MAKALAH GEOMORFOLOGI
TENAGA DAN PROSES EKSOGEN DALAM PEMBENTUKAN
MORFOLOGI PERMUKAAN BUMI
DISUSUN OLEH :
SRI WAHYUNINSI
220109501021
PENDIDIKAN GEOGRAFI B
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagai penyusun saya merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………….………………1
Daftar Isi…………………………………………………………………….……………….2
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………… … …….……………3
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………… ….……………3
1.2 Rumusan Maslah……………………………………………… ……….………………4
1.3 Tujuan…………………………………………………………… ….……………..……4
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………… …………….…………4
2.1 Pengertian Proses Geomorfik…………………………………………………….………4
2.2 Pelapukan Batuan………………………………………………………….………..……5
2.3 Pencampakan Massa Batuan………………………………………………….…..………5
2.4 Jenins-Jenis Erosi…………………………………………………………………………7
2.5 Hasil Kerja Organisme, teermasuk Manusia………………… ………………….……12
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………13
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………13
3.2 Saran………………………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geomorfologi sejak awal abad ke-19 telah dikenal di negara-negara berkembang, dan
sebagai disiplin akademik kira-kira muncul sebelum abad ke-17. Perkembangan yang pesat
dari geomorfologi terjadi pada awal abad ke-20 di negara-negara barat (Eropa dan Amerika),
sedangkan di Indonesia geomorfologi baru dikenal pada awal abad ke-20. Awal
perkembangannya, geomorfologi lebih bersifat akademik sebagai ilmu pendukung geografi
dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai dirasakan arti
pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup. Seperti yang
dikemukakan oleh Tricart (1986) penduduk dunia pada akhir abad ke-20 diperkirakan
berjumlah 6x 109 jiwa; dan dua per tiganya mengalami kekurangan gizi. Produksi pertanian
di dunia tidak merata, dan kenyataannya banyak negara yang kekurangan bahan pangan.
Target pembangunan dunia pada umumnya ditujukan untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi
penduduk yang berjumlah 6x 109 jiwa tersebut. Target pembangunan tersebut menghadapi
banyak hambatan, antara lain adanya kecenderungan lahan produktif makin menurun akibat
kerusakan alami maupun oleh tindakan manusia. Jutaan hektar lahan subur dikonversikan
menjadi lahan tidak produktif sebagai permukiman, perkotaan, dan kawasan industri.
Bersamaan dengan itu, daerah erosif juga bertambah, yang secara paralel sumber air juga
mengalami degradasi. Akibatnya sedimentasi yang cepat di waduk / sungai, agradsi di lahan
basah estuaria, yang semuanya itu akan mengurangi produktivitas lahan. Tantangan di masa
depan adalah konservasi lahan dan air beserta rehabilitasinya. Pertambahan penduduk dunia
yang relatif cepat tersebut membutuhkan lahan untuk permukiman, padahal ketersediaan
lahan yang sesuai terbatas sehingga merambah ke lahan yang kurang dan tidak sesuai,
akibatnya banyak yang terlanda bencana alam. Dalam kaitannya dengan kegiatan tersebut
geomorfologi sangat besar arti pentingnya. Hooke (1986) mengemukakan arti penting
geomorfologi dalam pengelolaan lingkungan. Salah satu tindakan pengelolaan lingkungan
adalah proteksi lingkungan terhadap pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
diperkirakan makin meningkat sebagai akibat naiknya kebutuhan sosial ekonomi, yang
menyebabkan intensitas penggunaan lahan makin meningkat. Peningkatan intensitas
penggunaan lahan tersebut perlu diimbangi dengan tindakan proteksi terhadap lingkungan.
Perencanaan proteksi terhadap lingkungan memerlukan data proses di permukaan dan dekat
permukaan bumi, yaitu yang terdapat di atmosfer, litosfer, dan hidrosfer yang unsur-unsurnya
saling terkait membentuk suatu sistem alami ( Sutikno dkk, 2020 ).
