PENDAHULUAN
1
Grafik T-X masing-masing kelompok, baik dari metode CDM maupun
Hagiwara.
Profil bawah permukaan masing-masing kelompok, baik dari metode CDM
maupun Hagiwara.
Penampang kecepatan metode Hagiwara
Peta kecepatan, baik V1 maupun V2 dalam bentuk 2D dan 3D
Peta kedalaman, baik dari metode CDM maupun metode Hagiwara dalam
bentuk 2D dan 3D
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Antara Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara terdapat
Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona Depresi Jawa
Tengah. Depresi Jawa Tengah ini memanjang dari Majenang – Ajibarang –
Purwokerto – Jatilawang dan Wonosbo. Di antara Purwokerto dan Banjarnegara,
lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur Wonosobo
semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh gunungapi muda, di
antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m) dan ke arah timur Zona
Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di sekitar Datar Temanggung,
Magelang.
Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan Serayu
Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan Karangbolong
merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat di
Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan Yogyakarta ke timur.
Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona
Pegunungan Serayu Utara (gambar 2.1), dan secara struktur termasuk ke dalam
Besuki MajenangHigh.Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara
mempunyai relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan
menuju ke arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan Serayu.
Stratigrafi Regional
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran
umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah
penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.Menurut
4
Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa (Djuri, Samodra, Amin dan
Gafoer, 1996), urutan stratigrafi regional daerah penelitian dari yang tua ke yang
muda tersusun atas Formasi Rambatan, Formasi Halang, dan Batuan Terobosan.
a. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan tersusun atas serpih, napal, batupasir gampingan, dan
napal selangseling batupasir gampingan. Berumur Miosen Tengah, dan banyak
mengandung foraminifera kecil. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dalam, dan diperkirakan diendapkan pada cekungan depan busur (fore arc basin).
Menurut Martono (1992), Djuri (1975) menggambarkan sebaran Formasi
Rambatan dalam Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, merupakan
kelanjutan sebaran Formasi Merawu yang berada di Peta Geologi Lembar
Banjarnegara – Pekalongan (Condon, Pardyanto, dan Ketner, 1975), yang
berupaselang-seling batupasir gampingan, batupasir kuarsa, dan batupasir tufan,
dengan fosil-fosil Lepidocyclina dan Cycloclipeus (Katacycloclipeus) annulatus
MARTIN. Formasi ini juga dapat disebandingkan dengan Fm. Merawu bagian
atas Marks (1957, dalam Dzulkifli, 2008), berupa lapisan tipis batupasir, batupasir
gampingan, dan batulempung napalan dengan ciri permukaan lapisan berupa pola
retakan heksagonal, gelembur gelombang, dan jejak binatang.
b. Formasi Halang
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal,
bersisipan batupasir.Formasi ini berumur Miosen Akhir dan memiliki ketebalan
hingga 800 meter (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996). Menurut Kastowo
dan Suwarna (1996) di dalam Stratigraphic Lexicon ofIndonesia, Formasi Halang
tersusun atas perselingan batupasir, batulempung, napal, dan tuf dengan
interkalasi breksi. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan submarine fan pada
kedalaman neritik, dan terbentuk pada fore arc basin, dengan ketebalan berkisar
antara 400 – 700 meter.Oleh Safarudin (1982), bagian bawah formasi ini berumur
Miosen (N15 – N16), dan bagian atas berumur Miosen (N15 – N18).
Sedangkan menurut Ratman dan Robinson (1996), Formasi Halang tersusun
atas batupasir andesit yang resisten dan konglomerat tufan dengan sisipan
napal.Formasi ini membentuk karakteristik punggungan-punggungan dengan
tinggi mencapai 1260 meter, dan pada ketinggian yang lebih rendah membentuk
5
lembahlembah sempit dan curam.Formasi Halang diendapkan secara selaras di
atas Formasi.Rambatan dan ditindih secara selaras oleh Fm. Kumbang.
Berdasarkan hubungan stratigrafi tersebut, Formasi Halang diperkirakan berumur
Miosen Tengah –Miosen Akhir, dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal
yang berangsur mendalam ke arah Timur.
c. Batuan Terobosan Tersier
Batuan terobosan di daerah penelitian berupa retas lempeng dan retas diorit,
yang berumur Miosen Akhir (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996).
Berdasarkan umur di atas, diperkirakan bahwa retas lempeng dan retas diorit ini
dapat disebandingkan dengan pembagian retas Zona Pegunungan Serayu Utara
menurut Van Bemmelen (1973) di dalam Martono (1992), berupa retas gabro dan
dioritporfirit dengan ciri holokristalin dan tekstur porfiritik. Dimana varitas basa
adalah gabroporfirit dan yang menengah adalah diorit porfirit, dengan peralihan di
antara keduanya.Ada indikasi diferensiasi ke arah alkalin. Batuan ini lazim
mengandung inklusi batuan yang diterobosnya.
Struktur Geologi Regional
Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik yang
telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya mencerminkan gaya
kompresi regional berarah Utara-Selatan (Van Bemmelen, 1949). Ketiga periode
tektonik tersebut adalah :
1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen),
2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen), dan
3. Tektonik Holosen.
6
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf
berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk
batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung
untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang
diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang
menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang
menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping
Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir
yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di
atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang
melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina,
menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna
dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas.
Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping.
Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan
beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang
terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike.
Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi
di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara
stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai
kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh
Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun,
dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang
menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari
gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di
Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati- hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut
disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir
oligosen. Proses erosi tersebut telah menurunkan permukaan daratan yang ada,
7
kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu
garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut
mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih
banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi
Wungkal Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan
Pegunungan Baturagung di selatannya. Disini ketebalan batuan volkaniklastik-
marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi
lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo
dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir.
Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan
Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari
gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan
aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
8
BAB III
DASAR TEORI
9
merupakan sumber dari gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola
(spherical).
.
Gambar 3.1. Prinsip Huygens
b) Hukum Snellius
Gelombang yang terpantul akan mengikuti hukum pemantulan gelombang,
yaitu hukum Snellius “Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada
bidang batasantara dua medium”. Menurut persamaan:
v vp 1 vp 2 vs 1 vs 2
= = = = (3.1)
sin i sin θp sin rp sin θs sin rs
Ketika gelombang seismik melalui lapisan batuan dengan impedansi
akustik yang berbeda dari lapisan batuan yang dilalui sebelumnya, maka
gelombang akan terbagi. Gelombang tersebut sebagian terefleksikan kembali
ke permukaan dan sebagian diteruskan merambat di bawah permukaan.
Penjalaran gelombang seismik mengikuti Hukum Snellius yang
dikembangkan dari Prinsip Huygens, menyatakan bahwa sudut pantul dan
sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan kecepatan gelombang.
Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang batas antara dua
10
medium berbeda akan menimbulkan gelombang refraksi dan refleksi
(Hutabarat, 2009).
c) Azas Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari
satu titik ke titik yang lain, maka gelombang tersebut akan memilih jejak
yang tercepat. Kata tercepat diboldkan untuk memberikan penekanan bahwa
jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara
waktu tercepat bukan yang terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang
terpendek itu tercepat. Dengan demikian, jika gelombang melewati sebuah
medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka
gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan
menghindari zona-zona kecepatan rendah.
11
Panjang gelombang seismik < ketebalan lapisan bumi. Hal ini
memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat
terdeteksi.
Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar di atas.
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan pada lapisan di bawahnya.
Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.
12
Gambar 3.3. Ilustrasi Metode Delay Time pada Single Shot
13
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
14
1. Peralatan Dan Perlengkapan
15
7. GPS
Alat ini berfungsi dalam penentuan posisi lintasan.
8. Payung
Alat ini berfungsi dalam melindungi PASI dari panas sinar matahari dan
hujan.
16
4.3. Diagram Alir Pengambilan Data
Mulai
Cek Alat
Akuisisi Data
Memindahkan Geophone
Selesai
17
2. Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Pada saat pengambilan data seismik menggunakan PASI 3 chanel, dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut.
1. Tahapan dimulai dengan menyiapkan alat dan mengecek alat. Alat yang
digunakan adalah PASI, geophone beserta kabel, trigger, kompas, palu,
payung, alat tulis, meteran, dan GPS.
2. Langkah selanjutnya adalah mengukur azimuth lintasan dan azimuth ke
kelompok sebelumnya serta pengukuran panjang lintasan yang akan
digunakan. Azimuth lintasan sebesar N1220E dan azimuth ke kelompok
sebelumnya sebesar N3060E dengan jarak lintasan ke lintasan kelompok
sebelumnya sejauh 38 meter serta panjang lintasan sejauh 21 meter.
3. Setelah itu memasang alat dan membentangkan geophone dengan jarak antar
geophone 3 meter yang dimulai dari geophone pertama berjarak 3 meter dari
source.
4. Setelah pemasangan alat dan pembentangan geophone, dilakukan akuisisi
data dengan alat PASI. Proses akuisisi dengan menentukan waktu tiba
gelombang pada saat zero phase.
5. Kemudian mencatat waktu pada tabel lapangan dengan format yang
ditentukan.
6. Setelah data waktu dicatat, maka langkah selanjutnya adalah memindahkan
posisi geophone menjadi geophone pertama berada pada jarak 6 meter dari
source dan dilakukan akuisisi kembali. Langkah ini dilakukan sampai
geophone ketiga berada pada ujung lintasan.
7. Selanjutnya mengulangi langkah 3 sampai langkah 6 untuk pengukuran
reverse.
8. Tahapan pengambilan data selesai dengan didapatkannya tabulasi data
lapangan sampai titik akhir pengukuran.
18
3. Diagram Alir Pengolahan Data
Mulai
Data Lapangan
Metode Metode
CDM Hagiwara
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
19
4. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam pengolahan data perhitungan metode Crytical Distance dan Metode
Hagiwara, memerlukan software Microsoft Excel, CorelDraw, dan Surfer. Dalam
pengolahan data harus dilakukan secara sistematis dengan tahapan sebagai
berikut.
1. Pengolahan data dimulai dengan perolehan data lapangan.
2. Dari data lapangan tersebut dilakukan picking secara manual dan picking
rata-rata.
3. Setelah dilakukan picking, maka data tersebut diolah menggunakan metode
Crytical Distance dan Metode Hagiwara sehingga menghasilkan Grafik T-X
menggunakan software Microsoft Excel
4. Setelah diperoleh grafik T-X, maka dapat ditentukan gelombang langsung
dan gelombang refraksi. Selanjutnya data diolah menggunakan software
Microsoft Excel sehingga dapat diperoleh nilai kecepatan dan kedalaman.
5. Selanjutnya membuat profil bawah permukaan dengan data kedalaman
dengan software CorelDraw, dan membuat peta kecepatan, peta kedalaman,
serta pemodelan 3D dengan software Surfer.
6. Dalam membuat peta kecepatan menggunakan data kecepatan seluruh line,
sedangkan dalam membuat peta kedalaman menggunakan data kedalaman
seluruh line.
7. Setelah diperoleh output berupa Grafik T-X, peta kecepatan, peta kedalaman,
pemodelan 3D, dan profil bawah permukaan, maka dapat dilaukan
pembahasan atas output yang diperoleh tersebut.
8. Kemudian dari pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan.
9. Langkah pengolahan data selesai setelah terdapat kesimpulan.
20
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.1.2..........................................................................................................G
rafik T-X
21
Gambar 5.1. Grafik T-X Line 1
5.1.1.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan Line 1
22
5.1.2 Line 2 kelompok 1
5.1.2.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X
5.1.2.2..........................................................................................................G
rafik T-X
23
5.1.2.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan
5.1.3.2..........................................................................................................G
rafik T-X
24
Gambar 5.5. Grafik T-X Line 3
5.1.3.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan
Gambar 5.6. Profil Bawah Permukaan Line 3 Kelompok 3
25
5.1.4 Line 1 kelompok 2
5.1.4.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X
5.1.4.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.1.4.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2
26
Gambar 5.8. Profil Bawah Permukaan Line 4 Kelompok 3
27
5.1.5 . line 2 kelompok 2
5.1.5.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X
5.1.5.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.1.5.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
28
5.1.5 Line 1 kelompok 3
5.1.6.1.Tabel Pengolahan Data Metode T-X
5.1.6.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.1.6.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
29
Gambar 5.12. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 3
5.1.7.2..........................................................................................................G
rafik T-X
30
5.1.7.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
5.1.8.2..........................................................................................................G
rafik T-X
31
Gambar 5.15. Grafik T-X Line 8
5.1.8.3...........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
32
5.2. Metode Delay Time
5.2.1. Line 1 kelompok 1
5.2.1.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.1.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.1.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
Gambar 5.18. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 1
33
5.2.2. Line 2 kelompok 1
5.2.2.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.2.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.2.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 1
Gambar 5.20. Profil Bawah Permukaan Line 2 Kelompok 1
34
5.2.3. Line 3 kelompok 1
5.2.3.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.3.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.3.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 1
Gambar 5.22. Profil Bawah Permukaan Line 3 Kelompok 3
35
5.2.4. Line 1 kelompok 2
5.2.4.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.4.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.4.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2
36
Gambar 5.24. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 2
37
5.2.5. Line 2 kelompok 2
5.2.5.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.5.2..........................................................................................................G
rafik T-X
38
5.2.5.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2
Gambar 5.26. Profil Bawah Permukaan Line 2 Kelompok 2
5.2.6.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.6.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
39
Gambar 5.28. Profil Bawah Permukaan Line 6 Kelompok 3
40
5.2.7. Line 2 kelompok 3
5.2.7.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.7.2..........................................................................................................G
rafik T-X
5.2.7.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
41
Gambar 5.30. Profil Bawah Permukaan Line 7 Kelompok 3
5.2.8. Line 1 kelompok 4
5.2.8.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time
5.2.8.2..........................................................................................................G
rafik T-X
42
Gambar 5.31. Grafik T-X Line 8
5.2.8.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
43
5.3. Perbandingan Peta Kecepatan V1 dan Peta Kecepatan V2
Gambar 5.33. Perbandingan Peta V1dan Peta V2
44
5.4. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Metode Delaytime
Gambar 5.34. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Delaytime
45
5.5. Perbandingan Peta Kecepatan V1 dan Kecepatan V2
Gambar 5.35. Perbandingan Peta V1 dan Peta V2 (3D)
46
5.6. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Metode Delaytime
Gambar 5.36. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Delaytime (3D)
47
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
48