PENDAHULUAN
Paleontologi berasal dari kata, Paleo yang berarti masa lampau/kuno dan
onthos yang berarti kehidupan kehidupan. Paleontologi adalah merupakan suatu
ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup purba, baik dari fosil-fosilnya
maupun jejak-jejak kehidupan yang telah mengalami proses pembatuan.
Sedangkan fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau ataupun segala
sesuatu yang menunjukkan kehidupan yang telah membatu dan yang paling muda
berumur pleistosen. Pada umumnya fosil ini terjadi pada lingkungan sedimen
Fosil adalah sisa-sisa dari kehidupan masa lampau atau segala sesuatu
yang menunjukkan kehidupan yang telah membantu dan yang paling muda
berumur plistosein. Pada umumnya fosil ini terjadi di lingkungan sedimen, dalam
hal ini didalam batuan beku sama sekali tidak dijumpai fosil. Secara garis besar,
Paleontologi di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Foraminifera
Foraminifera sangat penting dalam geologi karena memiliki bagian yang keras
dengan ciri masiing-masing foram, antara lain :
a. Planktonik (mengambang), ciri-ciri :
-. Susunan kamar trochospiral
-. Bentuk test bulat
-. Komposisi test Hyaline
b. Benthonik (di dasar laut), ciri-ciri :
-. Susunan kamar planispiral
-. Bentuk test pipih
-. Komposisi test adalah aglutine dan aranaceous
2. Morfologi Foraminifera
Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat
menunjukkan beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang
foraminifera, meliputi :
-. Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi
melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik yang
dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari sekelilingnya.
-. Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
-. Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.
-. Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
-. Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan..
C D A
B
D
A B
Keterangan : A : Proloculus D
B : Kamar D C
C: Aperture B
D : Suture
E : Umbilicus
A B
1.3 Metode
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam laporan praktikum ini,
penulis menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode Studi Pustaka
Metode studi kepustakaan dilakukan untuk menunjang metode wawancara dan
observasi yang telah dilakukan. Pengumpulan informasi yang dibutuhkan
dilakukan dengan mencari referensi – referensi yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan, referensi dapat diperoleh dari buku – buku atau internet
Metode penelitian secara garis besar dapat dibagi menjadu dua, yaitu :
1. Pekerjaan lapangan, yaitu pengambilan data singkapan batuan dan
pengambilan sampe untuk di teliti lebih lanjut.
2. Pekerjaan Laboratorium, yaitu proses pengamatan fosil menggunakan
mikroskop dan pemerian nama mikrofosil serta penentuan umur dan
lingkungan pengendapan
2. 1 Mikropaleontologi
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas
semua sisa-sisaorganisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara lain
adalah mikrofosil,klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya
terhadap stratigrafi.
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936) Setiap fosil ( biasanya kecil )
untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.
Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19
mm seperti genus fusulinayang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari fosil - fosil makro serta bagian-bagian tubuh dari fosil
makro yang mengamainya menggunakan mikroskop sertasayatan tipis dari fosil-
fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannyaforaminifera
mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai
cangkangatau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil,setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri darikamar-kamar yang tersusun sambung
menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling
sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk boladengan satu
lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir
atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3
(kalsit atauaragonit) tergantung dari spesiesnya.
Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan
perkembangan mikropaleontologi dan geologi.
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hdrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi
struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta
lipatan.Foraminifera juga bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi,
paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
1. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada
beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut.
Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium,
lebih dari 500 juta tahun yang lalu.Foraminifera mengalami perkembangan secara
terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu
(umur) yang berbedabeda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan
penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan disemua lingkungan laut.
Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan
atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang
dalam.
2. Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala
Geologi).Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan
yang berbeda pula,seorang ahli paleontologi dapat menggunakan
fosil foraminifera untuk menentukanlingkungan masa lampau tempat foraminifera
tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi
daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan
2.2 Foraminifera
Keanekaragaman Foraminifera yang melimpah dan memiliki morfologi
yang kompleks, fosil Foraminifera berguna untuk biostratigrafi dan memberikan
tanggal relative yang akurat terhadap batuan. Sedangkan industri minyak sangat
tergantung pada Foraminifera yang dapat menentukan deposit minyak potensial
(Ryo, 2010). Fosil Foraminifera terbentuk dari elemen yang di temukan di laut
sehingga fosil ini berguna dalam paleoklimatologi dan paleoceanografi. Fosil
Foraminifera ini dapat digunakan untuk merekonstruksi iklim masa lalu dengan
memeriksa isotop stabil rasio oksigen dan sejarah siklus karbon dan produktivitas
kelautan dengan memeriksa rasio isotop karbon.
