Anda di halaman 1dari 115

Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya
buku petunjuk praktikum ini. Buku petunjuk praktikum ini pada dasarnya untuk
mengarahkan dan melatih praktikan seoptimal mungkin dalam mengenal bentuk-
bentuk lahan, proses geologi atau geomorfologi, dan material penyusun atau litologi
melalui ekspresi miniaturnya yang berupa peta topografi. Hal ini guna mendasari
bekal keilmuan mahasiswa dalam mempelajari cabang-cabang disiplin ilmu lainnya
terutama yang berkaitan dengan ilmu geomorfologi. ,perencanaan pengembangan
wilayah, perhitungan cadangan endapan bahan galian ekonomis dan studi aplikasi
lainnya.

Pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terima kasih atas bimbingan,
saran, serta bantuan moril maupun materil kepada :
1. Prof. Drs. H. R. Bambang Soeroto
2. Ir. Suroso Sastropawiro, Msi
3. Dr. Ir. Bambang Kuncoro, MT
4. Ir. Sugeng Raharjo, M.T.
5. Drs. Hadi Purnomo, Msi
6. Ir.Andi Sungkowo,Msi
7. Jurusan Teknik Geologi, FTM, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA
8. Asisten Geomorfologi.
Segala kritik dan saran dari berbaga ipihak yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya buku pentunjuk praktikum di masa yang akan
datang.
Akhirnya kami berharap semoga buku petunjuk praktikum ini dapat membantu
dan bermanfaat bagipraktikan padakhususnya dan mahasiswa jurusan teknik geologi
padaumumnya.
Yogyakarta, September 2011

Penulis

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, i


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
TATA TERTIB PRAKTIKUM LABORATORIUM GEOMORFOLOGI
TAHUN AJARAN 2010/2011

Semua praktikan wajib mentaati peraturan peraturan sebagai berikut :

1. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Praktikan tidak diperkenankan masuk ruangan praktikum jika terlambat 10
menit setelah acara praktikum dimulai.
3. Praktikan harus menjaga ketertiban , keamanan dan kebersihan ruangan
laboratorium.
4. Praktikan dilarang meninggalkan ruangan dalam acara praktikum tanpa seijin
assisten pembimbingnya.
5. Praktikan harus menyerahkan laporan praktikum dan tugas ke laboratorium
pada saat praktikum berikutnya.
6. Praktikan dilarang membawa alat – alat lain selain alat – alat untuk
kepentingan praktikum.
7. Praktikan dilarang makan, minum, dan merokok didalam ruangan selama
praktikum berlangsung.
8. Setiap acara praktikum, praktikan disarankan konsultasi ke assisten.
9. Bila berhalangan mengikuti responsi,diberi kesempatan responsi pada periode
praktikum berikutnya.
10. Setiap praktikan yang berhalangan hadir harus memperhatikan point dibawah
ini:
a. Praktikan yang berhalangan hadir ( sakit, keluarga tertimpa musibah)
harus menyampaikan surat izin kepada asisten yang bersangkutan,
kecuali dari keterangan diatas tidak diperkenankan izin.
b. Praktikan yang berhalangan hadir ( Adanya kegiatan kampus yang
bersifat non akademis), surat izin harus disertai dengan tanda tangan
Ketua Jurusan dan Koordinator Laboratorium.
c. Praktikan yang berhalangan hadir atau tanpa keterangan diperbolehkan
mengikuti praktikum perulangan / INHAL maksimal 1 x acara.
d. Praktikan yang berhalangan hadir tanpa keterangan lebih dari 1 kali acara
praktikum dinyatakan GUGUR.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, ii
Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
11. Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti acara responsi tulis jika praktikan
tidak menyelesaikan seluruh rangkaian acara praktikum.
12. Praktikan dinyatakan LULUS bila semua kegiatan praktikum dilaksanakan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, iii


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
TATA TERTIB ii
KRITERIA PENILAIAN iii
DAFTAR ISI iv
STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM v
STAFF ASSISTEN GEOMORFOLOGI vi
ACARA 1 MORFOLOGI 11
ACARA 2 MORFOGENESA 18
ACARA 3 POLA PENGALIRAN 25
ACARA 4 PENYIMPANGAN ALIRAN 35
ACARA 5 BENTUKANASAL STRUKTURAL 41
ACARA 6 BENTUKANASAL FLUVIAL 52
ACARA 7 BENTUKANASAL VULKANIK 59
ACARA 8 KARST 66
ACARA 9 MARINE AEOLIAN 76
ACARA 10 PEMETAAN GEOMORFOLOGI 88
DAFTAR PUSTAKA vii

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, iv


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM GEOMORFOLOGI
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
PERIODE 2011 - 2012

DEKAN
Dr. Ir. Koesnaryo, Msc

KETUA JURUSAN
Ir. SugengRaharjo, MT

KEPALA LABORATORIUM
Drs. HadiPurnomo, Msi

SEKERTARIS BENDAHARA
I.Putu Edi Agnes Mei Sita
URUSAN PENGEMBANGAN
Ir. Suroso Satropawiro, Msi

DOSEN PENGAMPU
1. Ir. Suroso Sastropawiro, Msi
2. Dr. Ir. Bambang Kuncoro, MT
3. Drs. HadiPurnomo, Msi

KEPALA LABORATORIUM
Ir. HadiPurnomo, Msi

ASSISTEN
Ronald Dicky A , Dicko R.F, Prabawa D.S , Ayu
Narwastu C , Zihan K , I Made Wika P, M.
Yusuf Aji S , Gilang D.S, Ghea Ayu A.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, v


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
STAFF ASSISTEN GEOMORFOLOGI
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA 2011 – 2012

RANGGA MAHARDIKA K (’05)


JUTIKA ADITYA NUGROHO (’06)
HARI SUSANTO (’07)
TRI FIRDIANSYAH (’07)
AGNES MEI SITA (’07)
I PUTU EDI A. (’07)
RAHMAD INDRA D. (’07)
RONALD DICKY (’08)
DICKO RIZKY FEBRIANSANU (’08)
PRABAWA DWI S. (’08)
AYU NARWASTU C. (’08)
ZIHAN KHAIDIR (’09)
I MADE WIKA PARDIKA (’09)
M. YUSUF AJI SYAHPUTRA (’09)
GILANG DAMAR SETIADI (’09)
GHEA AYU ANGGRAENI (’09)

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, vi


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 1
MORFOLOGI

2.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara aspek morfologi adalah:


1. Mengenalkan deskripsi aspek-aspek morfologi suatu daerah berdasarkan peta
topografi.
2. Mengenalkan aspek-aspek kuantitatif atau ukuran suatu bentuklahan.

Tujuan acara aspek morfologi adalah agar praktikan dapat:


1. Menjelaskan aspek morfografi suatu bentuklahan dan mengetahui ciri-cirinya
pada peta topografi.
2. Menjelaskan aspek morfometri suatu bentuklahan dan mampu menentukan
ukuran-ukurannya berdasarkan peta topografi.
3. Mengenal satuan bentuklahan berbasis morfologi.

2.2 Landasan Teori

Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik. Kesan topografis


adalah konfigurasi permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan.
Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantitatif dari suatu bentuklahan.
Apabila kesan dan ekspresi topografi tersebut diamati, maka akan memberikan
penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan.

Penentuan kesamaan sifat dan perwatakan bentuklahan berdasarkan kesan


topografis dan ekspresi topografik akan membantu di dalam penentuan klasifikasi
suatu bentuklahan berbasis morfologi.
Aspek-aspek Geomorfologi

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 11


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit,
bukit, dataran, gunung, gawir, teras, beting, dan lain-lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asalusul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta
proses–proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh.
Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan
(denudasi), misal mesa, cuesta, hogback dan kubah.
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti
pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi,
punggungan antiklin, gawir sesar dll.
c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air,
fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai,
pematang pantai, lahan kritis.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan
dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi.
Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan.
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau
berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan
dengan batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
Atas dasar aspek-aspek geomorfologi tersebut di atas, maka karakteristik
bentuklahan dapat diklasifikasikan menjadi delapan bentuklahan utama berdasarkan
genesanya, yaitu bentukan asal structural, vulkanik, fluvial, marin, angin, kars,
denudasional, dan glasial.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 12


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

2.3 Prosedur Praktikum Morfologi

2.3.1 Prosedur Deskripsi Bentuklahan

Tahapan pemerian atau deskripsi bentuklahan:


1. Amati peta topografi pada lembar kerja peta topografi Saudara.
2. Tentukan bentuklahan yang ada secara deskriptif, antara lain bentuk lembah,
bukit, punggungan, dataran, gunung, gawir/lereng terjal, teras, beting, dll.
3. Catat karakteristik pola garis kontur dari beberapa bentuklahan yang Saudara
peroleh. Pola garis kontur dapat rapat-renggang, lurus, meliuk, tertutup, atau
tidak teratur sesuai kenampakan pola garis kontur pada peta topografi.

2.3.2 Pembuatan Peta Lereng

Pembuatan peta lereng dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:


1. Metode Pola Kerapatan Kontur
Metode ini berdasarkan pada rangkaian bentuk kerapatan garis kontur. Kondisi
lereng di lapangan akan lebih terwakili dan lebih baik lagi bila menggunakan peta
topografi berskala besar. Cara ini sangat mudah, cepat, dan cukup representatif.
Prinsipnya adalah dengan membagi variasi pola kerapatan garis kontur.

Berikut ini adalah langkah kerja metode pola kerapatan garis kontur:
a. Amati pola garis kontur pada lembar kerja peta topografi Saudara.
b. Batasi variasi kerapatan garis kontur: rapat sekali, rapat, renggang, agak
renggang, hingga sangat renggang tergantung kondisi pola garis konturnya
(Gambar 2.1).
c. Tarik garis tegak lurus terhadap pola kerapatan garis kontur pada setiap pola
kerapatan garis kontur. Garis tegak lurus tersebut adalah jarak horizontal, lalu
ukur jaraknya (M).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 13


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
d. Hitung beda tinggi antara titik tertinggi dan terendah sepanjang garis M,
disebut sebagai H.
e. Persen lereng dapat dihitung dengan membagi beda tinggi (H dalam meter)
dengan M (jarak horizontal dalam meter), lalu dikali 100%.
f. Untuk menghitung derajat lereng, caranya dengan menggunakan perhitungan
tangen terhadap jarak datar dan vertikal.

Gambar 2.1 Pembagian variasi pola kerapatan garis kontur.


2. Metode Wenworth
Prinsip metode ini adalah membuat jaring bujursangkar/grid. Kemudian tarik garis
tegak lurus pola umum kontur yang memotong grid bujursangkar. Semakin kecil
ukuran grid, maka tingkat ketelitiannya menjadi semakin tinggi, tetapi memerlukan
waktu yang lama apabila dikerjakan secara manual. Sudut lereng dlitentukan
dengan rumus:
B = ( N – 1) x IK x 100 %
JH x SP
Dimana: B = sudut lereng N = jumlah kontur yang terpotong garis sayatan
SP= skala peta IK = interval kontur (m)
JH= jarak horisontal

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 14


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

Tabel 2.1 Klasifikasi lereng.

No LERENG (…o) LERENG (…%) TINGKAT WARNA


1 0o – 2 o 0% - 2% Flat or almost flat Medium dark green
2 3o – 4 o 3% - 7% Gently sloping Light green
3 5o – 8 o 8% - 15% Sloping Light yellow
4 9o – 16o 16% - 30% Moderately steep Orange yellow
5 17o – 35o 31% - 70% Steep Light red
6 360 – 55o 71% - 140% Very steep Medium dark red
7 >56o >141% Extremely steep Medium dark purple

Tabel 7.6. Klasifikasi lereng dan satuan relief (Van Zuidam,1983)


No Satuan Relief Lereng Relief (m)
1 Topografi datar – hampir datar 0–2 <5
2 Topografi bergelombang 3–7 5 – 50
3 Topografi bergelombang berlereng miring 8 – 13 12 – 78
4 Topografi bergelombang/ berbukit berlereng sedang 14 – 20 50 – 200
5 Topografi berbukit terkikis dalam berlereng terjal 21 – 55 200 – 500
6 Topografi pegunungan terkikis berat dengan lereng sangat terjal 56 – 140 500 – 1000
7 Topografi pegunungan dengan lereng amat sangat terjal >140 >1000

2.3.3 Prosedur Penampang Morfologi

Tahapan pembuatan penampang morfologi:


1. Amati peta topografi pada lembar kerja peta topografi Saudara.
2. Tarik garis pada peta usahakan tegak lurus terhadap pola memanjang garis
kontur (Gambar 2.2).
3. Kemudian buat penampang morfologi berdasarkan skala peta yang digunakan
(Gambar 2.3).
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 15
Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
4. Lakukan lagi dan buat beberapa penampang morfologi yang lain.

Gambar 2.2 Garis penampang morfologi pada sebuah lembah.

Gambar 2.3 Pembuatan penampang morfologi.

2.4 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum terdiri atas:

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 16


Laboratorium Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
1. Pensil 2B, pinsil mekanik, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 10 lembar.

2.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Pemerian Bentuklahan. Berisikan deskripsi bentuklahan berikut ciri-cirinya
pada garis kontur yang Saudara amati.
3. Bab II Pembuatan Peta Lereng. Berisikan cara memisahkan beberapa variasi
lereng berdasarkan pola kerapatan garis konturnya.
4. Bab III Penampang Morfologi. Berisikan beberapa penampang morfologi yang
mencerminkan obyek bentuklahan tertentu.
5. Bab IV Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum morfologi terdiri atas:


1. Test berkala (bobot 15%)
2. Kemampuan mendeskripsi bentuklahan secara morfologi, mengukur kelerengan,
dan pembuatan penampang mrofologi (75%).
3. Pelaporan akhir (10%).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Aspek Morfologi - 17


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 2
MORFOGENESA

3.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara aspek morfogenesa adalah:


1. Mengenalkan asal usul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta
proses–proses geomorfologi yang terjadi.
2. Mengenalkan dasar-dasar pembagian bentuklahan.

Tujuan acara aspek morfogenesa adalah agar praktikan dapat:


1. Menjelaskan aspek morfogenesa suatu bentuklahan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (aspek struktur geologi, litologi, , serta mengetahui ciri-cirinya
pada peta topografi.
2. Menentukan bentuklahan berbasis genetik.

3.2 Landasan Teori

Bentuklahan antara lain merupakan fungsi dari litologi penyusun, struktur geologi,
dan proses geomorfologi. Oleh karena itu, dengan melakukan pengamatan secara
teliti terhadap suatu bentuklahan, maka akan memberikan penjelasan tentang litologi
penyusunnya, struktur geologi yang mempengaruhinya, dan proses geomorfologi
yang berlangsung di daerah tersebut. Pengamatannya dapat secara langsung di
lapangan atau melalui interpretasi terhadap peta topografi atau citra foto dan satelit.

