STUDI LITERASI
SEBUAH MODEL, METODE
DAN PENGEMBANGAN
Editor:
Dr. Adi Wijayanto, S.Or., S.Kom., M.Pd., AIFO.
Dr. Rita Meutia, SE, MSi, Ak
Dr. Nita Agustina Nurlaila Eka Erfiana, M.Pd.I
Dian Armada Pradana, M.Pd
Anita Tri Widiyawati, S.S.,M.A.
Pengantar:
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag.
Direktur Pascasarjana UIN SATU
STUDI LITERASI:
Sebuah Model, Metode dan Pengembangan
Anggota IKAPI
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit.
Diterbitkan oleh:
Akademia Pustaka
Perum. BMW Madani Kavling 16, Tulungagung
Telp: 081807413208
Email: redaksi.akademia.pustaka@gmail.com
Website: www.akademiapustaka.com
ii|
KATA PENGANTAR
|iii
peserta didik karena terdapat berbagai topik tentang model,
metode, dan pengembangan literasi. Semoga tulisan yang
disampaikan para penulis, memberi manfaat bagi para
pembaca, pendidik, peserta didik, dan orangtua.
iv|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag ................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................... v
BAB I
MODEL DAN METODE STUDI LITERASI ...................... 1
PENTINGNYA PENERAPAN CARING THINKING
DALAM PEMBELAJARAN
Dr. Bea Hana Siswati, S.Pd., M.Pd., MCE., CIQaR .................. 3
MEMPERKAYA LITERASI TEKNOLOGI GURU
MELALUI APLIKASI SEDERHANA DALAM
PEMBELAJARAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS
Dr. Salasiah A, M.Ed ..........................................................9
PENERAPAN PENGUATAN LITERASI MULTIMEDIA
PADA PESERTA DIDIK
Saut Marudut Tua, S.Pd .................................................... 17
EXTENSIVE READING UNTUK MAHASISWA
UIN SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
Anis Komariah, M.Pd........................................................ 22
OPTIMALISASI PENDIDIKAN LITERASI BERBASIS
ETNOMATEMATIKA PADA ANAK USIA DINI
Ardhana Reswari, M.Pd .................................................... 27
IMPLEMENTASI MINAT MEMBACA ANAK
MELALUI PROGRAM POJOK BACA
Angel Sophia Intan, M.Pd .................................................. 35
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS
NARRATIVE TEXT MELALUI MODEL
PROBLEM BASED LEARNING
Titin Noviyanti ................................................................ 41
|v
FLIPBOOK: CARA BARU MEMBACA BUKU
DI ERA PASCAPANDEMI
Andarini Permata Cahyaningtyas, M.Pd ............................. 47
PENTINGNYA LITERASI DIGITAL MATEMATIKA
UNTUK MENGHADAPI
ERA PEMBELAJARAN DIGITAL
Raras Kartika Sari, S.Pd., M.Pd ......................................... 53
BAB II
PEMBELAJARAN LITERASI SEJAK DINI .................... 61
URGENSI MELATIH KEMAMPUAN
MEMBACA PERMULAAN ANAK
Dr. Rika Sa’diyah, M.Pd ....................................................63
MERDEKA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
LITERASI DI SEKOLAH DASAR
Dr. Jamilah, M.Ag ............................................................ 71
EVALUASI IMPLEMENTASI
GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)
DI MADRASAH IBTIDAIYAH KOTA SALATIGA
Dr. Peni Susapti, M.Si ....................................................... 77
PENDIDIKAN LITERASI FINANSIAL DI PAUD
Fitria Ulfah, M.Pd ............................................................85
UPAYA MENINGKATAN MINAT BACA PELAJAR DI
SDN 05 SARUASO DENGAN MENGOPTIMALKAN
GERAKAN LITERASI SEKOLAH TERPADU
Vera Defyanti, M.Pd.I .......................................................92
GURU SEBAGAI JEMBATAN
UNTUK MENGANTARKAN KEMAMPUAN
LITERASI BERORIENTASI PEMECAHAN MASALAH
KEPADA PESERTA DIDIK
Erlinda Rahma Dewi, M.Pd .............................................. 98
AKTUALISASI PENDIDIKAN LITERASI
BAGI ANAK PRASEKOLAH DENGAN ALAT BANTU
PERMAINAN KERANJANG BUNGA
Devi Vionitta Wibowo, M.Pd ............................................ 104
IMPLEMENTASI MENANAMKAN LITERASI
SEJAK DINI KEPADA PESERTA DIDIK
Najmuridha, S.Pd........................................................... 110
vi|
BAB III
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN LITERASI ..............116
OPTIMALISASI LITERASI DIGITAL DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
Dr. Li. Dian Rianita, MA ................................................. 118
URGENSI PENDIDIKAN LITERASI POLITIK
JELANG KONTESTASI DEMOKRASI
Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S.Fil., M.Pd ................ 124
IMPLEMENTASI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA
DALAM PEMBELAJARAN MERDEKA
Dr. Heppy Hyma Puspytasari, S.H., M.H .......................... 132
PENTINGNYA PENERAPAN
SASTRA ANAK DALAM PEMBELAJARAN
Dr. Sakdiah Wati, M.Pd .................................................. 138
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN
LITERASI FINANSIAL ANAK USIA DINI
MENGGUNAKAN MEDIA CELENGAN
Siti Aliyah, S.Pd.I., M.Pd.I ............................................... 145
KESIAPAN DOSEN MENGHADAPI
KURIKURUM MERDEKA BELAJAR KAMPUS
PADA MASA ENDEMI COVID-19
Zahra Rahmatika, M.Pd .................................................. 149
TRIK MEMBEDAH SKKNI SEBAGAI PERSIAPAN
MENGIKUTI UJI KOMPETENSI PADA LSP P1
Dedeh Afifah, S.Pd, M.M ................................................. 153
PERAN LITERASI DIGITAL MAHASISWA TERHADAP
SIKAP RADIKALISME PADA STAIN TEUNGKU
DIRUNDENG MEULABOH, ACEH
Nina Eka Putri, M.Pd ...................................................... 159
ANALISIS MASALAH PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BAGI SISWA SMA
Nurhasanah, S.Pd., M.Pd ................................................ 165
PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER
MELALUI POLA PENGEMBANGAN MINAT ANAK
TERAS BACA ANMOK DUSUN MOKEKESO
|vii
KELURAHAN REWARANGGA
Dominika Dhapa, S.Pd.,M.Pd ........................................... 173
LITERASI PEMBELAJARAN DAN PEMAHAMAN
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN E-COMMERCE
Theresia Emilia Beci da Cunha, S.Kom., MH ...................... 181
MENUMBUHKAN KEBIASAAN MEMBACA
DAN MENULIS YANG MENYENANGKAN
Benriani Sihotang, M.Pd ................................................. 189
LEARNING KEEPS GOING
Rumi Iqbal Doewes, S.Pd, M.Or ....................................... 193
GURU INOVATIF AKAN MAMPU
MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN
Imam Fahrorrozi, M.Pd .................................................. 199
PENGENALAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS
“THINGS AROUND US” PADA ANAK SANTRI PANTI
ASUHAN AISYIYAH LUWUK
Yusniati N. Sabata, S.S., M.Hum ......................................205
MENEROKA PENDIDIKAN DI INDONESIA:
SEBUAH KONTEMPLASI
Isti Mariyama, S.Pd ....................................................... 213
viii|
BAB I
MODEL DAN METODE STUDI LITERASI
2|
PENTINGNYA PENERAPAN
CARING THINKING DALAM PEMBELAJARAN
4|
yang buruk: tanpa pendekatan Caring thinking, siswa
mungkin kesulitan secara akademis, yang mengakibatkan
nilai tugas dan nilai ujian yang lebih rendah. 3) Rasa
keterputus asaan dan isolasi: ketika siswa tidak merasa
menjadi bagian dari komunitas yang mendukung, mereka
mungkin merasa terisolasi dan terputus dari lingkungan
belajarnya. 4) Perkembangan sosial-emosional yang terbatas:
tanpa pendekatan Caring thinking, siswa mungkin tidak
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
sosial-emosional, seperti pengaturan emosi, empati, dan
ketahanan. 5. Perkembangan mental dan fisik yang buruk:
Kurangnya Caring thinking dalam pembelajaran dapat
berkontribusi pada kesehatan mental dan fisik yang buruk
bagi siswa, karena dapat menumbuhkan lingkungan belajar
yang negatif dan tidak mendukung. 6) Hubungan guru-siswa
yang kurang efektif: Kurangnya Caring thinking dapat
menyebabkan hubungan negatif dan tidak produktif dalam
pembelajaran antara guru dan siswa.
Berikut adalah beberapa contoh bagaimana berpikir
peduli dapat dimasukkan ke dalam lingkungan belajar: 1)
Menciptakan ruang yang aman dan inklusif: Guru dapat
menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung
dengan menciptakan ruang yang aman dan inklusif di mana
semua siswa merasa diterima dan dihargai. Hal ini dapat
mencakup penggunaan bahasa yang baik, menghargai
keragaman dan kesadaran budaya, dan mengatasi
perundungan atau diskriminasi yang mungkin terjadi. 2)
Menumbuhkan rasa memiliki: guru dapat menumbuhkan rasa
memiliki di antara siswa dengan mendorong diskusi kelas dan
kerja kelompok, menciptakan kesempatan bagi siswa untuk
saling mengenal, dan mempromosikan budaya kelas yang
positif. 3) Memberikan kesempatan untuk menyampaikan
pendapay dan pilihan siswa: Guru dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengambil kepemilikan atas
pembelajaran mereka dengan memberi mereka suara di kelas
|5
dan membiarkan mereka membuat pilihan tentang
pembelajaran yang mereka lakukan. Ini dapat mencakup
penggunaan instruksi yang berpusat pada siswa, memberikan
kesempatan untuk berdiskusi yang dipimpin siswa, dan
mengizinkan siswa untuk memilih proyek atau tugas mereka
sendiri. 4) Mengajarkan keterampilan sosial-emosional: guru
dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial-
emosional yang penting dengan mengajari mereka strategi
untuk mengelola stres. Ini dapat mencakup mengajari mereka
teknik perhatian dalam belajar, memberikan kesempatan
untuk refleksi diri, dan memberi mereka alat untuk mengatur
emosional mereka. 5) Membangun hubungan positif: guru
dapat membantu membangun hubungan positif antar siswa
dengan menciptakan kesempatan untuk berinteraksi positif,
mendorong umpan balik positif, dan mempromosikan budaya
kelas yang positif. 6) Mendorong refleksi diri dan evaluasi
diri: Guru dapat mendorong refleksi diri dan evaluasi diri
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merefleksikan pembelajaran mereka, memberi mereka umpan
balik tentang kemajuan mereka, dan memberi mereka
kesempatan untuk mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri.
Meskipun memasukkan Caring thinking ke dalam proses
pembelajaran dapat memberikan banyak manfaat bagi siswa,
ada juga kesulitan dalam menerapkan pendekatan ini.
Beberapa kesulitan tersebut antara lain: 1) Kendala terkait
waktu: memasukkan Caring thinking ke dalam proses
pembelajaran dapat memakan waktu, dan guru mungkin
tidak memiliki cukup waktu untuk menciptakan lingkungan
belajar yang positif dan mendukung, memupuk rasa memiliki,
dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk bersuara dan
memberikan pilihan siswa. 2) Sumber daya yang terbatas:
Guru mungkin tidak memiliki sumber daya yang mereka
butuhkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif
dan mendukung, seperti materi kelas, teknologi, dan
dukungan dari administrator dan anggota staf lainnya. 3)
6|
Perlawanan dari siswa: Beberapa siswa mungkin menolak
pendekatan pembelajaran Caring thinking, terutama jika
mereka terbiasa dengan pendekatan yang lebih tradisional
dan berpusat pada guru. 4) Perlawanan dari anggota staf lain:
Beberapa anggota staf lain mungkin tidak mengerti atau
setuju dengan gagasan Caring thinking, atau mungkin
melihatnya sebagai beban tambahan yang tidak perlu pada
pekerjaan mereka. 5) Kurangnya pelatihan: Guru mungkin
tidak memiliki pelatihan yang mereka butuhkan untuk secara
efektif memasukkan Caring thinking ke dalam proses
pembelajaran. 6) Stres dan kelelahan: Memasukkan Caring
thinking ke dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan
stres dan kelelahan guru, karena mereka mungkin merasa
bertanggung jawab atas kesejahteraan dan perkembangan
siswanya.
Hasil penelitian yang berkaitan dengan Caring thinking
adalah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Applied
Developmental Psychology, yang menemukan bahwa siswa
yang diajari keterampilan sosial-emosional, seperti empati
dan pengaturan emosi, memiliki hubungan yang lebih baik
dengan teman sebayanya. Studi tersebut mencakup data yang
dilaporkan sendiri dan pengamatan interaksi di antara siswa
dan menemukan bahwa siswa yang diajari keterampilan
sosial-emosional lebih cenderung terlibat dalam perilaku
prososial, seperti membantu, berbagi, dan menghibur teman
sebayanya. Hal ini menunjukkan bahwa menggabungkan
Caring thinking dalam pengajaran akan memberikan dampak
yang positif dengan keterampilan sosial-emosional dengan
teman sebayanya. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa
menggabungkan Caring thinking yang dapat mencakup
memberdayakan rasa memiliki, mengajarkan keterampilan
sosial-emosional, memberikan kesempatan untuk bersuara
dan membebaskan siswa dalam menentuka pilihan serta
mengajarkan strategi manajemen stres, akan mampu
|7
memberikan dampak yang positif pada perkembangan
akademik, emosional dan sosial. dari siswa.
Daftar Pustaka
A. Shaari, A. Hamzah. (2018). A Comparative Review of
Caring Thinking and Its Implications on Teaching and
Learning. Malaysian Journal of Learning and
Instruction: Vol. 15, No. 1, 83-104.
Brenefier, O. (2008). Caring Thinking About Caring
Thinking, Retrieved Januari 20, 2023, from
http://www.buf.no/pdf/obct.pdf
Brunt, J. (2003). Caring Thinking: The New Intelligence,
Australasian Journal of Gifted Education, 130,13-25.
C-H. Lee & D. Chung. (2008). Young Children's Caring
Thinking. Proceedings of the Xxii World Congress of
Philosophy, Vol. 27, 45-54.
Juujarvi, S., Myyry, L. & Pesso, K. (2012). Empathy and values
as predictors of care development. Scandinavian Journal
of Psychology, 53, 413-420.
M. Lipman. 1995. Caring as thinking, Inquiry: Critical
Thinking across the Disciplines, Vol. 15, No.1, 1-13.
Park, E. & Cho, A. (2016). Development and alidation of
youth’s caring thinking scale based on Lipman’s theory.
Youth Culture Forum, 46, 114-132.
Rosnani Hashim, Suhailah Hussien & Adesile M. Imran.
(2014). Hikmah (wisdom) pedagogy and students’
thinking and reasoning abilities. Intellectual Discourse,
22(2), 119-138.
Sharp, A.M. (2014). The other dimension of caring thinking.
Journal of Philosophy in Schools, 1(1), 16-21.
8|
MEMPERKAYA LITERASI TEKNOLOGI GURU
MELALUI APLIKASI SEDERHANA
DALAM PEMBELAJARAN
KOSAKATA BAHASA INGGRIS
10|
memberikan akses ke media yang mereka buat secara
online, juga dapat diunduh dan dicetak di kertas. Aplikasi
ini menyediakan 18 template yang bisa diakses secara
gratis dan pengguna dapat dengan mudah mengalihkan
template aktivitas dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.
Guru juga bisa membuat konten mereka sendiri sebagai
tugas.
|11
ukuran Anda sendiri (dan cara menggabungkannya), atau
biarkan WordItOut menemukan tampilan acak untuk
anda. Tetap kendalikan awan kata anda. Bagikan awan
kata anda dengan dunia (atau rahasiakan). Sematkan
dengan mudah di situs web anda sendiri baik dalam
jumlah besar tau kecil. Unduh salinan anda sendiri
sebagai file gambar
12|
Gambar 3. Kamus Cambridge
4. Wheels of Names
Wheel Of Names adalah aplikasi online yang
tujuannya untuk melakukan undian berhadiah. Roda
nama ini dapat digunakan dalam acara pembelajaran atau
pelatihan baik online maupun offline. Aplikasi ini
digunakan jika guru atau pelatih ingin memberikan
hadiah kepada peserta dengan cara undian. Namun juga
bagus digunakan utuk pembelajaran kosa kata dengan
membuat kelompok kata atau utuk belajar membuat
kalimat, paragraph atau essay
|13
Daftar Pustaka
Afriani, S. F. (2021). Efektifitas Penggunaan Google
Classroom Sebagai Media Pembelajaran Daring Di Smk
Negeri Ngadirojo. repository.stkippacitan.ac.id.
https://repository.stkippacitan.ac.id/id/eprint/677/
Ammade, S., Mahmud, M., Jabu, B., & Tahmir, S. (2020).
TPACK model based instruction in teaching writing: An
analysis on TPACK literacy. International Journal of
Language Education, 4(1).
https://doi.org/10.26858/ijole.v4i2.12441
Buck, A. (2012). Examining Digital Literacy Practices on
Social Network Sites Digital Literacy and Ecologies of
Practice. Research in the Teaching of English, 47(1), 9–
38.
Darmawan, D., Suryadi, E., Hamdani, N. A., & ... (2019).
Development of Automatic System ICMLS 2.0 for
Improving Educational Technology Competences in
Industrial Revolution 4.0. Proceedings of the ….
https://doi.org/10.1145/3369199.3369234
Implementation of Online STEM-PjBL through Various
Learning Platforms in Vocational High Schools during
Covid-19 Pandemic. (2021). İlköğretim Online, 20(2).
https://doi.org/10.17051/ilkonline.2021.02.04
Jalinus, N., Haq, S., & Wulansari, R. E. (2021). Competence of
Vocational Teachers in the Use of Technology in the New
Normal Era. In 8th International Conference …. atlantis-
press.com. https://www.atlantis-
press.com/article/125965552.pdf
Jones, R. H. (2014). Digital literacies for language teachers:
Beyond competencies. Recent Issues in English
Language Education: Challenges and Directions.
Julia, J., Dolifah, D., Afrianti, N., Isrokatun, I., Soomro, K. A.,
Erhamwilda, E., Supriyadi, T., & Ningrum, D. (2020).
Flipped classroom educational model (2010-2019): A
bibliometric study. European Journal of Educational
Research, 9(4). https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.4.1377
14|
Mursalin, E. (2021). Pemanfaatan Aplikasi Az Screen
Recorder Untuk Mendukung Pembelajaran Daring.
Jurnal Pekamas.
https://ojs2.polimedia.ac.id/index.php/JPK/article/view
/432
|15
16|
PENERAPAN PENGUATAN LITERASI MULTIMEDIA
PADA PESERTA DIDIK
18|
Pendukung pembelajaran saat ini membutakan guru untuk
memahami bagaimana pembelajaran terjadi menggunakan
pembelajaran ini untuk mendukung pembelajaran secara
efektif dan efisien.
Literasi multimoda ini sesuai dengan kondisi era digital
saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai lingkungan
belajar dan platform digital yang digunakan guru dan siswa
seperti B.Zoom Cloud Meeting, Google Classroom, Edmodo
dan lain-lain. Teks tersebut memiliki lima system semiotic
multimoda yang harus dikuasai siswa, yaitu linguistic, visual,
suara, gestural dan spasial. Pertama linguistic mencakup kosa
kata, struktur umum dan tata bahasa lisan dan tuliasa.
Gambar visual meliputi warna, vector, dan gambar gerak.
Kemudian suara berisi volume, nada dan ritme music dan
efek suara. Gestural meliputi Gerakan, kecepatan, ekspresi
wajah, dan bahasa tubuh. Terakhir spasial meliputi
kedekatan, arah, lokasi, dan penataan objek. Inilah
pentingnya pembelajrana literasi multimoda.
Teknik pembelajaran bukanlah faktor penentu
keberhasilan pembelajaran. Ada juga faktor lain seperti
belajar yang bisa menentukan keberhasilan pembelajaran
yang telah diselesaikan. Oleh karena itu, efektivitas teknologi
pembelajaran bergantung pada kemampuan teknologi
pembelajaran tersebut untuk mendukung guru dan siswa
dalam melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Pembelajaran di abad 21 menuntut siswa untuk
menguasai empat keterampilan: kreativitas dan inovasi,
berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi dan
komunikasi.
1. Kreativitas dan Inovasi
Kreativitas dan inovasi menuntut siswa untuk terbiasa
mengungkapkan pikiran mereka untuk memperluas
prespektif mereka.
|19
2. Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
Berpikir kritis dan pemecahan masalah merupakan
keterampilan yang memerlukan pemikiran rasional dan
kemampuan menggunakan penalaran dedukatif dan
induktif secara mandiri untuk menyelesaikan masalah
secara holistik.
3. Kolaborasi
Keterampilan kolaboratif membutuhkan kemampuan
untuk bekerja dalam kelompok, serta kemampuan untuk
bekerja secara mandiri dan kemampuan untuk cepat
beradaptasi dengan lingkungan.
4. Komunikasi
Bagaimanapun, keterampilan komunikasi tidak kalah
pentingnya dengan keterampiln lainnya. Dalam
kompetensi ini siswa harus mampu menjalin hubungan
komunikasi yang baik dan benar secara tertulis, lisan, dan
dengan bantuan multimedia. Jenis komunikasi
multimedia ini masih perlu ditingkatkan.
Siswa harus memiliki empat keterampilan diatas untuk
dapat merespon dan mengikuti arus perkembangan ternologi
dan era digital saat ini. Dari keempat keterampilan tersebut,
terdapat satu keterampilan komunikasi yang belum
ditingkatkan secara signifikan oleh siswa, yaitu membaca
multimoda.
Pembelajaran multimoda selama dan setelah pandemic
Covid-19 dapat dijadikan sebagai model pembelajaran
kontemporer bagi guru dan siswa. Dengan berubahnya sifat
pembelajaran dari offline menjadi online, kemampuan
brkomunikasi dalam proses belajar mengajar tidak cukup
hanya terbatas pada interaksi tertulis atau lisan antara guru
dan siswa. Namun, ada keterampilan yang lebih penting yang
harus dikuasai siswa, yaitu keterampilan komunikasi
multimedia. Inilah yang kemudian disebut sebagai literasi
multimoda.
20|
|21
EXTENSIVE READING UNTUK
MAHASISWA UIN SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
|23
Selain untuk meningkatkan kemampuan dalam
membaca (Huffman, 2014), (McLean & Rouault, 2017),
(Nakanishi, 2015), Extensive Reading juga dapat
meningkatkan kosa kata baru (Suk, 2017)(Webb & Chang,
2015), dan juga meningkatkan keterampilan menulis Bahasa
Inggris yang lebih baik (Mermelstein, 2015)(Park, 2016).
Selain mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang lebih luas
tentang dunia.
Kegiatan Extensive Reading ini diikuti oleh Mahasiswa
Tadris Bahasa Inggris. Dalam kegiatan ini tutor mendorong
mahasiswa secara mandiri dan memberikan kebebasan
kepada mahasiswa untuk memilih bahan bacaan mereka
sebanyak mungkin, yang sesuai dengan minat mahasiswa dan
kemampuan masing-masing mahasiswa. Hal ini diharapkan
agar mahasiswa dapat mendapatkan informasi sebanyak-
banyaknya dan seluas-luasnya dari bacaan yang mereka baca
sesuai dengan minat mereka.
Kegiatan ini dilakukan dnegna beberapa tahapan. Tahap
awal adalah mahasiswa Tadris Bahasa Inggris mengisi
questionnaire. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
jauh mahasiswa mengetahui Extensive Reading. Selanjutnya,
Totur memberikan penjelasan terkait dengan Extensive
Reading kepada mahasiswa. Kegiatan ini dilakukan untuk
memberikan mahasiswa penjelasan, wawasan serta
pengetahuan mengenai Extensive Reading. Hal yang
disampaikan pada kegiatan ini adalah konsep dan prinsip-
prinsip dalam Extensive Reading. Pada kegiatan selanjutnya
Mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya atau
memberikan umpan balik terkait Extensive Reading.
Kemudian mahasiswa mengimplentasikan Extensive
Reading. Tahap terakhir peserta menyampaikan pendapat
mereka terkait dengan Extensive Reading yang telah mereka
lakukan serta hal apa yang mereka peroleh dengan membaca
Extensive.
24|
Setelah mahasiswa mengikuti kegiatan Extensive
Reading ini, pengetahuan mereka semakin meningkat dan
wawasan dunia mereka juga bertambah, selain itu mampu
menumbuhkan sikap dan motivasi mahasiswa terhadap
kebiasaan/ habit membaca sehingga membaca dianggap
sebagai hobi dan kegiatan yang sangat menyenangkan serta
dengan sendirinya kemampuan Reading mahasiswa menjadi
lebih baik.
Daftar Pustaka
Day, R., & Bamford, J. (2002). Top ten principles for teaching
extensive reading.
Huffman, J. (2014). Reading rate gains during a one-semester
extensive reading course.
McLean, S., & Rouault, G. (2017). The effectiveness and
efficiency of extensive reading at developing reading
rates. System, 70, 92–106.
Mermelstein, A. D. (2015). Improving EFL Learners’ Writing
through Enhanced Extensive Reading. Reading in a
Foreign Language, 27(2), 182–198.
Nakanishi, T. (2015). A meta‐analysis of extensive reading
research. Tesol Quarterly, 49(1), 6–37.
Ng, Q. R., Renandya, W. A., & Chong, M. Y. C. (2019).
Extensive reading: Theory, research and implementation.
Teflin Journal, 30(2), 171–186.
