Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

VULKANOLOGI
Yogyakarta, 29-31 Mei 2011

Ria Fitriany 270110090011


Lutfiradi Norman A. 270110090012
Adam Syahbanu 270110090013
Apriandi 270110090014
Yudha Aditya P. 270110090015
Rama Baequnni H. 270110090017
Zunarto Saputra 270110090018
M. Jessi Jean 270110090019
Ingrid Amanda S. 270110090020

Kelas A
Kelompok 2

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN

Vulkanologi merupakan studi tentang gunung berapi, lava, magma, dan


fenomena geologi yang berhubungan. Vulkanologi berasal dari kata “vulkano”=gunung api
dan “logos”=ilmu pengetahuan. Jadi vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gunung
api. Vulkan ’magma’ yaitu suatu masa yang cair dan pijar yang keluar mencapai permukaan
bumi.terusan kepundan (diatrema) yaitu sebuah pipa sentral dimana magma keluar. Magma
yang keluar disebut lava. Gradien geotrem dimana semakin turun kedalaman bumi, suhu
semakin naik (1º). 25 – 50 mil temperatur berkisar antara 1000º – 1200ºC. Perubahan susunan
magma/ diferensiasi magma/ perubahan komposisi susunan kimia yang disebabkan oleh
kecepatan pembekuan magma di permukaan tanah. 99% gunung api di indonesia adalah
gunung api strato (berlapis) kerucut. Seorang ahli vulkanologi adalah orang yang melakukan
studi pada bidang ini. Istilah vulkanologi berasal dari Bahasa Latin Vulcan, dewa api Romawi.
Para ahli vulkanologi sering mengunjungi gunung berapi, terutama yang masih aktif,
untuk mengamati letusan gunung berapi, mengumpulkan produk letusan termasuk
contoh tephra (seperti abu, ash atau batu apung, pumice), batuan, dan lava. Tujuan utama dari
penyelidikan adalah perkiraan letusan; pada saat ini belum ada cara yang akurat untuk
melakukan hal ini, tetapi memperkirakan letusan, seperti halnya memperkirakan gempa bumi,
dapat menyelamatkan banyak jiwa. Seorang ahli vulkanologi mempelajari pembentukan gunung
berapi dan letusannya saat ini serta sejarah letusannya.
Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah
gunungapi.
2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.
3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi yang
berasal dari dalam bumi.

PROSES TERBENTUKNYA GUNUNG API


1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan
kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api
tengah samudra.
2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat gesekan
antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.
3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan
atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan
atau magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir lava
sepanjang rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi
magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava yang
membentuk deretan gunungapi perisai.

SEJARAH GUNUNGAPI
Sejarah perkembangan pengetahuan kegunungapian bermula dari pengertian manusia
terhadap gejala tersebut meskipun terbatas dalam tingkatan yang sangat sederhana dan
bersifat animistic. Peradaban tentang pengetahuan gunungapi berawal dari perilaku manusia
dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi. Itu ditandai dengan
adanya penemuan fosil tulang-tulang manusia purba yang ditemukan di Afrika dan Indonesia.
Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan Herculanum yang
terkubur oleh endapan akibat letusan Vesuvius pada 79 Masehi. Bangsa Poline beranggapan
bahwa kegiatan gunungapi berada dibawah tangan kekuasaan Dewa Pele. Sedangkan
Legenda orang Indian di Oregeon Amerika Serikat mengisahkan adanya konflik antara dewa
api yang bermukim di Mount Mazama dengan dewa salju yang bertempat di Mount Shata.
Pertempuran keduanya menyebabkan hancurnya MountMazama, dan membentuk apa yang
sekarang yang disebut Creater Lake. Cerita Senada juga ditemukan dalam kisah atau legenda
orang Yunani dan Romawi kuno. Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh
Empedocles (492 – 432), Dimana ia mulai merintis kegunungapian secara jelas. Didekat
puncak Mount Etna ia menghabiskan waktunya selama beberapa tahun untuk mengamati dan
meyakini bahwa di perut bumi terdapat larutan panas pembentuk gunungapi. Setelah
Empedocles, muncul beberapa pengamat seperti Strabo (1600), Martin Lister(1638-1711),
Charles Lyell dan Scrope.
Pada tahun 1827, Scroplah yang meletakan dasar pengertian Vulkanologi modern.
Didalam teorinya, Scrope berpendapat bahwa kegiatan vulkanik adalah arti dan fungsi gas yang
terkandung dalam magma. Dan baru beberapa dekade kemudian, Vulkanologiwan Frank A.
Perret mendukung pendapat Scrope, dimana Perret berpendapat bahwa adalah gas adalah
agen aktif atau motor penggerak magma. Sejak itu penelitian kegunungapian mengalami
perkembangan pesat, dimana banyak muncul peneliti-peniliti baru. Perkembangan ilmu gunung
api abad 20 dirintis oleh Thomas A. Jaggar, seorang profesor Geologi dari Masschusset
Institute of Technology (MIT), dan Frank A. Perret, seorang insnyur listrik sahabat T.A. Edison.
Dan sejarah ilmu gunung apitidak pernah terpisah dari sejarah kegiatan pengamatan. Pusat pun
mulai didirikan dimana-mana, seperti di Hawaii(Hawaiian Vulcano Observatory) dan negara-
negara lain pun mulai banyak mendirikan pusat-pusat pengamatan gunungapi.

