Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Mikropaleontologi adalah cabang ilmu paleontologi (paleobotani/


paleozoologi) yang khusus membahas semua sistem organisma yang berukuran kecil,
mikroskopik sehingga pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop.
MikrofosiL adalah setiap fosil (biasanya kecil) yang untuk mempelajari sifat-sifat dan
strukturnya paling baik, dilakukan dibawah mikroskop (JONES, 1963). Mikrofosil
dapat terdiri dari sisa-sisa mikroorganisme uniseluler / multiseluler ataupun fragmen-
fragmen dari kegiatan mikroorganisme tersebut. Sebagai contoh yang termasuk
mikrofosil adalah :

1. Golongan binatang: skelet radiolaria, test foraminifera, cangkang ostracoda,


conodonta, byrozoa dan sebagainya.
2. Golongan tumbuh-tumbuhan: test diatomea, flagellata, polen, dinoflagellata
dan sebagainya.
Dari istilah-istilah diatas, maka yang termasuk dalam mikrofosil bukan saja
golongan binatang/tumbuhan yang berukuran kecil saja, tetap saja fosil-fosil
besar/fragmen-fragmen binatang invertabrata/vertebrata yang untuk mempelajari
susunan rangka strukturnya dibutuhkan pengamatan di bawah mikroskop. Dengan
demikian, mikropaleontologi bukan hanya ilmu yang mempelajari foraminifera,
ostracoda, cocolith, dinoflagellata ataupun codonta saja, tetapi juga mempelajari fosil
golongan organisme lain asalkan pada pengamatan dibutuhkan alat bantu mikroskop.

Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai


cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-
menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling
sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.
Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-
partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO 3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai
ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter.

Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang


terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.
Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi,
dan eksplorasi minyak dan gas bumi.

a. Biostratigrafi

Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada


beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data
penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari
500 juta tahun yang lalu.

Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan


demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda.
Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang
luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran
fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif
mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.

b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi

Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala


Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang
berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk
menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data
foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa
lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu
global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah contoh kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang
masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies
tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di tempat
kumpulan fosil foraminifera diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih
hidup. Jika sebuah perconto mengandung kumpulan fosil foraminifera yang
semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat
digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah
keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase
foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik),
rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan
aspek kimia material penyusun cangkang.

Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena


mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai
contoh, perban-dingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air
bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih
ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan
bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah
dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau.
Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah
di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan
datang (keakurasiannya belum teruji).

c. Eksplorasi Minyak

Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies


foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan
banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang
spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti
sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan
selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk.
Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian
mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan
menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam
mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung
minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak.

Selain ketiga hal tersebut dia atas foraminifera juga memiliki kegunaan dalam
analisa struktur yang terjadi pada lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk
mempelajari foraminifera secara lengkap.
BAB II
DASAR TEORI

II.1 Mikropaleontologi

Mikropaleontologi adalah cabang ilmu paleontologi (paleobotani/ paleozoologi)


yang khusus membahas semua sistem organisma yang berukuran kecil, mikroskopik
sehingga pelaksanaannya harus menggunakan alat bantu mikroskop. MikrofosiL
adalah setiap fosil (biasanya kecil) yang untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya
paling baik, dilakukan dibawah mikroskop (JONES, 1963). Mikrofosil dapat terdiri
dari sisa-sisa mikroorganisme uniseluler / multiseluler ataupun fragmen-fragmen dari
kegiatan mikroorganisme tersebut. Sebagai contoh yang termasuk mikrofosil adalah :

3. Golongan binatang: skelet radiolaria, test foraminifera, cangkang ostracoda,


conodonta, byrozoa dan sebagainya.
4. Golongan tumbuh-tumbuhan: test diatomea, flagellata, polen, dinoflagellata
dan sebagainya.
Dari istilah-istilah diatas, maka yang termasuk dalam mikrofosil bukan saja
golongan binatang/tumbuhan yang berukuran kecil saja, tetap saja fosil-fosil
besar/fragmen-fragmen binatang invertabrata/vertebrata yang untuk mempelajari
susunan rangka strukturnya dibutuhkan pengamatan di bawah mikroskop. Dengan
demikian, mikropaleontologi bukan hanya ilmu yang mempelajari foraminifera,
ostracoda, cocolith, dinoflagellata ataupun codonta saja, tetapi juga mempelajari fosil
golongan organisme lain asalkan pada pengamatan dibutuhkan alat bantu mikroskop.

Cara hidup mikrofosil dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut :

1. Pellagic, yaitu cara hidup organisme dengan mengambangkan diri atau


mengapung. Cara pellagic ini meliputi:
a. Nektonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambang sehingga
dapat bergerak bebas atau bergerak secara aktif.
b. Planktonik, yaitu organisme yang hidupnya mengambangkan diri dan
bergerak bergantung pada arah arus atau bergerak secara pasif.
2. Benthonic, merupakan cara hidup organisme yang berada pada dasar laut.
Berdasarkan cara hidupnya maka benthonik dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Sessile yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara
menambatkan diri terhadap benda-benda disekitarnya.
b. Vagille yaitu organisme yang hidupnya di dasar laut dengan cara
merayap.
II.2 Kegunaan Mikrofosil

Dalam llmu Geologi serta Dunia Industri Mikrofosil seperti Foraminifera


dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Oleh karena itu, seorang ahli
paleontologi dapat meneliti sekeping kecil contoh batuan yang diperoleh selama
pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan
saat batuan tersebut terbentuk.

Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi


dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil
foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu
pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna
meningkatkan produktifikas minyak.

Selain dapat menentukan daerah prospek minyak, mikrofosil juga digunakan dalam
menentukan kondisi geologi suatu daerah serta dapat menentukan umur batuan suatu
daerah projek. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat menentukan sejarah geologi,
menentukan umur dari pada batuan dan lingkungan pengendapannya.

Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :

1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu

Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu yaitu fosil yang dipergunakan sebagai


penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal
pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal. Contohnya:
Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.

