Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENUNJANG

GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

BAB 2
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional

Berdasarkan Bouwer (1930, 1934, 1941) di dalam buku R. W. van Bemmelen


(1949) “The Geology of Indonesia”, membagi Sulawesi Tengah menjadi 3 lajur struktural
dari utara hingga selatan, yaitu:

1. Lajur bagian barat, yang sering disebut dengan Zona Palu, sebagai jalur magmatic.
2. Lajur bagian tengah, yang sering disebut dengan Zona Poso, berupa batuan malihan
yang ditumpangi batuan bancuh.
3. Lajur bagian timur, yang sering disebut dengan Zona Kolonodale, ofiolit yang
merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur
Trias-Miosen.

Gambar 2.1 Sketsa peta geologi Sulawesi Tengah (Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan pembagian lajur di atas, lokasi pembangunan PLTA Poso-1 masuk


dalam lajur bagian tengah, yang sering disebut dengan Zona Poso. Unit fisiografi zona ini
merupakan Poso Depression yang terdiri dari aneka batuan malihan yang ditumpangi batuan

II - 1
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

bancuh. Kondisi geologi daerah ini sangat khas dengan bedrock yang remuk akibat
tabrakan antar lempeng dipulau Sulawesi.

2.2 Stratigrafi Regional

2.2.1 Stratigrafi Menurut T.O. Simandjuntak, dkk

T.O. Simandjuntak, Surono dan J.B. Supandjono telah memetakan geologi daerah
Poso secara sistematis dalam “Peta Geologi Lembar Poso, Sulawesi”, 1997 dengan skala 1 :
250.000 (Gambar 2.2) yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung yang hasil pemetaannya sekitar rencana PLTA Poso-1, susunan stratigrafi
berurutan dari yang berumur tua ke muda yaitu:

1. Satuan Komplek Pompangeo (MTmp), satuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi
Sulawesi Timur yang tersusun atas sekis, grafit, batusabak, genes, serpentinit, kuarsit,
batugamping malih dan setempat breksi. Sekis terdiri atas sekismika, sekis mika yakut,
sekis serisit, sekis muskovit, sekis klorit-serisit, sekis hijau, sekis glaukofan, sekis
pumpelit dan sekis yakut-amfibolit. Genes terdiri atas genes albit-muskovit-plagioklas.
Umur satuan ini diduga lebih tua dari Kapur, tebalnya diduga ribuan meter. Batuan ini
banyak dijumpai dan tersingkap di sekitar daerah Perbukitan Bagian Barat dan
TimurDanau Poso.

2. Satuan Batugamping Malih (MTmm), satuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi
Sulawesi Timur yang tersusun atas marmer dan batugamping terdaunkan, berwarna
kelabu muda sampai kelabu kehijauan, coklat sampai merah kecoklatan. Satuan ini
diduga berasal dari sedimen pelagos laut dalam, sedang umurnya kemungkinan lebih tua
dari kapur. Satuan batuan ini sebagian menempati daerah aliran Sungai Poso lokasi
rencana PLTA Poso, sebelah Timur Danau Poso mulai dari pantai Selatan sampai Utara
dan sebelah Barat Danau Poso bagian Utara. Formasi Poso (Tppl), satuan ini tersusun
atas batugamping, napal, batupasir tufan dan konglomerat.

3. Formasi Poso (Tppl), satuan ini tersusun atas batugamping, napal, batupasir tufan dan
konglomerat. Kandungan fosil foraminifera menunjukkan umur Pliosen, sedang
lingkungan pengendapannya laut dangkal. Tebal formasi mencapai 800 m. Tersingkap
di sisi Timur aliran Sungai Poso, menyebar kearah utara lokasi peneitian sampai ke
muara sungai poso (Teluk Tomini).

II - 2
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

4. Formasi Puna (Tpps), satuan ini tersusun atas konglomerat, batupasir, lanau, serpih,
batulempung gampingan dan batugamping. Konglomerat tersusun oleh komponen
batugamping terdaunkan, sekis, genes dan kuarsa susu dengan semen karbonat, padat
dan keras. Batupasir berwarna coklat kehijauan sampai kehitaman, padat, keras, berlapis
baik (30 – 200 cm). Lanau berwarna kelabu sampai kelabu kehitaman, agak keras,
berlapis baik (10 - 30 cm). Serpih berwarna kelabu, agak keras dan padat, berlapis baik.
Batugamping umumnya berupa batugamping koral. Fosil foraminifera dalam lempung
gampingan menunjukkan umur Pliosen, sedang lingkungan pengendapannya laut
dangkal. Tebal formasi sekitar 800 m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi
Pompangeo. Formasi ini menempati sebelah sisi kiri Sungai Poso sampai daerah Kuku,
baru endapannya mengarah ke daerah Puna.
5. Satuan Endapan Danau (Ql), satuan ini tersusun atas lempung, lanau, pasir dan kerikil,
menunjukkan perlapisan mendatar, tebalnya beberapa meter sampai puluhan meter.
Satuan ini umumnya terdapat di sekitar Danau Poso terutama di sekitar Outlet Danau
Poso yaitu pada daerah Tentena.

6. Satuan Aluvium (Qal), satuan ini tersusun atas lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal. Endapan ini umumnya terdapat di sepanjang sungai.

Gambar 2.2 Peta Geologi Lembar Poso, Sulawesi”, 1997 dengan skala 1 : 250.000

II - 3
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

Tabel 2.1 Stratigrafi antar formasi batuan lembar poso menurut Simandjuntak, dkk

STRATIGRAFI FORMASI UMUR

Qal Alluvium Holosen – Resen

Endapan Danau Pleistosen


Ql

Pliosen akhir – Pleistoses


Formasi Formasi
Tpps

Awal
Tppl
Puna Poso

MTmm Satuan Batugamping


Malih
prakapur
Satuan Komplek
MTmp Pompangeo

2.2.2 Stratigrafi Regional Menurut Michel Villeneuve, dkk

Michel Villeneuve, Wahyu Gunawan, Jean, Jacques Cornee, Olivier Tidal (2001)
dalam penelitiannya yang berjudul “Geology of the Central Sulawesi Belt (Eastern
Indonesia): constraints for geodynamic models”, diungkapkan bahwa geologi dari Sulawesi
Tengah merupakan wilayah geologi dengan tektonik yang komplek. Daerah ini terbentuk
dari formasi batuan metamorfik dan sedimen yang secara tidak selaras diatasnya
diendapkan molasse Sulawesi (unit H dan I) yang berumur Miosen – Holosen. Untuk
wilayah Sulawesi Tengah ini dibagi menjadi 3 zona, yaitu :

1. The eastern zone corresponds to the sedimentary cover of the Banda Block capped by
an obducted ophiolite.
2. The central metamorphic complex corresponds to the suture.
3. The western metamorphic and volcano-sedimentary complex corresponds to a volcanic
island arc and its metamorphic basement.

Lokasi PLTA Poso-1 masuk dalam zona “the central metamorphic complex
corresponds to the suture”. Zona ini dibagi menjadi 3 unit (lihat gambar 2.3), yaitu: 1.
Unit I1 (Tppl) batuan molase Poso,- 2. unit D1 (imbrication) batuan hancuran dengan
struktur batuan yang campur aduk,- 3. unit E (Ep dan Em) batuan philit, sekis, gneiss, dan
marmer.

II - 4
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

Gambar 2.3 Peta Geologi Sulawesi Bagian Tengah (Michel Villeneuve, dkk., 2001)

Gambar 2.4 Susunan stratigrafi menurut Michel Villeneuve, dkk

1. Unit I1 (Tppl) , Tersingkap di sisi Timur aliran Sungai Poso, menyebar kearah utara
lokasi penelitian sampai ke muara sungai poso (Teluk Tomini). Satuan ini tersusun atas
batugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat. Kandungan fosil foraminifera
menunjukkan umur Pliosen, sedang lingkungan pengendapannya laut dangkal. Tebal
formasi mencapai 800 m.

II - 5
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

2. Unit D imbricated formations with shales and limestones (D1) and including tectonic
melanges (D2).
- Unit D1 (imbrications formation) memperlihatkan karakteristik struktur imbrikasi
dengan berkembangnya penerobosan dan perpecahan pada batuan. Unit D1 ini
tersingkap di Selatan dari Peleru dan Pegunungan Tokalekudju (Selatan Danau Poso)
termasuk juga area PLTA Poso-1, 2 dan 3 juga dibentuk oleh unit ini. Unit D1
dibentuk oleh batuan marble, red schists, metacherts, quartzites, perodotite and
greenstone.
- Unit D2 berupa tektonik melange yang tersingkap di daerah Peleru dan sekitar Danau
Matano dengan 2 tipe matrix yaitu red phyllite dan green serpentinite yang keduanya
terdaunkan (terfoliasi) dengan kuat. Blok berukuran beberapa cm sampai beberapa
puluh meter dari batuan limestone, radiolarian chert, red shale, serpentinite,
metagreywacke, greenstone, metabasalt and metagabro (of ophiolitic origin). Matrix
dan block ini telah mengalami beberapa kali proses metamorphose. Unit D1 dan D2
ini menurut Parkinson (1991) dimasukkan kedalam Peluru Melange Complex.
3. Unit E dengan 4 jenis metamorphic rocks: phyllitic rocks, mica-schists, gneiss, dan
marbles. Tersingkap di sekitar Danau Poso dengan pembentuk berupa batuan phyllitic
dan quartz-phyllitic berasosiasi dengan batuan marble, meta-conglomerate dan batuan
metabasic.

