Anda di halaman 1dari 13

2.

1 Latar Belakang

Gambar 1.Zona Batas Lempeng Indonesia (Hall and Smyth, 2008)


Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya
dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plu-
tonic Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan
Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan mali-
han yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Man-
dala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen
dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan
yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan
paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang ber-
pindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
2.2 Geologi Mandala Timur & Banggai Sula
A.Mandala Timur (East SulawesiOphiolite Belt)
Batuan kompleks ofiolit dan sed-
imen pelagis di Lengan Timur dan
Tenggara Sulawesi dinamakan
Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur.
Sabuk ini terdiri atas batuan-batuan
mafik dan ultramafik disertai batuan
sedimen pelagis dan melange di be-
berapa tempat. Batuan ultramafik
dominan di Lengan Tenggara, tetapi
batuan mafiknya dominan lebih jauh
ke utara, terutama di sepanjang pantai
utara Lengan Tenggara Sulawesi.
Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat
di Lengan Timur, meliputi batuan Gambar 2. Peta Geologi Mandala Timur Sulawesi

mafik dan ultramafik, pillow lava dan


batuan sedimen pelagis yang didominasi limestone laut dalam serta interkalasi
rijang berlapis. Berdasarkan data geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini di-
perkirakan berasal dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).

Continental terrain Sula-


wesi Tenggara (The Southeast
Sulawesi continental terrain =
SSCT) menempati area yang
luas di Lengan Tenggara Sula-
wesi, sedangkan sabuk ofiolit
terbatas hanya pada bagian
utara lengan tenggara Sula-
wesi. SSCT berbatasan dengan
Sesar Lawanopo di sebelah ti-
Gambar 3. Peta Geologi Sulawesi Tenggara (Surono, 1998) mur laut dan Sesar Kolaka di
sebelah barat daya. Dataran ini dipisahkan dari Dataran Buton oleh sesar menda-
tar, dimana pada ujung timur terdapat deretan ofiolit yang lebih tua.
SSCT memiliki batuan dasar metamorf tingkat rendah dengan sedikit campu-
ran aplitic, karbonat klastik berumur Mesozoikum dan limestone berumur Paleo-
gen. Deretan sedimen klastik tersebut mencakup formasi Meluhu di akhir Triassic
dan unit limestone yang berumur Paleogen mencakup formasi Tamborasi dan for-
masi Tampakura.

Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama


lengan Tenggara Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan proses pen-
guburan, sedangkan batuan metamorf muda disebabkan oleh patahan dalam skala
besar ketika continental terrain Sulawesi Tenggara bertabrakan dengan sabuk
ofiolit, Batuan metamorf ini diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-
latite terutama di sepanjang pantai barat Teluk Bone.

Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi
Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. For-
masi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah yaitu; wilayah Toronipa meru-
pakan kelompok yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang meru-
pakan kelompok termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai mean-
dering dan didominasi oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat,
mudstone dan shale. Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta
yang didominasi oleh mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan
konglomerat. Wilayah Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke
atas laut dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa
terdiri dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang
sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan
bahwa area sumber formasi Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik.
Batuan metamorf itu mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit
fragmen vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik
juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah
sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari dyke yang mener-
obos basement metamorf. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi Ti-
nala di dataran Matarombeo dan umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini
disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan
klastik yang dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di
bagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan
Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir Triassic, dimana
kehadiran ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu san-
gat mendukung penafsiran ini

Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih


oleh butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya kar-
bonat formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah di
bagian bawah formasi Tetambahu menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas for-
masi Tetambahu mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya
radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai dengan
awal Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan Banggai-Sula yang
berada di lengan timur Sulawesi, terdiri dari limestone dan napal dengan sisipan
shale dan chert (rijang). Adapun Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang
sekarang berada di formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous.
Namun, Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone mengindi-
kasikan umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi antara formasi ini
dan bagian atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic mungkin yang paling tepat
untuk usia formasi Tokala, sedangkan usia Permo-Carbonaferous mungkin
merupakan usia basementnya, dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan
konglomerat pink granite dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari base-
ment granit Kepulauan Banggai-Sula.

Deretan limestone berumur Paleogen dari formasi Tampakura (400m tebal)


menimpa formasi Meluhu di SSCT (Sulawesi Tenggara Continental Terrane).
Formasi ini terdiri atas ophiolite, lime mudstone, wackestone dan
locally packstone, grainstone dan framestone. Pada bagian terendah dari
formasi, ada strata klastik terdiri dari mudstone, sandstone dan batuan konglom-
erat. Adanyan kandungan foraminifera pada formasi mengindikasikan umur akhir
Eosen Akhir sampai dengan awal Oligosen. Nanoflora dalam formasi menunjuk-
kan umur pertengahan Eosen sampai dengan pertengahan Miosen, sehingga pen-
gendapan pada formasi tersebut harus terjadi selama akhir Eosen sampai dengan
awal Oligosen. Deposisi awal berada di lingkungan delta dimana material
silisiklastik masih dominan. Penurunan suplai sedimen klastik membiarkan
fasies karbonat intertidal-subtidal berkembang secara luas pada platform relief
rendah. Karbonat bertambah, didominasi oleh batu karang dan pasir karbonat.
Adapun deretan karbonat berumur Paleogen yang sama pada formasi Tambor-
asi diendapkan di laut dangkal, dimana berdasarkan usia dan litologi batuan, For-
masi Tampakura dan Tamborasi ataupun juga formasi Lerea di Matarombeo
diendapkan pada satu laut dangkal yang mengelilingi sebuah pulau dengan kom-
posisi basement metamorf dan granit dan sisipan sedimen klastik berumur Meso-
zoikum mencakup formasi Meluhu , Tinala dan Tetambahu. Unit ekuivalen di
daratan Banggai-Sula termasuk limestone berumur Eosen-Oligosen formasi
Salodik yang berhubungan dengan napal dalam Formasi Poh. Formasi batuan
tertua pada masa Triassic disebut formasi Tokala. Formasi ini terdiri dari
batuan limestone dan napal dengan sisipan shale dan cherts (rijang), yang
diendapkan di laut dalam.

Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut dangkal
dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus sedimen klastik seperti
batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan schist. Pada lengan Timur Sulawesi
juga ditemukan batuan kompleks ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai
dengan Eosen yang berasal kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kom-
pleks ofiolit ini ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur Mes-
ozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti harzburgite, lher-
zolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro, diabase, basalt dan microdio-
rite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali akhibat deformasi dan displacement
sampai dengan pertengahan masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak
selaras ditindih oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klas-
tik seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan batubara. Di
antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan granit merah, batu met-
amorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan berasal dari mikrokontinen Bang-
gai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur formasi ini dianggap kurang dari pertenga-
han masa Jurassic dan terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu
formasi Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit laut
dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal yang mengan-
dung belemnite dan Inoceramus. Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai
dengan akhir masa Cretaceous terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (ri-
jang), napal dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi
Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene. Formasi
Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal dan sandstone
yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan karang, alga dan foraminifera
besar yang ditemukan dalam formasi ini mengindikasikan bahwa formasi ini
terbentuk di lingkungan laut dangkal. Formasi Poh terdiri dari napal dan
limestone dengan sisipan sandstone. Asiosiasi foraminifera dari formasi ini
menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan Miosen, dimana plankton
Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya sekitar Oligosen sampai
dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse yang dulunya terdiri dari
wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi Lonsio (Surono, 1998)
adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Da-
taran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt, napal dan limestone
yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal. Area ini terbentang
tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks ofiolit.

Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik
Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi Mo-
lasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi Mo-
lasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu ka-
rang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.
B. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi
Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi ber-
sama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini berasal dari ba-
gian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic bergerak ke timur laut
memisahkan diri dari Australia ke posisi sekarang. Batuan metamorfik didistri-
busikan secara luas di bagian timur Sulawesi Tengah, lengan tenggara
Sulawesi dan Pulau Kabaena. Batuan metamorf tersebut dapat dibagi
menjadi fasies amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok dynamometamor-
phic tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies amfibolit dan epi-
dot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic igneous rocks
yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi Tengah, sedangkan sekis
glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini konsisten dengan petrogenesis
tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi batuan ini hanya menjalani pemeriksaan
petrologi eksaminasi, dimana Glaukofan semakin banyak di wilayah barat.
Kecuali di Buton, batuan metamorf diterobos batuan granit di masa Permo-
Triassic. Di Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents ba-
tuan metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini
ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur Mesozoikum
yang didominasi oleh batuan limestone di pulau Butondan batuan silisiklastik di
wilayah Sulawesi Tenggara dan Microcontinents Banggai-Sula. Batuan lime-
stone berumur Paleogen ditemukan pada semua microcontinents.