TEKTONIK DAN VULKANISME


Berbagai proses geologi, secara fisis maupun kimiawi, antara lain bermula dari adanya
gangguan kesetimbangan sistem yang selanjutnya akan mengarah pada pemulihan
kesetimbangan baru. Adanya gangguan kesetimbangan sistem dan beberapa kejadian yang
diakibatkannya akan membentuk hubungan yang timbal balik dan saling pengaruh
mempengaruhi. Kesetimbangan sistem isostatik, kesetimbangan gaya tarik bumi,
kesetimbangan panas bumi dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh kesetimbangan
geologi. Kesetimbangan isostatik akan tercapai apabila massa batuan di atas permukaan
bidang kompensasi telah sama dan normal,sehingga tidak ada penyimpangan regional.
Kesetimbangan yang mempengaruhi magma anatar lain kesetimbangan termal, kesetimbangan
hidrostatik, kesetimbangan termodinamika, kesetimbangan fisika, kimia dan lainya. Selama
dapur magma belum membeku maka senantiasa akan terjadi gangguan kesetimbangan, misal
berupa hilangnya panas, pembentukan kristal, naiknya tekanan gas dan uap, pergerakan
magma, letusan dan lain sebagainya. Sistem hidrostatik dikatakan setimbang apabila berta
jenis magma membesar ke arah dalam. Suatu penyimpangan terhadap berat jenis, biarpun
kecil. Gangguan kesetimbangan pada magma yang berada dibawah permukaan bumi anatara
lain akan menyebabkan terjadinya arus terputar yang segera diikuti proses lanjutan berupa
pembentukan cekungan (geosinklin), tegangan pada kerak benua yang berakhir dengan
pembentukan lurah, retakan dan sesar, orogenesa, tektogenesa dan gejala penerobosan
magma ke permukaan bumi.
Sehingga jelaslah bahwa tektonik dan vulkanisme merupakan ekspresi gaya-gaya
dalam bumi yang dihuibungkan dengan proses pengalihan tenaga ke permukaan. Sementara
tektonik merupakan manisfestasi gejala aspek mekanik yang ditimbulkan ; maka vulkanisme
adalah manisfestasi aspek kimiawi dari proses pemindahan tenaga tersebut.

Ada tiga lingkungan gunungapi yang dapat dibedakan dengan jelas :


1. Lingkungan tipe busur kepulauan (typical island-arc environment), dimana gunungapi
terdapat di bagian puncak punggungan pegunungan yang membusur. Magma basalan dari
bagian atas selubung bumi yang terletak dibawah suatu punggungan akan naik sepanjang
rekahan yang memotong lapisan granit. Dan sewaktu magma menerobos lapisan tersebut
akan terjadi perubahan komposisi, disamping proses diferensiasinya sendiri berjalan tanpa
halangan berarti. Di permukaan akan terbentuk gunungapi andesitan.
2. Lingkungan tipe samudra (typical ocean environment), di mana gunungapi muncul dan
tersebar berderet di sepanjang puncak punggungan yang mempunyai sistem reakahan
pada kerak samodranya. Melalui rekahan yang memotong lapisan basalan, magma primer
yang basa bergenerasi ke atas dari asalnya yaitu selubung bumi yang berada di bawah
punggungan tersebut. Dan karena hampir tidak menjumpai lapisan granitan, maka magma
yang berdiferensiasi selama perjalanannya ke atas tidak mengalami perubahan yang
bersifat basalan.
3. Lingkungan tipe benua (typical continental envoronment), di mana pada jalur pegunungan
yang tak stabil terdapat lapisan kerak granitan yang tebal. Magma yang bergenerasi dekat
dengan dasar akar p[egunungan, kemudian naik secara perlahan melalui rekahan pada
kerak granitan dan muncul di permukaan sebagai gunungapi andesitan dan riolitan.

KONTEKS TEKTONIK GUNUNGAPI INDONESIA

Peta tektonik Indonesia dan sebaran lokasi gunungapi yang tumbuh di tepi batas-batas
tumbukan antar lempeng-lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik.

Sumber-sumber gempa dan gunungapi tidak terjadi secara acak tapi umumnya
mengikuti pola tektoniknya. Banyaknya gunungapi di Indonesia adalah konsekuensi geologis
dari posisi geografis yang terletak antara pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng
Indo-Australia, lempeng benua Eurasia dan lempeng Pasifik. Di bagian timur wilayah Indonesia
terjadi pertemuan 3 lempeng (Triple Junction) sehingga seismisitasnya salah satu yang paling
aktif di dunia. Indonesia termasuk dalam daerah Sabuk Api Pasifik (Ring of Fire), yaitu wilayah
melingkar dimana batas-batas lempeng bertemu yang mengakibatkan munculnya banyak
gunungapi dan zona seismik aktif.
Sebagian besar gunungapi Indonesia berada di bagian busur Sunda yang memanjang
dari utara pulau Sumatera ke arah Laut Banda. Ini merupakan zona subduksi dari lempeng
Indo-australia yang melesak ke bawah lempeng Eurasia dengan kecepatan beberapa cm/tahun.
Gunungapi di laut Banda terjadi karena zona subduksi lempeng Pasifik di bawah lempeng
Eurasia. Kira-kira seperempat dari jumlah gunungapi Indonesia berada di utara Busur Sunda
dengan setting tektonik yang rumit. Beberapa lempeng kecil mengarah selatan-utara
menyebabkan adanya gunungapi di wilayah ini seperti gunungapi di kepulauan Sangihe,
Sulawesi Utara, dan Halmahera.

Penampang struktur tektonik ( menurut Katili, 1979) yang menyebabkan tumbuhnya rangkaian
gunungapi di Jawa termasuk Merapi.
BAB II
ISI

Gunung Merapi yang mempunyai ketinggan 2968 m dibawah permukaan laut ini terletak
di Provinsi Jawa Tengah dan terletak pada posisi geografis 1100 26’ 30’’ BT dan 70 32’ 30’’ LS
merupakan gunung api tipe strato paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1672 hingga 2010
tercatat lebih dari 80 kali letusan, dengan selang waktu istirahat antara 1 – 18 tahun atau rata-
rata 4 tahun. Menurut Berthommier (1990), berdasarkan studi dtratigrafi, sejarah merapi dapat
dibagi atas4 bagian, yaitu Pra Merapi (+400.000 tahun lalu), Merapi tua (60.000 – 8000 tahun
lalu), Merapi pertengahan (8000 – 2000 tahun lalu), Merapi baru (2000 tahun lalu – sekarang).
Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Erupsi yang
bersifat eksplosif dengan tipe sub plinian, plinian dan vulkanian menghasilkan awan panas yang
melanda berbagai sektor. Erupsi eksplosif besar telah terjadi pada 1587, 1672, 1768, 1822,
1849, dan 1872 (Hartmann, 1935; Zen, at. Al., 1980; Berthommier dan Camus 1991). Pada
1882, tephra jatuh di timur laut dan barat daya, sedangkan awan panas masuk ke lembah-
lembah K.Apu, K.Lamat, K.Blongkeng, K.Batang, K.Gendol, dan K.Woro (Berthommier, 1990).
Sebagian besar erupsi sepanjang abad ke 7-19 lebih hebat dan eksplosif dibandingkan
dengan erupsi-erupsi abad ke-20. Erupsi abad ke-20 membentuk kubah lava lalu longsor
menghasilkan awan panas guguran dan guguran lava. Pada tahun 1930, awan panas guguran
besar (mungkin disertai erupsi eksplosif), mencapai jarak 13,5 km dari puncak ke arah K.Putih
dan K.Blongkeng. Erupsi tersebut melanda daerah berpenduduk (Kemmerling, 1931; Neumann
van Padang 1931, 1933, 1936, 1937; Escher, 1933 dan Hartmann, 1935). Erupsi abad 20 yang
bercirikan guguran kubah lava terjadi pada tahun 1984, 1992, 1994, 1997, 1998, 2001, dan
2006, sebarannya mencapai jarak kurang dari 8 km dai puncak.
Erupsi eksplosif tahun 2010 menghancurkan sebagian besar kubah lava dan
membentuk kawah baru berdiameter 400 m membuka ke arah selatan yaitu alur K.Gendol.
Erupsi eksplosif G.Merapi pada 5 November 2010 menimbulkan kolom letusan setinggi 9 km.
awan panas yang terjadi mengarah ke sektor selatan dan tenggara, dominan ke alur K.Gendol
hingga mencapai jarak 15 km dari pusat erupsi. Awan panas juga mengarah ke sektor lain
mengisi hulu sungai utama yaitu K.Kuning (6km), K.Boyong (5km), K.Bedog (8,5km), K.Krasak
(8km), K.Bebeng (11,5km), K.Putih (7km), K.Lamat (5km), K.Senowo (6km), K.Trising (3km),
K.Apu (4km), dan K.Woro (6km).
Letusan G.Merapi 2010 tergolong letusan besar, dengan indeks letusan VEI 4 dimana
volume material yang dikeluarkan selama proses erupsi mencapai 130 juta m3. Sebaran awan
panas dan material jatuhan telah melampaui batas Peta Kawasan Rawan Bencana yang telah
diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada tahun 2002. Oleh sebab
itu dilakukan revisi Peta Kawasan Rawan Bencana G.Merapi yang sesuai dengan perluasan
wilayah terdampak akibat letusan G.Merapi 2010.
Dalam sejarah erupsi G.Merapi sejak abad ke 17-20, jumlah korban akibat erupsi baik
awan panas maupun lahar mencapai lebih dari 5200 jiwa. Letusan G.Merapi 2010
mengakibatkan korban meninggal terkena awan panas langsung dan tidak langsung masing-
masing 198 dan 188 jiwa, jumlah pengungsi mencapai 400.000 orang (BNPB, 9 Desember
2010). Awan panas merusak beberapa desa diantaranya Umbulharjo, Kepuharjo,Glagaharjo,
Argomulyo, dan Wukisari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dan BAlerante,
Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
Peta Kawasan RAwan Bencana G.Merapi bisa digunakan sebagai bahan acuan bagi
Pemerintah Daerah dalam penyusunan rencana tata ruang/wilayah, dalam rangka
pengendalian tingkat kerentanan di kawasan rawan bencana G.Merapi. Disamping itu
masyarakat di sekitar G.Merapi bisa memanfaatkan sebagai pedoman/petunjuk dalam usaha
penyelamatan diri dari ancaman bahaya bila terjadi erupsi dan lahar di masa yang akan datang.