2.3 Struktur dan Tektonik Regional

Perkembangan tektonik Sulawesi telah diskusikan oleh banyak penulis, analisis


terakhir dengan menggunkan tektonik lempeng (Sukamto 1975; Sukamto & Simandjuntak
1982; Simandjuntak 1980, 1986) pada geologi lembar Poso menunjukkan bahwa daerah ini
merupakan pertemuan 3 mandala geologi. Sejarah tektonik yang menyatukan ketiga
mandala tersebut dapat diuraikan mulai Jaman Kapur, yaitu saat Mandala Sulawesi Timur
bergerak ke barat mengikuti gerakan penunjaman landai kearah barat di bagian timur
Mandala Sulawesi Barat. Fase tektonik berikutnya pada Oligosen, yaitu saat benua mikro
Banggai-Sula bergerak ke barat seiring terjadinya sesar besar mendatar (Sesar Sorong),
sementara penunjaman di bagian timur Mandala Sulawesi Barat masih berlanjut. Pada
Miosen Tengah ketiga mandala geologi tersebut menyatu dengan kontak tektonik. Pada
akhir Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi pengendapan sedimen molasa secara tak

II - 6
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

selaras diatas ketiga mendala tersebut, serta terjadi batuan terobosan granit di Mandala
Sulawesi Barat. Pada Plio-Plistosen seluruh daerah tersebut mengalami penerobosan oleh
granit. Setelah itu diikuti oleh pengangkatan di seluruh daerah hingga menghasilkan
kenampakan bentang alam seperti sekarang.

Adanya beberapa fase tektonik yang terjadi selama dan sesudah proses penyatuan
ketiga mandala geologi menyebabkan terbentuknya struktur geologi yang cukup rumit di
daerah tersebut. Sesar, lipatan maupun struktur geologi lainnya dihasilkan dalam beberapa
fase yang berbeda. Sesar naik utama yang terdapat di daerah ini adalah sesar naik berarah
hampir utara-selatan (Sesar Poso) yang memisahkan Mandala Sulawesi Barat dengan
Mandala Sulawesi Timur dan juga Sesar Wekuli. Disamping itu juga dijumpai zona sesar
mendatar besar, yaitu sistem sesar Palu-Koro yang berarah baratlaut-tenggara. Sesar ini
terdapat pada bagian barat Peta Geologi Lembar, dan masih aktif hingga sekarang.

2.4 Kegempaan

Faktor beban akibat gempa yang digunakan dalam perencanaan didasarkan pada
peta gempa tahun 2010 yang disajikan pada Gambar 2.5 untuk periode ulang gempa 100
tahun dan Gambar 2.6 untuk periode ulang gempa 5000 tahun.

Gambar 2.5 Peta Zona Gempa Tahun 2010, Periode Gempa (T) 100 Tahun

II - 7
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

Gambar 2.6 Peta Zona Gempa Tahun 2010, Periode Gempa (T) 5000 Tahun

Nilai percepatan gempa dasar dari Peta Gempa Tahun 2010 pada posisi bendungan
periode gempa 100 tahun adalah 0,25g ~ 0,3g dan untuk nilai periode gempa 5000 tahun
adalah 0,6g ~ 0,7g.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika


Palu, peta sebaran episenter gempabumi di Poso dan sekitarnya tahun 1900 hingga
September 2012 nilai rata-rata M =>3.0 SR. Dari gambar 2.9 dapat dilihat bahwa lokasi
sepanjang area lokasi bendungan tidak masuk kedalam sebaran episenter gempabumi di
daerah Poso dan sekitarnya.

II - 8
LAPORAN PENUNJANG
GEOLOGI
VOLUME II REGIONAL
Design Rinci Bendungan Poso-1, Kabupaten Poso

Gambar 2.9. Peta sebaran gempa bumi daerah Poso dan sekitarnya

II - 9

Anda mungkin juga menyukai