Anda di halaman 1dari 9

BAB III

GEOLOGI REGIONAL DAN DAERAH PENELITIAN

3.1 Kondisi Geologi Regional

Sulawesi terletak di bagian tengah wilayah kepulauan Indonesia. Sulawesi memiliki


batas barat dengan Borneo, utara dengan Filipina, selatan dengan Flores, tenggara dengan
Timor, dan timur dengan Maluku. Sulawesi merupakan daerah tepat tiga pertemuan antara
Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke arah utara, Lempeng Pasifik yang
bergerak relatif ke arah barat, dan Lempeng Eurasia yang bergerak relatif ke arah tenggara,
sehingga membentuk karakteristik geologi yang kompleks.
Hall dan Wilson (2000) membagi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya
berdasarkan struktur litostratigrafi ke dalam empat bagian (Gambar 3.1).

Daerah Penelitian

Gambar 3.1 Peta geologi Pulau Sulawesi (Hall dan Wilson, 2000)

31
Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala Tengah (Central
Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh
sebagai bagian dari blok Australia, Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa
ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen
berumur Trias Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang
Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang
berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

3.1.1 Fisiografi Sulawesi

Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Sulawesi menjadi beberapa bagian,


sebagai berikut:
a. Lengan Utara
b. Lengan Timur
c. Kepulauan Banggai
d. Lengan Tenggara
e. Kepulauan Buton dan Pulau Tukang Besi
f. Lengan Selatan
g. Sulawesi Tengah

Secara fisiografi daerah penelitian merupakan peralihan antara bagian Lengan


Utara dan Sulawesi Tengah. Lengan Utara dari Sulawesi memiliki tiga bagian, yaitu bagian
berarah timurlaut-baratdaya yang disebut bagian Minahasa, bagian berarah barat-timur
yang disebut bagian Gorontalo, dan bagian berarah utara-selatan yang disebut Jenjang atau
Leher Lengan Utara.
Daerah penelitian berada pada perbatasan dua zona antara Zona Palu bagian
pematang timur dengan Leher Lengan Utara bagian paling selatan yaitu pada daerah
Tawaeli-Toboli. Jenjang atau Leher Lengan Utara memiliki lebar sekitar 20 40km
dengan batas di sebelah utara adalah Teluk Dondo dan batas paling selatan adalah Teluk
Palu. Leher Lengan Utara secara umum tersusun dari batuan polimetamorfik, batuan
Formasi Tinombo, dan intrusi batuan granitik. Zona Palu memiliki batas utara pada daerah
Teluk Palu sampai Parigi. Zona ini memiliki pematang timur dan pematang barat berupa
pegunungan yang terpisah oleh Lembah Palu atau Fossa Sarasina (Sukamto dkk., 1973).

32
Zona ini merupakan busur dalam vulkanik yang tidak aktif lagi dan banyak ditemukan
batuan sekis yang kaya biotit, granodiorit, dan endapan pantai.

3.1.2. Statigrafi Regional

Daerah penelitian berada pada Peta Geologi Tinjau Lembar Palu, Sulawesi
Tengah yang telah dibuat oleh Sukamto dkk., (1973) (Gambar 3. 2). Urutan statigrafi
dari yang tertua hingga muda adalah Kompleks Batuan Metamorf, Formasi Tinombo,
Batuan Intrusi Granit dan Granodiorit, Molasa Celebes, dan Aluvium atau Endapan
Pantai (Gambar 3.3).
Kelompok batuan pada daerah penelitian memiliki umur dari pra-Tersier
hingga Kuarter. Kelompok batuan pra-Tersier tersusun oleh batuan metamorf,
kelompok batuan Tersier tersusun oleh batuan sedimen, endapan molase dan batuan
hasil intrusi, serta kelompok Kuarter tersusun oleh endapan molase dan aluvium atau
endapan pantai.

: Daerah
Penelitian

Gambar 3.2 Peta geologi regional daerah penelitian dan sekitarya berdasarkan Peta
Geologi Tinjau Lembar Palu, Sulawesi Tengah (Sukamto dkk., 1973).

Kompleks batuan metamorf merupakan batuan tertua berumur pra-Tersier yang


terdiri dari sekis, sekis amfibolit, genes, dan pualam. Kemudian diendapkan secara

33
tidak selaras batuan sedimen berumur Tersier Awal hingga Tengah yang dinamakan
Formasi Tinombo. Formasi Tinombo terdiri dari rombakan batuan metamorf, serpih,
batupasir, konglomerat, batugamping, rijang, batuan vulkanik, filit,
dan kuarsit. Pada Formasi Tinombo ditemukan fosil-fosil dengan umur Eosen Tengah
hingga Eosen Atas, serta rombakan-rombakan batuan berumur Kapur (Sukamto dkk.,
1973). Kemudian Formasi Tinombo ditindih secara tidak selaras oleh Molasa Celebes
yang tersusun oleh batuan mengeras lemah, hasil rombakan formasi-formasi yang lebih
tua, dan terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-koral, dan napal.
Molasa Celebes diperkirakan berumur Miosen Tengah hingga Kuarter Awal (Sukamto
dkk., 1973). Batuan intrusi ditemukan tersebar di daerah Palu dan sekitarnya yang
berupa granit dan granodiorit. Batuan intrusi ini mengalami beberapa periode intrusi.
Batuan intrusi ini menerobos Komples Metamorf dan Formasi Tinombo. Kemudian
diendapkan secara tidak selaras Endapan Pantai dan Aluvium yang berumur Holosen
dan tersebar di daerah dataran pantai, lingkungan sungai, laut dangkal, dan delta.

Gambar 3.3 Statigrafi regional daerah penelitian dan sekitarnya berdasarkan Peta
Geologi Tinjau Lembar Palu, Sulawesi Tengah ( Sukamto dkk., 1973).

34
3.1.3 Struktur Geologi Regional

Peristiwa tektonik yang terjadi di Pulau Sulawesi dipengaruhi oleh aktifitas


pertemuan tiga lempeng yang dimulai saat Neogen (Simandjuntak, 1992 dalam
Darman dan Sidi, 2000). Konvergensi lempeng ini mempengaruhi perkembangan
struktur seperti subduksi, zona kolisi, patahan, perlipatan, dan sesar. Saat ini struktur
yang terbentuk pada pra-Neogen dan Neogen masih aktif dan teraktifasi kembali.
Struktur yang berkembang di Sulawesi antara lain, Palung Minahasa, Sesar Palu-Koro,
Sesar Balatak-Sula, Sesar Matano, Sesar Lawanopo, Sesar Kolaka, Sesar Kabaena,
Sesar Naik Batui, Sesar Naik Poso, dan Sesar Walane (Gambar 3.4).

Daerah Penelitian

Gambar 3.4 Struktur geologi regional Pulau Sulawesi (Rehault dkk., 1991 dalam Darman
dan Sidi, 2000).

Daerah penelitian merupakan bagian dari Mandala Busur Magmatik-Volkanik


Sulawesi bagian barat yang memanjang dari utara hingga selatan. Terdapat beberapa
peristiwa tektonik yang terjadi di Sulawesi bagian barat. Peristiwa subduksi di sepanjang

35
barat Sulawesi pada Zaman Kapur menyebabkan terbentuknya Sabuk Metamorf Sulawesi
Tengah dan Kompleks Melange yang berasosiasi dengan batuan metamorf, Busur
Magmatik Sulawesi Barat, dan ofiolit (Simandjuntak, 1980 dalam Darman dan Sidi, 2000).
Kemudian terjadi peristiwa pemekaran lantai samudera di Selat Makasar pada saat Neogen
(Priadi, 1999 dalam Darman dan Sidi, 2000). Setelah fase ekstensi berakhir, pecahan
kontinen dari Australia bergerak menuju ke arah Selat Makassar. Kemudian terjadi
kompresi di Selat Makassar yang disebabkan oleh kolisi pecahan kontinen Australia
(Mikrokontinen Banggai-Sula) dengan Lengan Sulawesi bagian timur (Hall, 2002). Kolisi
ini menyebabkan terjadinya obduksi yang menghasilkan ofiolit dan kompleks sabuk
metamorfik Sulawesi Tengah terangkat dan menindih Busur Magmatik Sulawesi Barat
(Simanjundtak, 1991 dalam Darman dan Sidi, 2000).
Peristiwa kompresi yang terjadi menghasilkan jalur lipatan dan sesar-sesar naik
pada bagian Sulawesi bagian barat. Pada Pliosen Awal terjadi perubahan arah vektor
tumbukan yang mulanya berarah ke barat menjadi bergeser relatif ke arah baratlaut hingga
utara. Perubahan arah tumbukan ini menghasilkan sesar-sesar mendatar dengan pola
baratlaut-tenggara dan sesar-sesar naik pada Mandala Busur Magmatik-Volkanik Sulawesi
Barat.
Daerah penelitian berada di sekitar bentangan Sesar Palu-Koro yang relatif
berarah utara-selatan dan bergerak relatif mengiri. Berdasarkan Simanjuntak (1993
dalam Darman dan Sidi, 2000), akibat pergerakan Sesar Palu-koro yang berjenis
transtensional sinistral wrenching menyebabkan terbentuknya graben lembahan Palu
dan pengangkatan pegunungan di sekitar zona sesar.

3.2 Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian berada pada Peta Geologi Tinjau Lembar Palu, Sulawesi
Tengah (Sukamto dkk., 1973) (Gambar 3.5). Secara Fisiografi daerah penelitian
terdapat pada peralihan antara Zona Palu bagian pematang timur dengan Leher Lengan
Sulawesi Utara bagian selatan, berarah utara-selatan, dan berupa dataran tinggi yang
menghubungkan pegunungan di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Formasi batuan
pada daerah penelitian dari yang berumur tua hingga muda adalah sebagai berikut:

Kompleks Metamorf
Batuan tertua adalah metamorf yang tersingkap di pematang timur. Kompleks
Metamorf ini terdiri dari amfibolit dan genes. Batuan terbentuk pra-Tersier
36
berumur Paleozoikum (Bouwer, 1947 dalam Sukamto, 1973). Berdasarkan hasil
dari petrografi, asosiasi formasi, derajat alterasi, dan kandungan kimia,
kompleks batuan metamorf di daerah penelitian merupakan Gneissic Granitoid
berumur pra-Neogen dan tersebar di daerah Toboli. Gneissic Granitoid ini
terdiri dari mineral kuarsa, K-feldspar, plagioklas, dan muskovit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kehadiran muskovit berumur 96,37 juta tahun
(Priadi dkk.,1999, dalam Darman dan Sidi, 2000). Selain itu, ditemukan juga
sekis amfibolit yang merupakan batuan metapelites berderajat sedang tinggi.
Selain itu, ditemukan juga sekis amfibolit yang merupakan batuan metapelites
berderajat sedang tinggi. Berdasrkan Hennig dkk.,(2015), batuan metamorf
daerah penelitian termasuk dalam Palu Metamorfic Compleks dengan jenis
batuan sekis biotit dan genes biotit yang berumur Kapur. Berdasarkan uji Th/U
zircon, umur batuan metamorf adalah 67,5 135,1 juta tahun (Hennig dkk.,
2015).

Aluvium dan Endapan Pantai


Aluvium dan Endapan Pantai terdiri dari kerikil, pasir, dan batu gamping koral
yang terbentuk pada lingkungan sungai, delta, dan laut dangkal. Endapan ini
merupakan endapan berumur Holosen.

Struktur daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar naik pada kompleks batuan
metamorf, Sesar Janedo yang berarah mirip dengan Sesar Palu-Koro, dan sesar normal
di daerah dataran pantai. Sesar naik dengan kemiringan ke timur dalam kompleks
batuan metamorf dan Formasi Tinambo merupakan sesar yang tertua (Sukamto dkk.,
1973).
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan pengendapan batuan sedimen
dengan ciri ciri klastika halus yang sekarang terubah menjadi batuan metapelites
berderajat tinggi. Kemudian terjadi intrusi berupa batuan granodiorit yang mebuat
kontak di sekitar batuan sedimen mengalami metamorfisme suhu tinggi. Kemudian
keduanya termetamorfkan oleh suhu dan temperatur tinggi dan terubah menjadi genes
dan amfibolit. Kemudian terjadi proses pengangkatan yang membuat batuan ini
tersingkap di permukaan. Pada umur Holosen batuan mengalami pelapukan dan pada
permukaan teramati tanah-tanah lapukan batuan metamorf ini. Selain itu material
material hasil pelapukan tertransort dan terendapkan pada umur holosen menjadi
endapan aluvial di sekitar dataran pantai dan aliran sungai.
37
Gambar 3.5 Peta geologi sepanjang Ruas Jalan Tawaeli-Toboli km 52 64 dan sekitarnya berdasarkan Peta Geologi Tinjau Lembar Palu,
Sulawesi (digambar ulang dari Sukamto dkk., 1973).

38
Gambar 3.6 Penampang peta geologi Ruas Jalan Tawaeli-Toboli km 52 64 dan sekitarnya berdasarkan Peta Geologi Tinjau Lembar Palu,
Sulawesi (digambar ulang dari Sukamto dkk., 1973).

39

Anda mungkin juga menyukai