Penentuan kesamaan sifat dan perwatakan bentuklahan berdasarkan litologi,


struktur geologi dan proses geomorfologi, maka akan membantu di dalam penentuan
klasifikasi suatu bentuklahan berbasis genetik.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 18


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

Proses-proses Geomorfologi

Proses-pross geomorfologi adalah segala perubahan fisis dan kimiawi yang


menyebabkan perubahan pada bentuk permukaan bumi. Geomorphic agent adalah
suatu medium (pengantar) alamiah yang dapat mengerosi dan mengangkut bahan-
bahan permukaan bumi. Proses geomorfologi dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1. Proses eksogen atau epigen, gaya-gaya yang menyebabkannya berasal dari luar
kulit bumi.
2. Proses endogen atau hipogen, gaya-gaya yang menyebabkannya berasal dari
dalam bumi.
3. Proses-proses angkasa luar (extraterrestrial).

Proses Eksogen
Proses eksogen adalah proses yang disebabkan oleh tenaga yang berasal dari luar
bumi, tetapi masih di dalam lingkungan atmosfer. Proses ini disebut dengan gradasi
yang terdiri atas degradasi dan agradasi. Menurut ChamBerlain dan Salisbury
(1904), gradasi adalah semua proses untuk meratakan permukaan litosfir, sehingga
mencapai suatu ketinggian yang sama (common level). Hal in dapat dicapai dengan
degradasi (pengikisan) atau agradasi (penimbunan).

Degradasi: bersangkutan dengan proses eksogenik yang menyebabkan penurunan


permukaan bumi, antara lain proses pelapukan, gerakan massa, dan erosi:
1. Pelapukan adalah desintergrasi dan dekomposisi dari batuan-batuan tanpa
terdapat perpindahan batuan-batuan ini dari tempatnya. Hasil dari pelapukan
adalah perubahan dari batuan (solid rock) menjadi bahan klastika. Sekurang-
kurangnya terdapat 4 faktor variable yang mempengaruhi macam dan kecepatan
pelapukan yaitu struktur batuan, iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan. Proses
pelapukan dapat dibagi dalam proses fisis dan kimiawi. Proses fisis terdiri atas
pengendapan sebagai reaksi terhadap hilangnya tekanan hidrostatika,
pertumbuhan kristal, ekspansi (pengembangan) thermal, aktivitas organism, dan
colloid plucking. Proses kimiawi terdiri atas hidrasi, hidrolisa, oksidasi, karbonasi,
dan pelarutan. Proses kimiawi jauh lebih berpengaruh daripada proses fisis.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 19
Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
2. Erosi adalah proses terlepasnya material hasil pelapukan dari permukaan batuan,
agen yang berperan dalam proses ini yaitu air yang mengalir, airtanah,
gelombang, angin, dan es.
3. Gerakan massa (mass wasting) adalah perpindahan secara keseluruhan
gumpalan batuan atau tanah atau sebagai akibat langsung dari gaya gravitasi
dalam upaya mencari kesetimbangan. Perpindahan ini sering dipermudah oleh
adanya air dalam massa tersebut, sehingga terdapat suatu transisi yang gradual
antara mass wasting dan pengangkutan oleh air. Deretan transisi tersebut adalah
sebagai berikut longsoran tanah, sedikit air dan banyak sekali bahan
tanah/batuan yang terpindah; debris avalanches; aliran tanah (earth flows); aliran
lumpur (mud flows); sheetfloods; slope wash; sungai-sungai, banyak air dan
relative sedikit bahan yan dipindah.
Sharpe (1938) membedakan bermacam-macam tipe mass wasting:
a. Pengaliran secara lambat (slow flowage types): creep (soil creep, talus creep,
rock creep, rock glacier creep) dan solifluction.
b. Pengaliran secara cepat (rapid flowage types): earthflow, mudflow, debris
avalanche.
c. Longsoran tanah (land slides): slump, debris slide, rock slide, debris fall, rock
fall.
d. Amblesan (subsidence).

Pengaruh pelapukan terhadap geomorfologi meliputi 4 hal, yaitu :


a. Membantu mass wasting dan erosi.
b. Hasil dari pada pelapukan adalah pelemahan, penghancuran atau
dekomposisi dari pada batuan. Oleh karena proses-proses ini batuan yang
keras lebih mudah terkena erosi.
c. Sebagai suatu factor yang ikut merendahkan ketinggian permukaan tanah.
Hal in terutama terjadi didaerah yang batuannya mudah larut seperti
batugamping, dolomite, gips dll, dimana terjadi pelarutan sebagian
batuannya.
d. Sebagai pembentukan dan perombakan bentuk-bentuk permukaan bumi,
contohnya weathering pits, potholis dsb, tetapi juga weathering escarpments
dan talus slopes.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 20
Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
e. Sebagai salah satu proses utama dalam pembentukan tanah dan regolith.

Agradasi: merupakan proses eksogenik yang mengakibatkan naiknya permukaan


bumi karena adanya proses pengendapan material hasil proses degradasi. Agradasi
berlaku pada tempat dimana pengangkutan air, angin, dan glasial. Agradasi atau
pengendapan adalah akibat kehilangan daya transportasi dari transporting agent,
dan pengendapan kecenderungan untuk meratakan permukaan bumi dengan cara
mengisi depresi pada permukaan bumi. Meskipun umumnya erosi dapat perhatian
yang lebih banyak, efek dari pada pengendapan tidak dapat diabaikan dan cukup
penting.

Aktivitas organism: proses eksogenik ini disebabkan oleh aktivitas organisme, baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Contoh aktivitas manusia antara lain di daerah
penggalian bahan tambang, bendungan, danau buatan, jalan raya, penebangan
hutan mengakibatkan erosi yang intensif, aktivitas penggunaan bom,dsb.

Faktor iklim yang mempengaruhi proses geomorfologi adalah temperatur, jumlah


hujan, dan lebatnya tumbuhan. Akibat perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:
1. Di daerah yang banyak hujan topografi biasanya memperlihatkan lereng dan
puncak yang membundar (rounded), sedangkan di daerah kering arid biasanya
bersegi-segi (angular)
2. Longsoran hujan lebih banyak terdapat pada derah yang hujan (basah) daripada
di daerah arid (kering)
3. Pelapukan mekanis lebih penting di daerah arid sedangkan pelapukan kimiawi
lebih banyak di daerah humid.

Proses Endogen
Proses Endogen adalah proses–proses yang berasal dari dalam bumi.proses
endogen ini dibedakan menjadi dua, yaitu diastrofisme dan vulkanisme:
1. Diastrofisma: termasuk proses endogen yang disebabkan oleh energi yang
terdapat dari dalam bumi. Diastrofisma mempunyai kecenderungan membentuk
relief pada permukaan bumi dan dengan demikian merupakan kekuatan yang
melawan proses-proses gradasi. Proses diastrofisma dibagi dalam dua tipe, yaitu
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 21
Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta
orogenesa dan epirogenesa. Epirogenesa adalah pengangkatan atau penurunan
bagian muka bumi yang luas secara perlahan-lahan. Orogenesa adalah proses
pengangkatan dan penurunan bagian dari muka bumi dan disertai dengan
proses pengangkatan, perlipatan, pensesaran, dan kadang disertai intrusi.
2. Volkanisma merupakan proses endogen yang disebabkan oleh gerakan magma
ke permukaan bumi. Hasil dari vulkanisma ini merupakan batuan beku dan
bentuklahan yang terbentuk dapat berupa kubah-kubah, gunung api dsb.

Proses asal luar bumi


Proses asal luar bumi ini terdiri atas jatuhan meteor dan hujan kosmik, tetapi sedikit
sekali pengaruhnya terhadap relief permukaan bumi secara keseluruhan. Hasilnya
dapat membentuk semancang kepundan (impact crater) yang kadang-kadang
disertai suatu crater rim (kawah meteor). Di Arizona, Amerika Serikat ditemukan
kawah yang terbentuk akibat jatuhan sebuah meteorit besar.

3.3 Prosedur

3.3.1 Morfostruktur pasif

Bentuklahan yang berkaitan dengan resistensi batuan (daya tahan batuan terhadap
pelapukan).

Langkah-langkah pengamatannya:
1. Batuan berbutir kasar umumnya lebih resisten bila dibanding batuan berbutir
halus.
2. Berdasarkan penjelasan di atas, maka batuan yang resisten akan ditunjukkan
oleh bentuklahan perbukitan atau punggungan dengan pola kontur yang rapat.
3. Pisahkan pola kontur rapat dan renggang atau pisahkan pola kontur yang
menunjukkan daerah dataran dan perbukitan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 22


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

3.3.2 Morfostruktur aktif

Bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan,


perlipatan dan pensesaran, serta kadang disertai dengan adanya intrusi.
Langkah-langkah pengamatannya:
1. Lapisan batuan dengan struktur horizontal, miring, terlipatkan (antiklin dan siklin),
tersesarkan (sesar naik, mendatar, dan normal), maupun bentukan intrusi akan
memperlihatkan bentuklahan yang khas.
2. Bentuklahan pada lapisan batuan yang terangkat, terlipat dan tersesarkan, atau
terintrusi akan memperlihatkan pola kontur yang khas.
3. Pisahkan pola kontur bergeser atau rapat dan renggang atau pisahkan pola
kontur yang menunjukkan dataran, perbukitan, atau gawir.

3.3.3 Morfodinamik

Bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air, fluvial,
es, gerakan masa, dan gunungapi.
Langkah-langkah pengamatannya:
1. Proses-proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi berlangsung sangat
cepat dan sekaligus dapat merubah topografi yang sudah ada semula.
2. Berdasarkan penjelasan di atas, maka identifikasi bentuklahan oleh aspek
morfodinamik adalah dengan memperhatikan bentuklahan yang berasosiasi
dengan proses-proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi tersebut.
3. Kenali dan deskripsi ciri-ciri bentuklahan yang berasosiasi dengan proses-proses
air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi tersebut.

3.4 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum terdiri atas:


1. Pensil 2B, pensil mekanik, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 10 lembar.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 23


Praktikum Geomorfologi, UPN ”Veteran” Yogyakarta

3.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Bentuklahan Morfostruktur Pasif.
Berisikan beberapa bentuklahan yang berkaitan dengan resistensi batuan dan
pelapukan atau denudasi, berikut ciri-cirinya pada garis kontur.
3. Bab II Bentuklahan Morfostruktur Aktif.
Berisikan beberapa bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga endogen
seperti pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, serta kadang disertai dengan
adanya intrusi, berikut ciri-cirinya pada garis kontur.
4. Bab III Bentuklahan Mordinamis.
Berisikan beberapa bentuklahan yang berhubungan dengan tenaga eksogen
seperti proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, berikut ciri-cirinya
pada garis kontur.
5. Bab IV Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum morfologi terdiri atas:


1. Test berkala dan tingkat keaktifan (bobot 15%): hasil test sebelum praktikum,
melakukan pengamatan sebanyak-banyaknya dan aktif berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): pengamatan dan deskripsi
bentuklahan secara morfostruktur pasif (25%), pengamatan dan deskripsi
bentuklahan secara morfostruktur aktif (25%), pengamatan dan deskripsi
bentuklahan secara morfodinamis (25%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Morfogenesa - 24


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 3
POLA PENGALIRAN

4.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara pola pengaliran adalah:


1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya.
2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada peta topografi.
3. Mengenalkan jenis sungai berdasarkan tempat mengalirnya pada peta topografi.

Tujuan acara pola pengaliran adalah agar praktikan dapat:


1. Menjelaskan karakteristik pola pengaliran dasar dan ubahannya serta ciri-cirinya
pada peta topografi.
2. Menjelaskan makna geologi suatu pola pengaliran dasar dan pola pengaliran
ubahan serta hubungan antara pola pengaliran dan faktor-faktor yang
mengendalikannya, yaitu faktor lereng, bentuklahan, litologi, dan struktur geologi.
3. Menjelaskan karakteristik sungai berdasarkan tempat mengalirnya dan
mengungkap makna litologi, kompetensi dan kapasitas sungai.

3.2. Landasan Teori

Pola pengaliran adalah rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada daerah lemah
tempat erosi mengambil bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air
permukaan mengalir dan berkumpul (A.D. Howard, 1967).

Kalimat di atas dapat dipahami sebagai:


1. Rangkaian bentuk aliran-aliran sungai: terdapat lebih dari satu aliran sungai dan
terdiri atas aliran utama, cabang, dan ranting sungai.
2. Pada daerah lemah: atau zona lemah, yaitu bidang perlapisan, bidang kekar dan
sesar atau bidang diskontinuitas.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 25


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

3. Tempat erosi mengambil bagian secara aktif: artinya terdapat daya tahan
terhadap erosi yang berbeda-beda, tergantung batuannya (litologi).
4. Daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul: faktor lereng dan
bentuklahan.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola pengaliran


merupakan fungsi dari:
1. Topografi (kelerengan).
2. Bentuklahan.
3. Tingkat erosi (resistensi batuan).
4. Litologi (ukuran butir-pelapukan).
5. Struktur geologi (kekar, sesar, lipatan, dan perlapisan batuan).
6. Iklim (curah hujan dan vegetasi) serta infiltrasi (peresapan).

Berbekal peta topografi, maka antara lain dapat dilakukan interpretasi:


1. Pola pengaliran dasar dan berbagai ubahannya: mengungkap makna
bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi.
2. Penyimpangan aliran: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi dan
resistensinya, serta struktur geologi.
3. Tekstur pengaliran: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
4. Bentuk lembah: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
5. Tempat mengalirnya: mengungkap makna litologi dan resistensinya.

Dengan mengamati dan menganalisis pola pengaliran, maka dapat ditafsirkan


kondisi kelerengannya, bentuklahan, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi.

Macam-macam pola pengaliran (Howard, 1967)

Pola Pengaliran Dasar (Gambar 4.1)


1. Dendritik
a. Bentuk menyerupai cabang-cabang pohon,
b. Mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam,
c. Lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang berkembang.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 26
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Paralel
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel pada
bentangalam yang memanjang.
b. Mencerminkan kelerengan yang cukup besar dan hampir seragam.
3. Trellis
a. Terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan
aliran tegak lurus sepanjang sungai induk subsekuen yang paralel.
b. Terdapat pada daerah lipatan, patahan yang paralel, daerah blok
punggungan pantai hasil pengangkatan dasar laut, daerah vulkanik atau
metasedimen derajat rendah dengan pelapukan yang berbeda-beda.
4. Rectangular
a. Aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk
b. Aliran memotong daerah secara tidak menerus,
c. Mencerminkan kekar/sesar yang saling tegak lurus, tidak serumit pola trellis.
5. Radial
a. Bentuk aliran seolah memancar dari satu titik pusat berasosiasi dengan
tubuh gunungapi atau kubah berstadia muda,
b. Dalam konsep Davis, pola radial ini adalah menyebar dari satu titik pusat
(sentrifugal), sedangkan kalsifikasi lain menyatakan pola radial mencakup
dua sistem pola pengaliran yaitu ; sentrifugal dan sentripetal.
6. Annular
a. Cabang sungai mengalir tegak lurus sungai utama yang melingkar,
b. Pada struktur kubah, cekungan, atau pada intrusi stock yang tererosi,
c. Sungai dikontrol pola sesar atau kekar pada bedrock.
7. Multibasinal
a. Pada daerah endapan antar bukit, batuan dasar yang tererosi,
b. Ditandai adanya cekungan-cekungan yang kering atau terisi air yang saling
terpisah, aliran yang terputus dan arah aliran yang berbeda-beda,
c. Pada daerah aktif gerakan tanah, vulkanik, dan pelarutan batugamping.
8. Contorted
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang relatif tegak lurus terhadap
sungai induk subsekuen yang melengkung,
b. Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak teratur,
dikontrol struktur sesar, lipatan menunjam, atau pada daerah labil.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 27
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 4.1. Pola pengaliran dasar (Howard, 1967).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 28


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Ubahan pola pengaliran dendritik (Gambar 4.2)


1. Subdedritik
a. Modifikasi dari pola dendritik, karena pengaruh dari topografi dan struktur,
b. Topografi sudah miring, struktur geologi sudah berperan tetapi kecil.
2. Pinnate
a. Tekstur rapat pada daerah yang sudah tererosi lanjut,
b. Tidak ada kontrol struktur pada daerah landai dengan litologi bertekstur halus
(batulanau, batulempung dll).
3. Anastomatik
a. Jaringan saluran saling mengikat,
b. Terdapat didaerah dataran banjir, delta dan rawa, pasang surut.
4. Distributary
a. Bentuknya menyerupai kipas,
b. Terdapat pada kipas aluvial dan delta.

