DEASY GITASARI
21100113120040
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
SEMARANG
NOVEMBER 2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Tanggal, 25 November 2016
Dosen Pembimbing,
ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
LAPORAN SEMINAR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Deasy Gitasari
NIM. 21100113120040
iii
KATA PENGANTAR
Menurut Ishlah (2009), pasir besi adalah bijih laterit dengan kandungan
pokok berupa mineral oksida besi. Pasir besi biasanya mengandung juga beberapa
mineral oksida logam lain, seperti vanadium, titanium, dan krominum dalam
jumlah kecil. Pasir besi memiliki warna hitam, kilap logam, berat jenis 1,8 ton/m3,
ukuran butirannya berkisar antara 2-161 mm dan memiliki sifat kemagnetan yang
tinggi. Persyaratan utama yang harus dipenuhi suatu endapan pasir besi agar dapat
dimanfaatkan adalah kandungan besinya harus lebih dari 51,5%. Pasir besi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri semen dalam pembuatan beton.
Berdasarkan kejadiannya, endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu endapan besi primer yang terjadi karena proses hidrotermal, endapan
besi laterit yang terbentuk akibat proses pelapukan, dan endapan pasir besi yang
terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika
(Kisman, 2005). Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di berbagai
daerah di Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.
Pembentukan endapan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung, Malang
sangat bergantung kepada tatanan geologinya (geologic setting) dan susunan
batuan yang menyusun daerah Malang selatan. Endapan yang mempengaruhi
dalam proses pembentukan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung diindikasikan
termasuk kedalam endapan tipe ketiga atau endapan yang terjadi karena proses
rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika (placer deposit). Metoda
penambangan yang diterapkan dalam penambangan pasir besi di Pantai
Jolangkung, Malang adalah sistem penambangan terbuka (open pit) dengan
metoda conventional truck and shovel. Akibat adanya kegiatan penambangan
pasir besi ini menimbulkan beberapa dampak positif dan dampak negatif.
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Seminar 2016 ini dengan baik. Diharapkan dengan dibuatnya tulisan ini,
dapat memberi informasi dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Dalam
kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yoga Aribowo, ST., MT selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan banyak pengarahan serta didikan yang sangat bermanfaat
2. Kedua orangtua Penulis, Bapak Eko Muntono dan Ibu Siti Asmah,
adik Gebby Tamara Sukma yang selalu memberikan doa, dukungan
moril dan materiil, serta motivasi kepada Penulis.
3. Teman-teman dalam kelompok bimbingan yang telah banyak
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.
4. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2013 yang selalu memberi
motivasi dan dukungannya serta HMTG MAGMADIPA UNDIP
selaku himpunan mahasiswa yang menaungi Penulis.
5. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Oleh karena keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam penulisan
Seminar ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis
v
ABSTRAK
Kegiatan eksploitasi sumberdaya mineral atau bahan galian seperti
pasir besi merupakan salah satu pendukung sektor pembangunan baik secara fisik,
ekonomi maupun sosial. Kebutuhan bahan baku besi dalam industri alat berat
seperti industri baja/konstruksi, otomotif serta industri alat berat lainnya pada
tahun-tahun terakhir ini permintaannya meningkat secara tajam. Penambangan
pasir besi memang dianggap memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di Kabupaten Malang.
Pantai Jolangkung, Malang merupakan pantai dengan bentuklahan tebing
yang terjal akibat dari hasil bentukan erosi laut. Secara fisik substrat Pantai
Jolangkung terdiri dari substrat yang didominasi pasir putih dan pasir besi (Sallim,
2014). Pasir besi yang ada di pantai Jolangkung menurut beberapa sumber
memiliki asal yang berbeda. Adanya endapan pasir besi di sepanjang pantai ini
dulunya berasal dari gunung berapi di sekitar yang memiliki batuan bersifat
andesit hingga basaltik. Hal ini diakibatkan oleh kondisi geologi Pulau Jawa yang
terletak pada zona subduksi antara lempeng benua Indo-Australia dengan lempeng
samudra Hindia. Proses pembentukan endapan pasir besi terdiri dari proses
pelindihan, transportasi dan akumulasi serta pengendapan.
Metoda penambangan yang diterapkan dalam penambangan pasir besi di
Pantai Jolangkung, Malang adalah sistem penambangan terbuka (open pit) dengan
metoda conventional truck and shovel dan metode dredging. Besarnya permintaan
pasar terhadap pasir besi turut mendorong berkembangnya kegiatan penambangan
ini dengan pesat. Namun penambangan pasir besi sering dikonotasikan sebagai
salah satu kegiatan yang merusak lingkungan. Hal itu dapat terjadi karena
kegiatan penambangan tidak dikelola dengan baik dan benar sehingga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
vi
ABSTRACT
Exploitation of mineral resources or minerals such as iron sand is one of the
supporters of the construction sector both physically, economically and socially.
Iron raw material requirements in heavy industry such as steel industry/
construction, automotive and other heavy equipment industry in recent years this
demand is rising sharply. Iron sands mining is considered to provide a substantial
contribution to the improvement of people's income, especially in Malang.
Jolangkung beach, Malang is a beach with sheer rock landforms result from
the formation of sea erosion. Physically substrate consists of a substrate
Jolangkung beach predominantly white sand and iron sand (Sallim, 2014). Iron
sand on beaches Jolangkung according to several sources have a different origin.
The deposition of iron sands along the beach was once derived from the volcano
around that has to basaltic rock is andesite. This is due to the geological
conditions of the island of Java which is located on the continental subduction
zone between the Indo-Australian plate with the plate Indian Ocean. The process
of formation of iron sand deposits consist of pelindihan process, transport and
accumulation and deposition.
The mining method applied in iron sand mining in Turkish Jolangkung,
Malang is a system of open pit mining (open pit) with a conventional truck and
shovel methods and methods of dredging. The size of the market demand for iron
ore has contributed to the development of these activities rapidly. However, iron
sand mining is often interpreted as one of the activities that damage the
environment. It can happen because of mining activities is not managed properly
so that it can have a negative impact on the environment.
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbedaan Pokok UU No.11 Tahun 1967 dan UU No.4 Tahun 2009 ...... 8
Tabel 1.2 Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam (Pusat Sumber Daya
Geologi, 2015) ........................................................................................ 10
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi Secara Total Mining
(Djajakirana, 2009) ....................................................................... 30
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui, karena proses pembentukannya
yang sangat lama. Menurut Yulianto dkk, (2002), bahwa endapan pasir besi
memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (-Fe2O3)
dan maghemit (-Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai bahan industri. Misalnya magnetit yang dapat digunakan
sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer
laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita kaset. Ketiga mineral
magnetik di atas juga digunakan sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat,
serta bahan dasar untuk industri magnet permanen (Bijaksana, 2002).
Definisi di atas sekarang ini sudah tidak tepat lagi, karena dengan semakin
berkembangnya teknologi industri manufaktur menuntut produk-produk bahan
galian industri sebagai bahan baku yang mempunyai spesifikasi tertentu (uniform
berderajad tinggi), dimana untuk memperolehnya kadang-kadang memerlukan
proses pengolahan yang panjang dan kompleks. Demikian pula dengan batas-batas
bahan galian industri sangat sukar ditetapkan, sebagai contoh, bahan galian kromit,
zirkon, bauksit, mangan, dan tanah jarang yang merupakan bahan galian logam,
namun dapat pula diklasifikasikan sebagai bahan galian industri bila produknya
berbentuk mineral yang telah diolah dan digunakan langsung sebagai bahan baku
dalam industri manufaktur.
Dalam industri manufaktur dan konstruksi, peranan bahan galian industri
sebagai bahan baku sangat penting, yang pada umumnya berfungsi untuk
memperbaiki mutu ataupun untuk memperoleh produk akhir dengan spesifikasi
tertentu. Tidak sama halnya dengan bahan galian logam. Dalam bahan galian
industri tidak dikenal adanya proses daur-ulang dari produk padat mineral (kecuali
gelas), serta tidak ada bahan substitusi selain di antara bahan galian itu sendiri. Oleh
karena itu pemerintah dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) mengajukan Undang-Undang mengenai pengaturan Mineral dan
Batubara. Dengan terbitnya undang-undang tersebut diharapkan penggolongan
bahan galian akan sesuai dengan perkembangan teknologi dan industri yang
menggunakan bahan baku bahan galian non logam.
Di Indonesia, keterdapatan mineral non logam (bahan galian industri)
terdapat didalam semua formasi batuan. Mulai dari formasi batuan berumur Pra-
Tersier sampai Kuarter, baik yang berasosiasi dengan batuan beku dalam dan
batuan volkanik maupun berasosiasi dengan batuan sedimen dan batuan malihan.
Mineral non logam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia hidup tidak terlepas dari bahan galian itu. Dengan
kata lain bahwa mineral non logam sebenarnya sangat vital bagi kehidupan
manusia, hampir semua peralatan rumah tangga, gedung, bangunan air, obat,
kosmetik, alat tulis dan gambar, barang pecah belah dan lain-lain, dibuat langsung
atau dari hasil pengolahan bahan galian tersebut.
6
Pada tahun ini terdapat beberapa kenaikan besaran sumber daya dan
cadangan beberapa jenis komoditas mineral logam yang cukup signifikan. Hal ini
sebagai hasil kegiatan inventarisasi data, verifikasi data, temuan baru dari hasil
kegiatan eksplorasi perusahaan maupun Pusat Sumber Daya Geologi dan
perubahan status dari sumber daya menjadi cadangan. Beberapa komoditi yang
mengalami kenaikan sumber daya salah satu diantaranya adalah konsentrat pasir
besi. Kenaikan nilai sumber daya komoditi-komoditi tersebut dapat terlihat pada
Gambar 1.2 yang menunjukkan kenaikan statistik sumber daya dan cadangannya.
(Pusat Sumber Daya Geologi, 2015).
11
Gambar 1.2. Statistik Sumber Daya dan Cadangan Konsentrat Pasir Besi Tahun 2011 s.d 2015.
Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di berbagai daerah di
Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua (Gambar 1.3 dan Gambar 1.4).
Gambar 1.3. Peta Persebaran Cadangan Pasir Besi di Indonesia (Gunawan, dkk, 2013).
Gambar 1.4. Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah Indonesia (Pusat Sumber Daya Geologi, 2012).
12
13
Salah satu wilayah yang menjadi produsen utama pasir besi di Indonesia
adalah daerah Jawa Timur. Potensi endapan pasir besi di Jawa Timur cukup
melimpah. Menurut data Dinas ESDM (2010), diperkirakan jutaan ton pasir besi di
kabupaten Malang terdapat di kecamatan Donomulyo dan kecamatan Gedangan.
Kecamatan Donomulyo dan Kecamatan Gedangan merupakan kecamatan yang
terletak paling selatan barat dari kabupaten Malang dan mempunyai kontur
bergunung dengan letak geografis yang berbatasan dengan kabupaten Blitar. Data
ESDM terkait IPR (Izin Pertambangan Rakyat) menyebutkan, untuk logam atau
pasir besi dengan badan usaha koperasi, ada di pantai-pantai di wilayah Kecamatan
Donomulyo dan Kecamatan Gedangan yang terdiri dari Pantai Kondang Merak,
Pantai Jonggring Saloko, Pantai Kondang Iwak, Pantai Kondang Menjangan, Pantai
Kondang Pakem, Pantai Kondang Bandung dan Pantai Jolangkung.
Pantai Jolangkung merupakan sebuah pantai di pesisir selatan Pulau Jawa
yang secara administratif berada di Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan,
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pantai ini persis di pinggir jalan lintas selatan.
Morfologi di sekitar pantai berupa perbukitan tinggi yang membentuk karang-
karang cukup terjal dan memanjang sekitar 300 m di sepanjang pantai. Akses untuk
menuju ke Pantai Jolangkung harus melalui jalan-jalan yang rusak cukup parah.
Selain kondisi jalannya yang penuh dengan batuan berukuran kerakal hingga
bongkah, juga banyak terdapat tanjakan curam dengan kemiringan sekitar 70. Di
sisi kanan dan kiri jalan nampak hutan-hutan yang sudah gundul. Kondisi ini sedikit
menggambarkan dari dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan pasir
besi di daerah tersebut.
I.6.5 Bagaimana metode dan dampak kegiatan penambangan pasir besi di Pantai
Jolangkung?
BAB II
TATANAN GEOLOGI
b. Formasi Wonosari (Tmwl) terdiri dari batugamping, napal pasiran, dan sisipan
batulempung kebiruan. Batugamping terdiri dari batugamping terumbu,
batugamping kristalin, dan batugamping pasiran.
2. Batuan Gunungapi
a. Formasi Mandalika (Tomm) terdiri dari lava andesit, basal, trakit, dasit, dan
breksi andesit. Lava andesit terdiri dari andesit piroksen, andesit hornblenda.
Lava Basal umumnya terdiri dari basal piroksen.
Anggota Tuf Formasi Mandalika (Tomt) terdiri dari tuf andesit, tuf riolit, tuf
dasit, dan breksi tuf yang berbatu apung. Umumnya tuf memperlihatkan
struktur perlapisan yang baik. Anggota tuf ini menjari dengan Formasi
Mandalika dan berumur oligosen-miosen.
b. Formasi Wuni (Tmw) terdiri dari breksi dan lava bersusunan andesit-basal,
breksi tuf, breksi lahar dan tuf pasiran. Breksi berkomponen andesit dan basal,
mengandung kepingan-kepingan kalsedon. Lava andesit-basal terdiri dari
andesit piroksen sampai basal berwarna abu-abu kehitaman pejal dan porfiri.
Satuan ini menindih secara tak selaras dengan batuan berumur oligosen akhir
hingga awal Miosen tengah dan menjari dengan Formasi Nampol.
c. Endapan Gunungapi Buring (Qpvb) terdiri dari lava basal dan tuf pasiran. Lava
berwarna abu-abu kehitaman berstruktur kasatmata hingga tak kasat mata. Tuf
pasiran berwarna putih coklat kelabu dan keruh, komponen felspar, kaca,
batuapung, mineral hitam dan pecahan batuan berbutir pasir-lapili.
d. Endapan Tuf Gunungapi terdiri dari tuf kasar berbatu apung. Tuf berwarna
coklat muda, kemerahan, butir kasar (lapili) hingga halus. van Bemmelen (1937
dalam Suyanto, 1992) menyatakan bahwa endapan gunungapi ini dihasilkan oleh
kelompok gunungapi Kuarter Muda diantaranya G. Tengger, G. Jembangan, G.
Semeru, G. Butak dan G. Buring. Endapan Tuf ini disetarakan dengan Tuf
Malang (Santosa, 1989 dalam Suyanto, 1992).
17
Gambar 2.1. Peta Lembar Geologi Turen. Stratigrafi Geologi Malang Selatan (Santosa, 1992).
Berdasarkan sistem sungai di atas, tampak pasir besi yang berasal dari
gunung berapi, mengalir melewati sungai, berkumpul di sepanjang sungai terutama
pada lekukan sungai, dan mengendap di sungai, muara, hingga menuju laut. Ombak
yang menyapu di sepanjang pantai membuat pasir besi terpilahkan dan menjadi
butiran bebas, yang terkayakan, dimana mineral dengan nilai specific gravity tinggi
akan mengendap, sedangkan mineral yang mempunyai nilai specific gravity rendah
akan tercuci dan terbuang. Proses ini terjadi berulang-ulang, sehingga bisa
terbentuk menjadi endapan pasir besi yang ditemukan di sungai maupun di pantai.
20
BAB III
GENESA ENDAPAN PASIR BESI
Gambar 3.2. Zona Perlapisan dari Endapan Pasir Besi (a) Lebih dekat dengan arus gelombang
air laut (b) Jauh dengan arus gelombang air laut (Hume et al, 2013).
Gambar 3.3. (1) Intercalation of white clean sand grain and black iron sand (2) The close up
picture of the layering. (3) The picture of mixing white clean sand grain and the
black iron sand near shore (Jensen, 1981).
nearshore zone. Sedangkan bagian atau wilayah yang sering menjadi lokasi
penambangan berada pada wilayah berm, swash zone dan surf zone (Gambar 3.5
dan Gambar 3.6).
Gambar 3.5. Zona-zona endapan pasir besi akibat adanya aktivitas gelombang laut (Fletcher et al,
2003).
Gambar 3.6. Zona Endapan Pasir Besi. Pasir besi bisa terendapkan di front dunes (National Park
Service, Cape Lookout, Geologic Activity).
geologi Pulau Jawa yang terletak pada zona subduksi antara lempeng benua Indo-
Australia dengan lempeng samudra Hindia. Tumbukan antara kedua lempeng ini
mengakibatkan aktivitas magmatisme yang menghasilkan tipe magma andesitik
sebagai akibat dari pencampuran hasil partial melting dari lempeng benua yang
bersifat asam dengan lempeng samudra yang bersifat basa. Magmatisme tersebut
kemudian muncul ke permukaan dalam bentuk gunungapi dan intrusi. Di sisi lain,
sungai yang ada di sekitar wilayah pantai memberikan sumbangan untuk
pengendapan pasir besi yang ada di pantai Jolangkung. Sungai ini menjadi muara
dari beberapa sungai yang berhulu pada Gunung Kawi dan Gunung Semeru.
Sebagaimana dalam geologi regional daerah sekitar, beberapa gunungapi tersebut
memiliki komposisi yang bersifat andesitik.
Kisman (2005) menegaskan keterjadian endapan pasir besi di sepanjang
pantai selatan diperkirakan terjadi karena proses pelindihan, transportasi dan
akumulasi serta pengendapan. Pasir besi yang ada memiliki pola persebaran yang
berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini karena:
1. Batuan induk, merupakan sumber asal dari terbentuknya endapan pasir besi.
2. Faktor disintegrasi fisika dan kimia seperti suhu, erosi dan transportasi sungai,
pengaruh arus laut sebagai pengeruk dan pembawa material bawah laut.
3. Faktor topografi (kemiringan), merupakan tempat dimana endapan pasir besi
terbentuk dan terakumulasi.
4. Arus air yang menyebabkan terbentuknya pengayaan tersebut.
27
BAB IV
METODA DAN DAMPAK PENAMBANGAN
Gambar 4.1. Metoda konvensional truk dan shovel pada aktivitas penambangan di Pantai
Jolangkung, Malang.
Selain dengan metode conventional truck and shovel pasir besi juga dapat
ditambang dengan metode dredging, dengan menggunakan kapal keruk seperti
pada penambangan timah. Penggunaan kapal keruk ini dikarenakan endapan placer
pasir besi yang berada di bawah laut, sehingga tidak mungkin menggunakan metode
conventional truck and shovel. Sistemnya hampir sama dengan kapal keruk untuk
mengeksploitasi timah hanya saja bedanya kapal keruk untuk pasir besi sudah
dilengkapi dengan separator magnetik sehingga ketika pasir besi dikeruk ke atas
kapal, raw material langsung masuk ke dalam separator magnetik. Konsentrat yang
dihasilkan kemudian ditumpahkan ke tongkang yang kemudian ditransportasi ke
vessel untuk didistribusikan kepada konsumen ataupun bisa langsung dibawa ke
konsumen. Sedangkan tailing yang dihasilkan kembali dibuang ke laut. Proses
tersebut berlangsung terus menerus.
Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi Secara Total Mining (Djajakirana, 2009)
31
pantai tumbuh di sepanjang jalur pantai. Tapi kini sudah mulai tergerus oleh
kegiatan penambangan.
b. Rusaknya jalan raya
Kerusakan yang paling parah akibat dari kegiatan pertambangan pasir besi ini
adalah rusaknya jalan raya yang menjadi penghubung jalur pantai selatan. Keadaan
ini menyebabkan arus transportasi barang dan manusia menjadi terhambat.
c. Tingkat polusi udara yang makin meningkat
Hal ini disebabkan oleh hilir mudiknya truk-truk pengangkut pasir besi yang
melintas.
33
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pasir besi merupakan salah satu bahan galian non logam dari kelompok bijih
besi, sejenis pasir berwarna gelap yang mengandung partikel bijih besi
(magnetit) yang terdapat di sepanjang pantai. Umumnya, pasir besi terdiri atas
mineral opak yang telah bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non-
logam. Mineral opak yang terkandung dalam pasir besi antara lain magnetit,
titaniferous magnetit, ilmenit, limonit dan hematit.
Endapan besi yang ditemukan di Indonesia umumnya terdiri dari tiga jenis
endapan, yaitu bijih besi laterit, besi primer, besi sedimen dan pasir besi
(Ishlah, 2009:6). Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi 2015 Sumber
Daya dan Cadangan Mineral Besi, khususnya pasir besi ialah berupa
sumberdaya bijih sebesar 4.459.586.351 ton dan cadangan bijih sebesar
808.938.227 ton. Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di
berbagai daerah di Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.
Berdasarkan kejadiannya, endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu endapan besi primer yang terjadi karena proses hidrotermal,
endapan besi laterit yang terbentuk akibat proses pelapukan, dan endapan
pasir besi yang terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara
kimia dan fisika (Kisman, 2005). Endapan yang mempengaruhi dalam proses
pembentukan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung diindikasikan termasuk
kedalam endapan tipe ketiga atau endapan yang terjadi karena proses
rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika (placer deposit).
Bentuk dari pasir besi akan angular jika dekat dengan daerah erupsi gunung
berapi sedangkan bentuknya akan granular jika jauh dari erupsi gunung
berapi. Pasir besi memiliki warna yang gelap kehitaman karena banyak
mengandung mineral dengan dominan unsur besi. Mineral yang mendominasi
34
DAFTAR PUSTAKA
Rovicky, D, P. 2008. Gumuk Pasir (Sand Dune), Morfologi Hasil Ukiran Angin.
Posted on 9 Juni 2008. http://www.wikipedia.com. (Diakses pada tanggal 28
September 2016 pukul 09.00 WIB)
Rusianto, T. 2012. The Potential of Iron Sand from The Coast South of Bantul
Yogyakarta as Raw Ceramic Magnet Materials. Jurnal Teknologi, Volume
5, Page. 62-69
Sallim, I. 2014. Analisa Sedimen Laut Pantai Jolangkung, Malang Selatan,
Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya
Santoso, S., dan Suwarti, T. 1992. Peta Geologi Lembar Malang, Jawa 1:100.000.
P3GL. Bandung
Sumich, J, L., 1992. An Introduction to The Biology Of Marine Life. Ed ke-5.
Dubuque: WmC Brown.
Suryadi, A. 2001. Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi dengan Pasir
Besi Sebagai Cementitious.Abstraksi. Surabaya: ITS.
Suyanto. 1992. Geologi Lembar Turen, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung
van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus Nijhoff, vol.
1A, Netherlands.