Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mikropaleontologi

METODE PENGAMATAN DAN ANALISIS MIKROFOSIL


Dosen Pengampuh: Muh. Kasim, S.T., M.T.

Oleh
MUHAMMAD IQBAL ASIKI
471414027

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

PENGAMATAN DAN ANALISA MIKRO FOSIL


A. PENGAMATAN
1. PENGAMATAN LAPANGAN
Karena fosil mikro mempunyai ukuran yang sangat kecil, pengamatan
dilapangan sulit untuk dilakukan, sehingga untuk pengamatan di lapangan lebih
difokuskan pada deskripsi batuan di lapangan yang meliputi :warna batuan,
tekstur, struktur,serta komposisinya secara megaskopis. Kemudian pencatatan
secara lengkap lokasi tempat dan sampel batuannya yang meliputi : hari,tanggal,
nomor sampel,nama batuan, dan lain-lain.
2. PENGAMATAN LABORATORIUM
Pengamatan di laboratorium dibutuhkan agar pengamatan mikro fosil
dapat dilakukan dengan lebih detail. Pengamatan ini dilakukan dengan bantuan
alat yaitu berupa mikroskop.

Gb.1. Skema analisis mikro fosil


B. METODE SAMPLING
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat
dilakukan seperti berikut ini :

Splot sampling
Spot Sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik

untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada
lapisan serpih tebal, batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat
ditambahkan dengan channel sample (parit sampel) sepanjang 30 cm pada
setiap interval 1,5 meter.

Channel Sampling (sampel paritan)


Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu

litologi yang seragam. Atau pada perselingan batuan yang cepat, channel sample
dilakukan pada setiap perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada
lapisan serpih yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping,
juga pada serpih dengan lensa tipis batugamping.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu:
a) Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena
dikhawatirkan fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
b) Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung
fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil.
Batuan yang dapat mengawetkan fosil antara lain batulempung
(claystone), batuserpih (shalestone), batunapal (marlstone), batutufa
napalan (marly tuffstone), batugamping bioklastik, batugamping dengan
campuran batupasir sangat halus.
c) Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
d) Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang
diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan
kondisi normal.
e) Jenis Sampel. Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu
singkapan. Sampel yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya
terhadap singkapan yang lain, namun terkadang pada pengambilan
sampel yang acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa umur.
Sampel permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30
cm atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).

Berikut adalah cara-cara atau tahap-tahap yang digunakan dalam aturan


sampling batuan hingga pemisahan fosil dari material asing yang non-fosil.
1. Penguraian/pencucian
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :
Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga

berukuran dengan diameter 3-6 mm.


Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan

dipanaskan.
Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika
fosil masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman

menggunakan air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.


Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.
Pemisahan fosil. Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah
dengan menggunakan jarum dari cawan tempat contoh batuan, untuk
memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum
dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum pengambilan), pada saat
pengambilan fosil dari pengotor harus dilakukan dengan hati-hati,
karena apabila pada saat pengambilannya tidak hati-hati maka fosil
tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga tidak bisa untuk
dilanjutkan pendeskripsiannya. Alat-alat yang dibutuhkan dalam

pemisahan fosil antara lain adalah sebagai berikut.


1. Cawan untuk tempat contoh batuan
2. Jarum untuk mengambil batuan
3. Kuas bulu halus
4. Cawan tempat air
5. Lem untuk merekatkan fosil
6. Kertas untuk memberi nama fosil
7. Tempat fosil
8. Mikroskop
C. KUALITAS SAMPEL
Kualitas sampel batuan perlu diperhatikan agar fosil mikro yang
didapatkan baik untuk dideterminasi atau dianalisa. Untuk mendapatkan fosil
yang baik maka dalam pengambilan suatu contoh batuan untuk analisis
mikropaleontologi harus memenuhi kriteria berikut ini
1. Bersih

Sebelum merngambil contoh batuan yang dimaksud, kita harus


membersihkannya dari lapisan-lapisan pengotor yang menyelimutinya. Bersihkan
dengan pisau kecil dari pelapukan ataupun akar tumbuh-tumbuhan, juga dari
polen dan serbuk sari tumbuh-tumbuhan yang hidup sekarang. Khusus untuk
sampel pada analisa Palynologi, sampel tersebut harus terlindung dari udara
terbuka karena dalam udara banyak mengadung polen dan serbuk sari yang dapat
menempel pada batuan tersebut. Suatu cara yang cukup baik, bisa dilkukan
dengan memasukkan sampel yang sudah dibersihkan tersebut kedalam lubang
metal/fiberglass yang bersih dan bebas karat. Atau dapat juga kita mengambil
contoh batuan yang agak besar, baru kemudian sesaat akan dilkukan preparasi kita
bersihkan dan diambil bagian dalam/inti dari contoh batuan tersebut.
2. Representif dan Komplit
Harus dipisahkan dengan jelas antara contoh batuan yang mewakili suatu
sisipan ataupun suatu lapisan batuan. Untuk studi yang lengkap, ambil sekitar
200-500 gram batuan sedimen yang sudah dibersihkan. Untuk batuan yang diduga
sedikit mengandung mikrofosil, berat contohnya lebih baik dilebihkan. Sebaliknya
pada analisa nannoplankton hanya dibutuhkan beberapa gram saja untuk setiap
sampelnya.
3. Pasti
Apabila sampel tersebut terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap
air (plastik) yang diatasnya tertulis dengan tinta tahan air, segala keterangan
penting tentang sampel tersebut seperti nomor sampel, lokasi (kedalaman), jenis
batuan, waktu pengambilan dan sebagainya maka hasil analisa sampel tersebut
akan pasti manfaatnya.
4. Jenis-Jenis Sampel
Secara garis besar, jenis sampel apat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

Sampel permukaan (surface sample). Adalah sample yang diambil pada


permukaan tanah. Lokasi dan posisi stratigrafinya dapat diplot dalam peta.
Sampel bawah permukaan (sub surface sample).

Sampel bawah permukaan adalah sampel yang diambil dari suatu


pengeboran. Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan ini
dapat dipisahkan menjadi 4 bagian, yaitu :
a. inti bor (core); seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu
diambil secara utuh.
b. sampel hancuran (ditch-cutting); lapisan pada kedalaman tertentu
dihancurkan dan dipompa ke luar dan kemudian ditampung.
c. sampel sisi bor (side-wall core); diambil dari sisi-sisi dinding bor dari
lapisan pada kedalaman tertentu.
d. Setiap pada kedalaman tertentu pengambilan sampel harus dicatat

dengan cermat dan kemungkinan adanya fosil-fosil runtuhan (caving).


D. TEKNIK PREPARASI SAMPEL
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor
lainnya. Setiap jenis fosil memerlukan metode preparasi yang. Proses ini pada
umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan
dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya. Untuk setiap jenis
mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi, terkontaminasi dan
kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label, harus tetap
menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum. Beberapa contoh teknik
preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nannoplankton dan pollen dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Foraminifera kecil & Ostracoda


Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan
preparasi dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan
sedimen klastik halus-sedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir
gampingan dan sebagainya. Caranya adalah sebagai berikut, yaitu:

Ambil 100 300 gram sedimen kering.

Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara


perlahan dengan menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.

Setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok


dan dilarutkan dengan H2O2 (10 15%) secukupnya untuk memisahkan
mikrofosil

dalam

batuan

tersebut

dari

matriks

(lempung)

yang

melingkupinya.

Biarkan selama 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.

Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan
air yang deras diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 3080-100 mesh.

Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian
dikeringkan didalam oven ( 600 C).

Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label
sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.

Sampel siap dideterminasi.

Alat alat yang digunakan adalah:

Saringan dengan 30 80 100 mesh

Wadah pengamatan mikrofosil.

Jarum penguntik.

Slide karton (model Jerman, 40 x 25 mm )

Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm )

2. Foraminifera besar

Istilah foram besar diberikan untuk golongan foram bentos yang memiliki
ukuran relative besar, jumlah kamar relative banyak, dan struktur dalam
kompleks. Umumnya foram besar banyak dijumpai pada batuan karbonat
khususnya batugamping terumbu dan biasanya berasosiasi dengan algae yang
menghasilkan CaCO3 untuk test foram itu sendiri.
Di Indonesia foraminifera bentos besar sangat banyak ditemukan dan bisa
digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan menggunakan
zonasi foraminifera bentos besar berdasarkan Adams (1970), dengan demikian
untuk menganalisanya dilakukan dengan mempergunakan sayatan tipis.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Contoh batuan yang akan dianalisis disayat terlebih dahulu dengan mesin
penyayat/gurinda. Arah sayatan diusahakan memotong struktur tubuh
foraminifera besar yang ada didalamnya.

Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut ditipiskan


pada kedua sisinya.

Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan bahan


abrasif (karbondum) dan air.

Setelah itu, tempel sisi tersebut pada objektif gelas (ukuran internasional 43 x
30 mm) dengan mempergunakan Kanada Balsam.

Tipiskan kembali sisi lainnya hingga contoh tersebut menjadi transparan dan
biasanya ketebalan sekitar 30-50 m.

Setelah ketebalan yang dimaksud tercapai, teteskan Kanada Balsam


secukupnya dan kemudian ditutup dengan cover glass. Beri label.

Sampel siap dideterminasi

3. Nannoplankton

Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Dapat dilakukan dengan


dua metode preparasi, yaitu:
a. Quick smear-slide/metode poles
1) Ambil satu keping contoh batuan segar sebesar 10 gr., bersihkan dari
kotoran yang menempel dengan sikat halus.
2) Cungkil bagian dalam dari sampel tersebut dan letakkan cukilan tersebut
di atas objektif gelas.
3) Beri beberapa tetes aquades untuk melarutkan batuannya dan ratakan.
4) Buang kerikil-kerikil yang kasar yang tidak larut.
5) Panaskan dengan hot plate objektif gelas tersebut hingga larutan tersebut
kering.
6) Setelah kering, bersihkan/tipiskan dengan cover glass supaya lebih
homogen dan tipis.
7) Biarkan mendingin, beri label, sampel siap dideterminasi.
b. Smear slide/metode suspense
Membutuhkan waktu yang lama, namun hasilnya lebih baik.
1) Ambil contoh batuan dengan berat 10-25 gr. Bersihkan dan usahakan
diambil dari sampel yang segar.
2) Larutkan dalam tabung gelas dengan aquades dan sedikit Natrium
bikarbonat (Na2Co3).
3) Masukkan tabung tersebut kedalam ultrasonik vibrator 1 jam tergantung
pada kerasnya sampel.

4) Saring larutan tersebut dengan mesh 200, kemudian tampung suspensi dan
butiran halusnya kedalam bejana gelas.
5) Biarkan suspensi tersebut mengendap.
6) Teteskan 1-2 tetes pipet kecil dari larutan tersebut di atas gelas objektif
dan panaskan dengan hot plate.
7) Setelah kering teteskan kanada balsam dan dipanaskan hingga lem tersebut
matang dan tutup dengan cover glass.
8) Dinginkan dan beri label.
9) Sampel siap dideterminasi.
4. Polen

Untuk

melepaskan

pollen/spora

dari

mineral-mineral

yang

melimgkupinya, dapat dilakukan dengan beberpa tahap preparasi yang


mebutuhkan ketelitian dan ditunjang oleh fasilitas laboratorium yang lengkap,
seperti cerobong asap, ruang asam, tabung-tabung reaksi, sentrifugal dan
sebagainya. Beberapa larutan kimia yang dibutuhkan adalah: HCl, HF, KOH, dan
HNO3.
E. PENYAJIAN MIKROFOSIL
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
1.

Observasi
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan

mempergunakan miroskop. Setelah sampel batuan selesai direparasi, hasilnya


yang berupa residu ataupun berbentuk sayatan pada gelas objek diamati di bawah
mikroskop. Mikroskop yang dipergunakan tergantung pada jenis preparasi dan
analisis yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop yang

dipergunakan, yaitu mikroskop binokuler, mikroskop polarisasi dan mikroskop


scanning-elektron (SEM).
2.

Determinasi
Determinasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropaleontologis di

laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting


selanjutnya, yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus
dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan mengobservasi semua sifat fisik dan
kenampakan optik mikrofosil tersebut.
3.

Deskripsi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik

maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci yang
bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi. Deskripsi sangat
penting karena merupakan dasar untuk mengambil keputusan tentang penamaan
mikrofosil yang bersangkutan.
4.

Ilustrasi
Pada tahap ilustrasi, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat

menjelaskan berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap gambar
ilustrasi harus selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran perbesarannya.
5.

Penamaan
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (17071778) yang kemudian

melatinkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang
dikenal dengan Law Of Priority, 1958 yang pada intinya menyebutkan bahwa
nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk
individu yang lain. Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata
sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat subspecies terdiri dari tiga
kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang menemukannya.
Contoh penamaan fosil sebagai berikut:

Globorotalia menardi exilis Blow, 1998, arti dari penamaan adalah fosil hingga
subspesies diketemukan oleh Blow pada tahun 1969
Globorotalia ruber elogatus (DOrbigny), 1826, arti dari n. sp adalah spesies
baru.
Pleurotoma carinata Gray, Var Woodwardi Martin, arti dari penamaan adalah
Gray memberikan nama spesies sedangkan Martin memberikan nama varietas.

Anda mungkin juga menyukai