Ubahan pola pengaliran paralel (Gambar 4.2)


1. Subparalel
a. Kemiringan lereng sedang atau dikontrol oleh bentuklahan subparalel,
b. Dikontrol oleh lereng, litologi dan struktur,
c. Lapisan batuan relatif seragam resistensinya.
2. Coliniar
Kelurusan sungai atau aliran yang selang-seling antara muncul dan tidak,
memanjang diantara punggungan bukit pasir pada gurun pasir landai dan loess.

Ubahan pola pengaliran trellis (Gambar 4.2)


1. Directional trellis
a. Anak sungai lebih panjang dari sungai utama,
b. Dijumpai pada daerah homoklin, dengan kemiringan landai.
2. Fault trellis
a. Kelurusan sungai-sungai besar adalah sebagai kelurusan sesar,
b. Menunjukkan graben dan hors secara bergantian.
3. Joint trellis
a. Kontrol strukturnya adalah kekar,
b. Ditandai oleh aliran sungai yang pendek-pendek, lurus dan sejajar.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 29
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 4.2 Pola pengaliran ubahan (Howard, 1967).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 30


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Ubahan pola pengaliran rectangular (Gambar 4.3)


Angulate:
a. Kelokan tajam dari sungai kemungkinan akibat sesar,
b. Kelurusan anak sungai diakibatkan kekar,
c. Pada litologi berbutir kasar dengan kedudukan horisontal,
d. Biasanya angulate dan rectangular terdapat bersama dalam satu daerah.

Ubahan pola pengaliran radial (Gambar 4.3)


Centripetal:
a. Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dolena besar atau uvala,
b. Beberapa pola centripetal yang bergabung menjadi multicentripetal.

Gambar 4.3 Pola pengaliran ubahan (Howard, 1967).


Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 31
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Penggabungan dari beberapa pola dasar dan perkembangan pola baru


1. Complex
a. Ada lebih dari satu pola dasar yang bergabung dalam satu daerah,
b. Kontrol struktur, topografi dan litologi sangat dominan,
c. Terdapat didaerah "Melange".
2. Compound
a. Terdiri dari dua pola kontemporer,
b. Kombinasi pola radial dan anular yang merupakan sifat kubah.
3. Palimpsest
a. Sungai tua atau pola tua yang sudah ditinggalkan dan membentuk pola baru,
b. Merupakan daerah pengangkatan baru.

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Pola Pengaliran

Tahapan kerja interpretasi pola pengaliran:


1. Plot aliran sungai (batang, cabang, ranting sungai), yang mencerminkan suatu
pola pengaliran dasar atau ubahan tertentu, termasuk alur liar.
2. Lakukan untuk beberapa pola pengaliran dasar atau ubahan yang lain. Semakin
banyak semakin baik.
3. Perhatikan ciri-cirinya, baik karakteristik pola kontur maupun sudut antara
ranting/cabang dan sungai utama, jarak dan panjang batang sungai, bentuk
aliran (lurus, lengkung, atau meliuk), dan rangkaian bentuk aliran sungai.
4. Tentukan faktor-faktor yang mengendalikan pola pengaliran tersebut, yaitu faktor
lereng, bentuklahan, litologi, atau struktur geologi.
5. Buat diagram roset untuk arah sungai utama, cabang, atau ranting sungai dari
masing-masing pola pengaliran yang sudah Saudara plot (Gambar 4.4).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 32


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 4.4 Contoh diagram kipas batang sungai pada pola pengaliran
radial, parallel, trellis, dan rectangular.

4.3.2 Tempat Mengalirnya Aliran Sungai

Tahapan kerja interpretasi tempat mengalirnya sungai:


1. Tentukan batang sungai yang termasuk bedrock stream dan alluvial stream pada
lembar kerja peta topografi Saudara. Bedrock stream adalah aliran sungai yang
mengalir di atas batuan dasarnya dan alluvial stream adalah aliran sungai yang
mengalir di atas endapan aluvial.
2. Lakukan untuk beberapa batang sungai yang lain.
3. Perhatikan karakteristik pola kontur, bentuk aliran (lurus, lengkung, atau meliuk),
rangkaian bentuk aliran sungai, lebar batang sungai, dan bentuklahan
disekitarnya.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 33


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

4.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum ini terdiri atas:
1. Pensil 2B, pensil mekanik, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 5 lembar.

4.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Pola pengaliran dasar.
Berisikan beberapa pola pengaliran dasar berikut ciri-cirinya pada peta topografi
(garis kontur), serta jelaskan makna geologinya.
3. Bab II Pola pengaliran ubahan.
Berisikan beberapa pola pengaliran ubahan berikut ciri-cirinya pada peta
topografi (garis kontur), serta jelaskan makna geologinya.
4. Bab III Sungai berdasarkan tempat mengalirnya.
Berisikan beberapa batang sungai yang termasuk kategori bedrock stream dan
alluvial stream, tentukan ciri-cirinya pada peta topografi, yaitu pola kontur, bentuk
aliran (lurus, lengkung, atau meliuk), rangkaian bentuk aliran sungai, lebar
batang sungai, dan bentuklahan disekitarnya. Kaitkan dengan makna litologi
serta kompetensi dan kapasitas sungai
5. Bab IV Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Test berkala (bobot 15%): test sebelum praktikum, melakukan pengamatan
sebanyak-banyaknya dan aktif berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan pola
pengaliran dasar dan ubahan (60%), serta menentukan sungai berdasarkan
tempat mengalirnya (15%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Pola Pengaliran - 34


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 4
PENYIMPANGAN ALIRAN

5.1. Maksud dan Tujuan

Maksud acara penyimpangan aliran adalah:


1. Mengenalkan bermacam-macam bentuk penyimpangan aliran.
2. Mengenalkan tekstur pengaliran dan cara analisisnya melalui peta topografi.
3. Mengenalkan macam-macam bentuk lembah.

Tujuan acara pola pengaliran adalah agar praktikan dapat menjelaskan:


1. Macam-macam bentuk penyimpangan aliran serta faktor-faktor yang
mengendalikannya, yaitu lereng, bentuklahan, litologi, atau struktur geologi.
2. Penentuan tekstur pengaliran serta faktor litologi yang mengendalikannya.
3. Macam-macam bentuk lembah serta faktor litologi yang mengendalikannya.

5.2. Landasan Teori

Pola pengaliran merupakan fungsi dari topografi (kelerengan), tingkat erosi


(resistensi batuan), litologi (ukuran butir-pelapukan), struktur geologi (kekar, sesar,
lipatan, dan perlapisan batuan), iklim (curah hujan dan vegetasi), serta infiltrasi
(peresapan). Dengan mengamati dan menganalisis pola pengaliran, maka dapat
ditafsirkan kondisi kelerengannya, bentuklahan, litologi dan resistensinya, serta
struktur geologi. Kajian penyimpangan aliran sangat penting, terutama pada daerah
yang datar dan dapat bersifat lokal.

Penyimpangan aliran dapat terjadi apabila telah terjadi penyimpangan arah aliran
sungai (bentuk paling sederhana adalah pembelokan sungai arah aliran).
Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh berkembang atau terjadi perulangan
proses dari salah satu fungsi pola pengaliran (Gambar 5.1, 5.2, dan 5.3).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 35


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 5.1 Macam–macam penyimpangan aliran.

(A) Dendritik with radial annular enclave; (B) Dendritik trellis influence; (C)
Rectilinearity; (D) Local meandering; (E) Compressed meanders; (F) Local
braided; (G) Pinched valley; (H) Annomalous flare in valley; (I) Annomalous
pond, alluvial fill and wash; (J) Annomalous curves and turn; (K) Flying leeves;
(L) Variation in leeve width (Howard, 1967).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 36


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 5.2 Beberapa variasi penyimpangan aliran pada struktur antiklin dan sinklin.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 37


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 5.3 Beberapa variasi penyimpangan aliran pada struktur sesar.

Menurut Way (1920), tekstur pengaliran adalah jarak terdekat antar sungai-sungai
orde 1 yang dinyatakan secara relatif, yaitu halus, sedang, dan kasar pada skala
1:20.000 (Gambar 5.4 dan Tabel 5.1). Semakin dekat jarak antar sungai orde 1,
maka tekstur pengalirannya semakin halus dan sebaliknya. Tekstur pengaliran
merupakan fungsi dari litologi dan resistensi batuan (tingkat erosi suatu daerah).

Gambar 5.4 Tekstur pengaliran halus, sedang, dan kasar (kiri ke kanan).

Tabel 5.1 Penentuan tekstur pengaliran pada skala 1:20.000 (Way, 1920).
Tekstur pengaliran Jarak sungai orde 1 (inchi atau cm)
Halus < 0,25 inchi atau <0,635 cm
Sedang 0,25 – 2 inchi atau 0,635 – 5,08 cm
Kasar > 2 inchi atau >5,08 cm

Bentuk lembah merupakan fungsi dari ukuran butir batuan dan litologi (resistensi).
Macam-macam bentuk lembah:
1. Bentuk lembah sempit berdinding terjal seperti huruf V, umumnya disusun oleh
batuan berbutir kasar, seperti breksi dan batupasir kasar.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 38
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Bentuk lembah agak landai berdinding agak terjal-landai seperti huruf V landai
sampai U agak terjal. Ciri di atas umumnya disusun batuan berbutir sedang,
seperti batupasir.
3. Bentuk lembah landai berdinding landai seperti huruf U landai, umumnya disusun
oleh batuan berbutir halus, seperti batulempung, batulanau, atau napal.

5.3 Prosedur Kerja

5.3.1 Penyimpangan Aliran

Langkah-langkah pengamatan penyimpangan aliran:


1. Amati lembar kerja peta topografi Saudara.
2. Dapatkan beberapa bentuk penyimpangan aliran, lalu plot pada kertas kalkir.
3. Jelaskan faktor-faktor pengendalinya.

5.3.2 Tekstur Pengaliran

Langkah-langkah pengamatan tekstur pengaliran:


1. Amati lembar kerja peta topografi Saudara, tentukan satu atau beberapa sub-dps
(daerah pengaliran sungai).
2. Ukur dan tentukan tekstur pengalirannya, kemudian plot pada kertas kalkir.
3. Jelaskan faktor-faktor pengendalinya.

5.3.3 Bentuk Lembah

Langkah-langkah pengamatan bentuk lembah:


1. Amati karakteristik kontur sepanjang aliran sungai atau lembah pada lembar
kerja peta topografi Saudara.
2. Cari dan dapatkan karakteristik beberapa macam bentuk lembah, kemudian plot
pada kertas kalkir.
3. Jelaskan faktor-faktor pengendalinya.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 39


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

5.4 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum terdiri atas:


1. Pensil 2B, pensil mekanik, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 5 lembar.

5.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Penyimpangan Aliran
Berisikan macam-macam bentuk penyimpangan aliran serta penjelasan
mengenai faktor-faktor yang mengendalikannya, yaitu lereng, bentuklahan,
litologi, atau struktur geologi.
3. Bab II Tekstur Pengaliran
Berisikan hasil pengukuran tekstur pengaliran, gambar pada kertas kalkir, serta
penjelasan mengenai litologi, resistensi, dan tingkat erosi suatu daerah.
4. Bab III Bentuk Lembah
Berisikan beberapa macam bentuk lembah yang Saudara himpun berikut
penjelasannya mengenai kondisi litologi yang mengendalikannya.
5. Bab IV Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Tingkat keaktifan (bobot 15%): melakukan pengamatan sebanyak-banyaknya
dan aktif berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan
penyimpangan aliran dan faktor pengendalinya (35%), mengukur dan
menentukan tekstur pengaliran (20%), serta menentukan bentuk lembah (20%)
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Penyimpangan Aliran - 40


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 5
BENTUKAN ASAL STRUKTURAL

6.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara bentukan asal struktural adalah agar praktikan:


1. Mengenal ciri-ciri bentukan asal struktural berdasarkan rangkaian bentuk garis
kontur pada peta topografi (pola kontur).
2. Dapat menginterpretasi struktur geologi berdasarkan pengamatan pola
pengaliran, baik dasar, ubahan, maupun penyimpangan aliran.

Tujuan acara bentukan asal struktural adalah agar praktikan mampu:

1. Menjelaskan hubungan antara karakteristik pola garis kontur dengan struktur


bidang perlapisan, sesar, lipatan (antiklin dan sinklin), lapisan horisontal dan
miring, serta ketidakselarasan.
2. Menjelaskan hubungan antara karakteristik pola pengaliran dan struktur bidang
perlapisan, sesar, lipatan (antiklin dan sinklin), lapisan horisontal dan miring,
ketidakselarasan, dan kekerasan batuan.

6.2 Landasan Teori

Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol atau mengendalikan evolusi
(ubahangsur) bentuk-bentuk permukaan bumi dan struktur geologi tersebut tercermin
dalam bentuklahannya (Thornbury, 1954).

Berdasarkan konsep dasar geomorfologi tersebut di atas, maka:


1. Struktur geologi yang dimaksud adalah lipatan, sesar, kekar, bidang perlapisan,
ketidakselarasan, dan kekerasan batuan serta segala sifat-sifat yang
memberikan perbedaan bentuk erosi.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 41


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol evolusi bentuk-bentuk


permukaan bumi (bentuklahan), termasuk karakteristik pola garis konturnya.
3. Struktur geologi tersebut tercermin dalam bentuklahan, artinya struktur geologi
yang ada dapat menghasilkan bentuklahan yang berbeda-beda.

Lapisan miring
Lapisan miring ditunjukkan oleh kemiringan lapisan batuan ke satu arah atau yang
mengarah pada daerah yang lebih landai (dip slope). Kemiringan lapisan batuan
pada peta topografi dicirikan oleh adanya gawir terjal (ditunjukkkan dengan pola
garis kontur yang rapat) dan landai (pola garis kontur yang renggang). Arah
kemiringan lapisan batuan searah dengan kemiringan landai dari topografinya
(Gambar 6.1) dan karakteristik pola pengalirannya (6.2).

Gambar 6.1 Pola kontur pada lapisan miring (Military Maps & Air Photograph,
………..)

Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan monoklin atau homoklin,


punggungan monoklin atau homoklin, perbukitan monoklin atau homoklin, cuesta,
hogback, dan flat iron.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 42


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.2 Kenampakan lapisan miring yang dikontrol oleh pola pengaliran.

Lapisan Horisontal

Lapisan horisontal dicirikan oleh permukaan yang relatif datar dengan garis kontur
yang jarang, tebing-tebingnya dapat terjal, berundak dengan pola kontur yang relatif
seragam karena dikontrol oleh litologi yang sama. Bentuklahan penyusunnya adalah
dataran tinggi (plateau).

Lipatan dan kubah

Pada kemiringan dua arah yang berlawanan dapat disebut sebagai lipatan, yaitu
antiklin atau sinklin, sedangkan kemiringan tiga arah dapat disebut sebagai lipatan
menunjam (Gambar 6.3; 6.4; 6.5, dan 6.6). Pada kemiringan kesegala arah, yaitu
mempunyai arah kemiringan lapisan batuan kesegala arah, dapat disebut sebagai
dome atau kubah (Gambar 6.7).

Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan lipatan (antiklin dan sinklin),


perbukitan antiklin atau sinklin, lembah antiklin atau sinklin, serta perbukitan atau
pegunungan dome (kubah).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 43


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.3 Pola kontur yang memperlihatkan pola lengkung pada


sebuah antiklin menunjam (atas) dan gambaran tiga dimensinya
(Military Maps & Air Photograph, …….).

Gambar 6.4 Pola kontur pada antiklin menunjam, perhatikan pola garis konturnya,
kerapatan dan pelengkungannya, serta pola pengalirannya.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 44


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.5 Pola kontur yang memperlihatkan kemiringan lapisan


batuan dua arah berhadapan dan pola lengkung diujungnya pada
sebuah sinklin menunjam (atas) dan gambaran tiga dimensinya
(Military Maps & Air Photograph, …….).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 45


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.6 Pola kontur yang memperlihatkan kemiringan lapisan


batuan dua arah berhadapan dan pola lengkung diujungnya pada
sebuah antiklin menunjam dan sinklin (atas) dan gambaran tiga dimensinya
(Military Maps & Air Photograph, …….).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 46


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.7 Pola kontur yang menunjukkan kemiringan lapisan


batuan tiga arah, secara keseluruhan merupakan bentuk struktur
kubah (Military Maps & Air Photograph, .........).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 47


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Sesar

Sesar pada peta topografi ditunjukkan oleh adanya kelurusan atau off set dari
punggungan, bukit, lembah, aliran sungai, atau gawir. Bentuk-bentuk tersebut
tercermin pada pola konturnya. Bentuklahan penyusunnya adalah pegunungan atau
perbukitan blok (Gambar 6.8 dan 6.9), perbukitan sesar, dan gawir sesar.
Pengamatan melalui karakteristik pola pengaliran sangat membantu di dalam
interpretasi sesar pada peta topografi.

Struktur kekar pada peta topografi ditandai oleh adanya kelurusan gawir, lembah
bukit dan celah atau berdasarkan pola pola pengaliran atau pola batang-batang
sungainya (Gambar 6.9).

Gambar 6.8 Pola kontur yang menunjukkan struktur sesar tangga (step fault) pada
suatu pegunungan blok (Military Maps & Air Photograph, ........).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 48


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 6.9 Kontrol pola pengaliran terhadap pegunungan blok


(horst dan graben) serta perkekaran

Perbedaan Resistensi Batuan

Perbedaan resistensi batuan pada peta topografi ditunjukkan oleh adanya


perbedaan kerapatan garis kontur.

6.3 Prosedur Kerja

1. Ploting pola pengaliran pada daerah yang mengindikasikan adanya kontrol


struktur geologi pada peta topografi.
2. Berdasarkan pola garis kontur (kelurusan, pergeseran, dan kerapatan kontur),
ditafsirkan kendali struktur geologi pada lembar peta topografi Saudara.
3. Dalam interpretasi bentuklahan struktural, perhatikan juga aspek-aspek
geomorfologi dan pola pengaliran yang ada.
4. Setelah langkah 1-3 dilaksanakan, tafsirkan bentuklahan struktural yang ada
pada peta topografi Saudara. Kemudian cantumkan unsur-unsur geologi yang
Saudara tafsirkan (contoh: sesar, kemiringan lapisan, dll).
5. Buat penampang morfologi atau geologi tentatif untuk peta topografi Saudara.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 49


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

6.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum ini terdiri atas:
1. Pensil 2B, pensil mekanik, penghapus, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 10 lembar.
3. Busur derajat dan penggaris

6.5 Pelaporan dan Penilaian


Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:
1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Maksut dan Tujuan, Latar belakang
3. Bab II Lapisan Miring
Berisikan pola kontur dan pola pengaliran yang memperlihatkan kemiringan lapisan
batuan berikut ciri-cirinya pada peta topografi (garis kontur), serta jelaskan makna
geologinya.
4. Bab III Lapisan Horisontal
Berisikan pola kontur dan pola pengaliran yang memperlihatkan lapisan horizontal
berikut ciri-cirinya pada peta topografi (garis kontur), serta jelaskan makna geologinya.
5. Bab IV Struktur Lipatan
Berisikan pola kontur dan pola pengaliran yang memperlihatkan struktur lipatan (struktur
antiklin atau sinklin) berikut ciri-cirinya pada peta topografi (garis kontur), serta jelaskan
makna geologinya.
6. Bab VI Struktur Sesar
Berisikan pola kontur dan pola pengaliran yang memperlihatkan struktur sesar (struktur
sesar mendatar, sesar, naik, atau sesar normal), berikut ciri-cirinya pada peta topografi
(garis kontur), serta jelaskan makna geologinya.
7. Bab VII Perbedaan Resistensi Batuan
Berisikan pola kontur dan pola pengaliran yang memperlihatkan struktur lipatan (struktur
antiklin atau sinklin) berikut ciri-cirinya pada peta topografi (garis kontur), serta jelaskan
makna geologinya.
8. Bab VIII Kesimpulan.
Catatan:
Bab II-V tergantung perolehan data struktur geologi Saudara, tentunya makin banyak semakin baik.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 50


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Penilaian acara praktikum struktur geologi terdiri atas:


1. Test berkala (bobot 15%): test sebelum praktikum, melakukan pengamatan sebanyak-
banyaknya dan aktif berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan pola pengaliran
dasar maupun ubahan yang dikendalikan oleh struktur geologi (30%), menentukan
struktur geologi berdasarkan pola garis konturnya (30%). Dan pencantuman unsur-unsur
geologi tentative (15%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 51


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 6
BENTUKAN ASAL FLUVIAL

7.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara bentukan asal fluvial adalah:


1. Mengenali bermacam-macam bentuklahan fluvial pada peta topografi.
2. Mengerti proses-proses yang menyebabkan terbentuknya bentuklahan fluvial.

Tujuan acara praktikum bentukan asal fluvial adalah agar praktikan dapat:
1. Menjelaskan ciri-ciri bentuklahan fluvial pada peta topografi.
2. Menjelaskan proses-proses fluvial yang berlangsung berdasarkan kenampakan
pada peta topografi.

7.2 Landasan Teori

Dalam siklus fluviatil, berkurang dan bertambahnya bentuklahan dapat terjadi karena
kombinasi proses pelapukan, mass wasting, dan erosi oleh air pada permukaan
tanah, baik yang terkonsentrasi dalam saluran (channel) atau tidak (banjir).

Siklus bentangalam merupakan suatu deretan sistematis, sehingga setiap tahap


siklus ditandai oleh bentangalam dengan kumpulan bentuklahan yang khas. Sewaktu
satu siklus berjalan, dapat terjadi perubahan yaitu pengurangan dan penambahan
bentuklahan. Siklus dapat dibedakan menjadi youth, maturity, dan old age.

Terdapat kemungkinan bahwa daratan yang terangkat direduksi sampai stadium


akhir yang dikenal dengan istilah base level, yaitu limit (batas) dari erosi vertikal.
Base level dapat dibedakan menjadi:
1. Ultimate base level: permukaan air laut.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 52


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Local base level: batas erosi vertikal suatu daerah yang di tentukan oleh sungai
yang gradded di daerah tersebut.
3. Temporary base level: terjadi kalau terdapat batuan yang sangat keras atau
danau di suatu daerah yang membatasi erosi vertikal sungai.

Perubahan bentuklahan dapat terjadi karena:


1. Medium alamiah (pelaksana atau agent) adalah sesuatu yang dapat mengerosi
dan mengangkut bahan-bahan di permukaan bumi. Agen geomorfologi tersebut
antara lain air permukaan yang terkonsentrasi (sungai, danau, rawa dll) serta air
permukaan yang tidak terkonsentrasi.
2. Adanya kombinasi pelapukan, mass wasting, dan erosi oleh air pada permukaan
tanah, baik yang terkonsentrasi dalam saluran (sungai) maupun tidak (banjir).
3. Sewaktu atau sesudah pengangkatan dan dapat berjalan cepat atau lambat.
4. Bentuklahan yang dihasilkan tergantung kepada struktur geologi, proses
geomorfologi, dan tahap silklus fluvial.

Macam-macam bentuklahan fluvial

Sungai teranyam (braided stream)


Terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar-datar, alurnya
luas, dan dangkal. Sungai teranyam atau anastomosis.terbentuk karena adanya
erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai, sehingga terjadi pengendapan pada
bagian hilir atau alurnya dan membentuk gosong sungai. Karena adanya gosong
sungai yang banyak, maka alirannya memberikan kesan teranyam (Gambar 7.1).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 53


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 7.1 Sungai teranyam atau


anastomotic.

Gosong sungai (channel bar dan point bar)


Endapan sungai yang terdapat pada tengah (channel bar) atau tepi (point bar) dari
alur sungai (Gambar 7.2). Gosong sungai bisa berupa kerakal, berangkal, dan pasir.

Gambar 7.2 Gosong tepi (point bar).

Dataran limpah banjir (floodplain) dan tanggul alam (natural levee)


Dataran yang terbentuk di sepanjang aliran sungai akibat bermigrasinya sungai.
Apabila terjadi banjir, maka dataran tersebut akan menerima luapan banjir beserta
materialnya (Gambar 7.3). Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material
yang terangkut saat banjir pada sisi kanan dan kiri sungai. Seiring dengan proses
yang berlangsung secara menerus tersebut, maka akan terbentuk akumulasi
sedimen yang tebal, sehingga akhirnya membentuk tanggul alam (Gambar 7.4).

Gambar 7.3 Dataran limpah banjir yang berkembang pada sungai stadia tua.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 54


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 7.4 Tanggul alam yang berkembang pada sungai stadia tua.

Kipas aluvial (alluvial fan)


Sungai dengan muatan sedimen besar yang mengalir dari lereng bukit atau
pegunungan, lalu masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi pengendapan
material secara cepat. Hal ini terjadi karena perubahan gradien lereng dan
kecepatan yang drastis, sehingga, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk
seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir (Gambar
7.5). Selanjutnya dikenal sebagai kipas aluvial dan biasanya terdapat air tanah yang
melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir
dan lempung yang merupakan lapisan pembawa air yang baik.

Gambar 7.5 Kipas aluvial

Meander dan danau tapal kuda atau meander terpotong


Meander adalah bentuk kelokan sungai pada dataran banjir (Gambar 7.6), daerah
alirannya disebut sebagai meander belt. Meander terbentuk karena adanya
pembelokan aliran sungai akibat pengikisan pada tebing sungai bagian luar (under
cut) dan sedimentasi pada tebing bagian dalam (slip of slope). Pembelokan terjadi

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 55


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

karena ada batuan atau endapan yang menghalangi arah aliran sungai, sehingga
alirannya membelok dan terus melakukan penggerusan ke batuan yang lebih lemah.

Danau tapal kuda adalah sebuah danau yang terbentuk jika lengkung meander
terpotong oleh pelurusan sungai (Gambar 7.6). Apabila bentuk tapal kuda tersebut
tidak berair, maka disebut dengan meander terpotong (Gambar 7.7).

Gambar 7.6 Meander sungai (atas) dan danau tapal kuda (bawah).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 56


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

.
Gambar 7.7 Meander terpotong di
daerah Sentolo di barat Sungai Progo

Gambar 7.8 Kenampakan sungai


bermeander.

7.3 Prosedur Acara Bentuklahan Fluvial

Tahapan kerja interpretasi bentuklahan fluvial:


1. Konsentrasi pada sungai-sungai stadia dewasa dan tua.
2. Plot aliran sungainya dan cermati macam-macam bentuklahan fluvial pada peta
topograpi Saudara.
3. Cermati stadia sungai muda, dewasa, dan tua pada peta topografi Saudara dan
catat ciri-ciri bentuklahan pada masing-masing stadia tersebut.
4. Buat penampang morfologi untuk menunjukkan kenampakan bentuklahan fluvial
tersebut (minimal 2 penampang).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 57


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

7.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum ini terdiri atas:
1. Pensil 2B, pensil mekanik, pensil berwarna, penghapus, penggaris, dan
kalkulator
2. Kertas kalkir ukuran A3 dan kertas HVS masing-masing minimal 5 lembar.

7.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Maksut dan Tujuan, Latar belakang
3. Bab II Pembahasan
 Macam-macam Bentuklahan Fluvial
Berisikan beberapa bentuklahan fluvial berikut ciri-cirinya yang Saudara amati
pada peta topografi, serta jelaskan genesa dan makna geologinya.
 Stadia Sungai
Berisikan ciri masing-masing stadia sungai. Penjelasan terdiri atas ciri-ciri bentuk
aliran sungai, bed rock stream atau alluvial stream, macam-macam bentuklahan
yang ada, dan uraian mengenai permasalahan yang Saudara hadapi di dalam
membagi atau memisahkan stadia sungai.
4. Bab III Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Aktivitas (bobot 15%): melakukan pengamatan sebanyak-banyaknya dan aktif
berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan macam-
macam bentuklahan fluvial dan stadia sungai.
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Penginderaan Jauh, Bentukan Asal Struktural - 58


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 7
BENTUK ASAL VULKANIK

8.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara bentukan asal vulkanik adalah agar praktikan dapat:


1. Mengenal ciri-ciri bentuklahan yang dikontrol oleh aktivitas vulkanisme
berdasarkan karateristik pola kontur.
2. Mengenal ciri-ciri pola pengaliran dari bentukan asal vukanik yang dipengaruhi
oleh aktifitas vulkanisme.

Tujuan acara bentukan asal vulkanik adalah agar praktikan mampu:


1. menjelaskan bentuklahan dari bentukan asal vulkanik yang dihasilkan oleh
aktivitas vulkanisme pada peta topografi.
2. menjelaskan pola pengaliran dari bentukan asal vulkanik pada peta topografi.

8.2 Landasan Teori

Bentukan asal vulkanik secara spesifik sangat mudah diidentifikasikan dari peta
topografi, bentuklahan vulkanik di bentuk dari akumulasi lava fragmen-fragmen
produk vulkanik yang sangat berbeda daripada bentukan asal lainnya ( Zuidam
1983)

Berdasarkan konsep dasar geomorfologi tersebut di atas, maka:

1. cara untuk mengidentifikasi melalui peta topografi bedasarkan tekuk lereng dan
pola kontur
2. akumulasi lava dan produk vulkanik memberi peranan yang spesifik pada
permukaan bumi yang dapat di lihat dari pola kontur

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 59


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

8.3 Batasan

Bentang alam gunungapi mempunyai bentuk yang sangat khas sehingga sangat
mudah dikenal melalui foto udara atau peta topografi. Kumpulan bentuk-bentuk
gunungapi dibangun oleh aliran lava yang telah membeku sesuai dengan bentuk
alam itu sendiri. Bentuk - bentuk ini disamping melalui tahapan rangkaian erosi dari
muda hingga tua, juga sangat dipengaruhi oleh tipe-tipe kerangka dan material yang
dikeluarkan.

Hal ini akan dicerminkan oleh tekstur morfologi yang lebih kasar yang berarti
pengikisan lebih lanjut. Tekstur gunungapi yang lebih halus menandakan adanya
timbunan rempah-rempah yang lebih muda. Semua ini dapat tercermin dari variasi
pola kontur pada peta topografi dari penafsiran perbedaan umur relatif satuan
morfologi gunungapi.

Demikian untuk gunungapi yang berdekatan atau pada kawah ganda dengan
material yang dikeluarkan , pada kedua kawah tersebut akan nampak saling
memotong pola konturnya.

8.3.1 Jenis Erupsi Gunungapi

Gunungapi yang kita kenal mempunyai beberapa tipe letusan ,antara lain:
1. Eksplosif dicirikan oleh tekanan gas yang tinggi. Menghasilkan material lepas (
piroklastik ) yang cenderung membentuk gunungapi kerucut.
2. Effusif dicirikan dengan tekanan gas rendah.Cenderung menghasilkan
gunungapi strato ( berlapis ). Lava mengendap disekitar Crater sebagai dome ,
dataran lava , dan sebagainya.
3. Campuran terjadi antara ltusan eksplosif dan effusive. sebagai contoh : gunung
Merapi di jawa tengah.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 60


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

8.3.2 Tipe – tipe Gunungapi

Tipe Gunungapi menurut Lacrous ( 1909 ) dan Sapper ( 1931 ) , sebagai berikut :
1. Tipe Icelandic
adalah erupsi rekah dengan aliran magma basa yang mengandung sedikit
gas,dengan volume lava besar.Aliran berupa lembar – lembar membentang sebagai
kawasan luas membentuk dataran (plain / Plateau)
2. Tipe Hawaiian
Bentuk retakan , kaldera , lubang – lubang letusan , lava mengandung gas mengalir
menimbulkan bunga–bunga api serta abu kemudian mengendap membentuk kubah
lava.
3. Tipe Strombolian
Bentukan inin ditandai oleh puncak kepundan berbentuk kerucut berlapis ( strato
cones ) . Eksplositasnya secara terus menerus dengan pelepasan gas- gas serta
lava beku yang merupakan bomb , rombakan lava dan semburan abu awan lava
yang menjulang tinggi.
4. Tipe Vulkanian
Bentukan ini ditandai dengan bentuk kerucut berlapis ( strato volcanoes ) dengan
pipa sentral sebagai pusat erupsi , yang mengeluarkan lava kental , gas , abu dan
awan panas , pumice , bomb . Materi yang dilontarkan membentuk bunga kol yang
tegak menjulang vertical , pengendapan abu sepanjang lereng dinamakan “
Pseudovulkanis “ .
5. Tipe Vesuvian
Tipe letusan ini lebih hebat dari pada tipe strombolian dan volkanian . Hembusan
berulang – ulang yang berbahaya bersumber dari dapur magma , kawah kepundan
yang relative sempit dan pipa stratocone membentuk awan bunga kol yang
menjulang abu tinggi sehingga menimbulkan hujan.
6. Tipe Plinian
Kekuatan Erupsi lebih dahsyat dibandingkan tipe vesuvian . Hembusan gas yang
membawa aliran secara vertical dengan tinggi bermil – mil dengan pangkal yang
sempit , mengembang keatas . Umumnya kandungan abu rendah , tubuh
stratovulkano.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 61


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

7. Tipe Pelean
Mempunyai lava yang sangat kental, dihamparkan oleh letusan eksplosif. Terjadi
perlapisan stratovolcanic yang tertumpangi kubah lava. Gas yang terlepas tampak
pada lereng – lereng yang rusak atau tersingkap oleh timbulnya kubah lava . tipe
letusan memberikan kenampakan khas yaitu terjadinya “ Nuee Ardantes “ ( guliran
lava blok , gas dan abu atau guguran material rombakan yang berpijar dalam
kecepatan tinggi )

8.3.3 Morfologi Gunungapi

Morfologi ini bertujuan untuk melengkapi usaha penelitian geologi didaerah


gunungapi terutama dalam penentuan perkembangan atau evolusi gunungapi. Pola
kontur morfologi gunungapi pada umumnya konsentrik dengan berbagai variasi yang
tergantung pada tingkat aktivitas stadia, jenis gunungapi, bentuk pusat erupsi.

8.3.4 Beberapa Contoh Produk Gunungapi

Beberapa contoh dari produk gunung api akibat dariaktifitas magmatisme adalah:
1. Cider cones, adalah bentuk kerucut yang dibentuk dari hasil letusan yang berupa
tufadan breksi vulkanik, dengan kemiringan kerucut lebih dari 40 o.
2. Adventive cones, adalah bentuk kerucut yang hasil pembentukaanya
berhubungan langsung dengan kegiatan aktivitas gunungapi.
3. Composite cones atau strato vulkanik, adalah bentuk kerucut yang dibentuk
bergantian antara erupsi letusan dan aliran lava.
4. Gunungapi sekunder sebagai hasil gunungapi yang baru tumbuh didasar
kaidera.
5. Gunungapi tahapan tua kadang-kadang menghasilkan vulcanic neck.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 62


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 5.1 Pola Kontur daerah gunungapi

Gambar 5.2. Perubahan cerun (break - in – slope, 1 dan 2), gunung berapi strato
merupakan sempandan antara jenis keluaran Gunung Berapi.
H.D. Tjia (1969).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 63


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 5.3. Perkembangan Morfologi Gunungapi

8.4 Prosedur

Prosedur Pengerjaan dalam praktikum acara bentukan asal vulanik adalah:


1. Melakukan pengeplotan pola pengaliran dan alur liar serta aliran lava yang ada
pada peta secara apa adanya beserta kontur indeks.
2. Mengamati dan menafsirkan bentuklahan vulkanik yang ada di dalam peta
topografi sesuai dengan kenampakan karateristik pola kontur pada peta
topografi.
3. Mengeplotkan peta topografi hasil penafsiran pada kertas kalkir dan memberi
garis batas tegas antar bentuklahan.
4. Mewarnai peta sesuai dengan bentuk lahan yang telah didapat. Setiap bentuk
lahan yang berbeda diberi warna gradasi.
5. Membuat section/penampang morfologi agar dketahui kenampakan
morfologi,topografi dari tiap satuan bentuklahan vulkanik minimal 2 section.
6. Memberi simbol klasifikasi bentuk lahan/bentuk asal pada peta agar dapat
memperjelas keterangan pembagian bentuklahan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 64


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

8.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam acara bentukan asal vulkanik adalah:
1. Pensil, Spidol OHP ukuran F warna biru, hitam dan merah.
2. Pensil warna 1 set
3. Mistar / penggaris minimal ukuran 30cm,
4. Kertas kalkir ukuran A3
5. Peta topografi.
6. Kertas HVS minimal 10 lembar

8.6 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Maksut dan Tujuan, Latar belakang
3. Bab II Pembahasan
4. Bab III Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Nilai Kuis (bobot 15%): berupa tes berkala yang diakukan pada acara-acara
praktikum yang telah ditentukan.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan
pembagiaan bentuklahan Vulkanik (35%), kemampuan menafsirkan makna
geologi dari bentuklahan (40%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Vulkanik - 65


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 8
BENTUKAN ASAL KARST

9.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara bentukan asal karst adalah:


1. Mengenalkan kepada praktikan bentukan asal karst yang berupa eksokarst dan
topografi kars mayor pada peta topografi.
2. Praktikan dapat mengklasifikasikan bentuklahan akibat proses karstifikasi.

Tujuan mempelajari bentukan asal karst pada acara ini adalah agar praktikan dapat:
1. Menjelaskan macam-macam bentuklahan karst dan mengklasifikasikannya.
2. Menjelaskan faktor-faktor geologi yang mempengaruhinya berikut proses
karstifikasi yang berlangsung.

9.2 Landasan Teori

Menurut Esteban (1996), kars adalah suatu sistem yang merupakan kesatuan
pengeringan alamiah air meteorik dalam sistem terbuka yang berinteraksi dengan
formasi batuan. Mengacu Keputusan Menteri ESDM No: 1456 K/20/ Mem/2000, karst
juga diartikan sebagai bentangalam pada batuan karbonat yang bentuknya sangat
khas, yaitu dicirikan oleh terdapatnya bukit-bukit kecil, dolina atau daerahnya berupa
cekungan-cekungan, gua, dan sungai-sungai di bawah permukaan tanah.

Menurut Milanovic (1992), proses karstifikasi adalah kejadian eksodinamik yang


melibatkan air dan mengakibatkan struktur massa batuan mudah larut, berubah
secara berkesinambungan. Karsifikasi dapat terjadi pada tubuh batuan mulai dari
permukaan yang bersentuhan langsung dengan atmosfer, hingga kedalaman 200-
250 m. Mengacu Kep-Men ESDM No: 1456 K/20/ Mem/2000, karstifikasi adalah
proses alam yang menyebabkan terbentuknya kars akibat peresapan dan pelarutan
air (hujan) pada lapisan batugamping yang terjadi secara alami selama ruang dan
waktu geologi.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 66
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Istilah karst dikemukakan oleh para ahli geologi untuk menerangkan gejala rupabumi
yang diakibatkan oleh proses kimia dan fisika pada kawasan berbatugamping atau
batuan yang mudah larut. Meskipun demikian, tidak berarti setiap tempat yang
terdapat batugamping akan terbentuk topografi karst. Berikut ini adalah syarat-syarat
terbentuknya karst:
1. Tebal lapisan batugamping >200 m, agar memungkinkan terbentuknya
bentuklahan kars yang sempurna.
2. Harus terdapat batuan mudah larut (batugamping) di permukaan atau sedikit di
bawah permukaan.
3. Batuan ini harus kompak, banyak memiliki rekahan-rekahan dan berlapis dan
sebaiknya berlapis tipis.
4. Terdapatnya lembah-lembah utama pada ketinggian lebih rendah dari batuan
yang mudah larut ini.
5. Memiliki iklim basah dan hangat, agar memungkinkan terjadinya proses
pelarutan dan pembentukan kars.
6. Harus terdapat sekurangnya curah hujan yang sedang.
7. Adanya proses tektonik (pengangkatan) yang perlahan dan merata di kawasan
batugamping.

Ukuran bentukan bentuklahan kars dipengaruhi oleh:


1. Karakteristik mekanik (strenght), fisik (porositas dan permeabilitas), kemurnian
mineral atau kimianya.
2. Perekahan (fracturation) adalah proses mekanis yang menimbulkan rekahan
dan celahan pada batugamping. Faktor lain adalah sesar, lipatan, bukaan pada
bidang batas perlapisan, peringanan beban akibat erosi dan pelapukan.
3. Melalui rekahan/celahan inilah air hujan dan air permukaan akan masuk,
kemudian mengakibatkan terjadinya proses pelarutan pada batugamping.

Monroe (1907), membedakan topografi kars berdasarkan pada perbedaan bentuk-


bentuk permukaan yang paling dominan pada suatu kawasan kars. Bloom (1979)
membagi menjadi topografi kars mayor terdiri atas dolina, uvala, polje, kars valley;
topografi kars minor terdiri atas lapies, gua kars, fito kars, speleothems, dan topografi
kars sisa atau residual kars terdiri atas kegel kars, tower kars.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 67


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Karst adalah bentangalam yang sangat spesifik secara morfologi, geologi, maupun
hidrogeologi. Dapat menghasilkan bentuklahan yang berkembang di permukaan
(eksokars) dan di bawah permukaan (endokars):
1. Eksokars adalah semua fenomena yang dijumpai di atas permukaan tanah
kawasan kars, yaitu bentuk negatif atau cekungan seperti doline, uvala, polje,
dan bentuk positif atau bukit seperti conical hill (Gambar 1).
2. Endokars adalah semua fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah
kawasan kars, yang paling sering dijumpai adalah gua, sungai bawah tanah,
saluran, dan terowongan.

Gambar 9.1 Kenampakan topografi karst pada peta topografi yang memperlihatkan
bentukan positif (garis kontur konsentris yang mencirikan bukit) dan negatif (garis
kontur bergerigi yang menunjukkan lembah).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 68


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Macam-macam bentuklahan di daerah karst

Dolina (doline)
Cekungan membundar atau depresi tertutup di permukaan yang terjadi akibat proses
pelarutan, runtuhan, atau amblegan (Gambar 8.1 dan 8.2). Bentuknya seperti
mangkuk, garis tengah 10-100 m, dan kedalamannya berkisar 2–100 m. Sudut
dinding dolina berkisar antara 20o-30o, kadang-kadang lebih curam bahkan berupa
tebing tegak seperti pada depresi runtuhan (collapse sink). Perbedaan geometri
tersebut disebabkan perbedaan kontrol struktur geologi, tingkat pelarutan, atau
gabungan keduanya.

Gambar 9.1 Dolina di Cina (www.speleogenesis.com).

Gambar 9.2 Bermacam-macam dolina berdasarkan proses terbentuknya


(Bogli, 1980 dan White, 1988).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 69


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Uvala
Uvala adalah depresi berukuran besar dan memanjang (uvala dari kata oval yang
berarti lonjong), merupakan gabungan dari beberapa doline akibat proses pelarutan
lanjut. Uvala juga terjadi akibat depresi besar karena runtuhnya atap sungai di bawah
tanah yang dicirikan oleh dinding relatif curam. Banyaknya uvala pada suatu bentang
alam kars, menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada stadium dewasa.

Polje
Depresi tertutup dengan ukuran sangat besar melebihi ukuran uvala. Polye terjadi
dari perluasan uvala atas proses solusi dan runtuhnya dinding yang telah lapuk.
Bentuk polye memanjang dengan dasar relatif datar dan ditutupi oleh endapan
aluvial, sumbu panjang searah jurus perlapisan atau struktur geologi. Polje bertebing
curam dengan pelarutan secara lateral relatif lebih besar, dan mempunyai pengaliran
di bawah permukaan.

