Anda di halaman 1dari 61

BAB II

DASAR TEORI
II.I. Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa
sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro.
Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil,
klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadapstratigrafi. Umumnya
fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang berukuran sampai
19 mm seperti halnya genus Fusilina.
II.I.1. Kegunaan Mikrofosil
Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi
perusahan perusahan minyak walaupun akhir akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh
teknologi yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya
fantastik kecil ( 3 40 mikron ).Karena itu dalam pengamatan diperlukan mikroskop dengan
perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali.
1) Kegunaan fosil foraminifera adalah :
a) Untuk penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut.
b) Membantu dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies.
c) Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi
permukaan atau korelasi bawah permukaan.
d) Membantu menentukan batas batas suatu transgresi dan regresi, misalnya
dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii (fosil penciri
daerah transgresi ),Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain
lain.
e) Bahan penyusun Biostratigrafi.
2) Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :

a) Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu : fosil yang digunakan sebagai
penunjuk umur relatif. Pada umumnya fosil jenis ini mempunyai penyebaran
vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
b) Fosil Bathimetri / Fosil kedalaman : dapat digunakan untuk menentukan
lingkungan pengendapan. Pada umunya adalah benthos yang hidup didasar.
Contoh : Elphidium sp, penciri lingkungan transisi ( Tipsword, 1966 ).
c) Fosil Horison / Fosil lapisan / Fosil diaognostik / Fosil kedalaman : fosil yang
mencirikan atau khas terdapat di dalam lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida ( penciri N 18 ).
d) Fosil lingkungan : dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
e) Fosil iklim : dapat dipergunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachiderma sebagai penciri iklim dingin ( 2-5 ).

II.I.2. Tahapan Penelitian Mikrofosil


Sebelum melakukan penelitian mikrofosil adapun tahap-tahap persiapan yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
A. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk fosil mikro
maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil haruslah batuan yang masih
dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih ditempatnya.
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan memperhatikan tujuan yang akan
dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama
untuk menyusun biostratigrafi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel di lapangan,
yaitu :
1) Metode sampling
2) Jenis sampel
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus. Namun perlu diingat
bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada batuan-batuan tertentu. Kesalahan

pengambilan sampel berakibat pada tidak dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil foraminifera
kecil dapat dijumpai pada batuan napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir karbonatan
halus. Fosil Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone
1. Metode Sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat dilakukan
seperti berikut ini :
1) Splot sampling
Spot Sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik untuk penampang
yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan serpih tebal, batu gamping
dan batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan channel sample (parit sampel)
sepanjang 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
2) Channel Sampling (sampel paritan)
Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu litologi yang
seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample dilakukan pada setiap
perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih yang tipis atau
sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga pada serpih dengan lensa tipis
batugamping.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
o Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan
fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
o Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena
batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang dapat
mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih (shalestone),
batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone), batugamping bioklastik,
batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
o Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
o Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang diperkirakan
merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal.

2. Jenis Sampel
Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu singkapan. Sampel yang
baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap singkapan yang lain, namun
terkadang pada pengambilan sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa
umur. Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30 cm atau dicari
yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam aturan sampling batuan
hingga pemisahan fosil dari material asing yang non-fosil.
o Penguraian/pencucian
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :

Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga berukuran dengan
diameter 3-6 mm.

Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan dipanaskan.

Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil masih
nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air sabun, lalu
dibilas dengan air sampai bersih.

Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.

o Pemisahan fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum dari
cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu
disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan), pada saat
pengambilan fosil dari pengotor harus dilakukan dengan hati-hati, karena apabila pada saat
pengambilannya tidak hati-hati maka fosil tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga
tidak bisa untuk dilanjutkan pendeskripsiannya.
Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara laian adalah:

Cawan untuk tempat contoh batuan

Jarum untuk mengambil batuan

Kuas bulu halus

Cawan tempat air

Lem untuk merekatkan fosil

Kertas untuk memberi nama fosil

Tempat fosil

Mikroskop

B. Kualitas Sampel
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang didapatkan baik untuk
dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil yang baik maka dalam pengambilan
suatu contoh batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini:
o Bersih
Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus membersihkannya dari
lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan
ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang
hidup sekarang. Khusus untuk sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus
terlindung dari udara terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari
yang dapat menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan
dengan

memasukkan

sampel

yang

sudah

dibersihkan

tersebut

kedalam

lubang metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil contoh
batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita bersihkan dan
diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
o Representif dan Komplit
Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu sisipan
ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar 200-500 gram batuan
sedimen yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung mikrofosil,
berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada analisa nannoplankton hanya
dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap sampelnya.
o Pasti
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air
(plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting tentang

sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu pengambilan
dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut akan pasti manfaatnya.
o Jenis-Jenis Sampel
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a) Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada permukaan
tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta. Sampel bawah
permukaan (sub surface sample).
b) Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari
cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4
bagian, yaitu :

inti bor (core): seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara
utuh.

sampel hancuran (ditch-cutting): lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan


dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.

sampel sisi bor (side-wall core): diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan
pada kedalaman tertentu.

Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan


cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).

C. Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor lainnya.
Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada umumnya bertujuan
untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material-material lempung
(matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi,
terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label,
harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum. Beberapa contoh teknik
preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nannoplankton dan pollen dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
o Foraminifera kecil & Ostracoda

Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan preparasi
dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan sedimen klastik halussedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir gampingan dan sebagainya.
Caranya adalah sebagai berikut, yaitu:
1) Ambil 100 300 gram sedimen kering.
2) Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara perlahan
dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
3) setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan
dilarutkan dengan H2O2 (10 15%) secukupnya untuk memisahkan mikrofosil dalam
batuan tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
4) Biarkan selama 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
5) Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air yang
deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 30-80-100 mesh.
6) Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian
dikeringkan didalam oven ( 600 C).
7) Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label sesuai
dengan nomor sampel yang dipreparasi.
II.2. FORAMINIFERA
Foraminifera merupakan binatang yang terdiri dari satu sel yang sangat sederhana, sel
tersebut terdiri dari protoplasma dan inti (bias lebih dari satu). Ciri khas foraminifera adalah
adanya pseudopodia (kaki semu) yang berfungsi sebagai alat penggerak dan menangkap
mangsanya. Foraminifera sudah memiliki cangkang dimana cangkang tersebut dibentuk oleh
protoplasma ataupun diambil dari bahan-bahan disekelilingnya. Pada umumnya cangkang
tersebut terbuat dari zat organic ataupun anorganik dan memiliki pori-pori dengan satu atau
lebih lubang yang disebut aperture.
Tempat hidup foraminifera dapat di laut, danau, rawa-rawa baik yang berair ataupun
tidak, tawar maupun asin, dan perkembangbiakannya dengan cara sexual dan asexual.
Perkembangan foraminifera dapat menghasilkan cangkang yang berbeda, dimana satu
individu dapat menghasilkan dua cangkang yang berlainan bentuknya (dimorphisme), bahkan
ada juga yang trimorphisme. Perkembangan sexual akan menghasilkan cangkang mikrosfir,
sedangkan secara asexual akan menghasilkan cangkang megalosfir.

