Anda di halaman 1dari 19

Metode Pengambilan Sample Bahan Galian

Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral, bijih, termasuk batu-batu mulia yang
merupakan endapan. Dalam penggolongan bahan galian berdasarkan pemanfaatan ada 3 jenis
yaitu:
 Bahan galian logam/bijih contoh dari bahan galian ini timah, besi, tembaga, emas dan perak.
 Bahan galian energi contoh dari bahan galian ini adalah batubara dan minyak bumi.
 Bahan galian industri contohnya diatome, gipsum, talk, kaolin, dan zeolit.

Suatu tubuh deposit bijih adalah campuran dari mineral-mineral dalam perbandingan
yang bervariasi, sehingga besar kandungan logamnyapun tidak sama setiap bagiannya. Tidak
mungkin suatu contoh tunggal yang diambil akan mewakili keseluruhan masa deposit yang
bersangkutan, kecuali hanya suatu kebetulan. Meskipun demikian kesalahan yang terjadi akan
dapat diperkecil kalau contoh yang diambil makin banyak. Tetapi juga tidak mungkin
mengambil contoh yang sangat banyak untuk memperkecil kesalahan, karena lalu menjadi tidak
praktis. Untuk itu diperlukan metode pengambilan contoh yang sistematis yang dapat mengatasi
kesalahan yang mungkin terjadi sekecil mungkin. Pengambilan contoh yang banyak tetapi tidak
sistematis letaknya tidak akan memperkecil kesalahan, justru akan berdampak sebaliknya. Jadi
ketelitian pengambilan contoh itu tergantung dari jumlah contoh yang diambil dan lokasi
pengambilannya yang tersebar secara baik di seluruh tubuh endapan bahan galian yang
bersangkutan. Hal-hal berikut ini patut diperhatikan dalam pengambilan contoh (sample) :
 Lokasi pengambilan contoh harus dicatat ataupun dimasukkan ke dalam peta secara tepat.
 Kalau memakai metode paritan (channel sampling), maka lebar dan kedalaman parit tersebut
diusahakan uniform.
 Lebar dari setiap contoh (sample width) harus selalu dicatat.
 Permukaan batuan yang akan diambil contohnya harus bersih dan segar.
Ada beberapa metode pengambilan contoh yang saat ini dikenal, teknik mana yang akan
dipakai itu tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi geologi yang membentuk tubuh
deposit, kedalaman, ketebalan lapisan penutup, dan keadaan alami dari deposit itu sendiri seperti
berlapis “banded”, dan sebagainya. Metode pengambilan contoh tersebut di atas adalah :
 Metode Paritan (Channel Sampling)
 Metode Selokan Uji (Trenching)
 Metode Chipping
 Metode Sumur Uji (Test Pitting)
 Metode Pemboran (Borehole Sampling)

1. Metode Paritan (Channel Sampling)


Metode ini adalah metode yang paling banyak dipakai, terutama sangat cocok untuk
deposit mineral yang berlapis, “banded”, dan deposit jenis urat (vein), dimana terdapat variasi
yang jelas dalam ukuran butir dan warna, yang kemungkinan juga berbeda dalam komposisi dan
kadar dari bahan-bahan berharga yang dikandungnya. Metode ini dapat dilakukan pada deposit
mineral baik yang tersingkap di permukaan maupun yang berada di bawah permukaan tanah
pada dinding cross-cut, raise, shaft, sisi-sisi stope, ataupun dinding samurai uji (testpit).
Sebaiknya untuk tidak melakukan metode channel ini pada lantai terowongan, karena bagian
tersebut biasanya kotor oleh bahan jatuhan yang sering dapat mengisi rekahan-rekahan yang ada.
Kalau terpaksa membuat channel pada lantai, maka lantai harus dibersihkan dulu dari kotoran
pada rekahan yang ada, kemudian permukaannya dibuat benar-benar bersih, setelah itu metode
ini dapat dilakukan.

Gambar 1. Metode Paritan (Channel Sampling)

Contoh paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan dalamnya sekitar 3
sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus jurus lapisan. Jarak antara satu parit dengan parit
lainnya tergantung dari keseragaman dari bahan galiannya. Untuk kebanyakan deposit, jarak
antar parit kira-kira satu setengah meter, akan tetapi untuk deposit bijih yang kaya dan tersebar
setempat-setempat jarak tersebut hanya dapat sekitar sepertiga meter saja. Umumnya satu contoh
sudah cukup untuk mewakili sepanjang 2 meter dari parit yang dibuat.