Sinks atau Sinkhole


Sinks adalah tempat masuknya air ke dalam tanah atau disebut pula dengan ponour.
Awalnya berukuran kecil, kemudian berkembang lebih lanjut akibat peristiwa
runtuhnya atap rongga bawah dekat permukaan atau runtuhnya dinding sinkhole.
Doline merupakan bentuk sinkhole yang telah tertutup oleh lapisan kedap air.

Rise atau voclus


Rise adalah tempat timbul atau keluarnya airtanah, pada peta topografi diketahui
sebagai adanya mata air atau hulu sungai.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 70


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Luweng
Luweng adalah depresi pada lahan kars yang berbentuk silindris, mulutnya benar-
benar membundar, seperti sumur, dinding vertikalnya memotong relatif tegak-lurus
terhadap struktur perlapisan batuan. Bagian alas dari suatu luweng biasanya
merupakan batuan dasar. Sebuah luweng sering kali mempunyai sistem
pengeringan di bagian alasnya. Sistem pengeringan yang ada berupa saluran-
saluran kecil yang berhubungan dengan suatu saluran pengering utama di bawah
permukaan.

Gambar 9.5 Luweng Serpeng di Gunungkidul

Pinnacle
Pelarutan sepanjang kekar dan rekahan membuat masa batuan menjadi lebih
rendah dan menyisakan blok-blok batugamping yang terisolasi satu sama lain, yang
dikenal dengan istilah pinakel. Ketinggian sebuah pinakel dapat dimulai dari
beberapa meter hingga puluhan meter dari permukaan tanah di sekitarnya. Pinakel
biasanya mempunyai lereng terjal dan penampang horizontal bagian atasnya
berbentuk elips.

Bukit-bukit Residual
Bukit-bukit residual merupakan morfologi positif berbentuk kerucut atau kubah yang
terisolasi dikitari oleh dataran. Pada umumnya mereka memiliki lereng cukup terjal
atau lebih dari 45o. Morfologi demikian, dihasilkan oleh proses karsifikasi yang telah
cukup lanjut.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 71


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Kerucut dan Menara Kars


bukit-bukit residual dengan lereng vertikal yang disebut menara. (Turmkars = tower
kars), atau dengan lereng miring yang disebut kerucut (Kegelkars = cone kars).
Ketinggian kerucut-kerucut dan menara-menara kars sangat bervariasi, di daerah
yang satu dengan di tempat lainnya berbeda, mulai dari puluhan meter hingga
ratusan meter.

Sketsa penampang berbagai morfologi positif kars (White, 1988)

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 72


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 9.7 Kerucut karst


Gambar 9.8 Kenampakan morfologi karst pada Goa Karst

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 73


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

mbar 9.9 Bentuk morfologi karst.


Gambar 9.10 Kenampakan pada lingkungan Karst.

9.3 Prosedur Kerja

Tahapan kerja interpretasi bentuklahan karst:


1. Ploting pola pengaliran apa adanya sesuai yang ada pada peta topografi.
2. Tentukan bentuklahan eksokarst dan topografi kars mayor yang dapat Saudara
amati pada peta topografi.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 74
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

3. Catat ciri-ciri (adanya kontur bergerigi) dan pola garis kontur (misal bentuk-
bentuk konsentris) pada peta topografi dan kenampakan bentuknya melalui
penampang morfologi.
4. Tentukan aspek-aspek morfografi, morfometri, dan morfogenesanya.
5. Klasifikasi bentuklahan karst sesuai dengan ciri-ciri dan kenampakan yang
temukan pada peta topografi.

9.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum ini terdiri atas:
1. Pensil 2B, pensil mekanik, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir ukuran A3 dan kertas HVS masing-masing minimal 5 lembar.

9.5 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Macam-macam Bentuklahan Karst
Berisikan beberapa bentuklahan karst berikut ciri-cirinya pada peta topografi
(garis kontur), serta penjelasan makna geologi.
3. Bab II Klasifikasi Bentuklahan Karst
Berisikan dasar klasifikasi bentuklahan karst berikut penjelasannya dikaitkan
dengan proses karstifikasi.
4. Bab III Kesimpulan

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Keaktifan (bobot 15%): melakukan pengamatan sebanyak-banyaknya dan aktif
berdiskusi.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan pola
pengaliran dasar dan ubahan (60%), serta menentukan sungai berdasarkan
tempat mengalirnya (15%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 75


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

ACARA 9
BENTUKAN ASAL MARINE DAN AEOLIAN

10.1 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum acara Bentuk Asal Marine adalah :
a. Dapat mengenal morfologi bentuk asal marine.
b. Dapat mengenal macam – macam bentuklahan marine.

Tujuan dari praktikum acara Bentuk Asal Marine adalah :


a. Praktikan mampu menganalisa dan memahami morfologi bentuk asal marine.
b. Praktikan mampu menganalisa dan memahami macam – macam bentuklahan
marine beserta faktor pengontrolnya.

10.2 Dasar Teori


Pantai merupakan daerah yang terletak di bagian tepi dari kontinental. Yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan model pantai adalah gelombang (wave) dan
arus (current), sedangkan gelombang pasang surut (tides) kecif pengaruhnya.
Gelombang terbentuk antara lain karena adanya pergerakan air, besar kecilnya
kecepatan angin berpengaruh terhadap besar kecilnya gelombang. Bentang alam
pantai dikontrol oleh aksi alamiah yang belkeda secara terus-menerus. Pada
dasarnya dapat dikelompokkan dua macam alksi alamiah yaitu yang bersifat
menghancurkan (destruktif dan yang bersifat membangun dengan cara
pengendapan (konstruktif/depositional).
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 76
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

10.3 Beberapa Kenampakan Hasil Erosi Pantai


a. Dataran abrasi, yaitu suatu dataran hasil pengendapan dari abrasi gelombang
laut.
b. Geos, yaitu celah sempit dan dalam yang terdapat pada tepi pantai.
c. Lengkungan alamiah yang terbentuk sebagai akibat hempasan gelombang laut.
d. Stacks, yaitu gelombang alamiah yang terpisah dari daratan karena runtuh.
e. Goa pantai yang terbentuk karena hempasan gelombang laut yang menghantam
zona-zona yang lemah pada tebing pantai.

10.4 Beberapa Kenampakan Hasil Pengendapan Pantai


a. Spit, yaitu endapan pantai dengan satu bagian tergabung dengan daratan dan
bagian yang lain sedikit menjorok ke laut.
b. Tombolo, yaitu endapan tipis yang menghubungkan pulau dengan daratan.
c. Bars, yaitu hampir sama dengan spit tetapi disini bars menghubungkan headland
yang satu dengan yang lain.
d. Beach, yaitu daratan yang cukup luas, tersusun oleh endapan pasir.

10.5 Klasifikasi Pantai


A. Klasifikasi pantai menurut Johnson, (1919) :
Klasifikasi ini berdasarkan genesanya sebagai berikut:
a. Pantai emergence, pantai ini terbentuk jika terjadi pengangkatan daratan
sehingga terjadi pengunduran garis pantai, dasar laut mendalam secara
perlahan dan teratur.
b. Pantai submergence, pantai ini terbentuk jika air laut menggenangi daratan,
sehinggaterjadi kemajuan garis pantai, dasar laut mempunyai kedalaman
yang tidak teratur, yang merupakan lembah-lembah dan bukit-bukit lama.
c. Pantai netral, pantai ini terjadi karena adanya pengendapan alluvial/sungai.
Delta, dataran alluvial dan dataran outwash, merupakan ciri-dri dari pantai
netral.
d. Pantai compound (campuran), pantai yang terbentuk oleh adanya proses
pengangkatan dan penurunan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 77


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

B. Klasifikasi pantai menurut Shepard, (1948) :


Klasifikasi ini dikaitkan pada bermacam-macam faktor yang berhubungan
dengan pembentukannya dan perbedaan bentuk-bentuk awal (initial) dan bentuk
sequential (berikutnya).
 Pantai primer, berstadia muda dan yang dihasilkan oleh proses bukan asal laut
(non marine agencies)
1. Pantai karena erosi dari daratan baik oleh erosi sungai maupun glasial
sebelum mengalami pengangkatan.
a. Pantai erosi fluvial yang tenggelam.
b. Tenggelamnya lembah-lembah glasial.
2. Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat.
a. Pantai hasil pengendapan fluvial:
 Pantai delta.
 Pantai dataran alluvial yang menurun.
b. Pantai pengendapan glasial
 Sebagai morena yang tenggelam.
 Sebagai drumline yang tenggelam.
c. Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin.
d. Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas.
3. Bentuk pantai akibat aktivitas vulkanisme.
a. Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini.
b. Pantai amblesan vulkanik dan pantai kaldera.
4. Bentuk pantai akibat pengaruh diastrophisme atau tektonik.
a. Pantai yang terbentuk karena patahan.
b. Pantai yang terbentuk karena lipatan.
Pantai sekunder, berstadium dewasa dan dihasilkan oleh proses-proses laut.
1. Bentuk pantai karena erosi laut.
a. Pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang.
b. Pantai,terjal yang lurus karena erosi gelombang.
2. Bentuk pantai karena pengendapan laut.
a. Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang
memotong teluk.
b. Pantai yang maju karena pengendapan laut.
c. Pantai dengan gosong lepas pantai
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 78
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 10.1. Morfologi hasil sedimentasi (A). Bars; (B). Tombolo; (C). Salt
Marshes

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 79


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 10.2. Tipe – tipe garis pantai.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 80


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 10.3. Kenampakan Morfologi akibar erosi pantai, (A). Gua Pantai/sea caves;
(B). Natural Arches Stack; (C). Geos, Blowbols.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 81


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 10.4 Bentuk – bentuk delta dan penamaan Weimer, 1975; (A).
Lobate; (B). Cuspate; (C). Elongated

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 82


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

10.6 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam acara bentukan asal vulkanik adalah:
1. Pensil, Spidol OHP ukuran F warna biru, hitam dan merah.
2. Pensil warna 1 set
3. Mistar / penggaris minimal ukuran 30cm,
4. Kertas kalkir ukuran A3
5. Peta topografi.
6. Kertas HVS minimal 10 lembar

10.7 Prosedur
a. Mengamati dan menafsirkan bentuk lahan marine yang ada di dalam peta
topografi yang telah dibagikan.
b. Membagi bentuk lahan marine sesuai dengan ciri-ciri/kenampakan yang
ditemukan pada peta.

10.8 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


1. Halaman muka (lihat contoh).
2. Bab I Maksut dan Tujuan, Latar belakang
3. Bab II Pembahasan
4. Bab III Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


1. Nilai Kuis (bobot 15%): berupa tes berkala yang diakukan pada acara-acara
praktikum yang telah ditentukan.
2. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan
pembagiaan bentuklahan marine (35%), kemampuan menafsirkan makna
geologi dari bentuklahan (40%).
3. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 83


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

10.9 BENTUKAN ASAL AEOLIAN

10.10 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum acara Bentuk Asal Aeolian adalah :


a. Dapat mengenal morfologi bentuk asal aeolian.
b. Dapat mengenal macam – macam bentuklahan aeolian.

Tujuan dari praktikum acara Bentuk Asal Aeolian adalah :


a. Praktikan mampu menganalisa dan memahami morfologi bentuk asal aeolian.
b. Praktikan mampu menganalisa dan memahami macam – macam bentuklahan
aeolian beserta faktor pengontrolnya.

10.11 Dasar Teori

Bentuklahan asal angin dari hasil tiupan angin umumnya berukuran besar pada
kawasan beriklim kering.
Bentuk lahan asal angin dapat berupa hasil : tiupan angin, pengikisan/abrasi angin
yang membawa material, dan endapan material yang terbawa angin.
Bentuklahan asal angin dari hasil tiupan angin umumnya berukuran besar pada
kawasan beriklim kering, diantaranya :

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 84


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

a. Yardang
Yaitu alur yang menanjang searah dengan arah tiupan angin dan terdapat pada
batuan yang agak lunak/lembut misal batupasir.
b. Bolson
Basin, depression yang dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan. Kawasan bolson
dicirikan dengan kehadiran pediment, bahada, danau playa dan aliran air menuju
pusat (danau playa).

Bentulahan asal angin dari hasil pengikisan/abrasi yang membawa material (pasir-
debu). Abrasi oleh angin hanya berkesan terjadi dekat permukaan tanah, karena
angin tidak mampu mengangkat butiran pasir terlalu tinggi. Menurut Bagnold, 1941
yaitu abrasi oleh angin kadang – kadang melebihi 45 cm diatas permukaan bumi,
sedangkan butiran pasir hampir tidak pernah melayang diatas ketinggian 2 meter.

Bentuklahan abrasi berupa :


a. Ventifak (Ventifact)
Batu atau pebble yang dikikis hingga mempunyai faset dan digilapkan oleh abrasi
dengan pasir yang dibawa oleh angin.

b. batu cendawan
Dibentuk oleh abrasi angin yang lebih kuat dibagian kaki (bawah) dibandingkan
dibagian atas pada batuan tersebut.

Adapun proses-proses terbentuknya gumuk pasir yaitu:

Gumuk pasir terbentuk karena aktivitas angin dan terdapatnya material pasir yang
melimpah, dimana angin yang mengangkut pasir dan bahan lepas lainnya pada
suatu waktu akan berkurangnya kecepatan, sehingga daya angkutnya berkurang
dengan muatannya dienclapkan.
Maka ditempatkan dimana pasir itu diendapkan, terdapat pengonggokan pasir,
disertai faktor-faktor lainnya misalnya rumput sebagai penghalang. Jika pasir ditiup
angin sehingga bergerak pada permukaan pada tempat itu terjadinya pembentukan
bukit-bukit pasir
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 85
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Gambar 10.5. Tipe – tipe gumuk pasir berdasarkan tempat terbentuknya

Gambar 10.6. Sketsa penampang struktur gelombang (Ripple Mark) pada gumuk
pasir.

10.12 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam acara bentukan asal vulkanik adalah:
7. Pensil, Spidol OHP ukuran F warna biru, hitam dan merah.
8. Pensil warna 1 set
9. Mistar / penggaris minimal ukuran 30cm,
10. Kertas kalkir ukuran A3
11. Peta topografi.
12. Kertas HVS minimal 10 lembar

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 86


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

10.13 Prosedur
a. Amatilah peta daerah yang telah disediakan.
b. Kenali bentuk-bentuk morfologi gumuk pasir dan berikan simbol.

10.14 Pelaporan dan Penilaian

Pelaporan hasil interpretasi berisikan tentang:


5. Halaman muka (lihat contoh).
6. Bab I Maksut dan Tujuan, Latar belakang
7. Bab II Pembahasan
8. Bab III Kesimpulan.

Penilaian acara praktikum penyimpangan aliran terdiri atas:


4. Nilai Kuis (bobot 15%): berupa tes berkala yang diakukan pada acara-acara
praktikum yang telah ditentukan.
5. Laporan sementara di laboratorium (75%): kemampuan menentukan
pembagiaan bentuklahan Aeolian (35%), kemampuan menafsirkan makna
geologi dari bentuklahan (40%).
6. Laporan akhir (10%): wujud fisik laporan dan tepat waktu pengumpulan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Bentukanasal Karst - 87


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

PEMETAAN GEOMORFOLOGI SISTIMATIS UNTUK STUDI GEOLOGI


Oleh :
Suroso Sastroprawiro dan Bambang Kuncoro

Tujuan Instruksional Khusus :


Dapat membuat peta geomorfologi terutama untuk tujuan
menunjang kondisi geologinya dan dapat pula dikembangkan
untuk berbagai tujuan aplikasi.

ADA APA DENGAN PEMETAAN GEOMORFOLOGI?


Permasalahan yang muncul dalam pemetaan geomorfologi, antara lain :
1. Persepsi tentang pemetaan geomorfologi.
2. Klasifikasi satuan peta geomorfologi yang dapat memperlihatkan karakteristik
bentuk lahan, proses – proses yang bekerja dan tahapan dari bentuk lahan
tersebut.
3. Keseragaman penyajian peta geomorfologi.
4. Manfaat atau kegunaan peta geomorfologi.

Selanjutnya harus bagaimana ? Jawaban terhadap isu atau permasalahan tersebut


diatas adalah bahwa :
1. Persepsi tentang pemetaan geomorfologi harus didekati dengan pemahaman
secara baik dan benat mengenai konsep dasar geomorfologi, tentunya seiring
dengan perkembangan dan cakupan geomorfologi saat ini.
2. Klasifikasi satuan peta geomorfologi yang akan digunakan tentunya yang
mencakup aspek – aspek utama didalam geomorfologi dqan sesuai dengan
kondisi proses – proses yang dominant yang berlangsung di Indonesia.
3. Keseragaman penyajian peta geomorfologi harus didasarkan pada tujuan
pembuatan peta geomorfologi dan skala peta yang digunakan.
4. Manfaat atau kegunaan peta geomorfologi tergantung pada tujuan dan siapa
pembuat peta geomorfologi tersebut.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 88


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Jadi ada empat hal penting yang harus dipahami, yaitu :


1. konsep dasar geomorfologi.
2. Aspek – aspek geomorfologi.
3. Tujuan dan skala peta.
4. Pembuat peta geomorfologi.

Senarai :
1. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai.
2. Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya
yang dinyatakan dalam angka, garis atau gabungan keduannya. Skala
bermakna terhadap tingkat perincian peta.
3. Pembuat peta geomorfologi artinya orang yang membuat peta geomorfologi
dan tentunya dipengaruhi oleh tujuan dan latar belakang disiplin yang
dimilikinya.

PEMETAAN GEOMORFOLOGI

Pemetaan adalah kegiatan pemrosesan data survey sampai menyajikannya


menjadi geoinformasi. Jadi pemetaan dapat dilakukan dilapangan atau distudio.
Pemetaan geomorfologi adalah usaha pembuatan peta geomorfologi dengan
tujuna untuk mengenal, memeri, melokalisir dan menggambarkan setiap aspek
bentuk lahan pada peta berdasarkan kesamaan sifat dan perwatakan yang
dicermninkan oleh struktur geologi dan kesan topografi. Caranya dapat lansung
survey dilapangan (pengukuran dan pengamatan) dan tidakmlangsung ( interpretasi
peta topografi/rupa bumi dan indera jauh).
Jadi, peta geomorfologi adalah peta tematik yang menggambarkan
permukaan bumi dalam satuan – satuan bentuk lahan dengan selalu
mempertimbangkan faktor jenis litologi penyusun, proses endogen dan proses
eksogen dalam berbagai skala.

Senarai :
1. Survei adalah kegiatan mengumpulkan, mencari atau mendapatkan data.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 89


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Interpretasi adalah mengungkap sesuatu dibalik fakta, jadi interpretasi itu


ilmiah.
3. Gaya endogen (endogenous force) adalah tenaga berasal dari dari dalam
bumi yang menyebabkab terjadinya pergerakan, pensesaran, perlipatan dan
vulkanisme dipermukaan bumi.
4. Gaya eksogen (exogenous force) adalah tenaga yang berasal dari luarb bumi
yang menyebabkan terjadinya perubahan dipermukaan atau dekat dengan
permukaan bumi, seperti pelapukan, erosi, abrasi dan denudasi.

BATASAN GEOMORFOLOGI

Sutikno (1990) menjelaskan perkembangan definisi geomorfologi dari berbagai pakar


geomorfologi, yaitu seperti pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Batasan atau definisi geomorfologi


PENELITI BATASAN GEOMORFOLOGI
Lobeck (1939) Geomorfologi adalah studi tentang bentuk lahan.
Worcester (1939) Geomorfologi adalah deskripsi dan penafsiran genetic
dari bentuk – bentuk relief bumi, mencakup bentuk relief
didaratan dan dibawah permukaan laut.
Thornbury (1954) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk
lahan.
Cooke, et al (1974) Geomorfologi adalah studi mengenai bentuk lahan dan
terutama tentang sifat alami, asal mula, proses
perkembangan dan komposisi materialnya.
Zuidam, et al (1979) Geomorfolgi adalah studi yang menguraikan bentuk
lahan dan proses yang mempengaruhi
pembentukkannya serta menyelidiki hubungan timbal
balik antara bentuk lahan dan proses dalam tatanan
keruangan
Verstappen (1983) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan bentuk lahan sebagai pembentuk muka bumi,
baik diatas maupun dibawah laut dan menekankan pada
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 90
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

genesa dimasa depan dan dalam konteks ke lingkungan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 91


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Berdasarkan tabel 1 diatas, maka kajian geomorfologi mencakup :


1. Obyek kajian yang utama adalah bentuk lahan (landform) sebagai penyusun
konfigurasi permukaan bumi.
2. Proses sekarang, genesa serta mencakup aspek lingkungan dan aspek
spasial.

KLASIFIKASI BENTUK LAHAN

Perkembangan klasifikasi bentuk lahan seperti tertuang pada tabel 2 di bawah ini
(Widiyanto dan Suprapto Dibyosaputro, 1991).

Tabel 2 Dasar klasifikasi bentuk lahan

PENULIS/PENELITI DASAR KLASIFIKASI


Dana, 1863 Topografi yang mengarah untuk deskripsi fisiografi.
Davis, 1884 Struktur geologi dan tingkat erosi.
Powel, 1895 Genesa yang terdiri dari vulkanisme, diatropisme dan
gradasi.
Davis, 1899 -1900 Genesa yang terdiri dari struktur horizontal dan struktur
yang terganggu (perlipatan/pensesaran).
Johnson, 1904 Genesa yang terdiri dari konstruksional dan
destruksional.
Herberton, 1911 Penutup permukaan struktur geologi dan bentuk
permukaan.
Lobeck, 1939 Genesa yang terdiri dari konstruksional dan
destruksional
Desaunnetes, 1977 System pembentukan lahan, proses dan topografi
Verstappen,1985 Mengkaitkan antara struktur geologi dan proses secara
bersama dalam pembentukan bentuk lahan disertai
keterangan tentang morfometri, morfografi,
morfogenesa dan morfokronologi.
Berdasarkan berbagai klasifikasi bentuk lahan tersebut, maka dapat diketahui
bahwa:
1. Dasar klasifikasi tersebut ada yang sama, berbeda-beda dan bahkan saling
melengkapi.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 92


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

2. Mempunyai tujuan sama, yaitu mempermudah dalam penelitian geomorfologi


dengan membagi bentuk lahan kedalam satuan – satuan bentuk lahan.
3. Sataun bentuk lahan mencakup 3 sifat dan perwatakan yang sama, yaitu
struktur geologi, proses dan kesan topografi.
4. Bentuk lahan dipengaruhinoleh tiga faktor utama yang saling berbenturan,
yaitu jenis litologi, proses endogen dan proses eksogen. Dalam kenyataannya
dapat terjadi salah satu faktor mendominasi faktor yang lain.

Selanjutnya menggunakan dasar klasifikasi yang mana?


Klasifikasi yang diajukan oleh pakar dari ITC seperti Verstappen (1970), Verstappen
dan Zuidam (1975), Zuidam dan Cancelado (1979), Zuidam (1983) serta Verstappen
(1985) mempunyai ciri :
1. Klasifikasinya bersifat terbuka.
2. Mencakup berbagai aspek geomorfologi.
3. Penelitiannya banyak dilakukan di Indonesia.
4. Penekanan satuan bentuk lahan berdasarkan genesa.
5. Sistem klasifikasinya memungkinkan diterapkan dalam berbagai skala dan
berbagai tujuan kegunaan.

Ciri – ciri tersebut diatas mempermudah dalam penbelitian geomorfologi serta


mencakup tiga sifat dan perwatakan yang utama,yaitu struktur geologi, proses dan
kesan topografi. Jauh telah mengakomodasi aspek kualitatif/genetik dan
kuantitatif/morfometri serta gabungan, baik didaerah tropis, subtropis, kering dan
agak kering.

Alasan lain yang mendukung penggunaan klasifikasi ITC adalah bahwa klasifikasi
yang diajukan oleh ITC termasuk katagori klasifikasi gabungan dari beberapa system
yang ada. Artinya telah mencakup/melengkapi kalsifikasi – klasifikasi yang ada, yaitu:
1. Klasifikasi secara kualitatif/genetik, antara lain diajukan oleh Davis(1884,
1900), Powel (1895), Johnson (1904), Herberton (1911), Lobeck (1939),
Desaunettes (1977), Zuidam (1979, 1983) dan Verstappen(1985).
2. Klasifikasi secara kuanitatif/morfometri, antara lain diajukan oleh Darymple
(1968), Desaunettes (1977), Zuidam (1979, 1983) dan Verstappen(1985).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 93


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Dalam penyusunan peta geomorfologi, faktor pemanfaatan dan penampilannya perlu


dipertimbangkan. Klasifikasi ITC memungkinkan untuk itu, yaitu antara lain :
1. Dapat dipakai untuk aneka tipe terrain dan fleksible.
2. Dapat dipakai dalam berbagai cara.
3. Sederhana dan informative.

Untuk Pemetaan Geomorfolgi ini yang bertujuan untuk kepentinag penelitian geologi,
artinya bahwa pembuatan peta geomorfologi bertujuan untuk menunjang
pemahaman kondisi geologinya, maka klasifikasi dari ITC dapat dipergunakan.

KEGUNAAN PETA GEOMORFOLOGI

Kegunaan peta geomorfologi dapat bersifat umum dan khusus. Sumbangan bersifat
umum lebih menekankan pada kegunaan kajian yang bersifat analitik dan sintetik,
sedangkan sumbangan yang bersifat khusus berorientasi pada aspek terapan yang
bersifat pragmatik.

Pendekatan analitik menyajikan satuan – satuan pemetaan dan informasi


geomorfologi yang meliputi aspek – aspek geologi utama, yaitu morfometri,
morfografi, morfogrnrsa, morfokronologi, dll. Pada pendekatan analitik satuan bentuk
lahan diklasifikasikan berdasdarkan genesannya.

Pendekatan Sintetik merupakan suatu survey multidisiplin yang menyajikan


informasi terraindalam konteks lingkungan dan hubungannya dengan ekologi bentuk
lahan. Pada pendekatan ini diperoleh empat tingkatan klasifikasi, yaitu terrain, unit
terrain,system terrain,profinsi terrain.
Pendekatan pragmatik merupakan gabungan dari pendekatan analitik dan sintetik.
Berbagai contoh pendekatan pragmatik untuk tujuan – tujuan pemetaan kelerengan,
keterlintasan jalan, survey penutup lahan, pemetaan morfokonservasi, pemetaan
hidromorfologi, pemetaan bahaya banjir, pemetaan bahaya letusan gunungapi dan
bahaya alam lainya.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 94


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Catatan :
Dalam pembuatan peta geomorfologi perlu diketahui terlebih dahulu, yaitu :
1. Apakah peta geomorfologi dibuat untuk tujuan umum atau khusus?
2. Apakah peta geomorfologi tersebut dibuat oleh ahli geologi atau non geologi?

Salah satu hal yang dapat dicermati adalah bahwa data/informasi geologi untuk peta
geomorfologi :
1. Apabila dibuat oleh ahli geologi, maka statusnya adalah merupakan data
primer.
2. Apabila dibuat oleh non ahli geologi, maka statusnya sebagai data sekunder.

Senarai :
1. Peta geomorfologi menggambarkan aspek – apek utama lahan atau terrain
disajikan dalam bentuk symbol, huruf dan angka, warna, pola garis, dan hal itu
tergantung pada tingkat kepentingan masing – masing aspek.
2. Peta geomorfologi memuat aspek – aspek yang dihasilkan dari system survey
analitik (diantaranya, morfologi dan morfogenesa) an sintetik (diantaranya
proses geomorfolog, tanah/soil, tutupan lahan).
3. unit utama geomorfologi (geomorfological main unit) adalah kelompok bentuik
lahan didasarkan atas bentuk asalnya (structural, denudasional, fluvial, marin,
karst, angina dan es).

ASPEK – ASPEK GEOMORFOLOGI

Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
geomorfologi yaitu :
1. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi
:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptifsuatu bentuklahan, antara lain lembah,

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 95


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

bukit,perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas


alluvial, plato, dan lain –lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa : asalusul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta
proses – proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalh struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh.
Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan maupun struktur batuan yang ada kaitannya dengan denudasi
misalnya mesa, cuesta, hogback and kubah.
b. Morfostruktur pasif, berupatenaga endogen seperti pengangkatan,
perlipatan dan pensesaran. Dengan kata lain, bentuk lahan yang berkaitan
erat dengan hasil gaya endogen yang dinamis termasuk gunung api, tektonik
(lipatan dan sesar), missal : Gunugapi, punggungan antiklin dan gawir sesar.
c. Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga
air, es, gerakan masa dan kegunungapian. Dengan kata lain, bentuk lahan
yang berkaitan erat dengan hasil kerja gaya eksogen ( air, es, angin, dan
gerakan tanah), missal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai, lahan
kritis.
3. Morfokronologi merupakan urutan bentuk lahan atau hubungan aneka ragam
bentuklahan dan preosesnya yang ada dipermukaan bumi sebagai hasil dari
proses geomorfologi. Penekanannya pada evolusi (ubahangus) pertumbuhan
bentuk lahan.
4. Morfokonservasi adalah hubungan antara bentuk lahan dan lingkungan atau
berdasarkan parameter bentuk lahan, seperti hubungan antara bentuk lahan
dengan unsure bentuk lahan seperti batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi
dan penggunaan lahan.

Atas dasar aspek –aspek geomorfologi tersebut diatas, maka karakteristik bentuk
lahan dapat diklasifikasikan menjadi delapan bentuk lahan utama berdasarkan
genesanya, yaitu :

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 96


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

No Bentukan Asal Simbol Pewarnaan Bentuk


1 Bentuk asal Vulkanik (V) Merah
2 Bentuk asal Stuktural (S) Ungu
3 Bentuk asal Fluvial (F) Biru tua
4 Bentuk asal Marine (M) Hijau
5 Bentuk asal Solusional (K) Orange
6 Bentuk asal Denudasional (D) Cokelat
7 Bentuk asal Aeolian (A) Kuning
8 Bentuk asal Glasial (G) Biru muda

ANALISIS BENTUKLAHAN
Sistematika analisa bentuklahan perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
1. Analisis harus dikerjakan secara bertahap.
2. Mulailah dari hal yang bersifat umum hingga hal – hal yang bersifat
khusus.
3. Lakukan analisis dari bentuk – bentuk yang diketahui hungga bentuk –
bentuk yang sulit atau yang belum diketahui.

Tahapan analisis bentuklahan yang dibuat oleh ahli geologi untuk kepentingan
geologi adalah sebagai berikut:
1. Interpretasi peta dasar (Peta rupa Bumi)
a. Diawali dengan interpretasi pola pengaliran secara maksimal, perhatian
ditunjukan kepada pola pengaliran dasar atau ubahan, penyimpangan aliran,
tekstur pengaliran, bentuk lembah. Pada tahap ini analisis pola pengaliran
memberikan petunjuk mengenai bentuk lahan, litologi, struktur geologi, proses
geologi, resistensi batuan, kemiringan bidang lapisan dan proses fluvial (
Tabel 3 ).

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 97


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Tabel 3 Hubungan aspek – aspek pola pengaliran dan makna geologi


ASPEK POLA MAKNA GEOLOGI MODEL
PENGALIRAN
Pola Pengaliran Fungsi dari litilogi, struktur dan Howard (1967)
proses geologi
Penyimpangan Aliran Fungsi dari resistensi batuan, Howard (1967)
struktur geologi, bidang perlapisan
Tekstur Pengaliran Fungsi dari litologi (ukuran butir dan Way (1968)
permeabilitas).
Tempat Mengalir Fungsi dari proses fluvial Thonbury (1954)
Bentuk Lembah Fungsi dari litologi ( ukuran butir ) Zuidam (1979)
Sungai

b. Lakukan pemerian bentuk lahan, apakah berupa lembah, bukit, dataran,


pegunungan dan lain lain. Pada tahapan ini aspek morfografi dapat
ditentukan.
c. Lakukan pengukuran kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian,
jarak antara bukit, arah punggungan, bentuk lembah dan tingkat pengikisan.
Pada tahap ini aspek morfometri dapat ditentukan.
d. Perhatikan ciri – ciri garis kontur, bagaimana kerapatannya, pola
kemenerusannya dan hubungan pola garis kontur pada sungai atau lembah.
Pada tahap ini akan memberikan petunjuk mengenai bentuk lahan, struktur
geologi, litologi dan pola kedudukan bidang lapisan.
e. Setelah tahap ini aspek morfogenesa secara tidak langsung sudah dapat
diketahui, yaitu melalui interpretasi pola pengaliran dan karakteristik garis
kontur.
f. Kemudian lakukan deliniasi dan sampai tahap ini sudah dihasilkan peta
geomorfologi tentatif (Tabel 4 & 5).
2. Kerja Lapangan
a. Tahap kerja lapangan ditentukan untuk memperoleh data dari setiap satuan
bentuk lahan, sekaligus menguji peta tentative hasil tafsiran di studio.
b. Data pada setiap satuan bentuk lahan yang perlu diperoleh antara lain:
 Pengukuran morfometri langsung dilapangan.
Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 98
Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

 Pengamatan litologi, kedudukan lapisan, struktur geologi, dan proses –


proses fluvial.
3. Kerja Studio/Laboratorium
Pada tahap ini dilakukan interpretasi ulang terhadap peta tentative setelah
mendapatkan data lapangan secara langsung, misal membetulkan tafsiran yang
keliru atau menegaskan hal – hal yang masih riragukan (seperti batas satuan
bentuklahan, dll).
4. Penyusunan laporan
Dilakukan sesuai kebutuhan dan tujuan pembuatan peta geomorfologi.

Tabel 4 Cara penamaan satuan batuan bentuklahan

ASPEK GEOMORFOLOGI DATA/FAKTA SATAUN BENTUKLAHAN

1. Morfografi Datar

2. Morfometri 0–2% Berdasarkan 1-2-3-4-5


Dataran Aluvial
3. Morfostruktur pasif Material lepas
(litologi)
4. Morfostruktur aktif Lapisan
(struktur geologi) Horisontal Berdasarkan 1-2-3-4-5-6
Kipas Aluvial
5. Morfodinamis (proses– Fluvial
proses)

6. Situs topografi (hubungan Pada kaki


sekitar) gunung Berdasarkan 1-2-3-4-5-7
Dataran Delta
7. Situs geografi (morfo- Pada muara
asosiasi) sungai

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 99


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Tabel 5. Cara penamaan satuan bentuklahan

ASPEK DATA/FAKTA SATUAN


GEOMORFOLOGI A B BENTUKLAHAN
1. Morfografi
(konfigurasi Lembah Bukit/Gunung A. Berdasarkan 1-2-3-
permukaan) 4-5 ( 4 lebih dominant
2. Morfometri 45 – 65 % 25 – 35 % dari 3 ) maka
3. Morfostruktur pasif Batuan Batuan dinamakan lembanh
(litologi) sediment sediment antiklin menunjam
klastika klastika berbutir berelief curam.
berbutir kasar sedang (batu-
(breksi, pasir berlapis)
batupasir,
batulempung
<<)
4. Morfostruktur aktif Antiklin Sinklin/homoklin B. Berdasarkan 1-2-3-
(struktur geologi) Menunjam >>> >>> 4-5 (4 lebih dominant
5. Morfodinamis Fluvial <<< Fluvial <<< dari 3 ) maka
(proses) dinakmakan
Perbukitan/punggungan
sinklin/ homoklin
berelief seang

Catatan : >>> dominan

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 100


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

PERSYARATAN TEKNIS
Peta geomorfologi dapat dibuat berdasarkan hasil interpretasi inderaan
jauh, peta topografi dan atau pengamatan/penelitian lapangan yang disajikan dalam
bentuk gambar, melalui proses dan kaidah kartografi. Mengacu pada STANDAR
NASIONAL INDONESIA (SNI) Penyusunan Peta Geomorfologi nomor SNI 13-6185-
1999, maka ada 3 hal utama didalam persyaratan teknis teknis pembuatan peta
geomorfologi, yaitu penyiapan peta, penyajian peta dan symbol

PENYIAPAN PETA
Pada tahap penyusunan peta geomorfologi, semua unsure yang menjadi
persyaratan dalam pembuatan peta harus dimasukkan dan disesuaikan dengan
ketersediaan ruang pada lembar peta. Rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Sumber data ; yang diperlukan dalam pelaksanaan pembuatan peta
geomorfologi, diantaranya : peta rupa bumi, foto udara, citra satelit dan lain –
lain. Peta rupabumi yang digunakan mengacu pada system penomoran
lembar peta Bakosurtanal.
2. Sistem referensi koordinat : mengacu kepada system referensi geodetic
nasional yang telah ditetapkan oleh Bakosurtanal.
3. Ukuran lembar peta : batas ukuran dan lembar peta ditentukan berdasarkan
koordinat, untuk skala 1 : 250.000 adalah 1,5 x 1 derajat, skala 1 : 100.000
adalah 30 x 30 menit, skala 1 ; 50.000 adala 15 x 15 menit, sedangkan untuk
skala 1 : 25.000 adalah 7,5 x 7,5 menit.
4. Pemerian geomorfologi ; unsure geomorfologi yang tercanyum dalam peta
geomorfologi meliputi satuan batuan geomorfologi (bentuk asal dan bentuk
lahan), morfologi, jenis batuan, proses geomorfologi, tanah/soil dan tutupan
lahan.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 101


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

PENYAJIAN PETA
Penyajian peta disusun menurut bagan tata letak sesuai gambar 1.
Perubahan tata letak dapat dilakukan selama proses pengkartografian dengan
ketentuan peta geomorfologi memuat :

1. Judul peta. 2. Cakupan foto udara/citra satelit.


3. Nama dan nomor lembar peta. 4. Nama penyusun dan tahun
terbitan.
5. Instansi penerbit/ pimpinan instansi. 6. Daftar istilah toponimi.
7. Peta geomorfologi 8. Penampang geomorfologi.
9. Garis penampang geomorfologi (A- 10. Perian satuan geomorfologi.
B-C).
11. Peta Lokasi daerah penelitian. 12. Simbol.
13. Lokasi indeks lembar peta. 14. Sumber data.
15. Skala peta. 16. Nama Penelaah.penyunting dll.

Gambar 1. Contoh tat letak peta geomorfologi

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 102


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

SIMBOL
Simbol merupakan tanda yang dipergunakan untuk mengutarakan informasi
geomorfologi pada peta, berupa huruf dan angka, warna garis dan corak, yaitu :
1. Huruf dan angka : digunakan untuk menunjukkan satuan geomorfologi. Huruf
digunakan untuk menunjukkan bentukan asal dari satuan bentuk lahan. Angka
digunakan untuk menunjukkan jenis bentuk lahan pada masing – masing
bentukan asal (Tabel 6). Contoh penamaan satuan peta, missal V.1.1, artinya
v adalah bentukan asal gunungapi dan angka 1 adalah jenis bentuklahan
(kerucut gunungapi), sedangkan .1) adalah bentuklahan rinci.
2. Warna : digunakan untuk membedakan satuan bentuk asal (Tabel 6.). Untuk
masing – masing bentuk lahan diberi symbol warna gradasi dari tua ke muda
sesuai dengan warna dasar bentukan asal.
3. Garis : digunakan untuk mengekspresikan elemen – elemen geomorfologi dan
batas sataun peta geomorfologi.

Tabel 6. Simbol Huruf dan warna unit utama geomorfologi

UNIT UTAMA KODE/HURUF WARNA

Bentukan asal struktur S (Struktur) Ungu

Bentukan asal gunungapi V (Volkanik) Merah

Bentukan asal denudasi D (Denusadi) Coklat

Bentukan asal laut M (Marin) Biru

Bentukan asal sungai/fluvial F (Fluvial) Hijau

Bentukan asal angin A (Angin) Kuning

Bentukan asal karst K (Karst) Orange

Bentukan asal glasial G (Glasial) Biru terang

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 103


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Klasifikasi bentuk lahan menurut Budi Brahmantyo dan Bandhono(1992):


Tabel .7.

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 104


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 105


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 106


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 107


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

CONTOH NAMA SATUAN BENTUKLAHAN,


DIRINCI BERDASARKAN BENTUKAN ASAL

NAMA BENTUKLAHAN
PROSES BENTUKAN
NO KODE (Diantaranya ada litologi
GEOMORFOLOGI ASAL
belum tercantum)
1 A.ENDOGEN V1 Kepundan
1. Volkanisme V2 Kerucut Vulkanik
V3 Lereng Vulkanik Atas
V4 Lereng Vulkanik Tengah
V5 Lereng Vulkanik Bawah
V6 Kaki Vulkanik
V7 Dataran Kaki Vulkanik
V8 Datarn Fluvial Vulkanik
V9 Padang Lava
V10 Padang Lahar
V11 Lelehan Lava
Volkanik V12 Aliran Lahar
V13 Dataran Antar Vulkanik
V14 Dataran Tinggi Lava
V15 Planezea
V16 Padang Abu, Tuff, Lapilli
2. Diastrophisma V17 Solfatar
V18 Fumarol
Bukit Vulkanik
V19
Terdenudasi
V20 Leher Vulkanik
V21 Sumbat Vulkanik
V22 Kerucut Parasiter
V23 Baranko
S1 Blok Sesar
Struktural S2 Gawir Sesar
S3 Gawir Garis Sesar

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 108


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

S4 Pegunungan Antiklin
S5 Perbukitan Antiklin
S6 Pegunungan Sinklinal
S7 Perbukitan Sinklinal
S8 Pegunungan Monoklinal
S9 Perbukitan Monoklinal
S10 Pegunungan Dome
S11 Perbukitan Dome
S12 Dataran Tinggi ( Plato )
S13 Kuesta
S14 Hogback
S15 Flat Iron
S16 Lembah Antiklin
S17 Lembah Sinklinal
S18 Lembah Subsekuen
S19 Horst ( Tanah Sembul )
S20 Graben ( Tanah Terban )
2 B. EKSOGEN D1 Perbukitan Terkikis
D2 Pegunungan Terkikis
D3 Bukit Sisa
D4 Bukit Terisolasi
D5 Dataran Nyaris
Denudasional D6 Dataran Nyaris Terangkat
D7 Lereng Kaki
D8 Pedimen
D9 Piedmon
D10 Gawir ( Lereng Terjal )
D11 Kipas Rombakan Lereng
Daerah Dengan Gerak
D12
Denudasional massa Batuan Kuat
D13 Lahan Rusak
Pelarutan/ K1 Dataran Tinggi Karst
Karst K2 Lereng dan Perbukitan

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 109


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Karstik Terkikis
K3 Kubah Karst
K4 Bukit Sisa Karst
K5 Datarn Alluvial Karst
K6 Uvala, Dolina
K7 Polje
K8 Lembah Kering
K9 Ngarai Karst
F1 Datarn Alluvial
F2 Dasar Sungai
F3 Danau
F4 Rawa
F5 Rawa Belakang
F6 Saluran Sungai Mati
F7 Dataran Banjir
F8 Tanggul Alam
F9 Ledok Fluvial
F10 Bekas Dasar Danau
Fluvial F11 Hamparan Celah
F12 Gosong Lengkung Dalam
F13 Gosong Sungai
F14 Teras Fluvial
F15 Kipas Alluvial Aktif
F16 Kipas Alluvial Tidak Aktif
F17 Delta
Fluvial F18 Igir Delta
F19 Ledok Delta
F20 Pantai Delta
F21 Rataan Delta
Pelataran Pengikisan
M1
Gelombang
Marine
Tebing Terjal dan Takik
M2
Pantai

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 110


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

M3 Gisik
M4 Beting Gisik ( Bura )
M5 Tombolo
M6 Depresi Antar Beting
M7 Gumuk Pantai Aktif
M8 Gumuk Pantai Tidak Aktif
Rataan Pasang Surut
M9
Bervegetasi
Rataan Pasang Surut
M10
Tidak Bervegetasi
Penggungan/Bukit Gumuk
A1 Pasir ( Sand dunes,
Angin
Barcan dunes)
A2 Dataran Gurun
Perbukitan/Dataran
G1
Morena
G2 Dataran Teras Glasial
G3 Lembah Cirques
Glasial
Lembah Aliran Glasial
G4 (Termasuk Lembah
Glasial
Gantung)
G5 Penggungan Arete

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 111


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 112


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 113


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 114


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 115


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 116


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 117


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 118


Jurusan Teknik Geologi – UPN ”Veteran” Yogyakarta

Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Inderaja, Peta Geomorfologi - 119

Anda mungkin juga menyukai