Anda di halaman 1dari 85

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Pemetaan adalah kegiatan pengambilan data geologi selengkap mungkin yang terdapat dilapangan. Data yang diambil dilapangan meliputi data pengukuran Strike/Dip, litologi, pengukuran plunge/trench dan pitch untuk struktur (sesar, kekar, lipatan), stratigrafi dan pengamatan geomorfologi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diplot didalam peta geologi dan peta geomorfologi, sehingga dapat menentukan dan mendapatkan batas satuan batuan pada peta geologi dan satuan morfologi pada peta geomorfologi. Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh penyebaran dan susunan dari lapisan-lapisan batuan dengan memakai warna atau symbol, sedangkan tanda-tanda yang terlihat didalamnya dapat memberikan pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan di bawah permukaan. Peta geomorfologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai morfologi saat ini sehingga dapat dijadikan sebagai sarana interpretasi awal yang mencakup pola kelurusan, pola sungai dan zona longsoran dari suatu kawasan. 1.2. Pembatasan Masalah Studi geologi dan geomorfologi yang terbentuk pada daerah Tanalum merupakan fokus penelitian, berdasarkan pada penelitian satuan batuan di permukaan (surface mapping) dengan luasan 3,1km4km yang dilaksanakan selama 6 bulan. Selanjutnya memerikan hubungan satu sama lainnya dalam ruang dan waktu geologi berdasarkan konsep lithostratigrafi dan penelitian detail daerah penelitian yang didukung oleh hasil analisis laboratorium. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menyusun Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan sebagai syarat menyelesaikan program studi Strata-1 (S1) di Program Studi Geologi, Jurusan Teknik, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman. Adapun tujuan penelitian daerah Tanalum dan sekitarnya yaitu sebagai berikut;

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Mengetahui bentuk bentuk morfologi pada daerah Tanalum dan sekitarnya Mengetahui stratigrafi pada daerah Tanalum dan sekitarnya Mengetahui jenis struktur geologi pada daerah Tanalum dan sekitarnya Mengetahui sejarah geologi pada daerah Tanalum dan sekitarnya Mengetahui lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai Sumberdaya dan Bencana Geologi.

1.4. Lokasi Penelitian dan Pencapaian Lokasi Daerah penelitian (Desa Tanalum) berada di wilayah Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga - Jawa Tengah. Rembang terletak 19 km ke arah timurlaut dari pusat Kota Purbalingga. Lokasi penelitian yang merupakan bagian dari Kebupaten Purbalingga terletak pada koordinat UTM 336750 mE339800 mE dan 9193750 mN-3197650 mN. Penelitian dilakukan dengan luasan wilayah 3,1x4 km2. Batas-batas daerah penelitian meliputi Desa Pingit Lor di sebelah utara, Gunungwuled di sebelah timur, Sumampir dan Losari di sebelah selatan, serta Panusupan di sebelah barat. Akses menuju lokasi penelitian dapat di tempuh menggunakan mobil pribadi, angkutan umum (Angkutan kota atau Bus) dan sepeda motor. Dengan menggunakan sepeda motor, waktu yang ditempuh dari Kota Purbalingga menuju daerah penelitian mencapai 1 jam 30 menit.

LOKASI PENELITIAN

KAMPUS TEKNIK UNSOED

Gambar 1.1. Peta pencapaian lokasi Penelitian (jalan yang dicetak tebal)

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geomorfologi Regional Pembahasan geomorfologi secara regional di Indonesia, tidak terlepas dari pembagian jalur-jalur fisiografi yang dibuat oleh Van Bemmelen (1949).

Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) Pulau Jawa memiliki perbedaan yang nyata mengenai perkembangan pembentukan mandala-mandala geomorfiknya, yaitu antara bagian barat, bagian tengah, dan bagian timur. Bagian tengah lebih sempit dibandingkan dengan bagian timur. Menurut Van Bemmelen (1949), secara umum fisiografi Jawa Tengah mulai dari bagian utara sampai ke selatan dapat dibagi ke dalam lima zona fisiografi, yaitu: 2.1.1. Dataran Pantai Utara Di Jawa Tengah, zona ini mempunyai lebar maksimum 40 km di selatan Brebes, di mana Lembah Pemali memisahkan Zona Bogor (Bogor Range) dari Jawa Barat dengan Pegunungan Utara dari Jawa Tengah. Ke arah timur dataran pantai ini makin menyempit + 20 km di sebelah selatan Tegal dan kemudian menghilang seluruhnya di sebelah timur Pekalongan, di mana dataran tinggi dari gunungapi Kuarter menjorok ke arah laut. Antara Weleri dan Kaliwungu, dataran ini muncul kembali, dibentuk oleh hamparan endapan aluvial dari Sungai Bodri yang mengalami pertumbuhan maju ke arah Laut Jawa.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

2.1.2. Pegunungan Serayu Utara Zona ini menempati bagian utara Jawa Tengah dan membentuk rantai penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Di bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet (3429 mdpl) dan di bagian timur tertutup oleh hasil endapan vulkanik muda dari Gunung Regojembang (2177 mdpl), Komplek Dieng (Gunung Prahu, 2566 mdpl) dan Gunung Ungaran (2050 mdpl). Garis batas dengan Zona Bogor adalah PrupukBumiayu-Ajibarang. 2.1.3. Zona Depresi Sentral Zona ini menempati bagian tengah dari Jawa Tengah dan dikenal dengan nama Lembah Serayu. Lembah ini memisahkan antara Pegunungan Serayu Utara dengan Pegunungan Serayu Selatan. Zona ini mempunyai penyebaran dari Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, dan Wonosobo. 2.1.4. Pegunungan Serayu Selatan Zona ini terdiri dari bagian barat dan timur. Bagian barat disebut sebagai pengangkatan pada zona depresi Bandung dari Jawa Barat atau sebagai struktur baru yang terdapat di Jawa Tengah. Bagian timur Pegunungan Serayu Selatan membentuk antiklin. Bagian barat dengan bagian timur dipisahkan oleh Lembah Jatilawang, yang dimulai dekat Ajibarang, di mana sebuah antiklin menjadi sempit dan dipotong oleh Sungai Serayu yang melintang dengan arah utaraselatan. Sebelah timur dari Banyumas, antiklin berkembang ke arah timur, membentuk antiklinorium mencapai lebar 30 km dari daerah Luk Ulo sampai ke selatan Banjarnegara. Sedangkan ujung timur dari Pegunungan Serayu Selatan membentuk sebuah dome dari Purworejo sampai lembah Sungai Progo dan dikenal sebagai Pegunungan Kulon Progo. 2.1.5. Dataran Pantai Jawa Tengah Selatan Zona ini mempunyai lebar 10 25 km. Bagian ini membentuk kontras yang tajam dengan pantai berbukit dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Jalur dataran ini bergantung dengan Zona Bandung dari Jawa Barat. Pada bagian tengah jalur ini terganggu oleh adanya Pegunungan Karangbolong yang secara fisiografis dan struktural mirip dengan Pegunungan Selatan dari Jawa Barat dan Jawa Timur.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Daerah penelitian secara regional terletak di dalam zona fisiografi Pegunungan Serayu Utara. Zona yang menempati bagian utara Jawa Tengah dan membentuk rantai penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat dengan

Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Di bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet dan di bagian timur tertutup oleh hasil endapan vulkanik muda dari Gunung Regojembang, Komplek Dieng dan Gunung Ungaran. 2.2. Stratigrafi Regional Daerah penelitian secara umum ditempati oleh formasi-formasi batuan berumur tersier. Berikut adalah litologi-litologi yang terdapat pada formasi batuan di sekitar daerah penelitian; 2.2.1. Formasi Kalibiuk Formasi ini memiliki litologi napal dan batulempung, bersisipan tipis tuf pasiran. Napal dan batulempung, kelabu kebiruan, kaya akan fosil moluska, menunjukan umur Pliosen (Ootingh, 1935) dengan lingkungan pengendapan pasang surut. Ke arah atas runtunan terdapat sisipan tuf pasiran. Tebal dari 25003000 meter. Menjemari dengan Anggota Breksi Formasi Tapak, dan ditindih selaras oleh Formasi Damar. 2.2.2. Foramasi Tapak Batupasir gampingan dan napal berwarna hijau, mengandung pecahanpecahan moluska. Umur Pliosen. Tebal sekitar 500 m (Haar, 1935). 2.2.3. Anggota Breksi, Foramasi Tapak Breksi gunung api dan batupasir tufan, breksi bersusun andesit, mengandung urat-urat kalsit. Batupasir tufan di beberapa tempat mengandung sisa tumbuhan. Tebal 200 m. Menjemari dan menindih tak selaras formasi Kumbang. 2.2.4. Anggota Batugamping, Foramasi Tapak Batugamping terumbu, napal, batupasir. batugamping mengandung koral dan foraminifera besar, napal dan batupasir mengandung moluska. Ditindih selaras oleh Anggota Breksi Formasi Tapak dan Formasi Kalibiuk, menindih tak selaras Formasi Halang. Lingkungan pengendapan peralihan smpai marin. Umur diduga Pliosen.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

2.2.5. Formasi Peniron Breksi, bersisipan tuf, setempat mengandung sisa tumbuhan dan terkersikan. Breksi anekabahan, komponen andesit piroksen, batulempung dan batugamping, matriks batupasir lempungan dan tufan, bersisipan batupasir, tuf, dan napal. Ke arah atas ukuran komponen mengecil. Setempat ditemukan sisa tumbuhan. Tuf, agak lapuk, berukuran lanau sampai pasir sedang, terpilah sedang, tebal 20 cm. Satuan berupa runtunan turbidit yang terendapakan di daerah kipasatas bawah laut (Suharyanto, 1982). Umur formasi diduga Pliosen (Suyanto dan Ruskamil, 1975). Tebal satuan diduga 700 m. Satuan menindih tidak selaras Formasi Halang dan ditindih tidak selaras oleh batuan Gunungapi Sumbing Muda lebih ke arah utara dikorelasikan dengan Anggota Breksi Formasi Tapak (Tptb). Harloff (1933) menamakannya Derde Breccie Horizont. 2.2.6. Formasi Kumbang Lava andesit dan basalt, breksi, tuf, secara setempat breksi batu apung dan tuf pasiran, serta sisipan napal. Lava sebagian besar mengaca (bawah laut). Napal mengandung Globigerina. Umur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Menjemari dengan Formasi Halang. tebal maks 200m n menipis kearah timur. 2.2.7. Formasi Halang Batupasir tufan, konglomerat, napal, batulempung. Bagian bawah breksi andesit. Runtunan batuan mengandung fosil Globigerina dan foraminifera kecil lainnya. Umur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Breksi andesit ketebalannya bervariasi dari 200 m di selatan sampai 500 m di sebelah utara. Bagian atas runtunan tak mengandung rombakan berbutir kasar. Diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Ketebalan satuan menipis kearah timur, tebal maksimum 700 m.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

LOKASI PENELITIAN

KETERANGAN Qa = Aluvium Qsu = Batuan Gunungapi Sundoro Qsm =Batuan Gunungapi Sumbing Qd = Batuan Gunungapi Dieng Qf = Kipas Aluvium Qla = Endapan Danau Dan Aluvium Qj = Batuan Gunungapi Jembangan Qt = Endapan Undak Qpkg = Formasi Kaligetas Qtlb = Anggota Breksi Formasi Ligung

Qtlc

= Anggota Lempung Formasi Ligung Qtd = Formasi Damar Tpds = Anggota Batupasir Formasi Damar Tpb = Formasi Kalibiuk Tpt = Formasi Tapak Tptb = Anggota Breksi Formasi Tapak Tptl = Anggota Batugamping Formasi Tapak Tpp = Formasi Peniron Tmpk = Formasi Kumbang Tmph = Formasi Halang Tmp = Formasi Penosogan Tmw =Formasi Waturanda

Tmwt = Anggota Tuf Formasi Waturanda Tmr = Formasi Rambatan Tmrs = Anggota Sigugur Formasi Rambatan Tomt = Formasi Totogan Teol = Batugamping Terumbu TEKTONIK KTl = Kompleks Luk Ulo Ktog = Basa dan Ultrabasa KTs = Grewake KTm = Batuan Terbreksikan BATUAN TEROBOSAN Tm = Batuan Intrusi Tpd = Diorit

Gambar 2.2. Peta Geologi Regional Lembar Banjarnegara-Pekalongan (kanan) dan Kolom Stratigrafi Regional (kiri) (Condon, et al., 1996) yang mewakili sebagian wilayah Jawa Tengah khususnya mewakili wilayah penelitian

