Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOFISIKA EKSPLORASI

GRAVITY

Disusun Oleh:
Rachel Edgina Supardi
21100121140139

LABORATORIUM SUMBER DAYA ENERGI


DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
MEI 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi acara gravity yang disusun oleh


praktikan bernama Rachel Edgina Supardi, ini telah disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Sebagai tugas laporan praktikum mata kuliah Geofisika Eksplorasi.

Semarang, 16 Mei 2023


Asisten Acara Praktikan

Perdana Marojohan Simbolon Rachel Edgina Supardi


NIM 21100120120003 NIM 21100121140139
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Maksud
a. Memahami prinsip-prinsip yang digunakan dalam metode gravity
b. Mengetahui cara akusisi data dalam metode gravity
c. Mengetahui kegunaan metode gravity dengan melihat nilai densitas sebagai
acuan analisis formasi batuan
1.2 Tujuan
a. Praktikan dapat memahami penggunaan metode gravity
b. Praktikan dapat mengiplementasikan teknik akusisi data metode gravity
dengan menggunakan software Surfer, Grablox, Magpick, dan Bloxer
c. Praktikan dapat mengkorelasikan hasil pengerjaan metode gravity dengan
interpretasi guna mengetahui jenis lapisan formasi
d. Praktikan dapat menganalisis hasil akusisi data dengan geologi regional
sumber data

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum Geofisika Eksplorasi acara gravity dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Kamis, 4 Mei 2023
Pukul : 19.00 WIB - selesai
Tempat : Ruang 103 GPS
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam eksplorasi dengan metode gravitasi tergantung pada hukum Newton yang
dinyatakan dengan gaya F atau gaya saling tarik menarik antara dua partikel yang
berhubungan dengan massa yang dipisahkan. Pada hukum Newton, menyatakan bahwa
kedua partikel yang berturut-turut masanya m1 dan m2 masing-masing dimensi sangat
kecil bila dibandingkan dengan jarak pemisah r dari pusat massa. Pernyataan tersebut
dinyatakan dalam rumus:

𝑀1. 𝑀2
𝐹=𝛾
𝑟2
Penggunaan dari prinsip metode gravitasi membutuhkan banyak koreksi, hal ini
disebabkan oleh banyaknya noise atau gangguan dalam data yang dapat mengubah
hasil data. Metode gravitasi memiliki banyak anomali yang nantinya melalui proses
akusisi data yang tepat dapat menghasilkan data yang tepat.

2.1 Anomali Gaya


Anomali gaya berat merupakan anka yang muncul ketika terdapat perbedaan
gaya berat pengamatan yang telah dilakukan konversi dari bidang gaya dengan
gaya berat secara teoritis. Gaya berat secara teoritis pada dasarnya merupakan
teori dari gaya gravitasi yang menyatakan permukaan bumi berbentuk ellipsoid,
sehingga menyebabkan rapat massa yang homogen. Hal ini membuat nilai gaya
berat yang ada berupa nilai teratur dengan sekuen yang stabil serta bergantung
pada nilai lintang secara geodetic.
Pada pengukuran gaya berat disuatu titik, gaya berat yang dihitung perlu dikaji
lagi. Hal ini disebabkan oleh gaya berat noise yang mempengaruhi hasil sehingga
muncul suatu variable baru yang dikenal dengan gaya berat reduksi. Perbedaan
antara nilai gaya berat standar dan gaya berat hasil pengukuran disebut dengan
anomaly gaya berat.
2.1.1 Anomali Free Air
Anomali free air merupakan angka variable yang ada ketika medan gaya
berat aktual sepanjang permukaan bumi. Dalam proses pengukuran terdapai
noise berupa udara yang mempengaruhi hasil data pengukuran. FAA atau Free
Air Anomaly merupakan nilai anomaly Bouguer yang tidak memperhitungkan
efek massa batuan.
2.1.2 Anomali Bouguer
Suatu informasi yang dihitung massa batuan dari stasiun pengukuran
dengan bidang geoid dikenal sebagai koreksi Bouguer. Koreksi ini didapatkan
melalui penghitungan tarikan gravitasi yang disebabkan oleh batuan, ketebalan
(H) dan densitas rata-rata batuan. Kandungan massa pada bidang geoid
menghasilkan nilai g pada titik pengukuran menjadu lebih besar dari bidang
geoid.
2.1.3 Koreksi Medan (Terrain Correction)
Koreksi medan dikenal juga dengan koreksi topografi, suatu data perlu
dilakukan TC dikarenakan adanya pengaruh penyebaran massa yang tidak
teratur akibat perbedaan elevasi dan noise disekitar titik pengukuran. Apabila
pada koreksi Bouguer mengasumsikan bahwa bidnag pengukuran adalah suatu
wilayah landai, maka diperlukan hasil data koreksi dengan keadaan topografi
dan elevasi yang sebenarnya.
2.1.4 Koreksi Lintang (Lattitude Correction)
Gerak rotasi bumi mempengaruhi gaya gravitasi yang ada, hal ini juga
terjadi pada data pengukuran yang mengalami perubahan nilai akibat gaya
rotasi bumi. Maka diperlukan suatu hasil koreksi yang menggunakan variable
berupa percepatan gravitasi pada seluruh permukaan bumi.
2.1.5 Koreksi Apungan (Drift Correction)
Gaya gravitasi menyebabkan adanya perubahan nilai gravitasi di stasiun
yang sama pada waktu yang berbeda oleh gravitimeter. Hal yang mendasari
perubahan nilai karena guncangan pegas dan perubahan temperature yang
mempengaruhi gravitimeter. Sifat suatu besi yang dapat memuai
mempengaruhi pembacaan nilai setiap perubahan waktunya.
2.1.6 Total Anomali Bouguer
Data yang telah melalui proses koreksi, akan muncul nilai Bouguer
Anomaly yang disebabkan oleh variasi densitas pada batuan di permukaan bumi
yang berada tepat pada bidang refrensi atau bidang geoid. Pada Anomali
Bouguer terdapat dua jenis nilai anomali, yaitu Complete Bouguer Anomaly
(CBA) dan Simple Bouguer Anomaly (SBA). Hal yang membedakan keduanya
adalah koreksi medan. CBA didapatkan tanpa menggunakan variable koreksi
medan, sedangkan SBA menggunakan variable koreksi medan.
2.1.7 Geologi Regional Daerah Penelitian
Kabupaten Sumenep merupakan Kabupaten yang berada paling ujung di
Pulau Madura, temassuk bagian dari Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Sumenep
memiliki luas wilayah 2.093,458 km2 yang terdiri dari 27 Kecamatan, 328 Desa
dan empat kelurahan. Wilyah Kabupaten Sumenep merupakan Kabupaten yang
berada di P.Madura dan memiliki 128 pulau yang tersebar di sebelah timur
Kabupaten Sumenep dengan Pulau Raas, Pulau Sapudi, Pulau Puteran,
Kepulauan Masalembu dan Kepulauan Kangean.
Sumberdaya alam pada Kabupaten Sumenep berupa batuan mineral
melimpah berbasis karbonat seperti batu kapur, calcite, dan dolomit. Secara
geologi Kabupaten Sumenep berada pada zona sedimen tersier dan kuarter yang
termasuk dalam zona Rembang. Zona Rembang merupakan formasi batuan
sedimen dengan komposisi pasiran dan gampingan yang kaya akan mineral
karbonat. Zona ini dimulai dari Pegunungan Kapur Utara di Kabupaten
Rembang hingga sampai ke ujung Pulau Madura.
2.1.7.1 Formasi Tawun
Secara litologi, Formasi Tawun terdiri dari batulempung, batu napal,
batugamping, batugamping berseling lempung dan materi sisipan berupa
orbitoid. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal-Tengah dengan
material sedimen yang terendapkan pada ketebalan sekitar 300 meter.
Paleobatimetri pengendapannya diperkirakan pada lingkungan laut dangkal.
2.1.7.2 Formasi Ngarayong

Formasi Ngarayong bertindih secara selaras dengan Formasi Tawun,


dengan lapisan batuan berupa batupasir kuarsa dan batugamping orbitoid dan
batu lempung. Formsdi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah dengan
material sedimen yang terendapkan pada ketebalan sekitar 600 meter. Batimetri
pengendapan formasi ini diasumsikan pada lingkungan laut dangkal.

2.1.7.3 Formasi Bulu

Formasi Bulu mengalami pengendapan secara selaras dengan Formasi


Ngarayong. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batugamping dengan sisipan
batunapal pasiran. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah – Atas.
Batimetri formasi ini berupa zona neritik dengan ketebalan formasi 200 meter.

2.1.7.4 Formasi Madura

Formasi Madura terbagi menjadi dua selarasan. Sebagian menindih


secara selaras, dan sebagian lagi tidak menindih maupun selaras dengan
Formasi Bulu, Formasi Ngarayong, Formasi Pasean. Formasi ini tersusun atas
lapisan batugamping terumbu, batugamping dolomitan, dan satuan batuan
berupa batugamping kapuran, satuan batugamping pasiran, batugamping, oolit
serta batugamping hablur, dan batugamping dolomitan. Formasi ini
terendapkan pada batimetri laut dangkal dengan ketebalan formasi 250 meter.

2.1.7.5 Formasi Pamekasan

Formasi ini tersusun secara tidak selaras dengan formasi lainnya, terdiri
atas konglomerat, batupasir, batu lempung dan batugamping.
Konglomerat terdiri atas komponen utama batugamping foraminifera. Formasi
ini diasumsikan berumur sekitar Miosen Akhir- Pliosen. Terjadi peningkatan
populasi foraminifera pada formasi ini, maka menandakan bahwa Formasi
Pamekasan terendapkan pada masa Maximum Flood Sequence.

2.1.7.6 Formasi Pasean

Formasi ini merupakan satu-satunya formasi yang selaras dengan


Formasi Bulu. Terdiri atas batuan dengan perselingan napal dengan
batugamping lempungan, batugamping pasiran, dan batugamping oolit, napal
pasiran, berbutir halus – sedang, kandungan kuarsa yang cukup rendah. Formasi
ini berumur Miosen Akhir dan terendapkan pada batimetri laut dangkal dengan
tebal <600 meter.

2.1.7.7 Satuan Aluvium


Merupakan lapisan berisikan endapan alluvium pantai, sungai, dan rawa.
Berisikan material lepasan dengan ukuran yang beragam, mulai dari lempung,
pasir, kerikil, dan kerakal. Satuan ini memiliki umur termuda dengan
unconformity pada formasi lainnya.
2.2 Struktur Dan Tektonika
Kabupaten Sumenep termasuk pada wilayah Cekungan Jawa Timur.
Cekungan ini dibatasi oleh Jalur Perlipatan Selatan dibagian selatan, Busur
Karimun Jawa di sebelah barat, Tinggian Meratus di sebelah utara, Tinggian
Masalembo di sebelah timur. Tektonika Kabupaten Sumenep dilewati oleh tepian
Sundaland Craton bagian tenggara, tenggara, dimana batuan dasar
merupakan batuan dasar merupakan kerak peralihan antara peralihan antara
kerak benua dan samudera samudera yaitu Kelompok Melange berumur Kapur
hingga Tersier Bawah.
BAB III
LANGKAH PENGERJAAN

3.1 Pengolahan Data Excel


1. Download data excel yang telah diberikan asisten, buka melalui excel
2. Lakukan konversi terhadap waktu dengan menggunakan rumus
=CONVERT(G2,"day","sec"). Drag hingga kebawah

3. Lakukan penghitungan pada koreksi drift dengan menggunakan rumus


𝐺𝑎−𝐺1
𝐷𝑟𝑖𝑓𝑡 𝐶𝑜𝑟𝑟 = × 𝑡𝑥 − 𝑡𝑎 . Pada kolom koreksi masukkan rumus
𝑡𝑎−𝑡1

=((1767.168368-1767.847117)/(61140-35460))*(H2-35460). Drag hingga


kebawah
4. Selanjutnya lakukan penghitungan pada G obs bacaan dengan menggunakan
rumus 𝐺 𝑂𝑏𝑠 = 𝐺 𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 − 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡 − 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑟𝑢𝑡 .Pada kolom
excel masukkan rumus =J2-K2-I2

5. Lakukan penghitungan pada DG obs bacaan dengan menggunakan rumus


𝐷 𝑡𝑜 𝐵𝑎𝑠𝑒 = 𝐺 𝑂𝑏𝑠 𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 − 𝐺 𝑏𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 Pada kolom excel
masukkan rumus =L2-J2

6. Lakukan penghitungan pada G observasi bacaan dengan menggunakan


rumus 𝐺 𝑏𝑎𝑠𝑒 = 𝐺 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑒 − 𝐷 𝑡𝑜 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 Pada kolom excel
masukkan rumus =P2+N2
7. Lakukan penghitungan pada G normal. Pada kolom excel masukkan rumus
=978032.7*(((1+(0.0053024*SIN(RADIANS(B2))^2))-((0.0000058*SIN
(RADIANS(2*B2))^2)))). Angka 978032.7 merupakan konstanta
penghitung berupa gaya tarik gravitas, dengan angka 0.0053024 merupakan
konstanta penghitung berupa hasil normalisasi.

8. Lakukan penghitungan pada FAC dengan menggunakan rumus FAC =


−0.30867 × 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 Pada kolom excel masukkan rumus =-30867*F2. Drag
hingga ke bawah.
9. Lakukan penghitungan pada Anomaly FA dengan menggunakan rumus
Anomaly FA= 𝐺 𝑜𝑏𝑠 − (𝐺 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 + 𝐹𝐴𝐶) Pada kolom excel masukkan
rumus =-30867*F2. Drag hingga ke bawah.

10. Lakukan penghitungan pada Bouguer Correction dengan menggunakan


rumus BC = 0.0419 × 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 × 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 Pada kolom excel masukkan
rumus =0.0419*T2*F2. Drag hingga ke bawah.
11. Lakukan penghitungan pada Simple Bouguer Anomaly dengan menggunakan
rumus SBA= 𝐴𝑛𝑜𝑚𝑎𝑙𝑦 𝐹𝐴 − 𝐵𝐶 Pada kolom excel masukkan rumus =S2-
U2. Drag hingga ke bawah.

12. Lakukan penghitungan pada Complete Bouguer Anomaly dengan


menggunakan rumus CBA = 𝑆𝐵𝐴 + 𝑇𝑒𝑟𝑟𝑎𝑖𝑛 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 Pada kolom
excel masukkan rumus =V2+W2. Drag hingga ke bawah.

3.2 Pengolahan Data Surfer


1. Buat tabeel pada sheet baru yang berisikan koordinat x dan y, elevasi,
gravitasi obs, gravitasi normal, anomaly FA, CBA dan SBA
2. Copy tabel yang telah dibuat pada langkah 1, masukan pada new worksheet
di surfer

3. Save data dengan format .dat pada folder yang diinginkan>OK

4. Mulai pembuatan peta dengan grid data> pilih file> A: koordinat X, B:


koordinat Y, dan C: elevasi> metode kriging>
5. Beri warna peta yang telah dibuat dengan mencentang fill colors> warna
ubah menjadi rainbow> tambahkan color scale

6. Lakukan langkah 4 dan 5 secara berulang kali, dengan catatan ubah Z menjadi:
g observasi, gravitasi normal, anomaly FA, CBA dan SBA secara bergantian
7. Hasil akhir 6 peta bersama dengan gridding report

8. Pada peta CBA> klik peta> Generals> grid info

9. Input hasil X dan Y pada excel. Tambahkan X size dan Y size sebagai kolom
baru. X size dan Y size merupakan hasil max – min. Save data excel
10. Pada surfer save hasil peta CBA dalam format *.dat

11. New worksheet> open data yang telah disave pada langkah 10> OK

12. Select 5 row paling atas> klik kanan> insert> shift cells down> OK
13. Pada row 1 tuliskan laporan, pada row 3 tuliskan total jumlah data (6900).
Disepanjang row 3 diisi dengan angka 1, 2, 0, 3, 0 secara berurutan seperti
gambar.

3.3 Pengolahan Data MAGPICK


1. Buka software Magpick. File> Open grid files> pilih hasil data GRID CBA
2. Klik operations> upward continuation> pada bagian elevation, ganti angka
menjadi 7-17>OK. Ubah elevasi sesuai dengan elevasi paling rendah dan
paling tinggi

3. Pada aplikasi surfer, buka semua data elevasi yang telah dibuat secara local
dan regional. New countour map> local 7-17. Bandingkan semua peta
tersebut dengan peta CBA
4. Berdasarkan hasil perbandingan menunjukkan peta local 9 dan regional 9
paling menyerupai hasil peta CBA
3.4 Pengolahan Data GRABLOX
1. Buka aplikasi grablox, pada kolom dibagian kiri, ubah menjadi preserve>
update

2. Pada X posit dan Y posit masukkan dengan angka hasil grid geometry X Min
dan Y Min>update

3. Pada X size dan Y size, masukkan nilai sesuai dengan hasil grid geometry>
update
4. Pada bagian data area terdapat X step dan Y step yang diisi dengan angka X
spacing dan Y spacing> update

5. Pada X start dan Y start, diisi dengan angka X Min dan Y Min> update

6. Pada bagian X ending dan Y ending, diisi dengan X max dan Y max>
update
7. File> save model> save results> berikan penamaan yang sama> pastikan
format penyimpananan berupa .out dan .inp

8. Edit> min or max value> masukkan angka 1900 dan 2200> OK


9. Ubah permodelan data menjadi preserve> update

10. Gravity> read data> input hasil CBA> open> OK

11. Pada tab, ubah density menjadi base> normal> none ubah menjadi all>
compute
12. Pada bagian sebelah kanan disebelah hasil grid, terdapat RMS yang
menunjukan angka error, untuk mengurangi nilai tersebut> optimize

13. Lakukan hal yang sama pada density> optimize


14. Lakukan langkah 11 dan 12 pada occam d> optimize

15. Lakukan langkah 11 dan 12 pada heights> optimize

16. Lakukan langkah 11 dan 12 pada occam h> optimize


17. File> save model> beri nama> OK

3.5 Pengolahan Data BLOXER


1. Open file yang telah disimpan sebelumnya pada grablox

2. Interpretasikan hasil peta dengan klasifikasi yang ada. Korelasikan dengan


geologi regional daerah penelitian.
BAB IV
HASIL

4.1 HASIL PETA


a. Peta Elevasi

b. Peta G Obs

c. Peta G Normal

d. Peta FAC
e. Peta SBA

f. Peta CBA

g. Peta Regional
h. Peta Lokal

4.2 HASIL PETA GRABLOX

4.3 HASIL BLOXER


BAB V
PEMBAHASAN
Pada tanggal 4 Mei 2023 telah dilaksanakan praktikum gravity terhadap
permukaan bawah tanah data sampel yang telah diberikan asisten. Pengerjaan ini
bertujuan untuk mengetahui permukaan bawah tanah berdasarkan hasil data
penghitungan resistivitas lapisan.
5.1 Permodelan 2D
Pada dasarnya software Surfer berkerja dengan melakukan interpolasi
persebaran data sesuai dengan metode interpolasi yang dipilih. Praktikan
memilih untuk menggunakan metode interpolasi secara Kriging. Pada
pengerjaanya terdapat suatu kekurangan yaitu, pole persebaran data yan tidak
dapat diubah agar mengikut 3 titik persebaran data pertama. Selain itu, hasil
RMS yang didapatkan tidak dapat diubah.
Pada software surfer, menghasilkan peta-peta berikut yaitu,

Gambar 1. Peta Elevasi Daerah Penelitian (kiri atas), Peta Anomaly Free Air (kanan
atas), Peta Simple Bouguer Anomaly (kiri bawah), dan Peta Complete Bouguer Anomaly (kanan
bawah) pada Daerah Penelitian.
Praktikan telah melakukan akusisi data dengan menggunakan koreksi
elevasi, koreksi FAC, koreksi SBA, dan koreksi CBA. Metode ini menghasilkan
perubahan variasi nilai densitas yang lebih stabil akibat dari pengurangan noise
yang mempengaruhi hasil akhir kaliberasi.
Praktikan menginterpretasikan bahwa pada gambar 1 secara keseluruhan
nilai densitas yang cenderung tinggi ditunjukkan dengan warna merah dengan
rentang 76.5 – 76.8 mgal. Sedangkan nilai densitas yang cenderung rendah
ditunjukkan dengan warna ungu dan biru dengan rentang 74.8 – 75 mgal. Nilai
densitas yang cenderung tidak tinggi maupun tidak rendah ditunjukkan melalui
warna kuning-hijau dengan rentang 75 – 76.1 mgal.
Praktikan membandingkan hasil peta lokal dan regional dengan
perbedaan elevasi sebesar satu. Berdasarkan perbandingan tersebut, didapatkan
peta dengan tingkat kemiripan terhadap CBA paling tinggi yaitu, peta lokal
dengan elevasi 9 dan peta regional dengan elevasi 12.

Gambar 2. Peta Regional dengan elevasi 9 (kiri) dan Peta Local Dengan Elevasi 12 (kanan).
Pada hasil permodelan 2D dengan software Grablox, didapatkanlah data
yang telah dikoreksi dengan permodelan yang cenderung lebih halus dengan
batas densitas yang semakin terlihat. Pada hasil koreksi, dapat dilihat ternyata
terdapat perubahan nilai densitas paling rendah yang ternyata berada pada angka
75 mgal. Dan nilai densitas paling tinggi berada pada angka 76.3 mgal.
Gambar 3. Peta Hasil Koreksi Data CBA
5.2 Pemodelan 3D
Software Bloxer merupakan software pemograman yang berfungsi
untuk memproses data hasil koreksi yang telah dikaliberasi sebelumnya. Hasil
dari software ini berupa permodelan 3D dari depan, tengah, dan tengah namun
dalam perspektif dari atas. Terdapat 10 lapisan yang muncul dalam permodelan
Bloxer.

Tabel 1. Nilai Densitas Batuan dan Mineral (Telford, 1990)


5.2.1 Lapisan I

Pada lapisan I, dapat dilihat bahwa H section penuh dengan


warna merah. Maka densitas diinterpretasikan dengan besar 1.90 g/cm3.
Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan I merupakan lapisan dari
satuan alluvium.

Gambar 4. Hasil 3D lapisan I, H section (tengah), X section (kanan)

5.2.2 Lapisan II
Pada lapisan II, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna merah. Maka densitas diinterpretasikan dengan besar 1.91
g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan II merupakan lapisan
dari satuan alluvium.

Gambar 5. Hasil 3D lapisan II, H section (tengah), X section (kanan)

5.2.3 Lapisan III


Pada lapisan III, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna orange. Maka densitas diinterpretasikan dengan besar
1.93 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan III merupakan
lapisan dari satuan alluvium
Gambar 6. Hasil 3D lapisan III, H section (tengah), X section (kanan)

5.2.4 Lapisan IV
Pada lapisan IV, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna orange dan kuning . Maka densitas diinterpretasikan
dengan besar 1.94 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan
IV merupakan lapisan dari satuan alluvium

Gambar 7. Hasil 3D lapisan IV, H section (tengah), X section (kanan)


5.2.5 Lapisan V
Pada lapisan V, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna hijau dan kuning . Maka densitas diinterpretasikan
dengan besar 1.97 – 1.99 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990),
lapisan V merupakan lapisan dari satuan alluvium
Gambar 8. Hasil 3D lapisan V, H section (tengah), X section (kanan)
5.2.6 Lapisan VI
Pada lapisan VI, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna hijau muda. Maka densitas diinterpretasikan dengan besar
2.00 – 2.02 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan VI
merupakan batugamping pasiran.

Gambar 9. Hasil 3D lapisan VI, H section (tengah), X section (kanan)


5.2.7 Lapisan VII
Pada lapisan VII, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna hijau dengan aksen biru. Maka densitas diinterpretasikan
dengan besar 2.02 – 2.05 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990),
lapisan VII merupakan batugamping pasiran.

Gambar 10. Hasil 3D lapisan VII, H section (tengah), X section (kanan)


5.2.8 Lapisan VIII
Pada lapisan VIII, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna biru dengan sedikit aksen hijau. Maka densitas
diinterpretasikan dengan besar 2.04 – 2.09 g/cm3. Mengacu pada tabel
Telford (1990), lapisan VIII merupakan batugamping pasiran halus.

Gambar 11. Hasil 3D lapisan VIII, H section (tengah), X section (kanan)


5.2.9 Lapisan IX
Pada lapisan IX, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna biru – biru muda. Maka densitas diinterpretasikan dengan
besar 2.06 – 2.11 g/cm3. Mengacu pada tabel Telford (1990), lapisan IX
merupakan batugamping dengan selingan dolomite.

Gambar 12. Hasil 3D lapisan IX, H section (tengah), X section (kanan)


5.2.10 Lapisan X
Pada lapisan X, dapat dilihat bahwa H dan X section penuh
dengan warna biru dengan sedikit aksen hijau. Maka densitas
diinterpretasikan dengan besar 2.06 – 2.18 g/cm3. Mengacu pada tabel
Telford (1990), lapisan X merupakan batugamping dengan selingan
batuan dolomite.

Gambar 13. Hasil 3D lapisan IX, H section (tengah), X section (kanan)


5.3 Korelasi Hasil dan Geologi Regional
Praktikan menginterpretasikan Lapisan I – Lapisan V merupakan
bagian dari satuan alluvium berdasarkan pada satuan lapisan alluvium yang
berada dibagian atas permukaan bumi dan cenderung berumur muda. Lapisan
ini diinterpretasikan sebagai lapisan unconformity.
Praktikan menginterpretasikan Lapisan VI – Lapisan VIII merupakan
lapisan batugamping pasiran yang berasal dari Formasi Pasean. Pada Lapisan
IX dan Lapisan X, praktikan menginterpretasikan keterdapatan batuan dolomite,
dikarenakan daerah Madura yang memiliki potensi manifestasi geothermal
nonvulkanik.
Batuan dolomite pada umumnya merupakan bagian dari hasil
hydrothermal, namun pada wilayah penelitian tidak ditemukan adanya
gunungapi. Maka berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, praktikan
mengasumsikan bahwa hydrothermal pada daerah penelitian muncul akibat
besarnya tekanan pada wilayah tersebut.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Saran

Berdasarkan dari praktikum geofisika acara gravity telah dilaksanakan dapat


disimpulkan bahwa:

a. Berdasarkan akusisi data gravitasi secara 2D, pada daerah penelitian terlihat
anomali melingkar dengan nilai anomali yang relatif rendah yang semakin
kebagian luar nilai anomali relatif meningkat.
b. Berdasarkan akusisi data gravitasi secara 3D, pada daerah penelitian terdapat
10 Lapisan yang tersusun atas satuan alluvium, batugamping pasiran,
batugamping dolomite. Lapisan batugamping pasiran tersusun dari Formasi
Pasean dan batugamping dolomite yang merupakan bagian dari Formasi
Madura.
6.2 Saran

Berikut merupakan saran dari praktikan guna memaksimalkan praktikum


mikropaleontologi untuk kedepannya:

a. Bagi asisten, untuk dapat lebih teliti dalam memberikan materi sehingga tidak
rancu
b. Bagi praktikan, untuk dapat lebih memperhatikan materi dan waktu pada saat
pengamatan agar tidak terburu-buru
DAFTAR PUSTAKA

Ritonga, A.L. 2019. Analisis Data Gravitasi Untuk Menentukan Struktur Tumbukan
Meteor Bawah Permukaan Pada Lapangan LKW, Kedah, Malaysia. Tugas
Akhir Program Sarjana. Universitas Islam Riau. 6-13

Sandwell, D., Mellors, R., Tong, X., Wei, M., & Wessel, P. (2011). GMTSAR: An
InSAR Processing System Based on Generic Mapping Tools. UC San Diego:
Scripps Institution of Oceanography

Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff, R.E. (1990) Resistivity Methods. In: Applied
Geophysics, 2nd Edition, Cambridge Univ. Press, Cambridge, UK, 353-358.

Thanden, R. E., Sumadirdja, H., Richards, P. W., Sutisna, K., dan Amin T. C. , 1996.
Peta geologi lembar Magelang dan Semarang, Jawa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.

Van Bemmelen, R. W . , 1949. The geology of Indonesia, The Hague, The Netherlands,
571 – 610.

Anda mungkin juga menyukai