Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH
BENTANG ALAM FLUVIAL

Disusun Oleh:

Annan Muhammad Hilman

21100122130044

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH
LABORATORIUM GEODINAMIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

OKTOBER 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum geomorfologi acara bentang alam fluvial disusun oleh


praktikan yang bernama Annan Muhammad Hilman diperiksa dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Semarang,
Asisten acara Praktikan

Imsak Aditya Respati P Annan Muhammad H


(21100119120001) (21100122130044)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud
1. Mengetahui pengertian dari bentangalam fluvial
2. Mengetahui dan memahami perhitungan morfometri pada peta
topografi bentangalam fluvial
3. Mengetahui dan memahami pola pengaliran pada bentangalam
fluvial
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi bentangalam fluvial
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang bentangalam
fluvial
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara
perhitungan morfometri pada peta topografi bentangalam fluvial
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pola pengaliran pada
bentangalam fluvial
4. Mahasiswa dapat Mengetahui dan memahami klasifikasi
bentangalam fluvial
1.3 Pelaksanaan Praktikum
Praktikum mata kuliah geomorfologi acara bentuk lahan fluvial dilakukan
secara offline (luring) pada:
Hari :Jumat
Tanggal :21 Oktober 2022
Pukul :18.15 – 21.00 WIB
Tempat :Ruang 202, Gedung Pertamina Sukowati, Universitas
Diponegoro
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Purbalingga
Secara umum morfologi di daerah ini berbentuk perbukitan
bergelombang lndai sampai terjal, tersususn oleh batuan sedimen yang
terlipat dan terpatahkan pada masa Pliosen dan Pleistosen sehingga
membentuk sayap lipatan dengan kemiringan baruan yang relatif searah ke
arah selatan. Secara morfogenetik (Davis, 1954) satuan geomorfologi pada
daerah ini dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu:
 Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin
Satuan geomorfologi perbukitan homoklin dikontrol oleh adanya
kemiringan batuan yang relatif searah yaitu ke arah selatan. Satuan
geomrofologi ini menempati 73% dari luas daerah ini yang tersebar
di seluruh daerah. Satuan ini berada pada ketinggian 112 – 412
mdpl dengan kemiringan lereng sebesar 10o – 45o atau curam
hingga terjal. Proses-proses geomorfologi yang teramati yaitu
pelapukan batuan lapisan tanah dengan ketebalan berkisar antara
0,2 – 1,6 meter, erosi berupa erosi alur dan erosi saluran, berada
pada stadia geomorfik dewasa.

Gambar 2.1 Morfologi perbukitan homoklin

 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial


Satuan geomorfologi dataran alluvial dibentuk oleh hasil
pengendapan sungai dengan bentangalam berupa dataran. Satuan
geomorfologi ini menempati 27% luas wilayah pada daerah ini.
Satuan ini memiliki relief datar dengan persentase kemiringan
sebesar 0o – 2o, dengan kisaran keitnggian anatar 100 – 112 mdpl.
Proses-proses geomorfologi yang teramati pada satuan ini adalah
sedimentasi yang membentuk dataran banjir, tanggul alam, dan
point bar. Berada pada stadia geomrofik muda.

Gambar 2.2 Morfologi dataran alluvial berupa pedataran

2.2 Banjarnegara
Berdasarkan genetika pembentukan bentangalamnya serta merujuk pada
struktur, proses, dan stadia geomrofiknya geomorfologi daerah ini dibagi
menjadi tiga satuan yaitu:
 Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan
Satuan geomrofologi ini menempati 72% dari luas daerah ini,
penyebarannya mulai dari bagian barat hingga sedikit ke timur.
Sattuan ini merupakan suattu perbukitan yang terlipatkan dengan
kuat sehingga dengan bukti geometrik ditemukan data
bahwasannya data struktur lipatan yang mempunyai kedudukan
yang beraneka ragam. Proses-proses geomorfologi yang teramatu
berupa pelapukan , erosi, dan sedimentasi. Litologi yang terdapat
pada batuan ini antara lain: batupasir dan batulempung.
Gambar 2.3 Trinagular faset Gambar 2.4 proses erosi pada
pada daerah Peganten satuan geomorfologi
Perbukitan Lipat Patahan

 Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi


Satuan geomrofologi ini menempati 25% dari luas daerah ini yang
tersebar di bagian timurlaut daerah ini dengan kemiringan sebesar
35% - 40%. Genetika pembentukan satuan geomorfologi kaki
gunungapi dikontrol oleh adanya proses pengendapan material
piroklastik hasil erupsi gunungapi Dieng yang terletak di bagian
utara luar daerah ini. Satuan batuan yang menempati satuan
geomorfologi ini adalah berupa breksi gunungapi dengan fragmen
andesit dan masa dasar tuff pasiran. Proses geologi yang teramati
berupa pelapukan, berada pada stadia geomorfik muda.

Gambar 2.5 Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi


 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Satuan geomrofologi ini menempati 3% dari luas daerah ini yang
terletak di bagian timur daerah ini. Bentuk bentangalamnya berupa
dataran bercirikan relief yang relatif datar dengan ktinggian antara
550 – 600 mdpl dan ditempati oleh Sungai Merawu, serta diisi oleh
endpan alluvial sungai berupa material-material lepas berukuran
lempung sampai bongkah. Proses geologi yang bekerja pada satuan
ini adalah proses geologi muda yang dicirikan oleh adanya proses
erosi dan pengendapan atau sedimentasi di sepanjang sungai.

Gambar 2.6 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial di sungai


Merawu

2.3 Kebumen
Menurut Van Bammelen (1949) pulau Jawa terbagi menjadi tujuh
bagian Zona Fisiografi. Berdasarkan fisiografi Jawa Tengah dan melihat
bentangalam yang terdapat pada daerah ini, dimana pada umumnya tediri
dari perbukitan prismatik di bagian utara, perbukitan memanjang dan
pedataran di bagian selatan. Disimpulkan bahwasannya daerah ini
termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.
Berdasarakan klasifikasi Lobeck (1939) dan konsep W.M. Davis
(1954) yang meliputi struktur, proses, dan tahapan maka geomorfologi
daerah ini dikelompokkan menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu:
 Satuan Geomorfologi Perbukitan Melange
Genetika pembentukan Satuan Geomorfologi Perbukitan Melange
di daerah ini terbentuk dari hasil produk subduksi, dimana
morfologinya berbentuk perbukitan prismatik yang terpisah-pisah.
Perbedaan bentuk morfologi satuan geomorfologi ini bisa dilihat
dari resistensi batuannya, dimana batuan yang resisten seperti
batuan beku ultrabasa gabro dan basal, di beberapa lokasi terdapat
sekis, filit, dan serpentinit memperlihatkan bentuk morfologi yang
sangat curam, terlihat prismatik atau lebih runcing. Sedangkan
untuk batuan greywacke memperlihatkan bentuk morfologi yang
lebih landai karena erosi yang lebih intensif. Satuan Geomorfologi
Perbukitan Melange yang mendominasi dan menempati 65% dari
luas daerah ini. Hasil geologi pada satuan geomorfologi Perbukitan
Melange adalah pelapukan yang menghasilkan endapan aluvial dan
tanah. satuan ini dapat digolongkan ke stadia geomorfik dewasa.

Gambar 2.7 foto satuan geomorfologi perbukitan melange

 Satuan Geomorfologi perbukitan lipat – patahan


Genetika pembentukan Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat
Patahan di daerah ini tejadi karena adanya erosi dan di kontrol oleh
struktur geologi berupa lipatan dan patahan, pada satuan
geomorfologi ini terlihat adanya tebing-tebing terjal. Satuan
geomorfologi ini menepati 25% dari luas daerah ini. Satuan batuan
yang menempati satuan geomorfologi ini adalah satuan breksi
polimik dan batupasir selang-seling batulempung, serta satuan
batupasir dan breksi monomik. Hasil dari proses geologi yang
teramati adalah pelapukan batuan berupa tanah dengan ketebalan
berkisar antara 30 cm hingga 300 cm. Hasil dari proses erosi atau
denudasi sudah membentuk bentang alam gully hingga valley.
satuan ini dapat digolongkan ke stadia geomorfik dewasa.

Gambar 2.8 foto satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan

 Satuan Geomorfologi dataran aluvial


Genetika satuan geomorfologi ini terbentuk sebagai hasil
pengendapan sungai yang tersusun oleh material lepas berukuran
lempung hingga bongkah. Material penyusun aluvial berupa batuan
beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Satuan geomorfologi
dataran aluvial ini dijumpai di sepanjang Kali Cacaban di bagian
selatan dengan luas mencapai 10% dari daerah ini. Proses
geomorfologi yang teramati adalah berupa material hasil dari
proses pelapukan dan erosi batuan yang berasal dari hulu sungai
yang kemudian mengalami proses transportasi oleh media air
sungai dan terendapkan di daerah sekitar sungai dengan energi
rendah, sehingga terbentuk morfologi khas endapan aluvial seperti
dataran banjir dan gosong pasir.
Gambar 2.9 foto satuan geomorfologi dataran alluvial yang
memperlihatkan dataran banjir dan gosong pasir

2.4 Wonosobo
Dataran tinggi Dieng (Wonosobo) termasuk ke dalam Zona Serayu
Utara yang dibatasi senelah barat oleh daerah Karangkobar dan sbelah
timur dibatasi oleh daerah Ungaran (Van Bammelen, 1949) serta
dijelaskan juga dalam literatur oleh Pardiyanto (1979)
Menurut Pardiyanto (1970), geomorfologi daerah dataran tinggi
Dieng dan sekitarnya dibagi menjadi dua satuan geomrofologi, yaitu:
 Daerah pegunungan
Daerah ini melingkupi hampir seluruh bagian tepi. Terdiri dari
gunung api yang tersusun dalam satu kelurusan, diantaranya
Gunung Srodja, Gunung Kunir, Gunung Prambanan, Gunung
Pakuwadja, Gunung Kendil, Gunung Butak, Gunung Petarangan,
Gunung Prahu, Gunung Patakbanteng, Gunuung Djurangasawah,
Gunung Blumbang, dan beberapa soliter seperti Gunung Bisma
dan Gunung Nagasari. Semuanya berbentuk stratovolcano,
umumnya gunung yang ada di daerah ini mempunyai kawah yang
terbuka. Untuk Gunung Srodja mempunyai kawah ganda, yang
tertua berbentuk seperti tapal kuda, terbuka ke arah timur, dan yang
termuda berbentuk melingkar. Gunung Pakuwadja kawah kembar,
keduanya berbentuk melingkar.
 Daerah Dataran Tinggi (Plateau)
Daerah ini terletak di antara barisan gunungapi dan kubah soliter,
umumnya telah diisi material vulkanik. Terdiri dari Dataran tinggi
Dieng, dataran tinggi Batur, dan Dataran tinggi Sidongkal
BAB III

METODOLOGI

4.1 Alat dan bahan


1. Kertas kalkir
2. Pensil warna
3. Selotip
4. Peta topografi daerah wonosobo, purbalingga, dan
sekitarnya
5. Kertas HVS
6. Alat tulis lengkap
7. Penggaris (minimal 30 cm)
8. Milimeter block
4.2 Delineasi
1. Meletakkan kertas kalkir diatas peta topografi yang ada, kertas
kalkir diletakkan dalam keadaan orientasi yang sama, yaitu
orientasi landscape.
2. Merekatkan kertas kalkir dan peta topografi dengan selotip /
staples agar tidak bergerak-gerak pada saat proses delineasi.
3. Menggambar garis tepi pada kertas kalkir, garis tepinya
mengikuti sebagaimana garis tepi pada peta topografi.
4. Menentukan bentuklahan yang akan didelienasi.
5. Melakukan delienasi pada masing-masing bentuk lahan
berdasarkan pada interpretasi masing-masing individu.
6. Memberi warna pada kertas kalkir pada masing-masing daerah
hasil delienasi.
Bentang alam Warna
Struktural Ungu
Vulkanik Merah
Fluvial Hijau
Marin Biru tua
Karst Oren
Eolian Kuning
Glasial Biru muda
Denudasional Coklat

2.3 Perhitungan morfometri

1. Perhitungan dilakukan masing-masing bentuklahan


2. Menentukan 5 garis kontur yang akan disayat, tegak lurus di setiap
bentuk lahan.
3. Perhitungan persentase pada garis sayatan kontur

(N −1) x IK 1
B= x100% IK = x SP
JH x SP 2000

Keterangan:
B = sudut lereng
SP = skala peta
JH = jarak horizontal
N = jumlah kontur yang terlewat garis sayatan
IK = interval kontur
4. Setelah mengetahui sudut lerengnya, langkah selanjutnya adalah
menentukan satuan tersebut berdasarakan klasifikasi Van Zuidam
(1983)
Klasifikasi relief Persen lereng (%) Beda tinggi (m)
Datar/hampir datar 0-2 <5
Bergelombang landai 3-7 5-50
Bergelombang 8-13 50-75
miring
Berbukit 14-20 75-200
bergelombang
Berbukit terjal 21-55 200-500
Pegunungan sangat 56-140 500-1000
terjal
Pegunungan sangat >140 >1000
curam

5. Menentukan nilai beda tinggi pada masing-masing bentuklahan


Beda tinggi = Top hill – Low hill
Keterangan:
Top hill :kontur dengan elevasi tertinggi
Low hill :kontur dengan elevasi terendah
6. Setelah mengetahui nilai dari beda tinggi, langkah selanjutnya
adalah menentukan satuan tersebut berdasarkan klasifikasi Van
Zuidam (1983)

Klasifikasi relief Persen lereng (%) Beda tinggi (m)


Datar/hampir datar 0-2 <5
Bergelombang landai 3-7 5-50
Bergelombang 8-13 50-75
miring
Berbukit 14-20 75-200
bergelombang
Berbukit terjal 21-55 200-500
Pegunungan sangat 56-140 500-1000
terjal
Pegunungan sangat >140 >1000
curam

2.4 Membuat sayatan profil eksagrasi


1. Membuat sayatan pada peta topografi yang melewati semua
bentangalam, minimal panjang sayatan adalah 25 cm.
2. Salah satu ujung sayatan diberi tanda A dan ujung lainnya diberi
tanda B. dan sayatan melewati semua bentangalam yang ada pada
peta topografi.
3. Menandai kontur yang dilewati sayatan pada kertas hvs dan
menulis angka ketinggiannya
4. Membuat garis horizontal, panjangnya sama dengan garsi sayatan
yang telah dibuat
5. Membuat garis vertikal, pada profil normal panjang garisnya sama
dengan garis horizontal, sedangkan pada profil eksagrasi
panjangnya setengah dari garis horizontal
6. Memberi titik-titik sesuai koordinat berdasarkan sayatan
7. Membuat grafik berdasarkan titik-titik yang telah dibuat
BAB IV

PERHITUNGAN MORFOMETRI
BAB V

PEMBAHASAN

Pada hari Jumat, 21 Oktober 2022 pukul 18.15 – 21.00 WIB bertempat di
ruang 202, Gedung Pertamina Sukowati, Universitas Diponegoro. Dilaksanakan
praktikum geomorfologi acara bentangalam fluvial. Praktikan melakukan
beberapa pengamatan dan analisis pada peta topografi yaitu, delineasi
bentangalam dan perhitungan morfometri. Pengamatan dilakukan pada peta
topografi daerah gunung ungaran dengan skala 1 : 250000.

Pada praktikum geomorfologi cara bentang alam fluvial ini peta topografi
yang digunakan adalah peta topografi daerah Wonosobo, Banjarnegara, dan
sekitarnya. Selanjutnya praktikan melakukan proses delineasi pada peta topografi
tersebut. Pada peta topografi terdapat sebanyak empat bentangalam yaitu
bentangalam vulkanik, bentangalam struktural, bentangalam denudasioal, dan
bentangalam fluvial. Pada peta topografi bentangalam vulkanik mendominasi di
area yang berada di dekat Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, bentangalam
struktural pada peta topografi menempati wilayah-wilayah yang terdapat lipatan
dan tonjolan timbul yang ada pada peta (Google Earth), bentangalam
denudasional pada peta topografi menempati wilayah-wilayah yang relatif datar
tanpa adanya tonjolan, lipatan, dll yang ada pada peta (Google Earth), sedangkan
bentangalam fluvial menempati wilayah-wilayah yang berada dekat dengan
sungai yang mana sungai tersebut memiliki bentuklahan penciri bentangalam
fluvial.

5.1 Persen lereng


Pada perhitungan morfomeri pada peta topografi prakitkan menemukan
besarnya persen lereng pada masing-masing bentangalam, sebagai berikut:
1. Bentangalam vulkanik sebesar 33,236%
2. Bentangalam struktural sebesar 17,48%
3. Bentangalam denudasional sebesar 4,38%
4. Bentangalam fluvial sebesar 0%

Berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam (1983) maka bentangalam


diatas masuk kedalam klasifikasi reliefnya masing-masing, yaitu:
1. Bentangalam vulkanik yaitu berbukit terjal
2. Bentangalam struktural yaitu berbukit bergelombang
3. Bentangalam denudasional yaitu bergelombang landai
4. Bentangalam fluvial yaitu datar/hampir datar
5.2 Beda tinggi
Pada perhitungan morfometri pada peta topografi, praktikan menemukan
besarnya beda tinggi pada masing-masing bentangalam yang ada pada peta
topografi, yaitu:
1. Bentangalam vulkanik sebesar 1875 m
2. Bentangalam struktural sebesar 1125 m
3. Bentangalam denuasional sebesar 125 m
4. Bentangalam fluvial sebesar
Berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam (1983) maka bentangalam
diatas masuk kedalam klasifikasi reliefnya masing-masing, yaitu:
1. Bentangalam vulkanik yaitu pegunungan sangat curam
2. Bentangalam struktural yaitu pegunungan sangat curam
3. Bentangalam denudasional yaitu berbukit bergelombang
5.3 Proses geomorfik
Proses geomorfik pada masing-masing bentangalam yang ada pada peta
topografi adalah sebagai berikut:
1. Bentangalam vulkanik terjadi dikarenakan adanya gaya endogen
berupa proses vulkanik yang ada pada bawah permukaan
2. Bentangalam struktural terjadi dikarenakan adanya gaya endpgen
berupa proses tektonika yang ada pada bawah permukaan sehingga
menimbulkan adanya lipatan dan bentuklahan lainnyaa
3. Bentangalam denudasional terjadi dikarenakan karena adanya gaya
eksogen padaa permukaan bumi dapat berupa erosi, angin,
aktivitas organisme, dsb.
4. Bentangalam fluvial terjadi dikarenakan adanya proses sedimentasi
pada sungai sehingga menjadikan daerah di sekitar sungaai
memiliki bentuklahan penciri bentangalam fluvial
5.4 Pola pengaliran
Pada pengamatan yang dilakukan pada peta topografi, praktikan
menemukan adanya pola pengaloran yang ada pada bentangalam masing-
masing, yaitu:
1. Bentangalam vukanik memiliki pola pengaliran radial
2. Bentangalam struktural memiliki pola pengaliran dendritik
3. Bentangalam denudasional memiliki pola pengaliran
4. Bentangalam fluvial memiliki pola pengaliran
5.5 Potensi posotif dan negatif serta tata guna lahan
1. Bentangalam vulkanik memiliki potensi positif yaitu dapat
dijadikan sebagai tempat wisata, mata air. Dan juga memiliki
potensi negatif berupa adanyaa aliran lava dan lahar, erupsi, dan
gempa vulkanik
2. Bentangalam struktural memiliki potensi positif yaitu dapat
dijadika sebagai tempat wisata, pertanian, dan perkebunan. Selain
itu, memiliki potensi negative berupa tanah longsor
3. Bentangalam denudasional memiliki potensi positif yaitu dapat
dijadika sebagai daerah pemukiman, pertanian, dan perkebunan.
Selain itu, juga memiliki potensi negative berupa banjir
4. Bentangalam fluvial memiliki potensi positif yaitu dapat dijadikan
sebagai pengairan, irigasi, dan pembangkit listrik tenaga air. Selain
itu, juga memiliki potensi negative berupa banjir
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Bentangalam fluvial adalah bentangalam yang proses
pembentukannya dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini
terutamaa pada daerah-daerah deposisi seperti lembah sungai besar
dan dataran aluvial
 Pada peta topografi terdapat sebanyak empat bentangalam berupa
bentangalam vulkanik, bentangalam struktural, bentangalam
denudasional, dan bentangalam fluvial
B. Saran
 Sebaiknya pada daerah bentangalam vulkanik tidak dijadikan
daerah pemukiman hal ini dikarenakan daerah pada kontur
menunjukan lereng yang kuat sehingga ditakutkan pada daereha
tersebut akan terjadi longsor.
 Mungkin untuk kedepannya pada saat praktikum geomorfologi,
sebaiknya pada saat pemaparan materi tidak terlalu cepat-cepat
sehingga para praktikan dapat memahami materi secara maksimal
 Diharapkan untuk kedepannya pada saat geomorfologi, sebaiknya
para praktikan pada saat pemaparan materi senantiasa menjaga
kekondusifan pada saat praktikum berlangsung
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Geomorfologi. 2022. BUKU PANDUAN PRAKTIKUM


GEOMORFOLOGI. Semarang: Universitas Diponegoro
Mulyawan, O.B., dkk. Geologi dan Potensi Batulempung Sebagai Bahan
Industri Daerah Tajug dan Sekitarnya, Kecamatan Karangmoncol,
Kabupaten Purbalingga, Provinxi Jawa Tengah. Bogor:
Universitas Pakuan
Agustina, Maya., dkk. Geologi Daerah Kalitlaga dan Sekitarnya
Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa
Tengah. Serta Integrasi Database Untuk Membuat Model Geologi
dan Mineralisasi Daerah Cibeber, Kecamatan Cibaliung,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Bogor: Universitas
Pakuan
Nisrina, Anis., dkk. Geologi Daerah Kalibening dan Sekitarnya,
Kecamatan Karangayam, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Bogor: Universitas Pakuan

Anda mungkin juga menyukai