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

2.3. Struktur Regional Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur dominan yaitu pola Meratus, pola Sunda, dan pola Jawa (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pola struktur geologi Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949 dalam Pulunggono dan Martodjojo, 1994) 2.3.1. Pola Meratus Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, dibagian tengah terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkanvoleh sesar pembatas Cekungan Pati, Florence timur, Central Deep. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur dengan arah Timurlaut-Baratdaya ( NE-SW ). Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

2.3.2. Pola Sunda Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada umumnya berupa struktur regangan. Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal). 2.3.3. Pola Jawa Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik. Pola Jawa berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu. Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismic menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam Pemetaan Geologi pada daerah Tanalum dan sekitarnya adalah dengan menggunakan metode survei berupa pemetaan geologi permukaan, dengan cara mengumpulkan data-data hasil pengamatan morfologi, singkapan batuan, pengukuran-pengukuran (jurus dan kemiringan batuan, struktur geologi, dan kelerengan), potensi sumber daya geologi dan bencana geologi di daerah penelitian. 3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi studi literatur, survei awal, dan penyusunan proposal Praktek Kerja Lapangan. Studi literatur meliputi kajian mengenai tatanan geologi regional daerah penelitian, analisis peta topografi, dan laporan penelitian terdahulu sehingga bisa didapatkan gambaran awal mengenai keadaan lokasi daerah penelitian sebelum berangkat dan memulai penelitian di lapangan. Survei awal, merupakan tahapan peninjauan lokasi daerah penelitian yang meliputi batas-batas dan kegiatan yang akan dilakukan pada saat penelitian. Pada bagian ini, tujuan dilakukan survei adalah mencari lokasi penelitian yang ideal untuk penelitian geologi, mencari aksesibilitas menuju singkapan, dan menentukan lintasan geologi di daerah penelitian. Penyusunan proposal Praktek Kerja Lapangan, merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian tentang geologi dan studi geomorfologi daerah Tanalum dan sekitarnya. 3.2. Tahap Pengambilan Data Lapangan Pada tahap ini ditujukan untuk pengambilan data lapangan meliputi: Observasi geomorfologi dilakukan untuk mengetahui bentuk topografi, bentang alam, dan proses-proses geomorfologi yang terjadi di daerah penelitian dan pengelompokkan satuan geomorfologi di daerah penelitian.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

10

Observasi litologi dilakukan untuk mengetahui jenis dan penyebaran satuan batuan berdasarkan singkapan yang ditemukan di lapangan daerah penelitian. Observasi struktur geologi di daerah penelitian yang meliputi pengukuran kedudukan lapisan batuan, sesar dan struktur penyertanya seperti kekar, arah breksiasi, dan batuan yang mengalami pergeseran untuk analisis struktur geologi. Pengambilan sampel batuan untuk analisis petrografi dan pengambilan sampel fosil untuk analisis mikropaleontologi. Measuring Section (MS), yang meliputi kegiatan pengukuran penampang stratigrafi batuan pada lokasi penelitian. 3.3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data Analisis dan pengolahan data dilakukan di laboratorium dan studio. Tahap ini disertai dengan diskusi antara penulis dan pembimbing mengenai pemahaman terhadap konsep-konsep geologi yang berguna untuk menghasilkan model yang menunjukkan keadaan geologi sesungguhnya. 3.3.1. Tahap Analisis Data Adapun analisis-analisis yang dilakukan pada tahap ini antara lain: 1) Analisis geomorfologi Analisis ini mengacu pada analisis peta kontur daerah penelitian, dan juga pengamatan secara faktual di lapangan. Analisis ini menghasilkan pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian. Dalam pembagian satuan tersebut mengacu kepada klasifikasi Bentuk Muka Bumi (BMB) oleh Brahmantyo dan Bandono (2006), yaitu berdasarkan bentuk bentang alam yang terbentuk oleh proses eksogen dan endogen, dengan penamaan sekitar tiga-empat kata yang terdiri dari bentuk (geometri, morfologi, seperti lembah, bukit, gunung dan lain lain), kemudian genetik morfologi (eksogen atau endogen) serta nama geografis. Penyusun juga mengkolaborasikan dengan beberapa klasifikasi geomorfik oleh Van Zuidam (1985) diantaranya klasifikasi bentang alam, kelerengan dan pola aliran sungai. Klasifikasi kelerengan ditunjukan oleh Tabel 3.1.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

11

Tabel 3.1. Klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985). Persen Lereng Klasifikasi
0-2 % 2-7 % 7-15 % 15- 30 % 30- 70% 70- 140 % >140 % Datar- Hampir datar Sangat Landai Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Terjal

Gambar 3.1. Klasifikasi pola aliran sungai menurut van zuidam (1985). Setiap tipe aliran sungai mencirikan kondisi geologi serta geomorfologi yang berbeda. Karakteristik geomorfik berkaitan erat dengan perkembangan tahap geomorfik suatu wilayah. Karakteristik geologi lebih menyangkut pada unit

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

12

geologi berupa resistensi berbagai jenis batuan yang berbeda, serta struktur geologi. Contohnya pada pola aliran dendritik yang berkembang pada morfologi yang relatif datar dengan jenis batuan yang homogen. Kemudian contoh radial yang berkembang di sekitar morfologi tinggian curam yang terpusat seperti kerucut gunung api, rektangular yang berkembang pada daerah dengan kontrol struktur yang kompleks, dan lain sebagainya. 2) Analisis Struktur Geologi Analisis struktur geologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik struktur dan tahapan deformasi yang berkembang di daerah penelitian. Dalam analisis ini dilakukan pembuatan penampang berdasarkan pada sketsa lintasan terperinci di lokasi-lokasi yang dianggap sebagai jalur sesar. Selain itu dilakukan pula analisis kinematik dan dinamik, dengan menggunakan stereonet, untuk datadata struktur penyerta yang telah diukur di lapangan.

Gambar 3.2. Pemodelan sesar berdasarkan Moody dan Hill (1959, dalam Sukendar Asikin, 1977) Dalam rekonstruksi struktur geologi diperlukan suatu model acuan. Penyusun memilih pemodelan Sesar berdasarkan Moody dan Hill (1959, dalam Sukendar Asikin, 1977) yang berkaitan erat dengan pembentukan lipatan serta sesar mendatar pada peta geologi regional. Model ini dianggap paling sesuai

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

13

berdasarkan karakteristik struktur yang berkembang secara regional. Model tersebut ditunjukan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.3. Klasifikasi Rickard ( 1972) berdasarkan kombinasi besar kemiringan bidang sesar terhadap besar pitch. Dalam gambar tersebut terdapat zona sesar naik (nomor 1 dan 2), zona sesar mendatar (nomor 7 dan 14) serta zona sesar normal (nomor 12 dan 13). Karakteristik penamaan oleh Rickard (1972), adalah mengkombinasikan besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch. Berdasarkan kombinasi tersebut yang kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Apabila pitch kurang atau sama dengan 10o, maka sesar dinamakan sesar mendatar, baik Dekstral (menganan) atau Sinistral (mengiri). Dalam klasifikasi ini dinamakan sebagai Right Slip Fault atau Left Slip Fault. 2. Apabila pitch 80o sampai 90o, dengan memperhatikan pergerakan sesar (naik atau normal) maka akan diberi nama Normal Fault atau Reverse Fault. Namun apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45o dengan pitch yang sama dengan ketentuan tersebut maka untuk sesar normal akan dinamakan Lag Normal Fault (Low Angel Normal Fault) atau sesar normal bersudut kecil, dan untuk sesar naik dinamakan Thrust Fault atau Sesar Anjak. 3. Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o, maka sesar merupakan sesar mendatar yang memiliki pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik atau turun tersebut menjadi
Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.
14

keterangan pergerakan sesar mendatar tersebut,

misalnya sesar mendatar

mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch lebih besar dari 10o dan kurang atau sama dengan 45o serta kemiringan bidang sesar 50o maka dinamakan Normal Left Slip Fault. Apabila kemiringan sesar kurang dari 45o dengan pergerakan yang sama, maka disebut sebagai Lag Left Slip Fault. Hal tersebut juga berlaku untuk pergerakan naik. 4. Apabila pitch lebih dari 45o dan kurang dari 80o, dengan pergerakan normal atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika pergeseran mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari 45o, maka dapat

dinamakan Right Slip Normal Fault, Right Slip Reverse Fault, Left Slip Normal Fault atau Left Slip Reverse Fault. Hal tersebut juga berlaku untuk Lag Fault dan Reverse Fault. 3) Analisis Mikropaleontologi Analisis mikropaleontologi diperlukan untuk mengetahui umur relatif dari satuan batuan pada lokasi pengamatan dan lingkungan pengendapannya. Dalam analisis ini dilakukan pengamatan fosil-fosil foraminifera kecil dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Untuk penentuan jenis foraminifera digunakan tabel foraminifera kenozoik Blow (1969). 4) Analisis Petrografi Analisis ini diperlukan untuk mengetahui komposisi batuan (kandungan mineral) dan menentukan jenis litologi dari lokasi sampling dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis jenis mineral secara mikroskopis terhadap sayatan batuan (thin section) serta mempersentasekan mineral yang terkandung dalam sampel batuan, yang pada akhirnya dapat ditentukan nama batuan berdasarkan klasifikasi batuan beku menurut Williams, klasifikasi batuan metamorf menurut Turner, dan klasifikasi batuan sedimen klastik menurut Gilbert (Williams, dkk., 1954). Berdasarkan Gilbert (1954) yang mengklasifikasikan batupasir

berdasarkan persentase tiga komponen dalam bentuk segitiga yang digabungkan dengan persentase jumlah kandungan matriksnya. Ketiga komponen tersebut adalah Kuarsa (Q), Feldspar (F), Lithic Fragmen (L). Menurutnya batupasir dapat

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

15

digolongkan dalam dua golongan besar berdasarkan persentase matriks dan hubungan antara fragmen dengan matriksnya, yaitu: 1. Impure sandstone, atau wacke. Pemilahan buruk, banyak mengandung matriks lempungan (>10%). a. Terdiri atas persentase komponen butiran yang tidak stabil yang lebih banyak, seperti lithic (pecahan batuan), arkosik, feldspathik wacke, dan greywacke, serta arkose dengan pemilahan buruk. b. Terdiri atas persentase komponen butiran yang lebih stabil yang lebih banyak, seperti kuarsa wacke dan kuarsa greywacke. 2. Pure sandstone, atau arenit. Pemilahan baik hingga menengah, mengandung sedikit matriks lempungan (<10%). a. Terdiri atas persentase komponen butiran yang tidak stabil yang lebih banyak, seperti lithic (pecahan batuan), arkosik, dan feldspatik arenit, serta arkose dengan pemilahan baik. b. Terdiri atas persentase komponen butiran yang lebih stabil yang lebih banyak, seperti kuarsa arenit. Apabila persentase komponen matriks lempungan lebih dari 75% maka, telah diklasifikasikan sebagai batulempung.

Gambar 3.4. Klasifikasi batupasir arenit dan wacke berdasarkan kandungan matriks dan butiran yang stabil dan tidak stabil (Gilbert, 1954).