Park, J. (2016). Integrating reading and writing through
extensive reading. Elt Journal, 70(3), 287–295.
Suk, N. (2017). The effects of extensive reading on reading
comprehension, reading rate, and vocabulary acquisition.
Reading Research Quarterly, 52(1), 73–89.
Webb, S., & Chang, A. C. S. (2015). Second language
vocabulary learning through extensive reading with audio
support: How do frequency and distribution of
occurrence affect learning? Language Teaching
Research, 19(6), 667–686.
|25
26|
OPTIMALISASI PENDIDIKAN
LITERASI BERBASIS ETNOMATEMATIKA PADA
ANAK USIA DINI
28|
integrasi budaya dalam pembelajaran matematika yang akan
diberikan kepada anak sesuai dengan budaya anak tersebut
tinggal.
Kemampuan guru sangat menjadi acuan penting dan
kunci utama dalam mengoptimalkan pendidikan literasi
berbasis Etnomatematika. Guru harus memiliki skill dalam
membangun pengetahuan anak untuk mengenal, mengetahui
dan memahami konsep matematika dasar, meliputi
pemahaman angka dan bilangan melalui budaya yang sudah
diketahui atau dikenal dan sudah dilakukan sejak jaman
dahulu. Konsep Etnomatematika sangat luas dan berkaitan
dengan aktivitas matematika, antara lain mengelompokkan,
berhitung, mengukur, merancang bangunan, bermain
menentukan lokasi dan masih banyak lagi kegiatan yang
dapat dikembangkan.
Salah satu pendekatan dengan aktivitas bermain yang
mampu kita kenalkan kepada anak usia dini berbasis
Etnomatematika yang tidak lain lagi ialah mengintegrasikan
budaya dengan unsur konsep matematika dasar ialah dengan
memberikan alat permainan edukatif tradisional. Misalnya
alat permainan edukatif dam-daman. Hal tersebut
ditambahkan oleh (Ilmiyah, et al., 2021) yang mengemukakan
bahwa melalui permainan dam-daman akan menstimulasi
kemampuan anak dalam belajar berhitung dan membilang
angka. Selain itu anak secara tidak langsung juga akan belajar
mengenai bangun datar yakni persegi dan segitiga. Sejalan
dengan hal tersebut, (Muslihatun, A., & Sugiman, 2022) pada
penelitiannya juga mengemukakan bahwa pemberian
permainan dam-daman ini akan menstimulasi pengetahuan
anak dalam memahami konsep luas bangun datar, meliputi
jajar genjang, trapesium, segitiga dan persegi panjang.
|29
Gambar 1. Permainan Dam- Daman
Sumber: https://mengenalbudayajawa.blogspot.com
Permainan dam- daman ini salah satu permainan
tradisional yang merupakan hasil budaya suatu bangsa,
sangat bermanfaat dalam menumbuhkan daya kreativitas,
imajinasi, fantasi, serta keterampilan dalam hal ketangkasan.
Permainan ini berasal dari Jawa dan mempunyai konsep
permainan layaknya catur. Namun mekanisme permainan
dam- daman ini jauh lebih sederhana daripada catur.
Permainan dam- daman ini mempunyai 16 buah untuk
masing- masing lawan. Semua buah dam- daman mempunyai
aksi yang sama, meliputi horizontal, vertikal dan diagonal.
Aturannya setiap aksi, hanya dibatasi 1 kali melangkah.
Permainan dam-daman ini tentunya memberikan
manfaat bagi anak usia dini, karena didalam permainan ini
terdapat unsur- unsur matematika dasar yang dapat
dikenalkan kepada anak. Kemampuan anak untuk menguasai
konsep bangun geometri, seperti bangun datar dan anak
mampu untuk belajar berhitung dan membilang angka akan
terstimulasi dengan permainan ini. Sehingga keterampilan
literasi matematikanya pun akan teroptimalkan dengan baik.
Alat permainan edukatif berupa permainan dam- daman
ini juga merupakan salah satu permainan tradisional dan
didalam permainan ini juga mengandung unsur budaya
bangsa, sehingga anak tetap melestarikan permainan ini dan
30|
terbentuk rasa cinta tanah air. Selain itu pengembangan
karakter melalui permainan ini juga akan terbentuk, seperti
jujur, mandiri, kreatif, tanggung jawab, menghargai satu sama
lain dan kerja keras yang tinggi. Dengan demikian, melalui
pendekatan permainan tradisional dam- daman ini yang
didesain dan dimodifikasi sesuai dengan tahapan dan
perkembangan anak akan mengoptimalkan pendidikan
literasi berbasis Etnomatematika dengan belajar matematika
yang menyenangkan.
Selain memberikan stimulasi melalui permainan dam-
daman, alat permainan tradisional Engklek juga mampu
untuk mengoptimalkan Etnomatematika anak. Hal tersebut
juga diperkuat oleh (Priyanto et al., 2022) yang
mengemukakan bahwa permainan engklek dapat dimainkan
oleh anak usia dini dengan cara melompati kotak satu ke
kotak lain yang mana kotak tersebut dapat dibentuk atau
digambar dengan bentuk- bentuk geometri, misal persegi,
persegi panjang dan setengah lingkaran. Permainan ini
menggunakan benda dan hitungan serta adanya aturan-
aturan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan tahapan dan
usia anak dalam memainkannya. Permainan Engklek
merupakan permainan tradisional berbasis budaya.
|31
Permainan Engklek ini mampu untuk merangsang
konsep geometri dan logika matematika. Konsep geometri
yang mampu dibentuk, yakni pengenalan bangun datar
persegi, persegi panjang dan setengah lingkaran. Sedangkan
konsep logika matematika yang mampu terstimulasi yakni
konsep salah dan benar ketika anak memainkan permainan
ini dan memahami konsep aturan permainannya. Permainan
Engklek ini juga dapat membentuk karakter anak untuk
memiliki sikap cinta tanah air, jujur, adil, toleransi dan
disiplin. Sehingga perlu kreativitas dan inovatif bagi seorang
guru maupun orang tua untuk memiliki kemampuan dalam
memodifikasi permainan tradisional agar pendidikan literasi
berbasis Etnomatematika bisa teroptimalkan.
Daftar Pustaka
Ilmiyah, N., Handayani, N., & Pramesti, S. L. D. (2021). Studi
Praktik Pendekatan Etnomatematika Dalam
Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013. In
SANTIKA: Seminar Nasional Tadris Matematika (Vol. 1,
Pp. 177–
200).https://proceeding.iainpekalongan.ac.id/index.php
/santika/article/view/258%0D
Irawan, A., Febriyanti, C., & Kencanawaty, G. (2020).
Pembelajaran Dengan Etnomatematika Congklak.
Prosiding Sesiomadika, 2(1a).
Https://Journal.Unsika.Ac.Id/Index.Php/Sesiomadika/
Article/View/2299.
Muslihatun, A., & Sugiman, S. (2022). PEMBELAJARAN
BANGUN DATAR MENGGUNAKAN PERMAINAN
ANAK TRADISIONAL INDONESIA. AKSIOMA: Jurnal
Program Studi Pendidikan Matematika, 11(3), 2131.
https://doi.org/https://doi.org/10.24127/ajpm.v11i3.5111
PISA. (2012). Assesment and Analytical Framework:
Mathematics, Raeding, Science, Problem Solving and
Financial Literacy. OECD Publisher.
32|
Priyanto, A., Bimantara, A. R., & Juandi, J. (2022).
Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan
Etnomatematika Permainan Tradisional Engklak Pada
Materi Bangun Datar. Adiba: Journal of Education, 2(4),
492–497.
https://adisampublisher.org/index.php/adiba/article/vie
w/194
Stecey, K & Tuner, R. (2015). Assessing Mathematical
Literacy: The PISA experience. Australia: Springer.
|33
34|
IMPLEMENTASI MINAT MEMBACA ANAK
MELALUI PROGRAM POJOK BACA
36|
teknologi yang ada untuk kegiatan membaca dan lain
sebagainya. Menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca di
sekolah bisa dilakukan dengan membuat program Pojok
(sudut) baca. Pojok baca merupakan suatu sudut ruang di
dalam kelas yang dilengkapi dengan rak buku atau box buku
serta berbagai koleksi buku yang menarik bagi anak yang
berperan sebagai perpanjangan fungsi dari perpustakaan.
Melalui pojok baca siswa dilatih untuk membiasakan
membaca buku (Hijratil Aswat, 2020:72).
Pojok baca berbeda dengan perpustakaan karena pojok
atau sudut yang dimiliki siswa merupakan bagian dari kelas
mereka dimana buku mudah diakses atau diperoleh. Siswa
memilki kebebasan memilih buku-buku untuk diri mereka
sendiri dan membaca berbagai buku-buku menarik yang
ditampilkan. Tujuan didirikannya pojok baca ini adalah untuk
menumbuhkan dan merangsang siswa agar lebih berminat
dalam melakukan kegiatan membaca. Pojok baca dibuat di
setiap sudut kelas, dilengkapi dengan berbagai buku bacaan.
Pojok baca dibuat semenarik mungkin agar anak- anak
nyaman dan tertarik dalam membaca. Dengan adanya pojok
baca, perpustakaan juga akan terbantu dalam meningkatkan
minat baca siswa. Buku bacaan yang ada dipojok baca
diperoleh dari perpustakaan dan dari siswa itu sendiri. Minat
baca siswa yang tinggi memang sangat diharapkan oleh
lembaga pendidikan maupun orang tua, karena dengan hal itu
guru akan terbantu dalam menjelaskan pelajaran dan anak
akan cepat mengerti dengan pelajaran yang disampaikan oleh
gurunya serta wawasan si anak akan semakin bertambah.
Ada beberapa manfaat Pojok Baca (Moh Adib, 2017:4),
pertama adalah untuk menstimulasi peserta didik untuk lebih
sering membaca. Dengan memiliki ruang baca yang nyaman,
menarik minat peserta didik. Sudut ruang baca ini ditata
bersama peserta didik sehingga anak merasa memilikinya.
Kedua adalah untuk memudahkan guru menempatkan buku
bacaan. Buku bacaan tidak berserak dimana-dimana. Peserta
|37
didik berlatih untuk disiplin diri sehabis membaca
mengembalikan lagi ke rak/tempat semula. Ketiga adalah
untuk mempresentasikan perpustakaan mini di kelas. Budaya
membaca seharusnya dimulai sejak kecil. Ketika dewasa
peserta didik tidak canggung lagi mengunjungi perpustakaan
karena sudah dibiasakan sejak kecil.
Adapun rambu-rambu atau aturan dalam pembuatan
pojok baca adalah sebagai berikut: pertama, buatlah pojok
baca, dinding baca ataupun saung baca semenarik mungkin
(tidak asal jadi) karena hal ini berdampak pada ketertarikan
siswa untuk mendekati tempat tersebut. Tidak perlu dibuat
dari barang mahal, bisa yang sederhana seperti pemanfaatan
barang bekas yang diolah kembali menjadi sesuatu yang unik
dan bermanfaat dan bahan lainnya namun tetap
memperhatikan nilai estetika. Kedua, buku-buku yang
dipajang di pojok baca hendaknya beragam dengan melihat
juga keinginan siswa seperti cerpen, dongeng, cerita rakyat
ataupun buku-buku pengetahuan yang sudah dimodifikasi
menjadi sebuah komik dan buku seri bergambar karena pada
dasarnya ketertarikan anak untuk membaca diawali dengan
penampilan fisik buku itu sendiri. Ketiga, buku-buku yang
dipajang juga senantiasa berganti-ganti agar siswa tidak
bosan dan dapat membaca banyak jenis buku. Hal ini bisa
dilakukan dengan pertukaran buku antar kelas secara
bergiliran juga penambahan buku-buku baru, baik itu dengan
pengadaan yang dilakukan oleh sekolah ataupun sumbangan
dari siswa. Keempat, buatlah jadwal kuarng lebih 15 menit
sebelum belajar dengan diawali membaca terlebih dahulu dan
berikan tugas mencatat hal-hal penting atau kesimpulan yang
bisa ditemukan dari hasil membaca, baiknya arahkan siswa
membaca buku yang ada kaitannya dengan materi yang akan
dipelajari. Kelima, ciptakan suasana lingkungan sekolah
gemar membaca dan mencintai lingkungan bacaannya
dengan membuat sebanyak mungkin tempat untuk
menyimpan buku ataupun membacanya dan buatlah desain
38|
yang memudahkan siswa untuk membaca. Keenam, berikan
reward berupa pujian ataupun hadiah berupa buku bagi siswa
yang rajin membaca dan memahami setiap isi bacaannya.
Terakhir, libatkan orang tua dan siswa sebagai pemilik kelas
untuk ikut membangun sarana pojok baca dan penambahan
koleksi buku bacaan serta membimbing anaknya untuk
membaca dirumah.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat dari program pojok baca adalah menumbuhkan
minat dan kegemaran membaca siswa, selain itu, dengan
adanya pojok baca siswa akan merasa senang dan nyaman
dalam membaca.
Daftar Pustaka
Hijratil Aswat, Andi Leli Nurmaya. Analisis Gerakan Literasi
Pojok Baca Kelas Terhadap Eksistensi Daya Baca Anak Di
Sekolah Dasar. 2020.Vol. 4 No. 1
Moh Adib Rofi’uddin,Hermintoyo. Pengaruh Pojok Baca
Terhadap Peningkatan Minat Baca Siswa Di SMP Negeri
3 Pati. 2017.Vol. 6
Ridwan Abdullah Sani dan Anies Mucktiany. 2017. Best
Practices Manajemen dan Pengawasan Sekolah.
(Tangerang: Tira Smart)
|39
40|
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS
NARRATIVE TEXT MELALUI MODEL PROBLEM
BASED LEARNING
Titin Noviyanti7
SMA Negeri 2 Pangkalpinang
42|
resolusinya dan memiliki akhir yang menyedihkan maupun
Bahagia.
Jenis–Jenis Narrative Text:
1. Fable (fabel), yaitu teks narrative yang akan
menggambarkan tentang dunia binatang.
2. Legend (legenda), yaitu sebuah contoh narrative text
yang akan menjelaskan bagaimana asal usul suatu
tempat atau daerah.
3. Myth (mitos), yaitu sesuai dengan pengertian bahasa
Indonesia mitos sendiri adalah cerita yang sering ada
di kehidupan masyarakat yang dianggap factual.
4. Fairy tales (dongeng), yaitu cerita rakyat yang
biasanya juga disebut dengan dongeng oleh
masyarakat. Jenis narrative text ini berisi pesan moral
yang baik kepad pembacanya karena banyak kejadian
yang dialami oleh para tokoh dalam contoh narrative
text tersebut.
5. Folk tale, yaitu cerita yang dibicarakan turun temurun
sehingga melekat pada tubuh manusia sehingga
menjadi sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh
masyarakat.
6. Love story, contoh narrative text satu ini mungkin
sering dibaca oleh para remaja yang sedang menjalin
hubungan percintaan. Karena pada jenis ini berisi
tentang perjuangan mendapatkan kisah cinta yang
ada dalam tokoh tersebut.
|43
Sebuah teks narrative juga memiliki kerangka teks
sendiri daripada teks lainnya. Contoh narrative text ini
memiliki empat kerangka, yaitu orientation, complication,
resolution serta coda yang bersifat opsional dalam sebuah
teks.
1. Orientation
Pada bagian struktur orientation text narrative ini
akan dijelaskan secara mendasar mengenai latar baik
tokoh, waktu, dan tempat kejadian subjek yang
diceritakan. Penjelasanan akan diberikan secara umum
oleh penulis pada bagian kerangka orientansi.
2. Complication
Struktrur dari contoh narrative text adalah kerangka
complication. Dimana pada kerangka complication atau
pengembangan konflik ini akan dijelaskan secara lebih
jelas mengenai konflik yang ada dalam paragraph
sebelumnya atau paragraph awal
3. Resolution
Bagian kerangka ketiga dalam teks narrative adalah
resolution (penyelesaian). Sesuai dengan namanya, pada
kerangka resolution ini akan diberikan solusi atas
permasalahan yang terjadi dalam konflik teks narrative
tersebut. penyelesaian ini akan dijelaskan secara detail
oleh penulis pada kerangka satu ini.
4. Coda (Opsional)
Kerangka yang terakhir dalam contoh narrative text
adalah struktur kesimpulan jika dalam teks Indonesia
atau bisa disebut juga dengan koda. Dalam kerangka koda
ini akan dijelaskan oleh penulis text mengenai perubahan
yang terjadi pada tokoh atau pelajaran yang dapat kita
44|
ambil dari cerita untuk diterapkan pada kehidupan
sehari–hari.
Daftar Pustaka
|45
Amirin, Tatang M. 2000. Menyusun Rencana Penelitian.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Arsyad, Azhar.2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT
Grafindo Persada.
Ena, Ouda Teda. 2001. Membuat Media Pembelajaran
Interakrif Dengan Piranti
Lunak Presentasi. Yogyakarta
Haryanto. (2000). Metode Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah. Jakarta EGC.
Mulyasa, dalam Siswidyawati 2009: 24).
Sri Esti Wuryani Djiwandono. (2008). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Grasindo.
Winataputra, U.S. et al. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
46|
FLIPBOOK:
CARA BARU MEMBACA BUKU
DI ERA PASCAPANDEMI
48|
Salah satu yang dapat memudahkan siswa mengakses buku
melalui ponsel pintar dan laptop/komputer adalah Flipbook.
Flipbook dibuat menggunakan aplikasi Flipbook Maker
yang dapat menjadikan buku teks menjadi lebih menarik
dengan efek-efek animasi, sehingga anak-anak tidak perlu lagi
membawa buku tebal ke mana-mana (Prasetyono & Hariyono,
2020). Selain animasi, flipbook dapat pula diintegrasikan
dengan gambar, tautan, video, serta audio rekaman isi buku,
petunjuk, musik, dll. Fitur-fitur digital ini menjadikan
flipbook dikategorikan sebagai media audio-visual
(Amanullah, 2020) yang mampu menggugah minat baca di
tengah keterbatasan yang ada. Hal ini dikarenakan, buku teks
yang dijadikan flipbook dapat berupa buku pelajaran, buku
cerita, komik, majalah, dsb., sehingga siswa dapat memilih
bacaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.
Flipbook dapat menjadi salah satu alternatif yang
dikembangkan oleh guru dan peneliti untuk dapat
memfasilitasi kegiatan membaca siswa. Hal ini dikarenakan
ada beberapa keunggulan flipbook, di antaranya: (1) dapat
mengimpor jenis file PDF buku yang diinginkan dan
tambahkan berbagai file lain seperti JPG, PNG, GIF, MP3,
MP4, teks, dsb. untuk melengkapi fitur flipbook yang
dikembangkan; (2) latar belakang flipbook dapat diubah
sesuai dengan tema yang sesuai; 3) template dapat
disesuaikan, termasuk tombol kontrol dan warna latar
belakang gambar; 4) draft dapat disimpan dalam bentuk file
sehingga dapat dilanjutkan pengeditannya di lain waktu; serta
5) format output flipbook dapat dipilih sesuai kebutuhan,
seperti exe., swf., atau bentuk link yang dapat diakses secara
daring melalui browser (Suryani, 2018).
Flipbook dapat dibuat dengan bantuan aplikasi
komputer seperti Anyflip, Flip PDF Professional, dan Kvisoft
Flipbook Maker. Sementara itu, apabila ingin membuat tanpa
harus menginstal aplikasi, maka bisa mencoba beberapa
aplikasi online, seperti EasyFlip, FlipSnack, Flippingbook, dll.
|49
Melalui aplikasi ini, pembuatan flipbook menjadi lebih mudah
dan hasilnya pun dapat disesuaikan dengan desain dan fitur
yang diinginkan.
Berbagai jenis buku dan karya sastra lain dapat
dikembangan menjadi sebuah flipbook. Salah satu hasil
pengembangan flipbook yang telah dipublikasikan adalah
Kumpulan Cerpen Seri Narendra “Indonesia? Bhinneka
Tunggal Ika!” (Cahyaningtyas, Ismiyanti, & Salimi, 2022).
Flipbook ini dikembangkan untuk memfasilitasi siswa sekolah
dasar dalam memahami konsep toleransi dan
multikulturalisme. Berikut adalah contoh tampilan flipbook
yang dilengkapi dengan audiobook, hyperlink, tautan kuis,
dan kamus.
50|
oleh guru dan orang tua untuk menyediakan fasilitas
membaca yang mudah dan praktis.
Daftar Pustaka
Amanullah, M. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran
Flipbook Digital Guna Menunjang Proses Pembelajaran
Di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Dimensi Pendidikan
dan Pembelajaran, 8(1), 37-44.
Cahyaningtyas, A. P., Ismiyanti, Y., & Salimi, M. (2022). A
Multicultural Interactive Digital Book: Promoting
Tolerance and Multiculturalism to Elementary School
Students. Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan, 14(3), 4079-
4096.
Devega, E. (2017, Oktober). TEKNOLOGI Masyarakat
Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos.
Retrieved from Kominfo:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknol
ogi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-
medsos/0/sorotan_media
Gamble, N. (2019). Exploring Children's Literature: Reading
for Knowledge, Understanding and Pleasure (Fourth
Edition). New York: Sage Publication.
Madej, K. (2003). Towards digital narrative for children.
Computers in Entertainment, 1(1), 1-17.
Prasetyono, R., & Hariyono, R. (2020). Development of
flipbook using web learning to improve logival thinking
ability in logic gate. Internationall Journal of Advanced
Computer Science and Applications, 11(1), 342-348.
Suryani, N. (2018). Media Pembelajaran Inovatif dan
Pengembangannya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun. (2019). Menumbuhkan Minat Baca (Edisi
Kedua). Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keluarga.
Yasa, A., Wadu, L., Chrisyarani, D., Wibawa, A., Kuswandi, D.,
& Utama, D. (2021). Evaluate of digital book criteria
using fuzzy analitical hierarchy process. IOP Conference
|51
Series: Materials Science and Engineering (pp. 1-6).
Bristol: IOP Publising.
52|
PENTINGNYA LITERASI DIGITAL MATEMATIKA
UNTUK MENGHADAPI
ERA PEMBELAJARAN DIGITAL
54|
matematika peserta didik di Indonesia masih sangat rendah
(Fauziyah & Kurniawan, 2020; Nadila & Angriani, 2022;
Simbolon, 2022). Seiring dengan berkembangnya zaman,
literasi matematika yang dulu hanya berpaku pada literasi
yang berkaitan dengan buku, modul, lembar kerja siswa
secara manual kini mulai bergeser pada literasi digital yang
berbasis pada teknologi (Sulianta, 2020; Gusty, dkk, 2020).
Literasi digital matematika menjadi hal yang penting
dikarenakan semua proses pembelajaran akan berubah ke
bentuk digital, baik sumber materi, tugas-tugas maupun
proses belajar mengajar (Abidin, 2021; Aeni, 2022; Wahyuni,
2022; Bastiwi & Pramesthi, 2022). Penggunaan alat-alat
komunikasi (gadget) baik itu computer, laptop dan telephone
seluler juga menjadikan kemauan peserta didik dalam literasi
dengan menggunakan buku menjadi menurun.
Peserta didik dapat menggunakan gadgetnya sebagai alat
utama untuk mendapatkan banyak informasi yang berkaitan
dengan matematika baik tentang sejarah matematika, rumus-
rumus, teorema-teorema maupun aksioma yang banyak
digunakan untuk menyelesaikan soal-soal matematika.
Peserta didik dapat dengan mudahnya mendapatkan berbagai
informasi tentang teori-teori matematika melalui berbagai
sosial media seperti Youtube, Instagram, TikTok, Google dan
berbagai platform yang ada di internet.
Namun, terjadi sebuah ironi dimana banyaknya
penggunaan gadget tidak berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan kemampuan literasi digital matematika. Padahal
seharusnya dengan semakin banyaknya penggunaan gadget,
dapat mendorong peserta didik untuk dapat meningkatkan
kemampuan literasi digital matematikanya (Jannah &
Oktaviani, 2022).
Pada pembelajaran daring, guru akan lebih sering
memberikan berbagai materi pembelajaran baik berupa
modul, buku maupun tugas dalam bentuk digital, tetapi
|55
banyak peserta didik yang setelah mendapatkan materi
cenderung hanya membuka saja, tidak membaca dan
mengabaikan materi tersebut. Sehingga saat mendapatkan
tugas, banyak peserta didik yang merasa kebingungan dengan
cara mengerjakan tugasnya. Padahal materi tersebut sudah
ada dengan jelas di dalam materi yang sudah diberikan oleh
pendidik namun tidak dibaca dan dipelajari. Peserta didik
beralasan karena pendidik lebih sering memberikan materi
dalam bentuk full teks dalam bentuk PDF, Ms. Word, maupun
Power Point yang menurut peserta didik kurang menarik.
Banyak peserta didik yang mengungkapkan bahwa
mereka lebih cenderung menyukai mempelajari materi dalam
bentuk audio visual, misalnya video, poster, hal ini juga
dipengaruhi oleh banyaknya penggunaan gadget dan platform
digital (Suhendra, dkk, 2016). Oleh karena itu diperlukan
adanya kreatifitas dari pendidik supaya dapat menarik
perhatian peserta didik untuk dapat meningkatkan
kemampuan literasi digital matematika misalnya dengan
mengkonversi materi-materi matematika yang dianggap
rumit oleh peserta didik yang awalnya hanya berupa teks ke
dalam bentuk audio visual seperti video maupun poster.
Materi-materi tersebut harus dijelaskan secara
sederhana dan disampaikan dengan kata-kata yang menarik
perhatian peserta didik (Nurfadhillah, 2021; (Ambarwati,
2021). Kemudian hasil konversi materi dalam bentuk audio
visual tersebut dapat diunggah kedalam berbagai platform
yang sering dikunjungi oleh peserta didik seperti Youtube,
Instagram, TikTok maupun Google (melalui situs khusus
untuk pembelajaran).
Dengan adanya pemanfaatan berbagai platform digital
yang digunakan pendidik untuk memberikan materi
pembelajaran yang disajikan secara kreatif diharapkan dapat
untuk meningkatkan kemampuan literasi digital matematika
dan dapat meningkatkan prestasi akademik matematika
peserta didik secara signifikan.
56|
Daftar Pustaka
Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. 2021. Pembelajaran
literasi: Strategi meningkatkan kemampuan literasi
matematika, sains, membaca, dan menulis. Bumi Aksara.
Aeni, S. N. 2022. Analisis Proses Pembelajaran Literasi Digital
dengan Media Whatsapp Ditengah Pandemi COVID-19
Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V Di MI Nu Sholahiyah
Kudus (Doctoral dissertation, IAIN KUDUS).
Ahmadi, F., & Ibda, H. 2019. Konsep dan aplikasi literasi baru
di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0. CV. Pilar
Nusantara.
Ambarwati, D., Wibowo, U. B., Arsyiadanti, H., & Susanti, S.
2021. Studi literatur: Peran inovasi pendidikan pada
pembelajaran berbasis teknologi digital. Jurnal Inovasi
Teknologi Pendidikan, 8(2), 173-184.
Astini, N. K. S. 2022. Tantangan implementasi merdeka
belajar pada era new normal covid-19 dan era society
5.0. Lampuhyang, 13(1), 164-180.
Bastiwi, W. P., & Pramesthi, S. R. P. W. 2022. Pengaruh
Literasi Digital dan Kemampuan Matematis Siswa
terhadap Hasil Belajar Matematika Selama Pandemi
Covid–19. Widyaloka, 9(1), 1-12.
Chamisijatin, L., Permana, F. H., Zaenab, S., Hidayat, S., &
Aini, N. 2022. Pelaksanaan Penguatan Pendidikan
Karakter dengan Penerapan Literasi dalam Pembelajaran
sebagai Upaya Inovasi Pembelajaran dalam Merdeka
Belajar pada Pandemi Covid-19. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 7(2), 216-231.
Fauziyah, R., & Kurniawan, K. 2020. Meningkatkan Minat
Baca Siswa Melalui Literasi Digital Sebagai Upaya
Memaksimalkan Pembelajaran Daring. In Seminar
Internasional Riksa Bahasa (pp. 439-442).
Gusty, S., Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K.,
Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A., & Warella, S.
Y. 2020. Belajar mandiri: Pembelajaran daring di tengah
pandemi Covid-19. Yayasan Kita Menulis.
|57
Handayani, N. N. L., & Muliastrini, N. K. E. 2020.
Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era Society 5.0
(Telaah Perspektif Pendidikan Dasar). In Prosiding
Seminar Nasional IAHN-TP Palangka Raya (No. 1, pp. 1-
14).
Hanik, E. U. 2020. Self directed learning berbasis literasi
digital pada masa pandemi covid-19 di Madrasah
Ibtidaiyah. ELEMENTARY: Islamic Teacher
Journal, 8(1), 183.
Jannah, R., & Oktaviani, R. N. 2022. Pengaruh Penggunaan
Media Augmented Reality terhadap Kemampuan Literasi
Numerasi Digital pada Pembelajaran Matematika Materi
Penyajian Data Kelas V Mi At-Taufiq. Jurnal Ibriez:
Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 7(2),
123-138.
Kahar, M. I., Cika, H., Afni, N., & Wahyuningsih, N. E. 2021.
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Era Society
5.0 Di Masa Pandemi Covid 19. Moderasi: Jurnal Studi
Ilmu Pengetahuan Sosial, 2(1), 58-78.
Masitoh, S. 2018. Blended Learning berwawasan literasi
digital suatu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran
dan membangun generasi emas 2045. Proceedings of the
ICECRS, 1(3), v1i3-1377.
Nadila, D., & Angriani, A. D. 2022. Pengaruh Kemampuan
Literasi Digital Peserta Didik dan Kreativitas Guru
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik
kelas VIII. Alauddin Journal of Mathematics
Education, 4(2), 195-211.
Naila, I., Ridlwan, M., & Amirul Haq, M. 2021. Literasi Digital
Bagi Guru dan Siswa Sekolah Dasar: Analisis Konten
Dalam Pembelajaran. Urnal Review Pendidikan Dasar:
Jurnal Kajian Pendidikan Dan Hasil Penelitian, 7(2).
Nurfadhillah, S., Barokah, S. F., Nur’alfiah, S., Umayyah, N., &
Yanti, A. A. 2021. Pengembangan media audio visual
pada pembelajaran matematika di kelas 1 mi al hikmah 1
sepatan. PENSA, 3(1), 149-165.
Purnama, M. N. A. 2020. Blended learning sebagai sarana
optimalisasi pembelajaran daring di era new
58|
normal. SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Multikulturalisme, 2(2), 106-121.
Rahayu, K. N. S. 2021. Sinergi pendidikan menyongsong masa
depan indonesia di era society 5.0. Edukasi: Jurnal
Pendidikan Dasar, 2(1), 87-100.
Rukmana, A. Y., Harto, B., & Gunawan, H. 2021. Analisis
analisis urgensi kewirausahaan berbasis teknologi
(technopreneurship) dan peranan society 5.0 dalam
perspektif ilmu pendidikan kewirausahaan. JSMA
(Jurnal Sains Manajemen dan Akuntansi), 13(1), 8-23.
Simbolon, M. E., Marini, A., & Nafiah, M. 2022. Pengaruh
literasi digital terhadap minat baca siswa sekolah
dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 8(2), 532-542.
Suhendra, I., Enawaty, E., & Melati, H. A. 2016. Pengaruh
penggunaan media audiovisual powtoon terhadap
motivasi dan hasil belajar siswa materi unsur senyawa
campuran. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa (JPPK), 7(3).
Sulianta, F. 2020. Menciptakan Produk Pendidikan
menggunakan Metode R & D: Disertai Langkah demi
Langkah Pengembangan Model Pembelajaran Literasi
Digital. Feri Sulianta.
Suryadi, S. 2015. Peranan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran dan
perkembangan dunia pendidikan. Informatika, 3(3), 133-
143.
Wahyuni, S. 2022. Bab V Literasi Digital dan Media Sosial
dalam Pembelajaran. Literasi Digital Berbasis
Pendidikan, 59.
Zaenab, S., Chamisijatin, L., & Wahyuni, S. 2020.
Strengthening character education through literacy
movement at Muhammadiyah junior high
school. Journal of Community Service and
Empowerment, 1(1), 54-63.
Zubaidah, S. 2018. Mengenal 4C: Learning and innovation
skills untuk menghadapi era revolusi industri 4.0. In 2nd
Science Education National Conference (Vol. 13, No. 2,
pp. 1-18).
|59
60|
BAB II
PEMBELAJARAN LITERASI SEJAK DINI
62|
URGENSI MELATIH KEMAMPUAN MEMBACA
PERMULAAN ANAK
64|
melakukan kegiatan itu, cakrawala pengetahuan, imajinasi,
dan kreatifitas anak akan terbuka selebar-lebarnya. Kebiasaan
membaca perlu dikenalkan sejak dini. Bukan hanya sekedar
membaca, akan tetapi lebih pada memahami apa yang dibaca
oleh anak. Anak boleh membaca buku apa saja selama isinya
membawa nilai-nilai kebaikan. Persoalan membaca, menulis,
dan berhitung merupakan fenomena tersendiri, dan semakin
hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia
dini (TK dan SD kelas awal), karena persoalan membaca,
menulis, dan berhitung atau calistung memang merupakan
fenomena tersendiri dan para orang tua merasa khawatir
anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di
sekolahnya nanti jika sejak awal belum dibekali keterampilan
calistung.
Mengajarkan membaca dan menulis di Taman Kanak-
kanak dapat dilaksanakan selama dalam batas-batas aturan
peningkatan pra akademik serta pada prinsip dasar hakiki
dari pendidikan Taman Kanak-kanak sebagai sebuah taman
bermain, sosialisasi dan peningkatan berbagai kemampuan
pra akademik, seperti peningkatan kecerdasan emosi,
motorik, disiplin, dan akhlak. Kekhawatiran orang tua pun
makin mencuat ketika anak-anaknya belum bisa membaca
menjelang masuk sekolah dasar. Hal itu membuat para orang
tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar
calistung, khususnya membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah
“tidak lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan
karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah
kalau akhirnya harus mengulang kelas.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Proses
belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca.
Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan
dan wawasan baru yang akan semakin meningkat
kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab
tantangan hidup pada masa-masa mendatang. Pendapat
|65
pertama, menurut Faridha Rahim membaca pada hakikatnya
adalah suatu hal yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga
melibatkan aktivitas visual, pikiran, psikolinguistik, dan
metakognitif. Pendapat kedua, Klein yang dikutip Faridha
Rahim mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup
(1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah
strategis, dan (3) membaca merupakan interaktif. Jadi
membaca merupakan suatu proses dimaksudkan agar
informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk
makna.
Anak usia dini telah memiliki dasar kemampuan untuk
membaca dan menulis. Dasar kemampuan yang dimiliki anak
usia dini dapat dilihat melalui:
Kemampuan dalam melakukan koordinasi gerakan visual dan
koordinasi gerakan motorik. Gerakan ini secara khusus dapat
dilihat pada waktu anak menggerakkan bola matanya
bersamaan dengan tangan dalam membalik buku gambar
atau buku lainnya.
1. Kemampuan dasar membaca, ini dapat dilihat dari
kemampuan anak tersebut dalam melakukan
diskriminasi secara visual, yaitu kemampuan dalam
membedakan berbagai bentuk. Seperti bentuk segi
tiga, lingkaran, segi empat atau bentuk lainnya.
Kemampuan ini merupakan dasar untuk dapat
membedakan bentuk-bentuk huruf.
2. Kemampuan dalam kosa kata. Anak usia taman
kanak–kanak telah memiliki kosa kata yang cukup
jelas.
3. Kemampuan diskriminasi auditori atau kemampuan
membedakan suara yang didengar. Kemampuan ini
berguna untuk membedakan suara atau bunyi huruf.
Kemampuan dasar membaca ini merupakan fondasi
66|
yang melandasi pengembangan kemampuan
membaca.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan
membaca, baik membaca permulaan maupun membaca lanjut
(membaca pemahaman). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan membaca menurut Lamb dan Arnold dalam
Faridha diantaranya:
1. Faktor Fisiologis
Faktor ini mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan
kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk
belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya
berbagai cacat otak) dan kekurangan tangan secara fisik
merupakan salah satu faktor kemampuan membaca
pemahaman mereka.
2. Faktor Intelektual
Penelitian Ehansky (1963) dan Muehl dan Forrell
(1973) yang dikutip oleh Haris dan Sipay (1980)
menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan positif
(tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh
IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca.
Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Rubbin (1993) bahwa banyak hasil penelitian
memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai
kemampuan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang
baik.
Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya
mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam
pembaca permulaan. Faktor metode mengajar guru,
prosedur, dan kemampuan guru juga turut
mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.
3. Faktor Lingkungan
|67
Faktor ini juga mempengaruhi kemajuan kemampuan
membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup (1) latar
belakang dan pengalaman siswa di rumah (2) sosial
ekonomi keluarga.
4. Faktor Psikologis
Faktor ini mencakup (1) motivasi (2) Minat (3)
Kematangan
Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan
pekerjaaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak
dengan masanya. Orang tua dan guru haruslah memiliki
kreatifitas dalam menyajikan materi pembelajaran kepada
anak didik. Guru yang baik adalah guru yang mengetahui
benar teknik dan metode yang harus diberikan kepada peserta
didiknya, karena mengajar anak usia dini bukanlah mengejar
target kurikulum yang harus dituntaskankan, namun
bagaimana penyampaiannya dan mengerti materi atau
pelajaran yang didapat. Orang tua dan guru bisa
menggunakan teknik permainan media kartu yang berupa
huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat
sederhana dan dibantu dengan media gambar sebagai model
pembelajaran membaca permulaan anak. Anak usia dini
dapat diberikan pelajaran membaca, namun bukan menjadi
materi utama, cara pembelajaran membaca anak dapat
diberikan dengan melalui teknik permainan yang bervariasi
sehingga anak akan merasa nyaman, senang dan mencintai
membaca.
Daftar Rujukan
Ireland, Karin, 150 Cara Untuk Membantu Anak Meraih
Kesuksesan, (Jakarta: Erlangga, 2003)
Jamaris, Martini, Perkembangan dan Pengembangan Anak
Usia TK, (Jakarta: Grasindo, 2006)
Patmonodewo, “Pendidikan Anak Pra-Sekolah” (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000)
68|
Rahim, Faridha “Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar”
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Shofi Ummu,”Sayang, Belajar Baca Yuk” (Indiva Media
Kreasi: Jakarta, 2008)
Suryabrata, “Dasar-dasar Psikologi untuk Pendidikan di
Sekolah’, (Jakarta: Primakarya,2000)
Tarigan, Henry Guntur, “Membaca Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa” (Bandung: Angkasa 2001)
www.wordpress.com ”Pengembangan Kemampuan
Membaca Anak Usia Dini Melalui Metode Glenn
Doman”
www.peperonity.com “Metode Pembelajaran Bagi Anak Usia
Dini”
|69
70|
MERDEKA BELAJAR
DALAM PEMBELAJARAN LITERASI
DI SEKOLAH DASAR
72|
profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Dengan
kompetensi-kompetansi tersebut guru dapat mewujudkan
pelaksanaan dan tujuan implementasi kebijakan Merdeka
Belajar. Salah satu masalah yang timbul yang sekaligus
mendorong munculnya kebijakan Merdeka Belajar adalah
kesibukan guru yang terjebak dalam administrasi
pembelajaran sehingga guru menjadi tidak optimal dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Iklim pendidikan
di Indonesia menerima bahwa salah satu tugas guru adalah
menyiapkan dan menyusun adminstrasi pembelajaran sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Kesibukan mengurus adminstrasi pembelajaran
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Guru dan
sekolah terjebak dalam cara dan tujuan dimana menjadikan
adminstrasi pendidikan menjadi kesibukan utama untuk tidak
menyalahi ketentuan-ketentuan birokrasi, akreditasi, nilai
dan ujian. Guru dan sekolah justru menjadikan administrasi
pendidikan sebagai tujuan dan prioritas kegiatan pendidikan.
Guru memiliki peran yang sangat penting baik dalam
pengembangan kurikulum maupun dalam implementasinya.
Demikian pula, guru sangat berperan dalam penerapan
kebijakan Merdeka Belajar (Jamilah: 2020). Guru dapat
berkontribusi secara kolaboratif dan efektif bekerja dengan
pengembangan kurikulum sekolah untuk mengatur dan
menyusun materi, buku teks, dan konten pembelajaran.
Keterlibatan guru dalam proses pengembangan kurikulum
penting dilakukan untuk menyelaraskan isi kurikulum dengan
kebutuhan siswa di kelas. Sebagai seorang pendidik, guru
dapat memahami psikologi siswa, mengetahui tentang
metode dan strategi pembelajaran. Guru juga berperan
sebagai evaluator untuk penilaian hasil belajar siswa. Maka,
dalam pengembangan kurikulum, guru perlu memiliki
kualitas-kualitas seperti perencana, perancang, manajer,
evaluator, peneliti, pengambil keputusan dan administrator
(Safitri, et al 2020).
|73
Guru dapat memainkan peran-peran tersebut pada
setiap tahapan proses pengembangan kurikulum untuk
melakukan langkah-langkah dalam mengembangkan
kebijakan Merdeka Belajar. Antara lain, merumuskan tujuan
spesifik pembelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum dan
karakteristik mata pelajaran dan siswa serta keadaan kelas,
kemudian mendesain proses pembelajaran yang secara efektif
dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang telah ditetapkan. Selain itu melaksanakan
proses pembelajaran sebagai implementasi kurikulum,
melaksanakan evaluasi proses dan hasil pembelajaran, serta
melaksanakan evaluasi terhadap interaksi komponen-
komponen kurikulum yang telah diimplementasikan.
Dari pengalaman saya, inovasi dalam Merdeka Belajar
untuk siswa SD sangat beragam, mulai dari model
pembelajaran yang diberikan oleh guru kelas, melalui game,
melalui kegiatan yang ada di lingkungan sekitar dan lain-lain.
Melalui penerapan inovasi pembelajaran ini diharapkan siswa
dapat lebih memahami setiap materi yang diberikan.
Program-program sekolah yang mendukung penguatan
literasi dan numerasi sekolah dengan menerapkan praktik-
parktik baik dari berbagai sumber bacaan dan sumber
informasi yang inovatif
Merdeka Belajar bagi siswa sekolah dasar berpengaruh
terhadap pembelajaran yang ada, apalagi dengan
menggunakan pembelajaran berbasis tema. Di mana dalam
satu tema terdapat beberapa pembelajaran yang nantinya
akan dikaitkan dengan mata pembelajaran satu dengan
lainnya, serta dengan demikian pembelajaran memudahkan
siswa untuk cepat memahami dan dapat mengkaitkan
pembelajaran yang berlangsung dengan kehidupan sehari-
hari. Beberapa usaha yang saya lakukan dalam
mengembangkan kemampuan inovasi siswa adalah
pembelajaran dilaksanakan dengan pengalaman nyata,
kontens pembelajaran didesain sesuai dengan karakteristik
74|
dan kebutuhan siswa, penilaian hasil belajar siswa
dilaksanakan secara formatif sebagai diagnosis terhadap
belajar sepanjang hayat, guru berfungsi sebagai fasilitator
yang mendorong kebebasan dan keanekaragaman persepsi
untuk memperkaya pengetahuan siswa.
Daftar Pustaka
Baro'ah, S. (2020). Kebijakan Merdeka Belajar sebagai
Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal
Tawadhu, 4(1), 1063-1073.
Jamilah. (2020). Guru Profesional di Era New Normal:
Review Peluang dan Tantangan dalam Pembelajaran
Daring. Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar
Dan Pembelajaran, 10(2), 238–247.
https://doi.org/https://doi.org/10.25273/pe.v10i2.7494.
Handayani, T. U. (2020). Penguatan Budaya Literasi Sebagai
Upaya Pembentukan Karakter. Jurnal Literasi, 4(1), 67–
69.
Safitri, I., Marsidin, S., & Subandi, A. (2020). Analisis
Kebijakan Terkait Kebijakan Literasi Digital Di Sekolah
Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2), 176–180.
Https://Doi.Org/10.31004/Edukatif.V2i2.123.
Suhartoyo dkk, E. (2020). Pembelajaran Kontekstual Dalam
Mewujudkan Merdeka Belajar. Jurnal Pembelajaran
Pemberdayaan Masyarakat (JP2M), 1(3), 161.
https://doi.org/10.33474/jp2m.v1i3.65 88.
Wulandari, F., Wulandari, F. E., Febryanti, S. A., & Dewi, E. P.
(2021). Penyusunan Program Sekolah Literasi Sd/Mi Di
Kedungbanteng Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo.
Jurnal Abdinus : Jurnal Pengabdian Nusantara, 4(2),
293–305. Https://Doi.Org/10.29407/Ja.V4i2.14327
|75
76|
EVALUASI IMPLEMENTASI
GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)
DI MADRASAH IBTIDAIYAH KOTA SALATIGA
78|
Sebaiknya tidak perlu mengesampinkan berita tidak
positif seperti penurunan skor reading. PISA merupakan
konfirmasi dari masalah literasi.
Reading performans mengukur kapasitas anak dalam
memahami, menggunakan dan merefleksi teks tertulis untuk
meraih tujuan membaca, membangun pengetahuan dan
potensi juga berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Aktivitas membaca untuk anak khususnya tingkat sekolah
dasar masih jarang sekali diimplementasikan dengan baik.
Peserta didik belum menjadikan membaca sebagai kebutuhan
ataupun sebagai aktivitas harian. Peserta didik dalam
membaca hanya terbatas untuk mengerjakan tugas sekolah,
sehingga dapat dikatakan membaca karena terpaksa
(Magdalena, et. all, 2019; Kurnia & Ayuningtyas, 2022).
Jika menjumpai bermacam jenis teks yang rumit maka
peserta didik akan kesulitan dalam memahaminya. Dukungan
internal (orang tua, guru, dan teman) perlu diberikan, agar
minat baca meningkat. Guru dalam mengemas pembelajaran
dengan budaya membaca perlu ditambah dengan
mengajarkan strategi membaca yang variatif, sehingga
akhirnya minat membaca anak mengalami perubahan yang
signifikan Fitriany (2018); MiftaKhul (2020). Madrasah
Ibtidaiyah sebagai salah satu jenjang pendidikan dasar
ditantang untuk menciptakan cara yang memungkinkan para
peserta didiknya agar berhasil membudayakan literasi.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
membudayakan literasi adalah dengan mengadakan program
Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Secara garis besar GLS
dikembangkan berdasarkan Nawacita/ agenda prioritas untuk
meningkatkan kualitas dan prokdutivitas hidup masyarakat
Indonesia di tengah persaingan ketat di kancah global. Bangsa
Indonesia dengan kebinekaannya merupakan modal dasar
yang sangat kuat untuk dapat survive menjelang abad 21.
Kesejajaran bangsa Indonesia dengan negara lain bukan
mustahil untuk dikejar dengan dimilikinya daya saing yang
|79
tangguh. Literasi merupakan modal utama untuk
pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang
berkualitas, mempunyai daya saing, produktif, berkarakter
dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan
partisipasi aktif dari seluruh warga sekolah. Pemerintah
secara aktif melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta
Kementerian Agama Kabupaten Kota telah mensosialisasikan
GLS diberbagai Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah semenjak
tahun 2016. Walaupun pelaksanaan program GLS sudah
beberapa tahun berjalan, namun demikian hasilnya
sepertinya masih belum maksimal. Demikian pula yang
terjadi di MI Kota Salatiga. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, implementasi GLS masih banyak kekurangan dan
terkesan masih jalan di tempat. Perlu dilakukan evaluasi
secara menyeluruh, agar dapat untuk memperbaiki
pelaksanaan GLS yang ada selama ini serta untuk
meningkatkan literasi siswa dan menentukan kebijakan
selanjutnya. Merujuk (Widoyoko, 2013) evaluasi program
dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam
rangka menentukan kebijakan selanjutnya. Csapó & Molnár
(2019); Wolff, et.all. (2007); Graham-Bermann & Hughes
(2003) Evaluasi suatu program dapat dilakukan penilaian
secara sistematik, rinci dan menggunakan prosedur yang
sudah diuji secara cermat. Penentuan kebijakan akan tepat
sasaran, dengan data yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan tersebut adalah data yang valid, baik dari segi
isi, cakupan, format maupun tepat dari segi waktu
penyampaian.
Berdasarkan penelitian evaluasi terkait GLS di MI Kota
Salatiga (Susapti, 2022), menunjukkan bahwa pelaksanaan
evaluasi program GLS di Madrasah Ibtidaiyah Kota
bervariasi. Pada umumnya MI sudah melaksanakan GLS,
namun pelaksanaan bervariasi antar MI. Hal ini disebabkan
antara lain karena kondisi di masing-masing MI memang
80|
berbeda, pelaksanaan GLS belum menyeluruh, kebanyakan
masih pada tahap pembiasaan.
Hasil nilai indeks literasi sekolah di MI Kota salatiga
diperoleh nilai 0,77. Artinya berada pada kategori baik. Hasil
ini senada dengan penelitian Laksita & Mawardi (2022)
berdasarkan evaluasi aspek konteks, input, proses, dan
produk dalam program GLS di SD Negeri Kalicacing 02
Salatiga menunjukkan pada semua aspek memiliki rata-rata
penilaian dengan kategori baik sekali. Artinya nilai indeks
GLS di MI dan SD Kota Salatiga berimbang.
Perbandingan pelaksanaan per tahap evaluasi program
GLS di Madrasah Ibtidaiyah Kota Salatiga bervariasi. Posisi
capaian hasil GLS. Posisi paling rendah pada tahap
pengembangan, baik dilihat dari penilaian siswa maupun
guru, dengan capaian rata-ratanya adalah 29,32%. Ditinjau
dari seluruh tahapan, capaian nilai tertinggi pada tahap
pembelajaran. Capaian rata-rata yang diperoleh adalah
38,06%. Dengan demikian dari hasil capain ini maka
persentase ketercapaian GLS masih tergolong kategori
rendah. Hasil ini senada dengan penelitian Hasanah &
Silitonga (2020) yang menunjukkan bahwa implementasi
gerakan literasi sekolah di sekolah dasar di berbagai daerah di
Indonesia dilihat dari perbandingan dimensi di setiap wilayah
baik pada tahap pembiasaan, pengembangan, dan
pembelajaran bervariasi. Kondisi ini tentu saja berkaitan
dengan berbagai kendala dari setiap daerah yang memang
berbeda-beda.
Pelaksanaan GLS di MI Kota Salatiga masih menemui
banyak kendala. Kendala dari segi fisik yaitu fasilitas ruangan
yang tidak tersedia maupun tidak memadai, ketersediaan
buku yang masih minim, ketersediaan buku yang masih
belum sesuai dengan rentang usia peserta didik, dan teknik
penyusunan bahan bacaan yang belum tertata rapi
(memenuhi standar). Kendala dari segi peserta didik masih
belum tumbuh kebiasaan membaca, masih minim
|81
pengetahuan tentang literasi, serta rendahnya kedisiplinan
dalam mengikuti program GLS. Permasalahan-permasalahan
tersebut akan sangat menghambat proses pelaksanaan
program GLS.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan bahwa
implementasi GLS di MI Kota Salatiga masih perlu perbaikan.
Perlu kerja keras baik dari Mapenda, Kepala Madarasah,
guru, siswa, maupun orang untuk mewujudkan MI yang
literat, agar siswa mampu menguasai keterampilan abad 21
dalam menghadapi tantangan global ini.
Daftar Pustaka
Abidin, Yunus. Pembelajaran Literasi Strategi Meningkatkan
Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca Dan
Menulis. Jakarta: Bumi Aksara, 2018.
Csapó, B., & Molnár, G. (2019). Online diagnostic assessment
in support of personalized teaching and learning: The
eDia system. Frontiers in psychology, 10, 1522.
Fitriany, R. (2018). OPTIMALISASI PENGGUNAAN BUKU
TEKS OLEH GURU DALAM MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA (Studi Deskriptif
Kuantitatif di Kecamatan Bojongloa Kaler Kota
Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).
Graham-Bermann, S. A., & Hughes, H. M. (2003).
Intervention for children exposed to interparental
violence (IPV): Assessment of needs and research
priorities.
Hasanah, U., & Silitonga, M. (2020). Implementasi gerakan
literasi sekolah di sekolah dasar.
Kemendikbud, 2019. Hasil PISA Indonesia 2018: Akses Makin
Meluas, Saatnya Tingkatkan Kualitas.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil
-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-
tingkatkan-kualitas diakses tanggal 6 Februari 2023 jam
03.01 WIB.
82|
Kurnia, D., Sundari, F. S., & Ayuningtyas, S. Q. (2022).
Analisis Penerapan Gerakan Literasi sekolah di MIS
Al_Husna Curug Kabupaten Tangerang. Jurnal
Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(6), 8470-8477.
Laksita, A., & Mawardi, M. (2022). Evaluasi Program Gerakan
Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(5),
8869-8878.
Magdalena, I., Rosnaningsih, A., Akbar, M., & Situmorang, R.
(2019). Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah Di
Sekolah Dasar Wilayah Kota Dan Kabupaten
Tangerang. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Dasar, 4(2), 230-248.
MiftaKhul, J. (2020). Analisis Kesulitan Guru Dalam
Menerapkan Pembelajaran Tematik Dengan Kurikulum
2013 Terevisi Di SD Negeri Pangebatan Kecamatan
Karanglewas Kabupaten Banyumas (Doctoral
dissertation, IAIN PURWOKERTO).
OEDC, 2019. PISA 2018 Results Combined Executive
Summaries Volume I, II & III.
https://www.oecd.org/pisa/Combined_Executive_Sum
maries_PISA_2018.pdf diakses tanggal 6 Februari 2023
jam 03.16 WIB.
Widoyoko, S. E. P., & Putro, E. (2013). Optimalisasi peran
guru dalam evaluasi program pembelajaran. Jurnal
Pendidikan, 22(2), 177-186.
Wolff, A. C., Hammond, M. E. H., Schwartz, J. N., Hagerty, K.
L., Allred, D. C., Cote, R. J., ... & Hayes, D. F. (2007).
American Society of Clinical Oncology/College of
American Pathologists guideline recommendations for
human epidermal growth factor receptor 2 testing in
breast cancer. Archives of pathology & laboratory
medicine, 131(1), 18-43.
|83
84|
PENDIDIKAN LITERASI FINANSIAL DI PAUD
86|
menjadi salah satu pelaku dalam kehidupan ekonomi yang
lebih luas.
Pemberian pemahaman terkait dengan keuangan atau
finansial kepada anak usia dini tentunya masih dianggap tabu
atau belum waktunya. Anak sering kali diisukan sebagai orang
dewasa dalam bentuk kecil, sosok yang lemah, belum dewasa
dalam berpikir, bahkan belum dapat berpikir abstrak. Isu-isu
yang menyelimuti anak tersebut menjadikan pengetahuan
dan pemahaman yang harus dikuasai anak terbatas salah
satunya pemahaman tentang keuangan. Selain karena isu
tersebut, bisa saja karena orang tua belum mengetahui sejak
usia berapa pemahaman terkait keuangan harus disampaikan
kepada anak. Bahkan bisa jadi karena orangtua belum
memahami dan menguasai literasi finansial sehingga
mengalami kesulitan untuk menyampaikan kepada anak.
Berdasarkan hasil penelitian dari Consumer Financial
Protection Bureau (CFPB) diungkapkan bahwa literasi
finansial tidak diajarkan di sekolah sejak dini bahkan kepada
orangtua sekalipun. Tentunya hal ini merupakan kekeliruan
yang harus segera teratasi, salah satunya dengan memberikan
pendidikan literasi finansial kepada anak sejak jenjang
pendidikan anak usia dini (PAUD). Kenapa demikian, karena
masa anak usia dini merupakan masa emas untuk
mengenalkan berbagai kemampuan dasar salah satunya yaitu
literasi finansial sehingga anak anak dapat mengelola
keuangan dengan baik dimasa yang akan datang. Selain itu,
masa usia dini merupakan masa dimana anak memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi dan mudah untuk diberikan
pemahaman. Hal itu tentunya melalui aktivitas yang
menyenangkan sesuai dengan tahapan perkembangan dan
prinsip pembelajaran anak usia dini salah satunya bermain
sambil belajar. kegiatan yang menyenangkan dan dapat
menjadi sarana untuk anak belajar tentang finansial yaitu
melalui kegiatan market day, pada kegiatan ini anak dapat
|87
mengenal nominal uang, nilai uang, fungsi uang, dan aktivitas
jual beli (Devi Indrianti et al., 2022).
Pendidikan literasi finansial untuk anak usia dini dapat
difokuskan pada perubahan pola pikir dalam mengontrol
pengeluaran uang yang mendadak (Kasman et al., 2018).
Namun, tidak hanya pengontrolan keuangan, guru atau orang
tua yang memiliki keinginan untuk memberikan pendidikan
finansial kepada anak sejak dini, dapat mengacu pada
indikator literasi finansial yang dikembangkan oleh otoritas
jasa keuangan (OJK). Indikator literasi finansial untuk anak
usia dini yaitu mengenal konsep uang, ragam jenis uang,
kegunaan uang, menyisihkan uang untuk menabung, dan
berbagi dengan yang membutuhkan (Otoritas Jasa Keuangan,
2020). Sedangkan konsep pendidikan literasi finansial untuk
anak usia dini terfokus pada apa itu uang, nilai uang, serta
uang logam dan uang kertas dapat membeli berapa banyak
benda/barang (Świecka, 2019).
Pentingnya pemahaman literasi finansial untuk anak
usia dini, tentunya membutuhkan peran strategis yang dapat
mewujudkan penelur bangsa yang dapat mengelola keuangan
dan membuat ekonomi bangsa maju dan stabil. Yuwono
(2020) mengungkapkan terdapat tiga peran strategis dalam
pelaksanaan pendidikan literasi finansial untuk anak usia dini
yaitu peran pemerintah dan sekolah, peran guru dan orang
tua, serta peran media. Peran pemerintah dan sekolah yaitu
menetapkan kebijakan bahwa literasi finansial masuk
kedalam kurikulum dan secara khusus sekolah dapat
mengintegrasikan dalam tema-tema pembelajaran atau
metode-metode pembelajaran di PAUD. Peran guru dan
orang tua yaitu guru dapat mengajarkan anak untuk
mengenal mata uang, nominal uang, dll melalui proses
pembelajaran yang menyenangkan. Terakhir yaitu peran
media, dapat memberitakan praktik-praktik keuangan yang
menyenangkan sehingga anak merasa tertarik.
88|
Selain peran strategis, diperlukan juga metode-metode
yang tepat dalam mengimplementasikan pendidikan finansial
anak usia dini terutama di PAUD. Metode-metode yang dapat
dimanfaatkan seperti metode bermain peran, bermain peran
dengan memanfaatkan berbagai media-media pendukung
dapat meningkatkan ketertarikan anak untuk memahami
konsep literasi finansial yang abstrak (Anggarani et al., 2022).
Kesenian dongkrek madiun dapat juga dijadikan sebagai
metode pembelajaran literasi finansial untuk anak usia dini,
dongkrek madiun merupakan tarian khas madiun yang
dimodifikasi menjadi media/sarana untuk mengajarkan
literasi finansial kepada anak usia dini (Asari et al., 2019).
Kegiatan market day dapat dimanfaatkan dalam pendidikan
literasi finansial anak usia dini (Devi Indrianti et al., 2022).
Selain metode, media dapat juga dijadikan sebagai salah satu
alat dalam proses pendidikan literasi finansial anak usia dini
seperti media diorama. Pemanfaatan media diorama dapat
membantu anak memahami nilai uang, kegunaan uang, dan
manfaat bank (mengenalkan menabung) (Nur & Bakir, 2021).
Daftar Pustaka
Anggarani, F. K., Setyowati, R., Satwika, P. A., & Andayani, T.
R. (2022). Pengaruh Pendidikan Literasi Keuangan
dengan Pendekatan Bermain Peran pada Anak Usia Dini.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5),
3836–3845. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.1920
Asari, A., Kurniawan, T., Ansor, S., Bagus, A., & Rahma, N.
(2019). Kompetensi Literasi Digital Bagi Guru Dan
Pelajar Di Lingkungan Sekolah Kabupaten Malang.
BIBLIOTIKA: Jurnal Kajian Perpustakaan Dan
Informasi, 3, 98–104.
Atkinson, A., & Messy, F.-A. (2012). Measuring financial
literacy: results of the OECD infe pilot study. OECD
Working Papers on Finance, Insurance and Private
Pensions, 15(15), 1–73.
|89
Devi Indrianti, Edi Hendri Mulyana, & Dindin Abdul Muiz
Lidinillah. (2022). Penggunaan Desain Pembelajaran
Market Day dalam Memfasilitasi Kemampuan Literasi
Finansial Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal
Kewarganegaraan, 6(2), 4659–4665.
Handayati, P., Trisnawati, N., Akuntansi, P. S., & Malang, U.
N. (2022). Peningkatan Literasi Keuangan Digital
dalam Upaya Meminimalkan Korban Pinjaman Online.
2(06), 294–298.
Kasman, M., Heuberger, B., & Hammond, R. A. (2018).
Recommendations for Improving Youth Financial
Literacy Education. Economic Studies at Brookings,
October, 1–18. https://www.brookings.edu/wp-
content/uploads/2018/10/ES_20181001_Financial-
Literacy-Recommendations.pdf
Nur, S. K., & Bakir, A. H. (2021). Inovasi Pengenalan Literasi
Keuangan Sejak Dini Melalui Media Pembelajaran
Diorama. Jurnal Pengabdian Masyarakat Manage, 2(2),
72–77. https://doi.org/10.32528/jpmm.v2i2.5430
Otoritas Jasa Keuangan. (2020). Menumbuhkan Kecakapan
Literasi Keuangan pada Anak Usia Dini. Otoritas Jasa
Keuangan, 1, 1–42. https://ojk.go.id
Sazali, H., & Rozi, F. (2020). Belanja Online dan Jebakan
Budaya Hidup Digital pada Masyarakat Milenial.
JURNAL SIMBOLIKA: Research and Learning in
Communication Study, 6(2), 85–95.
https://doi.org/10.31289/simbollika.v6i2.3556
Świecka, B. (2019). 1. A theoretical framework for financial
literacy and financial education. Financial Literacy and
Financial Education, 1–12.
https://doi.org/10.1515/9783110636956-001
Yuwono, W. (2020). Konseptualisasi Peran Strategis dalam
Pendidikan Literasi Keuangan Anak melalui Pendekatan
Systematic Review. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 5(2), 1419–1429.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.663
90|
|91
UPAYA MENINGKATAN MINAT BACA PELAJAR DI
SDN 05 SARUASO
DENGAN MENGOPTIMALKAN GERAKAN LITERASI
SEKOLAH TERPADU
|93
rendahnya jumlah pelajar yang hobi membaca dan
berpartisipasi dalam kegiatan berbasis literasi. Untuk itu SDN
05 Saruaso berupaya meningkatkan minat baca pelajar
dengan mengoptimalkan gerakan literasi sekolah terpadu.
Dalam meningkatkan minat dan motivasi membaca
pelajarnya, SDN 05 Saruaso melaksanakan program Gerakan
Literasi Sekolah Terpadu. Gerakan Literasi Sekolah Terpadu
merupakan gerakan bersama sebagai upaya untuk
meningkatkan minat baca peserta didik dengan peningkatan
sarana literasi dan peningkatan gerakan literasi sekolah
Program gerakan literasi sekolah terpadu ini
memadukan pelaksanaan program dengan pemberian reword
dan punishment. Reword adalaah penghargaan yang
diberikan kepada seseorang yang berprestasi sementara
punishment adalah sanksi yang diberikan kepada seseorang
yang melanggar atau melakukan kesalahan.
Bentuk Gerakan Literasi Sekolah Terpadu di SDN 05
Saruaso adalah:
1. Peningkatan Sarana Literasi seperti peningkatan
kegiatan perpustakaan, pojok literasi sekolah , sudut
baca kelas dan memperbanyak lingkungan kaya teks
di lingkungan sekolah. Peningkatan sarana literasi ini
bertujuan menciptakan setiap sudut di sekolah
menjadi tempat berliterasi bagi semua pelajar. Semua
pelajar dapat mengambil dan membaca buku di
banyak tempat dengan syarat, isi buku yang
disediakan dan kembalikan ketempat semula. Mereka
juga disuguhi berbagai tulisan di tempat-tempat
tertentu.
2. Peningkatan Program Literasi
Program gerakan literasi sekolah dilaksanakan dalam
3 tahap yaitu:
a. Tahap Pembiasaan, Pada tahap ini SD 05 Saruaso
melaksanakan pembiasaan program gerakan
94|
literasi dengan kegiatan membaca 15 menit
sebelum pelajaran dimulai yaitu membaca Al-
Qur’an dilanjutkan dengan artinya. Selanjutnya
siswa diwajibkan untuk membaca buku teks di
sekolah atau di rumah minimal 5 lembar sehari.
Tahap pembiasaan ini adalah tahap yang wajib
dilaksanakan pelajar . Apabila mereka tidak
melaksanakannya mereka akan mendapatkan
sanksi, berupa pengurangan poin.
b. Tahap Pengembangan, Pada tahap pengembangan
SD 05 Saruaso rutin m elaksanakan kegiatan
berbasis literasi seperti lomba puisi, pidato dan
lomba bercerita pada perayaan hari besar nasional
ataupun keagamaan di sekolah. Pada tahap
pengembangan ini dilaksanakan pemberian
reward bagi pelajar mengikutinya.
c. Tahap Pembelajaran, Pada tahap pembelajaran ini
pelajar diminta untuk menulis guna mengisi
mading sekolah dengan tulisannya seperti cerpen,
puisi, pantun dan tulisan lainnya. Pada tahap
pembelajaran ini juga dilaksanakan pemberian
reward bagi pelajar yang mengikutinya.
Dalam pelaksanaan program gerakan literasi sekolah
terpadu di SDN 05 Saruaso hambatan yang ditemui adalah
letak pustaka yang agak jauh serta tidak adanya petugas
khusus di perpustakaan, sehingga jalannya perpustakaan
tidak maksimal. Namun memaksimalkan sudut baca di kelas
atau pojok literasi sekolah dapat mengurangi dampaknya.
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah Terpadu yang
dilaksanakan di SDN 05 Saruaso telah memperlihatkan hasil
yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
kunjungan dan peminjam buku di perpustakaan dan di pojok
baca kelas. Kegiatan berbasis literasi seperti lomba pidato,
bercerita , puisi mulai diminati pelajar, sebelumnya sangat
|95
susah menunjuk peserta lomba-lomba tersebut. Mading
sekolah sebagai tempat bagi pelajar SDN 05 Saruaso berkarya
mulai berjalan secara rutin sekali 2 bulan, hal ini dapat terjadi
karena banyaknya tulisan yang masuk ke redaksi.
Gerakan Literasi Sekolah Terpadu merupakan gerakan
bersama sebagai upaya untuk meningkatkan minat baca
peserta didik dengan cara mengembangkan pengelolaan
perpustakaan dan sarana pendukung lainnya. Gerakan
Literasi Sekolah di sekolah dasar dilaksanakan dalam tiga
tahap yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan, dan
tahap pembelajaran. Program gerakan literasi sekolah
terpadu ini memadukan pelaksanaan program dengan
pemberian reword dan punishment. Pelaksanaannya telah
memperlihatkan hasil yang cukup signifikan. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah kunjungan dan peminjam buku di
perpustakaan, pojok literasi dan di sudut baca kelas serta
peningkatan kegiatan dan hasil karya pelajar yang berbasis
literasi.
Daftar Pustaka
Anonim. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Diunduh pada tanggal 4 April 2016 dari
https://www.scribd.com/doc/305450291/Desain-Induk-
Gerakan-Literasi-Sekolah.
Prasetiono, D. (2008). Rahasia Mengajarkan Gemar
Membaca Pada Anak Sejak Dini. Jogjakarta: Think.
Prastowo, A. (2012). Manajemen Perpustakaan Sekolah
Profesional. Jogjakarta: Diva Press.
96|
|97
GURU SEBAGAI JEMBATAN
UNTUK MENGANTARKAN KEMAMPUAN LITERASI
BERORIENTASI PEMECAHAN MASALAH KEPADA
PESERTA DIDIK
|99
cukup. Kriteria cukup bukan berarti kita harus puas dengan
hasil tersebut, tetapi kita harus meningkatkan pemahaman
guru SD/MI supaya meningkat ke kriteria baik dan pada akhir
tujuannya berada di kriteria sangat baik. Sebanyak 31,03%
guru SD/MI pernah mengikuti sosialisasi tentang
pelaksanaan AKM dan survei karakter. Guru SD/MI yang
pernah mengikuti pelatihan pembuatan soal AKM dan survei
karakter sebanyak 17,24%. Angka tersebut merupakan angka
yang sedikit apabila dilihat dari persentase, sehingga sangat
wajar apabila 94,83% guru SD/MI membutuhkan sosialisasi
pelaksanaan AKM dan survei karakter serta membutuhkan
pelatihan pembuatan soal AKM dan survei karakter. Angka
kebutuhan yang cukup tinggi bukan?
Angka kebutuhan yang tinggi tersebut diharapkan bisa
menjadi perhatian pemerintah untuk lebih memahamkan
literasi di kalangan guru SD/MI. Lebih lanjut survei dilakukan
untuk mengetahui pemahaman mengenai soal literasi.
Sebanyak 84,48% guru SD/MI merasa memahami ciri-ciri
soal AKM dan survei karakter, kemudian 86,21% guru SD/MI
merasa sudah mampu membedakan soal literasi (membaca
dan numerasi) dengan soal biasa. Data tersebut menunjukkan
suatu kemajuan atau hal yang sangat baik mengingat angka
kebutuhan tinggi terkait sosialisasi maupun pelatihan
pembuatan soal.
Apakah kemajuan terkait pemahaman soal literasi dan
survei karakter kemudian diterapkan dalam proses
pembelajaran? Sebanyak 62,07% guru SD/MI pernah
memberikan contoh-contoh soal literasi membaca dan literasi
numerasi terhadap peserta didik di kelas, sisanya sebanyak
37,93% belum pernah sama sekali. Sebanyak 79,31% guru
SD/MI sudah pernah memberikan contoh survei karakter
kepada peserta didik. Hal ini mengindikasikan suatu
kemajuan terkait karakter. Guru SD/MI mendapatkan contoh
soal AKM dan survei karakter melalui berbagai cara, di
antaranya yaitu browsing internet (google, amazon, youtube,
100|
instagram, dll), membuka website Pusmenjar Kemendikbud,
meminta kepada kolega, hingga membuat sendiri.
Program AKM dibuat berdasarkan hasil PISA peserta
didik Indonesia yang rendah, bahkan di tahun 2018
mengalami penurunan. PISA adalah studi global dalam
penilaian kompetensi siswa berusia 15 tahun dalam bidang
matematika, sains, dan membaca, diikuti oleh 79 negara, dari
negara maju dan berkembang. Model soal tesnya sama untuk
setiap negara peserta. Tes ini tidak bertujuan untuk menilai
penguasaan siswa akan konten kurikulum, melainkan untuk
mempelajari apakah siswa dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang telah dipelajari dalam situasi yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari.
PISA memiliki karakteristik instrumen berbasis literasi
berorientasi kepada pemecahan masalah, tidak sekadar
hafalan, namun “berfokus pada kemampuan berpikir tingkat
tinggi”. Konsep inovatif “literasi”, yang mengacu pada
kapasitas siswa untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan, dan untuk menganalisis, bernalar, dan
berkomunikasi secara efektif saat mereka mengidentifikasi,
menafsirkan, dan memecahkan masalah dalam berbagai
situasi. Perlu jembatan yang mengantarkan peserta didik
mulai belajar berliterasi, maka perlu model asesmen
diagnostik berbasis literasi. Sebagai upaya meningkatkan
keterampilan berpikir yang erat dengan fenomena kehidupan
sehari-hari.
Jembatan untuk memaksa peserta didik berliterasi
tersebut yaitu melalui AKM. Melalui AKM diharapkan adanya
pembiasaan berliterasi yang dikondisikan oleh lingkungan,
pembiasaan mengenalkan fenomena dan kecakapan hidup,
serta perubahan metode pembelajaran melalui praktik.
Strategi yang guru SD/MI gunakan untuk mempersiapkan
peserta didik menghadapi AKM dan survei karakter terdiri
dari berbagai cara, di antaranya yaitu ada yang melakukan
sosialisasi kepada peserta didik, melakukan drilling latihan
|101
soal AKM kepada peserta didik, mewujudkan proses
pembelajaran yang mendorong terbangunnya kompetensi
serta karakter murid, mengikuti simulasi yang diadakan oleh
pemerintah. Kemampuan literasi berorientasi kepada
pemecahan masalah perlu dijembatani menjadi suatu hal
pokok yang harus dimiliki peserta didik. Jembatan diinisiasi
oleh pemerintah, disalurkan ke sekolah, diantar langsung oleh
guru melalui strategi-strategi yang mumpuni.
102|
|103
AKTUALISASI PENDIDIKAN LITERASI BAGI ANAK
PRASEKOLAH DENGAN ALAT BANTU PERMAINAN
KERANJANG BUNGA
|105
pembelajaran (Aslindah, 2018). Adanya tujuan pemberdayaan
alat permainan edukatif ini, maka pembelajaran akan sangat
mengedukasi dan aktualisasi sebagai pengembangan dan
peningkatan mutualisme peserta didik.
Adapun alat permainan edukatif yang dapat diterapkan
guna meningkatkan literasi numerasi dan baca tulis adalah
dengan bermedia keranjang bunga. Media ini merupakan
media alat permainan edukatif yang berbahankan kardus dan
kain flannel yang didesain menyerupai keranjang bunga.
106|
dapat diterapkan adalah memberikan pembelajaran
berupa nyanyian atau lagu dengan tema bunga, agar dapat
dihafalkan sesuai dengan irama dan gerak lagunya. Hal ini
dapat menstimulasi kinerja otak anak dan menambah
literaso Bahasa pada anak. Selain dari pada itu, lagu yang
diterapkan dapat diapliaksikan dengan beraspekan lagu
numerasi, agar anak dapat mengetahui angka yang
disekelilingnya.
2. Metode bercerita atau mendongeng
Metode bercerita dan mendongeng ini merupakan
sebuah metode pembelajaran yang cocok diaplikasikan
guna mengaktualisasikan literasi bagi anak. Hal ini
terbukti dimana metode ini dalam
pengimplementasiannya menggunakan sebuah media
atau alat edukasi untuk dijadikan unsur bercerita. Dalam
penggunaan media ini, guru dapat bercerita mengenai
sesosok penjual bunga yang cantik jelita. Selain pada itu,
guru juga mampu menceritakan sebuah kejadian yang
dapat menarik fokus anak. Anak juga diajarkan mengenal
anak angka dan simbol dalam kerajang bunga serta
mengenal siapa pencipta bunga, warna bunga, dan
bagaimana merawat bunga.
3. Metode demonstrasi
Metode demostrasi juga dapat digunakan dalam
mengaktualisasikan literasi sejak dini. Hal ini diterapkan
guna menerangkan alat peraga yang akan diperlihatkan
kepada anak, yaitu dimana pengajar mampu
mendemontrasikan atau memperagakan sebuah benda
atau barang dengan stimulasi yang tepat dan benar agar
anak senang dan tidak bosan. Penggunaan Metode dipilih
untuk menerangkan anak terhadap simbol angka, jumlah
angka, dan menerangkan bagaimana melakukan
penjumlahan sederhana yang bisa dilakukan langsung
dalam alat permainan edukatif keranjang bunga. Selain
|107
pada itu, anak juga dapat belajar akan bagaimana
membaca dengan kata “bunga”, sesuai dengan konsep
yang ada.
108|
menyenangkan dan edukasi literasi dapat teraktualisasikan
dengan baik. hal inilah yang menyebabkan peningkatkan
literasi anak menjadi meningkat seiring berjalan masa dengan
adanya stimulasi, arahan serta bimbingan dari pendidik yang
berkompeten di bidang Pendidikan anak usia dini
Daftar Pustaka
Aslindah, A. (2018). Alat Permainan Edukatif: Media
Stimulus Anak Jadi Aktif dan Kreatif (1 ed.). CV Kaffah
Learning Center.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2014
TENTANG KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI (No. 146; 2014).
Morrison, G. (2012). Fundamentals Of Early Childhood
Education. Univerversity of Texas.
Rujiah, R., & Rahman, I. K. (2023). Pembelajaran
Kemandirian untuk Anak Usia Dini. Jurnal Karya Ilmiah
Guru, 8(2).
https://doi.org/https://doi.org/10.51169/ideguru.v8i2.4
91
Wahyuni, F., & Azizah, S. M. (2020). Bermain dan Belajar
pada Anak Usia Dini. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan
dan Keagamaan, 15(2). https://doi.org/DOI:
https://doi.org/10.37680/adabiya.v15i01.257
|109
IMPLEMENTASI MENANAMKAN LITERASI SEJAK
DINI KEPADA PESERTA DIDIK
Najmuridha, S.Pd.17
Universitas Negeri Medan
|111
dalam siaran pers, Rabu (7/9/2022). Oleh karena itu, orang
tua harus memahami bagaimana cara mengajarkan membaca
dan menulis kepada anaknya agar tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang gemar untuk membaca.
Usia 3-6 tahun merupakan tahap dimana anak mulai
mengalami peningkatan kemampuan kognitif, psikososial dan
fisik-motorik. Tahap ini disebut juga dengan masa kanak-
kanak awal. Bacaan dasar ini dapat diperoleh dari orang tua,
keluarga dan masyarakat Prasekolah/PAUD dan TK. Anak
usia dini diharapkan keterampilan membaca dasar.
Mengetahui huruf Literasi dasar adalah kemampuan
mendengar, berbicara, membaca, menulis dan kalkulus
(perhitungan) yang berkaitan dengan kemampuan analitis
untuk pertimbangan (kalkulasi), persepsi informasi
(persepsi), komunikasi, menggambarkan informasi (gambar)
berdasarkan pemahaman dan pencarian kesimpulan pribadi.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menanamkan budaya literasi pada anak usia dini yaitu
sebagai berikut:
1. Belajar dngan bermain
Bermain dan belajar merupakan hal penting dalam
kehidupan anak. Jadi kombinasi kedua aktivitas ini
memberikan efek terbaik pada anak. Misalnya, saat
belajar membaca, anak mungkin mulai bermain dengan
huruf.
2. Bacaan buku cerita
Orang tua dapat menjadikan membaca sebagai
rutinitas sehari-hari yang menyenangkan, misalnya
membacakan buku untuk anak sebelum tidur.
Interaksi semacam itu dapat memperkuat hubungan
antara orang tua dan anak serta meningkatkan
kemungkinan anak tumbuh denganaman dan bahagia.
Setelah membacakan cerita, mintalah anak untuk
mendiskusikan cerita yang baru didengarnya.
112|
3. Topik buku sesuai
Untuk membantu anak memahami isi buku
bergambar, pilihlah topik yang relevan dengan kehidupan
sehari-hari anak. Misalnya, orang tua bisa memilih buku
bergambar buah dan sayur jika tinggal di daerah yang
banyak kebunnya.
4. Perhatikan minat dan hobi anak
Belajar mencintai literasi juga bisa dipadukan dengan
kegiatan yang menarik minat anak. Ini dapat membantu
anak-anak mengembangkan keterampilan dan belajar
sambil bermain.
5. Ajarkan ketrampilan berfikir kritis.
Seiring bertambahnya usia anak, sudah saatnya orang
tua mengajak anak untuk bergiliran bercerita. Ajukan
pertanyaan tentang cerita yang dibacakan,
misalnya "Mengapa rusa melakukan itu?" atau "Cerita
yang menarik! Apakah selanjutnya rusa akan dkejar
harimau?"
6. Sesuaikan media baca dengan usia anak.
7. Untuk anak di bawah usia tiga tahun, pilihlah bacaan
yang memiliki lebih banyak gambar dan kalimat
pendek yang mudah dipahami anak.
Untuk anak usia tiga tahun ke atas, Anda bisa mulai
mengenalkan materi cerita dengan kalimat naratif
yang lebih panjang.
8. Sesuaikan dengan kegiatan anak.
Anak-anak harus belajar sesuai dengan waktu
konsentrasi mereka, termasuk membaca dan menulis.
Untuk anak di bawah usia tiga tahun cukup sekitar 5-10
menit, untuk anak di atas tiga tahun bisa sedikit lebih
lama. Selain itu, belajar membaca lebih efektif dalam
waktu singkat tetapi sering daripada dalam waktu lama
tetapi jarang. Perlu diketahui bahwa Hari Aksara
|113
Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September
juga dapat memotivasi kita untuk terus mendukung anak-
anak muda dan menciptakan lingkungan yang aman.
Keluarga memainkan peran penting dalam kehidupan
anak. Ayah dan ibunya adalah model utama yang melukis dan
menjadi acuan perilaku setiap anak dalam kehidupan ini.
Orang tua panutan yang paling penting bagi anak-anak,
perbedaan kata dan perilaku orang tua anak-anak akan
menirunya, sama hal dengan kebiasaan ayah dan ibu dalam
Kegiatan Literasi.
Dalam implementasi program literasi sekolah, semua
guru memiliki peran mereka sendiri dalam hubungan. Tujuan
dari kegiatan literasi adalah untuk mengenalkan siswa pada
membaca. Melalui proses membaca diharapkan karakter
gemar membaca dapat digalakkan, yaitu Tentu saja,
pertumbuhan karakter ini tidak melalui proses yang cepat
tetapi membuthkan waktu yang tidak singkat.
114|
|115
BAB III
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN LITERASI
|117
OPTIMALISASI LITERASI DIGITAL
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
|119
Berdasarkan uraian di atas, maka proses belajar
mengajar Bahasa Inggris yang didesain dengan menggunakan
beberapa macam aplikasi (platform), seperti platform media
sosial (seperti Instagram, Facebook dan Twitter), media-
sharing platform (seperti YouTube and Tiktok) dan platform
pengetahuan (seperti quora). Sebagai salah satu contoh
penggunaan platform internet dilakukan saat awal
perkuliahan. Dalam hal ini, materi yang diberikan
berhubungan pada proses evaluasi diri sendiri (self-
evaluation) terkait kendala dan ekspektasi mahasiswa
terhadap mata kuliah yang dipelajarinya, yaitu Bahasa
Inggris. Dengan menggunakan strategi self-evaluation,
diharapkan mahasiswa bisa berdialog dengan diri sendiri
terkait tantangan yang dihadapi selama ini dalam menguasai
Bahasa Inggris. Pada kesempatan ini, mahasiswa juga diajak
untuk menyaksikan materi YouTube bersama-sama terlebih
dulu, agar dapat memahami cara melakukan intropeksi secara
kritis. Kegiatan ini lebih menekankan kepada keberanian
mereka untuk membuka diri terhadap Bahasa Inggris yang
selama ini dianggap momok dan sulit untuk dikuasai.
Sebagai luaran dari kegiatan ini, mahasiswa selanjutnya
diberikan alternatif untuk menjelaskan hasil intropeksinya,
secara lisan atau tulisan. Ternyata mereka lebih memilih
untuk mempresentasikannya dalam bentuk lisan daripada
tugas menulis. Bahkan sebagian besar dari mereka
melakukannya dengan platform Tiktok atas inisiatif sendiri.
Pilihan ini dilakukan karena mahasiswa merasa nyaman
dengan tugas dan pilihan yang diberikan dalam
penyelesaiannya. Disamping itu, mereka juga menganggap
bahwa dengan memperesentasikannya secara visual, mereka
dapat melakukan penilaian sendiri (self-assessment) atau
penilaian bersama teman-teman (peer-assessment) terkait
tugas yang diberikan. Pilihan yang dilakukan tentu saja tidak
mudah karena melakukan presentasi dalam bahasa asing
bukan hal biasa yang dilakukan oleh pembelajar bahasa asing.
120|
Biasanya mahasiswa akan menolak melakukannya dengan
alasan bervarisasi, salah satu diantaranya merasa malu untuk
tampil di depan kelas (Chen, 2022).
Akan tetapi hal ini berbeda karena mahasiswa dapat
melakukan apa yang biasa mereka lakukan melalui media
sosial, tetapi dengan materi yang berbeda. Situasi ini tentu
saja merupakan hal yang positif mengingat platform yang
biasa mereka gunakan untuk sekedar sebagai hiburan, dapat
digunakan sebagai luaran pembelajaran yang disukai oleh
mahasiswa dan membawa perubahan terkait atmosfir
pembelajaran di dalam kelas (Ibieta, Hinostroza, Labbé dan
Claro, 2017). Keterbatasan yang mereka miliki terkait kosa
kata yang harus digunakan, terbantu oleh karena aplikasi
yang ada pada gawai mereka. Begitu pula ketidak-mahiran
mereka dalam melafalkan kata-kata, juga terbantu oleh
teknologi internet.
Sebagai kesimpulan dari pembahasan diatas, dapat
diketahui bahwa pengoptimalan penggunaan teknologi harus
dilakukan untuk lebih memudahkan proses pengajaran dan
pembelajaran. Sebagai pengajar, seorang dosen tidak dapat
menutup diri terhadap penggunaan teknologi karena
teknologi selalu ada dan dekat dengan mahasiswa (Cárdenas-
Claros and Oyanedel, 2016), terutama generasi Z yang sangat
peka terhadap perkembangan aplikasi teknologi. Penggunaan
teknologi informatika dapat menggairahkan proses
pembelajaran Bahasa Inggris di kelas dengan berbagai
kemudahan yang ditawarkannya (Tondeur, Roblin, van Braak,
Voogt & Prestridge, (2017). Sebagai contoh yang sudah
dijelaskan, penggunaan media sosial atau media content
sharing, dapat memberikan motivasi bagi mahasiswa untuk
lebih terlibat dalam kegiatan kelas karena mereka diberikan
kesempatan untuk dapat berekspresi dengan gawai yang ada
dalam kehidupan mereka.
|121
Daftar Pustaka
Alharbi, Mohammed Abdullah. 2020. Exploring the potential
of Google Doc in facilitating innovative teaching and
learning practices in an EFL writing course. Innovation
in Language Learning and Teaching. Vol 14, 3, 227-242;
doi: 10.1080/17501229.2019.1572157
Chen, Chen. 2022. Effects of technology-enhanced language
learning on reducing EFL learners’ public speaking
anxiety. Computer Assisted Language Learning; doi:
10.1080/09588221.2022.2055083
Fu, Jo Shan., Yang, Shih-Hsien., & Yeh, Hui-Chin. 2021.
Exploring the impacts of digital storytelling on English as
a foreign language learners’ speaking competence.
Journal of Research on Technology in Education; doi
10.1080/15391523.2021.1911008
Ibieta, Andrea., Hinostroza, J. Enrique, Labbé Christian., and
Claro, Magdalena. 2017. The role of the Internet in
teachers’ professional practice: activities and factors
associated with teacher use of ICT inside and outside the
classroom. Technology, Pedagogy and Education. Vol.
26, 4, 425-438; doi: 10.1080/1475939X.2017.1296489
Lin, Jen-Jiun., & Lin, Huifen. 2019. Mobile-assisted ESL/EFL
vocabulary learning: a systematic review and meta-
analysis. Computer Assisted Language Learning. Vol.
32,8 878-919; doi: 10.1080/09588221.2018.1541359
Tondeur, Jo., Roblin, Natalie Pareja., van Braak, Johan.,
Voogt, Joke and Prestridge, Sarah. 2017. Preparing
beginning teachers for technology integration in
education: ready for take-off?. Technology, Pedagogy
and Education; Vol. 26, 2, 157-177; doi:
10.1080/1475939X.2016.1193556
Cárdenas-Claros, Mónica and Oyanedel, Marianna. 2016.
Teachers’ implicit theories and use of ICTs in the
language classroom. Technology, Pedagogy and
Education, Vol. 25, 2, 207-225; doi:
10.1080/1475939X.2014.988745
122|
|123
URGENSI PENDIDIKAN LITERASI POLITIK JELANG
KONTESTASI DEMOKRASI
|125
perpolitikan. Adapun pengertian literasi politik ialah
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berpartisipasi
secara aktif dan efektif, kritis, bertanggungjawab yang dapat
memengaruhi urusan pemerintahan di semua tingkatan
(Porter, 1990).
Dalam dimensi entitas nation state, Indonesia adalah
negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi yang pada
prosesnya memerlukan suatu indikator adanya masyarakat
yang terdidik serta memiliki tingkat intelektualitas dalam arti
terbentuknya warganegara yang sadar dan paham setiap
terhadap kebijakan-kebijakan politik dan birokrasi
pemerintah yang biasa disebut literasi politik (melek politik).
Dalam masyarakat yang melek politik merupakan warga
negara yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan tugas termasuk sadar akan berlakunya hukum
serta memiliki kesadaran sosial (Iskandar, 2015).
Hadirnya kasak-kusuk dan meluapnya informasi
diskursif mass media jelang 2024 saat ini menjadi titik pijak
bagi segenap pemangku kepentingan politik kebangsaan
termasuk instrumen politik yang sudah terbentuk dalam
satuan organisasi persiapan pemilu (KPU dan Bawaslu)
menjadi tonggak penting sosialisasi kesadaran aktif dalam
partisipasi politik demokrasi di Indonesia saat ini. Sejumlah
persoalan yang muncul, serta best praksis yang sudah
dijalankan dalam arena pesta politik lima tahunan di masa
lalu menjadi isu penting yang harus dihadirkan kembali
dalam ruang kesadaran kewarganegaraan kelompok kaum
muda, khususnya generasi pemilih pemula. Kesadaran awal
yang terbentuk ini adalah suatu ikhtiar penting bagi hadirnya
politik demokrasi yang makin matang yang tidak sekedar
prosedural melainkan terutama secara substansial bagi
kepamatangan berpolitik yang mengedepankan sikap
independen, saling menghargai dan saling menghormati hak
dan pilihan politik di antara sesama warga negara
(Hendrawan, 2022).
126|
Dimensi pendidikan literasi politik menjadi tuntutan
urgen dalam mendorong partisipasi publik secara aktif dan
menumbuhkan kesadaran kritis berdemokrasi secara efektif.
Selain itu, literasi politik harus mampu memberikan peluang
maupun kesempatan dalam mengajarkan peserta didik untuk
mampu berpartisipasi secara aktif dalam politik. Seseorang
yang melek secara politik akan memahami konteks partisipasi
dalam politik di satu sisi, tetapi juga di sisi lainnya terutama
keyakinannya akan pilihan yang akan ia mainkan. Dengan itu
kesadaran politik yang dewaasa dan bermartabat akan dapat
mempengaruhi orang lain, serta menghormati keputusan
orang lain (Sukma, 2021). Pada tataran pemahaman semacam
inilah dimensi literasi dan pendidikan politik anak bangsa
menjadi sebuah tuntutan urgen jelang pesta demokrasi akbar
2024 mendatang.
Dalam ranah pendidikan, literasi politik melalui
pendidikan kewarganegaraan mempunyai tujuan utama yaitu
untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara,
sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan
nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang
sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan
dan teknologi serta seni. Selain itu tujuan mempelajari
pendidikan kewarganegaraan lainnya yaitu untuk
meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional,
bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan
rohani. Peran kewarganegaraan pun cukup penting untuk
keberlangsungan bangsa dengan menambah wawasan dan
pengetahuan kewarganegaraan .
Sementara itu dalam pandangan Azra (2015:15),
Pendidikan Kewarganegeraan (civic education) adalah
pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan
demokrasi dan pendidikan HAM, karena mencakup kajian
dan pembahasan tentang banyak hal, seperti; pemerintahan,
|127
konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan
kewajiban warga negara dalam masyarakat madani,
pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang
terdapat dalam pemerintahan, politik, administrasi publik
dan hukum, pengetahuan tentang HAM, kewarganegaraan
aktif, dan sebagainya. Diberikannya mata pelajaran PKn
kepada peserta didik bertujuan untuk menyiapkan mereka
menjadi warga negara yang mengetahui dan memahami hak
dan kewajibannya sebagai warga negara, cerdas, kritis, aktif,
partisipatif, cinta tanah air, demokratis, toleran, menghormati
HAM, taat hukum, peduli terhadap orang lain, turut aktif
berperan menjadi bagian dari masyarakat global, dan
sebagainya (Ikhtiarti et al., 2019).
Pada akhirnya literasi politik dalam kerangka pendidikan
kewarganegaraan haruslah bermuara kepada terbentuknya
masyarakat madani (civil society). Pada kondisi ini, kewajiban
moral berbangsa dan etika sosial yang berlaku di tengah
masyarakat menghadirkan kohesi sosial dan kesadaran
kewargaan. Nilai-nilai kearifan lokal pun ditanamkan dalam
dalam memperkaya wawasan, pemahaman, dan memperkuat
semangat cinta tanah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Dalam dimensi dialektika berdemokrasi pun, pengetahuan
dan kesadaran politik berkaitan erat dengan kesadaran
tentang hak dan kewajiban politik sebagai warga negara. Pada
generasi Z, kesadaran itu tumbuh dalam pengetahuannya
tentang peran-peran kelembagaan politik dan pranata sosial
yang tumbuh positif melalui keterlibatan dan partisiapasi
politik yang lebih luas, termasuk mengontrol lembaga-lemaba
kenegaraan dalam peran dan tugasnya untuk menciptakan
kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan turut
membangun dunia global yang tentram dan damai (AZIZ,
2022). Pada dimensi kesadaran inilah, maka penulis merasa
sangat urgent literasi politik sejak dini, termasuk melalui
lembaga-lembaga pendidikan formal, demi masa depan
128|
demokrasi dan lahirnya kontestasi pemilu yang ideal (Kadir,
2022).
Upaya internalisasi nilai-nilai politik demokrasi dan
perkembangan karakter yang baik pada diri setiap generasi
millenial hendaknya bermuara pada menguatnya nilai-nilai,
seperti: rasa cinta tanah air, demokratis, toleransi,
menghormati HAM, rela berkorban, gotong-royong, jujur,
disiplin, tanggung jawab, dan sebagainya. Keterampilan
kewarganegaraan ini jelas berkaitan erat dengan kemampuan
untuk mempraktikkan pengetahuan kewarganegaraan dan
mencerminkan sikap kewarganegaraan dalam kehidupan
sehari-hari. Literasi politik dengan itu akan memberikan
dorongan kepada kaum millenial untuk mampu berpartisipasi
dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan
publik (Katarudin & Putri, 2020).
Peran strategis institusi pendidikan dalam
menumbuhkan budaya literasi termasuk dalam hal ini literasi
politik bagi insan muda akan menghadirkan kaum muda yang
literat sebagai warga bangsa dan negara. Memiliki
kemampuan memilah dan memilih informasi yang akurat dan
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat luas; termasuk
menghindari aneksasi dan kecenderungan destruktif
menghadapi isu-isu hoax dalam setiap kontestasi politik yang
terjadi di masa lalu. Literasi politik harus disadari sebagai
konsep yang bersifat evolutif dan membutuhkan waktu, sudah
saatnya menjadikan literasi politik sebagai budaya baru warga
negara termasuk para siswa. Literasi politik diharapkan akan
meningkatkan IQ politik generasi muda dan salahsatu ikhtiar
baru bagi perbaikan kualitas dan kedewasaan demokrasi kita
(ANGGRIAWAN, 2020).
Simpul akhir dari gagasan ini adalah suatu upaya untuk
menggaris-bawahi literasi politik sebagai, bukan sekadar
pengetahun politik, melainkan kerja-kerja yang
mengedepankan edukasi politik dalam melahirkan warga
negara yang memiliki kesadaran kritis serta mendorong
|129
masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam berbagai
dinamika politik secara efektif. Literasi politik harus dimaknai
dalam konteks sosial politik dalam mewujudkan warga negara
yang terdidik. Dalam bingkai kesadaran ini niscaya akan
terlahir generasi politik masa depan yang cerdas, literat dan
terdidik (educated citizen) sebagai bagian dari penguatan
demokrasi sipil ke depan. Mudah-mudahan dengan literasi
politik dan pemahaman hidup warga negara yang baik, para
siswa yang pada hajatan politik 2024 berperan sebagai
pemilih pemula, mampu mewujudkan peran rasionalnya
dalam menentukan pilihan politik dan menghasilkan
pimpinan eksekutif dan legislatif nasional yang berkualitas.
Sebagai calon pemilih pemula, saya berkeyakinan bahwa
penggunaan hak politik saya akan turut menghantar bangsa
ini semakin demokratis, sejahtera dan berkeadilan melalui
figur pimpinan bangsa yang berkualitas, bijaksana dan
melayani bangsa ini.
Daftar Pustaka
Anggriawan, K. (2020). AKTUALISASI PENDIDIKAN
POLITIK TERHADAP DAYA NALAR (POLITICAL
LITERACY) POLITIK GURU PPKn (Studi Kasus MGMP
PPKn SMA Se-Kota Bandung dan Politisi). FKIP UNPAS.
AZIZ, A. (2022). PENGARUH MEDIA SOSIAL SEBAGAI
SUMBER PENGETAHUAN POLITIK GENERASI Z
TERHADAP LITERASI POLITIK PADA PILKADA 2020
(STUDI KASUS PILKADA 2020 KABUPATEN BLORA).
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Hendrawan, D. (2022). DEMOKRASI DAN KEBIJAKAN
PUBLIK: MENGKRITISI POPULISME. Arete, 8(2).
Hobbs, R. (2010). Digital and Media Literacy: A Plan of
Action. A White Paper on the Digital and Media Literacy
Recommendations of the Knight Commission on the
Information Needs of Communities in a Democracy.
ERIC.
130|
Ikhtiarti, E., Adha, M. M., & Yanzi, H. (2019). Membangun
generasi muda smart and good citizenship melalui
pembelajaran ppkn menghadapi tantangan revolusi
industri.
Iskandar, D. J. (2015). Dimensi Krusial Ruang Publik dalam
Proses Perumusan Kebijakan yang Bermakna untuk
Kebaikan Bersama. Jurnal Ilmu Administrasi: Media
Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi, 12(1), 1–
16.
Kadir, N. (2022). Media Sosial dan Politik Partisipatif: Suatu
Kajian Ruang Publik, Demokrasi Bagi Kaum Milenial dan
Gen Z. RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif
Aktual, 4(2), 180–197.
Katarudin, H., & Putri, N. E. (2020). Pengaruh Literasi Politik
Terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula Pada
Pemilukada Kota Pariaman Tahun 2018. Jurnal
Manajemen Dan Ilmu Administrasi Publik (JMIAP), 70–
79.
Pambayun, K. G., Pregiwati, R. A., & Hapsari, R. D. (2021).
Literasi Politik Pada Wilayah Eks Daerah Tertinggal
Indonesia: Studi Kasus Kabupaten Polewali Mandar.
Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 14(2), 35–54.
Porter, A. E. (1990). Non-award bearing in-service education
and training courses for political education: a review and
evaluation of the national provision from September 1979
to January 1982. Institute of Education, University of
London.
Sukma, F. (2021). MENIMBANG DEMOKRASI
DELIBERATIF DALAM PROSES PEMBENTUKAN
HUKUM YANG DEMOKRATIS DI INDONESI. IBLAM
LAW REVIEW, 1(3), 140–154.
|131
IMPLEMENTASI FILOSOFI
KI HAJAR DEWANTARA
DALAM PEMBELAJARAN MERDEKA
|133
vital dalam membantu menemukan karakter peserta didik.
Pendidikan bukanlah sebuah proses “Pendiktean”.
Dari sekian gagasan tentang pendidikan yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, model yang dapat
ditarik dari pemikirannya adalah bahwa pendidikan harus
berpijak pada prinsip kemandirian. Kemandirian disini
berarti siswa harus mandiri secara mental dan fisik. Semangat
merdeka ini sangat diperlukan agar bangsa Indonesia tidak
didikte oleh negara lain. (Dewantara 1961)
Pembelajaran merdeka merupakan sebuah gagasan yang
membebaskan para guru dan peserta didik dalam
menentukan sistem pembelajaran. (Ainia 2020) Selama ini
proses belajar dan mengajar dirasa sangat kaku, dimana guru
mengajar dan peserta didikdiajar. Sistem seperti ini
kebanyakan akan berkutat pada aspek pengetahuan dan
minimnya aspek keterampilan. Padahal lingkup dari pada
pendidikan lebih luas dari pada hanya pengetahuan saja, tapi
meliputi ketrampilan juga mengenai sikap.
Seorang pendidik juga diharapkan mampu mendidik
peserta didik dengan memegang semboyan dari bapak
pendidikan kita yakni, ing ngarsa sung tuladha (dimuka
memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah
membangun cita-cita), tut wuri handayani (mengikuti dan
mendukungnya) (Dwiarso 2010) Hal yang paling utama
dalam mendidik, yakni adanya pemahaman yang sama antara
guru dan pendidik, sehingga mendidik bersifat “humanisasi”,
yaitu mendidik merupakan sebuah proses memanusiakan
manusia, dengan adanya sistem pendidikan diharapkan
mampu mengangkat derajat hidup menuju perubahan yang
lebih baik. (Sugiarta, I.M., Mardana.I.B.P, Adiarta,
A.,&Artanayasa 2019)
Ki Hadjar Dewantara memiliki konsep tentang
pendidikan yang didasarkan pada asas kemerdekaan yang
memiliki arti bahwa manusia diberi kebebasan dari Tuhan
134|
yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dengan tetap
sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat. Maksud
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, yaitu
mendapatkan kemajuan lahir dan batin.
Konsep pembelajaran merdeka yang di gagas oleh
Kementerian Pendidikan, rupanya seirama dengan apa yang
di gaungkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam beberapa tahun
silam yang dirasa masih sangat relevan untuk di terapkan di
masa sekarang ini. Melihat esensi utama dari pembelajaran
merdeka yang mengedepankan kebebasan berfikir serta
berinovasi bagi guru dan peserta didik akan sangat efektif
untuk mengeksplorasi potensi dari peserta didik itu sendiri.
(Dwiarso 2010)
Dari berbagai pemaparan mengenai pemikiran Ki Hajar
Dewantara dan Konsep Pembelajaran merdeka di atas,
terdapat beberapa point yang saling sejajar secara esensi
maupun muatannya. Dalam sudut pandang Ki Hajar
Dewantara, azas kemerdekaan merupakan erat kaitanya
dengan upaya untuk membentuk peserta didik menjadi
pribadi yang memiliki tanggung jawab dan kebebasan yang
akan berdampak dengan selarasnya kehidupan mereka di
masyarakat. Azas ini berdasar pada keyakinan bahwa setiap
manusia memiliki potensi kodrati untuk mencapai kebebasan
yang mengarahnya kepada sebuah pencapaian tujuan hidup
mereka. Pencapaian-pencapaian menuju kebebasan tersebut
ditempuh dan dijalani dengan sebuah proses yang bernama
belajar (Istiq’faroh 2020) Proses ini tidak bisa didapatkan
secara instan dan memiliki jenjang dari mulai tingkat dasar
sampai tingkat tinggi. Namun jangan menjadikan tingkatan-
tingkatan tersebut sebagai sebuah patokan, justru proses yang
mereka lalui yang sebaiknya dijadikan sebagai tolak ukur
dalam rangka memerdekakan peserta didik. Karena dengan
begitu, pendidik dapat dengan objektif membaca kondisi serta
perkembangan peserta didiknya. Dalam paradigma yang
demikian, pendidikan akan membantu proses memerdekakan
|135
peserta didik dari belenggu-belenggu kelemahan secara
intelektual maupun potensial, serta akan mengantarkan
mereka menjadi manusia yang lebih bertanggung jawab atas
dirinya sendiri maupun lingkungan mereka. (Istiq’faroh
2020)
Pembelajaran merdeka yang menjadi gagasan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tersebut sejalan dengan
pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang
seharusnya terselenggarakan di Indonesia. Esensi dari
pembelajaran merdeka, yaitu kebebasan berpikir yang
ditujukan kepada peserta didik dan guru, sehingga
mendorong terbentuk karakter jiwa merdeka karena peserta
didik dan guru dapat mengekplorasi pengetahuan dari
lingkungannya, yang selama ini peserta didik dan guru belajar
berdasarkan materi dari buku atau modul. (Retno 2021)
Pembelajaran merdeka ini jika aplikasikan dalam sistem
pendidikan di Indonesia, maka dapat membentuk peserta
didik yang berkarakter karena telah terbiasa dalam belajar
dan mengembangkan pengetahuannya berdasarkan apa yang
ada di lingkungannya. Pembelajaran merdeka ini akan
mendorong terbentuknya sikap kepedulian terhadap
lingkungannya karena peserta didik belajar langsung di
lapangan, sehingga mendorong dirinya menjadi lebih percaya
diri, terampil, dan mudah beradaptasi terhadap lingkungan
masyarakat. Sikap-sikap tersebut penting untuk
dikembangkan karena untuk menjadi orang yang bermanfaat
bagi lingkungannya dibutuhkan sikap kepedulian, terampil
dan adaptif dimanapun berada. (Retno 2021)
Pembelajaran merdeka merupakan suatu langkah yang
tepat untuk mencapai pendidikan yang ideal yang sesuai
dengan kondisi saat ini dengan tujuan untuk mempersiapkan
generasi yang tangguh, cerdas, kreatif, dan memiliki karakter
sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
136|
Daftar Pustaka
Ainia, Dela Khoirul. 2020. “‘Merdeka Belajar Dalam
Pandangan Ki Hadjar Dewantara Dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Pendidikan Karakter.’” Jurnal Filsafat
Indonesia 3(3): 95–101.
Dewantara, ki hadjar. 1961. Pendidikan. 1st ed. Jakarta:
majelis luhur taman siswa. url.
Dwiarso. 2010. Napak Tilas Ajaran Ki Hadjar Dewantara.
Yogyakarta: majelis luhur persatuan.
Febriyanti, Natasya. 2021. “Implementasi Konsep Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara.” Jurnal Pendidikan
Tambusai 5(1): 1631–38.
Henricus Suparlan. 2015. “Filsafat Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara Dan Sumbangannya Bagi Pendidikan
Indonesia.” Jurnal Filsafat 25 (1): 57–74.
Istiq’faroh, Nurul. 2020. “Relevansi Filosofi Ki Hajar
Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional
Merdeka Belajar Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan 3(2):
8.
Retno, Widyastuti. 2021. “Prosiding Seminar Nasional
Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dengan Konsep
Merdeka Belajar.” : 1068–77.
Sugiarta, I.M., Mardana.I.B.P, Adiarta, A.,&Artanayasa, I.W.
2019. “Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (Tokoh
Timur).” Jurnal Filsafat Indonesia. 2(3): 124–36.
|137
PENTINGNYA PENERAPAN SASTRA ANAK DALAM
PEMBELAJARAN
|139
yakni memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas
atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral
pada anak. Fungsi hiburan sastra anak jelas memberi
kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada diri anak ketika
membaca dan menghayati sastra anak.Anak memperoleh
hiburan yang menyenangkan dari bacaan itu.
Sastra tradisional adalah cerita rakyat yang tidak jelas
kapan diciptakannya dan tidak pernah diketahui
pengarangnya yang diwariskan secara turun-temurun
terutama lewat saran lisan atau dalam tulisan. bentuk cerita
tradisional terbagi menjadi 4 jenis, yaitu (1) cerita rakyat, (2)
dongeng, (3) legenda, (4) mite. Sastra tradisional merupakan
karya sastra yang paling banyak berkembang di Indonesia.
Sastra tradisional yang berkembang di Indonesa merupakan
karya sastra yang paling berpengaruh terhadap pembentukan
karakter anak di Indonesia. Sastra tradisional seperti mitos,
legenda, cerita binatang, dongeng, nyanyian rakyat dan
sebagainya, yang hidup di dalam suatu masyarakat diyakini
oleh masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan dan nilai-nilai
edukasi yang dapat digunakan untuk menumbuhkembangkan
nilai nilai personal anak.
Sejarah lahirnya sastra anak masih belum diketahui
pastinya. Namun, kita ketahui bersama bahwa cerita itu lahir
dari impian, harapan, duka cita. Cerita anak bermula dari
cerita nenek moyang kita mengisahkan pengalaman,
petualangan. Bercerita secara lisan yang dilakukan oleh nenek
moyang secara tidak langsung dapat menanamkan rasa
persaudaraan.
Cerita anak yang berkembang pada abad ke 20
khususnya di Indonesia masih terbilang cukup tertinggal
diantara negara-negara maju yang lain. Cerita yang
berkembang hanya masih banyak mengangkat cerita-cerita
legenda daripada cerita fantasi. Hal ini menunjukkan bahwa
sastra anak di Indonesia kurang diperhatikan dan kurang
diminati. Perkembangan sastra anak pada saat ini seakan-
140|
akan tidak ada nilainya. Padahal sebenarnya sastra
mempunyai kontribusi yang sangat besar. Kontribusi sastra
sangat besar terhadap kemajuan peradaban umat manusia
pada masa kini, terutama pada masa mendatang. Hal itu
karena sastra anak memberikan kontribusi pada
perkembangan emosional anak, intelektual, imajinasi, rasa
sosial, membentuk kepribadian luhur, membangun kreativitas
anak, sehingga sastra anak yang baik, berkualitas berdampak
multidimensi dalam kehidupan anak sekarang ini dan
berlanjut pada masa mendatang. Sastra memunyai peran
sebagai salah satu alat Pendidikan dan dalam penulisan
mengembangkan kepribadian anak sebagai character
building.
Sastra anak berpengaruh terhadap perkembangan emosi
anak. Anak usia dini yang belum dapat berbicara, atau baru
berada dalam tahap perkembangan bahasa satu kata atau
kalimat dalam dua-tiga kata, sudah ikut tertawa-tawa ketika
diajak bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan. Anak
tampak menikmati lagu-Iagu bersajak yang ritmis dan larut
dalam kegembiraan. Hal itu dapat dipahami bahwa sastra
lisan yang berwujud puisi-Iagu tersebut dapat merangsang
kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk
bergembira, bahkan ketika anak masih berstatus bayi. Emosi
gembira yang diperoleh anak tersebut penting karena hal itu
juga akan merangsang kesadaran bahwa ia dicintai dan
diperhatikan. Pertumbuhan kepribadian anak tidak akan
berlangsung secara wajar tanpa cinta dan kasih sayang oleh
orang di sekelilingnya. Dalam perkembangan selanjutnya
setelah anak dapat memahami cerita, baik diperoleh lewat
pendengaran misalnya diceritai atau dibacakan, maupun
lewat kegiatan rnembaca sendiri, anak akan memperoleh
demonstrasi kehidupan sebagaimana yang diperagakan oleh
para tokoh cerita tokoh-tokoh cerita akan bertingkah laku
baik secara verbal maupun nonverbal yang rnenunjukkan
sikap emosionalnya, seperti ekspresi gembira, sedih, takut,
|141
terharu, simpati dan empati, benci dan dendam, memaafkan,
dan lain-lain secara kontekstual sesuai dengan alur cerita.
Tokoh protagonis akan menampilkan tingkah laku yang baik,
sebaliknya tokoh antagonis menampilkan tingkah laku yang
kurang baik. Pembaca anak akan mengidentifikasikan dirinya
kepada tokoh protagonis sehingga sikap dan tingkah laku
tokoh itu seolah-olah diadopsi menjadi sikap dan tingkah
lakunya.
Sastra anak mempunyai sisi positif bagi pembacanya.
Bagi anak-anak bacaan anak atau cerita anak mempunyai
banyak manfaat diantaranya sebagai fungsi hiburan dan
fungsi pendidikan. Sastra anak juga berfungsi sebagai
pendidikan. Sastra anak memberi banyak informasi tentang
sesuatu hal, yakni memberikan banyak pengetahuan,
memberikan kreativitas atau keterampilan anak, dan
memberikan pendidikan moral pada anak.
Cerita anak-anak yang baik seharusnya dapat mengubah
moral anak menjadi berkualitas. Unsur Kekerasan dalam
Cerita Anak Dewasa ini banyak sekali cerita anak yang
mengandung unsur kekerasan didalamnya. Hal inilah yang
nantinya akan berdampak buruk bagi anak-anak. Anak-anak
dapat meniru adegan seperti mereka baca dalam komik
tersebut. Tak jarang banyak sekali anak-anak yang berkelahi
dengan teman sebaya karena seringnya membaca komik yang
mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang terdapat
dalam cerita anak akan merusak moral anak-anak.
Dekonstruksi perlu dilakukan agar sastra anak yaang
berkembanng di Indonesia tidak mengandung unsur
kekerasan. Dekonstruksi terhadap cerita anak di Indonesia
dilakukan untuk merombak tatanan lama yang diubah
sehingga cerita menjadi lebih baik dan dapat bermakna dalam
pembelajaran sastra anak. Dekonstruksi dilakukan dengan
cara mengubah tema-tema yang ada didalam cerita anak pada
saat ini. Tema-tema lama yang mengandung unsur –unsur
seksualitas didalamnya. Tema-tema tersebut diganti dengan
142|
tema yang sesuai dengan anak-anak. misalnya cerita Jaka
Tarub diubah sehingga adegan mengintip bidadari saat mandi
di sungai tidak terlihat dan cerita Terperangkap di Kandang
Kelinci.
Kebermaknaan sastra anak tanpa adanya kekerasan dan
seksualitas akan membuat anak memahami arti kehidupan.
Anakanak akan memahami bagaimana cara mereka untuk
bersikap terhadap orang tua, teman, keluarga dan orang yang
lebih tua. Kebermaknaan yang didapat juga dapat membentuk
kepribadian anak dan menuntun kecerdasan emosi anak.
Anak-anak dapat memahami konsep diri mereka, membentuk
sifat-sifat kemanusiaan yang terdapat dalam diri anak.
Kebermaknaan sastra anak pasti mengandung fungsi terapan
didalamnya. Fungsi terapan inilah yang akan menjadi bekal
untuk anak-anak.
Daftar Pustaka
Purnawarman. P. 2002. Kolaborasi Melalui Internet:
Pernanfaatan Internet dalam Mata Kuliah Menulis artikel
Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 2. No. 2. April 2002.
Samadhy Umar, 2004. "Pembelajaran Menulis di Sekolah
Dasar Dengan Pendektan Proses Menulis". Tesis.
Sarumpaet, Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak.
Jakarta: Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
Suyatinah. 2006. "Keefektifan Pembelajaran Membaca
dengan Menggunakan Penguatan dan Media Gambar".
Jurnal Kependidikan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian
Universitas Yogyakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wati Sakdiah. 2020. “ Teori Pengkajian Prosa Fiksi”.
Palembang: NoerFikri.
Wati Sakdiah. 2022. “ Cerita Anak Nusantara Dongeng dan
Fabel”. Palembang: NoerFikri.
|143
144|
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN
LITERASI FINANSIAL ANAK USIA DINI
MENGGUNAKAN MEDIA CELENGAN
146|
di dalam wadah berongga yang kita kenal dengan sebutan
celengan, mulai dikenal pada masa Kerajaan Majapahit.
Ternyata celengan ini sudah ada sejak zaman dahulu kala
sejak masa kerajaan Majapahit tahun 1293.
(Supratikno Raharjo, dkk. 2019: 75) Celengan tradisional
yang dibuat dari tanah liat merupakan jenis khusus dari
produk tanah liat dan biasanya juga tidak disebut sebagai
gerabah dalam arti barang pecah belah. Celengan dibuat
dengan teknologi yang sama dengan gerabah pada umumnya,
tetapi dirancang untuk fungsi yang berbeda karena
dimaksudkan untuk menyimpan mata uang logam. Awalnya
celengan terbuat dari jenis tanah liat atau sering disebut
gerabah. Namun, dalam perkembangannya celengan yang
ditemukan di pasaran terdapat dari jenis bahan seperti:
kaleng, pelastik, bambu dan lainnya.
|147
menjamin manusia untuk mempertahankan
kelestarian. Dengan demikian anak melatih dirinya
untuk melakukan menabung secara konsisten dan
kontinyu dalam menyisihkan uang jajannya dalam
sehari.
2. Nilai Kesabaran, melalui latihan kesabaran ini anak
bisa menahan dirinya untuk berperilaku boros, dalam
artian mempergunakan uang jajan sesuai dengan
kebutuhan bukan keinginan.
3. Nilai perencanaan dengan ini anak dilatih untuk
merencanakan sesuatu apabila uang yang ditabung ini
akan dipergunakan untuk apa di masa yang akan
datang.
Kegiatan menabung ini bisa dibiasakan di rumah atau
disekolah dengan menyediakan celengan dengan bentuk yang
anak sukai. Sehingga, anak akan merasa termotivasi untuk
mengisi setiap hari dengan menyisihkan uang koin dari jatah
uang jajan mereka sehari-hari.
Daftar Pustaka
Fianto, Farinia, dkk. 2017. Materi Pendukung Literasi
Finansial (Gerakan Literasi Nasional). Jakarta :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
KBBI Online akses 24/01/2023 pukul: 01.17 WIB
Kirana, Fadjri, Anggarani, dkk. 2022. Pengaruh Pendidikan
Literasi Keuangan dengan Pendekatan Bermain Peran
pada Anak Usia Dini, Psikologi, Universitas Sebelas
Maret, Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini ISSN: 2549-8959 (Online) 2356-1327
(Print). Volume 6 Issue 5: Pages 3836-3845.
Raharjo, Supratikno, dkk. 2019: 42 MENABUNG
MEMBANGUN BANGSA. Jakarta: Direktorat Sejarah
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
148|
KESIAPAN DOSEN MENGHADAPI KURIKURUM
MERDEKA BELAJAR KAMPUS PADA MASA
ENDEMI COVID-19
150|
memang sudah sangat aman dengan zona nyamannya.
Mereka memang harus berusaha keras, dan mampu
memanfaatkan dunia teknologi industri 5.0." (Ayu Made Arna
Putri, 2022)
Masing-masing dosen memiliki tantangan yang tak
sama. Meski demikian, dosen diharapkan mampu
mengimplementasikan kurikulum ini dengan baik dengan
segala kesiapan yang sesuai dengan tujuan kurikulum
merdeka. Berbagai paya untuk mendukung pelaksanaan
kurikulum dosen-dosen mengikuti seminar terkait kurikulum
merdeka belajar kampus, berinovasi dalam pengajaran dan
lainnya. Sedang bagi mahasiswa, harapannya mereka akan
siap dan bisa menyesuaikan pembelajaran kampus yang serba
mengandalkan teknologi atau digital.
Kurikulum merdeka belajar kampus pada perguruan
tinggi sudah semestinya mempersiapkan serta menampung
potensi dosen dan mahasiswa sesuai dengan bidangnya
masing-masing tentunya dengan menyiapkan sarana dan
prasarana yang memadai. Selain itu, Pembaruan kurikulum
pada dunia pendidikan menjadi sebuah keniscayaan. Dengan
kata lain setiap dosen maupun tenaga pendidikan harus
bersiap menghadapi segala perubahan. Justru kalau tidak
berubah, akan bisa tertinggal. Karenanya dalam hal ini
seluruh civitas akademika harus beradaptasi sesuai tuntutan
dan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka
Akrim, Sulasmi, E., Eriska, P., & Hidayat, F. P. (2020).
Kampus Merdeka di Era new Normal Ditinjau dari
Perspektif Ilmu Pengetahuan. In Book Chapter Covid 19
& Kampus Merdeka di Era new Normal Ditinjau dari
Perspektif Ilmu Pengetahuan (Vol. 4).
Ayu Made Arna Putri, G. (2022). Analisis Kesiapan
Pembelajaran Tatap Muka Mahasiswa Matematika dari
Masa Pandemi Menuju Endemi COVID-19. SQUARE :
|151
Journal of Mathematics and Mathematics Education,
4(1), 53–60. http://dx.
Langi, G. K. L. (2021). Kajian Faktor Motivasi Belajar
Mahasiswa dalam Peralihan Masa Pandemi Covid-19 Ke
Masa Endemi. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(1),
391–402. https://doi.org/10.5281/zenodo.6408886
M.Deni Sopiansyah, et al. (2022). Konsep dan Implementasi
Kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka).
4(6), 1661–1683.
Pendidikan Nasional, M. (2010). Undang Undang No 20
tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional.
Rahmatika, Z. (2017). Pengaruh kecerdasan emosional (EQ)
dan motivasi terhadap hasil belajar Pai di SMP PGRI 6
Bandar Lampung. UIN Raden Intan Lampung.
Rahmatika, Z., Islam, U., Raden, N., Lampung, I., &
Information, A. (2022). Guru PAI dan Moderasi
Beragama di Sekolah. 2(1), 41–53.
Susanti, A., Rahmatika, Z., Mk, M. F., & Afriyadi, M. M.
(2021). Teaching Techniques That Are Appropriate
During the Pandemic for Class 2 Elementary School
Teachers. Article in International Journal Of Advance
Research And Innovative, 5, 1247–1251.
152|
TRIK MEMBEDAH SKKNI
SEBAGAI PERSIAPAN MENGIKUTI
UJI KOMPETENSI PADA LSP P1
154|
Contoh unit kompetensi pada Kompetensi keahlian
Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran dalam Skema
Sertifikasi KKNI level II Kluster Pengelolaan Dokumen
Kantor :
KODE UNIT : N.821100.002.02
JUDUL UNIT : MENGATUR PENGGANDAAN DAN
PENGUMPULAN DOKUMEN
DESKRIPSI UNIT: Unit ini meliputi pengetahuan,
keterampilandan Sikap kerja yang dibutuhkan dalam
mengatur penggandaan dan pengumpulan dokumen.
ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA
• Mengidentifikasikan 1.1 Peralatan dan dokumen
peralatan yang sesuai diidetifikasikan sesuai dengan
kebutuhan
1.2 Jumlah diperhitungkan sesuai
dengan kebutuhan
• Menggandakan dokumen 1.3 Pengoperasian peralatan
dilakukan sesuai SOP
1.4 Dokumen digandakan sesuai
kebutuhan
1.5 Penggandaan dokumen
diselesaikan sesuai waktu yang
telah ditentukan.
1.6 Hasil penggandaan dokumen
disusun sesuai kebutuhan
• Mengumpulkan dokumen 1.7 Dokumen diperiksa sesuai
kelengkapannya
1.8 Dokumen dikumpulkan sesuai
dengan klasifikasi.
1.9 Dokumen asli didokumenkan
sesuai dengan prosedur organisasi
|155
harus dikuasai dalam kluster pengelolaan dokumen kantor,
karena dalam pengimplementasian pekerjaan kantor akan ada
suatu aktifitas yang meminta administrator melakukan
penggandaan atau memperbanyak dokumen, serta
membandel atau mengumpulkannya dalam satu folder.
Teknis soal yang akan di buat oleh asesor mengacu pada
1. Elemen kompetensi
2. Kriteria unjuk kerja (KUK)
Contoh pada elemen 1 tentang Mengidentifikasikan
peralatan yang sesuai dengan KUK Peralatan dan
dokumen diidetifikasikan sesuai dengan kebutuhan dan
Jumlah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan. Praktik
yang akan dilakukan asesi adalah sebagai berikut :
• Asesi akan diminta untuk memperhatikan apakah alat
untuk akan digunakan bisa untuk mem-foto copy,
serta memperhatikan dokumen yang akan digandakan
sesuai tidak dengan perintah pimpinan dan asesi
paham berapa jumlah dokumen yang akan
digandakan
Contoh elemen 2 Menggandakan dokumen
dengan KUK Pengoperasian peralatan dilakukan sesuai
SOP, Dokumen digandakan sesuai kebutuhan,
Penggandaan dokumen diselesaikan sesuai waktu yang
telah ditentukan dan Hasil penggandaan dokumen
disusun sesuai kebutuhan. Praktik yang akan dilakukan
asesi adalah sebagai berikut :
Asesi akan mulai melakukan penggandaan sesuai dengan
teknis penggunaan alat tersebut.
• Asesi mem-foto copy sesuai dengan jumlah yang
sudah ditentukan,
• Asesi melakukannya dengan efektif dan efisien
• Menata dokumen yang sudah digandakan dalam
folder
156|
Contoh elemen 3 Mengumpulkan dokumen
dengan KUK Dokumen diperiksa sesuai kelengkapannya ,
Dokumen dikumpulkan sesuai dengan klasifikasi, dan
Dokumen asli didokumentasikan sesuai dengan prosedur
organisasi. Praktik yang akan dilakukan asesi adalah
sebagai berikut:
• Asesi akan menghitung lagi dokumen yang sudah
digandakan
• Dilakukan penjilidan atau bisa juga disimpan dengan
menggunakan map atau business file
• Dokumen asli yang sudah digunakan diletakkan
Kembali ke bagian penyimpana arsip
Artinya mudah sekali memahami soal atau praktek apa
yang akan dilakukan asesi hanya dengan mempelajari SKKNI
di bagian Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk
Kerjanyanya dan hal ini pun bisa dilakukan untuk semua
kompetensi keahlian, karena teknis pembuatan soal praktik
semua asesor sama. Hanya isi SKKNi nya yang berbeda
Diatas adalah contoh untuk kompetensi keahlian
Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran. Bagaimana kalian
bisa membayangkan soal praktik yang akan dibuat hanya
dengan mempelajari SKKNI. Hal ini akan membantu
mencairkan image tentang Ujian melalui Lembaga Sertifikasi
Profesi sebagai momok yang menakutkan. Namun tentu saja
perintah tersebut tidak bisa siswa jalani dengan baik, jika
secara kompetensi mereka belum menguasai tentang teknis
penggunaan peralatan kantor. Dengan demikian ketentuan
siswa dalam mempelajari seluruh materi pada tingkatannya
menjadi harga mati yang diatur dalam persyaratan mengikuti
ujian di LSP itu.
Semoga trik dan informasi ini bisa membantu para
pelajar di SMK yang akan melakukan uji kompetensi melalui
LSP P1 nya. Serta mampu meminimalisir adanya asesi-asesi
|157
yang dinyatakn belum kompeten dalam pelaksanaan ujian
tersebut.
Daftar Pustaka
SKKNI No. 183 Tahun 2016, Administrasi Profesional
https://skkni.kemnaker.go.id/tentang-skkni
https://www.lsppap.com/2019/08/pengertian-lembaga-
sertifikasi-profesi.html
158|
PERAN LITERASI DIGITAL MAHASISWA TERHADAP
SIKAP RADIKALISME
PADA STAIN TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH,
ACEH
160|
4. Content evaluation (Evaluasi konten informasi)
Evaluasi konten informasi adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk berpikir dengan kritis dan
memberikan penilaian terhadap apa yang ditemukan
secara daring disertai dengan kemampuan yang dimiliki
untuk mengidentifikasi keabsahan dan kelengkapan suatu
informasi yang direferensikan oleh link hypertext.
Kemampuan tersebut mencakup:
5. Knowledge assembly (Penyusunan pengetahuan)
Penyusunan pengetahuan adalah kemampuan untuk
menyusun suatu pengetahuan, dan membangun
kumpulan informasi yang telah diperoleh dari berbagai
sumber dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi suatu fakta dan opini secara baik dan tanpa
prasangka. Kemampuan ini mencakup:
Selanjutnya, pemaparan tentang intoleransi dan
radikalisme berkaitan dengan perkembangan teknologi
informasi karena internet dapat menjadi cerminan imajinatif
kolektif terkait gagasan tertentu. Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kata radikal diartikan sebagai
‘paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan atau
drastis’. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa di
KBBI tidak pernah disebutkan bahwa radikalisme
berhubungan dengan agama.Kata radikalisme ini juga sering
disandingkan dengan agama Islam hingga muncul stigma
bahwa Islam adalah simbol dari radikalisme. Padahal, sikap
atau paham radikalisme ini sendiri dapat melekat pada kata
lain dan pada agama lain. Pelekatan ini kemudian
memunculkan istilah Islamophobia. Realita seperti ini sering
luput dari perhatian pihak atau tokoh-tokoh terkait. Berbicara
tentang agama, seharusnya agama mempunyai peluang besar
untuk mengatasi paham radikalisme itu sendiri. Namun, pada
|161
agama tertentu, seperti Islam, potensi terjadinya radikalisme
dianggap lebih besar dan dianggap menjadi pemicu dasar.
Menurut Afadlal, dkk. (2005:4), dalam agama apa saja,
radikalisme keagamaan merupakan fenomena yang biasa
muncul. Fundamentalis adalah hal yang terkait erat dengan
radikalisme. Dikatakan bahwa radikalisme ini sendiri tidak
bermasalah jika hanya terdapat pada ideologi pada para
penganutnya saja. Radikalisme ini akan jadi masalah ketika
pemikiran bergeser menjadi gerakan-gerakan yang radikal.
Kemudian, dikatakan pula bahwa radikalisme atau radikal
disematkan kepada mereka yang berpegang teguh pada
ideologi dan keyakinan yang dianutnya secara kaku sehingga
dampaknya bagi yang lain yang tidak sama dengannya
dianggap sebagai hal yang keliru dan salah (Harahap, 2017:4).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa radikalisme terdiri
dari tiga tingkatan, yaitu radikal dalam pemikiran, radikal
dalam perilaku, dan radikal dalam tindakan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh penulis (Putri, 2023), tingkat kemampuan literasi digital
mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh sangat
berperan dalam menghindari adanya sikap radikalisme. Jika
dipersentasekan, untuk aspek pencarian di internet tingkat
pemahaman mahasiswa sebanyak 78%. Kemudian, untuk
aspek pandu arah hypertext tingkat pemahaman mahasiswa
sebanyak 95%. Lalu, untuk aspek evaluasi konten, sebanyak
92,5% sudah memahami. Terakhir, untuk aspek penyusunan
pengetahuan, 75% mahasiswa sudah memiliki pemahaman
tentang penyusunan pengetahuan. Kemudian, untuk hasil
penelitian terkait sikap radikalisme, didapatkan hasil bahwa
sikap radikalisme yang dimiliki oleh mahasiswa pada PTKIN
di Aceh dari segi respon kognitif (pemahaman) sudah
termasuk tinggi. Hal ini dilihat dari jumlah yang pernah
mendengar tentang radikal ini sudah 95%. Meski sumbernya
bervariasi dan sumber pengetahuan yang paling banyak
berasal dari media sosial sebanyak 85%.Hasil ini juga
162|
sekaligus menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan media
sosial sangat tinggi pada kalangan muda.
Kemudian, dari segi respon afektif (persetujuan) sudah
menunjukkan sikap yang moderat dan toleransi,yaitu
sebanyak 75% mahasiswa menyatakan sikapnya untuk tidak
mendukung tindakan yang terindikasi ke arah radikalisme
dan hanya 25% yang memberikan persetujuan pada
pernyataan yang mengarah ke radikalisme. Terakhir, dari segi
respon konatif (kecenderungan sikap dan aksi) juga sudak
berpikir secara moderat, yaitusebanyak 68% mahasiswa
mendukung untuk tidak mengikuti dalam ajakan-ajakan
aksiyang akan mengarah ke sikap radikalisme dan 32%
lainnya menyatakan setuju jika diajak oleh kelompok yang
mengatasnamakan umat Islam.
Dengan demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa
pemahaman terkait literai digital sangat penting dan memiliki
peran dalam menangkal munculnya sikap radikalisme.
Karena itu, pentingnya kerja sama dari segala sisi, baik dari
bidang pendidikan maupun lingkungan untuk memberikan
pemahaman dan peningkatan tentang literasi digital.
Daftar Pustaka
Afadlal, dkk. 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia.
Jakarta: LIPI Press.
Harahap, Syahrin. 2017. Upaya Kolektif Mencegah
Radikalisme dan Terorisme, Depok: SIRAJA.
Nasrullah, Rulli. 2017. Media Sosial:Perspektif
Kommunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Putri, Nina Eka. 2023. The Effect of Student Digital Literacy
on Radicalism Attitudes at PTKIN in Aceh. Journal of
Education and Teaching Learning (JETL). Vol. 5 No. 1.
Simamarta, Janner, dkk.. 2021. Literasi Digital. Yayasan Kita
Menulis.
|163
Suherdi, Devri dkk. 2021. Peran Literasi Digital di Masa
Pandemi, Cattleya Darmaya Fortuna.
164|
ANALISIS MASALAH PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BAGI SISWA SMA
166|
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang
mendorong terjadinya proses belajar. Oleh karena itu,
motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus
menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar perlu
diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
Namun, dalam situasi seperti ini kadang siswa
kekurangan motivasi belajar dan kurangnya dorongan
mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami
apa yang dipelajari oleh anaknya. Sehingga, guru dan
orang tua harus bisa bekerja sama untuk memberikan
lingkungan belajar yang menyenangkan.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan
memusatkan perhatian pada pelajaran. Untuk
memperkuat perhatian pada pembelajaran, guru perlu
menggunakan bermacam-macam strategi belajar-
mengajar dan memperhitungkan waktu belajar serta
selingan istirahat. Tapi saat belajar di rumah kadang
lingkungan rumah yang tidak kondusif, seperti banyak
suara kendaraan, suara orang sekitar berbicara dengan
keras dan sebagainya, sehingga dapat membuat perhatian
siswa terpecah dalam belajar dan berakibat menurunnya
perhatian siswa. Oleh karena itu, siswa membutuhkan
tempat yang tenang dan kondusif sehingga dapat
menerima pelajaran dengan baik.
4. Guru memberikan tugas kepada siswa tanpa
menjelaskannya
Guru merupakan peranan yang sangat penting
didalam proses belajar mengajar, tanpa adanya peran
guru pembelajaran tidak akan berjalan dengan
baik/lancar. Guru memiliki tugas sebagai pembimbing
untuk siswanya, ketika guru memberikan tugas kepada
siswa guru harus menjelaskan materi terlebih dahulu
|167
kepada siswanya kemudian memberikan arahan
bagaimana seharusnya tugas yang dia berikan dikerjakan.
Adapun masalah ketika ada siswanya yang masih belum
mengerti dengan materi pembelajaran yang dibawakan,
guru harus tetap memberikan tambahan pelajaran ekstra
untuk siswa tersebut. Ketika seluruh siswa telah mengerti
dengan proses belajar tersebut, barulah bisa dikatakan
proses belajar tersebut telah berhasil karena dari pihak
guru maupun siswanya telah menjalankan tugasnya
dengan baik.
5. Kuota internet yang minim dan terbatas
Masa pandemi COVID-19 ini memang sangat
meresahkan bagi semua orang, tanpa menutup
kemungkinan pastinya ada siswa yang orang tuanya
kurang mampu unuk selalu membelikan anaknya kuota,
dalam hal ini tentunya pasti sangat berpengaruh pada
proses pembelajaran, dimana bisa saja karena kekurangan
tersebut dapat menghambat proses pembelajaran dari
siswa tersebut. Hambatan pembelajaran daring beberapa
anak tidak memiliki HP, dan koneksi internet (Andri A,
2020: 286).
6. Jaringan yang kurang terjangkau
Memang dalam masa pandemi ini siswa harus
mengikuti pembelajaran dirumah, yang dimana tentunya
siswa tersebut harus mengikuti pembelajaran daring,
pembelajaran dalam jaringan ini tentu saja membutuhkan
jaringan, seperti yang kita tau tidak semua siswa diarea
sekitar rumahnya memiliki jaringan yang baik/bagus.
Permasalahannya kali ini adalah bagaimana dengan siswa
yang didaerah sekitar rumahnya sama sekali tidak
memiliki jaringan internet yang dapat dijangkau ataupun
bisa dibilang dia tinggal dipelosok yang memang disana
minim jaringan. Oleh karena itu siswa yang biasanya
hanya belajar melalui sekolah jadi memiliki kendala
168|
ketika masa pandemi ini siswa tersebut harus belajar
dirumah sedangkan disana jaringan tidak dapat
terjangkau. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah guru harus membuat kelompok
belajar, mungkin dalam satu kelas siswanya dibagi
menjadi beberapa kelompok kemudian pembelajaran bisa
dilakukan secara bergiliran dimana dalam satu kelompok
didalam kelas tersebut siswanya tetap harus mengikuti
protokol kesehatan, yaitu contohnya dengan menjaga
jarak, tetap memakai masker, dan sebelum pembelajaran
dimulai siswanya harus mencuci tangan terlebih dahulu.
Dengan begitu, pembelajaran akan tetap berlangsung dan
juga kita tetap bisa menjaga kesehatan.
7. Siswa yang tidak tepat waktu dalam pengumpulan
tugas
Siswa yang bermalas-malasan dalam proses belajar,
mungkin memiliki kendala selama pembelajaran tersebut,
adakalanya siswa juga tidak bisa menerima materi yang
diajarkan oleh gurunya mungkin karena siswa tersebut
kurang mengerti dengan cara gurunya memberikan tugas
atau tidak mengerti dengan cara gurunya menerangkan
selama proses pembelajaran hal ini juga bisa menjadi
salah satu faktor yang bisa membuat siswa malas untuk
mengumpulkan tugas-tugasnya karena dia tidak mengerti,
hala yang bisa dilakukan oleh gurunya adalah membantu
siswanya, membicarakan kepada siswa tersebut apa
masalahnya selama pembelajaran, kemudian memberikan
solusi bagaimana caranya agar kendala yang dialami siswa
tadi dapat teratasi, kemudian mencoba menerapkan
strategi tersebut kepada siswa mungkin contohnya
dengan memberikan tugas-tugas tambahan tentunya
dengan tetap diawasi oleh gurunya, kemudian setelah
diterapkan apakah strategi tersebut berhasil atau tidak,
jika strategi tersebut tidak berhasil maka guru harus
mengubah strateginya lagi, sampai siswa tersebut benar-
|169
benar paham/mengerti dengan apa yang diajarkan oleh
gurunya.
8. Siswa yang memiliki orang tua yang sibuk
Dalam hal ini tidak jarang ada siswa yang memiliki
orang tua berkesibukan lebih, atau siswa yang memiliki
orang tua super sibuk dimana orang tuanya hanya
memiliki waktu sedikit bersama anaknya atau bahkan
tidak memiliki waktu sama sekali dengan orang tuanya,
hal ini juga bisa sangat mempengaruhi siswa dalam proses
pembelajarannya, hal ini bisa saja membuat siswa
tersebut berfikir bahwa dia tidak memiliki perhatian yang
harusnya dia dapat dirumah malah dia tidak
mendapatkannya sama sekali karena memiliki orang tua
yang super sibuk. Untuk mengatasi hal seperti ini,
mungkin anak tidak akan bisa protes kepada orang
tuanya, maka orang tualah yang harusnya sadar apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh anaknya, ketika ada waktu
orang tua bisa mengajari anaknya sepulang dari kerja,
ataupun setelah melalui kesibukan. Orangtua tetap harus
bisa menyeimbangi bagaimanana caranya agar tetap dekat
dengan anak, dan tetap bisa mengontrol anak, apakah
anak tersebut ada kendala selama pembelajarannya,
menanyakan apakah tugas sekolahnya telah selesai,
Dengan begitu anak akan merasa diperhatikan.
Daftar Pustaka
Anugrahana, A. (2020). Hambatan, Solusi dan Harapan:
Pembelajaran Daring Selama Masa Pandemi Covid-19
Oleh Guru Sekolah Dasar. Scholaria: Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan. Vol. 10, 3, 282–289; doi: 10.
24246/j.js2020.v10.i3.p282-289.
Kurniati, E., Nur Alfaeni, D. K., & Andriani, F. (2020).
Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di
Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi:Jurnal
170|
Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. 5, 1, 241. doi:
10.31004/obsesi.v5i1.541.
Putria, H., Maula, L. H., & Uswatun, D. A. (2020). Analisis
Proses Pembelajaran dalam Jaringan (DARING) Masa
Pandemi Covid- 19 Pada Guru Sekolah Dasar. Jurnal
Basicedu. Vol. 4,4, 861–870. doi:
10.31004/basicedu.v4i4.460.
Wilson, A. (2020). Penerapan Metode Pembelajaran Daring
(Online) Melalui Aplikasi Berbasis Android Saat
Pandemi. Susunan Artikel Pendidikan. Vol. 5,
1.doi:10.30998/sap.v5i1.6386.
Suprapmanto, J, Utomo. (2021) Analisis Permasalahan
Pembelajaran Daring selama Pandemi Covid 19 dan
Solusinya. Jurnal Belaindika: Pembelajaran dan Inovasi
Pendidikan. Vol. 3, No. 2, Juli 2021. e-ISSN 2686-3634
dan p-ISSN 2686-049X.
|171
172|
PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI
POLA PENGEMBANGAN MINAT ANAK TERAS
BACA ANMOK DUSUN MOKEKESO KELURAHAN
REWARANGGA
Pembahasan
Perkembangan anak dan masa depan anak dipengaruhi
oleh faktor lingkunan. Lingkunganlah yang akan menentukan
perkembangan anak itu sendiri. Pada hakikatnya pendidikan
model home schooling dalam hal ini Teras Baca Anmok yang
dikatakan sekolah di rumah sangat berperan aktif dalam
perkembangan anak adalah orang tua itu sendiri. Rumah
adalah lingkungan kecil penentu dari perkembangan anak dan
pendidik yang utama adalah orang tua itu sendiri. Diharapkan
dengan guru atau tentor sebagai pengajar mampu
174|
menumbuhkan karakter anak dalam proses belajar secara
alamiah dan hubungan yang dekat dengan anak dengan
berperilaku yang yang baik sesuai dengan karakter-karakter
yang positif karena tanpa didasari anak meniru seperangkat
perilaku dari lingkunganya. Untuk itu, dibutuhkan guru atau
tentor yang mampu meningkatkan minat belajar siswa dan
dapat mengembangkan karakter anak. Adapun model
pembelajaran dan pendekatan yang harus dilakukan
pendamping adalah dengan memberikan contoh dan
keteladanan serta mengembangkan sikap karakter sebagai
berikut:
1. Nilai hubungannya dengan Allah sang
Pencipta
Dalam hal ini yaitu nilai religius, merupakan tindakan
seorang individu yang selalu diupayakan berdasarkan dari
nilai-nilai keTuhanan atau ajaran agamanya.
Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah
kemampuan anak untuk bersikap dan bertingah laku.
Agama telah mengajarkan nilai-nilai positif yang
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini
menyebabkan perlunya pengembangan pembelajaran
terkait nilai nilai moral dan agama. Pada teras baca
Anmok di ajarkan bagaimana bertingkah laku sopan
terhadap sesama misalnya pada saat kegiatan
pembelajaran guru meminta siswa memerankan kembali
sikap tokoh dalam kitab suci hal ini dimaksudkan agar
anak bisa mencontohi sikap tokoh yang baik dalam kitab
suci.
|175
Gambar Anak Teras Baca Memerankan teks teater dalam cerita Kitab
suci
2. Nilai Menghargai sesama
a. Menghargai hak dan kewajiban orang lain.
Merupakan sikap yang selalu menghormati dan
melaksanakan apa yang sudah menjadi hak orang
lain dan dirinya sendiri.
b. Selalu patuh terhadap peraturan sosial. Lewat
permainan, anak-anak mengenal atau patuh
terhadap peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan dalam permaian tersebut, sehingga
lama kelamaan anak-anak terbiasa mematuhi
yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Sikap
taat terhadap peraturan yang ada hubungannya
dengan kepentingan umum atau masyarakat.
c. Menghargai karya dan prestasi orang lain.
Merupakan sikap yang mengakui dan
menghormati apa yang sudah dicapai oleh orang
lain.
d. Demokratis. Merupakan sikap dan perilaku
seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi.
176|
Gambar anak teras Baca mengikuti lomba tarian lokal secara
berkelompok.
3. Nilai hubungannya dengan diri sendiri
a. Jujur
Jujur adalah keberanian untuk mengungkapkan
sesuatu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sifat jujur
awalnya ditumbuhkan dengan memberikan
kepercayaan kepada anak, misalnya dalam mengelola
waktu untuk bermain, belajar, melakukan hobi, dan
beristirahat. Kejujuran juga ditumbuhkan dalam
komitmen mengerjakan tugas dengan jerih payahnya
sendiri serta kemampuan menahan godaan untuk
tidak melanggar hak/milik orang lain. Teras baca
Anmok selalu memberikan ruang kepada anak untuk
mengembangkan karya kreatifnya dan selalu berlaku
jujur kepada hal yang menjadi hobbynya.
b. Integritas
Integritas adalah kemampuan untuk melak-
sanakan tugas yang diemban secara total atau penuh
dedikasi. Dalam konteks ini, anak teras baca Anmok
dibiasakan diberikan tugas.Selama pengerjaan tugas,
guru membimbing anak agar dalam setiap prosesnya,
anak melaksanakan tugas tersebut penuh tanggung
jawab.
|177
c. Adil
Sifat adil dapat ditumbuhkan dalam
keseharian.Contoh, ketika diberi sekotak permen
cokelat, sampaikan pesan agar semua anak teras baca
dibagi. Coba amati, apakah ia mampu membagikan
permen yang didapat dengan adil? Untuk itu, jangan
lupa mengecek kepada semua anggota kelas teras baca
Anmok yang lain, apakah seluruh anggota mendapat
jumlah yang sama? Atau, ketika di sekolah, mintalah
anak untuk mengoordinasi tugas bersih-bersih kelas.
Coba amati, apakah ia mampu membagi tugas
tersebut dengan merata pada teman-teman
sekelasnya.
d. Pemberani
Menumbuhkan sifat pemberani, dapat diberikan
kepada anak dengan memberikan tugas yang
menantang seperti berani bertanya, mengajukan
pendapat, memberikan kesempatan untuk
menunjukan kemampuan dan sebagainya.
178|
e. Pembelajar
Tumbuhkan rasa ingin tahu anak melalui kegiatan
sehari-hari di mana saja. Umpama, ketika melewati
kabel listrik yang membentang di tepi jalan, tanyakan
mengapa burung yang bertengger di situ tidak terkena
sengatan listrik. Dalam hal ini pendidik harus terlebih
dahulu tahu jawabannya yang benar. Atau selagi
belajar dan bermain di tempat terbuka, sampaikan
fungsi daun bagi tanaman dan lingkungan. Sifat pem-
belajar sangat didukung oleh kegemaran membaca
buku dan kemampuan berpikir kritis.
Penutup
Strategi Pendidikan Karakter yang akan dibahas adalah
Strategi Pendidikan Karakter melalui Multiple Talent
Aproach (Multiple Intelligent).Strategi Pendidikan Karakter
ini memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan seluruh
potensi anak didik yang manifestasi pengembangan potensi
akan membangun Self Concept yang menunjang kesehatan
mental. Konsep ini menyediakan kesempatan bagi anak didik
untuk mengembangkan bakat emasnya sesuai dengan
kebutuhan dan minat yang dimilikinya. Ada banyak cara
untuk menjadi cerdas, dan cara ini biasanya ditandai dengan
prestasi akademik yang diperoleh disekolahnya dan anak
didik tersebut mengikuti tes intelengensia. Cara tersebut
misalnya melalui kata-kata, angka, musik, gambar, kegiatan
fisik atau kemamuan motorik atau lewat cara sosialemosional.
Keceradasan bagaikan sekumpulan keterampilan yang dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan. Hal ini akan terus di
lanjutkan oleh para pengelola teras baca Anmok demi
peningkatan dan keberlanjutan keberhasilan peserta didik.
|179
Daftar Pustaka
Adilistiono. 2010. “Home schooling sebagai Alternatif
Pendidikan Pengembangan Humaniora.10 (1): 34-38.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press.
Muhtadi, Ali. 2011. “Pendidikan dan Pembelajaran di Sekolah
Rumah (Home Schooling).” Dikutip dari: staff.uny.-
ac.id.
Ghufron, Anik. 2011. “Desain Kurikulum yang Relevan untuk
Pendidikan Karakter.” dalam Cakrawala Pendidikan
Edisi Khusus Dies Natalis UNY (30): 52-63.
Hanaco, Indah. 2012. I Love Home Schooling. Jakarta:
Gramedia.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumardiono. 2007. Home schooling, Lompatan Cara Belajar.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
180|
LITERASI PEMBELAJARAN
DAN PEMAHAMAN PERLINDUNGAN HUKUM
KONSUMEN E-COMMERCE
182|
konsumen e-commerce ini sangat penting untuk
dikembangkan saat ini.
Titik berangkat analisa ini adalah maraknya kasus
penipuan dalam transaksi belanja online. Karena itu penting
kiranya masyarakat mendapatkan literasi pendidikan dan
pemahaman yang cukup terkait hukum perlindungan
konsumen. Pertanyaannya, apakah undang-undang atau
regulasi tentang perlindungan hak konsumen (seperti Pasal 5
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat
diberlakukan dalam menjerat pelaku penipuan belanja
online? Ataukah cukup dengan UU ITE (No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)?
Ide dasar dari kajian ini bahwa setiap orang yang
berbelanja daring memiliki hak dan kewajiban yang
dilindungi oleh undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian
bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang di dalam UU ITE
terdapat sekitar enam belas perbuatan yang dilarang, salah
satunya adalah manipulasi informasi elektronik yang diatur
dalam Pasal 35. Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku
tindak pidana manipulasi informasi elektronik pada dasarnya
harus memenuhi semua unsur pertanggungjawaban pidana
yaitu kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan, dan
tidak adanya alasan penghapus pidana. Penerapan hukum
terhadap tindak pidana manipulasi informasi elektronik
pengguna e-commerce jika melihat dalam putusan Pengadilan
Negeri Malang Nomor 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg sudah
sesuai, dikarenakan terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 35 UU ITE. Adapun
saran dalam penelitian ini perlu peningkatan dalam
memberikan pengertian yang spesifik tentang manipulasi
informasi elektronik serta perlu sosialisasi untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih berhati-hati
dalam berperilaku, khususnya dalam memanfaatkan
perkembangan teknologi yang ada.
|183
Hukum pidana di bidang teknologi informasi adalah
ketentuan hukum yang mengatur aspek pidana dalam
aktivitas di bidang teknologi informasi di dunia maya, yang
meliputi aspek hukum materil dan aspek hukum formil.
Hukum pidana di bidang teknologi informasi dapat disebut
cybercrime law. Istilah kejahatan cybercrime dapat juga
disebut computer-related crime, yang mencakup dua kategori
kejahatan, yaitu kejahatan yang menggunakan komputer
sebagai sarana atau alat, dan kejahatan yang menjadikan
komputer sebagai sasaran atau objek. Pengertian cybercrime,
computer-related crime dapat disamakan dengan istilah
tindak pidana di bidang teknologi informasi. Secara
terminologis kejahatan yeng berbasis pada teknologi
informasi dengan menggunakan media komputer
sebagaimana terjadi pada saat ini, dapat disebut dengan
beberapa istilah yaitu computer misuse, computer abuse,
computer fraud, computer-related crime, compuer-assister
crime, atau computer crime. Istilah kejahatan yang
berhubungan dengan komputer (computer-related crime)
seringkali digunakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Namun Convensi Internasional 2001 menggunakan istilah
cybercrime. Barda Nawawi Arief, mengemukakan bahwa
pengertian kejahatan yang berhubungan dengan komputer
(computer-relatd crime) sama dengan cybercrime.
Bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang di dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik terdapat pada Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37, salah satunya adalah manipulasi informasi
elektronik yang diatur dalam Pasal 35. Adapun
pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana
manipulasi informasi elektronik pada dasarnya harus
memenuhi semua unsur Pasal 35 UU ITE, dan harus
memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu
kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan, dan tidak
adanya alasan penghapus pidana sehingga secara hukum
184|
pelaku manipulasi informasi elektronik dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya. Bila
dikorelasikan dengan penerapan hukum terhadap tindak
pidana manipulasi informasi elektronik pengguna e-
commerce dalam putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor
542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg sudahlah sesuai, dikarenakan
Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana Pasal 35
UU ITE.
Konsumen memiliki hak antara lain hak atas
kenyamanan, keamanan, keselamatan, dalam mengkonsumsi
barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan/jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,
hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang/atau jasa, hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut, hak untuk mendapatkan pembinaan dan
pendidikan konsumen, hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar, jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya, hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Upaya hukum yang dapat ditempuh apabila terjadi
wanprestasi dalam transaksi jual beli melalui internet (e-
commerce) ada dua cara penyelesaian sengketa yaitu melalui
pengadilan yang dimungkinkan apabila para pihak dalam
perjanjian belum memilih upaya penyelesaian sengketa di
luar pengadilan atau upaya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tidak berhasil dan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dapat ditempuh melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen (BPSK).
|185
Daftar Pustaka
A.Z nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu
Pengantar. Jakarta: Diadit Media
Adami dan Ferdian.2015. Tindak Pidana Informasi dan
Transaksi Elektronik (Penyerangan Terhadap
Kepentingan Hukum Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik), Malang: Media Nusa Creative
Ahmad .M ramli, 2002, PerlindunganTerhadap Konsumen
dalam Transaksi E-Commerce jurnal hukum bisnis
yayasan pengembangan hukum , Jakarta
Amrani, Hanafi 2015. Mahrus Ali, Sistem
Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Rajawali Pers,
Anastasia, 2001, Mengenal E-Commerce Bussines, Andi
yokyakarta , Yogyakarta.
Arief. Baeda Nawawi 2002. Perbandingan Hukum Pidana.
Jakarta: Raja Grafindo.
Budi Agus Riswadi, 2003 Hukum dan Internet Indonesia ,Uii
press, Yoyakarta
Hamzah, Andi. 2008. Asas – Asas Hukum Pidana :Edisi
revisi, Jakarta: Rineka Cipta.
Hanim, Latifah.2014. “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak
dalam E-Commerce Sebagai Akibat dari Globalisasi
Ekonomi,” Jurnal Pembaharuan Hukum, 2014
Hiariej, Eddy O.S., Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi
Revisi, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
M. Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai
Sistem Perasilan dan Penyelesaian Sengketa, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung
M.Arsyad Sanusi, 2002 , E- Commerce Hukum Dan
Solusinya, PT mizan grafika sarana, Bandung
Mahrus, Hanafi. Sistem Pertanggungjawaban Pidana,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2015) Moeljatno, Asas-Asas
Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
Mariam Darus Badrul Zaman, 2002, Komplikasi Hukum
Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
186|
Ok Sadikin, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
PT Grafidu Prasada. Jakarta Undang Undang Nomor 8
Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen
Safitri, I. E-commerce Dalam Perspektif Hukum, 1999
Online Journal
http://business.fortunecity/com/buffett/842/art080399
_ecommerce.html
Sjawie, Hasbullah F. 2015. Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi Pada Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Kencana
Sugeng 2020. Hukum Telematika Indonesia. Cetakan Ke-1,
Jakarta: Prenada Media Goup
Suyanto, M. 2003. Strategi Periklanan Pada E-commerce
Perusahaan Top Duni. Yogyakarta: Andi.
Usfa, A. Fuad., & Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana,
Malang: UMM Press.
Wahid, Abdul,. dan M. Labib. 2005. Kejahatan Mayantara
(Cybercrime), Bandung: Refika Aditama, 2005)
Widodo. 2021, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi
Cybercrime Law: Telaah Teoritik dan Bedah Kasus.
Yogyakarta: Aswaja Perssindo
Widodo.b2007 Problematika Pengaturan “Cybercrime”
dalam Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Kartagama
publishing
|187
188|
MENUMBUHKAN KEBIASAAN MEMBACA DAN
MENULIS YANG MENYENANGKAN
Penguatan Literasi
190|
sebelum kita sebagai pendidik meminta mereka membaca
buku yang lain apalagi buku pelajaran.
Cara Meningkatkan Minat Membaca
Guru dan pustakawan berperan penting dalam
membangkitkan minat Baca siswa dan masyarakat.Berperan
dalam perbaikan Minat baca,guru dan pustakawan harus
memiliki minat baca yang tinggi. Keteladanan harus diberikan
kepada masyarakat .Beberapa kegiatan meningkatkan minat
membaca di sekolah antara lain:
1. Menumbuhkan Motivasi Instrinsik
Motivasi instrinsik merupakan motivasi yang muncul
dari dalam diri sendiri. Jadi untuk memulainya, biarkan
murid memilih sendiri dulu buku yang mau mereka baca,
termasuk cara membacanya dan proses membacanya
bagaimana. Biarkan murid menjalani dan menikmati
prosesnya, sebagai guru kita tidak perlu banyak
mengintervensi, apalagi dengan memberikan tugas dan
latihan setelah murid selesai membaca.
2. Mendongeng,
3. Membaca lantang atau read aloud
4. Diskusi buku dan
5. Menggabungkan membaca dengan aktivitas lain
seperti menggambar .
Pada intinya mulai dari kegiatan yang sederhana yang
bias di lakukan oleh murid dan sekolah. Meningkatnya minat
baca akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Guru
dan pustakawan merupakan ujung tombak dalam
meningkatkan minat baca masyarakat. Perpustakaan bukan
sekedar konsumsi pelajar dan mahsiswa. Oleh karena itu
berbagai upaya harus diusahakan untuk meningkatkan minat
baca masyarakat (Kasiyun, 2015).
|191
Daftar Pustaka
Jatnika, S. A. (2019). Budaya Literasi untuk Menumbuhkan
Minat Membaca dan Menulis. Indonesian Journal of
Primary Education, 3(2), 1–6.
Kasiyun, S. (2015). Upaya meningkatkan minat baca sebagai
sarana untuk mencerdaskan bangsa.
Wulanjani, A. N., & Anggraeni, C. W. (2019). Meningkatkan
minat membaca melalui gerakan literasi membaca bagi
siswa sekolah dasar. Proceeding of Biology Education,
3(1), 26–31.
192|
LEARNING KEEPS GOING
194|
penurunan permintaan secara demografis, akan menjadi yang
paling terpukul oleh pandemi ini.
|195
Amerika, terjadi kesenjangan yang signifikan antara mereka
yang memiliki latar belakang “istimewa” dan “tidak
beruntung” hampir semua anak berusia 15 tahun dari latar
belakang “istimewa” mengatakan mereka memiliki komputer
untuk bekerja, hampir 25% dari mereka yang berasal dari
latar belakang yang “kurang beruntung” tidak memiliki
komputer. Sementara beberapa sekolah dan pemerintah telah
menyediakan peralatan digital kepada siswa yang
membutuhkan, seperti di New South Wales, Australia, banyak
yang masih khawatir bahwa pandemi akan terjadi
kesenjangan digital.
Pemerintah indonesia harus sigap dan pendidikan
indonesia siap menghadap abad 21. Bagaimana pandemi
COVID-19 akan mengubah masa depan pengajaran dan
pembelajaran? Menjawab pertanyaan itu mengharuskan kita
terlebih dahulu mengakui beberapa kebenaran sulit. Namun,
paradigma baru pendidikan apapun, suka atau tidak suka,
pandemi telah menjadi katalisator perubahan bidang
pendidikan dengan arus revolusi digital 4,0. Pandangan kita
tentang pendidikan haruslah berubah. Penerapan cara dan
sistem pendidikan konvensional sudah mulai terasa sedikit
demi sedikit dipertimbangkan ulang. Perbincangan tentang
perubahan pendidikan ke depan pasca pandemi sudah banyak
dilakukan selama masa sulit. secara intens menyiapkan hal ini
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Beberapa skenario
disiapkan dan bahkan berharap pendidikan terus berjalan,
bisa menjadi model percontohan lembaga pendidikan pasca
pandemi di Indonesia. Di antara skenario itu ialah: (1)
pengembangan daring system mainstreaming home
schooling, (2) mainstreaming home schooling, (3)
pengembangan dan penguatan SDM pendidik dan tenaga
kependidikan inovatif dan kreatif mengembangkan program
dan manajemen pendidikan berbasis virtual, (4)
menempatkan peserta didik (pelajar dan mahasiswa) sebagai
subjek pendidikan sehingga mereka memiliki kemampuan
196|
menentukan berbagai cara secara mandiri dan kreatif
meningkatkan kualitas diri.
Kebijakan merdeka belajar ala mas menteri nadiem,
Merdeka belajar (freedom to learn) pada dasarnya adalah
menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang
menyenangkandan kondusif, yang memungkinkan peserta
didik berfikir dan berkreasi secara merdeka sehingga potensi
yang dimiliki peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Oleh karena itu, pembelajaran yang bersifat memaksa,
membatasi keleluasaan bepikir peserta didik harus dihindari.
merefleksikan bagaimana seharusnya belajar, seperti
kebebasan bermain dan bereksplorasi, rasa ingin tahu, belajar
tanpa paksaan atau tekanan. Oleh karena itu, kebebasan
belajar adalah kebebabasan berpikir. Jika kebebasan belajar
dan kebebasan berpikir dapat dikembangkan dengan baik,
maka pada gilirannya akan mencapai suasana dalam
kebebasan berkreasi (freedom to create) dan belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu aktivitas kreasi yang bertanggung
jawab untuk kemaslahatan.
Pembelajaran disesuaikan dengan kondisi peserta didik,
pertumbuhan dan perekembangan (growth and
development), kematangan (maturation), dan bakat serta
kemampuan peserta didik. Di samping itu, pendekatan
pembelajaran ditekankan pada dominasi peserta didik
(student centered), bukan dominasi guru/dosen (teacher
centered).
belajar online sama efektifnya, bagi mereka yang
memang memiliki akses ke teknologi yang tepat, ada bukti
bahwa belajar online bisa lebih efektif dalam beberapa cara.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata, siswa
mempertahankan 25-60% lebih banyak materi ketika belajar
online dibandingkan dengan hanya 8-10% di ruang kelas. Ini
sebagian besar disebabkan oleh siswa dapat belajar lebih
cepat secara online; e-learning antara 40-60% lebih sedikit
waktu untuk belajar daripada di lingkungan kelas tradisional
|197
karena siswa dapat belajar dengan langkah mereka sendiri,
kembali dan membaca kembali atau mempercepat melalui
konsep yang mereka pilih. Namun demikian, efektivitas
pembelajaran online bervariasi di antara kelompok umur.
Konsensus umum tentang anak-anak, terutama yang lebih
muda adalah bahwa lingkungan yang terstruktur diperlukan,
karena anak-anak lebih mudah terganggu. Untuk
mendapatkan manfaat penuh dari pembelajaran online, perlu
ada upaya bersama untuk menyediakan struktur ini dan
melampaui mereplikasi kelas fisik/kuliah melalui
kemampuan video atau sebagai gantinya, menggunakan
berbagai alat kolaborasi dan metode keterlibatan yang
mempromosikan personalisasi”. karena anak-anak
menggunakan indera mereka secara luas untuk belajar,
membuat belajar menjadi menyenangkan dan efektif melalui
penggunaan teknologi sangat penting dan peningkatan
motivasi terhadap pembelajaran terutama di kalangan siswa
yang lebih muda, membuat mereka benar-benar jatuh cinta
pada pembelajaran.#tenaga pendidik tidak menyerah
198|
GURU INOVATIF AKAN MAMPU
MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN
200|
belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan
perkembangan siswa, sehingga interaksi proses belajar
mengajar dapat berjalan secara efektif.
2. Menjadi Teladan
Guru adalah teladan bagi peserta didik, maksudnya
bahwa guru harus memiliki sikap dan kepribadian utuh
yang dapat dijadikan tokoh panutan dan idola dalam
seluruh segi kehidupannya.
3. Guru Kreatif
Dalam kaitan guru kreatif, Guru harus memiliki
kemampuan untuk menyajikan materi pembelajaran
dengan cara yang bervariasi. Seorang guru dapat
mengembangkan kreativitasnya dengan beberapa cara
seperti: memperluas wawasan, berdiskusi dengan guru
lain, mengumpulkan dan mencatat ide kreatif, melatih
kreativitas diri dan eksperimen sampai mati.
4. Guru Komunikatif
Komunikatif berarti mampu menyampaikan pesan
dengan baik, artinya pesan yang diterima oleh penerima
(receiver) sama dengan maksud pesan yang disampaikan
oleh pengirim pesan (sender).
5. Guru Kooperatif
Seorang Guru harus membangun kerja sama atau
dapat berkolaborasi baik dengan rekan guru di sekolah
maupun di luar sekolah. Dengan berkolaborasi guru dapat
menerima saran maupun kritik, saling bertukar ide atau
sekedar menuangkan ide-ide kreatif sehingga dapat
dikolaborasikan dengan rekan sejawat.
6. Melek Teknologi
Betapa Pentingnya melek teknologi di abad 21 bagi
dunia pendidikan yang berfungsi untuk menambah
informasi. Bagi seorang guru, kemampuan
mengoperasikan aplikasi baik melalui android maupun
|201
laptop perlu dimaksimalkan dengan tujuan untuk
membuat desain atau model-model pembelajaran yang
lebih menarik, inovatif dan menyenangkan.
Sebenarnya masih ada empat tips lagi yang tidak ditlis
disini, seperti guru menjadi motivator, guru variatif
,inspirator, dan menerima kritik, namun hal tersebut bisa
diederhanakan menjadi 6 items diatas, yang tidak
mengenyampingkan tujuan dari penulisan ini yakni agar kita
sebagai guru menjadi guru yang inovatif, yang mampu
memadukan antara perkembangan zaman yang ada dengan
tujuan pendidikan Nasional negara kita Indonesia.
Apabila kita memahami arti tentang guru inovatif, kita
pasti akan menyadari bahwa betapa penting menjadi guru
seperti itu. Karena guru inovatif akan mampu menjawab
tantangan zaman dizamannya. Artinya guru inovatif akan
selalu siap dan mampu untuk menyalurkan ilmunya sesuai
dengan era yang ada, baik era indusrtri (e-4.0), era digital (e-
5.0) maupun zaman lain yang mereka hadapi. Karena para
guru tidak mengambil iktibar dari lingkungan yang terjadi,
tapi blajar dari sejarah aslinya tentang sikap yang harus
dimiliki oleh guru sebagai telada, yang dikutip dari Al-Quran;
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (Q.S. Al-
Kahf: 66).
Daftar Pustaka
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Versi Online/Daring
(Dalam Jaringan). https://kbbiwebid/strategi
Kurniawan, Syamsul. 2019. Tantangan Abad 21 Bagi
Madrasah di Indonesia. Jurnal: Intizar. 25 (1): 65-66.
https://doiorg/1019109/ intizarv25i13242.
Muhasim. 2017. Pengaruh Teknologi Digital Terhadap
Motivasi Belajar Peserta Didik. Palapa: Jurnal Studi
Keislaman dan Ilmu Pendidikan. 5 (2): 22-25.
202|
Peraturan pemerintah no. 74 tahun 2008 tentang guru
Undang-undang No 14 tahun 2005 Tentang guru dan Dosen
|203
204|
PENGENALAN KOSAKATA
BAHASA INGGRIS “THINGS AROUND US” PADA
ANAK SANTRI PANTI ASUHAN AISYIYAH LUWUK
206|
Inggris menggunakan benda-benda di sekitar kita (Things
Around Us).
Kosakata (Vocabulary) merupakan perbendaharaan kata
dan memiliki arti yang digunakan dalam berkomunikasi.
Kosakata didefinisikan sebagai sekumpulan kata-kata yang
dipahami dan digunakan penutur dalam berkomukasi
(Sudrajat & Herlina, 2015). Selanjutnya, (Barnhart, 2008)
mengemukakan bahwa vocabulary ialah sekumpulan
kosakata yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang
lain. Seseorang perlu menguasai koasakata Bahasa Inggris
sebelum mempelajari empat skill, ialah listening, speaking,
reading, dan writing. Bertambahnya kosakata bahasa Inggris
siswa, makin baik pula pemahaman mereka terhadap materi
yang disajikan (Harmer, 2010). Untuk memahami kosakata,
terdapat empat cara, yaitu 1) form, yaitu mempelajari: (a)
listening and repeating, (b) listening for specific
phonological information (consonant, vowel sounds, syllable,
stress pattern), (c) looking at or observing the written for
shape, first and last letters, letters clusters, spelling, (d)
noticing grammatical information, and (e) copying and
organizing, 2) pronunciation, 3) word meaning adalah
belajar arti kosakata serta kaitannya dengan konsep materi
kosakata lainnya, dan 4) usage ialah mempelajari penggunaan
kosakata itu sendiri, (Barnes et al., 2021). Belajar kosakata
bahasa Inggris memerlukan aktifitas-aktifitas tertentu yang
dapat mempermudah para pengguna, salah satunya dengan
mengenali setiap benda di sekitar kita (Things around Us).
Pelakasanaan PKM kami ini dibagi ke dalam beberapa tahap,
yaitu:
Pelaksanaan PKM pertama berlangsung pada hari Sabtu
tanggal 3 April 2021, materi yang diberikan yaitu benda yang
things around the house. Materi ini mempermudah anak
santri untuk memahami kosakata yang dipelajari. Pelafalan
kosakata bahasa Inggris berkaitan dengan pengucapan
kosakata benda-benda yang ada di sekitar Panti Asuhan.
|207
Kosakata mendasar bahasa Inggris memerlukan latihan
secara berulang yang diharapkan dapat dilakukan secara
mandiri dan berkelompok agar materi yang disampaikan
lebih cepat dikuasai. Di akhir pertemuan diberikan latihan
untuk membantu anak santri mengingat kembali (recalling)
kosakata yang diberikan.
208|
diarahkan untuk memprakkannya Ketika melihat benda
tersbut. Selanjutnya, mereka harus melafalkan serta
menuliskannya ke catatan kecil mereka.
Pertemuan ketiga pada hari Minggu tanggal 17 April
2021 amak santri diberikan materi tentang things around us
“living and non-living”. Sebelum materi disampaikan, anak
santri diminta untuk mengulang kembali (repeating) materi
hari pertama dan kedua. Setelah itu, materi dilanjutkan
dengan cara mengenalkan (recognizing) kosakatanya kepada
anak santri. Kami menyebutkan benda-benda tersebut diikuti
oleh anak santri. Kegiatan ini dilakukan sampai anak santri
mampu melafalkan kosakata dengan baik.
|209
pelaksanaan PKM kami. Benda-benda yang kami kenalkan di
antaranya: chair, desk, cupboard, globe, dan benda-benda
lainnya yang ada di ruang kelas. Anak santri diarhkan untuk
mempraktekkannya agar kosakata tersebut bisa dipahami dan
diingat karena mereka mendengarnya secara berulang-ulang.
Di akhir kegiatan, anak santri diberikan latihan untuk
mengetahui pemahaman mereka dengan cara melafalkan dan
menuliskan kosakata yang telah diberikan.
Dari pelaksanaan PKM, anak santri juga dapat
melakukan kretifitas lainnya yang dianggap mudah,
contohnya, kita dapat menuliskan kosakata chair (kursi) di
selembar kertas kecil atau catatan tempel, kemudian
menempelkannya ke benda tersebut. Dengan demikian, setiap
kali kita melihat atau menggunakannya secara tidak lansung
kita akan terbiasa dan mengingat kosakata tersebut.
Penjelasan di atas didukung oleh (Sudrajat & Herlina,
2015), mereka mengemukakan bahwa “remember
(mengingat)” mengacu pada kapasitas seseorang untuk
mengingat informasi relevan dari memori. Remember terdiri
atas dua unsur: (a) recognizing (mengenali), dan (b) recalling
(mengingat kembali).
Berdasarkan pemaparan di atas, kegiatan Pengabdian
Kepada Masayarakat yang Kami lakukan di Panti Asuhan
Aisyiyah ini diharapkan dapat memberi bekal kepada anak
snatri panti dalam penguasaan Bahasa Inggris dasar mereka.
Akhir kata, terima kasih atas apresiasi dan dukungannya
kepada semua pihak yang sudah membantu dilaksanakannya
PKM ini. Kepada: Ketua Program Studi, Himpunan
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (HIMA
PBI) FKIP Universitas Muhammadiyah Luwuk yang telah
memfasilitasi dan mendukung keberhasilan program ini.
Selanjutnya, Kepada pimpinan Panti Asuhan Aisyiyah dan
anak santri yang sudah bekerjasama dan berpartisipasi aktif
dalam kegiatan ini.
210|
Daftar Pustaka
Barnes, M. A., Davis, C., Kulesz, P., & Francis, D. (2021).
Effects of semantic reinforcement, semantic
discrimination, and affix frequency on new word learning
in skilled and less skilled readers in Grades 6 to 12.
Journal of Experimental Child Psychology, 205.
https://doi.org/10.1016/j.jecp.2020.105083
Barnhart, C. A. (2008). The Facts on File Student’s Dictionary
of American English. In Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952.
Harlina, H., & Nur Yusuf, F. (2020). Tantangan Belajar
Bahasa Inggris di Sekolah Pedesaan Challenges of
Learning English in Rural School. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 20(3), 325–334.
Harmer, J. (2010).
The_Practice_of_English_Language_Teachin.pdf (p.
386).
https://www.academia.edu/25472823/The_Practice_of
_English_Language_Teaching_4th_Edition_Jeremy_H
armer
Sudrajat, H. N., & Herlina. (2015). Meningkatkan
Pemahaman Kosakata Bahasa Inggris Melalui Metode
Permainan Bingo Improving of the Mastery of English
Vocabulary. Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI, 10(2),
115.
|211
212|
MENEROKA PENDIDIKAN DI INDONESIA: SEBUAH
KONTEMPLASI
214|
Pelajaran produktif (jika di SMK) dengan jumlah jam yang
variatif. Rata-rata di jenjang SMK ada 16 mata pelajaran di
dalam raport.
Padahal untuk membangun generasi yang sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional tidak hanya mengisi ranah
kognitif. Manusia seutuhnya, (1) beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, pelajaran agama hanya dua jam dalam
sepekan. (2) memiliki budi pekerti yang luhur, belum tampak
keseriusan membangun budi pekerti. (3) Memiliki
pengetahuan dan keterampilan bisa diartikan dengan
kebekerjaan, di lapangan belum ada soft skill yang
diunggulkan. (4) kesehatan jasmani dan rohani, hal ini inklud
bersama PJOK, namun belum memupuk generasi yang kuat.
(5) kepribadian yang mantap dan mandiri, yang ditemukan
adalah pelajar yang ragu-ragu dan kurang mandiri pada usia
tujuh belas tahun.
Dari gambaran ironi di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan, bahwa pendidikan dasar di Indonesia belum
mengantarkan generasi siap menghadapi dunia pada usia
remaja. Seharusnya saat SLTP, mata pelajaran yang diberikan
adalah mapel yang menyiapkan generasi pada dunia,
misalnya ilmu hukum, baik hukum agama dan negara,
lingkungan, politik, kesehatan, kebersihan, ekonomi, dan
parenting. Mata pelajaran ini akan sangat bermanfaat untuk
kehidupan pelajar saat dewasa agar mereka tidak buta dengan
kehidupan.
Kondisi tersebut diperparah dengan masa pandemi. Saat
pandemi pelajar dan guru tidak dapat bertatap muka, namun
tetap bisa melakukan pembelajaran. Akhirnya, ketika
pandemi usai para pelajar menganggap bahwa tidak perlu lagi
susah-susah belajar karena semua jawaban telah tersedia di
internet apapun mata pelajarannya. Mereka fokus di internet
dan cenderung abai saat guru memberi penjelasan. Sekolah
dan belajar menjadi kegiatan yang mengekang dan
membosankan.
|215
Berbeda dengan masa lalu. Saat masyarakat masih
menggunakan aksara Arab (pegon). Masa kerajaan Islam.
Pendidikan dasar yang harus dilalui oleh para murid adalah
tiga saja, yaitu agama, penggemblengan fisik, dan
keterampilan hidup. Hal ini dapat ditemukan dalam banyak
cerita hikayat. Contohnya hikayat yang berjudul Hikayat
Indera Bangsawan.
“Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun
sampilah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji
kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji. Mereka
dititahkan pula mengaji kitab usul fiqih, hingga saraf, tafsir
sekaliannya diketahui. Setelah beberapa lamanya, mereka
belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu
peperangan. Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa
yang patut dirayakan dalam negeri karena kedua orang itu
sama-sama gagah. Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia
menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi
bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya:
barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang
dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja dalam negeri.”
Dalam kutipan hikayat tersebut diketahui, bahwa
pendidikan dasar dimulai dari usia tujuh tahun. Ilmu yang
dicari dan diberikan adalah mengaji (membaca Alquran).
Selesai ilmu membaca kitab suci adalah ilmu usul fiqih. Usul
fikih ini mengajarkan sejumlah tata cara beribadah dan
bermuamalah. Selanjutnya ilmu saraf dan tafsir: ilmu yang
mengasah kemampuan menggunakan bahasa dengan baik
dan benar. Setelah mahir ilmu dasar, para pelajar akan diberi
ilmu senjata dan strategi perang. Menurut para ahli sejarah,
semua ilmu yang dipelajari tersebut selesai pada usia balig/
rata-rata 15-17 tahun. Saat usia 18 tahun ke atas, seorang anak
dianggap telah dewasa dan mandiri.
Pendidikan seperti ini membekali anak untuk siap
melalui kehidupan dewasa. Perilakunya didasarkan oleh ilmu
agamanya. Jasmani dan rohaninya sehat dan kuat karena
216|
penggeblengan ilmu kanuragan. Sedangkan, ilmu
keterampilan hidup untuk bekal mencari penghidupan.
Setelah dibandingkan baik proses dan hasilnya.
Kesimpulan penulis adalah sebagai berikut. (1) Sistem
pendidikan yang berkiblat ke Barat tidak semuanya bisa
diterapkan kepada masyarakat Indonesia. (2) Mata pelajaran
pendidikan di Indonesia harus segera disederhanakan. Hal ini
dilakukan agar pelajaran untuk membangun manusia
seutuhnya mendapatkan tempat. (3) Menambah muatan soft
skill di sekolah. (4) Menyedarhanakan jenjang pendidikan
agar masyarakat dapat cepat berkarya pada usia muda yang
penuh dengan kekuatan dan idealisme.
Dari kontemplasi hasil sistem pendidikan selama ini.
Kemudian membandingkannya dengan zaman kejayaan
nusantara, sudah saatnya para pemangku kebijakan
meneroka sistem pendidikan baru. Yaitu, pendidikan yang
efektif dan efisien untuk mengantar generasi muda di
Indonesia menyongsong Indonesia emas pada tahun 2045.
Daftar Pustaka
Asari, Budi. 2020. Remaja antara Hijaz dan Amerika.
Depok: Pustaka Nabawiyah.
Istiqomah. 2018. Pembelajaran dan Penilaian Higher Order
Thinking Skills, Teori dan Inspirasi Pembelajaran untuk
Meyongsong Era Revolusi Industri 4.0. Surabaya:
Pustaka Media Guru.
Suherli, dkk. 2017. Bahasa Indonesia SMA/MA/ SMK/ MAK
kelas X. Jakarta. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
|217