Diantara 129 gunungapi aktif yang terletak di Indonesia mungkin Merapi termasuk yang
paling terkenal. Banyak aspek yang membuat gunungapi ini menarik selain yang pertama tentu
saja aktivitas vulkaniknya. Selain itu Merapi terletak di bagian tengah pulau Jawa tepat berada
di jantung budaya Jawa yang kental sehingga aspek kultural, mitologi dan aspek sosial
politiknya juga menarik. Merapi termasuk sering erupsi (meletus) sehingga secara vulkanologis
menguntungkan untuk menjadi laboratorium alam dalam rangka melakukan ujicoba berbagai
peralatan dan metodologi penelitian. Penduduk yang bermukim di lereng cukup padat
menyebabkan tingkat ancaman bahaya Merapi menjadi tinggi. Merapi adalah fenomena alam
yang mampu memberikan sumber kehidupan yang baik dari kesuburan tanahnya dan
kenyamanan untuk bertempat tinggal di sana. Lingkungan gunungapi akan membentuk pola
masyarakat yang khas. Masyarakat di lereng Merapi berdasarkan tinjauan sosiologis relatif
homogen dari segi etnisitas dan agama, sebagian besar masih menjalankan tradisi
Jawa, berbahasa jawa, hidup komunal dan mempunyai sifat kekeluargaan gotong royong,
mayoritas mata pencaharian agraris, sebagian kecil bergerak di bidang pertambangan,
kepariwisataan dan pegawai negeri.
Merapi.
Tipe : Strato-volcano ; Petrologi : Magma andesit-basaltik ; Dimensi : tinggi ~2978 m, diameter
28 km, luas 300-400 km2, volume 150 km3 ; Lokasi geografis : Pulau Jawa, latitude 7o 32’ 5’‘ S
; longitude 110o 26’5’‘ E ; Posisi administratif : Propinsi Jawa Tengah & Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kabupaten : Sleman, Magelang, Klaten, Boyolali ; Konteks geodinamik : Busur
kepulauan, subduksi pertemuan lempeng Indo-australia dengan lempeng Asia ; Dinamika
erupsi : Pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awanpanas. Guguran lava pijar dan jatuhan
piroklastik ; Bahaya utama : Pyroclastic Flow (aliran awanpanas), bahaya sekunder lahar ;
Interval erupsi : Beberapa tahun (dalam 100 tahun terakhir rata-rata 2-5 tahun) ; Penduduk
terancam di Kawasan Rawan Bencana III : ~40.000 jiwa
Peta lokasi administrative merapi

