SEDIMENTOLOGI
ACARA 2
“ANALISIS CORE”
Coring merupakan kegiatan atau usaha untuk mendapatkan contoh batuan dari formasi
bawah permukaan. Coring adalah pemboran khusus untuk mendapatkan besaran-
besaran fisik dari batuan reservoir. Pemboran khusus ini sangat mahal biayanya karena
membutuhkan peralatan khusus dan memakan waktu lebih lama dari pemboran biasa.
Core sampel inilah yang nantinya diuji dalam laboratorium untuk mengetahui sifat fisik
batuannya. Tujuan dari analisa inti batuan adalah untuk menentukan secara langsung
informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama pemboran. Studi dari
data analisa inti batuan dalam pemboran eksplorasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksikan hidrokarbon dari suatu sumur,
sedangkan tahap eksploitasi dari suatu reservoir dapat digunakan untuk pegangan
melaksanakan well completion.
Oleh karena itu, dilakukan praktikum sedimentologi mengenai analisis inti batuan
(sampel core) dengan maksud dan tujuan agar praktikan dapat mendeskripsikan inti
batuan sehingga dapat menentukan satuan batuan serta lingkungan pengendapannya.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui litologi batuan apa saja yang ada pada sampel coring yang
terdapat di sampel ketiga.
b. Untuk mengetahui lingkungan pengendapan dari sampel coring ketiga.
c. Untuk mengetahui tebal semu pada sampel batubara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Core adalah sampel atau contoh batuan yang diambil dari bawah permukaan
dengan suatu metode tertentu. Core umumnya diambil pada kedalaman tertentu yang
prospektif oleh perusahaan minyak atau tambang untuk keperluan lebih lanjut. Data
Core merupakan data yang paling baik untuk mengetahui kondisi bawah permukaan,
tapi karena panjangnya terbatas, maka dituntut untuk mengambil data-data yang ada
secara maksimal. Data yang diambil meliputi jenis batuan, tekstur, struktur sedimen dan
sifat fisik batuan itu sendiri. Selain itu juga dapat mengetahui harga porositas,
permeabilitas, dan saturasi fluida yang terkandung dalan batuan tersebut. Tekstur dan
struktur batuan sedimen dapat menggambarkan sejarah transportasi pengendapan,
energi pembentukan batuan tersebut, genesa, arah arus, mekanisme transportasi dan
kecepatan sedimen tersebut diendapkan. Sehingga dari faktor-faktor tersebut dapat
ditentukan fasies sedimen dan lingkungan pengendapannya (Balfas, 2015)
Analisis batuan inti merupakan acuan untuk mengidentifikasi litologi melalui deskripsi.
Deskripsi dilakukan terhadap batuan hasil pengeboran yang disusun dalam kotak
sampel berdasarkan kedalamannya. Langkah awal dalam analisis deskripsi adalah
mengenali objek analisis secara kualitatif mulai dari tampak luar sampai unsur
pembentuknya. Pengenalan analisis objek sangat penting karena menentukan jenis dan
urutan analisi lanjut yang perlu dilakukan agar analisisnya bermanfaat. Hal-hal yang
dideskripsikan dari core, yaitu:
1. Jenis batuan, sesuai jenis batuan murni atau berdasarkan komponen terbanyak atau
dominan.
