Anda di halaman 1dari 49

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMINAR TAHUN AJARAN 2016/2017

KAJIAN GENESA, POTENSI DAN DAMPAK


PENAMBANGAN PASIR BESI TERHADAP LINGKUNGAN DI
DAERAH PANTAI JOLANGKUNG, MALANG, JAWA TIMUR

DEASY GITASARI
21100113120040

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

SEMARANG
NOVEMBER 2016

i
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ini disusun oleh :


Nama : Deasy Gitasari
NIM : 21100113120040
Jurusan/Program Studi : Teknik Geologi
Judul Seminar : Kajian Genesa, Potensi dan Dampak Penambangan
Pasir Besi terhadap Lingkungan di Daerah Pantai
Jolangkung, Malang, Jawa Timur

Telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing sebagai bagian


persyaratan dalam Kurikulum Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro

Menyetujui,
Tanggal, 25 November 2016
Dosen Pembimbing,

Yoga Aribowo, ST., MT


NIP. 19790617 20050110 03

ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
LAPORAN SEMINAR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Diponegoro, Saya yang bertanda


tangan dibawah ini:
Nama : Deasy Gitasari
NIM : 21100113120040
Program Studi : Teknik Geologi
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Karya Tulis Seminar
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan
kepada Univertitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Non-eksklusif. Atau karya
tulis seminar Saya yang berjudul:
Kajian Genesa, Potensi, dan Dampak Penambangan Pasir Besi terhadap
Lingkungan di Daerah Pantai Jolangkung, Malang, Jawa Timur
Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti
Non-eksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan, mengalihmedia/
format kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan karaya tulis seminar Saya sebagai penulis dan sebagai pemilik
Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, 25 November 2016


Penulis,

Deasy Gitasari
NIM. 21100113120040

iii
KATA PENGANTAR

Menurut Ishlah (2009), pasir besi adalah bijih laterit dengan kandungan
pokok berupa mineral oksida besi. Pasir besi biasanya mengandung juga beberapa
mineral oksida logam lain, seperti vanadium, titanium, dan krominum dalam
jumlah kecil. Pasir besi memiliki warna hitam, kilap logam, berat jenis 1,8 ton/m3,
ukuran butirannya berkisar antara 2-161 mm dan memiliki sifat kemagnetan yang
tinggi. Persyaratan utama yang harus dipenuhi suatu endapan pasir besi agar dapat
dimanfaatkan adalah kandungan besinya harus lebih dari 51,5%. Pasir besi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri semen dalam pembuatan beton.
Berdasarkan kejadiannya, endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu endapan besi primer yang terjadi karena proses hidrotermal, endapan
besi laterit yang terbentuk akibat proses pelapukan, dan endapan pasir besi yang
terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika
(Kisman, 2005). Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di berbagai
daerah di Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.
Pembentukan endapan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung, Malang
sangat bergantung kepada tatanan geologinya (geologic setting) dan susunan
batuan yang menyusun daerah Malang selatan. Endapan yang mempengaruhi
dalam proses pembentukan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung diindikasikan
termasuk kedalam endapan tipe ketiga atau endapan yang terjadi karena proses
rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika (placer deposit). Metoda
penambangan yang diterapkan dalam penambangan pasir besi di Pantai
Jolangkung, Malang adalah sistem penambangan terbuka (open pit) dengan
metoda conventional truck and shovel. Akibat adanya kegiatan penambangan
pasir besi ini menimbulkan beberapa dampak positif dan dampak negatif.

iv
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Seminar 2016 ini dengan baik. Diharapkan dengan dibuatnya tulisan ini,
dapat memberi informasi dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Dalam
kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yoga Aribowo, ST., MT selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan banyak pengarahan serta didikan yang sangat bermanfaat
2. Kedua orangtua Penulis, Bapak Eko Muntono dan Ibu Siti Asmah,
adik Gebby Tamara Sukma yang selalu memberikan doa, dukungan
moril dan materiil, serta motivasi kepada Penulis.
3. Teman-teman dalam kelompok bimbingan yang telah banyak
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.
4. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2013 yang selalu memberi
motivasi dan dukungannya serta HMTG MAGMADIPA UNDIP
selaku himpunan mahasiswa yang menaungi Penulis.
5. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Oleh karena keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam penulisan
Seminar ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semarang, 25 November 2016

Penulis

v
ABSTRAK
Kegiatan eksploitasi sumberdaya mineral atau bahan galian seperti
pasir besi merupakan salah satu pendukung sektor pembangunan baik secara fisik,
ekonomi maupun sosial. Kebutuhan bahan baku besi dalam industri alat berat
seperti industri baja/konstruksi, otomotif serta industri alat berat lainnya pada
tahun-tahun terakhir ini permintaannya meningkat secara tajam. Penambangan
pasir besi memang dianggap memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di Kabupaten Malang.
Pantai Jolangkung, Malang merupakan pantai dengan bentuklahan tebing
yang terjal akibat dari hasil bentukan erosi laut. Secara fisik substrat Pantai
Jolangkung terdiri dari substrat yang didominasi pasir putih dan pasir besi (Sallim,
2014). Pasir besi yang ada di pantai Jolangkung menurut beberapa sumber
memiliki asal yang berbeda. Adanya endapan pasir besi di sepanjang pantai ini
dulunya berasal dari gunung berapi di sekitar yang memiliki batuan bersifat
andesit hingga basaltik. Hal ini diakibatkan oleh kondisi geologi Pulau Jawa yang
terletak pada zona subduksi antara lempeng benua Indo-Australia dengan lempeng
samudra Hindia. Proses pembentukan endapan pasir besi terdiri dari proses
pelindihan, transportasi dan akumulasi serta pengendapan.
Metoda penambangan yang diterapkan dalam penambangan pasir besi di
Pantai Jolangkung, Malang adalah sistem penambangan terbuka (open pit) dengan
metoda conventional truck and shovel dan metode dredging. Besarnya permintaan
pasar terhadap pasir besi turut mendorong berkembangnya kegiatan penambangan
ini dengan pesat. Namun penambangan pasir besi sering dikonotasikan sebagai
salah satu kegiatan yang merusak lingkungan. Hal itu dapat terjadi karena
kegiatan penambangan tidak dikelola dengan baik dan benar sehingga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Kata kunci : Genesa Pasir Besi, Kegiatan Eksploitasi, Dampak Penambangan

vi
ABSTRACT
Exploitation of mineral resources or minerals such as iron sand is one of the
supporters of the construction sector both physically, economically and socially.
Iron raw material requirements in heavy industry such as steel industry/
construction, automotive and other heavy equipment industry in recent years this
demand is rising sharply. Iron sands mining is considered to provide a substantial
contribution to the improvement of people's income, especially in Malang.
Jolangkung beach, Malang is a beach with sheer rock landforms result from
the formation of sea erosion. Physically substrate consists of a substrate
Jolangkung beach predominantly white sand and iron sand (Sallim, 2014). Iron
sand on beaches Jolangkung according to several sources have a different origin.
The deposition of iron sands along the beach was once derived from the volcano
around that has to basaltic rock is andesite. This is due to the geological
conditions of the island of Java which is located on the continental subduction
zone between the Indo-Australian plate with the plate Indian Ocean. The process
of formation of iron sand deposits consist of pelindihan process, transport and
accumulation and deposition.
The mining method applied in iron sand mining in Turkish Jolangkung,
Malang is a system of open pit mining (open pit) with a conventional truck and
shovel methods and methods of dredging. The size of the market demand for iron
ore has contributed to the development of these activities rapidly. However, iron
sand mining is often interpreted as one of the activities that damage the
environment. It can happen because of mining activities is not managed properly
so that it can have a negative impact on the environment.

Keywords: Iron Sand Genesis, Exploitation, Impact of Mining

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.....................iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
I.2 Deskripsi Umum Pasir Besi ........................................................ 2
I.3 Peraturan dan Undang-Undang Bahan Galian Bukan Logam .... 3
I.4 Komoditi Sampingan dalam Pasir Besi ..................................... 9
I.5 Keterdapatan dan Produsen Utama Pasir Besi di Indonesia .... 10
I.6 Rumusan Masalah ..................................................................... 13
I.7 Tujuan dan Manfaat .................................................................. 14
BAB II TATANAN GEOLOGI
II.1 Geologi Regional Malang Selatan ........................................... 15
II.2 Mettalogenic Province dan Tatanan Geologi dari Pembentukan
Tipe Endapan ............................................................................ 17
BAB III GENESA ENDAPAN PASIR BESI
III.1 Jenis Batuan Induk .................................................................. 20
III.2 Proses Genesa Endapan Pasir Besi ......................................... 20
III.3 Bentuk dan Variasi Endapan Pasir Besi .................................. 21
III.4 Zona-Zona yang Muncul pada Endapan Pasir Besi ................ 23
III.5 Endapan Pasir Besi di Pantai Jolangkung ............................... 24
BAB IV METODE DAN DAMPAK PENAMBANGAN
IV.1 Metode Penambangan Pasir Besi ............................................ 27
viii
IV.2 Metode Pengolahan Pasir Besi ............................................... 28
IV.3 Dampak Penambangan Pasir Besi ......................................... 31
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan .............................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbedaan Pokok UU No.11 Tahun 1967 dan UU No.4 Tahun 2009 ...... 8
Tabel 1.2 Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam (Pusat Sumber Daya
Geologi, 2015) ........................................................................................ 10

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Pasir Besi ........................................................................................ 3


Gambar 1.2. Statistik Sumber Daya dan Cadangan Konsentrat Pasir Besi Tahun
2011 s.d 2015 ................................................................................ 11
Gambar 1.3. Peta Persebaran Cadangan Pasir Besi di Indonesia (Gunawan, dkk,
2013) ............................................................................................. 11
Gambar 1.4. Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah
Indonesia (Pusat Sumber Daya Geologi, 2012) ............................ 12
Gambar 2.1. Peta Lembar Geologi Turen. Stratigrafi Geologi Malang Selatan
(Santoso, 1992) ............................................................................. 17
Gambar 2.2. Sebaran Gunung Api di Indonesia ................................................ 18
Gambar 2.3. Sistem Sungai, Alur Transportasi Material ................................... 19
Gambar 3.1. Skema Endapan Pasir Besi (Putranto, 2008) ................................ 21
Gambar 3.2. Zona Perlapisan dari Endapan Pasir Besi (a) Lebih dekat dengan
arus gelombang air laut (b) Jauh dengan arus gelombang air laut
(Hume et al, 2013) ........................................................................ 22
Gambar 3.3. (1) Intercalation of white clean sand grain and black iron sand,
showing beautiful layering. (2) The close up picture of the layering.
(3) The picture of mixing white clean sand grain and the black iron
sand near shore (Jensen, 1981) .................................................... 23
Gambar 3.4. Zona Keterdapatan Pasir Besi (Fletcher et al, 2003) .................... 23
Gambar 3.5. Zona-zona endapan pasir besi akibat adanya aktivitas gelombang
laut (Fletcher et al, 2003) ............................................................... 24
Gambar 3.6. Zona Endapan Pasir Besi. Pasir besi bisa terendapkan di front dunes
(National Park Service, Cape Lookout, Geologic Activity) .......... 24
Gambar 4.1. Metoda konvensional truk dan shovel pada aktivitas penambangan
di Pantai Jolangkung, Malang ...................................................... 28
Gambar 4.2. Magnetic Separator (Malada, 2012) ............................................. 29
Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi (Djajakirana, 2009) ............ 30

xi
Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi Secara Total Mining
(Djajakirana, 2009) ....................................................................... 30

xii
1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bukti ketergantungan bangsa Indonesia kepada alam dapat dilihat
dari pemanfaatan sumber daya alam yang besar-besaran tanpa melihat kelanjutan
fungsinya. Pada masa sentralisasi pemerintahan, kegiatan eksploitasi terhadap
sumber daya alam yang tidak berwawasan lingkungan masih terbatas pada
pemanfaatan wilayah-wilayah yang strategis saja, namun dewasa ini setiap daerah
saling belomba-lomba mengeksploitasi dan memanfaatkan kekayaan alam masing-
masing. Kegiatan eksploitasi sumberdaya mineral atau bahan galian seperti
pasir besi merupakan salah satu pendukung sektor pembangunan baik secara fisik,
ekonomi maupun sosial.
Kebutuhan bahan baku besi dalam industri alat berat seperti industri
baja/konstruksi, otomotif serta industri alat berat lainnya, pada tahun-tahun terakhir
ini permintaannya meningkat secara tajam. Besi sebagai salah satu bahan baku
utama dalam industri baja dan industri alat berat lainnya di Indonesia,
keberadaannya akhir-akhir ini memiliki peranan yang sangat penting. Potensi
sebarannya luas dan keterdapatannya melimpah di berbagai pulau di Indonesia,
seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, kawasan Nusatenggara,
Kepulauan Maluku hingga Papua. Sejauh ini kegiatan eksplorasi dan inventarisasi
berkaitan dengan endapan besi tersebut belum dilakukan secara menyeluruh, dan
sistematis.
Penambangan pasir besi memang dianggap memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di Kabupaten
Malang. Hal ini dapat terlihat dari begitu banyaknya aktivitas penggalian pasir besi
yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di berbagai daerah. Namun
penambangan pasir besi sering dikonotasikan sebagai salah satu kegiatan yang
merusak lingkungan. Hal itu dapat terjadi karena kegiatan penambangan tidak
dikelola dengan baik dan benar sehingga dapat menimbulkan dampak
lingkungan. Meskipun demikian besarnya permintaan pasar terhadap pasir besi
2

turut mendorong berkembangnya kegiatan penambangan ini dengan pesat.


Akibatnya, munculah berbagai masalah terhadap lingkungan.
Di Indonesia sendiri dampak negatif kegiatan pertambangan sudah tidak
asing lagi terdengar karena sudah banyak diekspos di berbagai media cetak dan
seminar-seminar berskala nasional. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Indonesia yang paling sering meneriakkan dampak buruk industri pertambangan
adalah WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan JATAM (Jaringan
Advokasi Tambang). Salah satu dari sekian banyaknya dampak negatif akibat
kegiatan penambangan pasir besi di Pantai Jolangkung adalah rusaknya fasilitas
umum seperti jalan raya. Rusaknya jalan raya ini menjadi salah satu penghambat
besar dalam proses transportasi di jalur pantai selatan sehingga merugikan
masyarakat sekitar.

I.2 Deskripsi Umum Pasir Besi


Pasir besi merupakan salah satu bahan galian non logam dari kelompok bijih
besi, sejenis pasir berwarna gelap yang mengandung partikel bijih besi (magnetit)
yang terdapat di sepanjang pantai (Gambar 1.1). Umumnya, pasir besi terdiri atas
mineral opak yang telah bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non-logam,
seperti kuarsa, kalsit, feldspar, piroksen dan biotit (Pusat Sumber Daya Geologi,
2015). Mineral opak yang terkandung dalam pasir besi antara lain magnetit,
titaniferous magnetit, ilmenit, limonit dan hematit.
Sedangkan menurut Ishlah (2009), pasir besi adalah bijih laterit dengan
kandungan pokok berupa mineral oksida besi. Pasir besi biasanya mengandung juga
beberapa mineral oksida logam lain, seperti vanadium, titanium, dan krominum
dalam jumlah kecil.
Pasir besi memiliki warna hitam, kilap logam, berat jenis 1,8 ton/m3, ukuran
butirannya berkisar antara 2-161 mm dan memiliki sifat kemagnetan yang tinggi.
Persyaratan utama yang harus dipenuhi suatu endapan pasir besi agar dapat
dimanfaatkan adalah kandungan besinya harus lebih dari 51,5%.
Pasir besi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri semen dalam
pembuatan beton. Pada dasarnya pasir besi dikelompokkan dalam klasifikasi
3

Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui, karena proses pembentukannya
yang sangat lama. Menurut Yulianto dkk, (2002), bahwa endapan pasir besi
memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (-Fe2O3)
dan maghemit (-Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai bahan industri. Misalnya magnetit yang dapat digunakan
sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer
laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita kaset. Ketiga mineral
magnetik di atas juga digunakan sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat,
serta bahan dasar untuk industri magnet permanen (Bijaksana, 2002).

Gambar 1.1. Pasir Besi.

I.3 Peraturan dan Undang-Undang Mengenai Bahan Galian Bukan Logam


Pemerintah RI secara lebih khusus sudah mengatur mengenai penggolongan
jenis-jenis bahan galian dan aturan dalam izin usaha pertambangan, yang
dituangkan dalam peraturan dan undang-undang. Menurut undang-undang No 11
Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, pada Bab II pasal
3, mengenai Penggolongan dan Pelaksanaan Penguasaan Bahan Galian, dimana
bahan galian dibagi atas tiga golongan, yaitu:
a. golongan bahan galian strategis
b. golongan bahan galian vital
c. golongan yang tidak termasuk golongan a atau b
Rincian tentang penggolongan bahan galian dijelaskan pada PP No.
27/1980, dimana:
a. golongan bahan galian strategis adalah:
minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi dan gas alam;
4

bitumen padat, aspal;


antrasit, batubara, batubara muda;
uraniuam, radium, thorium dan bahan galian radioaktif lainnya;
nikel, kobalt ;
timah;
b. golongan bahan galian vital adalah:
besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;
bauksit, tembaga, timbal, seng;
emas, platina, perak, air raksa, intan ;
arsen, antimon, bismut;
ytrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;
berilium, korondum, zirkon, kristal kuarsa;
kriolit, flourspar, barit;
yodium, brom, klor, belerang;
c. golongan bahan galian yang tidak termasuk a atau b adalah:
nitrat, posfat, garam batu (halit)
asbes, talk, mika, grafit, magnesit;
yarosit, leusit, tawas (alum), oker;
pasir kuarsa, pasir besi, kaolin, felspar, gips, bentonit;
batuapung, tras, obsidian, perlit, tanah diatomae, tanah serap (fuller s earth);
marmer, batu tulis;
batu kapur, dolomit, kalsit;
granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak
mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun b dalam jumlah yang
berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Sebagian besar bahan galian industri termasuk bahan galian tidak termasuk
a atau b, lebih dikenal sebagai Golongan C. Dimana golongan ini juga sering
disebut sebagai bahan galian industri. Sedangkan di lingkungan Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), golongan ini termasuk dalam Mineral Non
Logam, yang di dalamnya termasuk batuan.
5

Definisi di atas sekarang ini sudah tidak tepat lagi, karena dengan semakin
berkembangnya teknologi industri manufaktur menuntut produk-produk bahan
galian industri sebagai bahan baku yang mempunyai spesifikasi tertentu (uniform
berderajad tinggi), dimana untuk memperolehnya kadang-kadang memerlukan
proses pengolahan yang panjang dan kompleks. Demikian pula dengan batas-batas
bahan galian industri sangat sukar ditetapkan, sebagai contoh, bahan galian kromit,
zirkon, bauksit, mangan, dan tanah jarang yang merupakan bahan galian logam,
namun dapat pula diklasifikasikan sebagai bahan galian industri bila produknya
berbentuk mineral yang telah diolah dan digunakan langsung sebagai bahan baku
dalam industri manufaktur.
Dalam industri manufaktur dan konstruksi, peranan bahan galian industri
sebagai bahan baku sangat penting, yang pada umumnya berfungsi untuk
memperbaiki mutu ataupun untuk memperoleh produk akhir dengan spesifikasi
tertentu. Tidak sama halnya dengan bahan galian logam. Dalam bahan galian
industri tidak dikenal adanya proses daur-ulang dari produk padat mineral (kecuali
gelas), serta tidak ada bahan substitusi selain di antara bahan galian itu sendiri. Oleh
karena itu pemerintah dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) mengajukan Undang-Undang mengenai pengaturan Mineral dan
Batubara. Dengan terbitnya undang-undang tersebut diharapkan penggolongan
bahan galian akan sesuai dengan perkembangan teknologi dan industri yang
menggunakan bahan baku bahan galian non logam.
Di Indonesia, keterdapatan mineral non logam (bahan galian industri)
terdapat didalam semua formasi batuan. Mulai dari formasi batuan berumur Pra-
Tersier sampai Kuarter, baik yang berasosiasi dengan batuan beku dalam dan
batuan volkanik maupun berasosiasi dengan batuan sedimen dan batuan malihan.
Mineral non logam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia hidup tidak terlepas dari bahan galian itu. Dengan
kata lain bahwa mineral non logam sebenarnya sangat vital bagi kehidupan
manusia, hampir semua peralatan rumah tangga, gedung, bangunan air, obat,
kosmetik, alat tulis dan gambar, barang pecah belah dan lain-lain, dibuat langsung
atau dari hasil pengolahan bahan galian tersebut.
6

Sebenarnya mineral non logam tersebar luas di Indonesia, namun


pengelolaannya belum berkembang sebagai mana mestinya. Meskipun demikian
pengelolaan bahan galian industri di Indonesia mengalami kemajuan cukup pesat.
Hal ini sejalan dengan kemudahan dan kebijaksanaan Pemerintah dalam
menggalakkan pemanfaatan mineral non logam, baik untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri maupun untuk komoditi ekspor non-migas. Sudah banyak
pengusahaan mineral non logam yang memberikan sumbangan besar bagi
pembangunan nasional, seperti: industri semen, walaupun industrinya masih
banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu: PT Semen Gresik, Indocement, Semen
Kujang, Semen Cibinong (HOLCIM), dan Semen Nusantara; di Pulau Kalimantan:
Indo-Kodeco, patungan Indonesia Korea; di Pulau Sulawesi: Semen Tonnasa dan
Bosowa; di Pulau Sumatera: Semen Padang, Baturaja dan Semen Andalas, Aceh
dan Pulau Timor: Semen Kupang.
Industri lainnya yang juga memanfaatkan bahan baku mineral non logam
adalah: industri keramik, industri agregat batuan untuk kontruksi, dari skala kecil
sampai skala besar. Serta masih banyak lagi industri, yang mempergunakan bahan
baku mineral non logam. Dengan terbitnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Peraturan Pemerintah No.25/1999 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom, maka daerah memiliki
kewenangan untuk mengelola sumber daya alam agar dapat mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan
pelaku dan potensi ekonomi yang tentunya dalam rangka memberikan manfaat
yang lebih luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam rangka meningkatkan nilai manfaat pertambangan secara
keseluruhan dan menghindari tumpang tindih lahan, lingkungan dan banyak hal
lainnya, pemerintah mengeluarkan UU No 4 tahun 2009, tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, yang merupakan penyempurnaan UU No. 11 tahun 1967.
Pada BAB VI Pasal 34, Usaha pertambangan dikelompokkan atas:
a. Pertambangan mineral
Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan
atas:
7

pertambangan mineral radioaktif;


pertambangan mineral logam;
pertambangan mineral bukan logam;
pertambangan batuan.
b. Pertambangan batubara
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke
dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam PP No 23 Tahun 2010 dijelaskan
mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa,
fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika,
magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit,
gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu
kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen, dan batuan meliputi
pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers
earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit,
tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper,
krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry
besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa
pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan
(tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut,
dan pasir yang mengandung unsur mineral logam, seperti pasir besi atau pasir yang
mengandung unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari
segi ekonomi pertambangan.
Beragamnya komoditi bahan galian industri mineral non logam di Indonesia
menjadi tugas khusus bagi pemerintah untuk memetakan wilayah-wilayah yang
memiliki potensi dan wilayah yang akan atau sudah dilakukan penambangan, agar
dapat dilakukan evaluasi yang sekaligus dapat berfungsi sebagai kontrol dampak
negatif yang dihasilkan dalam tahapan penambangan. Evaluasi tersebut berupa
evaluasi laporan eksplorasi yang mengacu pada:
1. SNI 13-4688-1998 Penyusunan peta sumber daya mineral, batubara dan gambut.
2. SNI 13-4691-1998 Penyusunan peta geologi.
8

3. SNI 13-4726-1998 Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan.


4. SNI 13-6606-2001 Tatacara penyusunan laporan eksplorasi bahan galian.
5. SNI 13-6676-2002 Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan
galian.
6. Pedoman umum tata laksana kegiatan lapangan di lingkungan
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
7. Pedoman teknis inventarisasi sumber daya mineral, batubara dan bitumen padat.
8. Pedoman teknis basis data sumber daya mineral non logam.
Secara ringkas, berikut merupakan perbedaan pokok antara kedua undang-
undang di atas mengenai penggolongan bahan galian (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Perbedaan Pokok UU No.11 Tahun 1967 dan UU No.4 Tahun 2009.
UU NO.11 TAHUN 1967 UU NO.4 TAHUN 2009
Penggolongan Bahan Mineral Pengelompokan Bahan Galian
(1) bahan-bahan galian dibagi atas tiga (6) usaha pertambangan dikelompokan
golongan atas
a. golongan bahan galian strategis a. pertambangan mineral
b. golonagan bahan galian vital b. pertambangan batu bara
c. golongan bahan galian yang tidak (7) pertambangan mineral sebagaimana
termaksud dalam golongan a dan b dimaksud pada ayat (1) huruf a
digolongkan atas :
a. pertambangan mineral radioaktif
b. pertambangan mineral logam
c. pertambangan mineral bukan logam
d. pertambangan batuan
Kuasa Pertambangan (KP) Izin Usaha Pertambangan (IUP)
a. KP penyelidikan umum (1) IUP terdiri atas dua tahap :
b. KP Eksplorasi a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan
c. KP Eksploitasi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
d. KP pengolahan dan pemurnian kelayakan
e. KP pengangkutan b. IUP Operasi produksi meliputi kegiatan
f. KP penjualan konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan
penjualan.
Bentuk dan Organisasi Perusahaan Bentuk dan Organisasi Perusahaan
Usaha pertambangan dapat dilaksanakan UIP diberikan kepada :
oleh: a. Badan Usaha
a. Instansi Pemerintah b. Koperasi
b. Perusahaan Negara (BUMN) c. Perseorangan
c. Perusahaan Daerah (BUMD)
d. Perusahaan dengan modal bersama
antara negara dan daerah Badan atau
perseorangan swasta
e. PMA
9

Jangka Waktu KP Jangka waktu IUP Eksplorasi


(1) KP penyelidikan umum dapat (1) IUP mineral logam dapat diberikan
diberikan paling lama 1 tahun dan dapat paling lama 8 tahun
diperpanjang 1x1 tahun (2) IUP eksplorasi mineral bukan logam
(2) KP eksplorasi dapat diberikan paling dapat diberikan paling lama 3 tahun dan
lama 3 tahun dan dapat diperpanjang 1 x 1 mineral bukan logam jenis tertentu paling
tahun lama 7 tahun
(3) KP eksploitasi dapat diberikan paling (3) IUP pertmabangan batuan dapat
lama 30 tahun dan dapat diperpanjang 2 x diberikan paling lama 3 tahun
10 tahun (4) IUP batu bara dapat diberikan paling
(4) KP pengolahan dan pemurnian dapat lama 7 tahun.
diberikan paling lama 30 tahun dan dapat IUPK Eksplorasi
diperpanjang 2 x 10 tahun (1) IUPK mineral logam dapat diberikan
(5) KP pengangkutan dan penjualan dapat paling lama 8 tahun
diberikan paling lama 10 tahun dan dapat (2) IUPK batu bara dapat diberikan paling
diperpanjang 1 x 5 tahun lama 7 tahun
Usaha Pertambangan Usaha Petambangan
Pasal 14. Usaha pertambangan bahan- a. penyelidikan umum;
bahan galian dapat meliputi: b. eksplorasi;
a. penyelidikan umum; c. konstruksi;
b. eksplorasi; d. penambangan;
c. eksploitasi; e. pengolahan dan pemurnian;
d. pengolahan dan pemurnian; f. pengangkutan;
e. pengangkutan; g. penjualan;
f. penjualan. h. kegiatan pascatambang.

1.4 Komoditi Sampingan dalam Pasir Besi


Mineral yang terdapat dalam endapan pasir besi seperti ilmenit (FeTiO3)
dapat berasosiasi dengan oksida titanium (titaniferous iron ore). Mineral ilmenit
mengandung hampir 53% rutile (TiO2) yang merupakan mineral penting untuk
pengolahan titanium (Rusianto, 2012). Untuk mendapatkan TiO2, maka kandungan
besi dalam ilmenit harus dipisahkan terlebih dahulu. Titanium biasa dimanfaatkan
untuk alat kesehatan seperti bahan untuk pen karena memiliki karakteristik yang
ringan dan kuat. Selain bidang kesehatan, titanium dimanfaatkan pula untuk bidang
penerbangan dan automotif.
Kandungan titanium ini biasanya hadir sebagai mineral pengganggu,
sehingga kadar besi dalam pasir besi relatif rendah. Sehingga, pemanfaatan pasir
besi menjadi kurang sesuai untuk bahan baku pembuatan besi. Selain titanium,
mineral oksida lain yang berasosiasi di dalam pasir besi ialah vanadium. Endapan
pasir besi di pesisir pantai selatan, seperti di Pantai Jolangkung, Malang memiliki
kandungan vanadium, di luar kandungan besi dan titanium.
10

1.5 Keterdapatan dan Produsen Utama Pasir Besi di Indonesia


Endapan besi yang ditemukan di Indonesia umumnya terdiri dari tiga jenis
endapan, yaitu bijih besi laterit, besi primer, besi sedimen dan pasir besi (Ishlah,
2009:6). Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi 2015 Sumber Daya dan
Cadangan Mineral Besi, khususnya pasir besi ialah berupa sumberdaya bijih
sebesar 4.459.586.351 ton dan cadangan bijih sebesar 808.938.227 ton (Tabel 1.2).
Tabel 1.2 Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam (Pusat Sumber Daya Geologi, 2015).