Morfologi gunung merapi


Gunung Merapi terletak pada kelurusan vulkanik Ungaran (masa Pleistosen)-Telomoyo-
Merbabu-Merapi (masa sekarang) yang merupakan sesar mendatar konkaf dan kelurusan
vulkanik Lawu-Merapi-Sumbing-Sindoro-Slamet. Sering juga disebut bahwa Gunung Merapi
terletak pada perpotongan dua sesar kwarter yaitu Sesar Semarang yang berorientasi utara-
selatan dan Sesar Solo yang berorientasi barat-timur.
Secara morfologi tubuh gunung Merapi dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu Kerucut
Puncak, Lereng Tengah dan Lereng Kaki dan Dataran Kaki (Sari,1992). Kerucut puncak
dibangun oleh endapan paling muda berupa lava dan piroklastik. Satuan lereng tengah
dibangun oleh endapan lava, piroklastik dan lahar. Lereng Kaki dan Dataran Kaki tersusun dari
endapan piroklastik, lahar dan aluvial. Puncak Merapi terlihat runcing menandakan
pertumbuhan puncak relative cepat dan endapan produk terpusat dekat dengan puncaknya.
Kerucut puncak Merapi yang sering disebut sebagai Gunung Anyar merupakan bagian Merapi
yang paling muda yang merupakan pusat aktivitas saat ini. Kawah utama Merapi saat ini berupa
bukaan berbentuk tapal kuda yang mengarah ke barat-baratdaya. Morfologi kawah ini terbentuk
sesudah letusan tahun 1961. Secara umum, dataran puncak Merapi tersusun dari kubah-kubah
lava yang tidak terlongsorkan. Solfatara yang banyak mengeluarkan gas vulkanik disebut
sebagai area Gendol dan Woro terletak di bagian tenggara dataran puncak. Bagian lereng barat
Merapi merupakan terbuka yang sering dilanda aliran guguran dan piroklastik. Daerah lereng
timur sebagian besar tertutup vegetasi adalah bagian dari struktur Merapi Tua yang jarang
terkena dampak aktivitas Merapi. Morfologinya seolah-olah dipisahkan dari kerucut Merapi oleh
sesar berbentuk tapal kuda yang melalui lereng timur Merapi. Lereng kaki Merapi tersusun dari
punggungan-punggungan radial yang diselingi dengan hulu-hulu sungai. Beberapa sungai
penting di Merapi yaitu Putih, Blongkeng, Sat, Lamat dan Senowo. Alur-alur pada hulu sungai
tersebut yang sering mendapat tambahan material produk letusan.

SEJARAH GEOLOGI
Hasil penelitian stratigrafi menunjukkan sejarah terbentuknya Merapi sangat kompleks.
Wirakusumah (1989) membagi Geologi Merapi menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi Muda
dan Merapi Tua. Penelitian selanjutnya (Berthomier, 1990; Newhall & Bronto, 1995; Newhall
et.al, 2000) menemukan unit-unit stratigrafi di Merapi yang semakin detil. Menurut
Berthommier,1990 berdasarkan studi stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas 4 bagian :
PRA MERAPI (+ 400.000 tahun lalu)
Disebut sebagai Gunung Bibi dengan magma andesit-basaltik berumur ± 700.000 tahun
terletak di lereng timur Merapi termasuk Kabupaten Boyolali. Batuan gunung Bibi bersifat
andesit-basaltik namun tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian
sekitar 2050 m di atas muka laut dengan jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi
sekarang sekitar 2.5 km. Karena umurnya yang sangat tua Gunung Bibi mengalami alterasi
yang kuat sehingga contoh batuan segar sulit ditemukan.

MERAPI TUA (60.000 - 8000 tahun lalu)


Pada masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang merupakan fase
awal dari pembentukannya dengan kerucut belum sempurna. Ekstrusi awalnya berupa lava
basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk
aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltic dari awanpanas, breksiasi
lava dan lahar.
MERAPI PERTENGAHAN (8000 - 2000 tahun lalu)
Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan
Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran lava,
breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan
eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan "de¬bris-avalanche" ke arah barat
yang meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa
bukit di lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.
MERAPI BARU (2000 tahun lalu - sekarang)
Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut
sebagai Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi. Batuan dasar dari Merapi
diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini berumur sekitar 2000
tahun. Letusan besar dari Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah
menutupi Candi Sambisari yang terletak ± 23 km selatan dari Merapi. Studi stratigrafi yang
dilakukan oleh Andreastuti (1999) telah menunjukkan bahwa beberapa letusan besar, dengan
indek letusan (VEI) sekitar 4, tipe Plinian, telah terjadi di masa lalu. Letusan besar terakhir
dengan sebaran yang cukup luas menghasilkan Selokopo tephra yang terjadi sekitar sekitar
500 tahun yang lalu. Erupsi eksplosif yang lebih kecil teramati diperkirakan 250 tahun lalu yang
menghasilkan Pasarbubar tephra. Skema penampang sejarah geologi Merapi menurut
Berthommier, 1990 (gambar kanan).
Peta menunjukkan sebaran endapan awanpanas Merapi 1911-2006. Hanya wilayah timur
lereng yang bebas dari arah aliran awapanas dalam kurun waktu tersebut.

SEJARAH ERUPSI
Tipe erupsi Gunung Merapi dapat dikategorikan sebagai tipe Vulkanian lemah. Tipe lain
seperti Plinian (contoh erupsi Vesuvius tahun 79) merupakan tipe vulkanian dengan daya
letusan yang sangat kuat. Erupsi Merapi tidak begitu eksplosif namun demikian aliran piroklastik
hampir selalu terjadi pada setiap erupsinya. Secara visual aktivitas erupsi Merapi terlihat melalui
proses yang panjang sejak dimulai dengan pembentukan kubah lava, guguran lava pijar dan
awanpanas (pyroclastic flow).
Merapi termasuk gunungapi yang sering meletus. Sampai Juni 2006, erupsi yang
tercatat sudah mencapai 83 kali kejadian. Secara rata-rata selang waktu erupsi Merapi terjadi
antara 2 – 5 tahun (periode pendek), sedangkan selang waktu periode menengah setiap 5 – 7
tahun. Merapi pernah mengalami masa istirahat terpanjang selama >30 tahun, terutama pada
masa awal keberadaannya sebagai gunungapi. Memasuki abad 16 kegiatan Merapi mulai
tercatat cukup baik. Pada masa ini terlihat bahwa waktu istirahat terpanjang pernah dicapai
selama 71 tahun ketika jeda antara tahun 1587 sampai dengan tahun 1658.
Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun
demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada
kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19. Hal ini dapat
terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci. Pemantauan
gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar
20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan
tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah
menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan berlangsung
selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai Kerawang,
Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di
puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas
dan material produk letusan menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas elevasi
1000m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (;bandingkan dengan
saat ini puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Dari peristiwa-peristiwa letusan yang telah
lampau, perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan letusan yang relatif
lebih besar. Gunung Merapi merupakan gunungapi muda. Beberapa tulisan sebelumnya
menyebutkan bahwa sebelum ada Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi (2025m),
lereng timurlaut gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat itu aktivitas
vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian yang dilakukan, G. Bibi mempunyai umur
sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah
terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian sehingga saat ini hanya kelihatan
sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu pembentukan bukit Turgo dan Plawangan
sebagai awal lahirnya gunung Merapi. Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut
berumur sekitar maksimal 60.000 tahun (Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi
morfologi lereng selatan gunung Merapi.
Pada elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit
Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas dari tubuh
Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu
(Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh gunung Merapi bagian atas
baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang
menjadi pusat aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru terbentuk
mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh gunung Merapi semakin
lama semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi dengan cepat nampak baru beberapa ribu
tahun lalu. Tubuh puncak gunung Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini merupakan bagian
yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang terjadi pernah mengambil arah
berbeda-beda dengan arah letusan yang bervariasi. Namun demikian sebagian letusan
mengarah ke selatan, barat sampai utara. Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan
kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu
sesuai dengan letusan yang terjadi. Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah
yang dapat berupa celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya
kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang
terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan
kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau tumbuhnya kubah
dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan antara dinding kawah
lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di puncak
Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga berpengaruh pada
perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir kawah dan lereng bagian atas. Pusat
longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah
yang merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas
masih cukup kuat karena beban material.
Lain halnya dengan bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan zona-zona
lemah yang kemudian merupakan pusat-pusat guguran. Apabila pengisian celah baik oleh
tumbuhnya kubah masih terbatas jumlahnya, maka arah guguran lava masih dapat terkendali
dalam celah yang ada di sekitarnya. Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan
terjadi penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah lava
yang sifat menyamping (misal, periode 1994 - 1998) akan mengakibatkan perubahan arah
letusan. Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan dari kubah lava
yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris menjadi asimetris yang
berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan menerus dan kecepatannya tidak sama, maka lidah
lava tersebut akan mulai membentuk morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi sejajar
satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur pertumbuhannya pada suatu saat akan
mencapai titik kritis dan menyimpang menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi
semacam ini teramati pada th 1943 (April sampai Mei 1943).
Penumpukan material baru di daerah puncak akibat dari pertumbuhan kubah terutama
terlihat dari perubahan ketinggian maksimum dari puncak Merapi. Beberapa letusan yang
dalam sejarah telah mengubah morfologi puncak antara lain letusan periode 18221823 yang
menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode 1846 - 1848 (200m), periode 1849 (250 -
400m), periode 1865 - 1871 (250m), 1872 - 1873 (480 - 600 m), 1930, 1961.

PETROGRAFI

Magma Merapi bertipe basalt-andesitik dengan komposisi Si02 berkisar antara 48-58
%. Batuan Merapi tersusun dari plagioklas, olivin, piroksen, magnetit dan amphibol. Plagioklas
merupakan mineral utama pada batuan Merapi dengan komposisi sekitar 34%. Menurut del
Marmol (1989), lava Merapi mempunyai tingkat kristalinitas 32-58% (fenokris > 0.2 mm).
Sedangkan penelitian dari endapan tephra pra-1800 AD (Andreastuti, 1999), mengandung
fenokris 15-50%.
Asosiasi mineral dari endapan tephra Merapi yaitu : a. Plagioklas-klinopiroksen-
ortopiroksen-hornblende b. Plagioklas-hornblend dan klinoperoksen. Asosiasi mineral (a)
merupakan kelompok yang dominan untuk endapan pra-1800 AD. Sedangkan endapan lava
dan tephra sesudah-1800 AD terutama mempunyai asosiasi mineral: a. Plagioklas-
klinopiroksen-ortopiroksen-hornblende-olivin dan b. Plagioklas-klinopiroksen-ortopiroksen.
Asosiasi mineral (b) adalah umum ditemukan dalam endapan tephra dan lava
sesudah1800 AD. Batuan Merapi yang bersifat basalt-andesitik dan andesitik merupakan
hasil evolusi dari high-AI basalt sebagai magma asalnya. Disamping differensiasi kristalisasi,
magma Merapi dipengaruhi juga oleh adanya kontaminasi dari batuan mantel dan kerak bumi.
Adanya kontaminasi dari mantel bumi ditunjukkan dengan adanya asimilasi antara olivin
forsteritik dan high-AI basalt. Xenolith karbonat merupakan indikasi adanya kontaminasi dari
batuan sedimen di kerak bumi. Xenolith gabbro, walaupun tingkat kontaminasinya kecil,
menjadi petunjuk adanya kontaminasi dari batuan terua yang ditemukan di puyla Jawa (de
Marmol, 1989).
Magma Merapi berasal dari high-AI basalt yang terkumpul di dapur magma. Magma
basalt ini mempunyai kandungan air sekitar 2% berat. Dari analisis kristalisasi disimpulkan
bahwa dapur magma berada pada suatu kedalaman antara 7-17 kilometer (estimasi
petrografik) atau setara dengan tekanan lithostatik 2 sampai 5 kilobar (del Marmol, 1989).
Dapur magma diperkirakan mempunyai volume sekitar 10 km 3. Nilai volume ini diperoleh dari
perhitungan berdasarkan data laju erupsi, pertumbuhan kristal, ukuran kubah lava.
Berdasarkan pengamatan geokimia, proses magmatik dari Merapi mencakup proses
diferensiasi dan suplai magma (Bahar, 1984, Berthommier, 1990; Andreastuti, 1999) dari dapur
magma yang lebih dalam selain itu proses kontaminasi juga berperan dalam perkembangan
magma dari Merapi (Bahar, 1984, Berthommier, 1990). Lebih jauh, Del Marmol (1989)
menyatakan bahwa letusan dari Merapi terutama dipicu oleh perubahan kandungan air dan
perubahan kecepatan kristalisasi magma.
Dalam perkembangannya, sifat letusan Merapi menunjukkan sifat perubahan komposisi
magma yang berulang dari basa ke asam. Komposisi Si02 pada sekitar 1000 tahun terakhir
mengalami variasi dengan nilai terendah sekitar 50.5 % sampai 56.5 %. Tentu saja perubahan
komposisi ini akan berpengaruh pada tingkah laku Merapi. Walaupun perubahan Si02
berfluktuasi, dalam jangka panjang terjadi kecenderungan kenaikan komposisi yang jelas. Hal ini
terlihat baik dari letusan yang sekarang maupun letusan masa lalu (Andreastuti,1999). Namun
demikian, perubahan sifat letusan dari eksplosif menjadi efusif pada periode saat ini merupakan
perubahan yang penting, karena berpengaruh pada jenis dan resiko dari letusan. Dibandingkan
dengan letusan masa lampau, letusan masa kini relatif kecil (VEI 1 -3).

PEMANTAUAN
Gunungapi mempunyai dua sisi ibarat uang logam. Bila sisi gelap muncul maka yang
terjadi adalah bencana akibat erupsi namun di sisi lain sisi terang gunungapi memberi manfaat
yang luarbiasa bagi kehidupan manusia yaitu tanah yang subur, material hasil erupsi, sumber
energi, bentang alam yang menarik dan lain lain. Dengan semakin berkembangnya populasi
manusia di dunia ini maka semakin tumbuh habitat ke arah gunungapi yang meningkatkan
risiko ancaman bahaya. Dalam usaha melindungi kehidupan masyarakat pemukim di sekitar
daerah vulkanis diperlukan tindakan mitigasi yang salah satu dari aksinya adalah pemantauan
aktivitas vulkanik dengan harapan mampu mendeteksi tanda-tanda peningkatan bahaya
sehingga peringatan dini penyelamatan dapat diberikan.
Tujuan pemantauan adalah prediksi erupsi artinya bagaimana mengetahui kapan erupsi
terjadi, berapa lama erupsi berlangsung, dimana pusat erupsi dan bagaimana karakteristik
erupsi. Vulkanolog membuat ramalan berdasarkan sejarah geologi gunungapi bersangkutan
serta tanda-tanda dari hari ke hari yang diperoleh dari hasil pengamatan visual dan
instrumental. Dengan instrumen yang teliti dan analisis data yang baik pergerakan magma
bawah permukaan dapat diikuti dengan mengamati proses yang menyertainya diantaranya
kegempaan dan perubahan bentuk tubuh gunung dalam orde yang sangat kecil yang biasa
disebut dengan deformasi. Sebelum erupsi biasanya terdapat "Prekursor erupsi" yaitu suatu
gejala awal berupa perubahan-perubahan parameter fisika dan kimia yang terlihat secara visual
maupun yang terukur secara intrumental sebagai tanda aktivitas vulkanik sebelum erupsi. Untuk
menyimpulkan bahwa suatu perubahan fisika atau kimia sebagai prekursor erupsi terlebih
dahulu harus diketahui basis data pada masa gunungapi tidak aktif.
Proses erupsi dan berbagai "tanda" yang muncul menjelang erupsi begitu berbeda
antara satu gunungapi dengan lainnya bahkan pada gunungapi yang sama sekalipun.
Pemantauan aktivitas gunungapi apalagi pada saat aktivitas gunungapi meningkat harus
melibatkan berbagai disiplin ilmu dengan berbagai macam peralatan. Pemantauan gunungapi
secara instrumentasi memerlukan tahap-tahap pekerjaan mulai pemasangan, pemeliharaan
dan penggantian peralatan yang biayanya tidaklah murah. Secara sederhana pemantauan
dapat dikategorikan atas pemantauan dengan indera manusia langsung atau dengan peralatan
instrumentasi. Apabila magma naik menuju ke permukaan maka 4 tanda utama biasanya
muncul sebagai indikasi menjelang erupsi, yaitu : (1) Meningkatnya gempa-gempa vulkanik (2)
deformasi di permukaan akibat desakan magma (3) kenaikan flux gas-gas vulkanik dan (4)
adanya peningkatan suhu kawah
Merapi menarik ilmuwan dunia untuk riset karena tingkat aktivitasnya yang tinggi dan
relatif kontinyu. Periode erupsinya yang pendek pada era modern ini kira-kira antara 2 sampai 8
tahun memungkinkan para ilmuwan menguji metoda dan peralatan dengan melihat data yang
mereka peroleh sebelum dan sesudah erupsi berlangsung. Merapi menjadi menarik karena
banyak data ilmiah yang dapat diperoleh di sini mulai dari komposisi gas gunungapi karena
terdapat beberapa lapangan solfatara di puncak, berbagai tipe dan jenis gempa, deformasi
tubuh gunungapi, kemagnetan bumi, perubahan medan gravitasi, perubahan potensial diri
batuan dan lain-lain.
Instrumen kontinyu pertama di Merapi adalah seismograf mekanik Wiechert yang
dipasang tahun 1924 di lereng barat 9 km dari puncak. Kemudian pada tahun 60-an
bekerjasama dengan Jepang dipasang seismograf Hosaka dengan telemetri kabel untuk
melengkapi seismograf yang sudah ada. Pada tahun 1982 dibangun jaringan seismograf short-
period dengan menggunakan sistem telemetri radio yang diterima di Kantor Seksi Penyelidikan
Gunung Merapi di Yogyakarta. Pada dekade 90-an merupakan era modern sistem monitoring
Merapi dengan diperkenalkannya akuisisi data secara digital yang meningkatkan ketelitian dan
akurasi data secara signifikan.
Perkembangan terkini sistem pemantauan adalah menggunakan wahana satelit.
Sebagai contoh pemantauan deformasi saat ini semakin berkembang dan dapat dilakukan
secara spasial kuasi kontinyu dibandingkan dengan pemantauan point to pointyang sebelumnya
banyak digunakan. Pemantauan SO2 menggunakan satelit saat ini juga umum digunakan
datanya oleh para vulkanologis untuk menganalisis tingkat aktivitas suatu gunungapi. Mungkin
yang paling banyak mendapat manfaat dari penginderaan jauh adalah aspek visual vulkanisme
seperti bentuk morfologi gunungapi, berkembangnya kubah atau kawah, arah dan besar
longsoran yang terjadi, pusat tumbuh dan keluarnya lava dan parameter lain yang teramati
secara visual.

Metoda pemantauan berdasarkan cara mendapatkan datanya bisa dibagi atas dua
kategori yaitu (1) metoda pemantauan secara kontinyu yang memerlukan sistem pengiriman
data melalui transmisi gelombang elektromagnetik. (2) Secara episodik data diambil melalui
survei lapangan pada waktu yang berlainan langsung di lokasi pengamatan.
Metoda dan teknik yang umum diterapkan untuk memantau aktivitas gunungapi.
Pemantauan kegempaan adalah metoda utama dalam sistem pemantauan dengan
instrumentasi. Adapun penginderaan jauh (remote sensing) saat ini berkembang pesat sebagai
metoda pemantauan yang pada masa depan menjanjikan akan menjadi andalan baru dalam
sistem pemantauan gunungapi.
Lokasi stasiun pengamatan lapangan di Merapi yang sedang dan pernah terpasang.
Pada saat rentang tahun 1995-2000 pemantauan Merapi mempunyai peralatan terlengkap
dengan berbagai macam metoda pemantauan secara telemetri berkat kerjasama dengan
berbagai institusi luar negeri. Data pemantauan ditelemetrikan ke BPPTK Yogyakarta.

BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/vulkanologi/
http://romliburham.blog.com/2011/02/24/vulaknologi/
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/pages.php?page=konteks-tektonik
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sekilas-merapi
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/peta/2011/04/KRBGMerapi2010FINALcopyright_78a74
b.jpg
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/pages.php?page=morfologi
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sejarah
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/pages.php?page=petrografi
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=pemantauan

Anda mungkin juga menyukai