Evolusi Sundaland
Hall (2008, 2012) dan yang terbaru pada tahun 2014 saat pertemuan
tahunan MGEI di Palembang telah merekonstruksi keterbentukan Sundaland. Konsep
yang diajukannya tentu didukung juga oleh pendapat beberapa peneliti
sebelumnya. Secara umum perkembangan Sundaland dibagi menjadi dua fase :
Fase pertama pada masa Permian Trias, dan Fase kedua pada masa Jura-
Cretaceous. Berikut tahapan evolusi Sundaland secara garis besarnya :
Jura-Cretaceous
Pada periode setelah Trias, terjadi penunjaman (subduksi) ke arah barat pada
lempeng Pasifik dibagian Asia Timur (Gambar 4 ) hingga awal Cretaceous akhir.
Aktivitas penunjaman ini menghasilkan komplek akresi dibeberapa tempat seperti
pada Sarawak, bagian offshore daratan Luconia-Dangerous, dan kemungkinan
Palawan, timur laut Sundaland.
Hall (2009,2011,2012) menginterpretasikan Bahwa SW Borneo sebagai
bagian dari Blok Banda dan kerak yang melandasi Sabah bagian timur sert NW
Sulawesi berpisah dari Australia pada masa Jura lalu mengalami akresi dengan
Sundaland pada awal Cretaceous sekitar 115 dan 110 Juta tahun lalu sepanjang
kelurusan Biliton yang memanjang ke arah selatan dari Laut Natuna (Ben-Avraham
dan Emery, 1973).
East Java-West Sulawesi (EJWS) diinterpretasikan sebagia bagian dari Blok
Argo dan memisahkan diri dari Australia pada masa Jura. Blok East Java-West
Sulawesi bersama dengan Blok Sabah-NW Sulawesi bersatu dengan Asia Tenggara
sekitar 90 juta tahun lalu dan tumbukan ini ditandai oleh suture yang memanjang
dari Barat Jawa melalui Pegunungan Meratus ke arah utara (Hamilton, 1979;
Parkinson et al,1998). Pada waktu bersamaan dengan tumbukan ini, Woyla intra-
oceanic arc mengalami tumbukan (kolisi) dengan Sumatera pada bagian barat
Sundaland (Barber, et al 2005).
Pada periode setelah Jura sebagian besar Indochina hingga ke selatan
meliputi Semenanjung Thai-Malaya dan beberapa bagian dari Paparan Sunda
termasuk Sumatera yang sebelumnya merupakan daratan yang telah ada,
mengalami proses subduksi (penunjaman). Pada masa ini, aktivitas vulkanisme
berlangsung cukup masiv. Clements tahun 2011 mengatakan bahwa subduksi pada
awal cretaceous akhir mempunyai kontribusi besar terhadap pengangkatan pada
sundaland, ditandai oleh ketidakselarasan regional.
Inilah tahap akhir dari pembentukan formasi atau bagian dari Sundaland saat
ini. Batuan-batuan yang berada dibawah ketidakselarasan regional tadi adalah
berumur cretaceous atau batuan yang relative lebih tua dibandingkan batuan yang
berada diatas ketidakselarasan (berumur eosin atau lebih muda) akanberumur lebih
muda, dimana jeda waktu pada ketidakselarasan ini lebih dari 80 juta tahun
(Clements et al, 2011). Batuan-batuan yang ditemukan sangat terbatas namun
memberikan informasi bahwa seperti pada Sarawak dan NW Borneo didominasi oleh
endapan klastik terrestrial lingkungan sungai, kecuali pada bagian ekstrem wilayah
Sarawak, Sabah, Barat Sulawesi dan kemungkinan offshore timur Jawa ditemukan
bukti-bukti tipekal endapan laut dalam.
Sekali lagi dapat disumpulakn bahwa perkembangan Sundaland dibagi
menjadi dua fase : Fase pertama pada masa Permian Trias, dan Fase kedua pada
masa Jura-Cretaceous. Tulisan ini dibuat sebagai pengantar untuk membahas
sejarah perkembangan tektonik di wilayah Indonesia. Penulis berpendapat
pemahaman secara garis besar mengenai tektonik pada wilayah Sundaland akan
membantu kita dalam mempelajari tektonik pada wilayah Indonesia, khususnya
bagian barat Indonesia.