Anda di halaman 1dari 10

Persiapan Penelitian Mikrofosil

1. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk fosil mikro maka
yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil haruslah batuan yang masih dalam keadan
insitu, yaitu batuan yang masih ditempatnya. Fosil-fosil mikro yang terdapat dalam batuan,
mempunyai bahan pembentuk cangkang dan morfologi yang berbeda, namun demikian hampir
seluruh mikrofosil mempunyai satu sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat kecil dan
kadang sangat mudah hancur (getas). Sifat – sifat fisik yang demikian menyebabkan adanya perlakuan
yang khusus yang diperlukan dalam proses pengambilan sampel. Sangat diperlukan ketelitian serta
perhatian yang seksama dalam pengambilan sampel, memisahkannya dari material lain, lalu
menyimpannya di tempat yang aman/terlindung dari kerusakan secara kimiawi dan fisik. Lokasi
contoh batuan yang diambil, harus diplot dengan benar pada peta. Untuk contoh batuan dari sumur
pemboran, harus dicatat pada kedalaman berapa sampel tersebut diambil. Usahakan pengambilan
sampel batuan ini dilakukan pada batuan yang segar (tidak lapuk) dan kemungkinan mengandung
mikrofosil.
Mikrofosil dapat terkandung pada sebagian besar batuan sedimen, tetapi banyak sedikitnya,
jenis dan variasinya serta kondisi pengawetannya tergantung pada proses pengendapan, umur dan asal
batuan. Bignot (1982) membut hubungan antara jenis batuan dan jumlah mikrofosil yang
dikandungnya tanpa memperhatikan umur dan asal pengendapan. Masalah yang timbul pada saat
pengambilan contoh batuan dari penampang suatu urutan sedimen adalah menentukan lokasi
mikrofosil, karena kebanyakan setiap zona dapat diwakili oleh ketebalan lapisan yang hanya beberapa
inci saja dan kadangkala menerus sampai mencapai ketebalan yang besar seperti pada lapisan serpih
atau batu paasir masif yang menonton. Untuk suatu horizon yang tipis dapat saja terlewatkan dengan
sangat mudah pada splot sampling dengan interval tertentu, sebagai contoh batuan yang seharusnya
diambil menjadi terlewatkan. Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi
dapat dilakukan berikut ini :
a. Splot sampling adalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik untuk penampang yang
tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan serpih tebal, batu gamping dan
batulanau. Pada metoda ini dapat ditambahkan dengan “channel sample” (parut sampel)
sepanjang + 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
b. Channel Sampling (sampel paritan) Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5
m) pada suatu litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample
dilakukan pada setiap perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih
yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga pada serpih dengan lensa
tipis batugamping.

2. Kualitas Sampel
Pengambilan suatu contoh batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria
sebagai berikut ini :
a. Bersih
Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus membersihkannya dari lapisan-
lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar
tumbuh-tumbuhan, juga dari polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang,.
Khusus untuk sampel pada analisa palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari udara terbuka
karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari yang dapat menempel pada batuan
tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan dengan memasukkan sampel yang sudah
dibersihkan tersebut kedalam lubang metal/fiberglas yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga
kita mengambil contoh batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi
kita bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
b. Representif dan Komplit
Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu sisipan ataupun suatu
lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar 200 – 500 gram batuan sedimen yang
sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga sedikit mengandung mikrofosil, berat contohnya
lebih baik dilebihkan. Sebaliknya pada analisa nannoplankton hanya dibutuhkan beberapa gram
saja untuk setiap sampelnya.
c. Pasti ;
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air (plastik) yang
diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan penting tentang sampel tersebut seperti
nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis batuan, waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil
analisa sampel tersebut akan pasti manfaatnya.

3. Jenis-jenis Sampel
Secara garis besar, jenis sampel dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Sampel permukaan (surface sample)
Adalah sample yang diambil pada permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot
dalam peta.Sampel bawah permukaan (sub surface sample).
b. Sampel bawah permukaan
adalah sampel yang diambil dari suatu pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah
permukaan ini dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
1 inti bor (core) ; seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara utuh.
2 sampel hancuran (ditch-cutting) ; lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan dan dipompa
ke luar dan kemudian ditampung.
3 sampel sisi bor (side-wall core) ; diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan pada
kedalaman tertentu.
4 Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat dengan cermat dan
kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).

4. Preparasi Sample
Preparasi adalah suatu proses untuk mengubah contoh batuan yang telah dipilih pada saat
sampling menjadi bahan yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan. Proses ini pada umumnya
bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material-material lempung
(matrik) yang menyelimutinya. Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri.
Polusi, terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label, harus
tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum. Beberapa contoh teknik preparasi untuk
foraminifera & ostracoda, nannoplankton dan pollen dapat dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
a. Foraminifera kecil & Ostracoda
Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan preparasi dengan
metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan sedimen klastik halus-sedang,
seperti lempung, serpih, lanau, batupasir gampingan dan sebagainya. Caranya adalah sebagai
berikut :
1. Ambil ± 100 – 300 gram sedimen kering.
2. Apabila sedimen tersebut keras – agak keras, maka harus dipecah secara perlahan dengan
menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
3. Setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan dilarutkan
dengan H2O2 (10 – 15%) secukupnya untulk memisahkan mikrofosil dalam batuan tersebut
dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
4. Biarkan selama ± 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
5. Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air yang deras
diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 50 - 120 mesh.
6. Residu yang tertinggal pada saringan 50 - 120 mesh diambil dan kemudian dikeringkan
didalam oven (± 60 C).
7. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label sesuai dengan
nomor sampel yang dipreparasi.
8. Sampel siap dideterminasi.
Alat dan bahan yang diperlukan dalam preparasi Foraminifera kecil & Ostracoda antara lain sebagai
berikut :
1. Lempung dan tumbukan keramik / besi (dipergunakan bila sample keras);
2. Mangkuk plastik dan mangkuk almunium;
3. Senduk plastik;
4. NA0H
5. H2O2.
6. Penyaring dengan Mesh no 50 dan 120
7. Oven pengering.

Gambar 1. Penyaring dengan mesh 50 dan 120 serta mangkuk


(Gambar Koleksi Lab. Paleontologi FTG – UNPAD)

Gambar 2. Oven (Gambar Koleksi Lab. Paleontologi FTG – UNPAD)


Gambar 3. Alat – Alat Yang dipakai dalam proses pengambilan fosil
(Gambar Koleksi Lab. Paleontologi FTG – UNPAD)

b. Foraminifera besar
Biasanya foraminifera besar terdapat pada batugamping / batu gamping pasiran yang mempunyai
kekerasan tinggi. Dengan demikian untuk menganalisanya dilakukan dengan mempergunakan
sayatan tipis. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin penyayat / gurinda.
Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh foraminifera besar yang ada didalamnya.
2. Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan pada kedua
sisinya.
3. Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan abrasif (karbondum)
dan air.
4. Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x 30 mm) dengan
mempergunakan Kanada Balsam.
5. Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan biasanya
ketebalan sekitar 30-50 μm.
6. Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam secukupnya dan
kemudian ditutup dengan “cover glass”. Beri label.
7. Sampel siap dideterminasi

c. Polen dan Spora


Untuk polen dan spora, tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Sample di keringkan di dalam oven dan ditimbang dalam kondisi sample dalam kering lalu
diambil dengan jumlah yang diperlukan ± 20 gram;
2. Sample kemudian direndam dalam HF dengan kadar 40% selama 24 jam, agar sample bebas
dari kandungan material – material silika. Bila sesudah 24 jam direndam. Sample dibersihkan
menggunakan aquadest sebanyak 3 x yang fungsinya menetralkan sample dari kandungan HF.
Untuk mengetahui kandungan tingkat keasaman, maka pergunakan lakmus warna biru
sebagai indikasi, apabila warna menjadi merah maka masih tinggi kandungan asamnya dan
apabila warna biru, maka sample sudah netral tingkat keasamannya.
3. Larutkan dalam Hcl dengan kadar 10% sambil diaduk selama ± 2 jam, tahapan ini dapat
menghilangkan kandungan karbonat yang terdapat pada sample lalu cuci dengan aquadest lalu
cek tingkat keasaman dengan lakmus.
4. Rendam dengan KOH dingin dengan kadar 10% aduk aduk selama ± 8 jam, langkah ini akan
menghilangkan kandungan material organik yang terdapat pada sample lalu bersihkan sample
dengan aquadest lalu cek tingkat keasaman dengan lakmus.
5. Rendam dengan larutan alkohol sambil di aduk – aduk sample, bersihkan sample dengan
aquadest lalu cek tingkat keasaman dengan lakmus.
6. Tahapan berikutnya, sample direndam dalam larutan HCL dengan kadar 10% dengan kondisi
sample dipanaskan selama ± 3 menit, cara ini agar kandungan karbonat dalam hilang dari
sample lalu bersihkan sample dengan aquadest lalu cek tingkat keasaman dengan lakmus.
7. Rendam dalam larutan HN03 dengan kadar 10% dalam kondisi panas selama ± 3 menit lalu
bersihkan sample dengan aquadest lalu cek tingkat keasaman dengan lakmus.
8. Proses terakhir rendam sample dalam larutan KOH dengan kadar 10% selama ± 5 menit agar
sample bener2 terbebas dari kandungan kandungan material organik lalu Sample dibersihkan
menggunakan aquadest sebanyak 3 x yang fungsinya menetralkan sample dari kandungan
KOH. Untuk mengetahui kandungan tingkat keasaman, maka pergunakan lakmus warna biru
sebagai indikasi, apabila warna menjadi merah maka masih tinggi kandungan asamnya dan
apabila warna biru, maka sample sudah netral tingkat keasamannya.
9. Masukan kedalam botol vaial, sample siap dipergunakan dan ditempatkan dalam slide glass.

Alat dan bahan yang diperlukan dalam preparasi pollen dan spora antara lain sebagai berikut :
1. Pipet;
2. Gelas ukur plastik 250cc;
3. Pengaduk plastik;
4. HNO3 dengan kadar 10%;
5. Aquadest;
6. KOH dengan kadar 10%;
7. HCL dengan kadar 10%;
8. HF dengan Kadar 40%;
9. Alkohol dengan kadar 96%;
10. Tabung centrifuge plastik;
11. Lakmus untuk asam dan basa.

Gambar 4. Mikroskop polarisasi


(Gambar Koleksi Lab. Paleontologi FTG – UNPAD)

Gambar 5. Centrifuge dan Hot Plate


(Gambar Koleksi Lab. Paleontologi FTG – UNPAD)

d. Nannofosil
Merupakan organisme yang hidup di laut lepas yang bersifat planktonis juga merupakan
pembentuk utama lumpur karbonat yang banyak dijumpai di dasar laut sejak akhir zaman trias
hingga sekarang. Nannofosil biasanya dijumpai dalam jumlah banyak pada batuan sediment yang
berbutir halus, serpih gamapingan, lempung gampingan, napal, chalk dan sedimnet lain yang
biasanya terendapkan pada dasar laut. Teknik preparasi untuk nannofosil dengan metode :
a. Poles, metode ini paling banyak dipergunakan karena cepat dan praktis untuk preparasi
nannoplankton. Tahapan preparasinya sebagai berikut :
1. Pilih bagian dalam dari contoh batuan (-0,5 mg atau seukuran nutir beras) yang akan di
analisis ditaburkan pada gelas objektif;
2. Tambahkan beberapa tetes air destilasi pada gelas objektif, kemudian diratakan dengan
menggunakan pinset yang bersih atau batang korek api/tusuk gigi atau gelas penutup
(cover glass)nya;
3. Keringkan di atas hot plate;
4. Setelah kering, diratakan kembali dan ditipiskan serta usahakan butirannya menjadi
homogen dengan membuang butiran yang kasar, hindari dari terjadinya kontaminasi dari
taburan yang trebentuk;
5. Tambahkan canada balsam secukupnya pada saat gelas objektif tetap diletakan diatas hot
plate, tunggu beberapa saat hingga canada balsam cukup matang dan tutup dengan gelas
penutup, usahakan agar tidak ada gelembung akibat udara terperangkap pada proses ini;
6. Dinginkan dan beri label, sample siap dianalisis.
b. Pelarutan, Metode ini memerlukan waktu yang agak lama dan pengerjaan yang lebih detail
dibandingkan dengan metode yang pertama, namun biasanya hasilnya lebih bersih. Tahapan
preparasi dengan metode ini adalah merupakan modifikasi dari metode poles, hanya pada saat
pelarutan dengan air destilasi dilakukan pada tabung reaksi/tabung plastik dan kemudian di
kocok sehingga seluruh butiran samplenya melarut dangan baik. Setelah pelarutan dengan air
destilasi dalam tabung, tambahkan beberapa tetes sodium hexametaphosphate (dimana 5g
Na6 (PO4)2 dilarutkan dalam 1000 g air), tunggu beberapa menit dimana lempungnya
melarut kemudian masukan kedalam ultra sonic (15-30 detik) selanjutnya masukan ke dalam
centrifuge sehingga didapatkan larutan yang lebih terang di bagian atas. Ulangi tahapan ini
sampai didapatkan larutan yang bening.

4. Penyajian Mikrofosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
a) Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan mempergunakan miroskop.
Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan
pada gelas objek diamati di bawah mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan terrgantung pada
jenis preparasi dan analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang
dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan mikroskop scanning-elektron
(SEM).
b) Determinasi
Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di laboratorium, tetapi
juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi
adalah menentukan nama genus dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi
semua sifat fisik dan kenampakan optik mikrofosil tersebut.
c) Deskripsi dan Ilustrasi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik maupun kenampakan
optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang bila perlu dilengkapi dengan gambar
ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar untuk mengambil
keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.
Sementara itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat menjelaskan berbagai sifat khas
tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi dengan skala
ataupun ukuran perbesarannya.
d) Penamaan.
Tahap selanjutnya setelah tahap deskripsi dan ilustrasi adalah menentukan nama (determinasi)
mikrofosil. Penamaan ini menganut asas penamaan berganda atau binominal. Sejak Ch. de Linne
mengusulkan penamaan binominal, peraturan penamaan suatu taxon menjadi lebih teratur,
praktis, dan dipakai secara internasional. Penulisan nama binominal mempergunakan nama Latin
yang ditulis miring tanpa garis bawah, menunjukkan nama genus dari spesies yang bersangkutan,
sedangkan nama kedua seluruhnya huruf kecil, menunjukkan nama spesien itu sendiri. Pada
umumnya, setelah nama genus-spesies itu, ditambahkan lagi nama orang yang menemukan
spesies tersebut. Selanjutnya, dengan dipisahkan dengan tanda koma dituliskan tahun publikasi
pertama yang membahas spesies tersebut.
Contoh : Globigerina bulloides d’ORBIGNY, 1826
(genus) (spesies) (penemu) (Thn.Publikasi)
Jika nama penemu dituliskan dalam tanda kurung ( ), ini merupakan bahwa nama spesies tersebut
bukan dia yang menemukannya, yang bersangkutan hanya mengatribusikan nama spesies pada
genus lain yang menurutnya lebih tepat. Contohnya : Globotruncana elevata (BROTZEN), 1934-
berarti spesies elevata telah dipublikasikan sebelumnya oleh orang lain sebagai bagian dari genus
Rotalia. Bila diperlukan, nama subgenus dapat dituliskan di dalam tanda kurung antara nama
genus dan nama spesiesnya. Contohnya : Alveolina (Glomalveolina) primaera REICHEL, 1936.
Untuk penamaan subspesies yang juga merupakan penamaan trinominal, nama subspesies
dituliskan di belakang nama spesies awal yang telah dipublikasikan sebelumnya. Contohnya :
Globorotalia cerroazulensis COLE, 1928 menjadi Globorotalia cerrozulensis cunialensis
TOUMARKINE & BOLLI, 1970.
Daftar Pustaka
Foraminifera Plangtonik (Panduan Mikropaleontologi Umum)
http://toba-geoscience.blogspot.com/2011/07/sejarah-umum-paleontologi-mikro.html

Anda mungkin juga menyukai