Untuk mempelajari geomorfologi diperlukan dasar pengetahuan yang baik dalam bidang
klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat
dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka
4
bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang
meliputi pembentukan daratan oleh gaya dari dalam bumi (endogen), proses
penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau gaya eksogen, proses pengendapan dari
hasil pengahncuran muka bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen,
demikian seterusnya merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam skala waktu sangat
lama ( Noor D, 2014 ).
1.3 Tujuan
Bersumber pada rumusan masalah yang telah disusun hingga tujuan dalam pembuatan
makalah ini ialah :
Untuk mengetahui tenaga dan proses eksogen dalam pembentukan morfologi
pemrmukaan bumi
Mengnetahhui bagaimana proses geomorfik bisa mengubah bentuk permukaan bumi
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian proses geomorfik
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka
bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa,
perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal
bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk),
logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian
geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi ( Noor D, 2012 ).
• Proses geomorfik adalah perubahan fisis dan kimiawi yang mengakibatkan tejadinya
perubahan pada bentuk permukaan bumi.
5
Pencampakan masa batuan (mass wasting) gerakan material menuruni lereng akibat
gaya tarik gravitasi.
Sharpe (1938) membagi empat kelas: aliran pelan, aliran cepat, longsor lahan dan amblesan.
1. Jenis aliran pelan, meliputi berbagai rayapan.
Rayapan adalah gerakan tanah dan puing batuan yang menuruni lereng secara pelan, dan
biasanya sulit untuk diamati kecuali dengan pengamatan yang cermat. Hal ini meliputi:
a. Rayapan tanah, yaitu gerakan tanah menuruni lereng.
b. Rayapan talus, yaitu gerakan puing batuan hasll pelapukan pada lereng curam yang
menuruni lereng.
c. Rayapan batuan, yaitu gerakan blok-blok batuan secar individual menuruni lereng.
d. Rayapan batuan-gletsyer (rock-glacier creep), yaitu gerakan lidah-lidah batuan yang
tercampak menuruni lereng.
e. Solifluksi (solifluction), yaitu aliran pelan massa puing batuan yang kenyang air dan tidak
terkurung di dalam saluran tertentu, mengalir menuruni lereng.
3. Longsor lahan
Ini meliputi berbagai jenis gerakan yang dapat diamati dengan mudah dan biasanya berupa
massa puing batuan.
a. Luncur, yaitu penggelinciran ke bawah dari satu atau beberapa unit puing batuan dan
biasanya disertai suatu putaran ke belakang terhadap lereng atas di trempat gerakan terjadi.
b. Longsor puing, yaitu pengguliran atau peluncuran puing batuan yang tidak terpadatkan,
bergerak dengan cepat tanpa putaran ke belakang.
c. Jatuh puing, yaitu puing batuan yang jatuh hampir bebas dari suatu permukaan yang
vertical atau menggantung.
d. Longsor batu, yaitu massa batuan yang secara individual meluncur atau jatuh menuruni
permukaan perlapisan atau sesaran.
e. Jatuh batu, yaitu blok-blok batuan yang jatuh secara bebas dari setiap lereng yang curam.
4. Amblesan atau subsidensi, yaitu pergeseran tempat ke bawah tanpa permukaan bebas
maupun pergeseran horizontal. Hal ini terjadi karena perpindahan material secara pelan-pelan
pada massa yang ambles.
Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya pencampakan massa batuan secara cepat,
antara lain:
7
Menurut Huggett (2007) angin mengangkut material dengan empat cara yaitu
saltation (meloncat), reptation, suspension (melayang), dan creep (merayap).
• Saltation terjadi pada butir pasir yang bergerak meloncat pada jarak pendek dengan
ketinggian sekitar 2 meter.
• Apabila pada saat peloncatan (saltating) butiran pasir terjadi pelepasan partikel kecil yang
terpercik seperti “shower” dan bergerak sedikit meloncat dari titik awalnya, maka proses
inilah yang 'disebut reptation.
• Pada proses suspension partikel debu dan lempung terbawa naik ke atmosfer sebagai
suspensi (terbawa menyatu dengan pengangkutnya) dan terangkut hingga jarak yang
lebih jauh. Partikel pasir dapat terangkat hinga lapisan terendah dari atmosfer (misalnya
pada peristiwa badai pasir), namun demikian tetap dijatuhkan tidak terlalu jauh dari
sumbernya. Berbeda dengan badai pasir, badai debu dapat mengangkut hingga jarak yang
jauh. Pada suatu peristiwa yang dramatik badai debu dapat mengangkut dua juta ton debu
hingga jarak ribuan kilometer seperti di Melbourne, Australia pada 8 Februari 1983.
• Adapun cara pengangkutan merayap berlangsung dekat dengan permukaan dengan
material pasir kasar hingga kerikil kecil. Material terangkut dengan cara menggelinding
dan meluncur.
• Menurut Ritter dkk (1995) peran gletsyer sebagai agen geomorfik tergantung dari
keseimbangan kuantitas gletsyer itu sendiri yang dikenal kesimbangan massa gletsyer.
Penambahan disebut akumulasi dan pengurangan disebut ablasi.
• Huggett (2007) mengatakan bahwa es bergerak yaitu: aliran (rayapan), pemecahan, dan
luncuran (gelinciran).
• Terdapat dua jenis gletsyer di permukaan bumi ini yaitu gletsyer lembah atau
pegunungan tinggi dan gletsyer continental. Pada jenis gletsyer lembah atau pegunungan
tinggi, semula salju mengumpul di ujung bagian atas suatu lembah yang berdinding
curam, yaitu di dalam suatu depresi berbentuk mangkuk yang disebut Cirque atau corries
atau karren. Adanya aliran es di bagian bawah maka es di dalam Cirque terangkut keluar
menuruni lembah.
• Gletsyer continental bergerak melintasi sebagian atau seluruh benua yang ada. Pada Kala
Pleistosen berjuta-juta mil persegi permukaan bumi tertutup oleh gletsyer ini. Gletsyer
menutup Amerika Utara kira-kira 4.000.000 mil persegi, Eropa 2.000.000 mil persegi,
dan Siberia 1.500.000 mil persegi. Sementara itu di wilayahWilayah yang lebih sempit,
es menutup setempat-setempat.
4. Erosi oleh Gletsyer atau Proses Glasial
Kerja gelombang lautan tidak pernah berhenti dalam mengubah bentuk pantai benua
atau pulau. Gelombang adalah bentuk punggungan dan lembah akibat tiupan angin
terhadap permukaan air. Gelombang terbentuk karena turbulensi aliran udara dan
menyebabkan adanya variasi tekanan pada air. Gelombang laut terbentuk oleh tiupan
angin pada Wilayah pembangkit yang cukup luas. Di wilayah pembangkit gelombang
belum mempunyai pola yang teratur. Pada tengah samudera, angin bekerja bersama-sama
dengan badai dapat meniup ratusan kilometer permukaan air hingga menghasilkan
gelombang berketinggian 20 meter dan bergerak dengan kecepatan 80 km/jam. Setelah
meninggalkan Wilayah pembangkit, gelombang laut kemudian menjadi alunan (swell)
dan memiliki pola yang teratur dengan periode dan punggung gelombang yang lebih
panjang. Gelombang yang terbentuk pada perairan dalam berbentuk orbit, biasa disebut
ayunan gelombang. Ketika gelombang memasuki perairan yang lebih dangkal bentuknya
berubah menjadi pipih dan selanjutnya mengalami pecah gelombang. Pada umumnya
pantai mempunyai lereng lembut yang meluas di bawah permukaan air. Ketika
gelombang mendekati wialyah yang dangkal yaitu kedalaman airnya kurang dari
setengah panjang gelombang maka kecepatannya menjadi berkurang dan jarak antar
puncak gelombang menjadi lebih dekat.
Ketinggian dan kecuraman gelombang meningkat dengan cepat sehingga pada suatu saat
bagian puncaknya berguling ke depan membentuk suatu pecahan gelombang atau
breaker. Sesudah breaker jatuh, air yang membuih dan bergelora kemudian menaiki
lereng pantai. Sapuan (swash) atau dorongan ke atas ini adalah suatu sentakan yang
11
sangat kuat sehingga mengakibatkan gerakan pasir dan kerikil ke arah lahan pantai.
Ketika tenaga sapuan telah habis, maka air mengalir kembali menuruni lereng pantai
sebagi sapuan balik (backwash).
Erosi pada pantai yang berbatuan keras akan berlangsung secara pelan atau lambat.
Badai selama bertahuntahun hanya menghasilkan perubahan yang kecil saja. Sebaliknya
apabila materialnya lunak maka erosinya berlangsung sangat cepat. Tenaga air cukup
mampu untuk mengkikis material endapan tersebut sehingga menghasilkan cliff laut.
• Muka gelombang biasanya mendekati pantai dengan arus yang sedikit miring. Apabila
angin cukup kuat untuk menghasilkan gelombang yang mendekati pantai, maka terjadilah
arus sepanjang pantai (longshore current). Arus ini bergerak sejajar dengan pantai sesuai
dengan arah angin. Apabila kondisi gelombang dan angin memungkinkan, maka arus ini
mampu memindahkan pasir sepanjang dasar laut dengan arah sejajar pantai.
• Gelombang dapat terjadi karena adanya peristiwa di dasar laut, seperti: sesaran (gempa),
letusan gunungapi, longsor. Gelombang laut yang dihasilkan disebut dengan tsunami.
• Adji (2012) proses pelarutan batugamping memerlukan persyaratan air yang melalui
karst tidak jenuh terhadap batuan gamping, dan air tersebut mampu
mengtransportasi produk hasil pelarutan ke tempat lain.
• Kondisi air yang cocok untuk pelarutan batugamping: air hujan dan air freatik.
• Adji (2012) proses karstifikasi:
1. Hujan, gas CO2 masuk kedalaman air melalui proses difusi.
2. Air yang mengandung CO2 bersenyawa, membentuk H2CO3.
3. H2CO3 merupakan asam kuat yang dapat mengalami perpecahan.
4. Ketika air dan batugamping berinteraksi terjadi pelepasan ion dan kemudian terjadi
pelarutan batugamping.
5. Selanjutnya CO3 bergabung dengan ion H+
Pada permukaan wilayah batu gamping sering pula dijumpai depresi atau cekungan
hasil pelarutan yang berkembang ke bawah, disebut dolina.
Dolina sering tersumbat oleh lempung yang tercuci kedalam sehingga air tinggal
menggenang membentuk kolam atau telaga. Beberapa dolina dalam
perkembangannya mungkin telah bergabung satu sama lain membentuk depresi yang
luas, disebut uvala.
Di dasar uvala sering terdapat aliran sungai yang keluar dari satu terowongan masuk
ke terowongan yang lain. Uvala dapat pula terbentuk karena runtuhnya atap alur-alur
sungai bawah tanah.
Suatu alur sungai di bawah tanah sering bagian atapnya terbuka akibat pelarutan dan/
atau runtuhan sehingga terbentuk lubang yang tidak terlalu luas dan dinding curam,
disebut jendela karst.
Pelarutan pada daerah lipatan atau sesaran mengakibatkan terbentuknya depresi yang
memanjang dan sangat luas dengan dasar yang datar dan berdinding curam, disebut
polje.
2.5 Kerja Organisme, Termasuk Manusia
Organisme ternyata mampu menghasilkan bentuklahan di permukaan bumi. Jenis
organisme tersebut adalah binatang coral yang mengeluarkan kapur untuk membentuk
kerangkanya, dan tumbuhan ganggang (algae) yang membuat kulit luarnya (kersik) dari
kapur.
Coral merupakan jenis binatang koloni, terdapat dalam kelompok yang terdiri atas
individu-individu yang banyak. Apabila suatu koloni koral mati, maka koloni yang baru di
bangun di atas koloni yang telah mati tersebut. Dengan cara demikian berkembanglah suatu
gamping coral yang tersusun dari kerangkakerangka berkapur yang tersemen kuat. Apabila
suatu fragmen coral terserang gelombang dan hancur, maka akan terendap sebagi beaches,
spits, dan bar.
Coral hidup di daerah tropis, antara 30 derajat LU dan 25 derajat LS, temperatur air diatas 20
oC, airnya jernih, mengandung oksigen yang cukup, kedalaman maks 60 m.
13
Karang coral (coral-reef) sesungguhnya tidak hanya dibentuk oleh coral-coral saja.
Terdapat banyak organisme lain yang memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan karang
misalnya ganggang berkapur (algae), stromatoporoida, gastropoda, eehinoderma,
foraminifera, dan moluska. Koloni coral pada derajad yang besar membangun struktur yang
luar biasa, tetapi kekosongan-kekosongan di antara coral terisi oleh kerangka organisme lain
dan hancuran bahan organik maupun non organik. Sehingga istilah bioherm yang berarti
gundukan organik (terumbu) lebih memadai sebagai struktur dibanding karang (reef).
Terdapat tiga jenis karang koral yang umum dijumpai yaitu karang tepi (fringing reefs),
karang penghalang (barier reef), dan atol (attols). Karang tepi dibangun sebagai permukaan
lahan yang datar yang menempel pada pantai. Karang tepi yang berkembang di ujung
headland yaitu lahan yang menjorok ke laut, merupakan bagian yang paling lebar karena
coral menerima air bersih dengan suplai makanan yang berlimpah. Di dekat muara sungai
dan delta biasanya tidak terdapat karang tepi karena airnya berlumpur.
Karang penghalang letaknya jauh dari pantai, dan dipisahkan dari lahan induk oleh suatu
laguna yaitu danau di tepi laut. Laguna tersebut dangkal dengan dasar yang rata, biasanya
berkedalaman 35 sampai 75 meter. Di dalam laguna sering terdapat banyak koral yang mirip
menara. Celah antarkarang penghalang biasanya hanya sempit, sebagai outlet air menuju ke
laut terbuka pada waktu gelombang memecah. Karang penghalang yang besar terdapat di
lepas pantai timur laut Australia, meluas kira-kira 1.000 mil panjang dengan celah yang
hanya sempit. Karang penghalang banyak mengelilingi pulau-pulau tropis di Samudera
Pasifik.
Atol adalah karang coral yang bentuknya lebih kurang melingkar melingkungi suatu
lagoon, dan diisi bagian dalamnya tidak terdapat lahan. Kecuali bentuknya, dalam hal yang
lain sama dengan karang penghalang. Pada atol yang luas, bagian-bagian karang telah
dibagun ke atas atau dipertinggi oleh kegiatan gelombang dan angin.
Manusia telah mengubah lingkungan (merusak lahan dan mengganti vegetasi) yg
mengakibatkan keseimbangan terganggu, apabila keseimbangan hidrolgis terlampaui maka
dapat mengakibatkan terjadinya erosi.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
14
1. Kesimpulan
Eksogen, ialah tenaga yang
berasal dari luar bumi. Sifatnya
merusak atau
merombak permukaan bumi
yang sudah terbentuk oleh
tenaga endogen. Tenaga
eksogen juga mengakibatkan
bentuk-bentuk muka bumi.
Tenaga eksogen dapat
berasal dari tenaga air,
angin, dan organisme yang
menyebabkan terjadinya
16
Seharusnya kita sebagai calon pendidik haruslah banyak mengetahui tentang tenaga
eksogan, penyebaba erjadinya dan dampaknya bagi kehidupan manusia, agar sebagai mahasiswa
kita mampu memberikan materi yang baik terhadap anak didik kita nantinya
DAFTAR PUSTAKA
Djauhari, N., 2012, Geomorfologi, Jawa Barat
Huggett, R.J., 2007, Fundamentals of Geomorphology, London: Routledge
Lobeck, A.K, 1939, Geomorphology, New York: Mc. Graw-Hill Book Company.
Noor.D., 2014, Pengantar Geologi, Yogyakarta : CV Budi Utama.
Ritter, D.F., Kochel, R.C., dan Miller, JR., 1995, Process Geomorphology, Third Edition,
Dubuque: Wm. C. Brown Publisher
Sutikno, Suprapto, D., dan Eko,H., 2020, Geomorfologi Dasar, Gadjah Mada University
Press.
Thornbury, W.D, 1969, Principle of Geomorphology, New York: John Wiley and Sons.
Verstappen, H.Th, 1983, Applied Geomorphology, Amsterdam: Elsevier.