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

16

Tahap pertama dalam pemakaian klasifikasi ini adalah menentukan kelimpahan relatif dari kandungan kuarsa, feldspar, dan lithik fragmen dengan bantuan mikroskop. Gambaran tiga dimensi dari diagram klasifikasi adalah untuk menunjukan persentase kandungan matriknya. Tahap kedua adalah menghitung kandungan matriks. Apabila kandungan matriks berjumlah 0 - 10 %, maka jenis batuannya dinamakan arenite, sedangkan bila kandungan matriksnya berada diantara 10% - 75%, maka jenis batuan ini dinamakan wacke, dan apabila kandungan matriksnya lebih dari 75% dinamakan mudstone. 3.3.2. Tahap Pengolahan Data Tahap pengolahan data dilakukan di studio. Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah membuat Peta. Peta dibuat berdasarkan data pengamatan geologi permukaan beserta analisisnya. Peta tersebut terdiri dari beberapa peta yang merupakan modifikasi terhadap peta dasar. Peta yang dibuat diantarannya: 1. Peta Lintasan Geologi Peta lintasan geologi memuat informasi tentang lokasi pengamatan serta jalur pengamatan yang berguna dalam penentuan satuan litologi pada peta geologi. Stasiun pengamatan dan jalur pengamatan mencirikan litologi yang

ditemui di lapangan. Lokasi pengukuran struktur geologi serta pengambilan sampel fosil juga dicantumkan dalam peta tersebut. 2. Peta Geomorfologi Peta Geomorfologi menggambarkan pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian. Pembagian satuan tersebut berdasarkan hasil analisis terhadap data geomorfologi yang teramati di lapangan serta analisis terhadap pola kontur pada peta dasar. 3. Peta Geologi Peta Geologi menggambarkan pembagian satuan litologi daerah penelitian beserta struktur geologi yang bekerja pada daerah penelitian. Pembagian satuan litologi mencirikan karakteristik fisik batuan, pola sebaran, dominasi batuan, umur satuan batuan serta batas antar satuan batuan. Struktur geologi yang tergambar
17

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

pada peta geologi merupakan hasil analisis terhadap data pengukuran struktur geologi di lapangan. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian yang merupakan model urut-urutan satuan batuan dari tua ke muda pada daerah penelitian. 4. Peta Potensi Geologi Peta potensi sumberdaya geologi memuat informasi mengenai keberadaan potensi sumberdaya geologi yang memiliki nilai ekonomis dan prospektif untuk dimanfaatkan dan beberapa area yang berpotensi terkena dampak atau menimbulkan suatu bencana geologi, seperti banjir, gerakan tanah, dan lain sebagainya. Kedua hal tersebut merupakan cerminan dari kondisi geologi daerah penelitian. 3.4. Tahap Penyusunan Laporan Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Laporan ini memuat peta lintasan dan lokasi penelitian, peta geologi, kolom stratigrafi, peta geomorfologi, dan peta potensi geologi serta penampang geologinya. Selain itu, dalam laporan ini juga dibahas tentang tahapan geomorfologi yang ada di daerah penelitian. Oleh karena itu, pada akhirnya laporan yang disusun ini akan memberikan informasi dan penjelasan mengenai tatanan geologi, sejarah geologi, dan identifikasi geomorfologi di daerah penelitian.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

18

DIAGRAM ALIR PENELITIAN

MULAI

TAHAP PERSIAPAN

Studi Literatur

Survei Awal

Penyusunan Proposal PKL

TAHAP PENGAMBILAN DATA LAPANGAN

Observasi Geomorfologi

Observasi Litologi

Observasi Struktur Geologi

Pengambilan Sampel Petrografi dan Sampel Foram kecil

Measuring Section (MS)

TAHAP ANALISIS

Analisis Petrografi

Analisis Mikropaleontologi

Analisis Struktur Geologi

TAHAP PENGOLAHAN DATA

Pembuatan Peta Lintasan dan Lokasi penelitian

Pembuatan Peta Geomorfologi

Pembuatan Peta Geologi dan Penampang

Pembuatan Peta Potensi Geologi

TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN PKL

SELESAI Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

19

BAB IV GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 6.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Kondisi geomorfologi daerah penelitian dapat dikenali melalui

pengamatan pada peta topografi daerah Tanalum dan sekitarnya (pengamatan tidak langsung) dan pengamatan langsung dilapangan. Dari pengamatan tersebut, daerah penelitian memiliki ketinggian sekitar 225-1.160 mdpl, dengan bentuk bentang alam (landscape) yang bervariasi berupa dataran, lembah, punggungan, perbukitan, kelurusan-kelurusan sungai dan struktur, kemiringan lereng yang bervariasi dari miring-sangat curam, daerah aliran sungai (DAS), dan pegunungan. Daerah penelitian dengan pola kontur renggang-sedang merupakan morfologi dataran-agak curam menempati permukaan batuan sedimen seperti batulempung, batupasir, dan breksi, sedangkan pola kontur rapat-sangat rapat dengan lereng curam-sangat curam menempati permukaan batuan beku berupa morfologi pegunungan. 6.1.1. Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Satuan geomorfologi di daerah penelitian dianalisis mengggunakan peta berskala 1: 25000 berdasarkan klasifikasi pada peta berskala dasar 1: 25000 dan didasarkan kepada deskriptif gejala-gejala geologis, baik diamati melalui peta topografi, foto udara, maupun citra satelit, ataupun dari pengamatan morfologi langsung di lapangan (Brahmantyo dan Bandono, 2006) serta berdasarkan karakteristik relief topografi, morfologi dan morfogenesis (Van Zuidam, 1985). Penamaan satuan geomorfologi tersebut didasarkan pada jurnal yang disusun oleh Budi Brahmantyo dan Bandono dengan judul Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi pada skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang (Jurnal Geoaplika 2006, Volume 1, nomor 2, hal. 071-078). Kriteria dari penamaan satuan geomorfologi menurut jurnal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Secara umum dibagi berdasarkan satuan bentang alam yang dibentuk oleh proses endogen (struktur geologi) dan proses eksogen yang kemudian

20

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

dibagi kedalam satuan bentuk muka bumi lebih detail yang dipengaruhi oleh proses eksogen. 2. Dalam satuan pegunungan akibat proses endogen, termasuk didalamnya dalah lembah dan dataran yang bisa dibentuk baik oleh proses endogen maupun proses eksogen. 3. Pembagian lembah dan bukit dalah batas atau titik belok dari bentuk gelombang sinusoidal ideal. Di alam, batas lembah dicirikan oleh tekuk lereng yang umumnya merupakan titik-titik tertinggi endapan koluvial dan/atau aluvial. 4. Penamaan satuan paling sedikit mengikuti tiga kata, atau paling banyak empat kata apabila ada kekhususan, terdiri dari : Bentuk / geometri / morfologi Genesa morfologis (proses endogen eksogen) Nama geografis

Berdasarkan analisis peta topografi dan pengamatan lapangan maka daerah penelitian dapat dibagi dalam dua satuan geomorfologi yaitu Satuan Pegunungan Aliran Lava Tanalum dan Satuan Punggungan Homoklin Tanalum (Gambar 4.1).
PETA GEOMORFOLOGI DAERAH TANALUM DAN SEKITARNYA KECAMATAN REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH
SKALA 1 : 25.000

0 .5
K ilo m e t e r

PRAKTEK KERJA LAPANGAN CARMIDI H1F008063

LEGENDA : Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum Satuan Punggungan Homoklin Tanalum Jalan Sungai Garis Kontur Dip Slope
A A B

Garis Pengukuran Persen Lereng Garis Penampang Geomorfologi Batas Desa

Gambar 4.1. Peta Geomorfologi Daerah Tanalum dan Sekitarnya, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbaingga, Jawa Tengah

21

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

6.1.1.1. Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum Satuan Pegunugan Homoklin Tanalum menempati bagian tengah sampai utara daerah penelitian, menempati 73% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi ditandai dengan warna ungu. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 275-1.160 mdpl, dalam peta topografi menunjukan pola kontur rapat-sangat rapat. Berdasarkan hasil perhitungan persen lereng dibeberapa titik dalam satuan ini, menunjukan kelas lereng dengan persen lereng 42%-104% yang berarti kemiringan lereng curam-sangat curam, secara lengkap perhitungan persen lereng pada satuan ini disajikan dalam Tabel 4.1 berikut ini (garis F-M dapat dilihat pada Gambar 4.1).

Tabel 4.1 Perhitungan persen lereng pada Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum Kontur No Garis 1 2 3 4 5 6 7 8 F G H I J K L M Tertinggi 462,5 437,5 587,5 562,5 1112,5 1112,5 462,5 875 Terendah 262,5 325 350 412,5 925 712,5 350 587,5 Relief (m) 200 112,5 237,5 150 187,5 400 112,5 287,5 Jarak mendatar (m) 251 162 427 144 441 688 136 356 Persen lereng (%) 79,681 69,444 55,621 104,167 42,517 58,140 82,721 80,758

Kenampakan morfologi yang terlihat dalam satuan ini adalah pegunungan, yang mana dapat dijumpai setruktur aliran lava (pillow lava) yang tersingkap sangat baik relatif kearah selatan. Selain itu, ditemukan beberapa pola struktur yaitu shear fracture dan tention fracture sebagai indikasi hadirnya struktur geologi pada daerah penelitian.

22

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.2. Kondisi geomorfologi Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum (foto menghadap timurlaut) Pola aliran sungai yang berkembang di daerah ini yaitu paralel. Bentukan lembah sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya berbentuk V, dengan dasar lembah bedrock, banyak air terjun, berjeram, saluran sungai relatif lurus, dan sedimentasi hampir tidak ada. Lembah sungai dengan bentukan V berada pada anak-anak sungai dari Sungai Buret yang dominan mengarah ke selatan. Bentukan lembah sungai berbentuk V pada anak-anak sungai ini menunjukan tahapan geomorfik sungai muda. Umumnya sungai-sungai ini bersifat intermiten atau sungai-sungai kecil yang merupakan percabangan/hulu dari Sungai Buret. Satuan Pegunugan Homoklin Tanalum ini, memiliki litologi berupa basalt dan batulempung. Litolgi basalt mengontrol morfologi berkontur rapat membentuk perbukitan-pegunungan dan resisten terhadap erosi. Litologi batulempung dalam satuan ini hadir sebagai sisipan diantara basalt dengan dimensi kecil dan tidak terpetakan, serta tidak begitu menonjol dalam kenampakan morfologi di daerah penelitian. 6.1.1.2. Satuan Punggungan Homoklin Tanalum Satuan Punggungan Homoklin Tanalum menempati bagian selatan pada daerah penelitian, menempati 27% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi ditandai dengan warna kuning. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 225-500 m diatas permukaan laut, dalam peta topografi menunjukan pola kontur renggangsedang. Berdasarkan hasil perhitungan persen lereng dibeberapa titik dalam satuan
23

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

ini, menunjukan kelas lereng dengan persen lereng 19%-20% yang berarti kemiringan agak curam, secara lengkap perhitungan persen lereng pada satuan ini disajikan dalam Tabel 4.2 berikut ini (garis A-E dapat dilihat pada Gambar 4.1).

Tabel 4.2 Perhitungan persen lereng pada Satuan Punggungan Homoklin Tanalum Kontur No 1 2 3 4 5 Garis A B C D E Tertinggi Terendah 400 262,5 350 287,5 350 275 500 412,5 412,5 362,5 Relief (m) 137,5 62,5 75 87,5 50 Jarak mendatar (m) 696 328 133 433 254 Persen lereng (%) 19,756 19,055 56,391 20,208 19,685

Kenampakan morfologi yang terlihat dalam satuan ini adalah punggungan homoklin yang mana dapat dijumpai perlapisan batuan sedimen yang tersingkap sangat baik dengan arah kemiringan (dip) lapisan relatif searah kearah selatan. Selain itu, ditemukan beberapa pola struktur yaitu shear fracture sebagai indikasi hadirnya struktur geologi pada daerah penelitian.
U

Gambar 4.3. Kondisi geomorfologi Satuan Punggungan Homoklin Tanalum (foto menghadap ke selatan)

24

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Pola aliran sungai yang berkembang dalam satuan ini yaitu paralel. Bentukan lembah-lembah sungai yang terdapat pada satuan ini berbentuk U. Lembah sungai dengan bentukan U berada pada hilir Sungai Buret menunjukan tahapan geomorfik sungai dewasa, sungai ini mengalir dari timur ke barat. Pada Satuan Punggungan Homoklin Tanalum ini, memiliki litologi berupa breksi, batupasir, batupasir sisipan batulempung, dan batulempung. Litolgi breksi mengontrol morfologi berkontur sedang-rapat berupa punggungan dan

membentuk bukit-bukit dengan resistensi terhadap erosi cukup kuat. Litologi batupasir dan batupasir sisipan batulempung mengontrol morfologi lereng-lereng dari punggungan yang ada. Litologi batulempung dalam satuan ini menempati morfologi landai yang berada dibagian utara satuan ini dan sangat mudah mengalami erosi. 6.1.2. Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai Secara umum, pola aliran sungai pada daerah penelitian ini memiliki pola berupa Rektangular. Pola ini ditentukan berdasarkan interpretasi pola aliran dari peta topografi dan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Pola aliran Rektangular merupakan pola aliran sungai yang dihasilkan oleh kekar dan atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus (Van Zuidam, 1985). Hal ini sesuai dengan keadaan di lapangan, pola aliran sungai ini mengalir pada batuan dengan lereng-lereng menengah sampai terjal dengan batuan dasarnya berupa batuan beku berupa aliran lava. Pola aliran ini, terletak pada lereng-lereng Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum dan bagian utara Satuan Punggungan Homoklin Tanalum yang masing-masing mengalir menuju sungai karang di sebelah barat daerah penelitian.

25

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

K
K. Ka ra ng

REKTANGULAR

K
S S

LEGENDA :

K
K. Buret

K
REKTANGULAR

Kedudukan Lapisan Batuan Pola Aliran Sungai Rektangular Tipe Genetik Sungai Konsekuen Tipe Genetik Sungai Subsekuen Sungai Arah Aliran Air Luasan Daerah Penelitian

Gambar 4.4. Peta pola aliran dan tipe genetik sungai Aliran sungai pada peta ditandai dengan warna biru. Tipe genetik sungai di daerah penelitian dapat dikenali secara mudah setelah diketahui arah dan kemiringan lapisan batuan di daerah penelitian ini dan arah aliran sungainya. Tipe genetik sungai yang terdapat pada daerah penelitian termasuk kedalam tipe sungai Konsekuen dan Subsekuen. Sungai Konsekuen merupakan sungai yang arah alirannya searah dengan arah perlapisan batuan atau kemiringan awal, adapun sungai subsekuen merupakan sungai yang memiliki arah aliran searah dengan jurus/strike struktur/lapisan, biasanya mengikuti lapisan lunak (Davis, 1902 op. cit. Thornbury, 1969). Sungai yang termasuk dalam tipe genetik sungai Konsekuen umumnya sungai dan anak sungai yang mengalir kearah salatan diantaranya Sungai Karang di sebelah barat (Gambar 4.5) dan Sungai Buret di timur daerah penelitian. Sungai yang masuk kedalam tipe genetik sungai subsekuen umumnya sungai dan anak sungai yang mengalir kearah barat yaitu hilir Sungai Buret di bagian tengah daerah penelitian (Gambar 4.6).

26

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.5. Sungai tipe Konsekuen pada titik pengamatan C.5.6

Gambar 4.6. Sungai tipe Subsekuen (Kali Buret) 6.1.3. Tahapan Geomorfik Daerah Penelitian Secara umum, proses geomorfik yang berkembang di daerah penelitian ini dipengaruhi oleh tiga proses utama, yaitu deformasi, erosi dan pelapukan yang berlangsung pada daerah tersebut. Proses geomorfik yang terjadi pada daerah penelitian ditandai dengan adanya bentukan morfologi berupa pegunungan dan

27

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

punggungan yang terdeformasi yang kemudian membentuk dua morfologi baru yaitu lembah dan perbukitan. Diinterpretasikan morfologi Satuan Pegunungan Homoklin tidak

mengalami banyak deformasi, dan proses geomorfik erosi dan pelapukan tidak banyak berpengaruh terhadap morfologi satuan ini dikarenakan litologinya yang resisten terhadap proses tersebut. Hal ini ditunjukan oleh bentuk-bentuk muka bumi yang dapat dilihat sekarang berupa pegunungan yang tinggi dengan lerenglerengnya yang curam dan sungai-sungai dengan karakteristik saluran yang lurus, bentuk lembah V dengan lebar lembah samadengan lebar penampang basah, dasar lembah bedrock, berjeram, banyak air terjun, sedimentasi hampir tidak ada yang mengindikasikan proses pelapukan sedikit sekali berpengaruh, dengan proses erosi yang bekerja vertikal dominan mengikuti bentuk lembah sungai. Karakteristik sungai seperti ini dapat dilihat di daerah penelitian misalnya pada Sungai Buret dan Sungai Karang, yang dapat di simpulkan bahwa proses geomorfik di daerah penelitian termasuk dalam tahap geomorfik muda. Pada morfologi Satuan Punggungan Homoklin, litologi yang terkandung berupa batuan sedimen diantaranya batulempung, perselingan batupasir dan batulempung serta breksi. Litologi ini menjadikan proses deformasi, pelapukan dan erosi berlangsung intensif, mengontrol satuan ini merubah bentuk-bentuk muka bumi yang ada menjadi kelurusan-kelurusan sungai dan pembelokan sungai, serta membentuk zona-zona lemah yang mempercepat proses denudasional, mempercepat proses erosi dan terjadinya longsor sehingga terbentuklah morfologi lembah dan perbukitan yang sekarang ini. Pelapukan dan erosi yang intensif pada satuan ini dapat dilihat dari hadirnya setruktur mengkulit bawang (speroidal) pada fragmen breksi, lembah dan lereng yang tidak terlalu terjal karena telah tererosi dan terisi sedimen, perbukitan yang di tempati oleh hanya batuan yang lebih resisten (breksi), dan terbentuknya alluvial dan longsor disekitar hilir Sungai Buret. Karakteristik sungai yang ada pada satuan ini antara lain memiliki saluran berkelok, bentuk lembah V sampai U, dasar lembah sebagian alluvial, rapid, berjeram, proses sedimentasi menghasilkan point bar, proses erosi yang bekerja vertikal-lateral. Karakteristik ini dapat dilihat di hilir Sungai Buret. Dari karakteristik kenampakan yang ada di alam tersebut, dapat di simpulkan proses
28

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

geomorfik di daerah penelitian termasuk dalam tahap geomorfik muda menuju dewasa. 6.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Apabila disebandingkan dengan peta geologi regional lembar

Banjarnegara-Pekalongan (Condon, et al., 1996), daerah penelitian termasuk dalam Formasi Kumbang, Formasi Halang, dan Formasi Tapak yang masingmasing berumur Tersier. Adapun dalam pembahasan stratigrafi daerah penelitian, penamaan satuan stratigrafi yang digunakan adalah dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi (SSI, 1996), yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, serta posisi stratigrafi terhadap satuan-satuan yang ada di bawah maupun di atasnya. Berdasarkan ciri yang telah diamati dilapangan maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan dalam urutan umur dari tua ke muda yaitu Satuan Lava Basalt, Satuan Batulempung, dan Satuan Breksi-batulempung. Perbedaan karakteristik litologi yang dominan di daerah penelitian menjadi dasar pembagian satuan batuan di daerah pemetaan, berikut satuan batuan yang hadir di daerah pemetaan, diurutkan dari tua ke muda. 6.2.1. Satuan Lava Basalt Satuan ini memiliki penyebaran 66,67% dari lokasi penelitian, menempati bagian tengah sampai ke utara dan masih menerus ke utara daerah penelitian. Satuan Lava basalt secara umum terdiri dari basalt yang merupakan batuan beku yang berasal dari proses pembekuan aliran lava yang bersifat basaltik, yang diinterpretasikan aliran lava ini terjadi beberapa kali proses erupsi. Interpretasi ini berdasarkan hadirnya batulempung yang menyisip diantara satuan ini dengan ketebalan 1,3 -1,6 m sebagai batas waktu erupsi basalt yang di atas dan di bawahnya.

29

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

b a

Gamabar 4.7. a) struktur Lava Bantal (Pillow Lava) sekitar sungai titik pengamatan C.5.6; b) struktur Lava Bantal pada titik pengamatan C.2.4; c) struktur Vesiculer pada titik pengamatan C.2.3; d,e) sisipan batulempung pada titik pengamatan C.5.6 Secara megaskopis, basalt memiliki tekstur warna hitam (segar), warna kuning kecoklatan (lapuk), besar butir afanitik, struktur berupa pola aliran atau pillow lava yang mencirikan saat terbentuk berada di dalam fluida dan setruktur vesikuler yang mengindikasikan terbentuk secara ekstrusif atau merupakan batuan beku Volkanik. Secara mikroskopis, (hasil analisi terlampir, Nomor sayatan: 4/C
30

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

2.3) dari sampel yang diambil pada lokasi pengamatan C.2.3, batuan beku volkanik ini memiliki karakteristik warna abu-abu, kecoklatan-abu, abu kehijauan, tekstur intersertal, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral opak dengan penamaan secara petrografi termasuk Basalt (Klasifikasi Williams, 1982). Struktur pillow lava menunjukan pola aliran menuruni lereng/kemiringan morfologi kearah selatan, sehingga dapat diinterpretasikan sumber erupsi berasal dari bagian utara. Batulempung dalam satuan ini hadir sebagai sisipan, pemerian secara megaskopis menunjukan tekstur warna abu-abu, kompak akibat efek bakar (backing effect) dari aliran lava, dan bersifat karbonatan. Satuan Lava Basalt memiliki ketebalan mencapai 1525m. Hubunngan Satuan Lava Basalt dengan satuan dibawahnya tidak diketahui. Penentuan lingkungan pengendapan dan umur satuan ini dilakukan melalui analisis mikrofosil yang terkandung dalam batulempung di lokasi pengamatan C.5.6 yaitu dengan menganalisis foraminifera planktonik sebagai indikator umur dan foraminifera bentonik sebagai indikator lingkungan pengendapan (hasil analisis terlampir, No. Conto: C.5.6). Dari data analisis tersebut, umur satuan ini di tandai dengan kepunahan awal Globorotalia mayeri (N14) dan kemunculan akhir Globigerinoides immaturus (N15), yang menunjukan kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (N14-N15). Lingkungan pengendapan satuan ini termasuk

lingkungan bathymetri bathyal tengah dengan Pyrgo comata (Brady) 390F sebagai fosil indikatornya. Berdasarkan penyebaran litologi dan hubungan stratigrafi regional lembar Banjarnegara-Pekalongnan, satuan ini sebanding dengan formasi kumbang dengan sisipan napal mengandung Globigerina, dan memiliki kisaran umur Miosen Tengah-Pliosen Awal (Condon, et al., 1996). 6.2.2. Satuan Batulempung Satuan ini memiliki penyebaran 8,33% dari lokasi penelitian, menempati bagian tengah daerah penelitian, memanjang dari timur ke barat. Satuan Batulempung terdiri dari sebagian besar batulempung dan hanya sebagian kecil batupasir, dan konglomerat. Satuan ini mengontrol morfologi berupa dataran dan lereng agak miring pada lokasi penelitian.
31

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Pemerian batulempung secara megaskopis menunjukan tekstur warna abuabu terang, kompak, dan bersifat karbonatan. Secara mikroskopis (hasil analisis terlampir, Nomor sayatan: 1/C.1.11) dari sampel yang diambil pada lokasi pengamatan C.1.11, batulempung ini memiliki karakteristik warna krem, tekstur klastik, dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01mm) dengan butiran berupa feldspar, kuarsa, fosil, glaukonit dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam matrik lempung dan lumpur karbonat, dengan penamaan secara petrografi termasuk Napal atau Marl (Klasifikasi Pettijohn, 1957). Dalam satuan ini juga terdapat litologi batupasir dan konglomerat. Pemerian secara megaskopis batupasir bersifat karbonatan, warna putih kelabu, besar butir pasir sedang, bentuk butir membundar tanggung, terpilah baik, matriks lempung, kemas tertutup, porositas baik, dan kompak. Konglomerat dalam

satuan ini hadir sebagai sisipan, pemerian secara megaskopis menunjukan fragmen berupa batulempung dan basalt mengambang dalam matriks pasir, berwarna putih, besar butir fragmen kerikil-kerakal, terpilah buruk, matriks pasir, kemas terbuka, porositas baik, dan kompak dengan ketebalan 50 cm. Fragmen batulempung dalam konglomerat memiliki ciri fisik antara lain berwarna abu-abu terang, kompak, dan bersifat karbonatan, sedangkan basalt memiliki ciri fisik antara lain berwarna hitam dan bertekstur afanitik. Satuan Batulempung memiliki ketebalan mencapai 137m. Hubungan Satuan Batulempung dengan satuan dibawahnya (Satuan Lava Basalt) berupa menjemari yang dibuktikan dengan kesamaan umur yaitu Kala Miosen TengahMiosen Akhir.