Pada batuan sedimen, golongan ini lebih banyak dijumpai sehingga lebih berharga
dari ordo-ordo lain pada kelas Sarcodina. Golongan ini telah muncul sejak zaman PraKambrium (+ 550 tahun yang lalu) sampai sekarang dengan jumlah spesies + 40.000 jenis
spesies. Selain dari itu, Foraminifera dapat juga dipakai sebagai korelasi batuan untuk
penentuan lingkungan pengendapan atau juga sebagai fosil petunjuk

Gambar 1. Siklus hidup foraminifera


(Sumber: Geoldstein 1999)
A. Sejarah perkembangan kehidupan foraminifera
Perkembangan foraminifera secara garis besar dapat sebagai berikut :
a. Early Cambrian (~525 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul dalam cetakan batuan dari foram benthonic
yang mempunyai komposisi aglutin dan mempunyai kamar tunggal dimana juga
terdapat cetakan berupa dwelling structure (struktur menghuni) yang merupakan
cetakan dari kehidupan foram benthonic tersebut.
b. Late Cambrian(>500 million years ago)
Foram yang mempunyai Multi-chambered ( lebih dari 3 kamar) berkembang.

c. Devonian (>360 million years ago)


Microgranular dan porcellaneous (biomineralized) calcareous tests pertama kali
berkembang.
d. Middle Pennsylvanian(~308 million years ago)
Foraminifera berkembang dengan komposisi hyaline calcareous dan ditambah
pula spesies foram besar muncul.
e. End Permian (~250 million years ago)
Kepunahan masal dari sebagian besar foraminifera termasuk foram besar berupa
Fusilina. Kepunahan ini dipercaya sebagai yang terbesar dalam sejarah bumi dengan
kepunahan 90-95 % seluruh spesies laut.
f. Early Jurassic (~183 million years ago)
Foraminifera pertama kali muncul hingga sekarang, begitu pula foram benthonik.
g. Middle Cretaceous (~112 million years ago)
Distribusi foram planktonik memulai perkembangan secara cepat.
h. End Cretaceous (~65 million years ago)
Berkurangnya keanekaragaman planktonik dan kepunahan dari sebagian besar
spesies foram planktonik. Foram yang berukuran lebih kecil umumnya dapat bertahan
dari kepunahan.
i. End Paleocene (~55 million years ago)
Kepunahan dari hampir separuh (30-50%) foram benthonic (laut dalam).
j. Late Eocene to Early Oligocene(~30-39 million years ago)
Kepunahan foram yang berukuran lebih kecil sangat banyak dan spesies foram
benthonic dapat melalui periode ini.
k. Middle Miocene (~12-19 million years ago)
Kelimpahan foram mengubah dokumentasi yang ada dan juga berkembang
varietas foram benthonic modern.

l. Today
Lebih dari 10.000 spesies foram yang hidup. Sebagian besar merupakan foram
benthonic, hanya 40-50 spesies yang merupakan foram planktonik.
B. Ekologi Foraminifera
Ekologi mempelajari hubungan kehidupan foraminifera dengan lingkungan
sekitarnya. Foraminifera dibedakan menjadi dua berdasarkan cara hidupnya, yaitu foram
planktonik dan foram benthonik. Foram plankton hidup di sekitar permukaan air laut dan
mengambang, sedangkan foram benthonik hidup di dasar laut. Foram planktonik hidup di
kedalaman 100-300 m, umumnya lingkungan air laut dingin, hidupnya agak kebawah
permukaan laut, sedangkan pada daerah tropis hidup sekitar 30 meter di bawah permukaan
laut.
Seringkali pada malam hari, foraminifera naik ke permukaan dan pada siang hari
turun, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan ternyata mempengaruhi
kehidupan foraminifera.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera :
a. Suhu
Suhu di samudra tidak sama, di dekat kutub suhunya rendah, kadang-kadang mencapaii nol
derajat celcius, sedangkan di ekuator suhunya lebih tinggi. Daerah dingin dicirikan dengan
bentuk uniform, besarnya juga hampir sama, golongan aglutin ukurannya besar-besar, -2 o +27o C untuk lautan dan +35oC untuk lautan tertutup.
Menurut CUSHMAN, foram dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan daerah
hidupnya, yaitu :
1) Foram afrika utara
2) Foram indo-pasifik
3) Foram mediteran
4) Foram india barat
Suhu air laut berubah ke jurusan lateral dan vertikal. Karena di daerah kutub dingin,
sedangkan di katulistiwa panas, maka terjadi sirkulasi air laut. Tetapi karena dipisahkan oleh
pulau-pulau maka ini mengakibatkan terjadinya foraminifera aendemik. Perubahan

temperatur air laut juga mempengaruhi perkembangbiakan. Kedalaman juga mempengaruhi


perkembangan foraminifera. Ada foraminifera yang hidup pada kedalaman tertentu, seperti
Gyroidina dan Anomalia (hanya hidup pada laut yang cukup dalam).
b. Kadar Garam (Salinitas)
Kadar garam juga dapat mempengaruhi kehidupan foram. Umumnya kadar garam air laut
yang terbuka, yaitu antara 3% - 3,3%, tetapi kadar garam ini dapat berubah tergantung di
daerahnya. Sebagai contoh adalah Laut Tengah yang merupakan laut tertutup dan memiliki
iklim yang kering dengan kadar garam dapat naik menjadi 4,15 4,4%, bahkan di Laut Mati
kadar garamnya demikian tingginya, sehingga terjadi pengendapan garam di tepi-tepinya,
sebaliknya pada muara-muara sungai umumnya terjadi penurunan kadar garam. Adanya
perubahan kadar garam ini dapat menyebabkan kumpulan foraminifera tertentu yang hidup
sesuai dengan daerah yang cocok untuk hidupnya.
c. Cahaya Matahari (Kedalaman)
Daya tembus cahaya matahri terbatas pada kedalaman sekitar 300 meter dibawah permukaan
laut. Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya dan
cahaya ini akan bereaksi dengan hijau daun dari tumbuhan. Foraminifera pada umumnya
bersama-sama dengan ganggang, maka secara tidak langsung sinar matahari mempengaruhi
kehidupan foraminifera. Karena itu di laut dalam, foraminifera benthos sedikit jumlahnya.
Foraminifera benthos banyak dijumpai pada zona neritik, karena daerah ini sedimentasi
cukup kuat. Foraminifera jarang dijumpai pada daerah litoral karena pengaruh gelombang
yang besar.
d. Kumpulan kehidupan
Foraminifera hidup pada daerah tertentu sesuai dengan syarat kondisi hidupnya. Bila kondisi
baik, foram akan berkembangbiak dengan cepat sehingga akan terdapat kumpulan kehidupan
yang sangat banyak pada daerah tersebut. Akibatnya akan muncul kekurangan makanan dan
menimbulkan persaingan hidup, sehingga yang lemah akan mati atau pindah mencari
kumpulan kehidupan yang lain.Macam-macam perpindahan dan pencarian lingkungan baru
akan saling menguntungkan atau merebut makanan dari lingkungan yang sudah ada. Sebagai
contoh adalah Genus Discorbis yang menempel pada binatang lain dan dipakai sebagai
indikator laut dangkal.

Ekologi diatas dapat diterapkan pada zaman lampau, sehingga dengan melihat fosilfosil foram dapat ditentukan keadaan pada zaman tersebut. Sebagai contoh, umumnya
foraminifera plankton hidup pada laut terbuka. Oleh karena hidupnya pada lautan terbuka,
maka foraminifera plankton akan semakin banyak dijumpai ditengah lautan, sebaliknya
semakin ke pantai semakin sedikit. Pada foraminifera benthos, jumlahnya semakin ketengah
lautan semakin sedikit dan makin kearah pantai semakin banyak.
Untuk melihat tafsiran ekologi, orang harus berhati-hati karena mungkin ada peristiwa
dimana golongan plankton banyak dan golongan benthos sedikit disebabkan bukan karena
adanya suatu laut terbuka, melainkan adanya lingkungan air setengah asin. Hal ini dapat
terjadi karena golongan plankton hidup dengan baik sedang benthos sukar hidup, contohnya
kehidupan di Laut Hitam. Selain itu juga dapat terjadi karena longsor di laut, sehingga untuk
penentuan ekologi juga penting diketahui kondisi ekologinya disamping foraminifera sebagai
petunjuk lingkungan.
e. Kekeruhan
Secara tidak langsung, proses turbidit akan berpengaruh terhadap mikrofauna. Penyebab
terjadinya turbidit : suspensi sedimen, organic pelonggokan plankton/organic yang tebal,
longsoran suatu massa sedimen. Kekeruhan air yang timbul karena arus turbidite akan
berpengaruh terhadap kehidupan mikrofauna/mengurangi masuknya sinar matahari kedalam
air, biasanya terdapat pada muara sungai yang besar. Masuknya air dalam jumlah besar akan
mengurangi salinitas.
f. Pengaruh Gelombang dan Arus
Arus turbulen pada dasar lautan yang dangkal akan menimbulkan kekeruhan. Disamping arus
turbulen juga mengalami pergerakan atau perpindahan disebut sebagai arus air laut.
II.2.1. CIRI FISIK
Ciri-ciri fisik pada foraminifera :
1) mempunyai pseudopodia yg panjang dan halus.
2) berkembang biak secara pembelahan biner.
3) cangkangnya tersusun atas kitin atau CaCO3.
4) umumnya hidup di air laut.
5) keberadaannya petunjuk adanya minyak bumi.
6) Waktu pemunculannya dimulai dari periode Ordovician sampai sekarang.

II.2.2. CANGKANG
A. Komposisi cangkang (test)
Pada umumnya komposisi test terdiri dari 5 macam :
1) Aranaceous/aglutine :
seperti gamping (putih)
Terdiri dari butiral mineral (microgranular)
Chitinous/khitin : campuran zat organik
Cirinya :
Berwarna coklat muda sampai kekuningan
Transparan/tembus cahaya
Tidak berpori/masif
2) Hyaline : Seperti gamping transparan dan berpori, biasanya dimiliki oleh foram
planktonik.
3) Porsellaneous: berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam tubuh fosil dan
keluar melaui pori-pori fosil tersebut.
4) Siliceous:
Warna putih jernih dari silika
Dimiliki dari spesies laut dalam, seperti :Radiolaria.
B. Bentuk Cangkang, Bentuk dan Susunan Kamar
Bentuk cangkang merupakan bentuk cangkang fosil secara keseluruhan, artinya tidak sama
dengan bentuk kamar dalam fosil tersebut. Foraminifera mempunyai cangkang yang
bermacam-macam bentuknya, biasanya terdiri dari satu/lebih kamar dimana antara kamar
satu dan lainnya dibatasi oleh septa. Cangkang tersebut dikelilingi oleh sebuah dinding.
Tempat pertemuan dinding dengan septa ini disebut suture yang penting untuk klasifikasi
yang ditunjukkan pada gambar 2 dan 3.

Secara garis besar bentuk-bentuk cangkang, meliputi :


1. Tabular (tabung)

15. Clavate (ganda)

2. Radial (bola)

16. Cuneate (tanduk)

3. Ellips

17. Flaring (mekar)

4. Lagenoid (botol)

18. Fistulose (jantung)

5. Sagittate (anak panah)

19. Sirkular

6. Fusiform (kumparan)

20. Kipas

7. Palmate (tapak/jejak)

21. Biconvex trochospiral

8. Lencticular (lensa)

22. Spiroconvex trochospiral

9. Rhomboid (ketupat)

23. Umbilicus biconvex trochospiral

10. Globular (seperti peluru)

24. Evolute planispiral

11. Subglobular

25. Involute planispiral

12. Kerucut

26. Streptospiral

13. Biconvex

27. Enrolled biserial

14. Tabulospinate (berduri)

28. Globular (bulat)

Gambar 2. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminira

Lenticular (lensa) -.Lenticulina atascaderoensis

Tabulospinate (duri bersaluran)


-. Hantkenina

Tabung
-.Plectofrondicularia sacatensis

Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda

Streptospiral
-.Globigeronoides rubery

Umbilicus convex trochospiral

Gambar 3. Berbagai bentuk dasar test (cangkang) Foraminifera


Sedangkan bentuk kamar dari fosil foram antara lain :

1. Spherical

6. Tabulospinate

2. Ovale

7. Angular conical

3. Hemisperical

8. Angular trunctate

4. Radial elongated

9. Angular rhomboidal

5. Clavate

Spherical

Radial elongated

-. Evolutononion dumonti
Ovale

-. Globorotalia inflata

-. Globigerina bulloides
Angular rhomboid

-. Globorotalia menardii

Tabulospinate

Angular conical

-. Hantkenina alabamensis
-. Eponides goudkoffi

Gambar4. Berbagai bentuk kamar foraminifera


Cangkang dibedakan atas dua kelompok utama, yaitu Cangkang Monothalamus
(Uniloculer) dan Polythalamus (multiloculer). Pada umumnya, istilah monothalamus dan
polythalamus digunakan di Eropa, sedangkan uniloculer dan multilooculer digunakan di

Amerika. Cangkang monothalamus adalah cangkang yang terdiri dari satu kamar,
sedangkang polytalamus terdiri lebih dari satu kamar. Bentuk kamar dapat dilihat pada
gambar 4.
A. Monothalamus
Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi (dapat dilihat pada gambar 5):
o Bulat (Globular), Contoh : Genus Orbulina
o Botol (Flask), Contoh : Genus Lagena
o Batang (Cylindrical), Contoh : Genus Bathysphon
o Kombinasi botol tabung, Contoh : Genus Entosolenia
o Bintang (Stellate), Contoh : Genus Asthorhiza
o Planispiral coiled, bentuk yang terputar pada satu bidang, Contoh : Cornuspira,
Ammodiscus
o Planispiral kemudian lurus, Contoh : Genus Rectocornuspira
o Planispiral pada permukaan kemudian tak teratur, Contoh : Genus Orthover tella,
Psammophis.

Terputar (Planispiral)
-.Spiroloculina ornata

Flask (botol)
-. Lagena sp

Globular (bulat)
-. Orbulina universa

P la n is p ir a l k e m u d ia n lu r u s
- . R e c to c o r n u s p ir a l

Terputar (Planispiral)
-. Ammodiscus sp

Gambar 5. Berbagai bentuk cangkang monothalamus


B. Polythalamus
Berdasarkan keseragaman kamar, dapat dilihat pada gambar 5 :
o Uniformed test,cangkang foram yang terdiri dari satu macam susunan kamar.
Misalnya :Uniserial saja atau biserial saja, atau juga triserial saja.
Contoh :Nodosaria, Bolivina, Uvigerina.
o Biformed test,cangkang foram yang terrdiri atas dua macam susunan kamar.
Misalnya:Pada awal memiliki kamar triserial dan pada akhirnya menjadi
biserial.
Contoh : Heterostomella, Cribrostomum.
o Triformed test,cangkang foram yang terdiri dari tiga macam susunan kamar.
misalnya : Pada awalnya biserial, kemudian terputar dan akhirnya menjadi uniserial.
Contoh : Vulvulina, Semitextularia.
o Multiformed test,cangkang foram yang terdiri atas lebih dari tiga macam susunan
kamar.(Sangat jarang dijumpai)
Berdasarkan susunan kamarnya, polythalamus-Uniformeddapat dibedakan menjadi :

1) Uniserial rectilinier, merupakan bentuk cangkang dimana kamar-kamarnya terdiri dari


sebaris kamar yang lurus susunannya, contoh : Genus Nodosaria.
2) Uniserial rectilinier berleher, contoh : Genus Nodogeneria.
3) Uniserial curvilinier, contoh : Genus Dentalina.
4) Uniserial equitant,kamar saling menutupi, contoh : Genus Glandulina.
5) Biserial, merupakan cangkang dimana kamar-kamarnya tersusun dalam dua baris
yang letaknya berseling-seling, contoh : Genus Bolivina, Textularia.
6) Triserial, merupakan cangkang yang terduru dari tiga baris kamar yang letaknya
berseling-seling satu sama lain, contoh : Genus Uvigerina.
7) Kombinasi biserial dan uniserial, contoh : Genus Bigerina.
8) Kombinasi triserial dan uniserial, contoh : Genus Clarulina.
9) Cangkang planispiral, cangkang dimana semua putaran kamarnya terletak pada satu
bidang, contoh : Genus Operculina.
10) Cangkang involute, cangkang dimana putaran kamar yang terakhir menumpangi
kamar yang terdahulu sehingga kamar putaran terakhir yang hanya tampak, contoh :
Genus Robulus.
11) Cangkang evolute, cangkang dimana seluruh putaran kamarnya dapat dilihat, contoh :
Genus Assilina.
12) Cangkang rotaloid, cangkang dimana semua putaran kamarnya terlihat dari
pandangan dorsal, sedang dari pandangan ventral hanya putaran terakhir yang terlihat,
contoh : Rotalia.
13) Cangkang biloculina, contoh : Genus Pyrgo.
14) Cangkang triloculine, contoh : Genus Triloculina.
15) Cangkang Quingueloculine, contoh : Genus Quingueloculina.

Uniserial (linier)
Biserial
Biserial
Uniserial equitant
-. Heterohelix pulchra-.Nodogenerina tappani-. Vaginulina bernardi -. Bolivina sp

Trochospiral
-.Eoglobigerina operta

Evolute planispiral

Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda

Gambar 6. Berbagai bentuk cangkang polythalamus


C. Aperture
Pada semua foraminifera umumnya dijumpai adanya aperture, kecualii foram besar.
Aperture merupakan lubang utama pada cangkang foraminifera yang umumnya terletak pada
permukaan kamar akhir. Kadang-kadang, aperture dijumpai lebih dari satu, misalnya pada
Genus Globigerinoides dan Candeina.
Aperture yang dijumpai pada fosil foraminifera mempunyai bentuk yang bermacammacam. Aperture mempunyai fungsi sebagai tempat keluarnya protoplasma, yang kemudian
berfungsi sebagai pseudopodia (kaki semu) dan aperture tersebut penting untuk klasifikasi.
Hasil penelitian terakhir menunjukkan tidak semua foraminifera mempunyai aperture
terutama foraminifera besar, untuk contoh contohnya dapat dilihat pada gambar 7.
Macam-macam aperture :
Primary aperture : lubang utama yang terletak pada kamar akhir, contoh : Globigerina
Secondary aperture: lubang tambahan yang terletak pada kamar utama

Accesory aperture : lubang yang nampak tidak langsung kamar utama tetapi pada
asesoris struktur, contoh : Catapsydrox.

Gambar 7. Macam-macam aperture


Bentuk-bentuk aperture yang umum dijumpai, antara lain :
o Aperture yang berbentuk bulat dan sederhana, umumnya terletak di ujung sebuah
cangkang, lubang bulat, contoh : Genus Frondicularia dan Pulmula.
o Aperture yang memancar, sering pula disebut aperture radiar, merupakan lubang yang
bulat dan mempunyai galengan-galengan yang memancar dari pusat lubang.
Umumnya dijumpai pada family Nodosaria dan Polymorphinidae, contoh : Genus
Nodosaria dan Polymorphina.
o Aperture phialine, merupakan sebuah lubang yang bulat, terletak pada ujung leher
yang pendek tapi mencolok, contoh : Genus Uvigerina & Siphogenerina.
o Aperture crescentric, aperture yang memiliki bentuk seperti tapal kuda, contoh :
Genus Nodosaarella.
o Aperture yang berbentuk celah, juga sering disebut slit-like aperture, contoh :
Genus Nonion & Pullenia.
o Aperture yang letaknya pada umbilicus, contoh : Genus Globigerina.
o Aperture multiple, terdiri dari banyak lubang, contoh : Genus Decerella.
o Aperture Cribate, aperture yang bentuknya seperti saringan, lubang umumnya halus
dan tersebar pada permukaan kamar akhir, contoh : Genus Miliola & Ammomassilina.

o Aperture tambahan, sering juga disebut sebagai accesory aperture berupa lubanglubang yang lebih kecil sebagai tambahan dari sebuah lubang yang lebih besar, yaitu
aperture utama, contoh : Genus Globigerinoides.
o Aperture entosolenian, aperture yang memiliki leher dalam, contoh : Genus
Entosolenia.
o Aperture ectosolenian, aperture yang memilimi leher luar yang pendek, contoh :
Genus Ectosolenia.
o Aperture dendritik, berbentuk seperti ranting pohon dan terletak pada septal face,
contoh : Genus Dendritina.
o Aperture yang bergigi, berbentuk lubang melengkung yang pada bagian dalamnya
terdapat tonjolan yang menyerupai gigi (single tooth), contoh : Pyrgo &
Quingueloculina.
o Aperture virganile/bulimine, berbentuk seperti koma yang melengkung, contoh :
Genus Virgulina, Bulimina, Buliminela dan Cassidulina.
o Berdasarkan bentuknya, aperture juga dibedakan seperti gambar 12 :
o Aperture tunggal, terletak pada ujung kamar terakhir, contoh : Genus Cornuspira,
Nodosaria dan Uvigerina.
o Aperture pada apertural face, terletak pada permukaan kamar yang terakhir, contoh :
Genus Cribrohantkenina dan Dendritina.
o Aperture periferal, yang memanjang dari umbilicus kearah tepi (peri-peri), contoh :
Genus Globorotalia dan Cibicides.

Radial

Celah/slitlike

Bulat
Koma/virgulin

Corong

Gigi satu/dua

Cressentril

Gambar 8. Jenis-jenis Aperture pada fosil foraminiferaberdasarkan letaknya


D. Suture
Suture : suatu hiasan yang memisahkan dua kamar yang saling berdekatan.
Bentuk suture :
Melengkung kuat
Melengkung lemah
Lurus
E. Hiasan dan Tekstur Permukaan
Hiasan pada cangkang foraminifera sangat beragam dan hiasan ini sangat penting
untuk klasifikasi. Selain hiasan, permukaan luar cangkangnya juga sering mempunyai tekstur
yang berbeda-beda seperti gambar 9:
o Keel, selaput tipis yang mengeliilingi bagian peri-peri cangkang foraminifera,
biasanya terdapat pada Globorotalia & Spiponina.
o Costae, galengan vertical yang dihubungkan dengan garis-gariis suture yang halus.
Contoh : Bulimina & Uvigerina.
o Spines, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi-tepi kamarnya. Contoh : Hankenina,
Asteerorotalia. Retrall process : merupakan garis-garis suture yang berkelok-kelok
dan biasa dijumpai pada Amphistegina.
o Bridged suture, adalah garis-garis suture yang terbentuk dari septa yang terputusputus. Contoh : Elphidium.
o Limbate suture, garis-garis suture yang berbentuk kumpalan pori-pori yang halus.
o Umbilical plug, bagian pusat cangkang, dapat berbentuk bulatan yang menonjol
ataupun yang cekung kedalam.
o Umbilicus, bagian pusat cangkang yang biasanya merupakan bagian kamar pertama.
o Reticulate, bentuk dinding cangkang yang berupa pori-pori bulat yang kasar.
o Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berupa pori-pori bulat yang kasar.
o Cancellata, permukaan luar cangkang dengan pori-pori kasar dan tidak selalu bulat
bentuuknya.

o Pustulose, permukaan luar cangkang yang dihiasi dengan bulatan-bulatan yang


menonjol.
o Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.