Pada akhir Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih
microcontinent Indo- Australia bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kom-
pleks ofiolit Sulawesi timur dan tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange
dan imbrikasi zona busur kepulauan Mesozoikum dan strata sedimen Paleogen
dari microcontinents, dengan irisan patahan ofiolit. Selama tumbukan, cekungan
sedimen lokal terbentuk di Sulawesi, dimana setelah tumbukan, cekungan men-
jadi lebih lebar di sepanjang Sulawesi. Sedimentasi di lengan Tenggara Sula-
wesi dimulai lebih awal pada awal Miosen dibandingkan dengan lengan Timur
yang nanti di akhir Miosen. Kedua deretan ini biasanya disebut sebagai Sulawesi
Molasse yang terdiri deretan major sediment klastik dan deretan minor batu
karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi Molasse diendapkan di laut
dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di dalam sungai ke lingkungan
transisi (Sukamto dan Simandjuntak,1981).
Gambar 4. Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula
Gambar 5. Peta Geologi Pulau Banggai
3.5 Stratigrafi Banggai Sula Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai
terbagi menjadi dua periode waktu, periode pertama berupa sikuen
hasil
pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang terendapkan sebelum
terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah sikuen pengendapan
molasse di bagian daratan yang terjadi selama dan pasca tumbukan.

Gambar 17. Stratigrafi Sulawesi Timur dan Banggai Sula


A. Geomorfologi Mandala Timur & Banggai Sula
 Geomorfologi Mandala Timur
Geomorfologi mandala timur meliputi lengan timur dan tenggara pulau su-
lawesi yang secara garis besar kedua daerah ini memiliki karakteristik yang
sama. Kondisi tanah daerah Sulawesi Tenggara umumnya bergunung, berge-
lombang berbukit-bukit. Permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah
digunakan untuk usaha mencapai luas 1.868.860 ha. Tanah ini sebagian besar
berada pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut dan kemiringan
tanahnya mencapai 40 derajat.
Ditinjau dari morfologi wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan
gugusan daratan jazirah Sulawesi bagian Tenggara : Pulau Buton, Pulau Muna,
Pulau Kabaena, Pulau Wawonii, Kepulauan Wakatobi dan pulau-pulau lainnya
baik yang bernama maupun tidak bernama.
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dibedakan dalam 7(tujuh) bentuk lahan
utama yaitu daratan aluvial, daratan pantai, daratan piedmont, teras marin, coral
reefs yang terangkat, Perbukitan, dan Pegunungan.
1. Bentuk lahan daratan aluvial terdiri dari daratan banjir (floodplain),
Pelembahan berbentuk cekungan (Basin), Pelembahan sungai (valley)
dan teras sungai. Penyebarannya terdapat disepanjang jalur aliran sungai
termasuk meander, pelembahan dan cekungan yang terdapat di antara
perbukitan serta di daerah-daerah bagian bawah pada wilayah bergelom-
bang dan daratan piedmont, yang umumnya tersusun dari bahan enda-
pan aluvium.
2. Daratan pantai terletak di sepanjang pesisir pantai dengan bentuk wila-
yah datar, pesisir pantai (beaches), laguna, dan daerah pasang surut
(tidal flat). Bahan yang menyusun bentuk lahan ini berasal dari endapan
marin.
3. Bentuk lahan daratan piedmont merupakan daerah kaki perbukitan yang
tersusun dari berbagai jenis batuan seperti batu pasir, batu sabak, batu
ultra basa, batu gamping dan sedimen marin tak terperinci.
4. Bentuk lahan teras marin merupakan teras laut yang terbentuk pada
jaman kuarter sampai tersier dan tersusun dari bahan sedimen laut yang
umumnya tidak kokoh (unconsolidated).
5. Bentuk lahan coral reefs tersusun dari batu gamping yang terangkat.
6. Bentuk lahan perbukitan dari proses pengangkatan, lipatan dan sebagian
patahan serta intrusi. Batuan yang menyusun bentuk lahan ini terdiri atas
batu gamping, napal, batu pasir, skis, filit, ultra basa, dan sedimen
marin.
7. Bentuk lahan pegunungan dan proses pengangkatan, lipatan, patahan
dan intrusi. Batuan penyusun bentuk lahan ini adalah batuan skis dan
ultra basa.

 Geomorfologi Banggai-Sula
Geomorfologi banggai sula terbentuk pada masa (Miosen akhir-Pliosen pal-
ing awal) ketika mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula
membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari
Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan
ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur
dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua
benturan ini telah diikuti gejala tektnik pasca benturan dalam bentuk-bentuk
rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar
Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pem-
bukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat te-
lah membuka cekungan-cekungan danau-danau Poso, Matano, Towuti juga
Depresi Palu.
Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Aus-
tralia Utara – New Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Bang-
gai-Sula terpisah dan bergerak kearah barat Lempeng Asia. Periode exten-
sional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi dari daratan ke laut
dangkal arah pergerakannya kearah barat.
Tabrakan Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen
Tengah hingga Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi
ophiolite, sedang ditekan menuju timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula
yang mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan
Taliabu.

Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Banggai

B. Pengaruh Geologi dan Geomorfologi terhadap Aktivitas Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai