Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Target
Metode geofisika, salah satunya adalah seismik dapat digunakan untuk
mencari ..... Metoda seismik memanfaatkan sumber gelombang seismik seperti
palu dan ledakan. Dari sumber ini dapat memunculkan gelombang di bawah
permukaan sehingga apabila mengenai bidang batas akan mengalami pemantulan
ataupun pembiasan karena adanya perbedaan kecepatan yang selanjutnya
gelombang tersebut direkam berdasarkan fungsi waktu pada jarak tertentu. Dari
rekaman data tersebut maka dapat diketahui kondisi bawah permukaan. Terdapat
dua macam metode seismik, yaitu metode seismik refraksi dan seismik refleksi.
Seismik refraksi memanfaatkan gelombang bias dan efektif digunakan untuk
penentuan struktur geologi yang dangkal.
Metode dalam seismik refraksi di antaranya adalah Critical Distance Method
(CDM) dan Hagiwara. Metode CDM merupakan metode T-X yang digunakan
untuk mencari kedalaman lapisan yang datar danlapisan miring dengan
memanfaatkan critical distance (sudut kritis). Sedangkan metode Hagiwara
merupakan pengembangan dari metode Delay Time yang digunakan untuk
mengetahui kedalaman lapisan pertama di bawah sumber dan di bawah geophone
serta lapisan undulasi bawah permukaan dengan sudut kemirignan mendekati nol.

1.2. Maksud dan Tujuan


Praktikum ini bermaksud agar dapat memahami konsep dan langkah-langkah
yang dilakukan dalam metode seismik refraksi. Dimana langkah-langkah tersebut
adalah langkah-langkah dalam metode Critical Distance Method maupun Metode
Hagiwara.
Praktikum ini bertujuan dapat menerapkan konsep dan langkah-langkah
dalam metode seismik refraksi sehingga dapat menghasilkan output sebagai
berikut.

1
 Grafik T-X masing-masing kelompok, baik dari metode CDM maupun
Hagiwara.
 Profil bawah permukaan masing-masing kelompok, baik dari metode CDM
maupun Hagiwara.
 Penampang kecepatan metode Hagiwara
 Peta kecepatan, baik V1 maupun V2 dalam bentuk 2D dan 3D
 Peta kedalaman, baik dari metode CDM maupun metode Hagiwara dalam
bentuk 2D dan 3D

1.3. Batasan Masalah


Dalam penelitian ini memiliki batasan masalah berupa metode yang
digunakan untuk mengolah data adalah CDM dan Hagiwara. Dalam pengukuran
lapangan dilakukan dengan pengukuran forward dan reverse.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional Jawa Tengah


Berikut ini akan dijelaskan mengenai keadaan dan karakteristik geologi
secara regional baik itu fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi
regional Jawa Tengah.
 Fisigrafi Regional
Menurut Van bemmelen (1949), berdasarkan sifat fisiografinya, secara garis
besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :
1. Endapan Vulkanik Kuarter,
2. Dataran Aluvium Jawa Utara,
3. Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara serta
Kendeng,
4. Zona Pusat Depresi Jawa Tengah,
5. Kubah dan Pegunungan Pusat Depresi,
Rangkaian Pegunungan Serayu Selatan,
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Menurutnya, pegunungan di Jawa Tengah terbentuk oleh 2 puncak geantiklin
yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan.Pegunungan
Serayu Utara merupakan garis penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat
dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Sedangkan Pegunungan Serayu
Selatan merupakan elemen yang muncul dari Zona Depresi Bandung yang
membujur secara longitudinal di Jawa Barat dan terdiri atas bagian barat dan
timur, yang keduanya dipisahkan oleh Lembah Jatilawang yang termasuk kedalam
Zona Pusat Depresi Jawa Tengah dan bagian baratnya merupakan tinggian di
dalam Zona Bandung di Jawa Tengah. Pegunungan ini merupakan antiklin yang
sederhana dan sempit di bagian barat, yaitu di sekitar Ajibarang. Sedangkan di
bagian timur Banyumas berkembang antiklinorium dengan lebar mencapai 30
kilometer yaitu di sekitar Lok Ulo. Bagian timur Pegunungan Serayu Selatan ini
merupakan struktur dome sedangkan dekat Jatilawang terdapat suatu antiklin yang
terpotong oleh Sungai Serayu.

3
Antara Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara terdapat
Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona Depresi Jawa
Tengah. Depresi Jawa Tengah ini memanjang dari Majenang – Ajibarang –
Purwokerto – Jatilawang dan Wonosbo. Di antara Purwokerto dan Banjarnegara,
lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur Wonosobo
semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh gunungapi muda, di
antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m) dan ke arah timur Zona
Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di sekitar Datar Temanggung,
Magelang.
Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan Serayu
Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan Karangbolong
merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat di
Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan Yogyakarta ke timur.
Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona
Pegunungan Serayu Utara (gambar 2.1), dan secara struktur termasuk ke dalam
Besuki MajenangHigh.Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara
mempunyai relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan
menuju ke arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan Serayu.

Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelan, 1949)

 Stratigrafi Regional
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran
umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah
penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.Menurut

4
Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa (Djuri, Samodra, Amin dan
Gafoer, 1996), urutan stratigrafi regional daerah penelitian dari yang tua ke yang
muda tersusun atas Formasi Rambatan, Formasi Halang, dan Batuan Terobosan.
a. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan tersusun atas serpih, napal, batupasir gampingan, dan
napal selangseling batupasir gampingan. Berumur Miosen Tengah, dan banyak
mengandung foraminifera kecil. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dalam, dan diperkirakan diendapkan pada cekungan depan busur (fore arc basin).
Menurut Martono (1992), Djuri (1975) menggambarkan sebaran Formasi
Rambatan dalam Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, merupakan
kelanjutan sebaran Formasi Merawu yang berada di Peta Geologi Lembar
Banjarnegara – Pekalongan (Condon, Pardyanto, dan Ketner, 1975), yang
berupaselang-seling batupasir gampingan, batupasir kuarsa, dan batupasir tufan,
dengan fosil-fosil Lepidocyclina dan Cycloclipeus (Katacycloclipeus) annulatus
MARTIN. Formasi ini juga dapat disebandingkan dengan Fm. Merawu bagian
atas Marks (1957, dalam Dzulkifli, 2008), berupa lapisan tipis batupasir, batupasir
gampingan, dan batulempung napalan dengan ciri permukaan lapisan berupa pola
retakan heksagonal, gelembur gelombang, dan jejak binatang.
b. Formasi Halang
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal,
bersisipan batupasir.Formasi ini berumur Miosen Akhir dan memiliki ketebalan
hingga 800 meter (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996). Menurut Kastowo
dan Suwarna (1996) di dalam Stratigraphic Lexicon ofIndonesia, Formasi Halang
tersusun atas perselingan batupasir, batulempung, napal, dan tuf dengan
interkalasi breksi. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan submarine fan pada
kedalaman neritik, dan terbentuk pada fore arc basin, dengan ketebalan berkisar
antara 400 – 700 meter.Oleh Safarudin (1982), bagian bawah formasi ini berumur
Miosen (N15 – N16), dan bagian atas berumur Miosen (N15 – N18).
Sedangkan menurut Ratman dan Robinson (1996), Formasi Halang tersusun
atas batupasir andesit yang resisten dan konglomerat tufan dengan sisipan
napal.Formasi ini membentuk karakteristik punggungan-punggungan dengan
tinggi mencapai 1260 meter, dan pada ketinggian yang lebih rendah membentuk

5
lembahlembah sempit dan curam.Formasi Halang diendapkan secara selaras di
atas Formasi.Rambatan dan ditindih secara selaras oleh Fm. Kumbang.
Berdasarkan hubungan stratigrafi tersebut, Formasi Halang diperkirakan berumur
Miosen Tengah –Miosen Akhir, dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal
yang berangsur mendalam ke arah Timur.
c. Batuan Terobosan Tersier
Batuan terobosan di daerah penelitian berupa retas lempeng dan retas diorit,
yang berumur Miosen Akhir (Djuri, Samodra, Amin dan Gafoer, 1996).
Berdasarkan umur di atas, diperkirakan bahwa retas lempeng dan retas diorit ini
dapat disebandingkan dengan pembagian retas Zona Pegunungan Serayu Utara
menurut Van Bemmelen (1973) di dalam Martono (1992), berupa retas gabro dan
dioritporfirit dengan ciri holokristalin dan tekstur porfiritik. Dimana varitas basa
adalah gabroporfirit dan yang menengah adalah diorit porfirit, dengan peralihan di
antara keduanya.Ada indikasi diferensiasi ke arah alkalin. Batuan ini lazim
mengandung inklusi batuan yang diterobosnya.
 Struktur Geologi Regional
Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik yang
telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya mencerminkan gaya
kompresi regional berarah Utara-Selatan (Van Bemmelen, 1949). Ketiga periode
tektonik tersebut adalah :
1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen),
2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen), dan
3. Tektonik Holosen.

2.2. Geologi Lokal Bayat


Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota
Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu
wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya
Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area
di sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan
Selatan Southern Mountains).
 Kondisi Stratigrafi Regional

6
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf
berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk
batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung
untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang
diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang
menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang
menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping
Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir
yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di
atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang
melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina,
menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna
dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas.
Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping.
Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan
beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang
terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike.
Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi
di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara
stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai
kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh
Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun,
dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang
menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari
gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di
Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati- hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut
disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir
oligosen. Proses erosi tersebut telah menurunkan permukaan daratan yang ada,

7
kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu
garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut
mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih
banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi
Wungkal Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan
Pegunungan Baturagung di selatannya. Disini ketebalan batuan volkaniklastik-
marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi
lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo
dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir.
Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan
Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari
gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan
aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.

2.3. Penelitian Terdahulu

8
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Seismik Refraksi


Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya
gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan
gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi
secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan
partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena
gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi
energi.
Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikel-
partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress)
malawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal,
gelombang transversal dan kombinasi di antara keduanya. Apabila medium hanya
memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka
dalam kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sabagai gelombang akustik.
Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan struktur geologi yang
dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur geologi yang dalam. Seismik
Refraksi merupakan salah satu metode seismik aktif yang bekerja berdasarkan
gelombang seismik yang direfraksikan mengikuti lapisan-lapisan bumi di bawah
permukaan.
Metode ini hanya memanfaatkan gelombang langsung dan gelombang P
refraksi yang menjalar ada bidang batas lapisan batuan. Metode seismik refraksi
melakukan pengukuran waktu tempuh gelombang P (pada setiap titik sepanjang
bidang batas lapisan) yang dihasilkan dari sumber energi implusif.

3.2. Hukum Dasar


Perambatan gelombang menganut hukum-hukum dasar berikut:
a) Prinsip Huygens
Penjalaran gelombang seismik di dalam bumi dapat dijelaskan dengan
prinsip Huygens yang mengatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang

9
merupakan sumber dari gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola
(spherical).

.
Gambar 3.1. Prinsip Huygens

“Setiap titik pada muka gelombang merupakan sumber bagi gelombang


baru”. Prinsip Huygens mengungkapkan sebuah mekanisme dimana sebuah
pulsa seismik akan kehilangan energi dengan bertambahnya kedalaman
(Asparini, 2011).

b) Hukum Snellius
Gelombang yang terpantul akan mengikuti hukum pemantulan gelombang,
yaitu hukum Snellius “Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada
bidang batasantara dua medium”. Menurut persamaan:
v vp 1 vp 2 vs 1 vs 2
= = = = (3.1)
sin i sin θp sin rp sin θs sin rs
Ketika gelombang seismik melalui lapisan batuan dengan impedansi
akustik yang berbeda dari lapisan batuan yang dilalui sebelumnya, maka
gelombang akan terbagi. Gelombang tersebut sebagian terefleksikan kembali
ke permukaan dan sebagian diteruskan merambat di bawah permukaan.
Penjalaran gelombang seismik mengikuti Hukum Snellius yang
dikembangkan dari Prinsip Huygens, menyatakan bahwa sudut pantul dan
sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan kecepatan gelombang.
Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang batas antara dua

10
medium berbeda akan menimbulkan gelombang refraksi dan refleksi
(Hutabarat, 2009).

Gambar 3.2. Hukum pemantulan Snellius

c) Azas Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari
satu titik ke titik yang lain, maka gelombang tersebut akan memilih jejak
yang tercepat. Kata tercepat diboldkan untuk memberikan penekanan bahwa
jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara
waktu tercepat bukan yang terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang
terpendek itu tercepat. Dengan demikian, jika gelombang melewati sebuah
medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka
gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan
menghindari zona-zona kecepatan rendah.

3.3. Asumsi – Asumsi Dasar


Dalam memahami perambatan gelombang seismik di dalam bumi, perlu
mengambil beberapa asumsi untuk memudahkan penjabaran matematis dan
menyederhanakan pengertian fisisnya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:
 Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda.
 Makin bertambah kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak.

11
 Panjang gelombang seismik < ketebalan lapisan bumi. Hal ini
memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat
terdeteksi.
 Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar di atas.
 Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan pada lapisan di bawahnya.
 Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.

3.4. Metode T-X


Metode T-X merupakan salah satu cara yang dianggap paling sederhana dan
hasilnya relatif cukup kasar, kedalaman lapisan diperoleh pada titik-titik tertentu
saja, namun pada sistem perlapisan yang cendrung homogen dan relatif rata cara
ini mampu memberikan hasil yang bisa diandalkan. (dengan kesalahan relatif
kecil). Namun pada saat kondisi yang kompleks diperlukan cara interpretasi lain
yang lebih akurat. Metode ini terdiri dari dua macam, yaitu Intercept Time
Method (ITM) dan Critical Distance Method (CDM).

3.5. Metode Delay Time


Metode delay time digunakan pada bidang batas lapisan dangkal dengan
kontras kecepatan yang besar (untuk mencari ketebalan lapisan lapuk). Disebut
waktu tunda karena terdapat perbedaan waktu yang diperlukan untuk perambatan
pulsa gelombang ke arah atas (upward) atau ke arah bawah (downward) yang
melalui lapisan atas terhadap waktu yang digunakan untuk merambat di
permukaan lapisan kedua (pembias) sepanjang proyeksi lintasan normal tersebut
pada bidang batas.
Delay time (waktu tunda) yaitu waktu penjalaran gelombang dari AB pada
V1 ke BC pada V2 (waktu tunda pada source) atau dari DE pada V1 dan DF pada
V2 (waktu tunda pada geophone).

12
Gambar 3.3. Ilustrasi Metode Delay Time pada Single Shot

Dari gambar di atas, maka didapat persamaan delay time:


AB BC DE DF
∆ T s= − atau, ∆ T g= −
V1 V2 V1 V2
(3.2)
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
hs 2 2 hg 2 2
∆ T s= − √ V 2 −V 1 dan, ∆ T g= −√ V 2−V 1 (3.3)
V1V2 V1V2
Sehingga dapat dicari kedalaman di bawah source (hs) dan geophone (hg),
yaitu:
∆ T sV 1 V 2 ∆ T g V 1V 2
h s= 2 2 dan, h g= 2 (3.4)
√V 2 −V 1 √V 2 −V 21
Sedangkan waktu total penjalaran gelombang dari source ke geophone
yaitu:
AB BD DE X
T t= + +  T t=∆ T s+ ∆ T g + (3.5)
V1 V2 V1 V2

13
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Akuisisi data seismik refraksi dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Mei 2017
pukul 18.00 sampai pukul 19.00 WIB. Lokasi akuisisi berada di Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi memiliki jarak sekitar
35-37 km dengan waktu tempuh sekitar 60 menit dari UPN “Veteran” Yogyakarta
melalui Jalan Raya Solo ke timur dan masuk ke Jalan Srowot sampai ke Jalan
Wedi-Bayat.

4.2. Desain Survei


Gambar 4.1. Desain Survey

14
1. Peralatan Dan Perlengkapan

Gambar 4.2. Peralatan dan Perlengkapan

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini tergambar


seperti di atas. Adapun keterangan dari gambar di atas adalah sebagai berikut.
1. PASI
Alat ini berfungsi untuk merekam sinyal seismik dan digunakan untuk
mempicking gelombang.
2. Geophone
Alat ini berfungsi sebagai penerima gelombang seismik yang prinsip
kerjanya yaitu memanfaatkan getaran tanah.
3. Palu
Alat ini berfungsi sebagai sumber seismik. Palu digunakan untuk
menciptakan sinyal gelombang.
4. Plat Baja
Alat ini berfungsi untuk mengurangi noise dari sumber. Alat ini
merupakan alas pada pemukulan yang dilakukan.
5. Meteran
Alat ini berfungsi dalam melakukan pengukuran jarak lintasan
pengukuran maupun antar geophone.
6. Kompas
Alat ini berfungsi dalam penentuan arah mata angin maupun dalam
pengukuran azimuth lintasan.

15
7. GPS
Alat ini berfungsi dalam penentuan posisi lintasan.
8. Payung
Alat ini berfungsi dalam melindungi PASI dari panas sinar matahari dan
hujan.

16
4.3. Diagram Alir Pengambilan Data

Mulai

Cek Alat

Mengukur Koordinat, Azimuth &


Panjang Lintasan

Panjang Alat dan Bentangan


Geophone

Akuisisi Data

Mencatat Hasil Data

Memindahkan Geophone

Titik Akhir Pengukuran

Selesai

Gambar 4.3. Diagram Alir Pengambilan Data

17
2. Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Pada saat pengambilan data seismik menggunakan PASI 3 chanel, dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut.
1. Tahapan dimulai dengan menyiapkan alat dan mengecek alat. Alat yang
digunakan adalah PASI, geophone beserta kabel, trigger, kompas, palu,
payung, alat tulis, meteran, dan GPS.
2. Langkah selanjutnya adalah mengukur azimuth lintasan dan azimuth ke
kelompok sebelumnya serta pengukuran panjang lintasan yang akan
digunakan. Azimuth lintasan sebesar N1220E dan azimuth ke kelompok
sebelumnya sebesar N3060E dengan jarak lintasan ke lintasan kelompok
sebelumnya sejauh 38 meter serta panjang lintasan sejauh 21 meter.
3. Setelah itu memasang alat dan membentangkan geophone dengan jarak antar
geophone 3 meter yang dimulai dari geophone pertama berjarak 3 meter dari
source.
4. Setelah pemasangan alat dan pembentangan geophone, dilakukan akuisisi
data dengan alat PASI. Proses akuisisi dengan menentukan waktu tiba
gelombang pada saat zero phase.
5. Kemudian mencatat waktu pada tabel lapangan dengan format yang
ditentukan.
6. Setelah data waktu dicatat, maka langkah selanjutnya adalah memindahkan
posisi geophone menjadi geophone pertama berada pada jarak 6 meter dari
source dan dilakukan akuisisi kembali. Langkah ini dilakukan sampai
geophone ketiga berada pada ujung lintasan.
7. Selanjutnya mengulangi langkah 3 sampai langkah 6 untuk pengukuran
reverse.
8. Tahapan pengambilan data selesai dengan didapatkannya tabulasi data
lapangan sampai titik akhir pengukuran.

18
3. Diagram Alir Pengolahan Data

Mulai

Data Lapangan

Tabel Data Picking Tabel Data Picking


Rata - Rata Manual

Metode Metode
CDM Hagiwara

Grafik T-X Surfer Profil Bawah


Permukaan

Peta Kecepatan Peta Kedalaman Pemodelan 3D

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data

19
4. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam pengolahan data perhitungan metode Crytical Distance dan Metode
Hagiwara, memerlukan software Microsoft Excel, CorelDraw, dan Surfer. Dalam
pengolahan data harus dilakukan secara sistematis dengan tahapan sebagai
berikut.
1. Pengolahan data dimulai dengan perolehan data lapangan.
2. Dari data lapangan tersebut dilakukan picking secara manual dan picking
rata-rata.
3. Setelah dilakukan picking, maka data tersebut diolah menggunakan metode
Crytical Distance dan Metode Hagiwara sehingga menghasilkan Grafik T-X
menggunakan software Microsoft Excel
4. Setelah diperoleh grafik T-X, maka dapat ditentukan gelombang langsung
dan gelombang refraksi. Selanjutnya data diolah menggunakan software
Microsoft Excel sehingga dapat diperoleh nilai kecepatan dan kedalaman.
5. Selanjutnya membuat profil bawah permukaan dengan data kedalaman
dengan software CorelDraw, dan membuat peta kecepatan, peta kedalaman,
serta pemodelan 3D dengan software Surfer.
6. Dalam membuat peta kecepatan menggunakan data kecepatan seluruh line,
sedangkan dalam membuat peta kedalaman menggunakan data kedalaman
seluruh line.
7. Setelah diperoleh output berupa Grafik T-X, peta kecepatan, peta kedalaman,
pemodelan 3D, dan profil bawah permukaan, maka dapat dilaukan
pembahasan atas output yang diperoleh tersebut.
8. Kemudian dari pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan.
9. Langkah pengolahan data selesai setelah terdapat kesimpulan.

20
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Metode T-X


5.1.1 Line 1 kelompok 1
5.1.1.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.1. Pengolahan Data Metode T-X Line 1

5.1.1.2..........................................................................................................G
rafik T-X

21
Gambar 5.1. Grafik T-X Line 1

5.1.1.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan Line 1

22
5.1.2 Line 2 kelompok 1
5.1.2.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.2. Pengolahan Data Metode T-X Line 2

5.1.2.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.3. Grafik T-X Line 2

23
5.1.2.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan

Gambar 5.4. Profil Bawah Permukaan Line 2

5.1.3 Line 3 kelompok 1


5.1.3.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.3. Pengolahan Data Metode T-X Line 3

5.1.3.2..........................................................................................................G
rafik T-X

24
Gambar 5.5. Grafik T-X Line 3

5.1.3.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan
Gambar 5.6. Profil Bawah Permukaan Line 3 Kelompok 3

25
5.1.4 Line 1 kelompok 2
5.1.4.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.4. Pengolahan Data Metode T-X Line 1

5.1.4.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.7. Grafik T-X Line 1

5.1.4.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2

26
Gambar 5.8. Profil Bawah Permukaan Line 4 Kelompok 3

27
5.1.5 . line 2 kelompok 2

5.1.5.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.5. Pengolahan Data Metode T-X Line 2

5.1.5.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.9. Grafik T-X Line 2

5.1.5.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

Gambar 5.10. Profil Bawah Permukaan Line 5 Kelompok 3

28
5.1.5 Line 1 kelompok 3
5.1.6.1.Tabel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.6. Pengolahan Data Metode T-X Line 1

5.1.6.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.11. Grafik T-X Line 1

5.1.6.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

29
Gambar 5.12. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 3

5.1.6 Line 2 kelompok 3


5.1.7.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.7. Pengolahan Data Metode T-X Line 2

5.1.7.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.13. Grafik T-X Line 2

30
5.1.7.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

Gambar 5.14. Profil Bawah Permukaan Line 2 Kelompok 3


5.1.7 Line 1 kelompok 4
5.1.8.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode T-X

Tabel 5.8. Pengolahan Data Metode T-X Line 8

5.1.8.2..........................................................................................................G
rafik T-X

31
Gambar 5.15. Grafik T-X Line 8

5.1.8.3...........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

Gambar 5.16. Profil Bawah Permukaan Line 8 Kelompok 3

5.1.8. Line 2 kelompok 8

32
5.2. Metode Delay Time
5.2.1. Line 1 kelompok 1
5.2.1.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.9. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 1

5.2.1.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.17. Grafik T-X Line 1

5.2.1.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3
Gambar 5.18. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 1

33
5.2.2. Line 2 kelompok 1
5.2.2.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.10. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 2

5.2.2.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.19. Grafik T-X Line 2

5.2.2.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 1
Gambar 5.20. Profil Bawah Permukaan Line 2 Kelompok 1

34
5.2.3. Line 3 kelompok 1
5.2.3.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.11. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 3

5.2.3.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.21. Grafik T-X Line 3

5.2.3.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 1
Gambar 5.22. Profil Bawah Permukaan Line 3 Kelompok 3

35
5.2.4. Line 1 kelompok 2
5.2.4.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.12. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 1

5.2.4.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.23. Grafik T-X Line 1

5.2.4.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2

36
Gambar 5.24. Profil Bawah Permukaan Line 1 Kelompok 2

37
5.2.5. Line 2 kelompok 2
5.2.5.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.13. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 2

5.2.5.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.25. Grafik T-X Line 2

38
5.2.5.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 2
Gambar 5.26. Profil Bawah Permukaan Line 2 Kelompok 2

5.2.6. Line 1 kelompok 3


5.2.6.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.14. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 6

5.2.6.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.27. Grafik T-X Line 6

5.2.6.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

39
Gambar 5.28. Profil Bawah Permukaan Line 6 Kelompok 3

40
5.2.7. Line 2 kelompok 3
5.2.7.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.15. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 7

5.2.7.2..........................................................................................................G
rafik T-X

Gambar 5.29. Grafik T-X Line 7

5.2.7.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

41
Gambar 5.30. Profil Bawah Permukaan Line 7 Kelompok 3
5.2.8. Line 1 kelompok 4
5.2.8.1..........................................................................................................Ta
bel Pengolahan Data Metode Delay Time

Tabel 5.16. Pengolahan Data Metode Delay Time Line 8

5.2.8.2..........................................................................................................G
rafik T-X

42
Gambar 5.31. Grafik T-X Line 8

5.2.8.3..........................................................................................................Pr
ofil Bawah Permukaan Kelompok 3

Gambar 5.32. Profil Bawah Permukaan Line 8 Kelompok 3

43
5.3. Perbandingan Peta Kecepatan V1 dan Peta Kecepatan V2
Gambar 5.33. Perbandingan Peta V1dan Peta V2

44
5.4. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Metode Delaytime
Gambar 5.34. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Delaytime

45
5.5. Perbandingan Peta Kecepatan V1 dan Kecepatan V2
Gambar 5.35. Perbandingan Peta V1 dan Peta V2 (3D)

46
5.6. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Metode Delaytime
Gambar 5.36. Perbandingan Peta Kedalaman Metode T-X dan Delaytime (3D)

47
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

6.2. Saran

48

Anda mungkin juga menyukai