3. Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam sampling.
4. Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang
dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat.
5. Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan
dalam interval sampling.
6. Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan kemudian
berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
7. Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat
perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
8. Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan kesalahan
pada sampling yang signifikan.
9. Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).
Pada endapan sedimen
Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan garam, yang
mempunyai karakteristik :
1. Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
2. Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
3. Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam batubara, sehingga
interval sampling lebih bersifat ply per ply.
4. Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-anomali
yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar, perlipatan, dll.), sehingga
pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
5. Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara
vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara
komposit.
Pada endapan porfiri
Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
1. Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan pemboran
inti (diamond atau percussion).
2. Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan bersifat
erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang besar,
sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit eksplorasi,
dan paritan.
3. Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe
disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemilihan metode sampling.
4. Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona
hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
5. Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang
sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan
dengan seksama.
6. Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam
sepanjang proses sampling.
7. Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga interval
(kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi batuan
nantinya.
Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil
bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu
tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat
ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
1. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
2. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan
tujuan pengecekan kualitas.
3. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas
umum dari material yang diledakkan, dll.
Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material
dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi
sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini
dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini
juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu
proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk
sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar).
Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan
pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar 15 cm) yang
memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut
biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu
kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir,
jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat
kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran
fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.
Channel sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur
(channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut
dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal,
atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar).
Gambar Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al., 1987)
Gambar Sketsa pembuatan sub-channel pada mineralisasi berupa urat (Dimodifikasi dari
Annels, 1991)
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap alur adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Share this:
Like this:
Like
Be the first to like this.
Tags: bulk sampling, channel sampling, chip sampling, eksplorasi, grab sampling, metode
sampling, metode sampling base metal, sample
Comment
Tipe busur magmatik di Indonesia terbagi atas mafik dan andesitik. Batuan mafik volkanik
kebanyakan berada pada daerah bekas laut, yang didominasi basalt atau balastik andesite dan
generasinya. Akan tetapi dominasi busur magmatik Indonesia berupa busur andesitic yang
banyak ditemukan di sekitar daerah perairan dangkal. Dominasi rhyolit yang membatasi dan
menyusun lantai benua. Intrusi andesitik ini mengidikasikan bahwa terjadi stress lemah yang
mengakibatkan tarikan sepanjang busur dan mungkin berhubungan dengan mundurnya palung di
daerah subduksi lempeng samudera.
2. Lantai busur
Kebanyakan mineralisasi di daerah busur di Indonesia yang terekspos berupa batuan vulkanik.
Lantai busur kebanyakan tersusun atas batuan metamorfik (greenstone, phyllite, mica schist,
gneiss) dan ophiolit. Kerak busur kepulauan lebih tipis dibandingkan dengan daerah kerak benua.
3. Pemekaran busur belakang
Pemekaran busur belakang terbentuk di busur belakang selama subduksi juga terjadi pada kerak
samudera yang mengalami perubahan arah subduksi. Akibatnya terbentuk cekungan pada daerah
busur belakang.
4. Kompleks daerah metamorfik
Hipotesis yang dimungkinkan untuk menjelaskan kompleks daerah metamorfik adalah adanya
asosiasi dengan patahan bersudut rendah yang merupakan jalur dari metamorfik Papua Nugini.
Pemanjangan kerak terregional yang berasosiasi dengan pemindahan akibat patahan
menyediakan mekanisme yang memungkinkan pemendekan busur. Hal ini dapat dilihat
terbentuk pada daerah subduksi pada busur yang sangat berkaitan dengan aktivitas mineralisasi.
Busur Magmatik Indonesia
Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki daerah busur kepulauan
yang menyebar sepanjangan wilayah timur selatan Indonesia. Pergerakan lempeng lempeng
secara aktif pada masa neogen menyusun Indonesia menjadi beberapa jalur aktif busur
magmatik. Secara umum, sistem busur magmatik di Indonesia adalah hasil kompleks sejarah
aktivitas tektonik, termasuk di dalamnya subduksi dan busur magmatik, rotasi dan perpindahan
busur, pemekaran busur belakang, pembentukan ophiolit danpenumbukan yang akibatkan
perubahan arah busur, patahan stike-slip dan kemungkinan karena pemanjangan kerak.
Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor. Ketujuh busur
mayor tersebut adalah
1. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)
Daerah busur Sumatera-Meratus melingkupi daerah Sundaland sepanjang sumatera bagian barat
dan selatan Kalimantan. Pada daerah ini, busur magmatik dimulai dengan perubahan polaritas
tektonik setelah penempatan Woyla. Saat terekspos, busur tidak termineralisasi dengan baik,
karena perluasan akibat pengangkatan dan erosi selama masa tertiary. Daerah mineralisasi ini
hanya menyumbang 1% dari sumber daya emas dan sangat sedikit tembaga Indonesia. Pada
daerah Sumatera, mineralisasi dibatasi oleh besi, dan skarn base metal, juga kombinasi emasperak dan emas-tembaga pada rasio rendah. Di daerah Kalimantan, emas yang ada diikuti kuarsa
dan vein, veinlets karbonat kuarsa akibat pembentukan secara epithermal.
2. Busur Sunda-Banda (Neogen)
Busur ini merupakan busur terpanjang di Indonesia, dari Sumatera Utara hingga timur Damar.
Mineralisasi yang terjadi dibagi menjadi dua bentuk, yaitu berbentuk sistem urat epithermal
sulfidasi rendah di bagian barat busur dan porfiri emas-tembaga dan massive sulphide lenses
replacement bodies serta stockworks di timur. Hal ini terjadi karena perbedaan lempeng yang
menyusun daerah magmatik sepanjang busur. Daerah bagian barat cenderung terbentuk lebih
dulu dan stabil sehingga memungkinkan bentukannya adalah intrusi dangkal andesitik pada masa
neogen. Daerah timur merupakan daerah progresif lempeng dan aktif bergerak membentuk zona
subduksi yang menjadi tempat pembentukan intrusi besar berupa badan bijih seperti porfiri.
3. Busur Aceh (Neogen)
Busur Aceh berada pada palung di utara Sumatra yang tidak panjang. Busur ini berkaitan
langsung dengan dataran Sunda. Palung di sekitar busur menjadi daerah subduksi antara kerak
samudra hasil pemekaran dari cekungan Mergui yang menekan pada lantai lempeng Sumatera
bagian utara. Di daerah busur ini, mineralisasi yang terjadi berupa porfiri tembaga-molybdenum
dan tipe endapan sulfidasi tinggi.
4. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)
Busur ini selama bertahun-tahun diperkirakan dari kehadiran kondisi sisa erosi selama akhir
Oligocene hingga awal Miosen yang sifatnya andesitik hingga trachy-andesitik di daerah sekitar
ativitas vulkanik. Kebanyakan dari yang ditemukan berasosiasi dengan emas. Mineralisasinya
berupa peralihan epitermal ke porfiri. Di bagian barat, mineralisasi berasosiasi dengan batuan
hasil erupsi dan intrusi dioritik.
5. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)
Pada busur ini, aktivitas magmatik cenderung berada pada daerah bawah laut dan juga tersusun
oleh batuan sedimen sebagai akumulasi kegiatan tektonik aktif di daerah ini. Dominasi busur ini
adalah aktivitas lempeng aktif yang membentuk lengan lengan kepulauan Sulawesi. Akibatnya,
mineralisasi yang terjadi meliputi porfiri emas-tembaga, endapan sulfidasi tinggi, sediment
hosted gold, dan urat sulfidasi rendah.
6. Busur Halmahera (Neogen)
Daerah busur Halmahera terdiri dari hasil intrusi andesitik yang berusia Neogen, termasuk
dengan batuan vulkanik. Pada daerah barat busur ini juga dipotong oleh sesar Sorong selama
daerah timur terjadi subduksi di Laut Molluca. Busur Halmahera belum dieksplorasi dan
dimungkinkan hipotesis terbentuk mineralisasi berupa porfiri tembaga-emas.
7. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)
Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga Papua Nugini. Hal ini
berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah zona sabuk metamorfik dan
pembentukan ophiolit. Busur diikuti juga dengan subduksi di selatan dan diikuti penumbukan.
Kegiatan vulkanisme yang mengikuti adalah bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk
di lempeng aktif Pasifik. Deformasi yang terus terjadi mengakibatkan pembentukan deposit pada
daerah benua pasif yang terbentuk sebelumnya dengan dasar berupa batugamping jalur New
Guinea. Mineralisasi yang terjadi berupa porfiri yang kaya akan emas, badan bijih skarn.
Keberadaan ketujuh busur mayor ini berkaitan dengan mineralisasi aktif di Indonesia, terutama
terhadap emas dan tembaga. Jumlah endapan per km panjang busur tergantung pada masing
masing busur dan kontrol lain yang berkaitan dengan mineralisasi. Pada gambar di atas
ditunjukkan daerah mineralisasi aktif sepanjang busur magmatik di Indonesia.
Busur mayor ini juga diikuti dengan keberadaan busur minor di sekitar. Busur minor tersebut
terdiri atas :
1. Busur Schwaner mountain (west Kalimantan, tonalitic granodioritic batholiths, early
cretaceous)
2. Busur Sunda shelf (Karimata island, granitic, late cretaceous)
3. Busur Moon utawa (northern head of Irian Jaya, andesitic sedimentary rocks intruded
dioritic, middle miocene)
4. Busur West sulawesi (western Sulawesi, granitic, late miocene pliocene)
5. Busur Northwest Borneo ( andesitic, middle miocene)
6. Busur Sumba Timor (andesitic andesite porphyry intrusions, palaeogene)
7. Busur Coastal Irian Jaya (Mamberamo, diorites, neogene possibly)
8. Busur Talaud (Northeast Sulawesi, andesitic-andesite blocks in melange, neogene)
Bentuk utama Mineralisasi Emas dan Tembaga di Indonesia
Secara umum, bentuk mineralisasi emas dan tembaga di Indonesia berupa :
1. Porfiri
2. Endapan ephitermal sulfidasi tinggi
3. Endapan ephitermal sulfidasi rendah