Teknik pengambilan sampel sedimen tergantung pada lokasi sampling dan jenis sampel
sedimen. Berdasarkan lokasinya, sedimen diambil dari dasar laut untuk analisis sedimen
pada sistem perairan asin, dan dari dasar sungai sebagai sistem perairan tawar. Jenis
sampel sedimen dasar dan sedimen suspensi/melayang. Untuk mengambil sampel
sedimen dasar laut digunakan metode coring karena lebih cepat dan mudah. Coring
adalah teknik yang digunakan untuk membawa sedimen dari dasar laut ke permukaan
untuk dianalisis. Sampling dengan cara coring dilakukan dari atas kapal dengan
menggunakan pipa logam panjang yang diberi beban diatasnya (Rahman, 2000)
Sampel sedimen dibedakan atas sedimen melayang dan sedimen dasar. Sedimen
melayang/sedimen suspensi yaitu pertikel sedimen yang bergerak melayang di dalam air
dan terbawa oleh aliran sungai. Sedimen dasar/bed load adalah partikel sedimen yang
bergerak tidak jauh dari dasar sungai dan dan bergerak secara bergeser, merayap,
menggelinding ataupun memantul. Analisis sedimen melayang bertujuan untuk dapat
menentukan konsentrasi sedimen dan fluks sedimen per satuan waktu pada suatu lokasi
dan waktu tertentu, serta dapat menentukan besarnya endapan dalam hubungannya
dengan anngkutan sedimen tersebut. Sampel sedimen suspensi lebih baik diambil pada
saat banjir atau pada saat debit tinggi (Rahman, 2000)
Penentuan lokasi pengambilan sampel sedimen dapat dilakukan dengan metode point
intergraded dimana poin ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi sedimen pada
suatu titik secara vertikal/rail. Metode ini dilakukan untuk mengambil sedimen di
sungai yang lebar dengan penyebaran konsentrasi sedimen yang bervariasi. Pelaksanaan
kegiatan dilapangan didasarkaan atas :
a. Merencanakan jumlah vertikal/rail pada penampang melintang sungai.
b. Jarak antar rail dibuat sama untuk menghasilkan pengukuran konsentrasi yang
sama.
c. Untuk setiap satu rail, sampel sedimen diambil dari beberapa titik dengan
kedalaman berbeda menggunakan alat integrated saampler.
d. Kecepatan aliran air disetiap titik sampling sedimen perlu dicatat.
(Rahman, 2000)
Pengeboran dan casing melalui overburden; pada sebagian besar program coring
hidraulik putar untuk coring batu, overburden harus ditutup atau disangga agar coring
dapat dicapai tanpa bahaya dari material yang tidak terkonsolidasi yang jatuh atau jatuh
kedalam lubang. Penutup atau penyangga lapisan penutup biasanya dilakukan dengan
salah satu cara berikut:
a. Casing drive berdinding tebal dengan drive shoe terpasang digerakkan untuk ditolak
dengan menggunakan hammer drive berat. Jika penolakan dicapai sebelum
menjumpai batuan dasar karena boukler, kerikil, tanah liat yang kaku, dan
sebagainya, batang bor dengan bit cacah atau bit kultus digunakan untuk memotong
atau mengebor material keluar dari bagian dalam casing drive, dan stek dilakukan
dari pipa penggerak dengan cairan pengeboran yang beredar.
b. Beberapa pengebor menggunakan metode drill ini memasang casing, terutama jika
overburden adalah material berbutir halus. Bit pemotongan berlian pada bagian
bawah selubung bor, dan cairan drilling yang bersikulasi digunakan untuk mengebor
selubung melalui lapisan penutup dan turun ke material konsolidasi. Jika metode ini
adalah digunakan, bit cacah mungkin diperlukan untuk membersihkan puing-puing
akumulod dari dalam selubung bor. Pengeboran casing ini lebih disukai ketika
formasi keras dan lunak alternative diantisipasi, contoh jenis pasir.
c. Mekanisme produksi yang populer untuk pemasangan casing melalui overburden
adalah dengan mengebor putar bor melalui overburden menggunakan bit drag atau
roller cone bit, dan lumpur bor viscous untuk membentuk filter cake dan
mendukung dinding lubang. Jadi casing dapat dipasang setelah pipa bor dilepas.
Driller dapat memasang semua jenis selubung dalam metode pemasangan selubung
ini.
d. Metode untuk mendukung lapisan penutup ini sama dengan yang dijelaskan dalam
metode 3, kecuali tidak ada selubung yang dipasang di lubang. Kue filter dan kepala
hidrostatik dari cairan pengeboran didalam lubang diandalkan untuk memikul
lapisan tanah penutup di tempat. Ini adalah metode untuk mendukung lapisan
penutup karena khawatir tentang lubang cacing dan kemungkinan kerikil atau
kerikil jatuh ke bagian bawah lubang. Kerikil ini dapat menyebabkan kerusakan
besar pada intan.
(Sukandarrumidi, 2018)
Beberapa metode dan alat yang berbeda tersedia untuk memperoleh sampel inti.
Keputusan yang akan digunakan dibuat oleh para insinyur dan ahli geologi perusahaan
minyak berdasarkan sejumlah kriteria. Yang paling penting diantaranya adalah :
1. Jenis data apa yang dibutuhkan?
2. Berapa interval kedalaman data yang dibutuhkan?
Atas dasar kriteria ini, akan dibuat keputusan mengenai metode dasar mana yang akan
diadopsi
1. Bottomhole coring
2. Sidewall coring
(Rumhayati, 2019).
Bottomhole coring memperoleh diameter besar (3 sampai 5 inci) dan panjang (30
hingga 90 kaki) core dari formasi yang relative tidak terganggu. Namun, hasil coring
bottomhole jauh lebih cepat daripada pengeboran konvensional dan melibatkan bit
berlian mahal dan barel inti. Waktu rig dan biaya sewa alat menjadikan bottomhole
coring operasi yang mahal. Keputusan untuk inti harus dibuat sebelum memasuki zona
kepentingan. Oleh karena itu, korelasi kedalaman yang keliru dapat mengakibatkan
coring yang tidak perlu dari formasi atasnya (Rumhayati, 2019)
Sidewall coring memperoleh inti kecil (1 inci kali 2 atau 3 inci) yang utuh meskipun
umumnya terkontaminasi atau rusak. Mereka dipotong dari dinding lubang bor setelah
pengeboran, menggunakan alat yang berjalan di kawat. Oleh karena itu inti sidewall
dapat diperoleh dengan cepat dan relative murah pada rentang kedalaman yang luas.
Pemahaman titik inti sidewall dilakukan setelah mengebor dan masuk ke sumur,
menghilangkan kebutuhan akan inti yang tidak perlu (Rumhayati, 2019).
Sampel (contoh) adalah sebagian kecil dari populasi yang mewakili sifat-sifat populasi
secara keseluruhan. Secara spesifik, sampel dapat dikatakan sebagai sekumpulan
material yang dapat mewakili karakteristik yang diperlukan dari suatu jenis batuan,
formasi, atau tubuh bijih (deposit). Metodologi pengambilan sampel yang diyakini
mewakili sifat-sifat populasi secara keseluruhan disebut teknik sampling. Sampling
dilakukan pada semua kegiatan industri pertambangan untuk berbagai tujuan. Pada
kegiatan eksplorasi, sampling dilakukan untuk mendapatkan kadar dan batas yang jelas
antara masing-masing zona (one mineralisasi, zona low grade, dan zona material
barren) untuk keperluan perhitungan sumber daya mineral. Selanjutnya pada tahap
evaluasi, sampling dilakukan pada zona mineralisasi dan daerah-daerah di sekitarnya
untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pemilihan metode
penambangan dan pengolahan. Sedangkan pada tahap eksploitasi, sampling dilakukan
untuk keperluan kontrol kadar (quality control) pada front kerja yang aktif dan kontrol
kadar pada material umpan untuk pengolahan (Balfas, 2015)
Core sampling adalah pengambilan sampel inti dari kegiatan pemboran. Inti bor adalah
sampel yang paling representatif dari suatu lapisan endapan mineral. Namun hal ini
tidak berlaku jika sebagian lapisan hilang atau berkurang selama pengintaian (coring)
karena rendahnya perolehan inti (core recovery). Dalam kasus seperti ini, logging
geofisika, seperti log gamma dan gamma-gamma (density), digunakan sebagai
pembanding ketebalan lapisan dengan ketebalan perolehan inti. Pada tinjauan rentang
data, kualitas sampel yang diperlukan dan faktor biaya, metode coring dipilih. Variasi
dari dua metode dasar ini kemudian dipilih dengan pertimbangan kebutuhan pengeboran
dan untuk karakteristik formasi (Rumhayati, 2019)
Untuk mengetahui kualitas contoh batuan atau sering disebut sebagai kualitas cadangan,
contoh batuan yang diperoleh dari pelaksanaan pemboran inti ataupun sumur uji (sesuai
dengan keperluan) selanjutnya dilakukan analisa laboratorium. Analisa laboratorium
yang sering dilakukan antara lain:
a. Analisa petrografi
b. Analisa kimia
c. Analisa Defraktometer Sinar X
d. Analisa berat jenis
e. Pengujian daya serap batuan terhadap air
f. Pengujian ketahanan batuan terhadap pelapukan
g. Pengujian ketahanan batuan terhadap katan
h. Pengujian kuat tekan bebas
(Sukandarrumidi, 2018).
Kesalahan yang terjadi dalam pengambilan sampel dapat direduksi dengan perencanaan
sampling yang baik dan diikuti proses pengambilan sampel seteliti mungkin. Lokasi
sampling sedapat mungkin tepat dengan titik yang telah direncanakan. Lokasi tersebut
dibersihkan dari pengotor untuk menghindari terjadinya bias. Pada setiap lokasi dibuat
deskripsi visual mengenai batuan penyusun, antara lain jenis batuan, komposisi dan
persentase mineral, gejala alterasi, dan hal-hal lain yang menarik. Setiap sampel
dikemas dan diberikan pelabelan yang jelas (Balfas, 2015)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan
- Kertas HVS A4
- Kertas HVS A3
- Air
- HCL
4.1 Analisis
1. Batupasir sedang
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Abu-abu Keputihan
Warna Lapuk : Putih
Tekstur :
Ukuran Butir : Pasir Sedang (0,5-0,25 mm)
Derajat Pembundaran : Agak Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Terbuka
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Material pasirsedang
Semen : Silika
Nama Batuan : Batupasir sedang
Dip : 50o
Tebal Semu : 3.36 inci = 8,55 cm
Tebal Asli : T cos α
: 8,55 x cos 50o
: 5,49 cm
2. Batupasir sedang
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Abu-abu Keputihan
Warna Lapuk : Putih
Tekstur :
Ukuran Butir : Pasir sedang (0,5-0,25 mm)
Derajat Pembundaran : Agak Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Terbuka
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Material pasirsedang
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 5,34 inci = 13,58 cm
Tebal Asli : T cos α
: 13,58 x cos 50o
: 8,72 cm
3. Batulanau
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Putih coklat
Warna Lapuk : Kecoklatan
Tekstur :
Ukuran Butir : Lanau (0,004-0,125 mm)
Derajat Pembundaran : Sangat Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Tertutup
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Mineral lanau
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 11,7 inci = 29,94 cm
Tebal Asli : T cos α
: 29,94 x cos 50o
: 19,2 cm
4. Batulempung
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Coklat Tua
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur :
Ukuran Butir : Lempung (<0,004 mm)
Derajat Pembundaran : Sangat Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Tertutup
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Mineral lempung
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 5,59 inci = 14,21 cm
Tebal Asli : T cos α
: 14,21 x cos 50o
: 9.13 cm
5. Batulempung
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Coklat Tua
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur :
Ukuran Butir : Lempung (<0,004 mm)
Derajat Pembundaran : Sangat Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Tertutup
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Mineral lempung
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 5,28 inci = 13.42 cm
Tebal Asli : T cos α
: 13,42 x cos 50o
: 8.62 cm
6. Batubara
Jenis Batuan : Sedimen Non Klastik
Warna Segar : Hitam
Warna Lapuk : Hitam
Kilap : Kusam
Cerat : Kehitaman
Pecahan : Mengotak (blocky)
Komposisi : Karbon
Nama Batuan : Batubara
Dip : 50o
Tebal Semu : 9,74 inci = 24,76 cm
Tebal Asli : T cos α
: 24,76 x cos 50o
: 15.91 cm
7. Batulempung
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Coklat Tua
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur :
Ukuran Butir : Lempung (<0,004 mm)
Derajat Pembundaran : Sangat Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Tertutup
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Mineral lempung
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 4,67 inci = 11,87 cm
Tebal Asli : T cos α
: 11,87 x cos 50o
: 7,62 cm
8. Batulempung
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Warna Segar : Coklat Tua
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur :
Ukuran Butir : Lempung (<0,004 mm)
Derajat Pembundaran : Sangat Membundar
Derajat Pemilahan : Terpilah baik
Kemas : Tertutup
Struktur :
Komposisi :
Fragmen :-
Matriks : Mineral lempung
Semen : Silika
Nama Batuan : Batulempung
Dip : 50o
Tebal Semu : 6,64 inci = 16,89 cm
Tebal Asli : T cos α
: 16,89 x cos 50o
: 10.85 cm
Dip : 50o
Tebal Semu : 6,60 inci = 16.78 cm
Tebal Asli : T cos α
: 16,78 x cos 50o
: 10,78 cm
4.2 Diskusi
4.2.1 Satuan Batuan Di Sampel Coring Secara Spesifik
Dari data core yang kami amati didapatkan litologi batuan yaitu batulempung,
batubara, batulanau dan batupasir. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan
jumlah litologi batupasir sebanyak 3 litologi (25%), batulempung sebanyak 4 litologi
(50%), batulanau sebanyak 1 litologi (15%) dan batubara sebanyak 1 litologi (10%),
sehingga dapat disimpulkan bahwa satuan batuan pada data core kelompok kami adalah
satuan batupasir.
Pada sampel coring ketiga, didapatkan sembilan litologi batuan yaitu batupasir sedang,
batupasir sedang, batulanau, batulempung, batulempung, batubara, batulempung,
batulempung dan batupasir sangat halus. Karakteristik batuan mulai dari batupasir
sedang yaitu termasuk sedimen klastik, dengan warna segar abu-abu keputihan dan
warna lapuk putih, dengan tebal semu 8,55 cm, pada batupasir sedang termasuk
sedimen klastik, dengan warna segar abu-abu keputihan dan warna lapuk putih, dengan
tebal semu 13,58 cm, pada batulanau termasuk sedimen klastik, dengan warna lapuk
kecokelatan dan warna segar putih cokelat, dengan tebal semu 29,94 cm, pada
batulempung termasuk sedimen klastik, dengan warna lapuk cokelat dan warna segar
cokelat tua, dengan tebal semu 14,21 cm, pada batu lempung termasuk sedimen klastik,
dengan warna lapuk cokelat dan warna segar cokelat tua, pada batubara termasuk
sedimen non klastik, dengan warna lapuk hitam dan warna segar hitam, dengan tebal
semu 24,76 cm, pada batulempung termasuk sedimen klastik, dengan warna lapuk
cokelat dan warna segar cokelat tua, dengan tebal semu 11,87 cm, pada batulempung
termasuk sedimen klastik, dengan warna lapuk cokelat dan warna segar cokelat tua,
dengan tebal semu 16,89 cm, pada batupasir sangat halus termasuk sedimen sedimen
klastik, dengan warna lapuk kekuningan dan warna segar putih kekuningan, dengan
tebal semu 16,78 cm.
4.2.3 Lingkungan Pengendapan
Dari data core yang kami amati didapatkan litologi batuan yaitu batulempung, batubara,
batulanau dan batupasir. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diambil
kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan batubara berada di daerah rawa, sedangkan
lingkungan pengendapan batulempung, batulanau dan batupasir terdapat pada daerah
aliran sungai.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan yaitu :
a. Pada sampel coring ketiga, didapatkan sembilan litologi batuan yaitu batupasir
sedang, batupasir sedang, batulanau, batulempung, batulempung, batubara,
batulempung, batulempung dan batupasir sangat halus.
b. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
lingkungan pengendapan batubara berada di daerah rawa, sedangkan lingkungan
pengendapan batulempung, batulanau dan batupasir terdapat pada daerah aliran
sungai.
c. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada sampel core, dapat diketahui bahwa
batubara memiliki tebal semu sebesar 24,76 cm.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya dilakukan praktikum secara offline, agar
praktikan dapat melakukan deskripsi sampel core secara langsung dan harapannya agar
dapat lebih mudah memahami materi.
DAFTAR PUSTAKA
Balfas, Muhammad dahlan. 2015. Geologi untuk pertambangan umum. Graha ilmu.
Yogyakarta.