Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN

OLEH :
Diyafakhri Andriandita
111.160.124
PLUG 5

LABORATORIUM GEOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1

BAB II METODOLOGI ......................................................................................... 3

2.1 Korelasi Log ............................................................................................. 3

2.1.1 Pemilihan Bidang Datum dan Lapisan Penciri ...................................... 4

2.2 Geologi Bawah Permukaan ...................................................................... 5

2.2.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur ...................................................... 6

2.2.2 Pembuatan Peta ...................................................................................... 7

2.3 Perhitungan Cadangan .............................................................................. 8

2.3.1 Penentuan Cadangan Gas dengan Metode Volumetrik .......................... 8

2.3.2 Volume Bulk Reservoar ......................................................................... 9

BAB III GEOLOGI REGIONAL ......................................................................... 10

3.1 Fisiografi Sumatera Selatan.................................................................... 10

3.2 Geomorfologi Sumatera Selatan............................................................. 10

3.3 Tektonik Sumatera Selatan ..................................................................... 13

3.4 Stratigrafi Sumatera Selatan ................................................................... 16

3.4.1 Batuan Pra-Tersier ............................................................................... 16

3.4.2 Batuan Tersier ...................................................................................... 16

3.5 Petroleum System Sumatera Selatan ...................................................... 21

ii
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 24

4.1 Korelasi Stratigrafi dan Stratigrafi daerah Telitian ................................ 24

4.2 Korelasi Struktur dan Struktur Daerah Telitian ..................................... 24

4.3 Deskripsi Zona Target ............................................................................ 25

4.4 Pemetaan Bawah Permukaan ................................................................. 25

4.5 Perhitungan Cadangan ............................................................................ 26

4.5.1 Penentuan Cadangan Gas dengan Metode Volumetrik ........................ 26

4.5.2 Volume Bulk Reservoar ....................................................................... 27

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 30

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

LAMPIRAN .......................................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Contoh korelasi stratigrafi .................................................................. 4


Gambar III.1 Sub-cekungan yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan (Bishop,
2000) ..................................................................................................................... 14

iv
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Perhitungan Cadangan Reservoar Batugamping ................................ 28


Tabel IV.2 Perhitungan Cadangan Reservoar Batupasir....................................... 29

v
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
. Korelasi adalah sebuah bagian fundamental dari stratigrafi, dan lebih
lagi merupakan usaha dari stratigraphers dalam membuat unit stratigrafi
yang formal yang mengarah pada penemuan praktis dan metode yang dapat
dipercaya untuk korelasi unit ini dari suatu area dengan lainnya (Boggs,
1987).Setelah melakukan korelasi, hal yang dilakukan adalah melakukan
pemetaan geologi bawah permukaan.

Pemetaan Geologi Bawah Permukaan adalah metoda atau teknik


pemetaan struktur, ketebalan lapisan dan karakteristik unit batuan dengan
menggunakan data bawah permukaan.Metoda Pemetaan Geologi Bawah
Permukaan merupakan salah satu metoda yang penting dalam eksplorasi dan
ekspoitasi migas atau endapan mineral ekonomi lainnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
praktikum Geologi Minyak Bumi.

Tujuan dari pemetaan bawah permukaan adalah antara lain :

• Mengetahui dan merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan


serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal dari zona
hidrokarbon (penentuan cadangan).
• Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan
hidrokarbon, migrasi dan akumulasinya.
• Mengkoreksi gabungan data geologi, geofisika dan keteknikan, guna
perencanaan dan pengembangan suatu lapangan
• Mengoptimalkan jumlah cadangan dengan memeperkirakan yang
lebih teliti
• Melihat kemungkinan faktor kontrol struktur geologi yang
mempengaruhinya, dan merekonstruksinya kembali dengan asumsi
lapisan kembali normal.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Formasi apa saja yang terdapat pada daerah daerah penelitian?


2. Apa saja parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan suatu
daerah prospek? Serta bagaimana kaitannya dengan petroleum system?
3. Bagaimana mengkorelasi struktur pada beberapa data log dan
mengkorelasi stratigrfi?
4. Berapa potensi cadangan yang terkandung dari semua reservoar?

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 2
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB II
METODOLOGI
2.1 Korelasi Log
Korelasi dapat diartikan sebagai penentuan unit stratigrafi dan struktur
yang mempunyai persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi. Korelasi ini
digunakan untuk keperluan dalam pembuatan penampang dan peta bawah
permukaan. Data yang digunakan dalam korelasi antar sumur adalah berupa
wireline log dan seismik.

Korelasi dapat dibagi menjadi dua yaitu korelasi organik dan korelasi
anorganik. Korelasi organik,korelasi ini secara umum dilakukan berdasarkan
kandungan fosil yang terdapat pada suatu lapisan.Berdasarkan fosil yang
dipakai dibagi menjadi empat yaitu :

1. Berdasarkan fosil penunjuk yang sama (fosil index).


2. Berdasarkan kesamaan perkembangan fosil yang diakibatkan oleh
perubahan lingkungan hidup.
3. Berdasarkan kesamaan derajat evolusi.
4. Berdasarkan kesamaan fosil yang terdapat dalam batuan.

Korelasi anorganik, korelasi ini dapat dilakukan dengan


membandingkan kesamaan unsur litologi (urutan stratigrafi). Metode ini
merupakan metode yang sering dilakukan, adapun macamnya adalah :

1. Memakai lapisan penunjuk ( key bed / marker bed), Lapisan yang


dicirikan key bed antara lain abu vulkanik, batugamping terumbu,
lapisan tipis serpih.
2. Horizon dengan karakteristik tertentu karena perubahan kimiawi dari
massa air akibat perubahan pada sirkulasi air seperti zona mineral
tertentu atau zona kimiawi tertentu.
3. Korelasi dengan cara meneruskan bidang refleksi pada penampang
seismik
4. Korelasi atas dasar persamaan posisi stratigrafi batuan.
5. Korelasi atas dasar aspek fisis/litologis.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 3
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

6. Korelasi atas dasar maksimum flooding surface.

Untuk mendapatkan hasil korelasi yang lebih akurat jika semua data
tersedia maka sebaiknya korelasi didasarkan pada metode organik dan
anorganik.

Hubungan lateral yang diperlihatkan dalam korelasi antar sumur antara


lain :

1. Ketebalan
2. Pembajian lapisan
3. Perubahan fasies penyerpihan.

Eksplorasi seismik refleksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Eksplorasi prospek dangkal, diaplikasikan untuk eksplorasi batubara


dan bahan tambang lainnya.
2. Eksplorasi prospek dalam, diaplikasikan untuk eksplorasi daerah
prospek hidrokarbon (minyak dan gas bumi).

2.1.1 Pemilihan Bidang Datum dan Lapisan Penciri


Pemilihan bidang datum dilakukan sebelum pengkorelasian antar
sumur. Bidang datum ini akan dipakai untuk menggantungkan seluruh
penampang sumur yang diteliti. Bidang datum ini harus merupakan suatu
lapisan yang kita yakini kebenarannya yang dapat ditemukan disetiap sumur.
Setelah pemilihan bidang datum selesai dilakukan maka selanjutnya adalah
mencari lapisan lapisan penciri yang ditemukan pada tiap-tiap sumur.

Gambar II.1 Contoh korelasi stratigrafi

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 4
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

2.2 Geologi Bawah Permukaan


Penggambaran garis kontur merupakan suatu operasi teknik mekanistik
yang harus dibimbing oleh pemikiran geologi dan apresiasi estetika. Dengan
demikian tidak ada rumus-rumus untuk garis kontur, akan tetapi ada prinsip-
prinsip tertentu yang harus diikuti dalam menggambarkan garis kontur.

• Garis Kontur
Sebagaimana telah diuraikan garis kontur adalah garis iso, atau
persamaan nilai dari suatu sifat/keadaan yang dinyatakan dalam angka
numeris dan bersifat kuantitatif.
• Garis Bentuk (Formline)
Adalah semacam garis kontur yang tidak bersifat kuantitatif (tidak
numeris), tetapi kualitatif.
• Antara
Jarak antara dua garis kontur yang berdekatan secara horizontal/lateral
dinyatakan dalam ukuran skala.
• Interval Kontur
Perbedaan antara dua garis kontur yang berdekatan. Interval selalu
merupakan angka konstan untuk seluruh peta.
• Nilai Kontur

Nilai kontur harus selalu merupakan angka bulat atau angka yang
mudah.Pemilihan nilai kontur dan interval kontur sangat erat
hubungannya dengan:
1. Ketelitian data dalam titik kontrol, misalnya pembacaan kedalaman
tidak dapat lebih teliti dari 0,5 m maka interval kontur harus paling
sedikit 1 m.
2. Kecepatan perubahan nilai secara lateral atau antara (spacing)
3. Jika perubahan terlalu cepat maka interval harus besar sehingga
spacing tidak terlalu rapat.
4. Dalam pemilihan nilai kontur harus dipergunakan angka-angka
mudah, puluhan, ratusan, tengahan, limapuluhan, angka-angka
genap atau fraksi.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 5
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

• Titik Kontrol
Titik Kontrol adalah setiap lokasi dalam dimana data didapatkan. Titik
ini dapat berupa sumur pemboran (kering ataupun yang menghasilkan
minyak) ataupun berupa sumur pemboran disebut control sumur (well-
control). Peta-peta, nama serta nomor biasanya dinyatakan pada titik
tersebut.
2.2.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur
1. Prinsip interpolasi / prinsip titik kontrol, garis kontur dengan nilai
tertentu digambarkan diantara titik-titik kontrol. Nilai garis kontrol
harus berada diantara nilai yang tercanum pada kedua titik kontrol.
2. Prinsip ekstrapolasi atau prinsip keseragaman antara (spacing),
penggambaran gariskontur dapat diteruskan diluar titik kontrol dengan
memelihara keseragaman spacing dari garis kontur dapat secara
perlahan-lahan melebaratau merapat kearah ekstrapolasi.
3. Garis kontur tidak mungkin bercabang, hal ini merupakan prinsip dari
segi estetika
4. Garis kontur tidak mungkin berpotongan (dengan pengecualian), ini
adalah akibat pada point 3. Sama halnya jika keadaan memaksa,
gambarkan dua garis kontur terpisah yang sama nilainya yang saling
menyerempet. Jika nilainya tidak sama hal ini tidak mungkin terjadi
kecuali dalam kontur struktuir suatu antiklin rebah (overtuned), maka
gambarkan garis yang ada disebelah bawah sebagai garis terputus-
putus.
5. Satu garis kontur tidak dapat bertindak sebagai nilai maksimum,
dimana dalam kedua belaharah nilai garis kontur bersama-sama
meningkat atau bersama-sama menurun.
6. Prinsip keseragaman bentuk, dari segi estetika dan geologi penarikan
garis kontur harus dibimbing sedemikian rupa sehingga bentuknya
serupa, seragam atau subpararel.
7. Sesuaikan bentuk garis kontur dengan bentuk ideal geologi yang
dipetakan. Jika yang dipetakan adalah struktur geologi atau bentuk
tektonik, maka harus dapat kita bayangkan bentuk-bentuk lipatan,

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 6
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

struktur, antiklin, sumbu-sumbu lipatan, patahan dsb, yang akan


membimbing kita dalam memberikan bentuk pada garis kontur. Jika
yang dipetakan adalah fasies sedimen, maka harus dapat kita bayangkan
asal transport sedimen, garis pantai, batas energi gelombang, bentuk
cekungan, penebalan sedimen, dsb.
2.2.2 Pembuatan Peta
1. Peta Top Structure
Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan dibawa
permukaan.Penyebaran puncak lapisan dapat berupa sinklin, antiklin
ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter bawah
permukaan laut” (mbpl) top lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai ini
sebagai acuan untuk membuat kontur struktur.
2. Peta Bottom Structure
Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan dibawa
permukaan.Penyebaran puncak lapisan dapat berupa sinklin, antiklin
ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter bawah
permukaan laut” (mbpl) bottom lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai ini
sebagai acuan untuk membuat kontur struktur.
3. Peta Fluid Contact
Peta ini adalah hasil dari trace kontur dari Peta Top Structure dan Bottom
Structure dimana terdapat kontak fluida pada suatu kontur tertentu.
4. Peta Fasies
Peta ini menunjukkan persebaran suatu fasies pengendapan tertentu.
5. Peta Net Res
Peta ini menggambarkan akumulasi ketebalan reservoar yang ada dalam
suatu rentang tertentu. Peta ini tidak berhubungan dengan ketinggian
melainkan menggambarkan ketebalan.
6. Peta Net Pay
Peta ini menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung
hidrokarbon.Lain halnya dengan Peta Net Res yang menginformasikan
ketebalan reservoar secara keseluruhan. Informasi yang dapat dilihat pada
ini adalah pola penyebaran lapisan yang ditunjukkan oleh kontur struktur,

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

penyebaran ketebalan batupasir yang ditunjukkan dengan kontur net


isopach dan batas minyak air / Oil Water Contect (OWC) ataupun Oil
Down To (ODT). Dengan demikian Peta Net Pay merupakan gabungan
dari Peta Fluid Contact dan Peta Net Res.

2.3 Perhitungan Cadangan


1. Menghitung luas sebenarnya (acre)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑢𝑟 𝑥 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 (𝑚2 ) 𝑥 0,000247
2. Menghitung Rasio (Perbandingan Luas)
𝑃𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝐴𝑛+1 /𝐴𝑛

Secara umum, perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu:

1. Metode Volumetrik
2. Metode Material Balance
3. Metode Decline Curva (Kurva Penurunan Produksi)

2.3.1 Penentuan Cadangan Gas dengan Metode Volumetrik


Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data-
data yang menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan
saturasi hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetrik
adalah :

43560 𝑥 𝑉𝑏 𝑥 𝜙 𝑥 𝑆ℎ (𝑆𝐶𝐹)
𝐼𝐺𝐼𝑃 =
𝐵𝐺𝐼

𝑉𝑏 𝑥 𝜙 𝑥 𝑆ℎ (𝑆𝑇𝑀3 )
𝐼𝐺𝐼𝑃 =
𝐵𝐺𝐼

Dimana :

IGIP : Volume hidrokarbon mula-mula (a) SCF atau (b) STM³

Vb : Volume reservoar, (a) acre-ft atau (b) m³

Ф : Porositas batuan

Sh : Hidrokarbon saturasi

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 8
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Boi : Faktor volume formasi minyak mula-mula (a) BBL/STB


atau (b) m³/STM³.

43560 : Konstanta konversi,SCF.

2.3.2 Volume Bulk Reservoar


Dalam perhitungan volume reservoar dibutuhkan data berupa net pay
area dan alat planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas
masing-masing kontur ketebalan yang ada pada Peta Net Pay. Kemudian dari
bentuk kontur yang ada pada peta tersebut, dapat digambarkan bentuk
reservoar. Untuk menghitung volume reservoar, ditentukan dengan dua
cara,yaitu cara pyramidal dan cara trapezoidal.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 9
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB III
GEOLOGI REGIONAL
3.1 Fisiografi Sumatera Selatan
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan
Tersier berarah baratlaut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit
Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian
Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh
di sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatera Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur
Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda
(sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India.
Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur
oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan
Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung (Wisnu &
Nazirman, 1997).

3.2 Geomorfologi Sumatera Selatan


Pulau Sumatra memanjang dari Barat – Laut ke tenggara dengan
panjang 1.650 km dari Ule Lhee sampai Tanjung Cina (Djodjo dkk, 1985)
lebar pulaudibagian Utara berkisar 100 – 200 Km dibagian Selatan mencapai
350 Km. Secara garis besar topografi Pegunungan Sumatra dapat dibagi
kedalam tiga bagian yang menjalur dari Barat Laut - Tenggara sebagai
berikut:
A. Bagian Barat, daerah ini berupa dataran memanjang sepanjang pantai yang
secara tidak menentu terpotong oleh igir-igir yang menyentuh pantai.
Dataran pantai memiliki lebar yang di berbagai tempat tidak sama. Dataran
pantai yang lebar hanya terdapat di beberapa tempat di antaranya di
Meolaboh dan Singkil di Sumatra Utara.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 10
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

B. Bagian Tengah, bagian ini merupakan jalur vulkanis (Inner Arc) yang
menduduki bagian tengah Pulau Sumatra dengan posisi agak ke Barat.
Jalur ini dikenal denan sebutan Bukit Barisan. Bukit barisan ini memiliki
lebar yang tidak sama. Bukit Barisan (Zone Barisan) mengalami peristiwa-
peristiwa geologis yang berulang-ulang dan kenampakan sekarang adalah
sebagai hasil fenomena geologis yang terjadi pada Plio – Pleistocene.
Berdasarkan fenomena pada Plio – Pleistocenemaka zone Barisan dapat
diuraikan menjadi tiga yaitu Zona Barisan Selatan, Zone Barisan Tengah
dan Zona Barisan Utara (Van Bemmelen, 1949, 678).
Zona Barisan Sumatra Selatan dibagi menjadi tiga unit blok sesaran yaitu:
a) Blok Bengkulu (The Bengkulu Block) Pada Bagian Barat membentuk
monoklinal dengan kemiringan 5 – 10 derajat ke arah Laut India (Indian
Ocean) dan tepi Timur Laut berupa bidang patahan. Batas Timur Laut
Blok Bengkulu adalah Semangko Graben, Ujung Selatan Semangko
Graben berupa Teluk Semangko di Selat Sunda.Sedangkan panjang
Graben Semangko yang membentang dari Danau Ranau – Kota Agung
di Teluk Semangko adalah 45 Km dan lebarnya 10 Km.
b) Blok Semangko (Semangko Central Block) Terletak diantara Zone
Semangko Sesaran Lampung (Lampung Fault). Bagian Selatan dari
blok Semangko terbagi menjadi bentang alam menjadi seperti
pegunungan Semangko, Depresi Ulehbeluh dan Walima, Horst Ratai
dan Depresi Telukbetung. Sedangkan bagian Utara Blok Semangko
(Central Block) berbentuk seperti Dome (diameter + 40 Km).
c) Blok Sekampung (The Sekampung Block) Blok Sekampung merupakan
sayap Timur Laut Bukit Barisan di sumatra Selatan. Blok ini merupakan
Pasang Blok Bengkulu. Kalau dilihat secara keseluruhan maka Zona
Barisan bagian Selatan (di daerah Lampung) memperlihatkan sebagai
geantiklin yang besar di mana Bengkulu Block sebagai sayap Barat
Daya, lebar 30 Km kemudian Sekampung Blok sebagai sayap Timur
Laut, lebar 35 Km dan puncak geantiklinnya adalah central block (Blok
Semangko) dengan lebar 75 Km.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 11
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Zone Barisan Sumatra Tengah Zona Barisan di daerah Padang memiliki


lebar 140 Km dan bagian tersempit selebar 60 Km yaitu di Padang
Sidempuan. Blok Bengkulu (The Bengkulu Block) dapat ditelusuri
sampai ke Padang sebagai pembentuk sayap Barat Daya bukit Barisan
(Zone Barisan).Di Utara Padang, sayap Bukit Barisan Barat Daya di
duduki oleh Danau Maninjau (a volcano tectonic trought), Gunung
Talakmau dan Gunung Sorikmarapi. Zone Semangko membenteng dari
Danau Kerinci sampai ke Danau Singkarak. Zone ini oleh Tobler
disebut Schicfer Barisan (Van Bemmelen, 1949) membentang
memanjang searah dengan sistem barisan baik di Sumatra Tengah
maupun Sumatra Selatan.Sayap Timur Laut yang terletak di Utara
Danau Singkarak ke Tenggara.Di sebelah Utara Danau Singkarak
sampai ke Rau berstruktur Horst dan Graben dengan posisi
memanjang.
Zona Barisan Sumatra Utara dibagi menjadi dua unit yang berbeda (Van
Bemmelen, 1949, 687) yaitu Tumor Batak dan pegunungan di Aceh.
a) Tumor Batak (The Batak Culmination with the Lake Toba) Tumor Batak,
panjang 275 Km dan lebar 150 Km. puncak tertinggi Gunung Sibuatan
2.457 m di bagian Barat Laut Toba, Gunung Pangulubao 2151terletak di
bagian Timur Toba. Di bagian Tenggara adalah G. Surungan 2.173 m dan
dibagian barat adalah Gunung Uludarat 2.157 m.
b) Pegunungan di Aceh Van Bemmelen menyebutkan bahwa pegunungan
Barisan di Aceh belum banyak disingkap sehingga pembicaraan mengenai
pengaruh penggangkatan pada plio-pleistocene terhadapsistem Barisan di
Aceh sangat sedikit.Bagian utara Zone Barisan dimulai dengan
pegunungan di Aceh yang searah dengan Lembah Krueng Aceh. Jalur ini
terus menyambung kearah Tenggara ke pegunungan Pusat Gayo dengan
beberapa puncak seperti Gunung Mas 1.762m, Gunung Bateekebeue 2.840
m, Gunung Geureudong 2.590 m, Gunung Tangga 2,500 m, Gunung
Abongabong 2.985 m, G. Anu 2.750 m, Gunung Leiser 3.145 m, untuk G.
Leuser letaknya agak ke Barat bila dibanding dengan posisi gunung
lainnya.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 12
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Dari uraian Zona Barisan maka terdapat satu keistimewaan di mana


pada bagian puncak Zona Barisan terdapat suatu depresi yang memanjang
dari Tenggara ke Barat Laut.Depresi ini di beberapa tempat terganggu oleh
lahirnya kenampakan baru sebagai hasil peristiwa tekto-vulkanik naupun
erupsi vulkan.
C. Bagian Timur
Bagian Timur Pulau Sumatra sebagian besar berupa hutan rawa dan
merupakan dataran rendah yang sangat luas.Dataran rendah ini menurut
Dobby merupakan dataran terpanjang yang tertutup rawa di daerah tropik di
Asia Tenggara (Djodjo dkk, 1985).Bagian Timur Sumatra selalu mengalami
perluasan sebagai hasil pengendapan material yang terbawa oleh aliran sungai
dari sayap Timur Zona Barisan.
Di bagian arah Barat Pulau Sumatra (di Samudera India) terdapat
deretan pulau-pulau yang bersifat non vulkanik.Rangkaian pulau-pulau ini
merupakan outerarc.Posisi pulau-pulau memanjang arah Barat Laut -
Tenggara. Di bagian Timur Pulau Sumatra terdapat Kepulauan Riau, bangka,
Belitung, Lingga, Singkep.

3.3 Tektonik Sumatera Selatan


Cekungan Sumatera Selatan terletak di sebelah timur Pegunungan
Barisan dan meluas ke daerah lepas pantai dan dianggap sebagai suatu
cekungan foreland atau back-arc.Di sebelah utara, Cekungan Sumatera
Selatan berbatasan dengan Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan
Duabelas.Di sebelah timur berbatasan dengan Paparan Sunda, di sebelah
selatan berbatasan dengan Tinggian Lampung dan di sebelah barat berbatasan
dengan Pegunungan Barisan.Di sebelah barat berbatasan dengan daerah
jambi dan cekugan Bangka-Belitung.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 13
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gambar III.1 Sub-cekungan yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan


(Bishop, 2000)
Struktur yang terdapat dalam Cekungan Sumatera Selatan merupakan
akibat dari 3 aktivitas tektonik utama yaitu:

• Orogenesa Mesozoikum Tengah


• Tektonisme Kapur Akhir-Eosen
• Orogenesa Plio-Pleistosen

Dua aktivitas pertama menyebabkan Half graben sysem, horst, dan


sesar blok pada cekungan sumatera selatan. Aktivitas terakhir, orogenesa
Plio-Pleistosen menghasilkan adanya struktur barat laut-tenggara dan depresi
ke arah timur laut (de Coster,1974). Perkembangan struktur maupun evolusi
cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ke empat arah struktur

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 14
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

utama yaitu, berarah timur laut-barat daya (Pola Jambi), berarah barat laut-
tenggara (Pola Sumatra), dan berarah utaraselatan (Pola Sunda). Hal inilah
yang membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih
kompleks dibandingkan cekungan lain di daerah Sumatra seperti Cekungan
Sumatera Bagian Tengah , Bagian Utara,dan lainnya.

Cekungan Sumatra Selatan terbentuk selama ekstensi timur-barat pada


akhir pra-Tersier sampai awal Tersier (Daly et al., 1987). Geologi Cekungan
Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat
dengan penunjaman Lempeng Hindia-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona
penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan
selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di
antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona
konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.

Tiga peristiwa tektonik yang berperan pada perkembangan Cekungan


Sumatera Selatan dan proses sedimentasinya, yaitu :

1. Tektonik Pertama
Tektonik pertama ini berupa gerak tensional pada Kapur Akhir sampai
Tersier Awal yang menghasilkan sesar-sesar bongkah (graben) berarah
timur laut-barat daya atau utara-selatan. Sedimentasi mengisi cekungan
atau graben di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung
api.
2. Tektonik Kedua
Tektonik ini berlangsung pada Miosen Tengah-Akhir (Intra
Miosen) menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti
pengendapan bahan-bahan klastika
3. Tektonik Ketiga
Tektonik berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen
menyebabkan sebagian Formasi Airbenakat dan Formasi Muaraenim
telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif
turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 15
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

dan perlipatan utama di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri


pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.

3.4 Stratigrafi Sumatera Selatan


Stratigrafi daerah Cekungan Sumatera Selatan telah banyak dibahas
oleh para ahli geologi terdahulu, khususnya yang bekerja di lingkungan
perminyakan. Pada awalnya pembahasan dititik beratkan pada sedimen
Tersier, umumnya tidak pernah diterbitkan dan hanya berlaku di lingkungan
sendiri.

Peneliti terdahulu telah menyusun urutan-urutan stratigrafi umum


Cekungan Sumatera Selatan, antara lain : Van Bemmelen (1932), Musper
(1937), Marks (1956), Spruyt (1956), Pulunggono (1969), De Coster 2(1974),
Pertamina (1981). Berdasarkan peneliti-peneliti terdahulu, maka Stratigrafi
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
batuan Pra-Tersier, kelompok batuan Tersier serta kelompok batuan Kuarter.

3.4.1 Batuan Pra-Tersier


Batuan Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar
cekungan sedimen Tersier. Batuan ini diketemukan sebagai batuan beku,
batuan metamorf dan batuan sedimen (De Coster, 1974) Westerveld (1941),
membagi batuan berumur Paleozoikum (Permokarbon) berupa slate dan yang
berumur Mesozoikum (Yura) berupa seri fasies vulkanik dan seri fasies laut
dalam. Batuan Pra-Tersier ini diperkirakan telah mengalami perlipatan dan
patahan yang intensif pada zaman Kapur Tengah sampai zaman Kapur Akhir
dan diintrusi oleh batuan beku sejak orogenesa Mesozoikum Tengah (De
Coster, 1974).

3.4.2 Batuan Tersier


Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu
tahap genang laut dan tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada
tahap genang laut disebut Kelompok Telisa (De Coster, 1974, Spruyt, 1956),
dari umur Eosen Awal hingga Miosen Tengah terdiri atas Formasi Lahat
(LAF), Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja (BRF), dan Formasi

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 16
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gumai (GUF). Sedangkan yang terbentuk pada tahap susut laut disebut
Kelompok Palembang (Spruyt, 1956) dari umur Miosen Tengah – Pliosen
terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim (MEF), dan
Formsi Kasai (KAF).

1. Formasi Lahat (LAF)


Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras diatas
batuan dasar, yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik yang
secara berangsur berubah keatas menjadi batu lempung tufan. Selain itu
breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang terdapat dibagian
bawah.Batulempung tufan, segarnya berwarna hijau dan lapuknya
berwarna ungu sampai merah keunguan. Menurut De Coster (1973)
formasi ini terdiri dari tuf, aglomerat, batulempung, batupasir tufan,
konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen Akhir hingga Oligosen
Awal. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan. Ketebalan dan
litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya karena
bentuk cekungan yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen hingga
Miosen Awal, tejadi kegiatan vulkanik yang menghasilkan andesit
(Westerveld, 1941 vide of side katilli 1941), kegiatan ini mencapai
puncaknya pada umur Oligosen Akhir sedangkan batuannya disebut
sebagai batuan “Lava Andesit tua” yang juga mengintrusi batuan yang
diendapkan pada Zaman Tersier Awal.
2. Formasi Talang Akar (TAF)
Nama Talang Akar berasal dari Talang Akar Stage (Martin, 1952) nama
lain yang pernah digunakan adalah Houthorizont (Musper, 1937) dan
Lower Telisa Member (Marks, 1956). Formasi Talang akar dibeberapa
tempat bersentuhan langsung secara tidak selaras dengan batuan Pra
Tersier. Formasi ini dibeberapa tempat menindih selaras Formasi Lahat
(De Coster, 1974), hubungan itu disebut rumpang stratigrafi, ia juga
menafsirkan hubungan stratigrafi diantara kedua formasi tersebut selaras
terutama dibagian tengahnya, ini diperoleh dari data pemboran sumur
Limau yang terletak disebelah Barat Daya Kota Prabumulih (Pertamina,
1981), Formasi Talang Akar dibagi menjadi dua, yaitu : Anggota

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 17
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

“Gritsand” terdiri atas batupasir, yang mengandung kuarsa dan ukuran


butirnya pada bagian bawah kasar dan semakin atas semakin halus. Pada
bagian teratas batupasir ini berubah menjadi batupasir konglomeratan atau
breksian.Batupasir berwarna putih sampai coklat keabuan dan
mengandung mika, terkadang terdapat selang-seling batulempung coklat
dengan batubara, pada anggota ini terdapat sisa-sisa tumbuhan dan
batubara, ketebalannya antara 40 – 830 meter.Sedimen-sedimen ini
merupakan endapan fluviatil sampai delta (Spruyt, 1956), juga masih
menurut Spruyt (1956) anggota transisi pada bagian bawahnya terdiri atas
selang-seling batupasir kuarsa berukuran halus sampai sedang dan
batulempung serta lapisan batubara.Batupasir pada bagian atas berselang-
seling dengan batugamping tipis dan batupasir gampingan, napal,
batulempung gampingan dan serpih.Anggota ini mengandung fosil-fosil
Molusca, Crustacea, sisa ikan foram besar dan foram kecil, diendapkan
pada lingkungan paralis, litoral, delta, sampai tepi laut dangkal dan
berangsur menuju laut terbuka kearah cekungan.Formasi ini berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Ketebalan formasi ini pada bagian
selatan cekungan mencapai 460 – 610 meter, sedangkan pada bagian utara
cekungan mempunyai ketebalan kurang lebih 300 meter (De Coster,
1974).
3. Formasi Baturaja (BRF)
Menurut Spruyt (1956), formasi ini diendapkan secara selaras diatas
Formasi Talang Akar. Terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir
gampingan.Di gunung Gumai tersingkap dari bawah keatas berturut-turut
napal tufaan, lapisan batugamping koral, batupasir napalan kelabu putih,
batugamping ini mengandung foram besar antara lain Spiroclypes spp,
Eulipidina Formosa Schl, Molusca dan lain sebagainya.Ketebalannya
antara 19 - 150 meter dan berumur Miosen Awal.Lingkungan
Pengendapannya adalah laut dangkal.Penamaan Formasi Baturaja pertama
kali dikemukakan oleh Van Bemmelen (1932) sebagai “Baturaja Stage”,
Baturaja Kalk Steen (Musper, 1973) “Crbituiden Kalk” (v.d. Schilden,
1949; Martin, 1952), “Midle Telisa Member” (Marks, 1956), BaturajaKalk

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 18
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Sten Formatie (Spruyt, 1956) dan Telisa Limestone(De Coster,


1974).Lokasi tipe Formasi Baturaja adalah di pabrik semen Baturaja (Van
Bemelen, 1932).
4. Formasi Gumai (GUF)
Formasi ini diendapkan setelah Formasi Baturaja dan merupakan hasil
pengendapan sedimen-sedimen yang terjadi pada waktu genang laut
mencapai puncaknya.Hubungannya dengan Formasi Baturaja pada tepi
cekungan atau daerah dalam cekungan yang dangkal adalah selaras, tetapi
pada beberapa tempat di pusat-pusat cekungan atau pada bagian cekungan
yang dalam terkadang menjari dengan Formasi Baturaja (Pulonggono,
1986).Menurut Spruyt (1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan
berwarna kelabu cerah sampai kelabu gelap.Kadang-kadang terdapat
lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang keras, tuff, breksi tuff, lempung
serpih dan lapisan tipis batugamping.Endapan sediment pada formasi ini
banyak mengandung Globigerina spp, dan napal yang
mengeras.Westerfeld (1941) menyebutkan bahwa lapisan-lapisan Telisa
adalah seri monoton dari serpih dan napal yan mengandung Globigerina
sp dengan selingan tufa juga lapisan pasir glaukonit.Umur dari formasi ini
adalah Awal Miosen Tengah (Tf2) (Van Bemmelen, 1949) sedangkan
menurut Pulonggono (1986) berumur Miosen Awal hingga Miosen
Tengah (N9 – N12).
5. Formasi Air Bekanat (ABF)
Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus
pengendapan Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari
endapan susut laut. Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga
Pliosen.Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak
lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau
batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan
glaukonitnya.Pada formasi ini dijumpai Globigerina spp, tetapi banyak
mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak dijumpai Molusca dan
sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956) ditemukan
serpih lempungan yang berwarna biru sampai coklat kelabu, serpih

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 19
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

lempung pasiran dan batupasir tufaan. Di daerah Jambi ditemukan berupa


batulempung kebiruan, napal, serpih pasiran dan batupasir yang
mengandung Mollusca, glaukonit kadang-kadang gampingan.Diendapkan
dalam lingkungan pengendapan neritik bagian bawah dan berangsur kelaut
dangkal bagian atas (De Coster, 1974).Ketebalan formasi ini berkisar 250
– 1550 meter. Lokasi tipe formasi ini , menurut Musper (1937), terletak
diantara Air Benakat dan Air Benakat Kecil (kurang lebih 40 km sebelah
utara-baratlaut Muara Enim (Lembar Lahat). Nama lainnya adalah “Onder
Palembang Lagen” (Musper, 1937), “Lower Palembang Member” (Marks,
1956), “Air Benakat and en Klai Formatie” (Spruyt, 1956).
6. Formasi Muara Enim (MEF)
Menurut Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air
Benakat.Formasi ini dapat dibagi menjadi dua anggota “a” dan anggota
“b”.Anggota “a” disebut juga Anggota Coklat (Brown Member) terdiri
atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu, batupasir
berukuran halus sampai sedang.Didaerah Palembang terdapat juga lapisan
batubara.Anggota “b” disebut juga Anggota Hijau Kebiruan (Blue Green
Member) terdiri atas batulempung pasiran dan batulempung tufaan yang
berwarna biru hijau, beberapa lapisan batubara berwarna merah-tua gelap,
batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu terang.Pada anggota
“a” terkadang dijumpai kandungan Foraminifera dan Mollusca selain
batubara dan sisa tumbuhan, sedangkan pada anggota “b” selain batubara
dan sisa tumbuhan tidak dijumpai fosil kecuali foram air payau
Haplophragmoides spp (Spruyt, 1956). Ketebalan formasi ini sekitar 450
-750 meter. Anggota “a” diendapkan pada lingkungan litoral yang
berangsur berubah kelingkungan air payau dan darat (Spruyt, 1956).
Lokasi tipenya terletak di Muara Enim, Kampong Minyak, Lembar Lahat
(Tobler, 1906).
7. Formasi Kasai (KAF)
Formasi ini mengakhiri siklus susut laut (De Coster dan Adiwijaya, 1973).
Pada bagian bawah terdiri atas batupasir tufan dengan beberapa selingan
batulempung tufan, kemudian terdapat konglomerat selang-seling lapisan-

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 20
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

lapisan batulempung tufan dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas
terdapat lapisan tuf batuapung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu
terkersikkan berstruktur sediment silang siur, lignit terdapat sebagai lensa-
lensa dalam batupasir dan batulempung tufan (Spruyt, 1956). Tobler
(1906) menemukan moluska air tawar Viviparus spp dan Union spp,
umurnya diduga Plio-Plistosen.Lingkungan pengendapan air payau
sampai darat.Satuan ini terlempar luas dibagian timur Lembar dan
tebalnya mencapai 35 meter.

3.5 Petroleum System Sumatera Selatan


Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif
sebagai penghasil minyak dan gas.Hal itu dibuktikan dengan banyaknya
rembesan minyak dan gas yang dihubungkan oleh adanya antiklin.Letak
rembesan ini berada di kaki bukit Gumai dan pegunungan Barisan.Sehingga
dengan adanya peristiwa rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai indikasi
awal untuk eksplorasi adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan
berdasarkan petroleum system (Ariyanto, 2011).

1. Batuan Induk
Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan
induk lacustrine formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan
coaly shale pada formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine
diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan terrestrial coal dan
coaly shale secara luas pada batas half-graben. Selain itu pada batu
gamping formasi Batu Raja dan shale dari formasigumai
memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon pada area
lokalnya (Bishop, 2000). Gradien temperatur di cekungan Sumatera
Selatan berkisar 49° C/Km. Gradien ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan cekungan Sumatera Tengah, sehingga minyak akan cenderung
berada pada tempat yang dalam. Formasi Batu Raja dan formasi Gumai
berada dalam keadaan matang hingga awal matang pada generasi gas
termal di beberapa bagian yang dalam dari cekungan, oleh karena itu
dimungkinkan untuk menghasilkan gas pada petroleum system
(Bishop, 2000).
Nama : Diyafakhri Andriandita
NIM : 111.160.124
Plug : 5 21
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

2. Reservoar
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi
reservoir yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah
pada basement, formasi Lahat, formasi Talang Akar, formasi Batu Raja,
dan formasi Gumai. Sedangkan untuk sub cekungan Palembang Selatan
produksi hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar dan
formasi Batu Raja. Basement yang berpotensi sebagai reservoir terletak
pada daerah uplifted dan paleohigh yang didalamnya mengalami
rekahan dan pelapukan. Batuan pada basement ini terdiri dari granit dan
kuarsit yang memiliki porositas efektif sebesar 7 %. Untuk formasi
Talang Akar secara umum terdiri dari quarzone sandstone, siltstone,
dan pengendapan shale. Sehingga pada sandstone sangat baik untuk
menjadi reservoir. Porositas yang dimiliki pada formasi talang Akar
berkisar antara 15-30 % dan permeabilitasnya sebesar 5 Darcy. Formasi
Talang Akar diperkirakan mengandung 75% produksi minyak dari
seluruh cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2000). Pada reservoir
karbonat formasi Batu Raja, pada bagian atas merupakan zona yang
porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif ketat (tight).
Porositas yang terdapat pada formasi Baturaja berkisar antara 10-30 %
dan permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Ariyanto, 2011).
3. Batuan Penutup
Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa lapisan
shale cukup tebal yang berada di atas reservoir formasi Talang Akar
dan Gumai itu sendiri (intraformational seal rock). Seal pada reservoir
batu gamping formasi Batu Raja juga berupa lapisan shale yang berasal
dari formasi Gumai. Pada reservoir batupasir formasi Air Benakat dan
Muara Enim, shale yang bersifat intraformational juga menjadi seal
rock yang baik untuk menjebak hidrokarbon (Ariyanto, 2011).
4. Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah
baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi.
Antiklin ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat awal

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 22
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

miosen dan berkisar pada 2-3 juta tahun yang lalu (Bishop, 2000).
Selain itu jebakan hidrokarbon pada cekungan Sumatra Selatan juga
diakibatkan karena struktur. Tipe jebakan struktur pada cekungan
Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh struktur-struktur tua dan
struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini berkombinasi dengan sesar
naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan sturktur tua juga
berupa sesar normal regional yang menjebak hidrokarbon. Sedangkan
jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan
pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (pliosen sampai pleistosen)
(Ariyanto, 2011).
5. Migrasi
Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal dan vertikal dari
source rock serpih dan batubara pada formasi Lahat dan Talang
Akar.Migrasi horisontal terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang
membawa hidrokarbon dari source rock dalam kepada batuan reservoir
dari formasi Lahat dan Talang Akar sendiri.Migrasi vertikal dapat
terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah sesar turun
mayor.Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim
dan Air Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya
migrasi vertikal melalui daerah sesar kala Pliosen sampai Pliestosen
(Ariyanto, 2011).

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 23
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Korelasi Stratigrafi dan Stratigrafi daerah Telitian
Korelasi Stratigrafi yang dilakukan menggunakan datum berupa lapisan
tipis batulempung pada bagian atas/top batugamping formasi baturaja atau
MFS (Maximum Flooding Surface) yang mempunyai penyebaran luas dan
terdapat pada semua sumur. Sementara pengkorelasian tetap pada sand to
sand, dengan melihat kanampakan elektrofasiesnya sehingga dapat
diinterpretasi dan dikorelasikan. Dari hasil korelasi stratigrafi lapisan
batupasir pada sumur GMB 34, GMB 47, GMB 26, GMB 35, GMB 23, GMB
49, GMB 06, GMB 46, GMB 54, GMB 27, GMB 45, dengan mencocokkan
posisi sumur pada basemap dapat diketahui pola penyebaran lapisan batupasir
yang berfungsi sebagai batuan reservoar, baik reservoar minyak maupun gas.
Pola penyebaran lapisan batupasir tersebut secara vertikal apabila dikorelasi
ada yang menebal maupun menipis, terlihat dari pola log yang mengalami
beberapa perubahan, hal tersebut dapat disebabkan oleh suplai material
sedimennya dan rate of subsidence serta GSL (Global Sea Level). Stratigrafi
daerah telitian termasuk dalam 3 formasi mulai daei yang paling tua yaitu
Formasi Talang Akar dengan penciri litologi batupasir perselingan lempung,
sisipan serpih atau lanau, Formasi Batu Raja dengan penciri bagtugamping
trumbu, dan Formasi Gumai dengan penciri atas napal tufaan berwarna
kelabu cerah sampai kelabu gelap.

4.2 Korelasi Struktur dan Struktur Daerah Telitian


Korelasi Struktur yang dilakukan menggunakan dathum depth atau
kedalaman 1200 TVDSS (True Vertical Depth Sub Sea Level) yang terdapat
pada hampir semua sumur sehingga dapat diinterpretasi dan dikorelasikan
berdasarkan data log dan elektrofasies, serta dapat diketahui proses apa yang
menyebabkan perubahan pada penyebaran lapisan secara lateral tersebut.
Dari hasil korelasi struktur lapisan batupasir pada sumur-sumur tersebut,
dapat diketahui pola penyebaran lapisan batupasir secara berurutan berpola
naik-turun sehingga dapat diketahui bahwa pola tersebut mencerminkan

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 24
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

adanya suatu bentukan struktur yang dapat menyebabkan terbentuknya basin


contoh; Antiklin, Sinklin, sesar, maupun Horst Grabben, sehingga
kemungkinan akumulasi hidrokarbon terdapat pada daerah tersebut.

4.3 Deskripsi Zona Target


Sebelumnya sudah di jelaskan bahwa dari korelasi stratigrafi dapat di
tunjukan beberapa proses berdasarkan sistem yang menunjukan
pengkorelasian sistem-sistem dan mark yang berperan dalam masing-masing
pembentukan sistem petroleumnya. Sedangkan struktur memperkuat atau
penunjang langkah awal pembuatan rekontruksi peta bawah permukaan yang
ditunjukan dengan pengkorelasian reservoar.

Dari hasil korelasi struktur dapat di deskripskan atau di interpretasikan


zona target berada di daerah sungai. Di perkuat dengan bentuk log serta
pengkorelsian sand to sand, yang menunjukan ada beberapa bentuk yang
menipis dan tiba-tiba menebal. Hal itu menunjukan reservoar atau zona target
diketahui bahwa pola tersebut mencerminkan adanya suatu bentukan struktur
yang dapat menyebabkan terbentuknya basin contoh: Antiklin, Sinklin, Sesar,
sehingga kemungkinan akumulasi hidrokarbon terdapat pada daerah tersebut.
Dengan arah pengendapan barat, barat laut- tenggara.

4.4 Pemetaan Bawah Permukaan


Pada pemetaan bawah permukaan diawali dengan pembuatan 3 peta,
yaitu Peta Top Structure reservoir target, Peta Bottom Structure reservoir
target, dan Peta Net Res. Lalu dibuat Peta Fluid Contact dan Peta Net Pay.
Dari Peta Net Pay tersebut akan dibuat sayatan dan penampang.

1. Peta Top Structure


Peta ini dibuat berdasarkan kedalaman dari top reservoar pada setiap log.
2. Peta Bottom Structure
Peta ini dibuat berdasarkan kedalaman dari bottom reservoar pada setiap
log.
3. Peta Fluid Contact

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 25
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Peta ini didapatkan dari hasil trace kontur pada Peta Top Structure dan Peta
Bottom Structure dengan kontur yang sesuai dengan kedalaman sesuai
GWC.
4. Peta Net Res
Peta ini dibuat berdasarkan ketebalan reservoar setelah dikurangi
ketebalan lempung.
5. Peta Net Pay
Peta ini merupakan hasil penampalan Peta Fluid Contact dan Peta Net Res.
Kontur pada Peta Net Res yang melebihi Fluid Contact, harus dipotong
ketika digambarkan pada Peta Net Pay.

4.5 Perhitungan Cadangan


3. Menghitung luas sebenarnya (acre)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑢𝑟 𝑥 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 (𝑚2 ) 𝑥 0,000247
4. Menghitung Rasio (Perbandingan Luas)
𝑃𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝐴𝑛+1 /𝐴𝑛

Secara umum, perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu:

4. Metode Volumetrik
5. Metode Material Balance
6. Metode Decline Curva (Kurva Penurunan Produksi)

4.5.1 Penentuan Cadangan Gas dengan Metode Volumetrik


Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data-
data yang menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan
saturasi hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetrik
adalah :

43560 𝑥 𝑉𝑏 𝑥 𝜙 𝑥 𝑆ℎ (𝑆𝐶𝐹)
𝐼𝐺𝐼𝑃 =
𝐵𝐺𝐼

𝑉𝑏 𝑥 𝜙 𝑥 𝑆ℎ (𝑆𝑇𝑀3 )
𝐼𝐺𝐼𝑃 =
𝐵𝐺𝐼

Dimana :

IGIP : Volume hidrokarbon mula-mula (a) SCF atau (b) STM³

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 26
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Vb : Volume reservoar, (a) acre-ft atau (b) m³

Ф : Porositas batuan

Sh : Hidrokarbon saturasi

Boi : Faktor volume formasi minyak mula-mula (a) BBL/STB


atau (b) m³/STM³.

43560 : Konstanta konversi,SCF.

4.5.2 Volume Bulk Reservoar


Dalam perhitungan volume reservoar dibutuhkan data berupa net pay
area dan alat planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas
masing-masing kontur ketebalan yang ada pada Peta Net Pay. Kemudian dari
bentuk kontur yang ada pada peta tersebut, dapat digambarkan bentuk
reservoar. Untuk menghitung volume reservoar, ditentukan dengan dua
cara,yaitu cara pyramidal dan cara trapezoidal.

1. Cara Pyramidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang
berurutan kurang atau sama dengan 0,5 atau An+1/An < 0,5
(Sylvan,J.Pirson,1985). Persamaan yang digunakan adalah:

𝑉𝑏 = 𝑥 (𝐴𝑛 + 𝐴𝑛+1 + √𝐴𝑛 𝑥 𝐴𝑛+1 )
3
2. Cara Trapezoidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang
berurutan lebih dari 0,5 atau An+1/An>0,5 (Sylvan,J.Pirson,1985).
Persamaan yang digunakan adalah:

𝑉𝑏 = 𝑥 (𝐴𝑛 + 𝐴𝑛+1 )
2
Berdasarkan data sumur kemudian dibuat peta-peta yaitu Peta Top
Structure, Peta Bottom Structure, Peta Fluid Contact, Peta Net Res, dan Peta
Net Pay, lalu dimasukkan ke dalam rumus-rumus di atas, maka didapatkan
perhitungan sebagai berikut:

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 27
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel IV.1 Perhitungan Cadangan Reservoar Batugamping

No Jumlah kotak ( 1mm ) Jumlah Kotak 1 cm² Skala ( m )² Luas asli ( m ²) Luas Acre
A0 2264 38917 389,17 62500 24.323.125 6.007,8119

A1 1865 36653 366,53 62500 22.908.125 5.658,306875

A2 2814 34788 347,88 62500 21.742.500 5.370,397500

A3 4182 31974 319,74 62500 19.983.750 4.935,986250

A4 4332 27792 277,92 62500 17.370.000 4.290,390000

A5 2548 23460 234,6 62500 14.662.500 3.621,637500

A6 9038 20912 209,12 62500 13.070.000 3.228,290000

A7 10826 11874 118,74 62500 7.421.250 1.833,048750

A8 1048 1048 10,48 62500 655.000 161,785000


117.813.125,000000

Perb. Luas Interval meter interval ( feet ) Rumus Volume acre (ft) IGIP

0,941825 5 16,4041995 Trapezoidal 95686,66968 39.975.430.867

0,949117398 5 16,4041995 Trapezoidal 90458,5334 37.791.249.922

0,919110038 5 16,4041995 Trapezoidal 84533,98758 35.316.126.976

0,86920623 5 16,4041995 Trapezoidal 75675,65833 31.615.344.729

0,844127807 5 16,4041995 Trapezoidal 64895,23878 27.111.562.562

0,891389599 5 16,4041995 Trapezoidal 56.183,788635 23.472.142.628

0,567807957 5 16,4041995 Trapezoidal 41.513,605296 17.343.317.142

0,088260064 5 16,4041995 Pyramidal 10.907,883601 4.557.033.370

519.855,365305 217.182.208.196 SCF


217,18 BCF

Dari hasil perhitungan pada reservoar batugamping, didapatkan luas


persebaran dari batugamping adalah 24.323.125 m2 atau 6.007,8119 acre.
Kemudian, dari hasil penghitungan volume didapatkan volume cadangan
sebesar 217.182.208.196 SCF atau 217,18 BCF.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 28
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel IV.2 Perhitungan Cadangan Reservoar Batupasir

No Jumlah kotak ( 1mm ) Jumlah Kotak 1 cm² Skala ( m )² Luas asli ( m ²) Luas Acre
A0 1656 6244 62,44 62500 3.902.500 963,917500

A1 1172 4588 45,88 62500 2.867.500 708,272500

A2 1219 3416 34,16 62500 2.135.000 527,345000

A3 1247 2197 21,97 62500 1.373.125 339,161875

A4 877 950 9,5 62500 593.750 146,656250

A5 73 73 0,73 62500 45.625 11,269375

10.917.500,000000

Perb. Luas Interval meter interval ( feet ) Rumus Volume acre (ft) IGIP

0,734785394 2 6,56168 Trapezoidal 5486,18784 4.744.848.443

0,744551003 2 6,56168 Trapezoidal 4053,863319 3.506.071.541

0,643149883 2 6,56168 Trapezoidal 2842,870416 2.458.718.086

0,432407829 2 6,56168 Pyramidal 1.062,5944 919.007.758

0,076842105 2 6,56168 Pyramidal 345,4191 298.743.227

13.790,935071 11.927.389.055 SCF


11,93 BCF

Dari hasil perhitungan pada reservoar batugamping, didapatkan luas


persebaran dari batupasir adalah 3.902.500 m2 atau 963,917500 acre.
Kemudian, dari hasil penghitungan volume didapatkan volume cadangan
sebesar 11.927.389.055 SCF atau 11,93 BCF.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 29
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pembuatan peta dan perhitungan cadangan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Datum yang digunakan pada korelasi stratigrafi adalah Maximum


Flooding Surface (MFS) pada setiap log.
2. Datum yang digunakan pada korelasi struktur adalah kedalaman TVDSS -
1200 m.
3. Berdasarkan log resistivitas, didapatkan hidrokarbon berupa gas.
4. Gas Water Contact terdapat pada kedalaman -1205 m untuk reservoar
batugamping dan kedalaman – 1300 m untuk reservoar batupasir.
5. Persebaran batugamping adalah 24.323.125 m2 atau 6.007,8119 acre.
Sedangkan persebaran batupasir adalah 3.902.500 m2 atau 963,917500
acre.
6. Hasil perhitungan volume, didapatkan volume cadangan / Nilai IGIP
sebesar 217.182.208.196 SCF atau 217,18 BCF untuk reservoar
batugamping. Sedangkan untuk reservoar batupasir, didapatkan Nilai IGIP
sebesar 11.927.389.055 SCF atau 11,93 BCF.

Nama : Diyafakhri Andriandita


NIM : 111.160.124
Plug : 5 30
DAFTAR PUSTAKA

Bishop, Michel G. 2001. South Sumatra Basin Province, Indonesia: The


Lahat/Talang Akar-Cenozoic Total Petroleum System. Open-File Report
99-50-S, Colorado: USGS.

De Coster, G. L. 1974. "The Geology of The Central and South Sumatra Basins."
3rd Annual Convention Proceedings. IPA. 77-110.

van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. 1A General Geology


of Indonesia. The Hague: Government Printing Office.

31
LAMPIRAN

32

Anda mungkin juga menyukai