Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER GEOLOGI INDONESIA (GL-3203)

Senin, 16 Maret 2015; Ruang 9oo9; Pukul 10.00 - 12.00


Dosen : Dr. Ir. Chalid Idham Abdullah
SOAL :
Jawaban anda harus dilengkapi dengan gambar
1. Dari titik pandang struktur geologi pulau Sumatera, kita mengenal 3 pola struktur
yang dominan. Coba anda jelaskan ketiga pola tersebut dari yang tua ke muda.
Coba anda jelaskan juga (beri alasan dan contonya), adakah dari ketiga pola tersebut
di atas yang memegang peranan penting pada cebakan minyak bumi dicekungan
Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
2. Suatu gejala strukturisasi yang menonjol pada formasi batuan tersier di Sumatera
Tengah, Jambi maupun di Sumatera Selatan adalah inversi.
a.

Jelaskan apa yang dimaksud struktur inversi.

b.

Jelaskan juga dengan gambar suatu penampang dengan formasi-formasi sedimen


sehingga jelas terlihat telah terjadi suatu inversi pada interval waktu tertentu.

c.

Jelaskan melalui elemen-elemen struktur mana, inversi tersebut berlangsung,


baik di Sumatera Tengah, Jambi maupun di Sumatera Selatan.

3. Paparan Sunda atau Sundaland merupakan daerah yang dangkal di Kawasan Barat
Indonesia (KBI). Jelaskan apa yang dimaksud dengan Paparan Sunda tersebut dan di
mana saja batas-batasnya ditinjau dari tatanan tektonik dan stratigrafi.
4. Uraikan dengan singkat tentang stratigrafi Pra Tersier dan Tersier di kawasan
paparan Sunda ?. Berilah masing-masing contoh di suatu cekungan ?.
5. Jelaskan tentang evolusi jalur-jalur magmatisme di Pulau Jawa sejak Pra Tersier,
Tersier hingga Kuarter ?.

Selamat bekerja, hanya kepada Allah SWT. kita memohon kemudahan

1. Pulau Sumatera memiliki pola struktur yang dominan sebanyak 3 buah yaitu:
Pola berarah NWSE yang disebut sebagai Pola Sumatera
Pola struktur ini terbentuk pada Jurassic Awal-Kapur yang diakibatkan
oleh rezim kompresi dari penumbukan Lempeng India dan Lempeng
Eurasia. Tumbukan inilah yang mengakibatkan ekstruksi tektonik di Asia
Tenggara menyebabkan terbentukknya Paparan Sunda yang termasuk

juga pulau Sumatra.


Pola berarah NESW yang sering disebut Pola Jambi
Pola struktur ini terjadi pada Pra-Tersier. Pola Jambi bertanggung jawab
dengan adanya pola graben di Cekungan Sumatera Selatan. Struktur
lipatan pada Pola Jambi diakibatkat oleh reaktivasi sesar-sesar normal

pada Plio-Pleistosen.
Pola berarah NS sebagai Pola Sunda
Pola ini terbentuk pada Jaman Kapur Akhir-Tersier Awal. Pola Sunda in
banyak membuka cekungan yang ada di Sumatra Tengah dan Sumatra
Utara.

Dari ketiga pola tersebut Pola Sumatra yang memegang peranan penting
terhadap keterdapatan cebakan minyak, karena pola ini yang membuat cekungancekungan yang ada di Pulau Sumatra. Kemudian perangkap (trap) yang terbentuk ketika
rezim kompresif bekerja pada zaman Plio-Pleistosen membentuk sesar naik dan lipatan
yang menjadi perangkap struktur yaitu struktur antiklin.

Gambar 1. Pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan

Gambar 2. Pola Struktur Geologi Regional Indonesia

2. a. Struktur inversi adalah struktur yang membentuk adanya gejala sesar turun
pada bagian bawah sesar dan gejal sesar naik pada baian atas sesar. Hal ini terjadi
akibat reaktivasi sesar norml menjadi sesar naik akibat perubahan rezim tektonik
dari ekstensional menjadi kompresional. Sehingga pada umur yang lebih tua
(bagian bawah) akan menunjukkan ciri-ciri sesar normal sedangkan pada umur
yang lebih muda (bagian atas) memperlihatkan kenampakan sesar naik.

Gambar 3. Model Tektonik Inversi


b. Struktur-struktur sesar inversi banyak terlihat pada Plio-Pleistosen karena
memang pada waktu itulah terjadi perubanhan rezim tektonik menjadi kompresi.

Gambar 4. Penampang Seismik Formasi Talang Akar

Pada gambar penampang seismik di atas, terlihat pada formasi Talang Akar terjadi
proses tektonik inversi yang dapat di lihat dari bentukan cekungan yang awalnya
merupakan bentukan syn-rift lalu terjadi bentukan lipatan pada sebelah barat
formasi tersebut yang menjadikan indikasi adanya struktur tektonik inversi.

E
Tektonisme PlioPleistosen yang
bersifat kompresif
mengakibatkan
inversi struktur
basement membentuk
sesar-sesar naik dan
lipatan berarah utaraselatan

Gambar 5. Kejadian Sesar Inversi


c.

Gambar 6. Penampang Cekungan Sumatera Tengah


Dari penampang di atas ditunjukkan bahwa pada bagian yang diberi lingkaran
merah merupakan bentukan tonjolan akibat adanya tektonik inversi.

Gambar 7. Penampang Cekungan Jambi


Dari penampang Cekungan Jambi di atas juga terlihat adanya bentukan tektonik
inversi pada daerah dengan lingkaran merah. Tektonik inversi pada cekungan ini bekerja
pada Formasi Talang Akar dan Formasi Batu Raja.

Gambar 8. Penampang Cekungan Sumatera Selatan


Pada penampang di atas juga ditemukan bentukan lipatan yang merupakan hasil
dari tektonik inversi yang mengenai Formasi Muara Enim.
3.

Sundaland adalah sebuah paparan luasyang biasa disebut mikroplate Sunda.

Sundaland meliputi Semenanjung Malaya, Pulau Sumatra, Pulau Jawa (bagian barat),
dan Pualu Kalimantan. Sundaland dulunya merupakan bagian dari Gondwana yang
terfragmentasi(blok Mergui) yang kemudian membentur tepi selatan Asia. Pola struktur
yang berkembang di Sundaland dipengaruhi oleh adanya kolisi antara lempeng India
dengan Eurasia.

Gambar 9. Lokasi Sundaland

Sundaland terbatasi dengan subduksi aktif Hindia-Australia dengan Eurasia di


Selatan dan Barat. Dibatasi Jejak Subduksi Meratus di sebelah timur, ditandai dengan
kompleks melange, seperti di daerah Ciletuk dan Karang Sambung. Kemudian dibatasi
dengan Lempeng Eurasia di sebelah utara.

4. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan

Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan
Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan
karbonat
Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar,
merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa,
breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Formasi
Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari
batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut

dangkal hingga transisi. Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen
Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini
terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya
berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar
antara 400 m 850 m.
Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar
dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping,
batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan
dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada
lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
Formasi Gumai, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja
dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera
Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan
batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan
antara batupasir dan serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m
- 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen
Awal-Miosen Tengah.
Formasi Air Benakat, Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi
Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung
putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,
glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan
sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat
bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi
tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada
lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini
500 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir
pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini
terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara
yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur
Miaosen Akhir Pliosen Awal.

Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim
dengan ketebalan 850 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik
di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tufpumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat,
tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu
kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang
terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai
berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh
orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi
yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran
kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan
ini berumur resen.

Gambar 10. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan

5.

Magmatisme di Pulau Jawa merupakan hasi subduksi Lempeng Hindia-Australia

dengan Eurasia. Jalur subduksi ini menglami evolusi pada tiap jamannya. Pada Pra-

Tersier, Jalur Subduksi masih menuju ke arah Pegunungan Meratus. Di Jaman Tersier
Lempeng baru berubah di arah Selatan Jawa akibat amalgamasi Jawa Timur dan Jawa
Barat.
Di Jaman Tersier, Jalur Magmatisme mengalami dua kali evolusi, yaitu Eosen
Akhir-Miosen Awal, dan Miosen Akhir-Pliosen. Produk pada magmatisme Eosen AkhirMiosen Awal dikenal dengan Old Andesite Formation. Kemudian jalur magmatisme
berubah lagi ketika Kuarter.
Perubahan Jalur Magmatisme ini disebabkan oleh jarak jalur subduksi dengan
sudut penunjaman lempeng. Pada Eosen Akhir-MIosen Awal, sudut penunjaman cukup
tajam sehingga membentuk Jalur Magmatisme di Selatan Jawa. Kemudian pada Miosen
Akhir-Pliosen, terjadi Rollback diikuti dengan melandainya sudut penunjaman, sehingga
zona magnetisme berubah ke utara. Pada Kuarter, susut penunjaman berubah lagi
menjadi di tengah Pulau Jawa.

Gambar 11. Perkembangan Zona Subduksi dan Busur Magmatik Pulau Jawa
(modifikasi Soeria-Atmadja dkk. 1994 dan Simanjuntak & Barber 1996).

Gambar 12. Jalur Magmatisme Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Anda mungkin juga menyukai