1 Latar Belakang
Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi
Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. For-
masi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah yaitu; wilayah Toronipa meru-
pakan kelompok yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang meru-
pakan kelompok termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai mean-
dering dan didominasi oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat,
mudstone dan shale. Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta
yang didominasi oleh mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan
konglomerat. Wilayah Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke
atas laut dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa
terdiri dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang
sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan
bahwa area sumber formasi Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik.
Batuan metamorf itu mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit
fragmen vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik
juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah
sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari dyke yang mener-
obos basement metamorf. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi Ti-
nala di dataran Matarombeo dan umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini
disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan
klastik yang dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di
bagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan
Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir Triassic, dimana
kehadiran ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu san-
gat mendukung penafsiran ini
Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut dangkal
dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus sedimen klastik seperti
batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan schist. Pada lengan Timur Sulawesi
juga ditemukan batuan kompleks ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai
dengan Eosen yang berasal kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kom-
pleks ofiolit ini ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur Mes-
ozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti harzburgite, lher-
zolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro, diabase, basalt dan microdio-
rite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali akhibat deformasi dan displacement
sampai dengan pertengahan masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak
selaras ditindih oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klas-
tik seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan batubara. Di
antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan granit merah, batu met-
amorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan berasal dari mikrokontinen Bang-
gai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur formasi ini dianggap kurang dari pertenga-
han masa Jurassic dan terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu
formasi Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit laut
dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal yang mengan-
dung belemnite dan Inoceramus. Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai
dengan akhir masa Cretaceous terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (ri-
jang), napal dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi
Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene. Formasi
Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal dan sandstone
yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan karang, alga dan foraminifera
besar yang ditemukan dalam formasi ini mengindikasikan bahwa formasi ini
terbentuk di lingkungan laut dangkal. Formasi Poh terdiri dari napal dan
limestone dengan sisipan sandstone. Asiosiasi foraminifera dari formasi ini
menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan Miosen, dimana plankton
Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya sekitar Oligosen sampai
dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse yang dulunya terdiri dari
wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi Lonsio (Surono, 1998)
adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Da-
taran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt, napal dan limestone
yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal. Area ini terbentang
tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks ofiolit.
Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik
Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi Mo-
lasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi Mo-
lasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu ka-
rang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.
B. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi
Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi ber-
sama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini berasal dari ba-
gian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic bergerak ke timur laut
memisahkan diri dari Australia ke posisi sekarang. Batuan metamorfik didistri-
busikan secara luas di bagian timur Sulawesi Tengah, lengan tenggara
Sulawesi dan Pulau Kabaena. Batuan metamorf tersebut dapat dibagi
menjadi fasies amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok dynamometamor-
phic tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies amfibolit dan epi-
dot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic igneous rocks
yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi Tengah, sedangkan sekis
glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini konsisten dengan petrogenesis
tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi batuan ini hanya menjalani pemeriksaan
petrologi eksaminasi, dimana Glaukofan semakin banyak di wilayah barat.
Kecuali di Buton, batuan metamorf diterobos batuan granit di masa Permo-
Triassic. Di Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents ba-
tuan metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini
ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur Mesozoikum
yang didominasi oleh batuan limestone di pulau Butondan batuan silisiklastik di
wilayah Sulawesi Tenggara dan Microcontinents Banggai-Sula. Batuan lime-
stone berumur Paleogen ditemukan pada semua microcontinents.
Pada akhir Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih
microcontinent Indo- Australia bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kom-
pleks ofiolit Sulawesi timur dan tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange
dan imbrikasi zona busur kepulauan Mesozoikum dan strata sedimen Paleogen
dari microcontinents, dengan irisan patahan ofiolit. Selama tumbukan, cekungan
sedimen lokal terbentuk di Sulawesi, dimana setelah tumbukan, cekungan men-
jadi lebih lebar di sepanjang Sulawesi. Sedimentasi di lengan Tenggara Sula-
wesi dimulai lebih awal pada awal Miosen dibandingkan dengan lengan Timur
yang nanti di akhir Miosen. Kedua deretan ini biasanya disebut sebagai Sulawesi
Molasse yang terdiri deretan major sediment klastik dan deretan minor batu
karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi Molasse diendapkan di laut
dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di dalam sungai ke lingkungan
transisi (Sukamto dan Simandjuntak,1981).
Gambar 4. Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula
Gambar 5. Peta Geologi Pulau Banggai
3.5 Stratigrafi Banggai Sula Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai
terbagi menjadi dua periode waktu, periode pertama berupa sikuen
hasil
pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang terendapkan sebelum
terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah sikuen pengendapan
molasse di bagian daratan yang terjadi selama dan pasca tumbukan.
Geomorfologi Banggai-Sula
Geomorfologi banggai sula terbentuk pada masa (Miosen akhir-Pliosen pal-
ing awal) ketika mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula
membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari
Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan
ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur
dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua
benturan ini telah diikuti gejala tektnik pasca benturan dalam bentuk-bentuk
rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar
Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pem-
bukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat te-
lah membuka cekungan-cekungan danau-danau Poso, Matano, Towuti juga
Depresi Palu.
Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Aus-
tralia Utara – New Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Bang-
gai-Sula terpisah dan bergerak kearah barat Lempeng Asia. Periode exten-
sional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi dari daratan ke laut
dangkal arah pergerakannya kearah barat.
Tabrakan Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen
Tengah hingga Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi
ophiolite, sedang ditekan menuju timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula
yang mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan
Taliabu.