32

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gamabar 4.8. a) struktur normal graded bedding pada titik pengamatan C.1.2; b) struktur normal graded bedding pada titik pengamatan C.3.4; c) struktur parallel lamination dan cross lamination pada titik pengamatan C.3.4; d) singkapan konglomerat berfragmen batulempung pada titik pengamatan C.3.4; e) singkapan batulempung pada titik pengamatan C.1.11
33

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Dalam satuan ini, litologi konglomerat dan batupasir dijumpai pada bagian bawah, dan penyebarannya cukup sedikit, litologi ini dapat dijumpai pada lokasi pengamatan C.3.4. Informasi penting yang dapat diperoleh dari litologi ini antara lain hadirnya struktur sedimen berupa perlapisan bersusun (normal graded bedding), laminasi silang-siur (cross lamination), dan laminasi sejajar (parallel lamination), pada lapisan batupasir. Dari data tersebut, diinterpretasikan mekanisme pengendapan pada satuan ini dipengaruhi oleh mekanisme arus turbidit. Hadirnya sisipan lapisan konglomerat juga mendukung interpretasi tersebut, dimana pada umumnya konglomerat dengan fragmen mengambang secara merata dalam matriks (dominated matriks) hanya dapat dijelaskan dengan pendekatan mekanisme pengendapan arus turbidit. Selanjutnya fluida relatif tenang dan arus traksi terus berjalan mentransport lempung dalam jumlah yang banyak dalam kurun waktu tertentu sehingga terendapkanlah batulempung yang cukup tebal pada satuan ini.

Batulempung

Batupasir

konglomerat

Gambar 4.9. Singkapan batulempung dan konglomerat pada satuan batulempung, titik pengamatan C.3.4 Pada satuan ini, umur dan lingkungan pengendapan ditentukan berdasarkan analisis mikrofosil yang terkandung pada conto batuan di lokasi pengamatan C 1.11 (hasil analisis terlampir, No. Conto C1.11), umur satuan ini di
34

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

tandai dengan kemunculan akhir foraminifera planktonik Globigerinoides immaturus (N14), Globorotalia pseudomiocenica (N14), Hastigerina aequilateris (N14) dan kepunahan awal Globigerina praebulloides (N16) yang menunjukan kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (N14-N16). Dengan lingkungan pengendapan satuan ini termasuk lingkungan bathymetri abysal yang dicirikan dengan hadirnya foraminifera bentonik Reophax nodolosus (1900F) dan Hormosina ovicula (1900F). Berdasarkan penyebaran litologi dan hubungan stratigrafi regional lembar Banjarnegara-Pekalongnan, satuan ini sebanding dengan formasi halang dengan kisaran umur Miosen Tengah-Pliosen Awal (Condon, et al., 1996). 6.2.3. Satuan Breksi-Batulempung Satuan ini memiliki penyebaran 25% dari lokasi penelitian, menempati bagian selatan daerah penelitian. Satuan Breksi-Batulempung terdiri dari breksi, batulempung, dan batupasir. Litologi ini mengontrol morfologi berupa punggungan homoklin pada bagian selatan daerah penelitian dan perbukitan yang umumnya berupa litologi breksi. Secara megaskopis, breksi memiliki tekstur warna hitam, fragmen andesit dengan besar butir kerikil sampai kerakal mengambang dalam matriks, bentuk butir menyudut tanggung, terpilah buruk, matrik pasir, kemas terbuka, porositas baik dan kompak. Hasil analisis secara mikroskopis (hasil analisi terlampir, nomor sayatan: 3/C.1.9), matriks breksi yang diambil dari lokasi pengamatan C.1.9., memiliki karakteristik warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, semen karbonat, komposisi terdiri dari lithic (pecahan batuan), piroksen, feldspar, kuarsa dan mineral opak dengan butiran berukuran 0,05 1mm, bentuk menyudut tanggung. Fe oksida hadir mengisi rongga antar butir. Penamaan secara petrografi termasuk Calcareous Lithic Arenite (Klasifikasi Gilbert, 1954). Pemerian secara megaskopis pada batupasir menunjukan warna putih, abuabu terang samapai abu-abu gelap, dan sebagian besar bersifat karbonatan, besar butir pasir sangat kasar terutama pada kontak dengan breksi, berangsur menghalus ke atas kemudian berselang-seling dengan batulempung, bentuk butir membundar tanggung, terpilah baik, matriks lempung, kemas tertutup, porositas baik, dan rapuh (lapuk)-kompak. Hasil analisis secara mikroskopis (hasil analisi terlampir,
35

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

nomor sayatan: 2/C.1.6), batupasir yang diambil dari lokasi pengamatan C.1.6., memiliki karakteristik warna putih kecoklatan-krem, klastik, grain suppoted, batuan didominasi oleh fosil, dengan detritus feldspar, kuarsa dan mineral opak, berukuran 0,050,5mm. dengan hadirnya fosil mencapai 60%, maka dalam klasifikasinya sampel ini termasuk dalam batugamping klastik dengan penamaan secara petrografi termasuk Grainstone (Klasifikasi Dunham, 1962).

Batulempung

Fragment Andesit

Batupasir c

Matrixs pasir

Batupasir

breksi

Gambar 4.10. a) Singkapan perselingan batulempung-batupasir pada titik pengamatan C.1.7; b) Singkapan breksi pada titik pengamatan C.5.5; c) Singkapan breksi berangsur ke batupasir pada titik pengamatan C.1.9 Batulempung dalam satuan ini memiliki karakteristik warna kuning,

lapuk, rapuh, namun sebagian besar berwarna abu-abu terang sampai abu-abu gelap (segar), kompak, dan bersifat karbonatan dengan ketebalan maksimal 2m. Satuan Breksi-Batulempung memiliki ketebalan mencapai 525m. Satuan ini menindih selaras Satuan Batulempung.

36

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Pada satuan ini, umur dan lingkungan pengendapan ditentukan berdasarkan analisis mikrofosil yang terkandung pada conto batuan di lokasi pengamatan C 1.7 (hasil analisis terlampir, no. conto C1.7), umur satuan ini di tandai dengan hadirnya fosil indeks foraminifera planktonik Globorotalia plesiotumida (N17-N18) yang menunjukan kala Miosen Akhir sampai Pliosen Awal. Dengan lingkungan pengendapan satuan ini termasuk lingkungan bathymetri bathyal atas sampai bathyal bawah, range ini diperoleh demikian dikarenakan banyak terdapat fosil rework. Berdasarkan penyebaran litologi dan hubungan stratigrafi regional lembar Banjarnegara-Pekalongnan, satuan ini sebanding dengan formasi tapak yang berumur Pliosen (Condon, et al., 1996). Ditinjau dari karakteristik data pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis, diantaranya pola persebaran fragmen pada breksi, perubahan besar butir yang bersifat menghalus keatas (fining upward), matriks yang bersifat karbonatan, batugamping klastik, dan dari analisis mokrofosil menunjukan banyak terdapat fosil rework, maka dapat diinterpretasikan pengendapan satuan ini melalui beberapa kali mekanisme arus turbidit. 6.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian Identifikasi struktur geologi pada lokasi penelitian dilakukan melalui pengamatan pada peta topografi dan pengamatan langsung dilapangan. Pengamatan pada peta topografi bertujuan menafsirkan struktur geologi sebelum pengamatan langsung kelapangan, yang dalam hal ini berupa penarikan garis-garis kelurusan pada morfologi sungai/lembah dan punggungan yang ditafsirkan terbentuk akibat dinamika struktur. Pengamatan langsung dilapangan ditujukan terhadap pengukuran offset-offset hasil dinamika struktur seperti bidang breksiasi, kekar, lipatan, dan gores garis. Dari pengamatan tersebut, secara umum struktur geologi yang di jumpai pada daerah penelitian berupa kelurusan (lineament) dan sesar (fault). 6.3.1. Analisis Kelurusan (lineament) Analisis kelurusan yang mencirikan struktur geologi pada lokasi penelitian dilakukan dengan cara menarik garis kelurusan pada pola garis kontur peta topografi daerah penelitian yang ditafsirkan merupakan morfologi bentukan
37

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

struktur geologi, yang sebagian besar kelurusan tersebut terdapat pada morfologi sungai/lembah dan punggungan. Berikut di sajikan peta kelurusan dan gambar analisisnya.
PETA POLA KELURUSAN DAERAH TANALUM DAN SEKITARNYA KECAMATAN REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH
SKALA 1 : 25.000

0 .5
K ilo m e t e r

PRAKTEK KERJA LAPANGAN CARMIDI H1F008063

LEGENDA : Jalan Sungai Garis Kontur Garis Pengukuran kelurusan Batas Desa Luasan daerah penelitian

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

ARAH KELURUSAN 290 53 98 92 338 84 117 106 81 26 8 91 19 332

NO ARAH KELURUSAN 15 40 16 293 17 33 18 34 19 353 20 283 21 26 22 43 23 349 24 344 25 285 26 287 27 295

Gambar 4.11. Peta pola kelurusan pada daerah penelitian (atas) dan diagram roset hasil data kelurusan(bawah) Dari gambar di atas menunjukan bahwa puncak maksimum kelurusan berada pada arah N1100E atau N700W yang berarti kelurusan daerah penelitian berarah relatif baratlaut-tenggara.

38

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

6.3.2. Analisis Sesar (Fault) 6.3.2.1. Sesar Geser Mengiri Turun Gunung Kedawung Berdasarkan pengukuran dan pengolahan data Kekar Gerus (shear fracture) yang diperoleh di lapangan pada titik pengamatan C.5.6, yang berada pada lereng selatan Gunung Kedawung sepanjang anak Sungai Buret, diketahui jenis sesar pada lokasi tersebut merupakan Sesar Geser Mengiri Turun (Normal Left Slip Fault). Ditafsirkan pergerakan bidang sesar inilah yang mengontrol pola kelurusan anak Sungai Buret tersebut. Berikut disajikan data hasil pengukuran shear fracture dan analisis kinematika pada stereonet untuk mengetahui pergerakan dan jenis sesar pada anak Sungai Buret tersebut.

shear fracture

shear fracture

Gambar 4.12. Singkapan pengambilan data shear fracture pada titik pengamatan C.5.6 Tabel 4.3. Data pengukuran shear fracture pada titik pengamatan C.5.6 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Fracture 1 Direction Dip N 81 E 65 SE N 109 E 54 SW N 230 E 84 NW N 205 E 74 NW N 184 E 57 NW N 73 E 69 SE N 95 E 74 SW N 232 E 78 NW N 161 E 67 SW N 30 E 61 SE N 75 E 72 SE N 305 E 62 NE N 78 E 78 SE Fracture 2 Direction Dip N 183 E 68 NW N 272 E 38 NE N 260 E 80 NW N 135 E 75 SW N 165 E 80 SW N 157 E 55 SW N 179 E 50 SW N 346 E 58 NE N 255 E 62 NW N 345 E 58 NE N 35 E 76 SE N 229 E 62 NW N 123 E 55 SW
39

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

N 125 E N 70 E N 240 E N 250 E N 350 E N 246 E N 240 E N 0 E N 12 E N 79 E N 99 E N 229 E N 192 E

45 SW 63 SE 57 NW 61 NW 65 SE 79 NW 61 NW 52 E 59 SE 61 SE 56 SW 81 NW 51 NW

N 240 E N 20 E N 322 E N 330 E N 250 E N 347 E N 350 E N 252 E N 293 E N 326 E N 245 E N 116 E N 105 E

71 NW 61 SE 74 NE 78 NE 69 NW 67 NE 56 NE 54 NW 74 NE 72 NE 66 NW 41 SW 46 SW

Dari pengolahan data shear fracture pada stereonet, diketahui arah gaya utama yang mengontrol sesar ini yaitu pada arah N 1160 E (timurlaut-baratdaya). Kemudian pergerakan sesar di tentukan dengan mengeplotkan data dip bidang sesar dan besarnya pitch pada diagram klasifikasi Rickard, dan diperoleh jenis sesar/pergerakannya yaitu Normal Left Slip Fault (Sesar Geser Mengiri Turun). Karena letaknya masih berada di sekitar Gunung Kedawung, maka penamaan sesar ini untuk lebih spesifiknya ditambahkan nama geografis tersebut menjadi Sesar Geser Mengiri Turun Gunung Kedawung.

40

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.13. Analisis kinematika stereonet Sesar Geser Mengiri Turun Gunung Kedawung (atas) dan diagram panamaan sesar berdasarkan klasifikasi Rickard, 1972 (bawah) 6.3.2.2. Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret Sesar geser mengiri naik Kali Buret merupakan sesar geser yang

mengontrol Kali Buret di bagian tengah daerah penelitian. Dari pengamatan di lapangan, terutama disekitar titik pengamatan C.3.4., offset yang mengindikasikan
41

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

adanya struktur geologi/ sesar ini yaitu berupa shear fracture yang melimpah terutama pada batulempung dan sesar minor. Data pengukuran shear fracture di sajikan pada Tabel 4.4. Dari pengamatan di lapangan tidak di jumpai data breksiasi, sehingga dalam menentukan jurus sesar peneliti menggunakan kelurusan Kali Buret pada peta topografi, guna mendukung pengolahan data pada stereonet.

Gambar 4.14. a) Sesar minor; dan b) Shear fracture pada titik pengamatan C.3.4 Tabel 4.4. Data pengukuran shear fracture pada titik pengamatan C.3.4 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Fracture 1 Direction Dip N 301 E 60 NW N 40 E 77 SE N 272 E 50 NE N 285 E 64 NE N 320 E 75 NE N 11 E 64 SE N 303 E 82 NE N 115 E 65 SW N 155 E 57 SW N 281 E 80 NE N 208 E 18 NW N 92 E 80 SW N 140 E 61 SW N 228 E 38 NW N 92 E 68 SW N 128 E 44 SW N 278 E 83 NE N 302 E 66 NE Fracture 2 Direction Dip N 265 E 74 NW N 315 E 55 NE N 130 E 65 SW N 164 E 63 SW N 303 E 32 NE N 50 E 62 SE N 155 E 44 SW N 152 E 74 SW N 58 E 70 SE N 178 E 42 SW N 258 E 51 NW N 126 E 47 SW N 66 E 67 SE N 154 E 32 SW N 192 E 53 NW N 175 E 32 SW N 155 E 33 SW N 249 E 65 NW
42

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

19 20 21 22 23 24 25 26

N 260 E N 260 E N 150 E N 153 E N 325 E N2E N 272 E N 270 E

58 NW 80 NW 76 SW 64 SW 72 NE 76 SE 75 NE 72 NE

N 303 E N 126 E N 225 E N 269 E N 11 E N 98 E N 172 E N7E

73 NE 54 SW 75 NW 80 NW 79 SE 77 SE 70 SW 57 SE

Dari pengolahan data shear fracture pada stereonet, diketahui arah gaya utama yang mengontrol sesar ini yaitu pada arah N 1520 E (baratlaut-tenggara). Kelurusan sungai pada peta topografi yang digunakan sebagai jurus sesar yaitu pada arah N 1070 E. Kemudian pergerakan sesar di tentukan dengan

mengeplotkan data dip bidang sesar dan besarnya pitch pada diagram klasifikasi Rickard, dan diperoleh jenis sesar/pergerakannya yaitu Reverse Right Slip Fault (Sesar Geser Menganan Naik). Karena letaknya berada di Kali Buret, maka penamaan sesar ini menjadi Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret.

43

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.15. Analisis kinematika stereonet Sesar Geser Menganan Naik K. Buret (atas) dan diagram panamaan sesar berdasarkan klasifikasi Rickard, 1972 (bawah) 6.3.2.3. Sesar Geser Mengiri Bawahan Data penentuan sesar ini diperoleh disekitar titik pengamatan C.1.11, pada Satuan Batulempung. Indikasi struktur geologi yang dijumpai dilapangan yaitu berupa kekar gerus (shear fracture). Data hasil penggukuran kekar gerus disajikan pada tabel 4.5.
44

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.16. Singkapan pengambilan data shear fracture pada titik pengamatan C.1.11 Tabel 4.5. Data pengukuran shear fracture pada titik pengamatan C.1.11 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Fracture 1 Direction Dip N 30 E 50 SE N 61 E 64 SE N 115 E 60 SW N 342 E 68 NE N 50 E 59 SE N 66 E 77 SE N 47 E 71 SE N 41 E 64 SE N 78 E 65 SE N 119 E 55 SW N 47 E 67 SE N 232 E 90 NW N 234 E 77 NW N 120 E 52 SW N 114 E 55 SW N 260 E 65 NW N 99 E 67 SW N 34 E 67 SE N 50 E 70 SE N 121 E 69 SW N 74 E 75 SE N 43 E 65 SE N 244 E 77 NW N 44 E 83 SE N 15 E 53 SE N 341 E 56 NE Fracture 2 Direction Dip N 101 E 72 SW N 120 E 62 SW N 146 E 76 SW N 121 E 50 SW N 316 E 71 NE N 194 E 67 SW N 311 E 76 NE N 66 E 70 SE N 113 E 56 SW N 75 E 72 SE N 138 E 66 SW N 251 E 78 NW N 127 E 77 SW N 130 E 78 NW N 23 E 57 SE N 22 E 67 SE N 22 E 71 SE N 239 E 76 NW N 140 E 67 SW N 228 E 72 NW N 138 E 75 SW N 176 E 80 SW N 315 E 74 NE N 181 E 75 NW N 242 E 55 NW N 60 E 83 SE
45

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Hasil pengolahan data shear fracture pada stereonet, menunjukan bahwa arah gaya utama yang mengontrol sesar ini yaitu pada arah N 100 E (timurlautbaratdaya). Karena tidak dijumpainya breksiasi saat pengamatan dilapangan, maka penentuan jurus sesar menggunakan kelurusan sungai pada peta topografi yang menunjukan arah N 950 E. Kemudian pergerakan sesar ditentukan dengan mengeplotkan data dip bidang sesar dan besarnya pitch pada diagram klasifikasi Rickard, dan diperoleh jenis sesar/pergerakannya yaitu Left Slip Fault (Sesar Geser Mengiri). Karena letaknya berada di Dusun Bawahan, maka penamaan sesar ini menjadi Sesar Geser Mengiri Bawahan.

46

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Sf1 Sf2

Gambar 4.17. Analisis kinematika stereonet Sesar Geser Mengiri Bawahan (atas) dan diagram panamaan sesar berdasarkan klasifikasi Rickard, 1972 (bawah) 6.3.3. Mekanisme pembentukan struktur di daerah penelitian Secara regional arah tegasan di Pulau Jawa relatif berarah NNE-SSW. Arah tegasan tersebut dipengaruhi oleh subduksi Lempeng Samudera Australia terhadap Lempeng Benua Eurasia dengan kecepatan 6 cm/thn (Hamilton, 1979).

47

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Urutan pola struktur geologi yang terbentuk ketika batuan ditekan dari arah utara dan selatan telah dimodelkan oleh Moody and Hill (1956) yaitu seperti gambar dibawah ini. Berdasarkan model Urutan Pola Struktur Moody dan Hill (1959) pada gambar 4.18, jika diterapakan pada daerah penelitian yang memiliki arah tegasan utama WNW-ESE (baratlaut-tenggara), maka dapat dinterpretasikan yang merupakan struktur orde pertama adalah Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret dengan arah pergeseran baratlaut-tenggara dan Sesar Mengiri Turun Gunung Kedawung dengan arah pergeseran timurlaut-baratdaya. Sedangkan Sesar Geser Mengiri Bawahan ditafsirkan merupakan struktur yang terbentuk pada orde kedua.

Gambar 4.18. Model urutan pola struktur menurut Moody dan Hill (1959).

48

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

6.4. Sejarah Geologi Proses-proses geologi yang terjadi pada daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Tengah, dibuktikan dengan hadirnya foraminifera planktonik yang terkandung dalam satuan tertua pada lokasi penelitian ini. Pada kala Miosen Tengah terjadi volkanisme di lingkungan bawah laut menghasilkan aliran lava yang bersifat basaltik yang kemudian membeku membentuk batuan beku basalt dengan struktur Pillow Lava (lava bantal) dan Vesiculer (lubang-lubang gas). Dilihat dari pola aliran lava (pada struktur Pillow Lava ) yang mengarah kearah selatan, ditafsirkan sumber erupsi berada di bagian utara daerah penelitian. Selanjutnya diatas batuan beku basalt ini terendapkan batulempung dengan ketebalan 1,3-1,6m, dengan lingkungan pengendapan bathyal tengah dengan umur kala Miosen Tengah-Miosen Akhir. Kemudian terjadi volkanisme lagi menghasilkan aliran lava yang bersifat basaltik yang kemudian membeku membentuk batuan beku basalt dengan struktur Pillow Lava dan Vesiculer menindih lapisan batulempung yang ada, yang ditunjukan dengan adanya efek bakar (backing effect) pada bagian atas lapisan batulempung, juga menjadikan lapisan batulempung ini semakin termampatkan (kompak). Dalam peta geologi litologi diatas sebagai Satuan Lava Basalt. Setelah batuan beku basalt teratas terendapkan, diduga terjadi longsor bawah laut yang mengakibatkan terjadinya arus turbidit yang ditunjukan dengan hadirnya lapisan konglomerat dan struktur primer pada batuan sedimen berupa normal graded bedding, parallel lamination dan cross lamination pada lapisan batupasir. Selanjutnya secara berangsur terendapkan lempung dengan baik dalam jumlah yang melimpah dan dalam waktu yang cepat sehingga terbentuklah lapisan batulempung yang cukup tebal pada lingkungan pengendapan bathyal tengahabysal. Dalam peta geologi litologi tersebut diklasifikasikan sebagai Satuan Batulempung. Berdasarkan umur, Satuan Batulempung setara dengan umur Satuan Lava Basalt, sehingga dapat diinterpretasikan pengendapan Satuan Batulempung ini menjemari dengan Satuan Lava Basalt. Berakhirnya kala Miosen Akhir, terjadi lagi volkanisme yang memicu terjadinya longsor bawah laut yang membentuk lapisan breksi dengan fragmen volkanik dengan matriks grainstone yang tersemenkan oleh material karbonat.
49

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Longsor ini ditafsirkan cukup besar dan terjadi beberapa kali yang ditunjukan dengan hadirnya lapisan breksi yang tebal dan berulang, secara umum besar butir lapisan atas breksi berangsur menghalus membentuk lapisan batupasir dan batulempung. Lingkungan pengendapan lapisan ini berada di sekitar bathyal atasbathyal bawah yang berlangsung hingga Pliosen Awal. Dalam peta geologi, lapisan-lapisan ini termasuk dalam Satuan Breksi-Batulempung. Satuan ini menindih selaras Satuan Batulempung. Memasuki kala Pliosen sampai Plistosen tektonik sangat aktif, dan merupakan tektonik terakhir di sepanjang jalur subduksi di Indonesia yang menghasilkan jalur pegunungan kuarter dan struktur-struktur utama dengan kelurusan baratlaut-tenggara di Pulau Jawa, serta menyebabkan lapisan-lapisan batuan termiringkan, mengalami pengangkatan, perlipatan dan patahan. Kelurusan pada daerah penelitian menunjukan arah yang sama dengan arah kelurusan secara regional Pulau Jawa, sehingga dapat ditafsirkan kelurusan pada daerah penelitian merupakan bentukan dari aktifitas tektonik Plio-Plistosen tersebut. Dari analisis sesar yang ada pada daerah penelitian, sesar-sesar ini diketahui memotong satuan batuan pada daerah penelitian, yang berarti sesar ini memiliki umur yang lebih muda dari satuan batuan yang dipotongnya, dan merupakan struktur bentukan dari pengaruh tektonik plio-plistosen. Diketahui Sesar Geser Mengiri Turun Gunung Kedawung memotong Satuan Lava Basalt dan Satuan Batulempung pada arah N 350 E, Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret memotong Satuan Lava Basalt dan Satuan Batulempung dengan arah pergerakan N 1070 E, serta Sesar Geser Mengiri Bawahan yang memotong Satuan Batulempung dan Satuan Breksi-Batulempung pada arah N 950 E, dari arah pergerakan sesar yang ada, kemudian di pasangkan dengan model Moody and Hill, maka sesar yang terbentuk pada orde pertama pada daerah penelitian yaitu Sesar Geser Mengiri Turun Gunung Kedawung dan Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret, sedangkan Sesar Geser Mengiri Bawahan adalah merupakan sesar yang terbentuk pada orde kedua. Perkembangan selanjutnya, zona lemah hasil pergerakan sesar ini mudah mengalami pengikisan atau erosi sehingga membentuk kelurusan-kelurusan dan pembelokan arah aliran sungai yang terdapat pada daerah penelitian, contohnya adalah sungai buret.
50

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Selanjutnya karena batuan pada daerah penelitian terbentuk pada lingkungann laut yang kemudian terangkat dan tersingkap dipermukaan,kontak langsung dengan atmosfer sebagai lingkungan darat, maka batuan-batuan yang bersifat karbonatan dan kurang resisten mengalami pelarutan dan pelapukan (proses eksogen) yang sangat intensif membentuk morfologi-morfologi yang dapat dijumpai saat ini. 6.5. Potensi Geologi Daerah Penelitian Potensi geologi di daerah penelitian dapat berupa Potensi sumberdaya geologi dan bencana geologi. Potensi sumberdaya geologi di daerah penelitian merupakan obyek geologi atau hasil dari proses-proses geologi yang dapat dikelola dan bermanfaat bagi masyarakat, contohnya yaitu potensi geowisata dan bahan galian C. Sedangkan potensi bencana geologi yang dimaksudkan pada daerah penelitian adalah lokasi/daerah yang berbahaya dan dapat mengancam keselamatan dan kehidupan masyarakat, contohnya yaitu tanah longsor. a) Potensi Geowisata Potensi geowisata yang cukup menarik pada daerah penelitian yaitu air terjun. Minimal ada 3 (tiga) titik lokasi yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai objek wisata air terjun (gambar 4.19). Ditinjau dari aksesibilitasnya cukup mendukung, misalnya saja jalan menuju lokasi-lokasi air terjun tersebut, hanya saja perlu pelebaran dan pengelolaan yang lebih sehingga menarik pengunjung untuk mengunjungi air terjun ini. Objek geologi yang menarik untuk diperkenalkan pada masing-masing air terjun tersebut anatara lain yaitu struktur lava bantal (pillow lava), struktur vesiculer, struktur geologi (sesar, kekar, dan sebagainya), dan sejarah geologi masa lampau lokasi tersebut.

