PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
ROBIN
F1G1 12 068
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Endapan nikel laterit merupakan produk dari proses pelapukan lanjut pada
batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada daerah dengan
iklim tropis sampai dengan subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
utama penghasil bahan galian di dunia, termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik
geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa lokasi endapan nikel laterit yang
potensial di Indonesia umumnya tersebar di wilayah Indonesia bagian timur,
antara lain : Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi Selatan), Gebe
(Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera), dan Tapunopaka (Sulawesi Tenggara).
Fokus utama dalam penelitian ini adalah identifikasi keberadaan profil
umum (zona) endapan laterit, yaitu zona top soil, zona limonit, zona saprolit
dan zona bedrock. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui
pola
adalah pola
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Simandjuntak dalam Surono (2010), menjelaskan bahwa berdasarkan sifat
geologi regionalnya Pulau Sulawesi dan sekitarnya dapat dibagi menjadi beberapa
mandala geologi yakni salah satunya adalah mandala geologi Sulawesi Timur.
Mandala ini meliputi lengan Tenggara Sulawesi, Bagian Timur Sulawesi Tengah
dan Lengan Timur Sulawesi. Lengan Timur dan Lengan Tenggara Sulawesi
tersusun atas batuan malihan, batuan sedimen penutupnya dan ofiolit yang terjadi
dari hasil proses pengangkatan (Obduction) selama Miosen. Surono (2014)
menyebutkan bahwa jalur batuan malihan dan sedimen serta penutupnya tersebut
sebagai mintakat benua, sedangkan batuan ofiolitnya merupakan lajur ofiolit
Sulawesi Timur. Bagian Timur Sulawesi ini memanjang melalui ujung Timur
Lengan Timur, sisi Timur bagian Tengah, dan Lengan Tenggara Sulawesi.
2.1.1 Geomorfologi Regional
Secara morfologi, wilayah Kabupaten Morowali dapat dibagi menjadi 5
satuan morfologi, yaitu dataran, bergelombang, perbukitan, pegunungan dan
wilayah karst.
Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi
daerah pesisir pantai Bungku Barat dari Emea sampai Wosu yang secara umum
merupakan areal hunian dan persawahan/perkebunan. Sebagian satuan morfologi
dataran juga terdapat di Kecamatan Mori Atas, yaitu di sekitar Tomata. Termasuk
pula dalam morfologi dataran ini adalah dua kawasan di kabupaten Morowali, yaitu
bagian selatan Baturube dan bagian timur Kolonodale. Di bagian timur Kolonodale,
yaitu wilayah lembah luas di sekitar D. Tiu, morfologi dataran dengan fisik berupa
rawa/genangan yang cukup luas. Sedangkan di selatan Baturube, wilayah dataran
diselingi rawa mecakup wilayah yang luas yang sebagian merupakan kawasan
hutan mangrove.
Satuan Morfologi Bergelombang. Satuan morfologi ini, dengan
kenampakan utama bergelombang menyebar luas di bagian timur Kabupaten
Morowali, memanjang relatif timur-barat dari Lembontonara sampai Ensa.
Sebagian wilayah Kecamatan Lembo, yaitu Lembo bagian selatan juga ditandai
dengan morfologi bergelombang ini.
Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian
antara 160 600 m dpl, terdapat di bagian utara yaitu di Bungku Utara, bagian
tengah di sekitar Kolonodale dan Masara, di Bungku Barat tersebar relatif tenggarabaratlaut dari Wosu sampai Bungku Tengah. Bentukan morfologi ini berkaitan
dengan variasi jenis batuan penyusun morfologi, dimana salah satu indikasi beda
litologi adalah berubahnya bentang alam.
Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi pegunungan merupakan
bagian terbesar morfologi yang terdapat di Kabupaten Morowali. Ketinggian satuan
ini berkisar antara 600 2.563 m dpl, yaitu G. Kayoga.
Wilayah-wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi pegunungan
Wanaripalu, Pompangeo, Tometindo, Morokompa dan pegunungan Verbeek.
Pegunungan Wanaripalu yang terletak di bagian barat, pegunungan Pompangeo di
utara dan pegunungan Tometindo di bagian tengah Morowali berarah memanjang
3. Formasi Nanaka
Litologi satuan ini terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan dengan
batupasir lempungan serta konglomerat pada bagian bawahnya. Formasi Nanaka
merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula.
Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat pada pulau-pulau kecil di Teluk
Tomori sebelah timur Kolonodale. Umur satuan ini diperkirakan Jura, dengan
ketebalan satuan melebihi 500 m (Simanjuntak, 1991).
4. Formasi Masiku
Batuan penyusun formasi ini terdiri dari batusabak, serpih, filit, batupasir,
batugamping dengan buncah gamping rijangan. Di Kabupaten Morowali satuan ini
terdapat di daerah Bahombelu, Tinompo, Korowalelo dann Korompeli. Formasi
Masiku merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Fosil penunjuk
untuk Formasi ini tidak ditemukan. Diduga umur formasi adalah Jura Akhir dan
mempunyai ketebalan sekitar 500 m.
5. Batuan Ultrabasa
Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan basa dengan
sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan tuntunan ofiolit yang
secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur (Simanjuntak dkk, 1991).
Di kabupaten Morowali batuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi
Sulawesi Timur dan merupakan penyusun dominan litologi di wilayah kabupaten.
Batuan tersingkap secara luas dan dapat dijumpai di semua kecamatan yang ada di
Kabupaten Morowali. Umur Batuan ultra basa ini diduga tidak lebih tua dari Kapur
Awal (Simanjuntak, 1986).
6. Kompleks Pompangeo
Litologinya adalah berbagai jenis sekis, genes, meta kuarsit, meta gamping,
marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan gabro malih; setempat
terdapat breksi dan milonit.
Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi berdasarkan himpunan
batuan diduga berasal dari batuan sedimen pelagos yang lebih tua dari kapur. Umur
pemalihan juga tak diketahui, namun diduga tidak lebih tua dari Kapur Akhir.
Satuan ini tersebar luas di utara Kecamatan Mori Atas dan Kecamatan Lembo.
Tebal satuan sulit dipastikan, diduga ribuan meter.
Komplek Pompangeo yang terdapat di Mandala Geologi Sulawesi Timur ini
diperkirakan tertindih tak selaras oleh Formasi Matano, serta bersentuhan tektonik
dengan Formasi Tetambahu dan Formasi Lamusa; dan berupa sesar naik dengan
batuan granit, gunungapi Tersier dan Formasi Latimojong di bagian barat, serta
merupakan alas sedimen molasa Formasi Puna, Formasi Napu, Formasi Morowali
dan Formasi Tomata. Komplek ini disebut Metamorphic Rocks oleh De Roever
(1934) dan Sekis oleh Sukamto (1975).
7. Batugamping Marmeran
Litologi satuan ini terdiri dari marmer, batugamping terdaunkan dan
baugamping kristalin dan masih merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi
Timur.
Satuan ini menyebar cukup luas di daerah Mori Atas seperti di Ensa, Tomata
dan Peleru. Umumnya terdapat berupa singkapan-singkapan dalam batuan sekis
dan genes. Penyebaran satuan yang disusun oleh marmer secara jelas dapat diamati
di lokasi-lokasi selatan Tomata dan utara Peleru.
Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari
sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.
8. Formasi Matano
Formasi ini termasuk bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur, dengan
litologi satuan terdiri perselingan batugamping kalsilutit dengan rijang, bersisipan
batulempung napalan dan argilit. Akibat kegiatan tektonik yang berulang maka
semua batuan dalam satuan ini terlipat kuat, sebagian membentuk struktur antiklin
dan sinklin.
Di Kabupaten Morowali formasi tersebar sangat luas, hampir di semua
kecamatan. Penyebarannya antara lain daerah Tomata, Beteleme, Kolonodale dan
jalur pegunungan di sebelah barat Bungku Barat serta pegunungan di bagian barat
Bungku Selatan. Berdasarkan kandungan fosil dalam rijang dan batugamping,
diperkirakan umur formasi ini adalah Kapur Atas (Budiman, 1980).
9. Formasi Salodik
Litologi formasi ini berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping
terumbu, dan bersisipan napal dari marmer, batugamping terdaunkan dan
baugamping kristalin.
Di Kabupaten Morowali, satuan ini terdapat setempat di sebelah barat Bente
Kecamatan Bungku Tengah. Salah satu bentuk khas dari topografi satuan ini adalah
10
bentuk topografi karst dengan perbukian yang saling terpisah. Tebal formasi
diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur formasi adalah EosenOligosen (Bison dkk, 1982).
10. Formasi Bongka
Gugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika yang
diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan Mandala Sulawesi
Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan dikelompokkan kedalam
Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi Bongka termasuk salah satu
diantaranya.
Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal,
batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat berupa lensa di
bagian atas. Ciri utama satuan ini terhadap morfologi adalah bentuk morfologi
bergelombang. Di Kabupaten Morowali formasi ini menyebar luas di sebelah barat
wilayah Kecamatan Bungku Utara. Tebal satuan diperkirakan sekitar 750 m,
dengan umur Formasi Miosen Atas Pliosen.
11. Formasi Tomata
Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan
konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Barat.
Penyebaran satuan di kabupaten Morowali sangat luas mencakup bagian
barat Morowali di Kecamatan Mori Atas sampai dengan daerah selatan Beteleme.
Penyebaran yang cukup luas juga terdapat di Bungku Barat dan Bungku Selatan.
Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur formasi Pliosen (Budiman,
1981).
11
12
13
Ni. Olivin merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur tinggi sangat tidak
stabil di bawah kondisi atmosfer, sehingga saat terjadi pelapukan akan melepaskan
ion Ni yang terdapat dalam ikatan atomnya. Umumnya hidroksidasi dari beberapa
unsur kimia dijumpai berasosiasi dengan lingkungan laterit. Ion - ion yang
dilepaskan selama proses hidrolisis dari mineral - mineral mafik, ditetapkan sebagai
hidroksida Pada hidrosilikat nikel (mineral garnierit), nikel menggantikan atom Mg
dalam mineral serpentin, talk dan klorit. Anggota nikel murni tidak muncul secara
alami dan kebanyakan garnierit berisi (Ni, Mg) sebagai pengganti Mg (Waheed,
2002).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan
utrabasa (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung
mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya
mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh
pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium,
besi, nikel dan silika ke dalam larutan, cederung untuk membentuk suspensi koloid
dari partikel partikel silika yang submikroskopis. Di dalam larutan, besi akan
bersenyawa dengan oksida dan mengendapa sebagai ferri hidroksida. Akhirnya
endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral mineral seperti
karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil. Jadi, besi oksida mengendap
dekat dengan permukaan tanah.
Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi, akan menyebabkan unsur Fe,
Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral mineral
14
15
pada endapan
16
antara 0% sampai 35% dapat terbentuk endapan nikel laterit, namun dapat pula
tidak ditemukan endapan nikel laterit. Sebagai hasil dari irisan ini maka
didapatkan suatu kemiringan topografi sebagai tempat yang paling ideal
untuk terbentuknya suatu endapan nikel laterit yakni pada kemiringan antara
35% sampai 52% (Syafrizal,2009 ).
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan. Secara
administrasi daerah penelitian bertempat PT. Bintang Delapan mineral, Kabupaten
Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah.
18
yang diperlukan seperti data litologi, geomorfologi, dan struktur, serta sampel data
bor profil nikel laterit.
C. Bahan Atau Materi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
-
Data primer
Data primer yaitu data permukaan yang diperoleh dari hasil observasi dan
Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari peta geologi regional daerah
telitian dan sekitarnya sebagai referensi dalam penelitian dan bahan perbandingan
dalam menjawab tujuan penelitian.
D. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian tercantum pada tabel 1
Tabel 1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
No.
Nama
Fungsi
Palu Geologi
Kompas Geologi
19
6
7
Kamera
Alat tulis menulis
Spidol Permanen
10
Tas Ransel
11
Clipboard
12
Buku Lapangan
13
14
Leptop
Kantong sampel
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu antara lain:
1. Tahapan persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal dari suatu kegiatan penelitian sebelum
melakukan pengambilan data-data lapangan yang terdiri dari :
a. Studi pustaka
Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, agar dapat mengetahui bagaimana
kondisi daerah penelitian secara umum yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai kondisi geologi daerah penelitian dan
informasi yang dikumpulkan melalui teori-teori yang berhubungan Hubungan
20
b.
c.
d.
e.
Pengambilan
conto
batuan
dengan
menggunakan
metode
sampling
21
Analisis Lapangan
1) Analisis Geomorfologi, didasarkan pada kenampakan morfologi lapangan,
relief, bentuk permukaan bumi seperti aliran sungai, soil, vegetasi, dan
kelerengan.
2) Analisis Struktur Geologi, dilakukan untuk mengetahui struktur geologi
yang terdapat pada daerah penelitian. Analisis data struktur lipatan dengan
menggunakan metode Busk (1929) sedangkan analisis data kekar
menggunakan Diagram kipas dan streonet.
3) Analisis morfometri untuk menentuan sudut dan presentase kelerengan
bentangalam dengan cara interpretasi garis kontur.
Rumus : Arctan = ((n-1)) x ik / jh x Sp)
Dimana:
n
ik
jh
Sp
(1)
= Kelerengan
= Jumlah Kontur
= Interval Kontur
= Jarak Horizontal
= Skala Peta
22
Persiapan
Penelitian Lapangan
Pengolahan Data
Hasil Penelitian
Peta Morfometri
Peta Kelerengan
Peta Geomorfologi
Hasil Analisis
Data
Peta Geologi
Peta Alterasi
Hubungan kemiringan
lereng dengan zonasi
distribusi endapan nikel
laterit.
Output
Proses
Pembuatan peta
morfometri
Studio
Analisis Geomorfologi
1.
2.
3.
Input
1. Studi Pustaka
2. Persiapan Peralatan Lapangan
Metode
Observasional
23
G. Jadwal Penelitian
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Kegiatan
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Pembuatan skripsi
24
DAFTAR PUSTAKA
Boldt, J.R., 1967, The Winning of Nickel, The Hunter Rose Company, Longmans,
Canada.
M. Sompotan, Armstrong. 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan sains
kebumian institusi teknologi bandung, 2012
Surono, 2010. Geologi Lengan Tenggara. Badan Geologi. Bandung
Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana1 Jogi F.
Samosir, Hubungan Kemiringan Lereng Dan Morfologi Dalam
Distribusi Ketebalan Horizon Laterit Pada Endapan Nikel Laterit :
Studi Kasus Endapan Nikel Laterit Di Pulau Gee Dan Pulau Pakal,
Halmahera Timur, Maluku Utara. JTM Vol. XVI No. 3/2009
Waheed, 2006, Nickel Laterites - A Short Course On The Chemistry, Mineralogy
And Formation of Nickel Laterites, PT. Inco, Indonesia (Unpublished).
25