2. Metode Selokan Uji (Trenching)


Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk memperoleh data-data
mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang bersangkutan, seperti ketebalan, sifat-sifat fisik,
keadaan batuan di sekitarnya, dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada tubuh bahan
galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu dimana lapisan penutup (over
burden) kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat sebaiknya diusahakan dengan cara-cara
berikut :
 Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan mengeringkan sendiri
(shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan adanya pompa.
 Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para pekerja masih sanggup
mengeluarkan bahan galian cukup dengan lemparan.
 Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya digali dua
atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat
bijih itu lebih besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya,
maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan
ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus
terhadap jurus urat bijihnya

Gambar 2. Bentuk Penampang Trenching

Gambar 3. Arah Penggalian Trenching (Selokan Uji)

3. Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang keras dan
seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya batuan. Contoh diambil
dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-ukuran yang seragam dan tempat
pengambilan tersebut dibuat secara teratur di permukaan batuan. Jarak dari setiap titik
pengambilan baik secara horisontal dan vertikal dibuat sama (seragam) dan besarnya tergantung
dari endapannya sendiri.

4. Metode Sumur Uji (Test Pitting)


Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih dari setengah
meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena pembuatan selokannya harus
agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada pembuangan tanah hasil galian dan masalah
pembuangan air yang mungkin menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu
yang lebih lama. Dalam keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji
(test pitting) untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran lubang test pit ini
adalah dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan tetapi untuk jenis over burden yang
lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit harus dibuat lebih besar untuk menghindari
longsornya dinding, misalnya . Demikian pula ketika kedalaman test pit besar, maka ukuran
lubang juga harus dibuat lebih besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran
lubang diperkecil. Jika lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-nya dibuat
miring, sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-hal yang harus
diperhatikan, yaitu :
 Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah maka pembuatan test
pit tersebut akan memakan waktu yang lama sehingga memakan biaya yang mahal.
 Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak penyanggaan tidak perlu
dilakukan.
 Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring dan kemiringan
tergantung material dari over bunden.

Gambar 4. Macam Bentuk Penampang Test Pit

5. Metode Pemboran (Borehole Sampling)


Perkerjaan pengambilan contoh batuan dengan pemboran ini dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan tenaga penggerak dari bornya, yaitu metode pemboran tangan (hand auger) dan
metode pemboran mesin (core drilling). Cara pemboran tangan sangat cocok untuk endapan
bahan galian yang tidak terlalu kompak dan terletak dangkal, misalnya endapan alluvial pasir di
Cilacap. Jarak antara satu pemboran dengan pemboran lainnya tergantung keadaan, sedangkan
harga rata-ratanya makin baik jika pemboran makin rapat. Kadar dihitung dengan rumus :
K= (Berat Mineral)/(Berat Contoh) x 100%

Sebaliknya, dalam pengambilan contoh batuan dengan bor mesin supaya diperhatikan faktor-
faktor di bawah ini :
 Keadaan medan,dimana untuk keadaan medan yang berbukit-bukit, sebaiknya digunakan mesin
bor yang ringan atau yang dapat dilepas-lepas untuk memudahkan pembawaan.
 Kedalaman endapan, dimana untuk endapan yang cukup dangkal cukup dipakai bor tangan,
sedangkan yang dalam digunakan bor mesin.
 Sifat-sifat fisik batuan.
 Sumber air.
 Keadaan peralatan seperi keadaan pahat, stang bor, pipa casing, dan sebagainya.
Pada pemboran inti, contoh batuan yang terambil dapat berupa inti dan sludge yang
masing-masing diletakkan dalam core box untuk inti dan sludge box untuk sludge. Sludge adalah
hasil gesekan pahat dengan batuan yang kemudian diangkat oleh air pembilas, karena
itu sludge akan berupa lumpur.

Sumber :
Teknik Eksplorasi (Ign Sudarno, Iman Wahyono Sumarinda, 1981)
http://andiashariahmad.blogspot.com/2012/12/eksplorasi-batubara-umi.html

METODE SAMPLING

Sampling atau pengambilan contoh adalah dasar daripada suatu pekerjaan


eksploitasi. Yang disebut sampling adalah suatu proses untuk mendapatkan sebahagian
hasil dari suatu massa yang besar dan cukup reprosentatif untuk mewakili massa asli.

1. Pekerjaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui kesamaan daripada assay.


2. Mengetahui sifat fisis daripada batuan untuk menentukan sistem penambangan yang bakal
dipakai.

Persoalan yang dihadapi yang kita hadapi dalam hal ini ialah bagaimana supaya dapat
dicapai suatu hasil yang dapat merefleksikan keadaan yang sebenarnya dan seekonomis
mungkin. Dengan demikian selama ada tiga stip yang penting dalam hal ini yaitu sebagai
berikut :

1. Sample Design
2. Sample Method
3. Estimation
SUMBER – SUMBER KESALAHAN PADA PADA SAMPLE
(FACTOR)

1. Jumlah sample yang tidak mencukupi. (Misalnya suatu pengambilan contoh dengan bor 1 –
2 – 3. Dalam hal ini frekuensi n = 3 tak memenuhi syarat, maka n = 5 / penambahan
frekuensi).

2. Pemberian lokasi yang salah pada sample yang diambil ( IMPROVER LOCATION ).

3. Salting atau peninggian kadar daripada keadaan yang sebenarnya. Misalnya dalam kantong
dimasukkan sample yang hight grade dan kemudian pada kantong tersebut dimasukkan lagi
sample yang low grade, kemudian sample yang low grde tersebut akan menjadi hight grade.
Peninggian kadar karena suatu ketidaksengajaan.
4. Kesalahan – kesalahn pada saat analisa kimia.
Contoh :
Kadar x Panjang
Kadar x Lebar

5. Cara weighting ( cara menghitung cadangan ) yang salah pada sample.

Untuk mengoreksi kesakahan – kesalahan di atas maka perlu dilakukan Chek Samples dan
Umpire Assaying atau Assay yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk mengecek kebenaran
kebenaran dari assay sebelumnya.

PROSEDUR – PROSEDUR YANG HARUS DIKETAHUI


SEBELUM MELAKUKAN SAMPLING

1. Penentuan metode – metode pengambilan sampel.

2. Penentuan jumlah sample yang akan diambil, tergantung faktor ekonomis dan waktu.
Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a). Regularity ( teratur atau tidak teraturnya ) distribusi bijih.
b). Besar atau size daripada ore body
c). Keadaan keuangan dan waktu yang tersedia
d). Degree of Reficement yang dibutuhkan

3. Interval dan ukuran.


4. Adakan sketsa daripada operasi pengambilan.
5. Permukaan yang diambil adalah permukaan yang bersih.
6. Kantong – kantong sampling harus dan diberi nomor

Dalam kesempatan ini kami hanya memberi batasan masalah di metode sample method
( Metode Sampling ). Di sini ada dua cara atau dua metode umum yang biasa dipakai sesuai
dengan keadaan.

 CHANNEL SAMPLING

Suatu cara pengambilan sample dalam jumlah yang sedikit. Apabila kita membuat suatu
channel, dalam hal ini kita menggunakan palu geologi atau pahat untu membuat ore body di
dalam channel tersebut. Ukuran – ukuran channel tersebut adalah sebagai berikut :

Lebar 1 ½ “
Dalam 1 “

 BULK SAMPLING

Suatu cara pengambilan sample dalam jumlah yang besar. Bila vein berupa vein let yang
tipis atau bila jumlah terdapat dalam bentuk pocet atau kantong yang tersebar disana sini
maka sample yang diambil sebaiknya diambil dala jumlah yang besar untuk mengetahui “
Mineral Evarge Content “. Sample dapat diperoleh dengan jalan blasting.

 HISTOGRAM SAMPLING

Suatu metode membuat sample dalam diagram setelah assay itu mulai mengolah secara
diagram. Metode ini sangat berguna karena tanpa ke lapangan kita akan dapat membaca
keadaan daripada sample atau keadaan mineralisasi.

Metode –metode sampling yang digunakan dalam prospeksi geokimia adalah sebagai
berikut :

 SAMPLING BATUAN

Sampling batuan dapat dilakukan pada singkapan, dalam tambang dan inti bor. Dalam hal
ini permukaan batuan dibersihkan dengan pencucian dan conto chip diambil dalam area
atau interval yang standar. Conto batuan 500 gram umumnya diambil terhadap batuan
berbutir halus, sedangkan batuan yang berbutir sangat kasar diambil lebih dari 2 Kg. Pada
metode ini data dapat secara langsung berhubungan dengan aureole primer dalam sampling
detail dan terhadap provinsi geokimia dalam sampling pengamatan awal. Konteks geologi
dan conto batuan langsung menggambarkan struktur, jenis batuan, mineralisasi, dan
alterasi pada saat conto tersebut diambil

 SAMPLING TANAH

Sampling tanah akan menguntungkan untuk beberapa area dimana jarang ditemukan
singkapan. Lubang untuksampling tersebut dapat digali secara manual ataupun mekanis.
Setelah conto tanah diambil, terus diayak sampai – 80 mesh dan 20 – 50 gram fraksi halus
dikumpulkan untuk dianalisis. Survei tanah umumnya dibuat pada suatu pola lintasan
dengan jarak lokasi antar titik

conto 300 – 1500 m pada pengamatan awal da 15 – 60 m pada survei selanjutnya

 SAMPLING SEDIMEN

Sampling sedimen sungai merupakan komposit alami dari material di bagian atas ( hulu )
sampai lokasi sampling. Sampling tersebut efektif pada pekerjaan pengamatan awal dimana
lokasi conto tunggal mungkin menunjukkan area tangkapan ( catchment area 0 yang sangat
luas. Dalam survei yang detail, conto dapat diambil setiap 50 – 100 m sepanjang aliran,
masing –masing sebanyak 50 gram dengan ukuran butir – n80 mesh untuk keperluan
analisis.