Aperture
Plat/lempeng gigi

Lips/bibir

Smooth/halus tanpa hiasan

Umbilical plug

Flaps

Punctate/berpori

Concellate

Spines/duri

Keel

Costae/Bridge

Pustulose

Limbate suture

Aperture assesoris (aca)


(bu : bulla)

Gambar 9. Berbagai jenis hiasan pada cangkang foraminifera


II.3. FORAMINIFERA PLANGTONIK
Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah spesiesnya banyak.
Plankton pada umumnya hidup mengambang di permukaan laut dan fosil plankton ini dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi, antara lain :

1) Sebagai fosil petunjuk


2) Korelasi
3) Penentuan lingkungan pengendapan
4) Foram plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada kedalaman tertentu :
Hidup antara 30 50 meter
Hidup antara 50 100 meter
Hidup pada kedalaman 300 meter
Hidup pada kedalaman 1000 meter
Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri terhadap
temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut, sedangkan di
malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh adalah Globigerina pachyderma di
Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di Laut Atlantik
Tengah hidup pada kedalaman 200 sampai 300 meter.
Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan normal, ia
berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan lingkungan ia akan segera mati
atau sedikit terpengaruhi perkembangannya. Namun demikian, ada juga beberapa jenis yang
tahan terhadap perubahan kadar garam, misalnya di Laut Merah meskipun kadar garamnya
tinggi, tetapi masih dijumpai Globigerina bulloides dan Globigerinoides sacculifer.
A. Tahapan Cara Mendeskripsi Foraminifera Planktonik
Di dalam mendeskripsi foraminifera planktonik dalam penentuan genus maupun
spesies disini harus diperhatikan, antara lain :
1) Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :

Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan
serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina.
Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh :
Globigerina.
Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh :
Pulleniatin.
2) Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar
terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih
sederhana.Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang terletak pada
dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan melekuk ke dalam, terlihat pada bagian ventral
(perut). Foraminifera planktonik ini juga banyak ditemui serta tersebar diseluruh benua atau
laut dengan kedalaman tertentu sehingga foraminifera planktonik dijadikan fosil indeks
sebagai penarikan umur.
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton :
Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal
yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri.
Contoh : Globorotalia.
Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture utama interiomarginal
yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan
hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran
akhir dengan putaran sebelum peri-peri. Contoh : Hastigerina.
Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari
aperture utama. Contoh : Globigerinoides.
Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture
tambahan. Contoh : Catapsydrax.

B. Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Planktonik


Foraminifera planktonik khusus terdapat pada superfamili Globigerinicea, yang dapat
dibagi menjadi :
1) Family Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau hemispherical,
bentuk kamar globural dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Aperture pada
umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau
pada apertural face. Beberapa genus yang termasuk dalam family Globigeriniidae :
a) Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini adalah
akibat dari terselubungnya seluruh kamar sebelumnya oleh kamar terakhir. Beberapa spesies
yang termasuk dalam genus ini (dapat dilihat pada gambar II.3.1)
Orbulina universa

Gambar II.3.1. Spesies Orbulina Universa

Orbulina bilobata (dapat dilihat pada gambar II.3.2)

Gambar II.3.2. Spesies Orbulina bilobata


b) Orbulina suturalis (dapat dilihat pada gambar II.3.3)

Gambar II.3.3. Spesies Orbulina Saturalis


c) Genus Globigerina
Globigerina nephentes (dapat dilihat pada gambar II.3.4)
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke atas.

Gambar II.3.4. Spesies Globigerina nephentes


d) Globigerina praebulloides (dpat dilihat pada gambar II.3.5)
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial sehingga sangat
melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan, umbilicusnya dalam.\

Gambar II.3.5. Spesies Globigerina praebulloides


e) Globigerina seminulina (dapt dilihat pada gambar II.3.5)
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate, umbilicus kecil hingga sangat
lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau melengkung rendah,
interiomarginal umbilical dibatasi oleh lengkungan.

Gambar II.3.5. Spesies Globigerina seminulina

f) Globigerina tripartite (dapat dilihat pada gambar II.3.6)


Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir bertambah besar ukurannya.
Umbilicusnya sempit dan triangular.

Gambar II.3.6. Spesies Globigerina tripartita

g) Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada Globigerinoides terdapat
supplementary aperture. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globigerinoides trilobus (dapat dilihat pada gambar II.3.7)

Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat. Umbilicusnya
sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal umbilical, melengkung lemah
sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat aperture sekunder.

Gambar II.3.7. Spesies Globigerina trilobus


Globigerinoides conglobatus (dapat dilihat pada gambar II.3.8)
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah secara
perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer interiomarginal
umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta
terdapat aperture sekunder.

Gambar II.3.8. Spesies Globigerina conglobatus

Globigerina extremus (dapat dilihat pada gambar II.3.9)


Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung, blique pada
spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan, umbilicusnya sempit, dalam.

Semua kamar pada putaran terakhir yang tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan
berupa tooth pada aperturenya.

Gambar II.3.9. Spesies Globigerina extremus


Globigerinoides fistulosus (dapat diliht pada gambar II.3.10)
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri, suture pada bagian
spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture primer interiomarginal
umbilical, lebar, terbuka dengan adanya sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada
kamar awalnya.

Gambar II.3.10. Spesies Globigerina fistulosus


Globigerinoides immaturus (dapat dilihat pada gambar II.3.11)
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit. Aperture
primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah sampai sedang,
dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.
Gambar II.3.11. Spesies Globigerina immaturus

Globigerinoides obliquus (dapat dilihat pada gambar II.3.12)

Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal umbilical,


sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir
memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture
primer.

Gambar II.3.12. Spesies Globigerina obliquu


Globigerinoides primordius(dapat dilihat pada gambar II.3.12)
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi mempunyai
aperture sekunder pada sisi dorsal.

Gambar II.3.12. Spesies Globigerina primordius


Globigerinoides ruber (dapat dilihat pada gambar II.3.13)
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture interiomarginal umbilical,
dengan lengkungan sedang yang terbuka dibatasi oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal
terdapat aperture sekunder.

Gambar II.3.13. Spesies Globigerina ruber

h) Genus Globoquadrina
Bentuk test spherical, bentuk kamar globural,aperture terbuka lebar dan terletak pada
umbilicus dengan bentuk segiempat,yang kadang-kadang mempunyai bibir. Beberapa spesies
yang termasuk dalam genus ini :
Globoquadrina dehiscens (dapat dilihat pada gambar II.3.14)
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga kamar
terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kenampakan samping sisi dorsal
terlihat datar. Spesies ini banyak ditemukan di daerah laut sedang yang memiliki
kedalaman dari 200- 350 meter di bawah permukaan air laut dengan cara hidup
melayang layang di laut dan terfosilkan di dasar laut.

Gambar II.3.14. Spesies Globigerina dehiscens


Globoquadrina altispira (dapat dilihat pada gambar II.3.15)
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus sangat lebar,
dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate pada bagian atas,
terdapat flap.

Gambar II.3.15. Spesies Globigerina Altispira

i) Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah kamar tiga
buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang di dasar

suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa suture bridge.
Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Sphaeroidinella dehiscens (dapat dilihat pada gambar II.3.16)

Gambar II.3.16. Spesies Sphaeroidinella dehiscens


j) Genus Sphaeroidinellopsis
Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella tapi tidak mempunyai
aperture sekunder. Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Sphaeroidinellopsis seminulina (dapat dilihat pada gambar II.3.17)

Gambar II.3.17. Spesies Sphaeroidinellopsis seminulina

k) Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari
umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face. Pada genus ini sering ditemukan
terfosilkan pada kedalaman 200-350 meter dibawah permukaan air laut, tapi genus ini sangat
jarang di jumpai mungkin karena kebanyakan sudah hancur karna memiliki test atau
cangkang yang kurang kuat Spesies yang termasuk dalam genus ini:

Pulleniatina obliqueloculata (dapat dilihat pada gambar II.3.18)

Gambar II.3.18. Spesies Pullenitina


l) Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax dissimilis dan
tegilla pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai accessory aperture yaitu infralaminal
accessory aperture pada tepi hiasan aperturenya. Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Catapsydrax dissimillis (dapat dilihat pada gambar II.3.19)

Gambar II.3.19. Spesies Catapsydrax dissimillis


2) Family Globorotaliidae
Umumnya mempunyai bentuk test biconvex, bentuk kamar subglobular atau angular
conical, susunan kamar trochospiral. Aperture mamanjang dari umbilicus kepinggir test dan
terletak pada dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada pula
yang tidak. Genus yang termasuk dalam family Globorotaliidae:
Genus Globorotalia
Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dibagi menjadi 2 subgenus,yaitu:
Subgenus Globorotalia

Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel. Untuk


membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka penulisannya diberi kode sebagai
berikut : Globorotalia (G) Beberapa spesies yang termasuk subgenus ini :
Globorotalia tumida (dapat dilihat pada gambar II.3.20)
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spiral lebih convex daripada sisi
umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan umbilical pada
kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya melengkung halus lalu
melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus hingga radial, pada distal kembali
melengkung hamper tangensial ke peri-peri.

Gambar II.3.20. Subgenus globorotalia-spesies Globorotalia tumidae

Globorotalia plesiotumida (dapat dilihat pada gambar II.3.21)


Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial globulate,
keel tipis. Suture pada bagian spiral melengkung satu pada bagian yang terakhir
subradial, pada sisi distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup
dalam, aperture interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah dibatasi
oleh lip yang tipis.

Gambar II.3.21. Subgenus globorotalia-spesies Globorotalia plesiotumida

Subgenus Turborotalia
Mencakup seluruh Globorotalia yang tisak mempunyai keel. Untuk penulisannya
diberi kode sebagai berikut: Globorotalia (T) Beberapa spesies yang termasuk
subgenus ini:
Globorotalia siakensis (dapat dilihat pada gambar II.3.22)
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial globulate, kamar tidak rata,
subglobular, kamar 5-6 terakhir membesar tidak teratur. Pada kedua sisi suturenya
radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture
interiomarginal umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi
oleh bibir atau rim.

Gambar II.3.22. Subgenus Turborotalia-spesies Globorotalia Siakensis

3) Family Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah satu sisi test
yang berseberangan. Susunan kamr planispiral involute. Pada beberapa genus kamar-kamar
ditumbuhi oleh spine-spine panjang.Beberapa genus yang termasuk dalam family
Hantkeniidae:
Genus Hantkenina (dapat dilihat pada gambar II.3.23)
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar planispiral
involute, tiap-tiap kamar terdapat spine yang panjang, bentuk cangkang genus ini
kebanyakan memiliki duri duri banyak ditemukan cangkang dalam keadaan keropos
atau sudah rusak karena proses sedimentasi. Contoh: Hantkenina alabamensis.

Gambar II.3.23. Genus Hantkenina-spesies Hantkenina alabamensis

Genus Cribohantkenina (dapat dilihat pada gambar II.3.24)


Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir sangat gemuk
dan mempunyai cribate yang terletak pada apertural face
Contoh: Cribohantkenina bermudezi

Gambar II.3.24. Genus Cribohantkenina-Spesies Cribohantkenina Bermudezi


Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau loosely coiled.
Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada apertural face.
Contoh: Hastigerina aequilateralis (dapat dilihat pada gambar II.3.25)

Gambar II.3.25. Genus Hastigerina-Spesies Hastigerina aequilateralis


II.3.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA PLANGTONIK
Bentuk luar foraminifera, jika diamati dibawah mikroskop dapat menunjukkan
beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkang foraminifera,meliputi :
Dinding, lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi melindungi bagian
dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik yang dihasilkan sendiri atau dari
material asing yang diambil dari sekelilingnya.
Kamar, bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
Protoculum, kamar utama pada cangkang foraminifera.
Septa, sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
Suture, suatu bidang yang memisahkan antar 2 kamar yang berdekatan..
Aperture, lubang utama pada cangkang foraminiferra yang berfungsi sebagai mulut
atau juga jalan keluarnya protoplasma.

D
C

Keterangan :
B

D
B

A : Proloculus

Gambar II.3.1.1.Bagian-bagian cangkang foraminifera

II.3.2. SISTEMATIKA FORAMINIFERA PLANGTONIK


Terdapat 3 famili yang sering dijumpai pada foraminifera plangtonik (Cushman,
1950).Ketiga family adalah Globogerinidae, Globorotaliidae dan Hantkeninidae.Jumlah
genus yang ada sekitar 23.
1. Famili Globigerinidae
a) Genus Globigerina dOrbigny 1826
Test terputar helicoids,

kamar globular, komposisi

test gampingan

hyaline.Kadang dijumpai duri-duri halus, aperture umbilical berbentuk koma.

Gambar II.3.2.1bentuk cangkang Genus Globigerina


b) Genus Globigerinoides Cushman 1927
Secara umum hamper sama dengan Globigerina, perbedaan terletak pada
adanya aperture sekunder pada Globigerinoides yang terlihat pada pandangan
dorsal.
c) Genus Hestigerina Wyville Thomson, 1876
Putaran awal trochoid kemudian berubah planispiral, evolute, test gampingan,
kamar globular, aperture interiomarginal equatorial.

Gambar II.3.2.2Hastigerina Aequilateralis

d) Genus Orbulina dOrbigny, 1839


Test terputar trochoid rendah, kamar terakhir menutupi selauruh kamar
sebelumnya, aperture tidak terlihat, kamposisi gamping hyaline, kamar
globular.

Gambar II.3.2.3Bentuk Cangkang Genus Orbulina


e) Genus Spheroidinella Cushman, 1927
Test terputar trochoid rendah dengan putaran kamar terakhir menutupi putaran
sebelumnya, aperture interiomarginal umbilical, berbentuk busur dengan bibir
tebal.

Gambar II.3.2.4 Sphaeroidinellopsis Subdehiscens

f) Genus Pulleniatina Cushman, 1927


Test seperti Globigerina, dinding cancellated, kamar terputar involute,
aperture sempit dan melengkung pada kamar akhir.

Gambar II.3.2.5Pulleniatina Obliquiloculate


2. Famili Globorotaliidae
a) Genus Globorotalia Cushman, 1927
Test trochoid rendah, berbentuk biconvek, kadang mempunyai hiasan keel pada periperi, kamar sub globular rhomboid, aperture interiomarginal umbilical extra
umbilical.

Gambar II.3.2.6Bentuk Cangkang Genus Globorotalia


b) Genus Globotruncana Cushman, 1927
Test trochoid pada awalnya, bentuk kamar membulat,pandangan dorsal dan ventral
datar atau cembung,hiasan keel,aperture umbilical.

Gambar II.3.2.7 Bentuk Cangkang Genus Globotruncana

3. Famili Hantkeninidae
a) Genus Hantkenina Cusman,1924
Test planispiral dengan putaraNtertutup,secara umum involute,dinding gampingan,
hiasan berupa tanduk pada setiap kamar.

Gl
Hantkenina singanoae

oborotalia tumida

Sphaeroidinellopsissubdehiscens

Globotruncana falsostuarti

Globigerina bulloides
Orbulina universa
Gambar II.3.2.8Foraminifera Planctonik

II.4. FORAMINIFERA BENTONIK


Fosil

foraminifera

benthonik

sering

dipakai

untuk

penentuan

lingkungan

pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil
benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba.
Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
o Pada kedalaman 0 5 m,dengan temperatur 0-27 derajat celcius,banyak dijumpai genusgenus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,Ammobaculites dan bentuk-bentuk
lain yang dinding cangkangnya dibuat dari pasiran.

o Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C),dijumpai genus Cilicides,Proteonina,Ephidium,


Cuttulina, Bulimina,Quingueloculina dan Triloculina.
o Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC),dijumpai genus Gandryna,Robulus,Nonion,
Virgulina,Cyroidina,Discorbis,Eponides dan Textularia.
o Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C),dijumpai Listellera,Bulimina,Nonion,
Angulogerina,Uvigerina,Bolivina dan Valvulina.

II.4.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BENTHONIK


Di dalam mendeskripsi foraminifera bentonik dalam penentuan genus maupun spesies
disini harus diperhatikan, antara lain :
A. Susunan Kamar Foraminifera Benthos
1) Monothalamus
Monotalamus adalah susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera yang hanya
terdiri dari satu kamar. macam - macam dari bentuk monothalamus test:
a) Bentuk globular atau bola atau spherical dapat dilihat pada gambar II.4.1.1.
Terdapat pada kebanyakan subfamily accaminidae Contoh : Saccamina.

Gambar II.4.1.1 Bentuk Test globular

b) Bentuk

botol

(flarkashaped),terdapat

pada

kebanyakan

subfamily

ProteonaninaeContoh : Lagena (gambar II.4.1.2)

Gambar II.4.1.2 Bentuk Test botol


c) Bentuk tabung (tabular) seperti yang ditunjukkan pada gambar II.2.1.3.
Terdapat pada kebanyakan subfamili Hyperminidae Contoh : Hyperammina.

Gambar II.2.1.3. Bentuk Test Tabung

d) Bentuk kombinasi antara tabung dan botol seperti yang di tunjukkan pada gambar
II.2.1.4. Contoh : Lagena

Gambar II.2.1.4. Bentuk Test kombinasi tabung dan botol


e) Planispiral (uncoiling) seperti yang di tunjukan pada gambar II.2.1.5.

Contoh: Rectocornuspira

Gambar II.2.1.5 Bentuk Test Planispiral

f) Zigzag
Contoh : Lenticulina sp
g) Radiate
Contoh : Astroshizalimi colasandhal

h) Cabang (bifurcatirtg) (gambar II.2.1.5)


Contoh: Rhabdamina abyssorum

Gambar II.2.1.5. Bentuk Test cabang/bifurcatirtg

i) Arburescent (gambar II.2.1.6)

Contoh : Dendrophyra crectosa


j) Tak teratur (irregular)
Contoh : Planorbulinoides reticnaculata
k) Setengah lingkaran (hemispherical)
Contoh : Pyrgo murrhina
l) Inverted v-shaped chamber (palmate)
Contoh : Flabellina rugos
m) Fusiform
Contoh : Vaginulina laguman

Gambar II.2.1.6. Bentuk Test Arburescent-Fusifom


n) Pyriform
Contoh : Elipsoglandulina velascoensis

o) Conical (kerucut)
Contoh : Textularia ere/osa
p) Semicircular (fanshaped-flabelliform)
Contoh: Pavaninaflabelliformis
Beberapa foraminifera yang memiliki cangkang monothalamus yang di tunjukkan pada
gambar II.2.1.7 dan II.2.1.8.

Gambar II.2.1.7. Macam-macam bentuk cangkang monothalamus

Gambar II.2.1.8. Foraminifera yang mempunyai cangkang monothalamus


(Sumber: Moore R.C. et al., 1952)
2) Polythalamus
Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang terdiri
dari lebih satu kamar, misalnya uniserial saja ata biserial saja. Macam-macam
polythalamus test:
2.a Uniformed, terdiri dari Uniserial, terdiri dari satu macam susunan kamar dan sebaris
kamar, terdiri dari :
a) Rectilinier (linier punya leber), test uniserial terdiri atas kamarkamar bulat yang
dipisahkan satu sarna lain dengan stolonxy neck.Contoh : Siphonogerina, Nodogerina.
b) Linier tanpa leber, kamar tidak bulat dan antara kamar yang satu dengan kamar yang
lainnya tidak didapat neck. Contoh : Nodosaria.
c) Equitant uniserial, test uniserial tidak mempunyai leher, tetapi sebaliknya kamamya
sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian yang lain. Contoh : Glandurina.
d) Curvilinierl uniserial arcuate, test uniserial tapi sedikit melengkung dan garis batas
kamar satu dengan yang lainnya atau sututre membentuk sudut terhadap sumbu
panjang. Contoh : Dentalina
e) Coiled test atau test yang terputar, macam macamnya yaitu Planispiral coiled test,
test yang terputar pada satu bidang datar, di bagi dua:
e.1) Involute yang di tunjukkan pada gambar II.2.1.9, test yang terputar dengan putaran
akhir menutupi putaran yang sebehunnya, sehingga putaran akhir saja yang terlihat.
Contoh : Elphidium.

GambarII.2.1.9. Bentuk Test polythalamus-Involute


e.2)Evolute test, test yang terputar dengan seluruh putaramlya dapat terlihat. Contoh :
Anomalia.
e.3) Nautiloid test, yang ditunjukkan pada gambar II.2.1.10 merupakan test yang terputar
dengan kamar-kamar di bagian umbilical (ventral) menumpang satu sarna lain, sehingga
kelihatan karnar kamarnya lebih besar dari bagian peri-peri dari pada di bagian umbilicus.
Contoh : Nonion

Gambar II.2.1.10. Bentuk Test polythalamus-Nautiloid


e.4) Rotaloid test, Merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang, dengan posisi
pada dorsal seluruh putaran terlihat, sedang pada ventral hanya putaran terakhir yang terlihat.
Susunan kamar ini disebut juga Low Trochospiral. Contoh: Rotalia
e.5) Helicoid test, merupakan test yang terputar meninggi, dimana lingkarannya dengan
cepat menjadi besar. Terdapat pada subfamily Globigerinidae (plankton). Susunan kamar ini
disebut juga High Trochospiral. Contoh: Globigerina

e.6) Biserial yang di tunjukkan pada gambar II.2.1.11, test yang tersusun dua baris kamar
yang terletak berselang-seling. Contoh: Textularia dan Bolivina SP

Gambar II.2.1.11. Bentuk Test polythalamus-Biserial


e.7) Triserial yang di tunjukkan pada gambar II.2.1.12, test yang tersusun oleh tiga baris
kamar yang terletak berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulim

Gambar II.2.1.12 Bentuk Test polythalamus-Triserial

e.8) Biformed Testyang di tunjukkan oleh gambar II.2.1.13. Merupakan dua macam
susunan kamar yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam satu buah test, misalnya
biserial pada awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya. Contoh : Bigerina

Gambar II.2.1.13. Bentuk Test polythalamus-Biformed

e.9) Triformed II.2.1.14 Test Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test,
misalnya permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial.
Contoh: Vulvulina

Gambar II.2.1.14. Bentuk Test polythalamus-Triformed

e.10) Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3 susunan kamar. Bentuk ini sangat jarang
ditemukan.

B. Aperture Foraminifera Bentos


Golongan benthos memiliki bentuk aperture yang bervariasi.Dan aperture itu sendiri
merupakan bagian penting dari test foraminifera,karena merupakan.lubang tempat
protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk.
Macam-macam aperture pada foraminifera benthos:
1) Simple Aperture, yaitu :
a) at end of tabular chamber
b) at base of aperture face
c) in middle aperture face

d) aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah


test(terminal), lubangnya bulat.
e) Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung, tetapi tegak lurus pada
permukaan septal face.
f) Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak diujung neck yangn
pendek tapi menyolok.
g) Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai
pada foraminifera yang bertest hyaline.
h) Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda.
2) Supplementary Aperture,yaitu :
a) Infralaminal accessory aperture dendritik
b) Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah lubang yang bulat, tapi
mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang.
c) Radiate with apertural facechamberlet.

3) Multiple Aperture, yaitu :


a) Multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang, terletak di sepanjang
suture.
4) Aperture cribralateral, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya seperti saringan,
lubang uummnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir.
5) Terminal
6) Primary Aperture, yaitu :
a) Primary aperture interiomarginal umbilical

b) Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple aperture lip/ ventral and


peripheral.
c) Spilo umbilical/interiomarginal equatorial.
Berikut adalah foraminifera dengan beberapa genus dan keterangan determinasinya, yang di
tunjukkan pada gambar Gambar II.2.1.15 dan Gambar II.2.1.16.

