GEOMORFOLOGI
Pulau Jawa memiliki luas + 127.000 m2 dengan panjang sekitar 1000 km. Secara
umum fisiografi Pulau Jawa dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu Jawa Barat
(Barat Cirebon), Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang), Jawa Timur (antara
Semarang dan Surabaya), Tepi Jawa Timur dan Pulau Madura. Daerah pemetaan
yang akan penulis petakan yaitu terletak pada fisiografi Jawa Tengah
Gambar 2.1 Fisiografi Pulau Jawa Bagian Timur Menurut Van Bemmelen 1949
(ESDM, 2013)
Jawa Tengah sendiri merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain
dari Pulau Jawa, garis pantai utara dan selatan wilayah ini lebih sempit masuk
dibanding garis pantai utara dan selatan Jawa Barat dan Jawa Timur. Lebarnya pada
1
arah Utara-Selatan sekitar 100 – 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk
oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur
Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta
Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari depresi Bandung di Jawa
Barat. Jawa Tengah dibagi menjadi beberapa wilayah menurut bentang
fisiografisnya, yaitu Dataran Pantai Bagian Utara Mempunyai lebar maksimum 40
2
km di selatan Brebes dan di Lembah Remali yang memisahkan Bogor Range dari
pegunungan bagian utara Jawa Tengah dan sedikit ke timur dengan lebar ± 20 km di
selatan Tegal dan Pekalongan.
Antara Wereli dan Kaliwungu merupakan alluvial yang dibentuk oleh delta dari
sungai Bodri. Secara umum dataran pantai bagian utara Jawa Tengah merupakan
endapan alluvial yang terbawa sungai yang bermuara di Laut Jawa. Kemudian daerah
Jawa Tengah oleh Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi enam zona fisiografi yaitu :
Daerah Jawa Tengah memiliki beberapa gunungapi diantara lain ialah Gunung
Slamet, Gunung Dieng, Gunung Sundoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran,
Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Muria.
Zona ini menempati bagian tengah hingga Selatan. Sebagian merupakan dataran
pantai dengan lebar 10-25 km. Morfologi pantai ini cukup kontras dengan pantai
Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur yang relatif terjal.
Zona ini terletak di antara zona depresi Jawa Tengah yang membentuk kubah
dan punggungan. Di bagian Barat dari pegunungan Serayu Selatan yang berarah
Barat-Timur dicirikan oleh bentuk antiklinorium yang berakhir di Timur pada suatu
singkapan batuan tertua terbesar di Pulau Jawa, yaitu Luk Ulo, Kebumen.
Dari keenam zona yang ada di daerah Jawa Timur, daerah penelitian penulis
kurang lebih berada diantara zona Depresi Jawa Tengah dan zona pegunungan
Selatan Jawa.
Pola Dendritik, bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan
kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan
pelapukan,kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi. Umumnya anak-
anaksungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya, dimana anak-
anak sungainya bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip.Pola ini biasanya
terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuanyang sejenis
(seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.
Pola Paralel, bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang sampai agak
namun, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang
dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis. Beberapa
wilayah di pantai barat Sumatera memperlihatkan pola pengaliran parallel.
Pola Trelis, bentuk memanjang sepanjang arah strike batuan sedimen. Biasanya
dikontrol olehstruktur lipatan.Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat,
batuan vulkanikserta batuan metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan
pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran
subsekuen.Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, mengalir di atas struktur
synclinal,sedangkan anak-anak sungainya mengalir sesuai diping dari sayap-sayap
synclinaldan anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus
terhadapinduk sungainya.Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan
lipatan (folded mountains).
2.3.4 Pola Aliran Radial
Pola Radial, bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah
intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi.
Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat
(berbentuk kubah) dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Pola Anular, bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan
kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan
keras dan lunak.Jugaberupa cekungan dan kemungkinan stocks.Terdapat pada daerah
berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah berada pada stadium dewasa.
Daerah dome yang semula (pada stadium remaja) tertutupoleh lapisan-lapisan batuan
endapan yang berselang-seling antara lapisan batuankeras dengan lapisan batuan
lembut.
Pola Kontorted, terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang lebih panjang ke
arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuan
metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
Gambar 2.2 Pola Aliran Sungai (Howard, 1967)
Stadia daerah berkaitan dengan ciri-ciri geomorfologi suatu daerah dan ciri-ciri
dari sungai yang ada pada daerah pemetaan. Stadia daerah ini dapat menentukan
sejauh mana tingkat erosi atau proses denudasi/penelanjangan yang sedang terjadi
pada daerah pemetaan. Lobeck (1939) membagi stadia daerah menjadi tiga, yaitu :
Stadia muda mempunyai ciri-ciri dataran yang masih tinggi dengan lembah
sungai yang relatif curam dengan genetik sungai dominan konsekuen. Kondisi
geologi masih pada tahap awal atau origin.
Gambar 2.3 Stadia Daerah Muda (Lobeck, 1939)
Stadia dewasa dicirikan dengan relief terbesar atau maksimum dan genetik
sungai sudah mulai berubah menjadi subsekuen. Topografi dari bentang alam stadia
ini dipengaruhi oleh variasi dari batuan, sehingga akanterbentuk jurang apabila
sungai mengalir di batuan yang resisten dan sebaliknya akan terbentuk lembah
sungai berbentuk U atau open valleys pada batuan yang lemah.
Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, terbentuk monadnock dan peneplan
17
Gambar 2.6 Kenampakan Bentang Alam Perbukitan Bergelombang Struktural
(Garis Merah) pada LP 8
Satuan geomorfologi ini berada pada sebelah Timur daerah penelitian di sekitar
sungai Opak pada daerah penelitian. Penyebaran satuan geomorfologi pada daerah
penelitian ialah sekitar 10 %. Kemudian secara morfometri elevasi dari satuan ini
ialah 0 – 12.5 m diatas permukaan laut dengan slope 3 - 7 %. Stadia sungai pada
satuan geomorfologi ini ialah tua, hal ini dapat dibuktian dengan bentuk lembah
sungai yang ada pada sungai Opak yang membentuk seperti huruf U. Pada satuan
geomorfologi ini litologi penyusunnya ialah endapan Aluvial yang berasal dari
endapan sedimen dari sungai sekitar.
18
Gambar 2.7 Morfologi Sungai pada daerah Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial
pada LP 90
Satuan geomorfologi ini berada pada sebelah Barat daerah penelitian dengan
penyebaran satuan sekitar 30 % daerah penelitian. Secara
morfometri satuan geomorfologi ini memiliki ketinggian atau elevasi sekitar 200 –
425 m diatas permukaan laut dengan slope 40 – 50 %. Kemudian stadia daerah yang
dimiliki oleh satuan ini menurut Lobeck (1939) masuk kedalam kategori dewasa,
dikarenakan pada satuan ini memiliki ketinggian, namun juga memiliki daerah
rendahan. Litologi penyusun pada satuan ini ialah Batu Breksi Monomik.
Satuan geomorfologi ini berada pada sebelah Timur Laut daerah pemetaan
dengan penyebaran satuan sekitar 40 % daerah pemetaan. Secara morfometri elevasi
dari satuan ini ialah 100 – 168 m diatas permukaan laut dengan memiliki slope
sekitar 40 – 50 %. Satuan ini memiliki stadi daerah tua (Lobeck, 1939) dikarenakan
terdapat tinggian yang memenuhi satuan ini. Litologi penyusun yang menyusun
satuan setelah penulis melakukan pemetaan ialah Batupasir Perselingan Batulempung
Karbonat.
Gambar 2.10 Kenampakan morfologi satuan geomorfologi pegunungan
tersayat Tajam Struktural (Garis Merah Atas) Dan Satuan Geomorfologi
Dataran Landai Fluvial (Garis Merah bawah) pada LP 90
Stadia sungai daerah pemetaan dapat diliat berdasarkan kenampakan batas cekungan
sungai yang terlihat langsung.
Pola Aliran
Bentuk
h (m) Ꙙh Slope Pola Bentuk Eksogen Endogen Sungai Stadia Sungai
(m) (%) Penyebaran Penampang
Pelapukan Batupasir danBatupasir Sub-
Dataran Landai 10 25- 5-10 < 10% Mengikuti Dataran X Selang- Seling U Dewasa Pemukiman
dan Erosi Parallel Dewasa - Tua
Fluvial 12.5
% Pola Batulempung
kontur
Barbukit Tersayat
20% 100 68 40 – Mengikuti Perbukitan Pelapukan dan
Struktural Batupasir dan V Sub- Dewasa Dewasa
– 50 % Pola kontur Batupasir Selang- Seling Pemukiman
Tajam Erosi Batulempung Parallel
Struktural 168
Berbukit
250 225 14 - 20 Mengikuti Perbukitan Pelapukan dan
Struktural Batupasir dan U Sub- Dewasa Dewasa
Pemukiman
55% -25 Pola kontur Batupasir Selang- Seling
Bergelomban Erosi Batulempung Parallel
g Struktural