 SAMPLING AIR

Sampling air merupakan salah satu metode geokimia yang paling lama. Metode tersebut
mudah dilakukan, tetapi conto air tidak stabil untuk waktu yang singkat. Faktor – faktor
yang mengontrol kandungan logam dalam air permukaam seperti dilusi, pH, temperatur,
kompleks organik sulit untuk dievaluasi, dan kandungan logam biasanya relatif rendah.

 SAMPLING VEGETASI

Sampling vegetasi diperlukan koreksi terhadap sampling tanah dan air tanah untuk analisa
kimia. Tumbuhan mengekstrak unsur – unsur logam dari kedalaman dan mengirimnya ke
dedaunan. Interpretasi yang dihasilkan lebih kompleks dibandingkan dengan metode
lainnya. Sampling yang dilakukan sangat sederhana hanya dengan memotong rantingbdari
dedaunan. Contoh yang diambil sekitar 100 gram daun atau ranting muda pada setiap
pohon, kemudian dikirim ke labolatorium untuk diabukandan dianalisis, conto abu akhir
umumnya
sekitar 10 – 30 gram. Idealnya vegetasi disampling pada lintasan yang seragam.

 SAMPLING UAP

Sampling uap air raksa yang digunakan sebagai petunjuk badan bijih sulfida sejak sekitar
tahun 1950-an yang diambil dari tanah, udara maupun air. Sprektrometer portabel sering
digunakan untuk memompa gas dari lubang bor berdiameter kecil ke dalam tanah. Conto
yang paling efektif diambil dari tanah dimana konsentarasi gas lebih ribuan kali lebih
banyak darpada di udara. Radon (Rd) dan Helium (He) dikumpulan dari conto air
permukaan dan air tanah yang terbukti efektif sebagai petunjuk mineralisasi Uranium.

 GRAB SAMPLING

Suatu cara pengambilan sample berupa hand specement. Metode ini tidak bagus karena
tidak teliti atau unsleting, atau sama denga memberikan gambaran –gambaran yang salah
dari keadaan semestinya. Grab samplig dilakukan karena faktor – faktor seperti waktu yang
terbatas atau terdesak.

 CHIP SAMPLING

Suatu cara pengambilan sample yang biasanya dipergunakan untuk dipakai pada bijih
bahan galian yang kompak atau massive.

 PILE SAMPLING

Adalah suatu cara pengambilan conto pada pili / ore bin, untuk ini harus tahu cara saat
mengadakan “ Pilling “ Karena hal ini mempengaruhi letak butiran ( Bongkah ).

 TRENCHING

Adalah suatu cara pengambilan conto dengan membuat parit pada singkapan bijih sehingga
dapat diketahui bentuk endapan kadar dan kedalaman. Paritan dibuat dengan memotong
atau tegak lurus terhadap singkapan.

 TEST PIT ( SUMUR UJI )

Test Pit merupakan salah satu cara dalam pencaraian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumut uji dilakukan jika dibutuhkan
kedalaman yang lebih ( > 2,5 m ). Pada umumnya suatu deretan ( series ) sumur uji dibuat
searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan
horisontal. Atau dengan kata lain Test Pit adalah suatu cara pengambilan conto dngan jalan
membuat sumuran yang dapat dikombinasika dengan Channel Sampling.

Sumur uji ini umumnya dilakukan pada eksplorasi endapan – endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan – endapan berlapis.
*. Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untu mendapatkan kemenerusan
lapisan dalam arah kemiringan, varisai litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan
karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi
sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan
lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat ( vein ).
*. Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan ( laterik atau residual ), pembuatan
sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas – batas zona lapisan ( zona tanah, zona
residual, zona laterik ), ketebalan masing – masing zona,

variasi vertikal masing – masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan
pemodelan bentuk endapan.

 DRILLING HOLE SAMPLING

Adalah cara pengambilan conto dari hasil pemboran inti dengan menggunakan mata bor
type core drill dan diamond drill.
*. Cara Core Drill

Cara pengambilan conto dengan menggunakan bor tumbuk, biasanya dipergunakan pada
batuan yang tidak begitu keras ( uniform ) atau tidak begitu kompak ( semi massive )dn
dapat dikerjakan dengan tangan manusia dan sangat baik dipergunakan pada penyelidikan
– penyelidikan penambangan yang letaknya tercepncil karena tidak memakan biaya yang
besar, alat – alatnya mudah didapat dan sederhana, perawatan dan pelayanan mudah dan
transportasinya ringan serta tidak terlalu berbelit – belit.

*. Cara Diamond Drill

Cara pengambilan conto dengan menggunakan tenaga penggerak berupa motor bensin,
diesel, mesin uap, motor listrik dan lain sebagainya.

 CARA OUT CROP

Adalah suatu cara pengambilan conto batuan pada permukaan tanah yaitu dengan cara
melihat batuan di sekeliling tempat yang diselidiki. Misalnya di tempat A, ditemukan
sejenis batuan, kemudian di tempat lain didapati pula batuan yang sejenis tadi misalnya di
etmpat B dan C. Kemudian yang penting ialah mencari arah perlapisan batuan itu, sehingga
dapat pula ditemukan pula dip dan strikenya. Selanjutnya perlu diadakan penelitian lebih
lanjut misalnya dengan pemboran, sumuran dan lain – lain.
 DRIFT AND CROSS CUT

Adalah cara pengambilan conto pada sisi – sisi dari drift dan cross out oleh channel tegak
lurus pad formasi / lapisan batuan. Hasilnya biasanya mempunyai contoh yang dapat
digambarkan k.l. 25 ft.

 TRANCING FLOAT

Adalah suatu cara pengambilan conto fragmen – fragmen atau pecahan – pecahan bijih
yang lapuk atau tererosi dengan cara penjejakan atau penurutan atau kegiatan pengamatan
pada sungai – sungai.

BAHAN GALIAN (1 dari 3).


Mei 13, 2009 admin wawasan

Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang


dapat ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat
terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti kristalisasi
magma, pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi dan
organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan
evaporasi, dan sebagainya (Katili, R.J. 1966).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 1980, bahan
galian dibagi menjadi tiga golongan. Penggolongan bahan-bahan
galian didasari pada :
1. Nilai strategis/ekonomis bahan galian terhadap Negara.
2. Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam.
3. Penggunaan bahan galian bagi industri.
4. Pengaruhnya terhadap kehidupan rakyat banyak.
5. Pemberian kesempatan pengembangan pengusaha.
6. Penyebaran pembangunan di Daerah.
Bahan-bahan galian tersebut digolongkan sebagai berikut :
A.GOLONGAN BAHAN GALIAN YANG STRATEGIS
Bahan galian Strategis berarti strategis untuk Pertahanan dan
Keamanan serta Perekonomian Negara. Golongan ini terdiri dari :
• Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam.
• Bitumen padat, aspal.
• Antrasit, batubara, batubara muda.
• Uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktip
lainnya.
• Nikel, kobalt.
• Timah.
1.Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan suatu material organik dan secara kimia
dikenal dua macam yaitu deretan parafin dan deretan naphtene. Pada
umumnya terdapat pada sedimen-sedimen yang tebal dan tidak
pernah atau jarang sekali ditemukan pada batuan metamorf atau
batuan beku. Di Indonesia, endapan-endapan geosinklin pada zaman
tersier banyak mengandung minyak bumi karena kondisinya yang
baik. Lapisan yang mengandung minyak bumi biasanya batuan
berpori seperti batupasir ataupun batugamping.
Hasil olahan dari minyak bumi sangat diperlukan dan digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dan kebanyakan sebagai bahan bakar.
Hasil olahannya tersebut seperti bensin, solar dan lain-lain.
2.Batubara
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti :
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-
jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel
(1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel
tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan
dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini. Pteridofita, umur
Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim
hangat. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian
hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus
dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu
bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara
umum, kurang dapat terawetkan.
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah,
terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di
daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil
dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Di Indonesia, batubara
merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara
jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai
berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil
terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai
puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok
kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori
lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai
kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan
efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia
lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan
dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batubara. Membakar batubara secara langsung (direct
burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang
bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum,
cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate,
fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kelemahannya.
Penambangan bahan galian strategis ini cukup banyak dijumpai di
Indonesia. Metode penambangan yang digunakan adalah open pit
mining atau penambangan terbuka dengan alas an keberadaan
endapan batubara yang tidak membutuhkan penambangan hingga
bawah permukaan yang dalam, selain faktor efisiensi biaya produksi.
Adapun perusahaan yang mengeksploitasi batu bara di Indonesia
antara lain yaitu PT Arutmin Indonesia penambangan di Kalimantan
Selatan, PT Berau Coal penambangan di Kalimantan Timur, PT Kaltim
Primacoal penambangan di Sangatta Kabupaten Kutai Timur, dan
beberapa perusahaan lainnya.
3.Uranium dan Thorium
Endapan-endapan mineral radioaktif seperti uranium dan thorium
terdapat dalam bentuk primer seperti pegmatit dan bijih, serta bentuk
sekunder seperti endapan sedimen. Batuan pegmatit adalah batuan
berbutir kasar yang terbentuk pada fase terakhir dari pendinginan
batuan plutonik. Batuan pegmatit biasanya mengandung kuarsa dan
feldspar. Mineral radioaktif biasanya dalam bentuk lensa atau
kantung.
Di Indonesia, belum ditemukan endapan-endapan uranium yang
berharga karena kurangnya penyelidikan geologi yang dilakukan ke
arah tersebut. Mineral radioaktif yang telah ditemukan yaitu monazit
dan xenotim yang biasanya mengandung unsur thorium. Mineral
tersebut ditemukan dalam endapan alluvial, bersama dengan bijih
timah di Bangka, Belitung, pulau Berhala dan pulau-pulau timah
lainnya.
Deskripsi dari logam thorium yaitu sebagai sumber energi nuklir.
Sebagian besar panas di bagian internal bumi merupakan hasil dari
thorium dan uranium. Thorium murni berwarna putih keperakan
yang stabil dari udara dan retains its luster untuk beberapa bulan. Jika
terkontaminasi dengan oksida, perlahan menyublim di udaraberubah
warna menjadi abu-abu hingga akhirnya hitam, memiliki titik leleh
3300oC yang juga merupakan suhu tertinggi dibandingkan oksida
lainnya.
Perlahan juga terubah oleh air tetapi tidak langsung larut pada kondisi
asam, kecuali hidroklorik. Bubuk logam thorium umumnya
pyrophoric dan disimpan dengan sangat hati-hati.ketika dipanaskan
dalam air berubah menjadi ignite dan terbakar menghasilkan warna
putih menyala.
4.Nikel
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit.
Nikel ditemukan dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-
lempeng halus dan butiran kecil bersama pyrhotin dan kalkopirit.
Nikel biasanya terdapat dalam tanah yang terletak di atas batuan basa.
Di indonesia, tempat ditemukan nikel adalah Sulawesi tengah dan
Sulawesi Tenggara. Nikel yang dijumpai berhubungan erat dengan
batuan peridotit. Logam yang tidak ditemukan dalam peridotit itu
sendiri, melainkan sebagai hasil lapukan dari batuan tersebut. Mineral
nikelnya adalah garnerit.
5.Kobalt
Deskripsi fisik yang ditunjukkan kobalt adalah bersifat brittle, keras,
dan merupakan transisi logam dengan magnet. Kobalt juga terdapat
dalam meteorit. Endapan mineralnya dijumpai di Zaire, Morocco dan
Canada. Cobalt-60 (60Co) dapat membentuk isotop buatan dengan
tembakan sinar gamma (energy radiasi tinggi). Garam kobalt salts
berwarna biru gelap dan seperti gelas atau bening. Banyak digunakan
dalam industri. Digunakan juga untuk bahan dasar perasa makanan
yang mengandung vitamin B12 dalam kadar yang tinggi.
6.Timah
Bijih timah biasanya terdapat dalam bentuk kassiterit atau oksida
timah. Sumber timah di Bangka terdapat pada batuan granit yang
berumur yura. Bijih primer terdiri dari urat kassiterit dan kuarsa
kassiterit. Dikarenakan pelapukan dan konsentrasi alluvial maka
kassiterit dalam endapan primer menjadi memekat sebagai lapisan
berbentuk dendrit. Dua per tiga hasil timah dunia berasal dari
endapan alluvial. Salah satu kegunaan timah yaitu sebagai alloy dalam
pembuatan baja.
Deskripsi dari mineral logam ini yaitu putih keperakan, malleable,
beberapa ductile dan berstruktur sangat kristalin. Memiliki dua
bentuk allotropic. Pada suhu hangat menjadi abu-abu atau timah- α
dengan struktur kubikal dan pada suhu 13,2°C atau timah-β yaitu
bentuk umum logam timah. Perubahannya juga dipengaruhi oleh
pengotor aluminium dan seng, dapat dicegah dengan memberikan
tambahan antimony atau bismuth.
Timah tahan terhadap distilasi, air laut, dan air minum. Akan tetapi
dapat terpengaruh asam kuat, mineral alkali, dan garam dari mineral
asam, oksigen terlarut juga mempercepat perusakan. Ketika
dipanaskan membentuk SnO2. Digunakan untuk campuran lembaran
baja sebagai kaleng timah. Di Indonesia, penambangan timah yang
terkenal dijalankan oleh PT Timah yang berlokasi di Bangka Belitung.
Dilakukan dengan open mining pit atau penambangan terbuka.
(Bersambung ke bagian 2 dan 3)

Bahan Galian Golongan C


by Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar | TueTue MayMay 2018201820182018 | Artikel
Lingkungan Hidup | 0 comments
Bahan galian diklasifikasikan menjadi 3 macam golongan, antara lain bahan galian golongan A, B
dan C (sesuai dengan UU no. 11 Tahun 1967. Bahan Galian Golongan C merupakan usaha
penambangan yang berupa tambang tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, granit dan masih ada
beberapa jenis lainnya. Usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan masalah. Masalah
pertambangan tidak saja merupakan masalah tambangnya, akan tetapi juga menyangkut mengenai
masalah lingkungan hidup. Di dalam pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan
agar hubungan manusia dengan lingkungannya selalu berada pada kondisi optimum, dalam arti
manusia dapat memanfaatkan sumber daya dengan dilakukan secara terkendali dan lingkungannya
mampu menciptakan sumbernya untuk dibudidayakan. Pengeloalaan lingkungan hidup bertujuan
untuk tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan
membangun manusia Indonesia seutuhnya, terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara
bijaksana, terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup, terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Dari beberapa jenis bahan galian golongan C yang paling banyak penambangannya dilakukan
adalah pasir, kerikil, batu kali dan tanah urug. Usaha penambangan terutama tanah urug tersebut
harus mendapat perhatian serius, karena sering kali usaha penambangan tersebut dilakukan
dengan kurang memperhatikan akibatnya terhadap lingkungan hidup. Pada umumnya pengusaha
penambangan bahan galian golongan C melakukan kegiatan penambangan memakai alat berat.
Dalam pemakaian alat-alat berat inilah yang mengakibatkan terdapatnya lubang-lubang besar bekas
galian yang kedalamannya mencapai 3 sampai 4 meter, dan apabila bekas galian ini tidak
direklamasi oleh pengusaha mengakibatkan lingkungan sekitarnya menjadi rusak.
Akibat penambangan bahan galian golongan C ini, dapat mengakibatkan terjadinya pengikisan
terhadap humus tanah, yaitu lapisan teratas dari permukaan tanah yang dapat mengandung bahan
organik yang disebut dengan unsur hara dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik
lapisan ini disebut olah yang merupakan daerah utama bagi tanaman. Lapisan olah ini tempat
hidupnya tumbuh-tumbuhan dan berfungsi sebagai perangsang akar untuk menjalar ke lapisan
bawah. Lapisan ini banyak digunakan oleh masyarakat untuk menyuburkan pekarangan rumahnya.
Selain itu terjadinya lubang-lubang yang besar akan mengakibatkan lahan itu tidak dapat
dipergunakan lagi (menjadi lahan yang tidak produktif), pada saat musim hujan lubang-lubang itu
digenangi air yang potensial menjadi sumber penyakit karena menjadi sarang-sarang nyamuk.
Proses Kegiatan Pertambangan
Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan pembuatan jalan masuk,
pembersihan lahan (land clearing) yaitu menyingkirkan dan menghilangkan penutup lahan berupa
vegetasi, tumbuhan perdu dan pohon-pohon, kemudian dilanjutkan dengan penggalian dan
pengupasan tanah bagian atas (top soil) atau dikenal sebagai tanah pucuk. Setelah itu dilanjutkan
kemudian dengan pengupasan batuan penutup (overburden), tergantung pada kedalaman bahan
tambang berada. Proses tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan,
baik dari lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada
permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining. Dari setiap tahapan kegiatan
berpotensi menimbulkan kerusakan lahan.
Kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca
pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis pertambangan,
tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan (Direktorat Sumber Daya Mineral dan
Pertambangan, 2003). Kebanyakan kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan
tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin
(PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan ( Kementerian
Lingkungan Hidup, 2002 ). Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal
dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat
permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula (Dyahwanti, 2007).
AKIBAT DIAKUKANNYA PENAMBANGAN GALIAN C
1. Perubahan vegetasi penutup
Proses land clearing pada saat operasi pertambangan dimulai menghasilkan dampak lingkungan
yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan pertambangan yang
dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan
iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. Tanpa
vegetasi lahan menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim
hujan.
2. Perubahan topograf
Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada daerah tambang. Areal yang
berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang karena digunakan untuk menumpuk hasil
galian (tanah pucuk dan overburden) dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi
masalah pada perusahaan tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti
halnya dampak hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng
yang curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi bentang
alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat berubah
akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang semula.
3. Perubahan pola hidrologi.
Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan akibatnya hilangnya
vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus hidrologi. Ditambah lagi pada sistem
penambangan terbuka saat beroperasi, air dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan
areal yang dieksploitasi untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak
beroperasi, aktivitas sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah (ground water table)
berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air tanah untuk keperluan lain dan
berpotensi tercemarnya badan air akibat tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga
kualitasnya menurun (Ptacek, et.al, 2001).
4. Kerusakan tubuh tanah.
Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan kembali tanah pucuk
untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub
soil) secara tidak teratur sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah
(Iskandar, 2010). Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi
dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan
terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin, terkikisnya lapisan topsoil dan serasah sebagai
sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah
satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting
dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman.
Selain itu dengan mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan
tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air (water
infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa
dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Proses pengupasan tanah dan batuan
yang menutupi bahan tambang juga akan berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan
sekitarnya. Menurut Suprapto (2008) membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida
(overburden) menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. Pada kondisi
terekspos pada udara bebas mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan dalam air membentuk
Air Asam Tambang (AAT). AAT berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk
aliran mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan kualitas lingkungan.
5. Penurunan Kualitas Udara
Banyaknya penggunaan alat berat dalam proses penambangan akan menghasilkan emisi gas
buang, selain itu penggunaan kendaraan dalam proses pengangkutan material tambang juga
menghasilkan emisi gas buang serta mengakibatkan peningkatan jumlah partikel debu terutama
pada musim kemarau. Sehingga dalam kurun waktu yang lama akan terjadi perubahan kualitas
lingkungan terutama kualitas udara, baik dilokasi penambangan maupun di jalur yang dilewati oleh
kendaraan pengangkut material tambang.
Selain itu, kegiatan penambangan dapat pula menimbulkan dampak social dan Ekonomi masyarakat
yang nantinya memberikan pengaruh yang cukup besar sehingga mengesampingkan dampak
terhadap pembanguan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Antara lain :
1. Pengurangan jumlah pengangguran karena sebagian masyarakat bekerja menjadi tenaga kerja di
penambangan, baik sebagai pengawas, buruh tambang, penjual makanan dan minuman .
2. Adanya pemasukan bagi pemilik tanah yang dijual atau disewakan untuk penambangan dengan
harga tinggi. Tanah yang semula tidak menghasilkan menjadi bermanfaat karena dipakai untuk
penambangan.
3. Banyaknya pendatang yang ikut menambang sehingga dapat menimbulkan konflik.
Adanya ketakutan sebagian masyarakat karena penambangan yang berpotensi longsor sehingga
sewaktu-waktu bisa mengenai lahan dan pemukiman mereka, apalagi bila turun hujan
Reklamasi Dan Rehabilitasi
Berbagai dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan pada dasarnya dapat
diminimalisir memalui proses akhir dari aktivitas pertambangan yaitu reklamasi dan penutupan
tambang (mining closure) dengan baik dan sesuai prosedur. Setiap perusahaan tambang wajib
melakukan hal tersebut sebagaimana telah diatur oleh pemerintah (Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral Nomor 18 tahun 2008). Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya serta terjaminnya
kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan
seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk
diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter, walaupun sistem gali timbun (back filling)
diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina, 2004).
Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan
harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi
dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah
disepakati. Namun kebanyakan pemrakarsa kegiatan pertambangan kurang memperhatikan
prosedur reklamasi dan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus
menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang. Tujuan jangka
pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain
itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan
untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan
dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat
tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan
masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan
agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.
Rekomendasi
1. Perlu adanya penyusunan zonasi pertambangan yang memuat lokasi-lokasi yang dicadangkan
untuk penambangan berdasarkan keberadaan deposit bahan tambang dan pertimbangan ekologis.
2. Perlu adanya iuran reklamasi dalam bentuk jaminan reklamasi untuk penambang sehingga mereka
mempunyai rasa tanggung jawab untuk melaksanakan penataan lahan pasca penambangan,
dimana jika reklamasi tidak dilakukan dengan benar maka dana jaminan dapat digunakan untuk
pengelolaan lingkungan.
3. Pemantauan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup lahan bekas penambangan
bahan galian golongan C agar lebih ditingkatkan, terutama frekuensi pemantauannya.

Anda mungkin juga menyukai