Anda di halaman 1dari 5

Paleoekologi & Mikrofosil

Aldi Irfan (111.170.019)

1. Paleoekologi

Paleoekologi berasal dari kata ‘Paleo’ yang berarti purba, tua, primitive dan ‘ekologi’ yang
berarti ilmu yang mempelajari tentang hubungan lingkungan dengan organisme. Jadi,
paleoekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan lingkungan dengan organisme
pada masa lampau.
Paleoekologi muncul dari bidang paleontologi pada 1950-an, meskipun ahli paleontologi
telah melakukan penelitian paleoekologi sejak penciptaan paleontologi pada 1700-an dan
1800-an. Menggabungkan pendekatan investigasi mencari fosil dengan pendekatan teoritis
Charles Darwin dan Alexander von Humboldt, paleoecology dimulai ketika ahli paleontologi
mulai memeriksa baik organisme purba yang mereka temukan dan lingkungan yang
direkonstruksi di mana mereka tinggal. Penggambaran visual masyarakat laut dan terestrial
masa lalu telah dianggap sebagai bentuk awal paleoekologi.

Adapun beberapa faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada kehidupan organisme
yang kemudian juga mempengaruhi prses interaksi antara organism tersebut dengan
lingkungannya adalah :

1. Suhu dan kelembaban


Suhu dan kelembaban suatu daerah pada waktu teretntu dapat diwakili oleh iklim yang
berkembang pada saat itu. Adapun iklim juga sangat berpengaruh terhadap naik-turunnya
muka air laut, sehingga pendekatan yang dilakukan dalam analisis suhu dan kelembaban dapat
dilakukan dengan palinologi.

2. Pengaruh marine-nonmarine
Fluktuasi muka laut membawa pengaruh yang berbeda terhadap kondisi lingkungan di
sekitarnya.

3. Kedalaman
Kedalaman dari suatu lingkungan dapat diketahui dengan melakukan determinasi terhadap
asosiasi dari foraminifera kecil bentos dan moluska yang mencerminkan lingkungan tertentu.

4. Kadar garam atau salinitas


Pada umumnya mikrofauna hidup pada laut dengan salinitas normal, ke arah hyperhalin
mikrofauna cenderung semakin menurun jumlahnya.

5. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat mempengaruhi masuknya sinar matahari ke dalam air. Sinar matahari
yang kurang akan mempengaruhi sumber makanan bagi mikrofaunanya.
2. Mikrofosil
Mikrofosil adalah fosil yang umumnya berukuran kecil sehingga membutuhkan alat bantu
berupa mikroskop untuk mempelajarinya.

JENIS-JENIS MIKROFOSIL
Berdasarkan komposisi dinding cangkang
1. Siliceous Mikrofosil
Yaitu mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari silikon
a. Radiolaria
Radiolaria, juga disebut Radiozoa, adalah protozoa dari diameter 0,1-0,2 mm yang
menghasilkan rangka mineral yang rumit, biasanya dengan kapsul pusat membagi sel ke
bagian dalam dan luar endoplasma dan ektoplasma. Mereka ditemukan
sebagai zooplankton seluruh samudera, dan sisa-sisa kerangka mereka membuat sebagian
besar dari sampul dasar laut sebagai cairan mengandung silika. Karena mereka cepat turn-
over spesies, mereka adalah fosil diagnostik penting yang ditemukan dari Kambrium dan
setelahnya. Beberapa fosil radiolaria umum
termasuk Actinomma, Heliosphaera dan Hexadoridium.
b. Diatom
Diatom (dari bahasa Yunani dia yang berarti ' through ' dan tomos yang berarti ' cutting ')
adalah suatu kelompok besar dari algaplankton yang termasuk paling sering ditemui.
Kebanyakan diatom adalah bersel tunggal, walaupun beberapa membentuk rantai atau koloni.
Sel diatom dilapisi dinding sel unik yang terbuat dari silika. Diatom memiliki klorofil dan
mampu berfotosintesis
c. Silicoflagelata & Ebridians
Silicoflagellata tersebar secara luas di seluruh dunia, hidup pada zona neritik dan juga
perairan dingin. Silicoflagellata adalah plankton laut yang mampu memperoleh energi baik
sesara autotrof maupun heterotrof. Silicoflagellata merupakan fitoplankton yang berukuran
sangat kecil yakni 6-20μm. Tubuh organisme ini berbentuk seperti lempeng bintang dengan
pseudopodia yang muncul dari permukaan tubuhnya dan membentuk duri. Selnya memiliki
banyak plastida kecil yang berbentuk bulat (Roger, 1988). Pergerakan tubuhnya dilakukan
dengan bantuan salah satu flagella yang panjang. Flagella terletak didekat salah satu duri pada
permukaan tubuhnya. Duri pada kerangka pada organisme ini berfungsi untuk mengapung
diperairan. Kerangka Silicoflagellata biasanya terdiri 1-2% dari komponen mengandung silika
sedimen laut.
2. Phosphatic Mikrofosil
Yaitu mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.

a. Conodonta
Conodonta adalah chordata yang telah punah dan menyerupai belut. Makhluk ini
diklasifikasikan ke dalam kelas Conodonta. Selama bertahun-tahun, hanya fosil gigi makhluk
ini yang ditemukan (dan disebut elemen conodont), hingga akhirnya suatu hari fosil conodont
yang bergigi ditemukan. Hingga kini, informasi mengenai jaringan lembut conodont masih
kurang banyak diketahui. Hewan ini juga disebut Conodontophora (pembawa conodont)
untuk menghindari ambiguitas
3. Calcareous mikrofosil
Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.

a. Foraminifera
Foraminifera, Atau Disingkat Foram, Adalah Grup Besar Protista Amoeboid Dengan
Pseudopodia. Cangkang Atau Kerangka. Foraminifera Merupakan Petunjuk Dalam Pencarian
Sumber Daya Minyak, Gas Alam Dan Mineral.
Foraminifera Merupakan Makhluk Hidup Yang Secara Taksonomi Berada Di
Bawah Kingdom Protista, Filum Sarcomastigophora, Subfilum Sarcodina, Superkelas
Rhizopoda, Kelas Granuloreticulosea, Dan Ordo Foraminiferida. Foraminifera Berdasarkan
Cara Hidupnya Dibagi Menjadi Dua Kelompok, Yaitu Foraminifera Yang Hidup Di Dasar
Laut (Benthonic Foraminifera) Dan Foraminifera Yang Hidup Mengambang Mengikuti Arus
(Panktonic Foraminifera). Foraminifera Bentonik Pertama Mulai Hidup Sejak Zaman
Kambrium Sampai Saat Ini, Sedangkan Foraminifera Planktonik Hidup Dari Zaman Jura
Sampai Saat Ini. Foraminifera, Sekalipun Merupakan Protozoa Bersel Satu, Merupakan Suatu
Kelompok Organism Yang Sangat Komplek. Foraminifera Dibagi Menjadi 12 Subordo Oleh
Loeblich Dan Tappan (1984) Dan Lebih Dari 60,000 Spesies Telah Terindentifikasi Hidup
Selama Fanerozoikum (Phanerozoic, Dari Kira-Kira 542 Juta Tahun Yang Lalu Sampai
Sekarang).
a) Foraminifera Bentonik
Sebagai Indikator Lingkungan Pengendapan
Foraminifera gampingan yang berbentuk cakram dan berukuran relatif besar (foram
besar), menunjukkan laut dangkal, dekat pantai dan beriklim tropis sampai subtropis. contoh:
famili camerinidae, peneroplinidae, alveolinidae, amphisteginidae, calcarinidae, dan
planorbulinidae. famili yang sudah punah & diduga hidup dalam kondisi yang sama adalah
orbitoididae, discocyciclinidae, dan miogypsinidae.
Assemblage (Kumpulan) yang sama dgn di atas tetapi ditambah dengan bentuk foram
sesil carpentaria, serta rupertia dan cupularia dari bryozoa dan sedikit foram plangtonik
menunjukkan lingkungan terumbu.Kumpulan fosil yang hampir semuanya terdiri dari bentuk-
bentuk arenaceous seperti hormosina, cyclammina, haplophragmoides, trochammina,
gaudryna dan verneullina, seringkali dihubungkan dengan lingkungan turbidit, pengendapan
pada mulut suatu delta yang besar, serta pengendapan kembali suatu longsoran lempung.
b) Foraminifera Plangtonik
Sebagai Indikator Lingkungan
Golongan Plangton Banyak Hidup Pada Kedalaman 30 Meter Di Bawah Permukaan
Laut. Jarang Yang Hidup Pada Kedalaman Di Bawah 100 Meter Dan Hanya Beberapa Saja
Yang Dapat Hidup Di Bawah 200 Meter Seperti Globorotalia Menardii Yang Berdinding
Tebal Dan Sphaeroidinella Dehiscens Yang Dapat Hidup Pada Kedalaman Sekitar 300 Meter.
b. Calcareous alga
Adalah alga yang menyimpan atau mengendapkan kalsium karbonat di dalam
jaringannya biologi dari calcareous alga
1) Aquatik
2) Autotrophic
3) Tumbuhan Nonvascular
4) Thallus
5) Chlorophyl
Jika alga mati, dia akan meninggalkan fosil “skeleton” yang sebenarnya bukanlah skeleton
sesungguhnya, tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk seperti skeleton. Skeleton-
skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal lagoon dan reef
Ostracoda, Pteropoda, Bryozoa
4. Organic-walled Mikrofosil
Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari bahan organik.
a. Dinoflagelata
Tubuhnya organisme ini dikelilingi oleh selulosa. Noctiluca miliaris kebanyakan
hidup di air laut. Noctiluca miliaris dapat memancarkan sinar (bioluminense) apabila
tubuhnya terkena rangsangan mekanik.
Karakteristik dari dinoflagelata, hanya sekitar setengah dari spesies dinoflagelata yang
mengandung pigmen yang dapat berfotosintesis, sementara yang lain adalah hetertotrop.
Hanya dinoflagelata yang mampu untuk fotosintesis yang dibahas disini. Adanya dua pola
pigmentasi adalah hal yang umum terjadi pada dinoflagelata. Banyak dinoflagelata yang
mcmiliki klorofil A dan C2 dan peridinin, sementara yang lain memiliki klorofil A, Ci dan C2
dan fucoxanthin. Keberadaan pigmen yang ada pada sedikit dinoflagelated yang lain akan
dibicarakan kemudian. Karbohidrat disimpan scbagai zat tepung, tetapi keberadaan lemak
mungkin lebih penting sebagai cadangan. Sel dari dinofelgelatri tidak dilingkupi olch dinding
tetapi memiliki sebuah theca sebagai pokok membran sel, yang mana terdiri dari piling yang
tenuri dari selulosa. Nukleus dan koroplast memiliki sifat yang tidak biasa.
Kebanyakan dinoflagelata adalah sel biflagelata solitary. Dua tipe dasar teteh dapat
dibedakan. Desmokontt memilild dua anterior flagelata ; satu flagellum mungkin melingkari
diatas permukaan sel Dinokont memiliki segala insert yang lateral; satu flagelum adalah
seperti pita dan melingkari sel pada sebuah lekukan dan flagellum yang lain berkembang
terbaik. Tipe sel dinikont dibagi oleh lekukan ekuatorial atau korset kedalam epiconc dan
hypocone. Flagellum posterior berkembang sampai ke tempat penurunan yang disebut sulcus.
Nama dinoflagelata berasal dari gerakan berputar dari sel swimming. Meskipun kcbunyakan
dinoflagelata adalah flagelata uniselular, koloni dari sel flagelata, sel non-flagelata,
pengumpulan palmelloid, dan filamen adalah diketahui. Sel vegetatif non flagelata
menunjukkan reproduktif membentuk dinokonta
b. Spora & Polen
Spora dan pollen memiliki lingkungan pengendapan yang berbeda dengan mikrofosil
yang lain. Misalnya saja, foraminifera bentonik atau planktonik biasa terendapkan di
lingkungan shelf, batial, abisal dan transisi (jumlahnya relatif sedikit). Yang paling dominan
menjadi penciri lingkungan pengendapan terutama adalah foraminifera bentonik karena
hidupnya yang menambat di bawah permukaan air, sedangkan foraminifera planktonik
hidupnya mengambang atau melayang di perairan sehingga sulit untuk menjadi penciri
lingkungan pengendapan, lebih cocok menjadi penentu umur kapan sedimen diendapkan.
Sedangkan hubungan antara perbandingan jumlah foraminifera planktonik dan bentonik
adalah, semakin besar nilai perbandingan foraminifera planktonik berbanding bentonik maka
lingkungan pengendapannya akan semakin dalam (marine yang lebih dalam). Jumlah
kehidupan foraminifera di laut atau marine sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari
yang masuk, okesigen maupun kandungan nutrisi di laut.

Sumber : Amstrong,Howard & Brasier,Martin. 2005. Microfossils Second Edition.


Blackwell Publishing : USA.

Anda mungkin juga menyukai