Selain itu, menurut Muhtarto dan Juana (2001), Foraminifera dapat
digunakan untuk menentukan suhu air laut dari masa ke masa sejarah bumi.
Semakin rendah suhu pada zaman mereka hidup maka semakin kecil dan semakin
kompak ukuran selnya dan lubang untuk protoplasma makin kecil. Dengan
Gambar 2.3 : Bentuk umum dari foraminifera ( Amstrong dan Brasier, 2005 )
2. Cangkang
Dalam mempelajari fosil foraminifera biasanya dilakukan dengan
mengamati cangkangnya. Hal ini disebabkan bagian lunaknya ( protoplasma )
sudah tidak dapat ditemukan. Cangkang Foraminifera tersusun oleh : dinding,
kamar, proloculus, septa, sutura dan aperture
a. Dinding
Merupakan lapiran terluar dari cangkang, dapat tersusun dari zat – zat organic
maupun material asing. Dinding cangkang foraminifera berdasarkan pada resen
fauna adalah :
Dinding Chitin / tektin : bentuk dinding paling primitip. Berupa zat
organic menyerupai zat tanduk, fleksibel dan transparan, berwarna kuning
dan tidak berpori. Contoh golongan Miliolidae.
Dinding Aglutin / Arenaceous : dinding yang tersusun oleh mineral asing.
Jika penyusunnya hanya butir – butir pasir disebut Arenaceous. Jika
banyak material seperti mika dsb,. Disebut Aglutin.
Dinding Silikaan : dinding ini jarang ditemukan , bias dari organism itu
sendiri atau mineral sekunder.
Dinding Gampingan : terdiri dari 4 tipe dinding, yaitu :
1. Dinding Porselen : tidak berpori, berwarna opak dan putih. Contoh :
Quinquwloculina.
Susunan Kamar
Berdasarkan jumlah kamar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Monothalamus, hanya terdiri dari satu kamar
Polythalamus, tersusun oleh jumlah kamar yang banyak.
Monothalamus :
Berdasarkan bentuknya di bagi menjadi beberapa :
- Bulat
- Botol
- Tabung
- Kombinasi botol dan tabung
- Planispiral dsb.
c. Aperture
lobang utama pada cangkang yang biasanya terdapat pada bagian kamar
terakhir. Aperture berfungsi untuk keluarnya protoplasma dan memasukkan
makanan. Tidak semua foraminifera mempunyai aperture terutama foraminifera
besar.
Bentuk Aperture
1. Bulat sederhana, terletak diujung kamar terakhir. Contoh: Lagena,
Bathysiphon, dan Cornuspira.
2. Memancar (radiate), berupa lobang bulat dengan kanal-kanal yang
memancar dari pusat lobang. Contoh: Nodosaria, Dentalina, Saracenaria,
dan Planularia.
3. Phialine, berupa lobang bulat dengan bibir dan leher. Contoh: Uvigerina,
Amphicoryna dan Marginulina.
4. Crescentic, berbentuk tapal kuda atau busur panah. Contoh: Nodosarella,
Pleurostomella, dan Turrilina.
5. Virguline/bulimine, Berbentuk seperti koma (,) yang melengkung.
Contoh: Virgulina, Bulimina, dan Cassidulina.
6. Slit like, berbentuk sempit memanjang. Contoh: Sphaerodinella,
Sphaerodinellopsis, Pulleniatina.
7. Ectosolenia, aperture yang mempunyai leher pendek. Contoh Ectosolenia
dan Oolina.
8. Entosolenia, aperture yang mempunyai leher dalam (internal neck).
Contoh: Fissurina, Entosolenia.
9. Multiple, beberapa lobang bulat, kadang berbentuk saringan (cribrate)
atau terdiri dari satu lobang dengan beberapa lobang kecil (accessory).
Contoh: Elphidium, Globigerinoides, Cribrohantkenina.
10. Dendritik, berbentuk seperti ranting pohon, terletak pada septal- face.
Contoh: Dendritina.
Posisi Aperture
1. Aperture terminal, yaitu aperture yang terletak pada ujung kamar yang
terakhir. Contoh: Cornuspira, Nodosaria, Uvigerina.
2. Aperture on apertural face, yaitu aperture yang terdapat pada bagian
kamar yang terakhir. Contoh: Cribohantkenina, Dendritina.
3. Aperture peripheral, yaitu aperture yang memanjang pada bagian tepi
(peri-peri). Contoh: Cibicides.
Sifat Aperture
1. Aperture Primer : aperture utama, biasanya terdapat di kamar terakhir.
2. Aperture Sekunder : aperture lain yang dijumpai juga di kamar terakhir
3. Aperture Asesori : aperture yang merupakan hiasan saja, terletak di luar
kamar terakhir.
d. Hiasan
Ornamentasi adalah struktur-struktur mikro yang menghiasi bentuk fisik
dari cangkang foraminifera. Ornamentasi ini kadang-kadang sangat khas untuk
cangkang foraminifera tertentu, sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu
criteria dalam klasifikasi.
1. Keel, selaput tipis yang mengelilingi bagian periphery. Contoh:
Globorotalia, Siphonina.
2. Costae, galengan vertikal yang dihubungkan oleh garis- garis sutura yang
halus. Contoh: Bulimina, Uvigerina.
3. Spine, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi kamar. Contoh:
Hantkenina, Asterorotalia.
4. Retral processes, merupakan garis sutura yang berkelok- kelok, biasa
dijumpai pada Amphistegina.
5. Bridged sutures, garis-garis sutura yang terbentuk dari septa yang
terputus-putus. Biasa dijumpai pada Elphidium.
6. Reticulate, dinding cangkang yang terbuat dari tempelan material asing
(arenaceous).
7. Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berpori bulat dan kasar.
8. Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.
B. Bentuk
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera,
sedangkan bentuk kamar merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk
test. Penghitungan kamar foraminifera dimulai dari bagian dalam dan pada again
terkecil dimana biasanya mendekati aperturenya. Dibedakan menjadi dua yaitu
bentuk kamar dan bentuk test. Bentuk kamar dapat globular, rhomboid menyudut,
atau kerucut menyudut. Bentuk test dapat membulat atau ellips.
C. Suture
Suture adalah garis yang terlihat pada dinding luar test dan merupakan
perpotongan antara septa dan dinding kamar. Macam-macam bentuk suture
adalah:
E. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada
kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya
lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal
yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan melekuk ke dalam,
terlihat pada bagian ventral (perut).
1. Aperture Primer
a. Interiomarginal Umbilical : aperture yang terdapat pada bagian
umbilical atau pusat putaran
b. Interiomarginal Umbilical Extra Umbilical : aperture yang memanjang
dari umbilical dampai peri – peri ( tepi )
c. Interiomarginal Ekuatorial : aperture yang terletak di daerah ekuator ,
biasanya pad aputaran yang planispiral. Biasanya terlihat
padapandangan samping.
2. Aperture Sekunder
Merupakan lubang yang lain dari aperture primer dan lebih kecil, atau
lobang tambahan dari aperture primer.
F. Komposisi Test
Kebanyakan dari foraminifera plangtonik mempunyai dinding tess
gamping hyaline.
G. Hiasan
Golongan ini hidup di dasar laut mulai dari tepi sampai kedalaman lebih
dari 4000 m, cangkang nya terditi dari polythalamus Test dan monothalamus Test.
Sedangkan komposisi penyusun cangkangnya terdiri dari aglutin dan arenaceous,
umumnya foraminifera jenis ini peka terhadap perubahan lingkungan, karena itu
golongna ini sering dipakai sebagai indikator untuk menentukan lingkungan
pengendapan.
Dari setiap zona – zona tersebut biasanya dihuni oleh species – species yang
tertentu, karena itulah golongan ini baik untuk penentuan lingkungan
pengendapan. Beberapa petunjuk yang dapat dipergunakan:
Polythalamus
Cangkang foraminifera disusun oleh lebih dari 1 kamar. Terdapat 3
jenis kamar susunan kamar, yaitu :
4. Uniserial, berupa satu baris susunan kamar yang seragam, contoh:
Nodosaria, dan Siphonogenerina.
5. Biserial, berupa dua baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Bolivina dan Textularia.
6. Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling, contoh:
Uvigerina dan Bulimina.
Berdasarkan keseragaman susunan kamar dikelompokkan menjadi:
4. Uniformed test: jika disusun oleh satu jenis susunan kamar, misal
uniserial saja atau biserial saja.
5. Biformed test: jika disusun oleh dua macam susunan kamar yang berbeda,
misal diawalnya triserial kemudian menjadi biserial. Contoh:
Heterostomella.
6. Triformed test: terdiri dari tiga susunan kamar yang berbeda. Contoh:
Valvulina.
Susunan kamar uniserial dapat berkembang kedalam bentuk test :
C. Komposisi Test
Kebanyakan foraminifera benthonic mempunyai dinding test gamping
hyaline, porselen dan arenacous.
D. Aperture
Aperture Phialine.
Aperture Crescentik.
Aperture Ectosolenia.
Aperture Entosolenia.
Aperture
Contoh : Dendritin.
Biasanya merupakan lubang yang berbentuk busur, ceruk ataupun persegi kadang-
kadang dilengkapi dengan bibir (lip), gigi-gigi atau ditutupi dengan selaput tipism
(bulla).
E. Hiasan
Hiasan sangat penting karena sangat khas pada genus tertentu. Misal
bridged suture khas pada Ephildium, Retral Procrsses pada Amphistegina.
Beberapa jenis sayatan tipis yang mungkin terdapat dalam observasi foraminifera
besar dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.20. Kenampakan umum pada beberapa jenis sayatan tipis pada
foraminifera besar
Keterangan :
Dari jenis-jenis sayatan ini pengamatan mengenai struktur bagian dalam dari
kamar-kamar foraminifera besar dapat dilakukan di bawah mikroskop binokuler
dengan sinar transmisi.
A. Kamar
Jumlah kamar dari foraminifera besar sangat banyak dan terputar, serta
tumbuh secara bergradasi. Jenis kamar dapat dibedakan atas kamar embrional,
ekuatorial dan lateral. Pengenalan yang baik terhdap jenis kamar sangat
membantu dalam taksonomi
Gambar 2.21 : Jenis – jenis dan posisi kamar dalam foraminifera besar.
Gambar 2.22 : Susunan kamar embrionik, a1) protoconh, a2) deutroconh, b1-4)
kamar – kamar nepionik
2. Kamar Ekuatorial
Kamar ini terdapat pada bidang ekuatorial. Jumlah kamar ekuatorial sangat
membantu untuk mengetahui jumlah putaran dari test foraminifera bear.
Jumlah putaran pada beberapa golongan menjadi pembeda diantar genus.
3. Kamar Lateral
Kamar lateral terdapat di atas dan di bawah dari kamar – kamar ekuatorial.
Identifikasi pada kamar ini ad pada tebal – tipisnya dinding kamar ( seta
filament ), selain itu pada beberapa genus sering dijumpai adanya stolon
yang menghubungkan rongga antar kamar. Jumlah kamar terkadang
memberikan pengaruh namn tidak terlalu signifikan.
B. Golongan Camerinidae
a. Sub Famili Camerininae
Merupakan kelompok Nummulites, Pellatispira, Operculina,
Operculinoides, dan Assilina. Bentuk test umumnya besar, lenticular, discoidal,
planispiral dan bilateral simetris. Test tersusun oleh zat – zat gampingan.
C. Golongan Miogypsinidae
Kelompok dari Miogypsina dan Miogypsinoides. Bentuk test pipih,
segitiga atau asimetris. Kmar embrionik terletak dipinggir atau dipuncak, dengan
protoconch dan deutroconch yang hamper sama besar. Memiliki pilar – pilar yang
jelas.
D. Golongan Discocyclinidae
Merupakan kelompok Discocyclina. Golongan ini dicirikan dengan
bentuk bentuk test discoid atau lenticular. Pada jenis yang megalosfeer kamar
embrionik biasanya biloculer terdiri atas protoconch dan deutroconch. Sedangkan
pada jenis mikrosfeer kamar embrionik terputar secara planispiral.kamar – kamar
lateral dibatasi oleh septa –septa.
E. Golongan Fusulinidae
Golongan ini umumnya punah, muncul pada Paleozoik Atas dan
Mesozoik. Golongan ini dicirkan dengan bentuk putaran yang fusiform.
2. 6 Aplikasi Mikropalentologi
Mikrofosil khususnya foraminifera memiliki nilai kegunaan dibidang
geologi yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat keterdapatnya yang
dijumpai diahmpir semua batuan sedimen yang mengandung karbonat.
Penggunaan data yang sering digunakan adalah untuk penentuan umur termasuk
penyusunan biostratigrafi dan penentuan lingkungan pengendapan.
a. Biozonasi
Terdapat beberapa satuan biostratigarfi seperti :
- Zona Kumpulan ( Assemblage )
BAB III
PEMBAHASAN
1. Aranaceous/aglutine :
Cirinya :
3.3.1 Taksonomi
Contoh taksonomi pada foraminifera
- Kingdom : protisza
- Phylum : protozoa
- Subphylum : sarcodina
- Superklas : rhizopoda
- Kelas : foraminifera
- Ordo : allogromiida textulariida, fusulinida, rotaliida, dan
milioliba
dan aseksual dan terjadi salnig bergantian. Hasil dari dua cara
Dimulai dari sebuah mikrosfer muda dengan sebuah initi (nucleus) dalam
protoplasma.
Inti ini membelah diri terus menerus selama dewasa membentuk nuclei-
nuclei (inti).
Jika binatang ini cukup dewasa, maka inti-inti ini akan meninggalkan
satu inti. Inti-inti kecil ini disebut nucleidi, akan semakin banyak
Zygote ini kemudian membentuk cangkang baru yang tipe mikrosfer dan
yang dihasilkan sendiri atau dari material asing yang diambil dari
sekelilingnya.
berdekatan.
DAFTAR PUSTAKA