Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

HIDROGEOLOGI

ANALISIS GEOMETRI AKUIFER

Disusun Oleh:
Bunga Bumi Heir Bintang
21100114120025

LABORATORIUM HIDROGEOLOGI DAN GEOLOGI


LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
OKTOBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
Melakukan pengolahan data geolistrik
Mengetahui geometri akuifer berdasarkan analisisnya melalui data
geolistrik
1.2 Tujuan
Mampu melakukan pengolahan data geolistrik
Mampu mengetahui geometri akuifer berdasarkan analisisnya melalui
data geolistrik
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tanggal : Senin, September 2016
Waktu : 15.30 WIB - selesai
Tempat: Ruang 302, Geung Pertamina Sukowati

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

Berikut ini akan dijelaskan mengenai keadaan dan karakteristik geologi


secara regional baik itu fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi
regional dan geologi sejarah regional di daerah penelitian yang termasuk dalam
lembarpeta rupabumi digital Indonesia (Bakosurtanal) Lembar Belik (1308-641),
Lembar Watukumpul (1308-642), Lembar Randudongkal (1308-643), dan Lembar
Bantarbolang (1308-644) dan termasuk dalam Peta Geologi Regional Lembar
Purwokerto dan Tegal (1309-6 & 1309-3) Jawa Tengah.

2.1 Fisiografi Regional


Menurut Van bemmelen (1949), berdasarkan sifat fisiografinya, secara
garis besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :
1. Endapan Vulkanik Kuarter,
2. Dataran Aluvium Jawa Utara,
3. Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara serta
Kendeng,
4. Zona Pusat Depresi Jawa Tengah,
5. Kubah dan Pegunungan Pusat Depresi,
Rangkaian Pegunungan Serayu Selatan,
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Menurutnya, pegunungan di Jawa Tengah terbentuk oleh 2 puncak
geantiklin yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu
Selatan.Pegunungan Serayu Utara merupakan garis penghubung antara Zona
Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur.
Sedangkan Pegunungan Serayu Selatan merupakan elemen yang muncul dari
Zona Depresi Bandung yang membujur secara longitudinal di Jawa Barat dan
terdiri atas bagian barat dan timur, yang keduanya dipisahkan oleh Lembah
Jatilawang yang termasuk kedalam Zona Pusat Depresi Jawa Tengah dan
bagian baratnya merupakan tinggian di dalam Zona Bandung di Jawa Tengah.
Pegunungan ini merupakan antiklin yang sederhana dan sempit di bagian
barat, yaitu di sekitar Ajibarang. Sedangkan di bagian timur Banyumas
berkembang antiklinorium dengan lebar mencapai 30 kilometer yaitu di
sekitar Lok Ulo. Bagian timur Pegunungan Serayu Selatan ini merupakan
struktur dome sedangkan dekat Jatilawang terdapat suatu antiklin yang
terpotong oleh Sungai Serayu.
Antara Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara
terdapat Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona
Depresi Jawa Tengah. Depresi Jawa Tengah ini memanjang dari Majenang
Ajibarang Purwokerto Jatilawang dan Wonosbo. Di antara Purwokerto
dan Banjarnegara, lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah
timur Wonosobo semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh
gunungapi muda, di antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317
m) dan ke arah timur Zona Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di
sekitar Datar Temanggung, Magelang.
Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan
Serayu Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan
Karangbolong merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik
dari yang terdapat di Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan
Yogyakarta ke timur.
Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam
Zona Pegunungan Serayu Utara (gambar 2.1), dan secara struktur termasuk
ke dalam Besuki MajenangHigh.Secara regional, Zona Pegunungan Serayu
Utara mempunyai relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan
Slamet, dan menuju ke arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan
Serayu.

Gambar2.1 Peta Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelan, 1949)


2.2 Stratigrafi Regional
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan
gambaran umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan
stratigrafi daerah penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang
lebih muda.Menurut Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa
(Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996), urutan stratigrafi regional daerah
penelitian dari yang tua ke yang muda tersusun atas Formasi Rambatan,
Formasi Halang, dan Batuan Terobosan. Daerah pengamatan ini termasuk
dalam formasi Halang dan endapan aluvium.
2.2.1 Formasi Halang
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit, konglomerat
tufan dan napal, bersisipan batupasir.Formasi ini berumur Miosen
Akhir dan memiliki ketebalan hingga 800 meter (Djuri, Samodra,
Amin dan Gafoer, 1996). Menurut Kastowo dan Suwarna (1996) di
dalam Stratigraphic Lexicon ofIndonesia, Formasi Halang tersusun
atas perselingan batupasir, batulempung, napal, dan tuf dengan
interkalasi breksi. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan
submarine fan pada kedalaman neritik, dan terbentuk pada fore arc
basin, dengan ketebalan berkisar antara 400 700 meter.Oleh
Safarudin (1982), bagian bawah formasi ini berumur Miosen (N15
N16), dan bagian atas berumur Miosen (N15 N18).
Sedangkan menurut Ratman dan Robinson (1996), Formasi
Halang tersusun atas batupasir andesit yang resisten dan
konglomerat tufan dengan sisipan napal.Formasi ini membentuk
karakteristik punggungan-punggungan dengan tinggi mencapai 1260
meter, dan pada ketinggian yang lebih rendah membentuk
lembahlembah sempit dan curam.Formasi Halang diendapkan secara
selaras di atas Formasi.Rambatan dan ditindih secara selaras oleh
Fm. Kumbang. Berdasarkan hubungan stratigrafi tersebut, Formasi
Halang diperkirakan berumur Miosen Tengah Miosen Akhir, dan
diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang berangsur mendalam
ke arah Timur.
Adapun menurut Martono (1992), Djuri (1975)
menggambarkan perluasan Formasi Halang sebagai perluasan dari
Formasi Penyatan dengan perubahan bagian yang kaya aliran lava
diubah menjadi Formasi Kumbang, sedangkan yang didominasi
batuan sedimen menjadi Formasi Halang, dengan pengertian bahwa
Formasi Kumbang menindih tidak selaras Formasi Halang. Dari
beberapa paragraf di atas dapat dilihat bahwa antara para pemeta dan
penyelidik terdahulu terdapat berbagai perbedaan tentang susunan
stratigrafi daerah penelitian, padahal satuan stratigrafi tersebut
berkelanjutan dari satu lembar peta ke kembar lainnya. tampak
bahwa setiap pemeta cenderung memilih patokannya masing-masing
dalam mengkorelasikan satuan stratigrafi di lembar petanya dengan
satuan stratigrafi yang telah ada, Martono (1992).
2.2.2 Aluvium
Menurut Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996, Aluvium
pada daerah penelitian berupa kerikil, pasir, lanau, dan lempung,
sebagai endapan sungai dan pantai dengan tebal hingga 150 m.
Memiliki umur Holosen.

2.3 Struktur Geologi Regional


Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik
yang telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya
mencerminkan gaya kompresi regional berarah Utara-Selatan (Van
Bemmelen, 1949). Ketiga periode tektonik tersebut adalah :
1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen),
2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen), dan
3. Tektonik Holosen.
2.3.1 Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)
Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan
pengangkatan dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen
Paleogen dan Neogen.Perlipatan yang terjadi berarah relatif barat-timur,
sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara
hanya sebagian.Sedangkan sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar
sesar geser-jurus, dan sesar normal.Sesar naik di temukan di daerah
barat dan timur daerah ini, dan berarah hampir barat-timur, dengan
bagian selatan relatif naik.Kedua-duanya terpotong oleh sesar
geser.Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini berarah hampir
baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan.Jenis sesar ini
ada yang menganan dan ada pula yang mengiri.Sesar geser-jurus ini
memotong struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan.Sesar
normal yang terjadi di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-
selatan, dan terjadi setelah perlipatan.Di daerah selatan Pegunungan
Serayu terjadi suatu periode transgresi yang diikuti oleh revolusi
tektogenetik sekunder.Periode tektonik ini berkembang hingga Pliosen,
dan menyebabkan penurunan di beberapa tempat yang disertai aktivitas
vulkanik.

2.3.2 Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen)


Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen) merupakan
kelanjutan dari periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai
dengan aktivitas vulkanik, yang penyebaran endapan-endapannya
cukup luas, dan umumnya disebut Endapan Vulkanik Kuarter.
2.3.3 Periode Tektonik Holosen
Periode Tektonik Holosen disebut juga dengan Tektonik
Gravitasi, yang menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah
akibat beban yang sangat besar, yang dihasilkan oleh endapan
vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal tersebut menyebabkan
berlangsungnya keseimbangan isostasi secara lebih aktif terhadap
blok sesar yang telah terbentuk sebelumnya, bahkan sesar-sesar
normal tipe horst dan graben ataupun sesar bongkah atau sesar
menangga dapat saja terjadi. Sesar-sesar menangga yang terjadi
pada periode inidapat dikenal sebagai gawir-gawir sesar yang
mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau
kaldera gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan
gawir sesar pada kaldera Gunung Watubela.
Situmorang, dkk (1976), menafsirkan bahwa struktur geologi
di Pulau Jawa umumnya mempunyai arah baratlaut-tenggara ,sesuai
dengan konsep Wrench Fault Tectonics Moody and Hill (1956) yang
didasarkan pada model shear murni.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat

Mika
Spidol OHP F
Kurva bantu
Double log
Penggaris
Alat tulis
Laptop yang terinstal software progress dan rockwork

3.2 Bahan

Data geolistrik daerah Pemalang

3.3 Langkah Kerja


Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Plotkan data geolistrik dengan double log pada mika
Sesuaikan data tersebut pada kurva bantu
Lakukan cara tersebut terhadap seluruh data yang ada
lakukan perhitungan koreksi terhadap hasil perhitungan pada tabel dengan
nilai X, dan Y
Carilah nilai dn hn n sesuai dengan rumus
Buka software progress, dan lakukan pengolahan data sesuai dengan alur
yang ada
Hasil data dari progress diolah ke dalam excel
Lakukan pengklasifikasian dari nilai resistivity berdasarkan klasifikasi
batuan Telfford
Buka software rockwork, olah data log litologi, permodelan 3D dan
korelasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Log


Tabel 1. Hasil Log pada Titik 18
Kurva Koordinat
Kurva Titik
Koreks n dn hn rho n k
Bantu Pusat dn' rho n'
i
Q 1 1,5 200 1,5 1,5 200 0,2
H Q 2 1,6 160 0,1 1,65 0,15 40 0,65
A H 3 1,9 140 1,9 0,25 104 1,25
K A 4 6,5 175 2,5 6,65 4,75 175 5
Q K 5 9 210 0,1 7,3 0,65 875 0,15
H Q 6 9,5 185 0,2 9,1 1,8 31,5 0,65
A H 7 11 170 11 1,9 120,25 3,5
K A 8 12 190 0,1 12,1 1,1 595 2
Q K 9 13 210 0,05 12,7 0,6 380 1
Q TOTAL 12,7 201

Tabel 2. Hasil Log pada Titik 20


Kurv Koordinat
Kurva Titik
a n dn hn rho n k
Koreksi Pusat dn' rho n'
Bantu
Q 1 1,5 215 1,5 1,5 215 0,15
H Q 2 1,6 140 0,2 1,8 0,3 32,25 0,65
A H 3 5 110 5 3,2 91 3,5
K A 4 5,5 125 0,1 5,5 0,5 385 2
Q K 5 26 220 3 22 16,5 250 0,4
Q TOTAL 22 216

Tabel 3. Hasil Log pada Titik 46


Kurva Kurva Titik Koordinat
n dn hn rho n k
Bantu Koreksi Pusat dn' rho n'
Q 1 2 160 2 2 160 0,05
H Q 2 3 90 0,1 2,2 0,2 8 0,4
A H 3 3,8 50 3,8 1,6 36 5
K A 4 4,4 57,5 0,1 4,18 0,38 250 3,5
Q K 5 7 75 0,2 5,06 0,88 201,25 0,5
H Q 6 7,5 70 0,1 5,76 0,7 37,5 0,8
A H 7 9,5 65 9,5 3,74 56 3,5
A TOTAL 9,5 227,5
Tabel 4. Hasil Log pada Titik 48
Kurva Koordinat
Kurva Titik
Koreks n dn hn rho n k
Bantu Pusat dn' rho n'
i
Q 1 2,5 80 2,5 2,5 80 0,2
H Q 2 2,6 65 0,1 2,75 0,25 16 0,5
A H 3 4,4 55 4,4 1,65 32,5 7
K A 4 5 60 0,05 4,62 0,22 385 1,5
Q K 5 6,5 70 0,3 6,12 1,5 90 0,8
H Q 6 7 80 0,05 6,445 0,325 56 0,65
A H 7 9 60 9 2,555 52 5
A TOTAL 9 300

Berdasarkan hasil log pada tersebut, diperoleh variasi nilai rho n. Dari
data tersebut kemudian dilakukan pengolahan dengan software progress
untuk mengetahui nilai resitivitas masing-masing lapisan sehingga dapat
diketahui jenis litologi serta jenis batuan berdasarkan sifat airtanahnya.

4.2 Penampang Litostratigrafi dan Korelasinya


Resistivit Hidrogeolog
Depth y Litologi y
0 245,7 soil Vados zone
0,92 32,36 batulempung Akuiklud
1,09 91,38 batupasir Akuifer
1,36 236,26 lava Akuifug
5,54 961,51 lava Akuifug
6,25 36,85 batulempung Akuiklud
7,77 126,91 batupasir Akuifer
9,61 616,27 lava Akuifug
10,74 385,02 lava Akuifug
11,35 199,69 batupasir Akuifer

Gambar 1. Data Litologi dan Sifat Hidrogeologi pada


Titik 18
Dept Resistivit Hidrogeolog
h y Litologi y
0 304,55 soil Vados zone
batulempun
0,91 26,92 g Akuiklud
1,21 136,63 batupasir Akuifer
8,41 273,32 batupasir Akuifer
8,88 265,57 batupasir Akuifer
batulempun
27,32 69,28 g Akuiklud

Gambar 2. Data Litologi dan Sifat Hidrogeologi pada


Titik 20

Resistivit Hidrogeolog
Depth y Litologi y
0 281,41 soil Vados zone
0,71 9,94 batupasir Akuifer
0,84 39,44 batupasir Akuifer
1,7 183,23 lava Akuifug
1,99 116,65 lava Akuifug
batulempun
2,55 31,25 g Akuiklud
batulempun
3,22 57,71 g Akuiklud
batugampin
5,29 212,05 g Akuifer

Gambar 3. Data Litologi dan Sifat Hidrogeologi pada


Titik 46

Resistivit Hidrogeolog
Depth y Litologi y
0 432,11 Soil Vados zone
0,67 14,49 batulempung Akuiklud
0,89 31,8 batulempung Akuiklud
1,62 447,26 lava Akuifug
1,88 79,15 batugamping Akuifer
3,2 49,26 batupasir Akuifer
3,54 23,6 batupasir Akuifer
5,25 210,61 lava Akuifug

Gambar 4. Data Litologi dan Sifat Hidrogeologi pada


Titik 48
Legenda :

Gambar 5. Penampang Litostratigrafi

Berdasarkan data tersebut, terdapat litologi berupa soil, batupasir,


batulempung, batugamping, dan lava. Masing-masing litologi memiliki
porositas dan permeabiltas yang berbeda-beda yang ditentukan oleh sifat
fisiknya. Porositas merupakan pori-pori atau rongga diantara butiran-butiran
material penyusunnya yang dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu batuan
untuk dapat menyimpan fluida. Sedangkan permeabilitas merupakan
kemamuan suatu batuan untuk daat meloloskan atau melewatkan fluida.
Pada lapisan pertama berupa soil yang merupakan lapisan dengan
nilai porositas dan permeabilitas yang baik. Hal ini dikarenakan soil
merupakan suatu material yang belum terkonsolidasi (unconsolidated)
sehingga rongga atau ruang antar butirnya relatif besar sehingga dapat
menyimpan air. Selain itu karena materialnya unconsolidated, soil juga relatif
mudah untuk melewatkan air. Kebanyakan soil akan berfungsi sebagai zona
recharge apabila dibawah lapisan soil tersebut berada diatas lapisan yang
permeable.
Batupasir telah mengalami konsolidasi namun memiliki porositas
dan permeabilitas yang baik. Porositas batupasir relatif baik dipengaruhi oleh
ukuran butirnya yang tidak terlalu halus sehingga rongga yang dihasilkan
antar butirnya relatif lebih besar pula. Meskipun telah mengalami sementasi,
batupasir memiliki permeabilitas yang baik. Hal ini dikarenakan batupasir
memiliki sifat kohesif yang kecil. Sifat kohesif merupakan kecenderungan
material-material penyusunnya untuk saling tarik menarik.
Batulempung memiliki porositas baik dan permeabilitas buruk.
Porositas dipengaruhi oleh ukuran butirnya, karena ukuran butirnya relatif
halus, maka rongga yang dihasilkan lebih banyak. Permeabilitas dipengaruhi
sifat kohesif batulempung yang besar yang menunjukkan bahwa antar
butirnya memiliki ikatan yang kuat sehingga sulit untuk melewatkan batuan.
Batugamping memiliki nilai porositas dan permeabilitas seperti
batuasir pada umumnya, namun sifat permeabilitasnya lebih kecil karena
adanya sementasi lebih lanjut pada proses pembentukan batugamping yang
berpengaruh terdapap rongga antar butir serta ikatan antar butirnya.
Lava merupakan batuan beku yang terbentuk dari proses pembekuan
magma sehingga produknya memiliki porositas dan permeabilitas yang buruk
dikarenakan sifat magma yang padat. Batuan beku memilki porositas yang
kecil karena kristalnya yang saling interlocking. Kombinasi proses pelapukan
(weathering) dan fracturing menyebabkan meningkatnya porositas. Dalam
kondisi lain lava dapat memiliki kemampuan untuk menyimpan dan
melewatkan air jika terdapat rekahan pada batuan tersebut. Batuan yang
memilki rekahan porositasnya akan meningkat 2-5% sedangkan akibat
pelapukan porositasnya meningkat 30-60%, akibatnya kemampuan air
meresap kedalam batuan menjadi lebih besar.

Gambar 6. Korelasi Penampang Litostratigrafi

4.3 Penampang Hidrostratigrafi dan Korelasinya


Legenda :

Gambar 5. Penampang Hidrostratigrafi


Dari hasil korelasi berdasarkan sifat batuan terhadap airtanah, pada
sumur-sumur tersebut terdapat beberapa macam batuan sebagai berikut :
1. Top Layer (Soil)
Lapisan ini disimbolkan dengan warna hitam pada korelasi
hidrostratigrafi. Lapisan ini termasuk dalam zona vadose atau zona
tidak jenuh air. Pada lapisan ini biasanya berlangsung penyerapan air
secara maksimal. Merupakan zona recharge jika memiliki lapisan
permeable dibawahnya.
2. Akuifer
Lapisan ini disimbolkan dengan warna hijau biru tua pada korelasi
hidrostratigrafi. Akuifer merupakan lapisan batuan yang mempunyai
susunan sedemikian rupa sehingga dapat meyimpan dan mengalirkan
air tanah yang cukup berarti. Oleh karena tersebut lapisan akuifer harus
memiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Termasuk diantaranya
adalah batupasir dan batupasir karbonatan.
3. Akuiklud
Lapisan ini disimbolkan dengan warna biru agak muda pada korelasi
hidrostratigrafi. Merupakan lapisan batuan yang dapat meyimpan air
akan tetapi tidak dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah yang cukup
berarti. Termasuk diantaranya batulempung yang memiliki porositas
baik dan permeabilitas buruk.
4. Akuitar
Lapisan ini disimbolkan dengan warna biru agak tua pada korelasi
hidrostratigrafi. Akuifer merupakan lapisan batuan yang mempunyai
susunan sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan
air tanah dalam jumlah yang terbatas. Oleh karena tersebut lapisan
akuifer memiliki porositas baik dan permeabilitas yang tidak begitu
baik. Termasuk diantaranya adalah batupasir.
5. Akuiflug
Lapisan ini disimbolkan dengan warna biru muda pada korelasi
hidrostratigrafi. Merupakan lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan
dan mengalirkan air tanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan
kalaupun ada air pada lapisan batuan tersebut hanya terdapat pada kekar
atau rekahan batuan saja. Termasuk diantara lava yang merupakan
batuan beku dengan porositas dan permeabilitas yang buruk
dikarenakan sifat magma yang padat. Batuan beku memilki porositas
yang kecil karena kristalnya yang saling interlocking.

Gambar 6. Korelasi Penampang Hidrostratigrafi


BAB V
KESIMPULAN

5.1 Analisis Geometri Akuifer dapat dilakukan melalui metode geofisika yaitu
geolistrik, dengan mengetahui resistivitas masing-masing lapisan.
5.2 Dalam pengolahan data geolistrik untuk mengetahui geometri akuifer
dilakukan dengan cara pengolahan dengan kurva bantu dan log, software
progress untuk mengetahui resistivitas masing-masing lapisan serta software
rockwork untuk mendapatkan penampang litostratigrafi, penampang
hidrostratigrafi serta korelasinya.
5.3 Berdasarkan data geolistrik pada daerah tersebut, dikelompokkan litologi
berupa soil, batulempung, batupasir, batugamping, dan lava.
5.4 Berdasarkan data geolistrik pada daerah tersebut, dikelompokkan jenis batuan
berdasarkan sifat airtanahnya yaitu vadose zone, saturated zone (akuifer,
akuiklud, akuitar dan akuifug)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai