Geologi Regional
1. Fisiografi dan Morfologi Regional
1.1 Fisiografi Regional
Bendungan Pelosika terdapat pada Pulau Sulawesi yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendapat ahli
geologi seperti Sukamto (1975), Hamilton (1979), dan Smith (1983) menyebutkan bahwa Pulau
Sulawesi dibagi menjadi 3 bagian fisiografi yaitu:
1. Busur Vulkanik Neogen, merupakan jalur magmatik yang memanjang dari lengan utara
hingga lengan selatan Pulau Sulawesi. Secara umum, batuan penyusun Busur Vulkanik
Neogen terdiri dari kompleks basement pada masa Paleozoikum Akhir - Mesozoikum Awal,
batuan volkanik-plutonik berumur Paleogen - Kuarter, batuan sedimen yang berumur Kapur
Akhir - Eosen (Sukamto, 1975) dan batuan malihan. Busur Vulkanik Neogen sebagai busur
magmatik dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu Sulawesi bagian barat dan Sulawesi
bagian Utara. Sulawesi bagian barat selama periode Pliosen hingga Kuarter Awal diendapkan
pada lingkungan submarine sampai terestrial dan memiliki aktivitas vulkanik yang kuat
dibandingkan dengan Sulawesi bagian utara yang tersusun atas litologi bersifat riodasitik
sampai andesitik pada umur Miosen hingga Resen.
2. Sekis dan Batuan Sedimen Terdeformasi (Central Schist Belt), tersusun atas fasies
metamorfik sekis hijau dan sekis biru. Bagian barat dari kelompok batuan ini merupakan
tempat terpisahnya antara sekis, genes, dan batuan granitik (Silver dkk, 1983).
3. Kompleks Ofiolit (Ophiolite), merupakan jalur ofiolit, sedimen terimbrikasi dan molase yang
tersebar di lengan timur dan tenggara Sulawesi. Bagian lengan tenggara Sulawesi didominasi
oleh batuan ultramafik, sedangkan pada lengan timur Sulawesi merupakan segmen ofiolit
lengkap berupa hazburgit, gabro, sekuen dike diabas dan basalt, yang merupakan hasil dari
tumbukan antara platform Sula dan Sulawesi pada saat Miosen Tengah sampai Miosen Akhir
(Hamilton, 1979 dan Smith, 1983).
Berdasarkan lokasi Bendungan Pelosika pada Desa Asinua Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten
Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara fisiografi (Gambar 1) Bendungan Pelosika terdapat
pada Zona Sekis dan Batuan Sedimen Terdeformasi.
Gambar 1. Peta Fisiografi Sulawesi Tenggara (Smith, 1983)
Karakter topografi Pulau Sulawesi yang terdiri dari pegunungan dengan lereng yang terjal dan adanya
lembah serta dataran pantai, berpengaruh terhadap perkembangan iklim di pulau ini. Secara umum, Pulau
Sulawesi termasuk dalam iklim tropis yang teridiri dari dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan.
Pulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949), dikelilingi oleh
laut yang cukup dalam.Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya
mecapai 3.440 m (gunung Latimojong).
Pulau Sulawesi berbentuk huruf “K” dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut –
barat daya, Lengan Utara memanjang barat – timur dengan ujung baratnya membelok kearah utara –
selatan, Lengan tenggrara memanjang barat laut – tenggara, dan Lengan Selatan mebujur utara
selatan. Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah Sulawesi.
Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui bagian tengah Sulwesi
yang merupakan pegunungan dan dibentuk oleh batuan gunung api. Di ujung timur Lengan Utara
terdapat beberapa gunung api aktif, di antaranya Gunung Lokon, Gunung Soputan, dan Gunung
Sempu. Rangakaian gunung aktif ini menerus sampai ke Sangihe.Lengan Timur merupakan
rangkaian pegunungan yang dibentuk oleh batuan ofiolit.Pertemuan antara Lengan Timur dan bagian
Tengah Sulawesi disusun oleh batuan malihan, sementara Lengan Tenggara dibentuk oleh batuan
malihan dan batuan ofiolit.
Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.
Akibat tektonik aktif ini,pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya dipotong oleh sesar regional yang
masih aktif sampai sekarang.Kenampakan morfologi dikawasan ini merupakan cerminan system
sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan penyusunya bagian tengah Sulawesi,lengan
tenggara,dan lengan selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah timur laut – barat
daya. Sesar yang masih aktif sampai sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.
Van bemmelen (1945) membagi lengan tenggara sulawesi menjadi tiga bagian:
1. Ujung Utara,
2. Bagian Tengah,
3. dan Ujung Selatan.
Ujung utara mulai dari palopo sampai teluk tolo; dibentuk oleh batuan ofiolit, Bagian tengah ,yang
merupakan bagian paling lebar (sampai 162,5 km), didominasi oleh batuan malihan dan batuan
sedimen mesozoikum. Ujung selatan lengan tenggara merupakan bagian yang relative lebih landai ;
batuan penyusunya didominasi oleh batuan sedimen tersier, uraian dibawah ini merupakan berian
morfologi dan morfogenesis lengan tengah Sulawesi.
Ujung utara lengan tenggara Sulawesi mempunyai ciri khas dengan munculnya kompleks danau
malili yang terdiri atas danau matano,danau towuti,dan tiga danau kecil disekitarnya (danau
mahalona,danau lantoa, dan danau masapi. Pembentukan kelima danau itu diduga akibat sistem
system sesar matano,yang telah diketahui sebagai sesar geser mengiri. Pembedaan ketinggian dari
kelima danau itu memungkinkan air dari suatu danau mengalir ke danau yang terletak lebih rendah.
Berdasarkan lokasi pekerjaan Bendungan Pelosika, Lokasi pekerjaan terdapat pada lengan tenggara
memanjang barat laut – tenggara, geomorfologi daerah Bendungan Pelosika terpengaruh kuat oleh
Struktur Geologi berupa sesar regional yang umumnya berarah timur laut – barat daya. Sesar yang
masih aktif sampai sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.
Van bemmelen (1945).
2. Stratigrafi Regional
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberi gambaran untuk mengenai beberapa
formasi yang erat kaitannya dengan daerah pekerjaan. Peneliti terdahulu telah membahas stratigrafi
regional yang berkaitan dengan daerah penelitian pada Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari,
Sulawesi oleh E. Rusmana, Badan Geologi, (1993) (Gambar 3). Urut-urutan stratigrafi regional Peta
Geologi Lembar Lasusua-Kendari dari yang paling tua hingga yang paling muda menurut E.
Rusmana (1993) adalah sebagai berikut:
3. Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm): Sekis, genes, filit, kuarsit, batusabak, dan sedikit pualam
5. Formasi Tokala (TRJt): Kalsilutit, batugamping, batupasir, serpih, napal, dan batusabak
6. Formasi Meluhu (TRJm): Batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit, batusabak,
batugamping dan batulanau
1. Batuan Malihan Paleozoikum: Sekis, genes, filit, kuarsit, batusabak dan sedikit pualam.
Lokasi Pekerjaan
Gambar 5. Lokasi pekerjaan dan penampang geologi regional Bendungan Pelosika diperbesar
3. Tektonika dan Struktur Geologi Regional
3.1 Tektonik Regional
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia serta
microcontinent (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya kompleks. Kumpulan
dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah mikrikontinen terbawa bersama proses
penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).
Investigasi geologi Sulawesi dilakukan pada awalnya oleh para ilmuwan Belanda pada awal abad ke-
19. Sejak itu, banyak penyelidikan oleh para ilmuwan lokal dan internasional yang telah
mengumpulkan banyak data tentang geologi Sulawesi (mis. Van Bemmelen, 1949; Katili, 1973;
Sukamto, 1975; Hamilton, 1979). Setelah tahun 1970-an, banyak pekerja terus melakukan
serangkaian studi tentang lengan pulau ini. Sukamto (1982) dan Sukamto & Supriatna (1982)
menerbitkan peta geologi sistematis pertama di bagian selatan Sulawesi. Davies (1990), Kadarusman
et al. (2004) bekerja pada Lengan Timurnya sedangkan Priadi et al. (1994), Elburg et al. (1998) dan
van Leeuwen et al. (2007) bekerja di Lengan Utara pulau. Parkinson (1998) dan Villenueve et al.
(2002) bekerja di bagian tengah pulau sementara Wilson & Bosence (1996), Wakita et al. (1996),
Bergman et al. (1996), Coffield et al. (1993), Elburg et al. (1999a, 1999b, 2002) dan Maulana (2009)
bekerja di Lengan Barat pulau dan Smith et al. (1991) bekerja di Arm Tenggara dan Pulau Buton.
Model geologis keseluruhan Sulawesi tidak berubah secara signifikan meskipun ada berbagai data
lokal tambahan dan rekonstruksi oleh para pekerja tersebut. Orogeni Neogen di Sulawesi dibahas
oleh Simandjuntak dan Barber (1996), mereka menyimpulkan bahwa orogeni Neogen di pulau ini
diprakarsai oleh tabrakan bagian timur pulau dengan dua blok mikrokontinental yang berasal dari
Australia; Tukang Besi dan Banggai-Sula. Tabrakan ini diikuti oleh serangkaian peristiwa tektonik
regional termasuk penghancuran Ofiolit Sulawesi Timur, pembentukan Sabuk Dorong Sulawesi
Tengah dan pengembangan Sesar Transcurrent Sinistral Palu-Koro. Selain itu, tabrakan ini juga
bertanggung jawab atas distribusi besar batuan plutonik dari bagian barat ke bagian utara pulau (van
Leeuween, 1992; Elburg, 2002).
Lokasi Pekerjaan
Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, sebelah barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di
selatan Lasolo; yaitu beranjaknya batuan ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu
dan Formasi Matano. Sesar Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar menganan
(dextral), mempunyai arah baratlaut-tenggara. Kekar terdapat pada semua jenis batuan. Pada
batugamping kekar ini tampak teratur yang membentuk kelurusan (E. Rusmana dkk, 2010). Kekar
pada batuan beku umumnya menunjukkan arah tak beraturan.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari dan pendapat peniliti sebelumnya. Lokasi
pekerjaan sangat dipengaruhi oleh struktur geologi regional dengan arah dominan baratlaut-tenggara
dan terpotong oleh struktur geologi regional dengan arah timurlaut-baratdaya.
4. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, hal-hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan lokasi Bendungan Pelosika pada Desa Asinua Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten
Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara fisiografi Bendungan Pelosika terdapat pada Zona
Sekis dan Batuan Sedimen Terdeformasi.
Berdasarkan lokasi pekerjaan Bendungan Pelosika, Lokasi pekerjaan terdapat pada lengan
tenggara memanjang barat laut – tenggara, geomorfologi daerah Bendungan Pelosika
terpengaruh kuat oleh Struktur Geologi berupa sesar regional yang umumnya berarah timur laut –
barat daya. Sesar yang masih aktif sampai sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, stratigrafi pada Bendungan Pelosika dengan
urutan umur batuan dari yang berumur tertua sampai berumur termuda adalah sebagai berikut:
Batuan Malihan Paleozoikum: Sekis, genes, filit, kuarsit, batusabak dan sedikit pualam.
Berdasarkan Peta Litotektonik Pulau Sulawesi, lokasi pekerjaan termasuk pada Sabuk Metamorf
Sulawesi Tengah, yang termasuk dalam Kompleks Pompangeo
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari dan pendapat peniliti sebelumnya. Lokasi
pekerjaan sangat dipengaruhi oleh struktur geologi regional dengan arah dominan baratlaut-
tenggara dan terpotong oleh struktur geologi regional dengan arah timurlaut-baratdaya.