51

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Gambar 4.19. Air terjun pada titik pengamatan C.3.5

b) Potensi Bahan Galian C Potensi bahan galian C yang dapat di manfaatkan pada daerah penelitian antara lain berupa tambang pasir dan batu, yang umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (gambar 4.20). Lokasi keterdapatan potensi tersebut yaitu hilir dari kali buret. Akumulasi sedimen, seperti endapan pasir yang merupakan material hancuran/pelapukan dari batuan sedimen dan batuan beku dari anak sungai dan hulu kali buret cukup baik terendapkan di lokasi tersebut. Begitu juga bongkah-bongkah batuan beku di sepanjang kali buret, ini juga dapat bernilai ekonomis untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.

Gambar 4.20. Potensi tambang batu K. Buret

52

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

c) Potensi dan Bencana Geologi Potensi dan bencana geologi yang cukup berbahaya dan mengancam keselamatan masyarakat pada daerah penelitian yaitu tanah longsor. Jenis longsor yang di jumpai pada daerah penelitian umumnya berupa gelinciran (landslide). Daerah potensi longsor sebagian besar berada pada daerah-daerah dengan batuan dasarnya batulempung, terutama pada tebing kontak satuan batulempung dengan satuan breksi-batulempung dan kontak satuan batulempung dengan satuan lava basalt. Longsoran ini cukup berbahaya dan mengancam keselamatan karena barada pada daerah pemukiman dan jalan desa. Berikut adalah peta lokasi longsor dan dokumentasinya.

Gambar 4.21. a) Bencana longsor pada lereng K. Buret; b) Bencana longsor di Jalan desa Tanalum

53

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, analisis laboratorium (petrografi dan mikrofosil) serta kajian pustaka, dapat disimpulkan bahwa: Geomorfologi daerah Tanalum dapat dikelompokan menjadi Satuan Pegunungan Homoklin Tanalum dan Satuan Punggungan Homoklin Tanalum. Dengan Pola aliran sungai Parallel.

Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari Satuan Lava Basalt berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir, Satuan Batulempung berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir, dan Satuan Breksi-Batulempung berumur Miosen Miosen AkhirPliosen Awal.

Struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian diantaranya yaitu berupa Sesar Geser Menggiri Turun Gunung Kedawung, Sesar Geser Menganan Naik Kali Buret, dan Sesar Geser Mengiri Bawahan .

Sejarah geologi daerah penelitian berlangsung selama kala Miosen Tengah sampai Pliosen Awal. Pada Kala Miosen Tengah-Miosen Akhir terendapkan Satuan Lava Basalt dan Satuan Batulempung dengan kontak menjemari. Kemudian pada Kala Pliosen Awal mulai terendapkan Satuan BreksiBatulempung yang menindih selaras Satuan Batulempung. Selanjutnya mengalami struktural pada Kala Plio-Plistosen, kemudian mengalami pengangkatan menyebabkan lingkungan pengendapan berubah menjadi lingkungan darat, dan mengalami pelapukan hingga sekarang.

Potensi Geologi di daerah penelitian berupa Potensi sumberdaya geologi yaitu potensi geowisata (air terjun) dan potensi bahan galian C (tambang pasir dan batu), dan potensi/bencana geologi yaitu tanah longsor (landslide).

54

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan. Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto Barker, R. W. 1960. Taxonomix Notes. Society of Economic Paleontologist and Mineralogist.Special Publication No. 9. Tulsa. Oklahoma, USA. 238pp. Bemmelen, R. W. Van. 1949. The Geology of Indonesia, Vol 1A, 1st Edition, Govt. Printing Office, The Hague. Blow W.H (1969) Late Middle Eosen to Recent planktonic foraminifera biostratigrafy. Int. Conf. Plank. Microfosil 1st, 1967, geneve, vol.1, 199422. Brahmantyo, Budi, dan Bandono. 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) Untuk Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000 Dan Aplikasinya Untuk Penataan Ruang. Geoaplika : Indonesia Condon, W.H., L. Pardyanto, K.B. Ketner, T.C Amin, S. Gafoer, dan H. Samodra, 1996, Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia. Dunham, R. J., 1962. Classification of Carbonat Rock According of Indonesia. Indonesia Association of Geologist, 69p. Harsolumakso, A. H., 2002, Buku Pedoman Geologi Lapangan, Departemen Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia : Indonesia Magetsari, N.A., Harsolumakso, A.H., Abdullah, C.A., 1993, Pedoman Praktikum Geologi Struktur, Lab. Geologi Dinamik, Jurusan Teknik Geologi, ITB, Bandung. Moody, J. D., and Hill, M. J., 1956. Wrench Fault Tectonics. Geological Society of America Bulletin. V. 67, 1207-1246.5. Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock. Indian edition, Harper & Row Publishers, Inc., reprinted by Mohan Primlani, oxford and IBH publishing Co. New Delhi, 718 pp. Pulunggono, A., Martodjojo, S., 1994, Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan Geoteknik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Teknik Geologi UGM, Yogyakarta. Rickard, 1972. Fault and Fold Tectonics, 1984. 565 p. E. Horwood. Newyork. Soesilo, J., Suharmanto. 1993. Petrografi batuan beku, Metamorf dan Sedimen. Lab. Petrologi, Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran. Yogyakarta. Thornbury, W. D. 1969. Principles of Geomorfology. New York : Jhon Willey and Son, Inc.
55

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Williams, H., Turner, F. J., dan Gilbert, C. M. 1954, Petrography: An Introduction to the Study of Rock in Thin Section. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, 406 pp. 1982, Petrography: An Introduction to the Study of Rock in Thin Section. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, 626 pp. Zuidam, R. A. Van. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorpologic Mapping. Netherlands : Smits Publishers, The Hague.

Sumber Lain: http://maps.google.co.id/maps?hl=id&tab=wl

56

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

LAMPIRAN Hasil Analisis Petrografi

57

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Nomor sayatan Penamaan Megaskopis


Jenis Batuan Satuan Batuan Pemerian Petrografis:

: 1/C.1.11 : Batulempung
: Batuan sedimen : Satuan Batulempung

Sayatan tipis batuan sedimen, krem, tekstur klastik, dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01mm) dengan butiran berupa feldspar, kuarsa, fosil, glaukonit dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam matrik lempung dan lumpur karbonat.

A B 1 2 3 4 5 6 7 A B 0

G H

I 1 2 3 4 5 6 7

D E

F G H

I 1 2 3 4 5 6 7

G H

D E

F G H

0.5 mm
Nikol bersilang Nikol sejajar

58

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Komposisi Mineral:

Fosil

(10%),

berupa

foraminifera

plankton

(genus

orbulina,

globigerina) dan bentos, ukuran 0,05-0,5mm, kondisi cangkang sebagian besar dalam keadaan utuh. Feldspar
Kuarsa

(1%), putih, relief rendah, berukuran 0,050,06mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas .
(1%), tidak berwarna, relief rendah, sudut pemadaman bergelombang, berukuran 0,050,06mm.

Glaukonit
Mineral opak

(3%), hijau, bias rangkap kuat, belahan satu arah (parallel), ukuran 0,05-0,06 mm.
(5%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,06 mm, bentuk membulat-membulat tanggung.

Min Lempung (45%), kecoklatan-hijau, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I, hadir merata dalam sayatan. Lumpur Karbonat (35%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim)

Penamaan Petrografis: Marl (Klasifikasi Pettijohn, 1975)

59

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Nomor sayatan Penamaan Megaskopis


Jenis Batuan Satuan Batuan Pemerian Petrografis :

: 2/C.1.6 : Batupasir
: Batuan Sedimen : Satuan Breksi-Batulempung

Sayatan tipis batugamping klastik, berwarna putih kecoklatan-krem, klastik, grain suppoted, batuan didominasi oleh fosil, dengan detritus feldspar, kuarsa dan mineral opak, berukuran 0,050,5mm. A B 1 2
Min Opak

G H

I 1

D E

F G H

I 1

Feldspar

2 3 4 5 6
Fosil

2 3 4 5 6 7 A B C D E F G H Nikol sejajar I

3 4 5 6 7 A B C D E F G H I

Nikol bersilang 0 0.5 mm

60

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Komposisi Mineral:

Fosil

(60%), tidak berwarna (sudah terekristalisasi) kecoklatan, relief sedang, bentuk sebagian besar dalam kondisi utuh, berukuran 0,1 0,5mm, bias rangkap ekstrim, berupa foram plankton dan bentos, serta pecahan ganggang, Sebagian besar kamar terisi oleh mineral kalsit (sparit) (7%), putih, relief rendah, berukuran 0,050,06mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas .
(1%), tidak berwarna, relief rendah, sudut pemadaman bergelombang, berukuran 0,050,06mm.

Feldspar
Kuarsa

Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,1mm, hadir berupa butiran dan mengisi porositas, berupa mineral oksida mangan. Mikrit (5%), tidak berwarna, relief bervariasi, berukuran kurang dari 0,02mm, warna interferensi sangat tinggi ekstrim, hadir merata dalam sayatan. Sparit (25%), tidak berwarna, relief sedang, berukuran 0,020,3mm, bias rangkap ekstrim, hadir merata dalam sayatan.

Nama

Grainstone (Klasifikasi Dunham, 1962)

61

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

No. Sayatan Penamaan Megaskopis Jenis Batuan


Satuan Batuan Pemerian Petrografis :

: 3/C.1.9 : Matriks Breksi : Batuan Sedimen


: Satuan Breksi-Batulempung

Sayatan tipis batuan sedimen, berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, semen karbonat, komposisi terdiri dari lithic (pecahan batuan), piroksen, feldspar, kuarsa dan mineral opak dengan butiran berukuran 0,05 1mm, bentuk menyudut tanggung. Fe oksida hadir mengisi rongga antar butir. A B 1 2 3
Min Opak

G H

I 1 2 3 4 5 6 7

D E

F G H

I 1 2 3 4 5 6 7

Feldspar

4 5 6 7 A B C D E F G H I

D E

F G H Nikol sejajar

Nikol bersilang 0 0.5 mm

62

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Komposisi Mineral: Lithic (55%), abu-abu, abu-abu - coklatan, berupa pecahan batuan beku (didominasi oleh batuan beku andesit), dan sedimen, dengan ukuran butir 0,1 1 mm, bentuk menyudut tanggung. Feldspar
Kuarsa

(15%), putih, relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,1 0,2mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas.
(1%), tidak berwarna, relief rendah, sudut pemadaman bergelombang, berukuran 0,050,06mm.

Min opak

(4%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,06 0,2mm, bentuk menyudut tanggung. (25%), tidak berwarna, relief sedang, berukuran 0,02

Semen Karbonat

0,3mm, bias rangkap ekstrim, hadir merata dalam sayatan.

Penamaan Petrografis : Calcareous Lithic Arenite (Klasifikasi Gilbert, 1954)

63

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

No. Sayatan Penamaan Megaskopis Jenis Batuan Satuan Batuan


Pemerian Petrografis :

: 4/C 2.3 : Basalt : Batuan Beku : Satuan Lava Basalt

Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kecoklatan-abu abu kehijauan, tekstur intersertal, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral opak.

A B 1 2

G H

I 1 2

D E

F G H

I 1 2 3 4 5 6 7

Plagioklas

3
Piroksen

3 4
Gelas Plagioklas

4 5 6 7 A B C D E F G H I

5 6 7 A B C D E F G H Nikol sejajar I

Nikol bersilang 0 0.5 mm

64

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Komposisi Mineral:
Plagioklas (55%), putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbad-Albit, bentuk subhedral-anhedral, jenis plagioklas An60 (jenis labradorit), berukuran 0,05-2 mm, sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi lempung, tersebar merata dalam sayatan. Piroksen (20%), kekuningan-hijaupucat, relief tinggi, pleokroisme lemah, bentuk subhedral- anhedral, sebagai fenokris hadir dengan ukuran 0,05-1,5mm, hadir berupa clinopiroksen, pada masa dasar berukuran 0,3-0,5mm, merata dalam sayatan. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi klorit

Min opak (5%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,050,2mm, bentuk menyudut tanggung, hadir merata dalam sayatan.
Gelas (20%) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan Keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi lempung.

Penamaan Petrografis: Basalt (Klasifikasi Williams, 1982)

65

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

LAMPIRAN Hasil Analisis Mikropaleontologi

66

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

No. conto Lokasi Batuan Formasi

: Carmidi C.1.11 : Desa Tanalum : Batulempung : Halang

FORAMINIFERA PLANKTONIK
KALA Foraminifera Planktonik Globigerinoides primordius Globorotalia nana Globorotalia opima Globigerinoides immaturus Globorotalia pseudomiocenica Orbulina bilobata Hastigerina aequilateris Globigerina praebulloides Globoquadrina altispira Globoquadrina dehiscens
13 14 15 16

EOSEN Paleogen ( P )
17 18 19 20 21 22 1

OLIGOSEN

Awal

MIOSEN Tengah Neogen ( N )


10 11 12 13 14 15 8 9

Akhir
16 17 18

Pliosen

Pleistosen

19

20

21

22

Blow ( 1969 ) Umur : N14 N16

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

23

FORAMINIFERA BENTONIK
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Bolivinita quadrilatera (620F) Reophax nodolosus (1900F) Hormosina ovicula (1900F) Dentalina subemaciata (390F) Tepi 0 30 NERITIK Tengah 100 Luar BATHYAL Atas Tengah Kedalaman (meter) 200 500 1000 ABYSAL Bawah 2000 5000 HADAL

Barker (1960)

Lingkungan bathymetri : Dari hasil analisa fosil bentos didapati lingkungan pengendapan Abisal dan banyak terdapat fosil rework.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

No. conto Lokasi Batuan Formasi

: Carmidi .1.7 : Desa Tanalum : Batupasir : Tapak

FORAMINIFERA PLANKTONIK
KALA Foraminifera Planktonik Globigerinoides immaturus Globigerinoides ruber Orbulina universa Globorotalia plesiotumida Globigerinita naporimaensis Blow ( 1969 ) Umur : N17 N18
13 14 15 16

EOSEN Paleogen ( P )
17 18 19 20 21 22 1

OLIGOSEN

Awal

MIOSEN Tengah Neogen ( N )


10 11 12 13 14 15 8 9

Akhir
16 17 18

Pliosen

Pleistosen

19

20

21

22

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

23

FORAMINIFERA BENTONIK
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Cibicides cicalricosus (862F) Rhabdammina abyssorum (1000F) Discorbina rosea (-) Bulimina subornata (345F) Gavelinonian barleeanum (390F) Textularia sagittula (210F) Tepi 0 30 NERITIK Tengah 100 Luar BATHYAL Atas Tengah Kedalaman (meter) 200 500 1000 ABYSAL Bawah 2000 5000 HADAL


Barker (1960)

Lingkungan bathymetri : Dari hasil analisa fosil bentos didapati lingkungan pengendapan dari Bathyal Atas sampai Bathyal Bawah dikarenakan banyak terdapat fosil rework.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

No. conto Lokasi Batuan Formasi

: Carmidi C.5.6 : Desa Tanalum : Batulempung : Kumbang

FORAMINIFERA PLANKTONIK
KALA Foraminifera Planktonik Orbulina universa Orbulina bilobata Globigerinoides ruber Globigerinoides immaturus Globigerinoides obliquus Globorotalia mayeri Globoquadrina altispira Globorotalia obessa
13 14 15 16

EOSEN Paleogen ( P )
17 18 19 20 21 22 1

OLIGOSEN

Awal

MIOSEN Tengah Neogen ( N )


10 11 12 13 14 15 8 9

Akhir
16 17 18

Pliosen

Pleistosen

19

20

21

22

Blow ( 1969 ) Umur : N14 N16

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

23

FORAMINIFERA BENTONIK
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Pyrgo comata (Brady) 390F Tepi 0 30 NERITIK Tengah 100 Luar BATHYAL Atas Tengah Kedalaman (meter) 200 500 1000 ABYSAL Bawah 2000 5000 HADAL

Barker (1960)

Lingkungan bathymetri : Dari hasil analisa fosil bentos kebanyakan fosil sudah mengalami rework fosil sehingga fosil yang dijumpai telah rusak dan dalam jumlah yang sedikit.

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

LAMPIRAN Catatan Lapangan

20

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Daerah : Ds. Tanalum Tujuan : PKL

Tanggal : 13 Januari 2012 Cuaca : Mendung Strike / dip Ciri-ciri litologi

No.

Lokasi Pengamatan

C 1.1

Ds. Tanalum

N 100 E / 45SW.

C 1.2

Ds. Tanalum

N 140 E / 41 SW.

C 1.3

Ds. Tanalum

C 1.4

Ds. Tanalum

N 120E / 26SW

C 1.5

Ds. Tanalum

N 100E /

Dimensi singkapan Panjang (P) = 3m, Lebar (L) = 2m, pinggir jalan. --- blp-bps Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, (>50 cm) Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, (4-5 cm). Singkapan berada di tebing sungai --- kontak batuan beku vs blp Batuan beku (basalt?), kuning (lapuk) -hitam (segar), afanitik, str.aliran dan terkekarkan. Bps karbonatan, abu-abu terang, br.s.k-s.h, bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, rapuh (lapuk?), str.perlap.bersusun (normal graded bedding) (20-30 cm). Blp, abu-abu, kompak, karbonatan, ( 30 m). --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit?, br.kil.-kal., mx. Ps, abu-abu, pilah buruk, bsdt, kemas terbuka, porositas sedang, kompak,( 15 m) Bps karbonatan, abu-abu terang, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, (5-6 cm). Blp, abu-abu, kompak, karbonatan. --- Bps Terdapat di dasar sungai Bps karbonatan, abu-abu, br.s-h.(pada bagian tengah-atas) dan br.s.k.(pada bagian bawah), bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas sedang, kompak, terdapat pecahan cangkang moluska?, str.laminasi sejajar (parallel lamination) dan perlap.bersusun (normal graded bedding) (2 m). --- kontak Blp vs Blp-Bps
21

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

35SW

C 1.6

Ds. Tanalum

C 1.7

Ds. Tanalum

N 110E / 36SW

C 1.8

Ds. Tanalum

N 105E / 28SW

C 1.9

Ds. Tanalum

C 1.10

Ds. Tanalum

C 1.11

Ds. Tanalum

N 118E / 35SW

Blp, kuning, rapuh (lapuk), (>2m). Blp, abu-abu, rapuh, karbonatan ( 20 cm). Bps, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, rapuh, ( 5 cm). --- Bps Bps, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- blp-bps Blp, abu-abu gelap, rapuh(lapuk), karbonatan ( 20 cm). Bps, abu-abu kekuningan (lapuk), br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, ( 5 cm). --- kontak breksi vs blp-bps, batas lapisan berangsur Breksi, hitam, frag.andesit?, br.kil.kal., bsdt.tg, pilah buruk, mx. ps, kemas terbuka, porositas baik, kompak, terdapat material karbonan. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan ( 20 cm). Bps, abu-abu, br.s.k (pada bagian bawah) semakin keatas br.k-h, bndr.tg, pilah baik dari bagian bawahatas, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- kontak breksi vs bps, batas lapisan berangsur Breksi, hitam, frag.andesit?, br.kil.kal., bsdt.tg, pilah buruk, mx. ps, kemas terbuka, porositas baik, kompak. Bps, abu-abu, br.s.k (pada bagian bawah) semakin keatas br.k-h, bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- blp-bps Bps, putih, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, Blp, abu-abu, kompak, karbonatan. --- kontak blp-bps Bps karbonatan, abu-abu gelap, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas
22

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

tertutup, porositas sedang, kompak, Bps, abu-abu kecoklatan, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, Blp, abu-abu terang, karbonatan, kompak.
Daerah : Ds. Tanalum Tujuan : PKL Tanggal : 14 Januari 2012 Cuaca : Mendung

C 2.1

Ds. Tanalum

C 2.2

Ds. Tanalum

C 2.3

Ds. Tanalum

C 2.4

Ds. Tanalum

C 2.5

Ds. Tanalum

--- blp Blp, abu-abu terang, karbonatan, kompak. --- basalt? Basalt?, hitam (segar), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler, --- basalt? Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler, --- basalt? Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler, terdapat jasper berwarna hijau. --- basalt? Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava), vesikuler, dan kekar kolom (columnar joint). Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan (50 cm).
Tanggal : 15 Januari 2012 Cuaca : Mendung

Daerah : Ds. Tanalum Tujuan : PKL

C.3.1

Ds. Tanalum

1. N 110E / 42SW 2. N 95E / 47SW

C.3.2

Ds. Tanalum

N 100E / 40SW

C.3.3

Ds. Tanalum

--- blp-bps Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan. Bps, abu-abu kecokelatan, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- blp-bps Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan. Bps karbonatan, abu-abu terang, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- blp-bps Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan.
23

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

C.3.4

Ds. Tanalum

N 125E / 39SW

C.3.5

Ds. Tanalum

C.3.6

Ds. Tanalum

C.3.7

Kali Peniron (hulu)

N 82E / 32SE

Bps karbonatan, abu-abu terang, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- kontak basalt vs blp-bps Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler, Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan. Bps karbonatan, putih kelabu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, Konglomerat (sebagai sisipan), frag.blp dan basalt?, putih br.kil-kal, pilah buruk, mx.ps, kemas terbuka, porositas baik, kompak (50 cm) --- kontak basalt vs blp Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler, Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan. --- blp-bps Blp, abu-abu terang, kompak, karbonatan. Bps karbonatan, putih kelabu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- blp-bps Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan. Bps, abu-abu kecokelatan, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak,
Tanggal : 20 Januari 2011 Cuaca : Mendung

Daerah : Ds. Tanalum Tujuan : PKL

C.4.1

Ds. Tanalum

--- Basalt Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler,
Tanggal : 22 Januari 2012 Cuaca : Mendung

Daerah : Ds. Tanalum Tujuan : PKL

C.5.1

Ds. Tanalum

--- breksi blp Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh.
24

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

C.5.2

Ds. Tanalum

C.5.3

Ds. Tanalum

C.5.4

Ds. Tanalum

C.5.5

Ds. Tanalum

C.5.6

Ds. Tanalum

N 85E / 3033SE

--- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, kuning, rapuh (lapuk), (>2m). Bps, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, rapuh, ( 5 cm). --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Bps karbonatan, abu-abu terang, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx. lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, (5-6 cm). Blp, abu-abu, kompak, karbonatan. --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, (>30 cm) Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, (4-5 cm). --- kontak breksi vs blp Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu terang, karbonatan, kompak ( 50 m) --- Basalt Basalt?, hitam (segar) dan cokelat (lapuk), afanitik, str.aliran/lava bantal (pillow lava) dan vesikuler. Blp (sebagai sisipan), abu-abu terang, karbonatan, kompak ( 160 cm)
25

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

C.5.7

Ds. Tanalum

N 80E / 48SE

C.5.8

Ds. Tanalum

N 100E / 37SW

C.5.9

Ds. Tanalum

C.5.10

Ds. Tanalum

--- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, (>30 cm) Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, (4-5 cm). --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak, --- kontak breksi vs blp-bps Breksi, frag. Andesit? br.kil-kal, Mengambang dalam mx.ps, cokelat (lapuk kuat), bsdt.tg, porositas baik, kemas terbuka, rapuh. Blp, abu-abu gelap, kompak, karbonatan, Bps karbonatan, abu-abu, br.s., bndr.tg, pilah baik, mx.lp, kemas tertutup, porositas baik, kompak,

26

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

LAMPIRAN Peta

27

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

A1

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

A2

20

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

A3

21

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

A4

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

20

Carmidi. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapangan. UNSOED. Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai