
penelitiannya dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ada penelitian fosil yang
dilakukan secara megaskopis, artinya dilakukan dengan mata secara langsung dan
dengan loupe kaca pembesar. Disamping itu, ada juga cara penelitian secara
mikroskopis, artinya penelitian dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop.
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai
cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-
menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling
sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.
Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-
partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai
ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter.
Kegunaan mempelajari mikropaleontologi sangat penting bsgi geologi karena
merupakan sarana penting untuk mengetahui umur batuan dan lingkunga
pengendapan suatu daerah dengan mempelajari mikeopaleontologi merupakan
aplikasi untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas saat di adakan eksplorasi
migas
1.1 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum dengan judul pendahuluan ini ialah:
1. Dapat mendeskripsikan suatu fosil foraminifera secara kasat mata
2. Mempelajari morfologi atau bentuk struktur mikro maupun komposisi dari
fosil foraminifera
3. Dapat mengetahui nama fosil foraminifera dari pengklasifikasian yang telah
dilakukan
1.2 Alat danBahan
1.3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan selama praktikum berlangsung ialah :
a. Alat tulis lengkap
1.3.2 Bahan
Adapun alat yang digunakan selama praktikum berlangsung ialah :
a. Maket fosil foraminifera
b. Modul
c. Lembar kerja
BAB II

DASAR TEORI

Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari


mikrofosil. Mikrofosil adalah fosil yang umumnya berukuran tidak lebih besar dari
empat millimeter, dan umumnya lebih kecil dari satu milimeter, sehingga untuk
mempelajarinya dibutuhkan mikroskop cahaya ataupun elektron. Fosil yang dapat
dipelajari dengan mata telanjang atau dengan alat berdaya pembesaran kecil, seperti
kaca pembesar, dapat dikelompokkan sebagai makrofosil. Secara tegas, sulit untuk
menentukan apakah suatu organisme dapat digolongkan sebagai mikrofosil atau
tidak, sehingga tidak ada batas ukuran yang jelas. Mikropaleontologi juga
didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi,
morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadapstratigrafi. Umumnya fosil
mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang berukuran
sampai 19 mm seperti halnya genus Fusilina (Jones, D.J. 1956)
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936) Setiap fosil (biasanya kecil)
untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.
Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19
mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro
yang mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat
fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai
fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Foraminifera berasal dari istilah Latin yaitu “foramen” yang berarti rongga,
dan “ferre” yang berarti menghasilkan. Pada umumnya, Foraminifera mensekresi
materi mineral sehingga menghasilkan test (cangkang) berongga melakukan
penyelidikan mengenai susunan dindingnya dan variasinya dan ia mengatakan bahwa
foraminifera sangat berguna untuk korelasi. Penyelidikan tentang susunan kamar
yang kemudian diterbitkan text books yang pertama sekali berjudul “introduction to
the study of foraminifera” ia juga melakukan klasifkasi berdasarkan bentuk struktur
dari dinding " perforate atau imperforate dan susuna dari kamar (Albani, 1979).
Foraminifera merupakan kelompok hewan bersel satu (amoeba) termasuk
dalam Filum Protozoa dan Kelas Sarcodina yang hidup di laut atau marine.
Foraminifera tidak berflagella tapi mempunyai pesudopodia sebagai perpanjangan
dari protoplasmanya dan berfungsi untuk menangkap makanan, sebagai jangkar untuk
menempel pada substrat dan untuk berpindah tempat atau lokomosi. Hampir semua
foraminifera hidup di lingkungan laut yang berbeda-beda kondisinya dan hanya
sebagian kecil yang diketahui hidup di air tawar. Mulai dari lingkungan laut dangkal
hingga laut dalam sampai batas CCD atau Calcium Carbonate Compensation Depth.
Hampir sebagian besar foraminifera merupakan benthonik foraminifera dan sisanya
berupa planktonik.hidup kumpulan foraminifera telah digunakan sebagai bioindikator
dalam lingkungan pesisir (Cushman, J. A. 1959).
Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi.
Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup
yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada
lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi
dapat meneliti sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron
sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan
tersebut terben-uk. Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian
mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan
menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam
mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung
minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak (Rositasari. 1989).
Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang
terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.
Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi,
dan eksplorasi minyak dan gas bumi. Sampai sekarang jumlah foraminifera resen
(modern) yang ditemukan (di seluruh perairan dunia) planktonik dan bentonik/bentik
sekitar 12.000 spesies (Suhartati, 2010)
3.1 Pembahasan
dari praktikum paleon tologi kali ini dilakukan deskripsi fosil dilakukan
dengan cara pengamatan secara langsung terhadap maket fosil yang telah di sediakan,
tahap awal yang dilakukan dalam pendeskripsian fosil ini adalah dengan cara
penentuan terhadap sisi ventral dan sisi dorsal dari fosil tersebut untuk mengetahui
yang man sisi ventral dan yang mana sisi dorsal dilakukan dengan cara mengamati
aperture teresar yang berfungsi sebagai alat makan dan alat pembuangan setelah
diketahui yang mana aperture terbesar dapat di indikasikan bahwa daerah itu
merupan ventral atau bagian depandari fosil tersebut, setelelah di dapatkan sisi
ventral maka sisi yang berlawanan atau sisi yang memiliki lubang aperture yang
lebih kecil merupana sisi dorsal atau sisi belakang.