2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman

Fosil bathymetry/fosil kedalaman yaitu fosil yang dipergunakan untuk


menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai
adalah benthos yang hidup di dasar. Contohnya: Elphidium spp penciri
lingkungan transisi.

3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic

Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic yaitu fosil yang mencirikan khas


yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh: Globorotalia tumida
penciri N18.

4. Fosil lingkungan Fosil

Lingkungan yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan


sedimentasi. Contohnya: Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut dalam.

5. Fosil iklim

Fosil iklim yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada
saat itu. Contohnya: Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.

II.1.2 Tahapan Peneletian Mikrofosil

Sebelum melakukan penelitian mikrofosil adapun tahap-tahap persiapan yang


harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk fosil
mikro maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil
haruslah batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih
ditempatnya.
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan
tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan
interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel di lapangan, yaitu
a. Jenis batuan
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi
halus. Namun perlu diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya
dapat dijumpai pada batuan-batuan tertentu. Kesalahan pengambilan
sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil
foraminifera kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit,
kalkarenit halus, batupasir karbonatan halus. Fosil Foraminifera besar,
dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone

b. Metode sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi
dapat dilakukan seperti berikut ini :

a. Splot sampling

Spot Sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda


terbaik untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang
seragam, seperti pada lapisan serpih tebal, batu gamping dan
batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan channel
sample (parit sampel) sepanjang 30 cm pada setiap interval 1,5
meter.

b. Channel Sampling (sampel paritan)

Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m)


pada suatu litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan
yang cepat, channel sample dilakukan pada setiap perubahan unit
litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih yang
tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga
pada serpih dengan lensa tipis batugamping.

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel


batuan, yaitu :

1. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena
dikhawatirkan fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.

2. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan


mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat
mengawetkan fosil. Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara
lain batulempung (claystone), batuserpih (shalestone), batunapal
(marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone), batugamping
bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.

3. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan


fosil.

4. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang


diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga
mencerminkan kondisi normal.

5. Jenis Sampel

Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu


singkapan. Sampel yang baik adalah yang diketahui posisi
stratigrafinya terhadap singkapan yang lain, namun terkadang pada
pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan
analisa umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan
penggalian sedalam > 30 cm atau dicari yang masih relatif segar
(tidak lapuk).
Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam
aturan sampling batuan hingga pemisahan fosil dari material asing
yang non-fosil.

Penguraian/pencucian

Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :

Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga
berukuran dengan diameter 3-6 mm.

Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk


dan dipanaskan.

Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam)


jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman
menggunakan air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.

Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.

Pemisahan fosil

Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan


menggunakan jarum dari cawan tempat contoh batuan, untuk
memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air
(jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan),
pada saat pengambilan fosil dari pengotor harus dilakukan dengan
hati-hati, karena apabila pada saat pengambilannya tidak hati-hati
maka fosil tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga tidak
bisa untuk dilanjutkan pendeskripsiannya. Alat-alat yang
dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian adalah:

1. Cawan untuk tempat contoh batuan

2. Jarum untuk mengambil batuan

3. Kuas bulu halus

4. Cawan tempat air

5. Lem untuk merekatkan fosil

6. Kertas untuk memberi nama fosil

7. Tempat fosil

8. Mikroskop

c. Kualitas sampel
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang
didapatkan baik untuk dideterminasi atau dianalisa. Untuk
mendapatkan fosil yang baik maka dalam pengambilan suatu contoh
batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria
berikut ini:

Bersih

Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus


membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang
menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan
ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari
tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang. Khusus untuk sampel
pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari
udara terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan
serbuk sari yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu cara
yang cukup baik, bisa dilkukan dengan memasukkan sampel yang
sudah dibersihkan tersebut kedalam lubang metal/fiberglass yang
bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh
batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan
preparasi kita bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh
batuan tersebut.

Representif dan Komplit

Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili


suatu sisipan ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang
lengkap, ambil sekitar 200-500 gram batuan sedimen yang sudah
dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung
mikrofosil, berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada
analisa nannoplankton hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk
setiap sampelnya.

Pasti

Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu


kemasan kedap air (plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta
tahan air, segala keterangan penting tentang sampel tersebut seperti
nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu
pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut
akan pasti manfaatnya.

d. Jenis sampel
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil
pada permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat
diplot dalam peta. Sampel bawah permukaan (sub surface sample).

Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu


pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan
ini dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :

1. inti bor (core); seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu


diambil secara utuh.

2. sampel hancuran (ditch-cutting); lapisan pada kedalaman


tertentu dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian
ditampung.

3. sampel sisi bor (side-wall core); diambil dari sisi-sisi dinding


bor dari lapisan pada kedalaman tertentu.

4. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus


dicatat dengan cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil
runtuhan (caving).

2. Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada
umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam
batuan dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi,
terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada
pemberian label, harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil
optimum. Beberapa contoh teknik preparasi untuk foraminifera & ostracoda,
nannoplankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Foraminifera kecil & Ostracoda

Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan


preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada
batuan sedimen klastik halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau,
batupasir gampingan dan sebagainya.

Caranya adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Ambil 100 300 gram sedimen kering.

2. Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara


perlahan dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.

3. setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam


mangkok dan dilarutkan dengan H2O2 (10 15%) secukupnya untuk
memisahkan mikrofosil dalam batuan tersebut dari matriks (lempung)
yang melingkupinya.

4. Biarkan selama 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.

5. Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci


dengan air yang deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke
bawah adalah 30-80-100 mesh.

6. Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan
kemudian dikeringkan didalam oven ( 600 C).

7. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi
label sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.

8. Sampel siap dideterminasi.


Keterangan gambar:

1. Saringan dengan 30 80 100 mesh

2. Wadah pengamatan mikrofosil.

3. Jarum penguntik.

4. Slide karton (model Jerman, 40 x 25 mm )

5. Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm

Foraminifera besar

Istilah foram besar diberikan untuk golongan foram bentos yang memiliki
ukuran relative besar, jumlah kamar relative banyak, dan struktur dalam
kompleks. Umumnya foram besar banyak dijumpai pada batuan karbonat
khususnya batugamping terumbu dan biasanya berasosiasi dengan algae
yang menghasilkan CaCO3 untuk test foram itu sendiri.

Di Indonesia foraminifera bentos besar sangat banyak ditemukan dan bisa


digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan
menggunakan zonasi foraminifera bentos besar berdasarkan Adams
(1970), dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan dengan
mempergunakan sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan


mesin penyayat/gurinda. Arah sayatan diusahakan memotong struktur
tubuh foraminifera besar yang ada didalamnya.

2. Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut


ditipiskan pada kedua sisinya.
3. Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan
abrasif (karbondum) dan air.

4. Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran


internasional 43 x 30 mm) dengan mempergunakan Kanada Balsam.

5. Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi


transparan dan biasanya ketebalan sekitar 30-50 m.

6. Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam


secukupnya dan kemudian ditutup dengan cover glass. Beri label.

7. Sampel siap dideterminasi

Nannoplankton

Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Dapat dilakukan


dengan dua metode preparasi, yaitu:

Quick smear-slide/metode poles

Smear slide/metode suspense

1. Ambil satu keping contoh batuan segar sebesar 10 gr., bersihkan


dari kotoran yang menempel dengan sikat halus.

2. Cungkil bagian dalam dari sampel tersebut dan letakkan cukilan


tersebut di atas objektif gelas.

3. Beri beberapa tetes aquades untuk melarutkan batuannya dan ratakan.

4. Buang kerikil-kerikil yang kasar yang tidak larut.


5. Panaskan dengan hot plate objektif gelas tersebut hingga larutan
tersebut kering.

6. Setelah kering, bersihkan/tipiskan dengan cover glass supaya lebih


homogen dan tipis.

7. Biarkan mendingin, beri label, sampel siap dideterminasi.

Smear Slide / Metode suspensi

Membutuhkan waktu yang lama, namun hasilnya lebih baik.

1. Ambil contoh batuan dengan berat 10-25 gr. Bersihkan dan usahakan
diambil dari sampel yang segar.

2. Larutkan dalam tabung gelas dengan aquades dan sedikit Natrium


bikarbonat (Na2Co3).

3. Masukkan tabung tersebut kedalam ultrasonik vibrator 1 jam


tergantung pada kerasnya sampel.

4. Saring larutan tersebut dengan mesh 200, kemudian tampung


suspensi dan butiran halusnya kedalam bejana gelas.

5. Biarkan suspensi tersebut mengendap.

6. Teteskan 1-2 tetes pipet kecil dari larutan tersebut di atas gelas
objektif dan panaskan dengan hot plate.

7. Setelah kering teteskan kanada balsam dan dipanaskan hingga lem


tersebut matang dan tutup dengan cover glass.

8. Dinginkan dan beri label.


9. Sampel siap dideterminasi.

Polen

Untuk melepaskan pollen/spora dari mineral-mineral yang


melimgkupinya, dapat dilakukan dengan beberpa tahap preparasi yang
mebutuhkan ketelitian dan ditunjang oleh fasilitas laboratorium yang
lengkap, seperti cerobong asap, ruang asam, tabung-tabung reaksi,
sentrifugal dan sebagainya. Beberapa larutan kimia yang dibutuhkan
adalah: HCl, HF, KOH, dan HNO3

3. Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan
mempergunakan miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya
yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di
bawah mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan tergantung pada jenis
preparasi dan analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis
mikroskop yang dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop
polarisasi dan mikroskop scanning-elektron (SEM).

2. Determinasi

Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di


laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting
selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama
genus dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat
fisik dan kenampakan optik mikrofosil tersebut.

Deskripsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik
maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci
yang bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi.
Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar untuk mengambil
keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.

Ilustrasi

Pada tahap ilustrasi, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat
menjelaskan berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap
gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran
perbesarannya.

Penamaan

Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (17071778) yang kemudian


melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum
yang dikenal dengan Law Of Priority, 1958 yang pada pokoknya
menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu individu
tidak dipergunakan untuk individu yang lain.

Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan
tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspecies terdiri dari tiga
kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang
menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:

o Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah


fosil hingga subspesies diketemukan oleh Blow pada tahun 1969
o Globorotalia ruber elogatus (DOrbigny), 1826, arti dari n. sp adalah
spesies baru.
o Pleurotoma carinata Gray, Var Woodwardi Martin, arti dari penamaan
adalah Gray memberikan nama spesies sedangkan Martin
memberikan nama varietas.
o Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969,s arti dari n.sbsp
adalah subspecies.
o Dentalium (s.str) ruteni Martin, arti dari penamaan adalah fosil
tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan Martin.
o Globorotalia of tumd, arti dari penamaan ini adalah penemu tidak
yakin apakah bentuk tersebut betul Globorotalia tumida tetapi dapat
dibandingkan dengan spesies ini.
o Spaeroidinella aff dehiscen, arti dari penamaan tersebut adalah fosil
ini berdekatan (berfamily) dengan sphaeroidinella dehiscens. (aff =
affiliation)
o Ammobaculites sp, artinya mempunyai bermacam-macam spesies
o Recurvoides sp, artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)

II.2 Foraminifera

Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai


cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-
menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling
sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang.
Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-
partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai
ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Foraminifera memiliki
sekitar 275.000 spesies yang diakui, baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi
fosil. Foraminifera merupakan kelompok yang penting di dalam mikropaleontologi.
Penggunaannya dalam geologi banyak sekali manfaatnya, terutama dalam
biostratigrafi. Sangat mudah ditemukan sebagau fosil pada batan sedimen fraksi halus
yang diendapkan pada lingkungan laut.

TAKSONOMI FORAMINIFERA

Kingdom : Protista
Phylum : Protozoa
SubPhylum : Sarcodina
Superklas : Rhizopoda
Kelas : Foraminiferida
Ordo : Allogromiida, Textulariida, Fusulinida, Rotaliida, dan
Miliolida.
SIKLUS PERKEMBANGBIAKAN

Foraminifera dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu seksual dan
aseksual dan terjadi saling bergantian. Hasil dari dua cara perkembang biakan
tersebut menghasilkan dua bentuk tubuh (dimorphisme), yaitu: Megalosfeer dan
Mikrosfeer.

Megalosfeer dibentuk dari hasil perkembangbiakan yang aseksual. Dicirikan


dengan bentuk yang besar tetapi secara keseluruhan cangkang berukuran kecil

Mikrofeer dibentuk dari hasil perkembangbiakan yang seksual. Dicirikan


dengan bentuk proloculum yang kecil dengan bentuk cangkang secara keseluruhan
besar
Gambar II.1 Siklus Perkembangbiakan Foraminifera

II.2.1 Ciri Fisik

Secara umum tubuh tersusun oleh protoplasma yang terdiri dari endoplasma
dan ectoplasma. Alat gerak berupa Pseudopodia (kaki semu) yang berfungsi juga
untuk menangkap makanan.

II.2.2 Cangkang (Test)

Dalam mempelajari fosil foraminifera biasanya dilakukan dengan mengamati


cangkangnya. Hal ini desebabkan bagian lunaknya (protoplasma) sudah tidak dapat
diketemukan. Cangkang foraminifera tersusun oleh: dinding, kamar, proloculum,
septa, sutura dan aperture.
Gambar II.2 bentuk umum dari foraminifera (amstrong dan brasier, 2005)

1. Dinding
Merupakan lapisan terluar dari cangkang, dapat tersusun dari zat-zat organic
maupun material asing. Dinding cangkang foraminifera pada resen fauna adalah:
Dinding Chitin/tektin: Bentuk dinding paling primitip. Berupa zat
organik menyerupai zat tanduk, fleksibel dan transparan, berwarna kuning
dan tidak berpori. Contoh: Miliolidae
Dinding aglutin/Arenaceous: dinding disusun oleh material asing. Jika
penyusunnya hanya butir-butir pasir disebut arnaceous, jika material mika
dsb., disebut aglutin.
Dinding silikaan: dinding ini jarang diketemukan, bias dari organisme itu
sendiri atau mineral sekunder.
Dinding Gampingan: Terdiri dari empat tipe dinding, yaitu:
1. Dinding porselen, tidak berpori, berwarna opak dan putih, Contoh:
Quinqueloculina.
2. Dinding hyalin, bersifat bening dan transparan serta berpori. Contoh:
Globigerinidae dan Nodosaridae
3. Dinding Granular, terdiri kristal-kristal kalsit yang granular, dalam
sayatan tipis tampak gelap
4. Dinding yang kompleks, terdapat pada golongan Fusulinidae.
2. Morfologi kamar
Merupakan bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada. Bentuk dari
kamar dapat membulat sampai pipih. Antar kamar dipisahkan oleh septa di bagian
dalamnya, pada bagian luar disebut suture. Suturenya sendiri dapat berbentuk lurus
(rectilinier), melengkung atau tertekan.

Kamar petama pada cangkang foramnifera disebut dengan proloculum.


Proloculum dapat disusun hanya satu kamar atau dua sampai tiga kamar yang
berukuran sama. Dibedakan dengan kamar berikutnya adalah penambahan ukurannya
yang lebih besar pada kamar berikutnya.

Bagian sisi luar dari cangkang atau kamar-kamar disebut dengan peri-peri.
Pada genus tertentu biasanya terdapat hiasan.

3. Susunan kamar
Berdasarkan jumlah kamar, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ::
Monothalamus, hanya terdiri dari satu kamar
Polythalamus, tersusun oleh jumlah kamar yang banyak.

Monothalamus:

Berdasarkan bentuknya dibagi menjadi beberapa: bulat, botol, tabung, kombinasi


botol dan tabung, planispiral, dsb.

Gambar II.3 Bentuk cangkang monothalamus: bulat (Saccamina), botol (Lagena),


tabung (Bathysiphon) dan planispiral (Ammodiscus).

Polythalamus:
Cangkang foraminifera disusun oleh lebih dari satu kamar. Terdapat 3 jenis susunan
kamar, yaitu:

1. Uniserial, berupa satu baris susunan kamar yang seragam, contoh: Nodosaria,
dan Siphonogenerina

2. Biserial, berupa dua baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:


Bolivina dan Textularia

3. Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:


Uvigerina dan Bulimina.

Berdasarkan keseragaman susunan kamar dikelompokkan menjadi:

1. Uniformed test: jika disusun oleh satu jenis susunan kamar, misal uniserial
saja atau biserial saja.

2. Biformed test: jika disusun oleh dua macam susunan kamar yang berbeda,
misal diawalnya triserial kemudian menjadi biserial. Contoh: Heterostomella

3. Triformed test: terdiri dari tiga susunan kamar yang berbeda. Contoh:
Valvulina.
Gambar II.4 Skema cangkang foraminifera yang polythalamus (Culiver, 1987)

4. Aperture
Merupakan lobang utama pada cangkang yang biasanya terdapat pada bagian
kamar terakhir. Aperture berfungsi untuk keluarnya protoplasma dan
memasukkan makanan.Tidak semua foraminifera mempunyai aperture terutama
foraminifera besar.Aperture merupakan salah satu kunci untuk mengenali genus
dari foraminifera. Dapat dibedakan berdasarkan:

Bentuk
Posisi
Sifat
Bentuk Aperture
1. Bulat sederhana, terletak diujung kamar terakhir. Contoh: Lagena,
Bathysiphon, dan Cornuspira.

2. Memancar (radiate), berupa lobang bulat dengan kanal-kanal yang


memancar dari pusat lobang. Contoh: Nodosaria, Dentalina, Saracenaria, dan
Planularia.

3. Phialine, berupa lobang bulat dengan bibir dan leher. Contoh: Uvigerina,
Amphicoryna dan Marginulina.

4. Crescentic, berbentuk tapal kuda atau busur panah. Contoh: Nodosarella,


Pleurostomella, dan Turrilina.

5. Virguline/bulimine, Berbentuk seperti koma (,) yang melengkung. Contoh:


Virgulina, Bulimina, dan Cassidulina.

6. Slit like, berbentuk sempit memanjang. Contoh: Sphaerodinella,


Sphaerodinellopsis, Pulleniatina.

7. Ectosolenia, aperture yang mempunyai leher pendek. Contoh Ectosolenia dan


Oolina.

8. Entosolenia, aperture yang mempunyai leher dalam (internal neck). Contoh:


Fissurina, Entosolenia.

9. Multiple, beberapa lobang bulat, kadang berbentuk saringan (cribrate) atau


terdiri dari satu lobang dengan beberapa lobang kecil (accessory). Contoh:
Elphidium, Globigerinoides, Cribrohantkenina.

10. Dendritik, berbentuk seperti ranting pohon, terletak pada septal-face. Contoh:
Dendritina

11. Bergigi, berbentuk lobang melengkung dimana pada bagian dalamnya


terdapat sebuah tonjolan (single tooth). Contoh: Quinqueloculina dan Pyrgo.
12. Berhubungan dengan umbilicus, berbentuk busur, ceruk ataupun persegi,
kadang dilengkapi dengan bibir, gigi-gigi, atau ditutupi selaput tipis (bula).
Contoh: Globigerina, Globoquadrina, dan Globigerinita.

Gambar II.4 Jenis-jenis posisi aperture pada foraminifera kecil (Shrock


&Twenhifel, 1956)
Posisi Aperture

1. Aperture terminal, yaitu aperture yang terletak pada ujung kamar yang
terakhir. Contoh: Cornuspira, Nodosaria, Uvigerina.

2. Aperture on apertural face, yaitu aperture yang terdapat pada bagian kamar
yang terakhir. Contoh: Cribohantkenina, Dendritina.

3. Aperture peripheral, yaitu aperture yang memanjang pada bagian tepi (peri-
peri). Contoh: Cibicides.

4. Aperture umbilical, aperture yang terletak pada umbilikus (sumbu


perputaran). Sebagian besar plangtonik memiliki aperture ini.

Sifat Aperture

1. Aperture primer, yaitu aperture utama, biasanya terdapat di kamar akhir.

2. Aperture sekunder, yaitu aperture lain yang dijumpai juga di kamar terakhir.

3. Aperture asesori, yaitu aperture yang merupakan hiasan saja, terletak di luar
kamar terakhir.

II.2.3 Hiasan/Ornamtasi

Ornamentasi adalah struktur-struktur mikro yang menghiasi bentuk fisik dari


cangkang foraminifera. Ornamentasi ini kadang-kadang sangat khas untuk cangkang
foraminifera tertentu, sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu kriteria dalam
klasifikasi.

1. Keel, selaput tipis yang mengelilingi bagian periphery. Contoh: Globorotalia,


Siphonina.

2. Costae, galengan vertikal yang dihubungkan oleh garis-garis sutura yang


halus. Contoh: Bulimina, Uvigerina.
3. Spine, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi kamar. Contoh: Hantkenina,
Asterorotalia.

4. Retral processes, merupakan garis sutura yang berkelok-kelok, biasa


dijumpai pada Amphistegina.

5. Bridged sutures, garis-garis sutura yang terbentuk dari septa yang terputus-
putus. Biasa dijumpai pada Elphidium.

6. Reticulate, dinding cangkang yang terbuat dari tempelan material asing


(arenaceous).

7. Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berpori bulat dan kasar.

8. Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.

II.3 Foraminifera Plangtonik

Jumlah spesies foraminifera plangtonik sangat kecil jika dibandingkan dengan


ribuan spesies dari golongan benthonik. Mempunyai arti yang sangat penting, karena
dapat digunakan untuk korelasi regional jarak jauh. Golongan ini umumnya tidak
peka terhadap perubahan fasies, namun ada beberapa faktor ekologi yang sangat
berpengaruh, yaitu: salinitas dan temperatur.

Sifat hidupnya adalah mengambang pada air laut, dengan kedalaman terbaik 6
30 meter. Foraminifera plangtonik resen diketemukan hidup melimpah pada daerah-
daerah tropis sampai subtropis. Memiliki dua jenis perputaran yaitu sinistral dan
dektral.

Ciri Fisik

Ciri fisik secara umum dari foraminifera plangtonik adalah:

Bentuk test biasanya adalah bulat.


Susunan kamar pada umumnya adalah trochospiral, beberapa planispiral.
Komposisi test berupa gampingan dan hyalin.
Ekologi

1. Air dingin (Zona Kutub): Globigerina pachyderma, Globorotalia dutertrei.

2. Zona temperat: Globigerina bulloides, Globorotalia inflata, Globorotalia


canariensis.

3. Zona tropis subtropis: Globigerinoides rubber, Globigerinoides


sacculiferus, Globigerinoides conglobata.

4. Air hangat (Zona tropis): Orbulina universa, Globigerina eggeri,


Globigerinella aequilateralis, Globorotalia menardii, Globorotalia tumida,
Pulleniatina obliqueloculata.

II.3.1 Morfologi Foraminifera Plangtonik

1. Susunan kamar
Susunan kamar Foraminifera planktonik dibagi menjadi:
Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat
dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh:
Hastigerina.
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua
kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak
sama. Contohnya: Globigerina.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh:
Pulleniatina.
2. Bentuk
Dibedakan menjadi dua yaitu bentuk kamar dan bentuk test. Bentuk kamar
dapat globular, rhomboid menyudut, atau kerucut menyudut. Bentuk test
dapat membulat, atau ellips.
3. Suture
Dalam penentuan genus foraminifera, suture sangat berguna. Suture dapat
tertekan atau tidak. Pendeskripsian meliputi pandangan dorsal maupun
ventral.
4. Aperture
Macam-macam aperture yang dikenal pada Foraminifera planktonik:
Primary aperture interiomarginal, yaitu:
Primary aperture interiomarginal umbilical adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilical atau pusat
putaran. Contoh: Globigerina.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical yaitu
aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah
umbilicus melebar sampai peri-peri. Contohnya: Globorotalia.
Primary aperture interiomarginal equatorial yaitu aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri
dari samping terlihat simetri dan hanya dijumpai pada susunan
kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan
putaran sebelumnya pada peri-peri. Contohnya: Hestigerina.
Secondary aperture/supplementary aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang
tambahan dari aperture utama.contoh: Globigerinoides.
Accessory aperture
Yaitu aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture
tambahan. Contohnya: Catapsydrax.
5. Komposisi test
Kebanyakan datri foraminifera plangtonik mempunyai dinding test gamping
hyaline.
6. Hiasan atau Ornamentasi
Hiasan sangat khas paa genus tertentu. Isal spine khas pada Hantkenina, keel
pada Globorotalia.

II.3.2 Sistematika ForaminiferaPlangtonik

Terdapat tiga family yang sering dijumpai pada foraminifera plangtonik


(Cushman, 1950). Ketiga family tersebut adalah Globigerinidae, Globorotaliidae dan
Hantkeninidae. Jumlah genus sekitar 23.

1. Family Globigerinidae
Trochoid, aperture umbilikal, pada kamar terakhir cenderung planispiral, test
tersusun zat gampingan, permukaan test kasar berstruktur cancellate, sebagian
besar memiliki duri-duri halus, aperture biasanya besar. Muncul sejak Kapur
Awal sampai sekarang. Genus yang masuk dalam famili ini adalah: Globigerina,
Globigerinoides, Globigerinatella, Globigerinella, Globogerinelloides,
Hastigerina, Hastigerinella, Orbulina, Pulleniatina, Sphaeroidinella, Candeina,
dan Candorbulina.
a. Genus: Globigeruna dOrbigny 1826
Test terputar helicoid, kamar globular, komposisi test gamping hyaline.
Kadang dijumpai duri-duri halus, aperture umbilical berbentuk koma.
b. Genus: Globigerinoides Cushman, 1927
Secara umum hamper sama dengan Globigeruna, perbedaan terletak pada
adanya aperture sekunder pada Globigerinoides, aperture sekunder terlihat
pada pandangan dorsal.
c. Genus: Hestigerina Wyville Thomson, 1876
Test awal terputar trochoid kemudian berubah planispiral, evolute, test
gampingan, kamar globular, aperture interiomarginal equatorial.
d. Genus: Orbulina dOrbigny, 1839
Test pada awalnya menyerupai Globigerina, namun dalam perkembangan
kamar terakhir menutupi hampir semua kamar-kamar sebelumnya. Tidak
mempunyai aperture yang nyata.
e. Genus: Pulleniatina, Cushman, 1927
Test pada awalnya menyerupai Globigerina, dengan dinding cancellate serta
spine halus, involute, aperture lonjong busur pada dasar kamar
f. Genus: Sphaeroidinella Cushman, 1927
Test pada awalnya menyerupai Globigerina, dinding cancellate kasar dengan
spine halus. Dua atau Tiga kamar terakhir terpisahkan dengan jelas.

2. Family Globorotaliidae
a. Genus globorotalia Cushman,1927
Test trochoid rendah, berbentuk bikonvek. Kadang mempunyai hiasan keel
pada peri-peri, kamar globular- rhomboid. Aperture interiomarginal umbilical
ekstra umbilical.
b. Genus Globotruncana Cushman, 1927
Test trochoid pada awalnya, bentuk kamar membulat, pandangan dorsal dan
ventral datar atau cembung, hiasan keel, aperture umbilical.
3. Family Hantkeninidae
Genus hatkenina Cushman, 1924
Test planispiral dengan putaran tertutup, secara umum involute, dinding
gampingan, hiasan berupa tanduk pada setiap kamar.
II.4 Foraminifera Bentonik

Jumlah spesies foramnifera benthic sangat besar. Golongan ini


memiliki arti penting, terutama dalam penentuan lingkungan
pengendapan, sehingga bagus untuk analisa lingkungan
pengendapan.

Secara umum cukup mudah untuk membedakan antara foram


kecil benthonic dengan foram kecil plangtonik. Foraminifera
benthonik memiliki ciri umum sebagai berikut:

Test/cangkang : bulat, beberapa agak prismatic


Susunan kamar : sangat bervariasi
Komposisi test : gamping hyalin, arenaceous, silikaan
Hidup di laut pada dasar substratum

Susunan Kamar

Berdasarkan jumlah kamar, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

Monothalamus, hanya terdiri dari satu kamar


Polythalamus, tersusun oleh jumlah kamar yang banyak
Tersusun oleh satu kamar, dapat dibedakan atas bentuknya :

Bulat : contoh Saccamina


Botol : Lagena
Tabung : Bathysiphon
Terputar planispiral : Ammodiscus

Cangkang foraminifera disusun oleh lebih dari satu kamar. Terdapat 3 jenis susunan
kamar, yaitu :
Uniserial, berupa satu baris susunan kamar yang seragam, contoh :
Nodosaria, dan Siphonogenerina
Biserial, berupa dua baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh :
Bolivina dan Textularia
Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh :
Uvigerina dan Bulimina
Berdasarkan variasi susunan kamar dikelompokkan menjadi :

Uniformed test : jika disusun oleh satu jenis susunan kamar, missal
uniserial saja atau biserial saja
Biformed test : jika disusun oleh dua macam susunan kamar yang
berbeda, misal diawalnya triserial kemudian menjadi biserial. Contoh:
Heterostomella
Triformed test : terdiri dari tiga susunan kamar yang berbeda. Contoh:
Valvulina.
Susunan kamar uniserial dapat berkembang kedalam bentuk test:

Planispiral : terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan dan
jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Elphidium,
Amphistegina, dsb.

Lurus : tidak terputar, dapat mempunyai leher atau tidak. Contoh :


Nodosaria, Nodogerina, dsb

Melengkung, berbentuk kurva. Contoh: Dentalina.

Bentuk

Dibedakan menjadi dua yaitu bentuk kamar dan bentuk test. Bentuk kamar dapat
globular, rhomboid menyudut, atau kerucut menyudut. Bentuk test dapat membulat,
atau ellips.

Komposisi test

Kebaanyakan dari foraminifera kecil benthic mempunyai dinding test gamping


hyaline, porselen, dan arenaceous.
Hiasan atau ornamentasi

Hiasan sangat penting karena sangat khas pada genus tertentu. Misal bridged sutures
khas pada Elphidium, retral processes pada Amphistegina.

II.5 Foraminifera Besar

Foramnifera besar secara fisik dapat langsung dibedakan dengan


ukuran tubuhnya yang lebih besar dari foraminifera kecil.
Foraminifera besar hidup secara benthic di laut dangkal pada zona
neritik dalam (30-80m), berasosiasi dengan koral membentuk
batugamping terumbu. Walaupun berukuran besar, namun untuk
identifikasi harus dilakukan dengan sayatan tipis, karena memiliki
struktur bagian dalam yang rumit. Kisaran umur dari foraminifera
besar dalam skala waktu geologi tergolong pendek, sehingga dapat
dipergunakan dalam penentuan umur.

Jenis-jenis sayatan tipis

Unruk dapat mengidentifikasi foraminifera besar diperlukan suau sayatan


tipis. Sayatan tipis terbaik adalah melalui proloculus yang pada beberapa
genus terkadang tidak berada ditengah-tengah. Berikut ini beberapa jenis
sayatan tipis:
a. Sayatan median (ekuatorial), merupakan sayatan pada bagian tengah
diambil pada posisi tegak lurus sumbu putaran. Bentuk yang terlihat
merupakan lingkaran.
b. Sayatan sumbu (axial section), merupakan sayatan yang sejajar sumbu
putaran melalui bagian tengah. Bentuk yang terlihat berupa ellips yang
cembung pada bagian tengahnya.
c. Sayatan Oblique, merupakan sayatan sembarang tidak melalui bagian
tengah. Berbentuk ellips asimetri.
d. Sayatan tengensial, merupakan sayatan yang sejajar dengan sayatan
median, tetapi tidak melalui bagian tengahnya. Berbentuk lingkaran
yang lebih kecil dari sayatan median.
II.5.1. Morfologi Foraminifera Bersar

Morfologi foraminifera besar sangat rumit, sehingga diperlukan sayatan tipis untuk
dapat mengenali atau mengidentifikasi taksanya. Beberapa hal yang diperlukan dalam
pengamatan foraminifera besar adalah: Kamar, bentuk test, jenis putaran, dan
ornamentasi struktur dalam.

a. Kamar
Jumlah kamar dari foraminifera besar sangat banyak dan terputar, serta tumbuh
secara bergradasi. Jenis kamar dapat dibedakan atas kamar embrional, ekuatorial
dan lateral. Pengenalan yang baik terhadap jenis kamar sangat membantu dalam
taksoomi.

Kamar embrional
Merupakan kamar yang tumbuh pertama kali atau dikenal sebagai
proloculus. Pada umumnya proloculus dijumpai di bagian tengah, namun
beberapa genus terdapat di bagian tepi seperti Miogypsina. Kamar
embrional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu protoconch dan
deutroconch. Tekadang diantara kamar embrionik dengan kamar
ekuatorial terdapat kamar nepionik, namun dalam pengamatan suit untuk
dikenali.
Susunan kamar embrionik, a1) protoconch, a2) deutroconch,
b1-4) kamar-kamar nepionik.
Kamar ekuatorial
Kamar ini terdapat pada bidang ekuatorial. Jumlah kamar ekuatorial
sangat membantu untuk mengetahui jumlah putaran dari test foraminifera
besar. Jumlah putaran pada beberapa golongan menjadi pembeda diantara
beberapa genus.
Kamar lateral
Kamar lateral terdapat di atas dan di bawah dari kamar-kamar ekuatorial.
Identifikasi pada kamar ini ada pada tebal-tipisnya dinding kamar (septa
filament), selain itu pada beberapa genus sering dijumpai adanya stolon
yang menghubungkan rongga antar kamar. Jumlah kamar terkadang
memberikan pengaruh namun tidak terlalu signifikan.
b. Bentuk test
Bentuk test adalah identifikasi awal yang dapat dikenali. Bentuk dasar test
dibedakan menjadi beberapa: diskoid, fusiform (cerutu), bintang, dan trigonal.
1. Bentuk diskoid dicirikan dengan sumbu perputaran pendek dan sumbu
ekuatorial panjang. Mudah dikenali dengan bentuk relatif cembung atau
bikonvek. Contoh genus: Nummulites, Discocyclina, Lepidocyclina dan
Camerina.
2. Bentuk fusiform (cerutu) memiliki sumbu putaran yang lebih panjang
dari sumbu ekuatorial. Contoh genus adalah Fussulina, Alveolina, dan
Schwagerina.
3. Bentuk bintang dicirikan bertumbuhnya kamar ke berbagai arah
dengan tidak teratur. Sangat sedikit genus yang mempunyai benuk test seperti ini,
contohnya Asterocyclina.
4. Bentuk trigonal dicirikan dengan pertumbuhan kamar annular
membentuk segitiga. Kamar embrional biasanya terdapat di bagian tepi. Contoh:
Miogypsina.

Bentuk-bentuk dasar dari test foraminifera besar

II.6. AplikasiMikropalentologi

Masalah masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan


sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga
mengunakan metode metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat.

Penentuan kisaran umur dengan mengunakan foraminifera planktonik,


dilakukan degan langkah langkah sebagai berikut:
a. Mengenalisa fosil foraminifera palakton dari suatu batuan sampai ke tingkat
spesiesnya.
b. Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil
foram plankton yang telah diamati dan dianalisa.
c. Menetukan kisaran umur fosil foram plankton yang muncul akhir dan umur yang
punah awal.
d. Maka umur batuan yang didapatkan merupakan suatu range dari hasil nomor C

2.8.1 Penentuan Umur

Penentuan umur batuan dengan foraminifera dan mikrofosil yang lain


rnemiliki
beberapa keuntungan, yaitu:
1. Mudah,murah, dan cepat
2. Didukung oleh publikasi yang banyak
3. Banyak digunakan di berbagai ekplorasi minyak bumi
4. Keterdapatannya hampir semua batuan sedimen yang mengandung unsur
karbonat.

Biostratigrafi dan Biozonasi


Satuan biostratigrafi adalah tubuh lapisan batuan yang dikenali berdasarkan
kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagi sendi pembeda tubuh batuan di
sekitarnya. Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran gejala
paleontologi yang mencirikannya (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Satuan dasar biostratigrafi adalah zona. Zona adalah suatu lapisan atau
tubuh lapisan batuan yang dicirikan oleh suatu takson atau lebih. Kegunaan dari
zona antara lain sebagai penunjuk umur, penunjuk lingkungan pengendapan,
korelasi tubuh lapisan batuan, dan untuk mengetahui kedudukan
kronostratigrafi tubuh lapisan batuan. Urutan tingkatan satuan biostratigrafi resmi
dari besar sampai kecil adalah superzona, zona, subzona dan zonula.

Terdapat empat zona satuan biostratigrafi yang telah ditentukan dalam Sandi
Stratigrafi Indonesia (1996) atau disebut Biozonasi, yaitu:
a. Zona selang ( Interval zone ).

Zona selang ialah selang stratigrafi antara dua horizon biostratigrafi (horizon
biostratigrafi yaitu awal atau akhir peMunculan takson takson penciri).
Kegunaan secara umum untuk korelasi tubuh tubuh lapisan batuan. Batas atas
dan bawah suatu zona selang ditentukan oleh horizon pemunculan awal atau akhir
suatu takson penciri.

2. Zona Puncak ( Acme zone ).

Zona puncak adalah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan


maksimum suatu takson tertentu (pada umumnya perkembangan maksimum
adalah junlah maksimum populasi atau takson dan bukan seluruh kisarannya).
Kegunaan dalam hal-hal tertentu adalah untuk menunjukkan kedudukan
kronostratigrafi tubuh lapisan batuan, juga sebagai penunjuk lingkungan
pengendapan. Batas vertikal dan horizontal zona ini bersifat subjektif.

3. Zona Kumpulan ( Asesmblage zone ).

Zona kumpulan adalah kumpulan sejumlah lapisan yang dicirikan oleh


kumpulan alamiah fosil yang khas atau kumpulan suatu jenis fosil. Kegunaan
zona ini adalah sebagai penunjuk lingkungan pengendapan purba. Batas dan
kelanjutan zona kumpulan ditentukan oleh batas terdapatnya kebersamaan
(kemasyarakatan) umur umur utama dalam kesinambungan yang wajar.

4. Zona kisaran ( Range zone ).

Zona kisaran adalah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi
unsur terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada (zona kisaran dapat berupa
kisaran umur suatu takson, kumpulan takson, takson-takson yang bermasyarakat,
atau ciri paleontologi yang lain yang menunjukkan kisaran). Kegunaan zona
kisaran terutama untuk korelasi tubuh batuan dan sebagai dasar penempatan
batuan-batuan dalam skala waktu geologi. Batas dan kelanjutan zona kisaran
ditentukan oleh penyebaran vertikal maupun horizontal takson yang
mencirikannya.

Gambar . Penentuan kisaran Umur contoh batuan foraminifera plankton


Gambar Biozonasi foraminifera kecil benthik pada seri endapan Neogen dan Pliosen
di cekungan Jawa Timur Utara (Soeka dkk,1980).

II.6.2 Penentuan Lingkungan Pengendapan

Salah satu kegunaan dari mikrofosil khususnya foraminifera adalah untuk


penentuan lingkungan pengendapan purba.Yang dimaksud dengan lingkungan
pengendapan adalah tempat dimana batuan sedimen tersebut terendapkan, dapat
diketahui dari aspek fisik, kimiawi dan biologis.Aspek biologis inilah yang disebut
dengan fosil.Untuk dapat mengetahui lingkungan pengendapannya dapat
menggunakan fosil foraminfera kecil benthik.Beberapa fosil penciri lingkungan
pengendapan adalah :
1.Habitat air payau: mengandung foraminifera arenaceous seperti: Ammotium,
Trochannmina, dan MiIiammina.
2. Habitat Laguna: fauna air payau masih dijumpai ditambah dengan Ammonia dan
Elphidium.
3. Habitat Pantai Terbuka: Lingkungan dengan energi yang kuat. Didominasi oleh
fauna berukuran besar seperti: Elphidium spp., Ammonia becarii dan Amphistegina.
4. Zona Neritik Dalam (0-30 m): Elphidium, Eggerella advena danTextularia.
5. Zona Neritik Tengah (30-100 m) : Eponides, Cibicides, Robulus, dan Cassidulina.
6. Zona Neritik Luar (100-200 m): Bolivina, Marginulina, Siphonina dan Uvigerina.
7. Zona Bathyal Atas (200-500 m): Luvigerina spp., Bulimina,Valvulineria, Bolivina
dan Gyroidina soldanii.
8. Zona Bathyal Tengah (500-1000 m): Cyclammina, Chilostomella, Cibicides
wuellerstorfi dan Cibicides rugosus.
9. Zona Bathyal Bawah (1000-2000 m): Melonis barleanus, Uvigerina hispida,
Uvigerina peregrina dan Or idorsalis umbonatus.
l0.Zona Abyssal (2000-5000 m): Melonis pompiloides, Uvigerina ampulacea,
Bulimina rostrata, cibicides mexicanus, dan Eponides tumidulus.
ll. Zona Hadal (> 5000 m): Bathysiphon, Recurvoides turbinatus.
Gambar Zona Bathimetri dan perkembangan Foraminifera

Gambar Penentuan kedalaman pengendapan pada contoh batuan berdasarkan kualitas


foraminifera benthik yang dijumpai dalam satu sampel.
Tabel Rasio plangtonik dari Foraminfera (Grimsdale & Markhoven, 1955)
Gambar Sirkulasi arus laut yang besar pada samudra di dunia (Kennet, 1985)

Anda mungkin juga menyukai