Gambar II.2.1.15. Contoh genus foraminifera bentonik dan keterang

Gambar II.2.1.16. Contoh genus foraminifera bentonik dan keterangannya


II.5. APLIKASI MIKROPALEONTOLOGI
Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus
berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.Fosil foraminifera
bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan
gas bumi, dll.
fosil indeks
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan
bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk
menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan
foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian
spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda.Foraminifera
mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas,sehingga
diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir,karena ukuran fosil foraminifera yang
kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur
minyak yang dalam. Fosil indeks yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur
relatif.Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas,
serta mudahdikenal.
Contohnya : Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.
Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi).
Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula,
seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan

lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah
dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis
pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah contoh kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih
hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat
digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di tempat kumpulan fosil foraminifera
diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup.Jika sebuah perconto mengandung
kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada
beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau.
Petunjuktersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan
bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik
dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae),
dan aspek kimia material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan
sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh,perban-dingan isotop
oksigen stabil tergantung dari suhu air.Sebab air bersuhulebih tinggi cenderung untuk
menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada
cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti
dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar
perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut
telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang
akan datang (keakurasiannya belum teruji).

II.5.1. PENENTUAN UMUR


Disamping jumlah genus sedikit, plankton sangat peka terhadap perubahan kadar
garam, hal ini menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek
sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan.Biozonasi foraminifera planktonik
yang populer dan sering digunakan di Indonesia adalah Zonasi Blow (1969),Bolli (1966)
dan Postuma (1971).
Pada zaman tersier dibagi menjadi beberapa bagian bagian yang lebih kecil,
diamana pada zaman tersier bawah (Paleogen) dinotasikan dengan huruf P kemudian
didepan huruf tersebut diberikan indeks angka 1 untuk paleogen tertua yang kemudian
berturut 2,3,4,5,. Hingga 19 untuk Paleogen termuda.

Tersier atas (neogen) dinotasikan dengan huruf N yang juga diberikan angka indeks
mulai dari 21 untuk yang termuda hingga 1 untuk yang tertua serta N23 dan N22
untukPleistocene. Adapun tahapan dalam penentuan umur dengan memnggunakan
foraminifera plankton adalah sebagai berikut:
o Pengambilan sampel di lapangan yang kemudian melakukan penyajian fosil.
o Pengmatan dibawah mikroskop untuk mengamati species-species yang ditemukan dan
memisahkannya.
o Menentukan umur dari setiap species yang ditemukan.
o Memasukkan umur serta species kedalam tabel umur.
Untuk melihat umur dari lapisan batuannya kita melihat kolom yang paling banyak yang
dipotong oleh garis umur. Seperti ditemukan batuan yang memiliki kandungan fosil
foraminifera plankton yang dominan berumur Middle Miocene, maka dapat dipastikan batuan
tersebut berumur Middle Miocene.
Penentuan umur suatu batuan ditentukan oleh kandungan fosil foraminifera plankton
yang terdapat dalam batuan tersebut bukan dari kandungan foraminifera benthos (kecuali
foram besar). Untuk penetuan umur kita juga dapat menggunakan fosil dari foram besar,
metode ini disebut juga dengan klasifikasi huruf Tersier yang diajukan oleh Van Der
Vlerk dan Umgrove pada tahun 1927.
Pada klasifikasi ini zaman tersier juga dinotasikan dengan huruf T namun dibagi
dengan indeks huruf dimana huruf a untuk tersier tertua kemudian beturut hingga h yang
menandakan tersier yang termuda. adapun tahapan dari klasifikasi ini adalah:
o Pengambilan sampel dilapangan yang kemudian melakukan penyajian fosil dengan
cara melepaskan fosil tersebut dari batuan dan menyayat tipis fosil (0.05 mm) lalu
menenpelkannya di plat kaca yang kemudian diamati dibawah mikroskop. Bila
fosilnya sulit dilepaskan dari batuan maka Penamaan fosil dapat dicari dengan
penamaan genus dan species yang ada.
o Menentukan umur dari setiap genus species yang ditemukan dalam range chartyang
dibuat oleh Adam, 1970.
o Memasukkan umur serta species ke dalam tabel umur.
o Kolom yang terbanyak dipotong oleh garis umur adalah umur dari batuan tersebut.
II.5.2. PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Gambar : Gambaran lingkungan pengendapan daerah penelitian.

Lingkungan pengendapan adalah suatu kumpulan dari kondisi fisika, kimia, dari
biologi dimana sedimen terakumulasi (Krumbein & Sloss, 1963). Selain tersabut di atas
banyak pula para ahli yang mengemukakan tentang definisi lingkungan pengendapan
antara Selly, 1978, mendefinisikan suatu keadaan dipermukaan bumi yang disebabkan olen
interaksi antara faktor-faktor fisika kimia dan biologi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Dipakai sebagai penentu umur relatif karena umumnya mempunyai umur pendek
sehingga sangat baik sebagai fosil penunjuk lingkungan pengendapan. Penentuan umur
berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia biasanya menggunakan Klasifikasi
Huruf, antara lain klasifikasi huruf yang dikemukakan olehAdams (1970).
Foraminifera benthos sangat bagus dalam pengaplikasiannya untuk menentukan
lingkungan penendapan. Dikarenakan golongan ini umumnya hidup pada dasar laut mulai
dari tepi sampai kedalaman lebih dari 3000 meter. Dimana foraminifera benthos ini sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga golongan ini sangat akurat dipakai sebagai
indikator untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Tahapan kerjanya adalah sebagai berikut :
o Pengambilan contoh (sampel) di lapangan masih sama dengan di atas beserta
penyajian fosilnya.
o Pengamatan di bawah mikroskop, mengamati macam species yang kemudian dipisahpisahkan.

o Setelah diketahui macam spesiesnya, kemudian tiap spesies dicari kisaran lingkungan
pengendapannya.
o Lingkungan pengendapan adalah kolom terbanyak yang terpotong oleh garis
penentuan lingkungan pengendapan.
Secara umum foraminifera benthos ini digunakan sebagai fosil index untuk
menentuakan lingkungan pengendapan. Organisme dalam hidupnya dibatasi oleh suatu
lingkungan, dimana organisme tersebut dapat beradaptasi. Dengan demikian fosil dapat
dipergunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Syarat: fosil terendapkan pada lingkungan dimana dia hidup (bioconoese ),
lingkungan hidupnya sempit dan mudah dikenali. Lingkungan Pengendapan yaitu Darat,
meliputi gurun, sungai, danau, dan sebagainya. Sedangkan laut, meliputi yaitu pantai, rawa,
laut dangkal (neritik).

Sejarah Pengendapan
Sejarah pengendapan pada daerah tersebut yaitu :
1. Lapisan Bawah
Dari analisa fosil bentonik yang di temukan berbagai jenis yaitu ( Nodosaria pyrula, ,
dan lain- lain banyak jenis di temukan Bathysiphon Sp) sehingga di tarik kesimpulan bahwa

lapisan bawah terendapkan dari zona Bathyal tengah, akan tetapi karena banyak
ditemukannya fosil benthonik dengan genus Bathysiphon dapat diperkirakan daerah tersebut
pernah terendapkan di zona Abbisal sampai Hadal. Sehingga dari hasil tersebut daerah
lingkungan pengendapannya kurang lebih berada pada lingkungan laut dengan kedalaman
antara >500 m 500 m, dan pernah pada kedalaman <5000m.Atau zona Bathyal tengah
sampai pada Hadal.Tetapi lebih dipastikan zona Abbisial sampai Hadal.
2.

Lapisan Tengah dan Lapisan Atas

Dari analisa fosil bentonik yang di temukan berbagai jenis yaitu ( Nodosaria, Bentalina,
Bulivina innerasata reuss, Cibicides dan lain- lain) dapat di tarik kesimpulan bahwa terendapkan

di zona Bathyal Atas Sampai Bathyal Tengah. Sehingga dari hasil tersebut daerah lingkungan
pengendapannya kurang lebih berada pada lingkungan laut dengan kedalaman antara >200m
1000m, hampir pada batas zona Neritik.

Anda mungkin juga menyukai