Gambar 1 : suture

Gambar 2 : aperture
Mempelajari mikrofosil (Foraminifera) ada beberapa hal yang harus oleh
praktikan perhatikan adapun diantaranya adalah susunan kamar Foraminifera
plankton dibagi menjadi tiga yaitu Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu
bidang, semua kamar terlihat dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
sama. Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar
terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Streptospiral
yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi sebagian atau
Bentuk test dan bentuk kamar Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari
cangkang Foraminifera, sedangkan bentuk kamar merupakan bentuk masing-masing
kamar pembentuk test. Penghitungan kamar Foraminifera dimulai dari bagian dalam
dan pada bagian terkecil dimana biasanya mendekati aperturenya.
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan lainnya,
biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak dapat
terlihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa
garis yang disebut suture. Suture merupakan garis yang terlihat pada dinding luar test,
merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam
pengklasifikasian Foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang khas
Aperture adalah lubang utama dari test Foraminifera yang terletak pada
kamar terakhir. Pengamatan Foraminifera mikro (plankton dan benthos ini dilakukan
dengan menggunakan mikroskop. Praktikum yang pertama, praktikan mengamati
maket Foraminifera, adapun hasil yang di dapatkan oleh praktikan adalah Genus
cribohankenina Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tobuluspiral dengan jumlah
kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan
memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture. Mempunyai
hiasan berupa suture bridge. Sedangkan Genus hankenina Mempunyai ciri hampir
sama dengan genus cribohankenina, pada genus pulenia memiliki bentuk tes
gspherical, kamar globular.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Pendeskripsiansian fosil secara kasat mata merupakan metode pengamatan
fosil secara langsung dengan batuan berupa maket fosil mikro.
2. Klasifikasi foraminifera didasarkan pada sifat-sifat cangkang atau test, yaitu
diantaranya bentuk dan susunan kamar, bentuk dan posisi aperture, ornamen
permukaan cangkang, dan fitur-fitur morfologi cangkang.
3. Dari pendeskripsian yang dilakukan diketahui bahwa fosil tersebut
merupakan fosil Orbulina, Globigerina, Globigerinoides dan Globoquadrina
4.2 Saran
Diharapkan penjelasan pada saat praktikum lebih baik lagi

\
DAFTAR PUSTAKA

Albani, R. D 1979. Recent Shallow Water Foraminifera From New South Wales.
AMS handbook No.3. The Australian marine Assosiation, Australia.
Co., 406 pp.
Cushman, J. A. 1959. Foraminifera. Fourth edition, Hardvard University Press.
Cambridge Messachusetts
Jones, D.J. 1956. Introduction to Microfossil. New York: Hafner Pub.
Jones. 1936. Foraminifera as Proxies for Sea-Level Change on Silisiclation Margins.
SEPM Special Publication.
Rositasari. 1989. Foraminifera. Oseana. Volume XIV, No. 1: 27-36.
Suhartati. 2010. Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura . Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis.

Anda mungkin juga menyukai