Pada tahun ini terdapat beberapa kenaikan besaran sumber daya dan
cadangan beberapa jenis komoditas mineral logam yang cukup signifikan. Hal ini
sebagai hasil kegiatan inventarisasi data, verifikasi data, temuan baru dari hasil
kegiatan eksplorasi perusahaan maupun Pusat Sumber Daya Geologi dan
perubahan status dari sumber daya menjadi cadangan. Beberapa komoditi yang
mengalami kenaikan sumber daya salah satu diantaranya adalah konsentrat pasir
besi. Kenaikan nilai sumber daya komoditi-komoditi tersebut dapat terlihat pada
Gambar 1.2 yang menunjukkan kenaikan statistik sumber daya dan cadangannya.
(Pusat Sumber Daya Geologi, 2015).
11

Gambar 1.2. Statistik Sumber Daya dan Cadangan Konsentrat Pasir Besi Tahun 2011 s.d 2015.

Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di berbagai daerah di
Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua (Gambar 1.3 dan Gambar 1.4).

Gambar 1.3. Peta Persebaran Cadangan Pasir Besi di Indonesia (Gunawan, dkk, 2013).
Gambar 1.4. Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah Indonesia (Pusat Sumber Daya Geologi, 2012).
12
13

Salah satu wilayah yang menjadi produsen utama pasir besi di Indonesia
adalah daerah Jawa Timur. Potensi endapan pasir besi di Jawa Timur cukup
melimpah. Menurut data Dinas ESDM (2010), diperkirakan jutaan ton pasir besi di
kabupaten Malang terdapat di kecamatan Donomulyo dan kecamatan Gedangan.
Kecamatan Donomulyo dan Kecamatan Gedangan merupakan kecamatan yang
terletak paling selatan barat dari kabupaten Malang dan mempunyai kontur
bergunung dengan letak geografis yang berbatasan dengan kabupaten Blitar. Data
ESDM terkait IPR (Izin Pertambangan Rakyat) menyebutkan, untuk logam atau
pasir besi dengan badan usaha koperasi, ada di pantai-pantai di wilayah Kecamatan
Donomulyo dan Kecamatan Gedangan yang terdiri dari Pantai Kondang Merak,
Pantai Jonggring Saloko, Pantai Kondang Iwak, Pantai Kondang Menjangan, Pantai
Kondang Pakem, Pantai Kondang Bandung dan Pantai Jolangkung.
Pantai Jolangkung merupakan sebuah pantai di pesisir selatan Pulau Jawa
yang secara administratif berada di Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan,
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pantai ini persis di pinggir jalan lintas selatan.
Morfologi di sekitar pantai berupa perbukitan tinggi yang membentuk karang-
karang cukup terjal dan memanjang sekitar 300 m di sepanjang pantai. Akses untuk
menuju ke Pantai Jolangkung harus melalui jalan-jalan yang rusak cukup parah.
Selain kondisi jalannya yang penuh dengan batuan berukuran kerakal hingga
bongkah, juga banyak terdapat tanjakan curam dengan kemiringan sekitar 70. Di
sisi kanan dan kiri jalan nampak hutan-hutan yang sudah gundul. Kondisi ini sedikit
menggambarkan dari dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan pasir
besi di daerah tersebut.

I.6 Rumusan Masalah


I.6.1 Bagaimana genesa dan komoditi endapan pasir besi di Indonesia?
I.6.2 Bagaimana hubungan antara tatanan geologi dan pembentukan tipe endapan
pasir besi?
I.6.3 Bagaimana bentuk dan variasi pasir besi?
I.6.4 Bagaimana proses yang mempengaruhi keterdapatan endapan pasir besi di
Pantai Jolangkung?
14

I.6.5 Bagaimana metode dan dampak kegiatan penambangan pasir besi di Pantai
Jolangkung?

I.7 Tujuan dan Manfaat


I.7.1 Untuk mengetahui genesa, karakteristik dan pola sebaran dari endapan pasir
besi di Pantai Jolangkung, Malang.
I.7.2 Mengetahui manfaat pasir besi berdasarkan kandungan kimianya untuk
industri pertambangan.
I.7.3 Untuk mengetahui proses pengolahan dan dampak kegiatan penambangan
pasir besi bagi lingkungan.
15

BAB II
TATANAN GEOLOGI

II.1 Geologi Regional Malang Selatan


Pembentukan endapan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung, Malang
sangat bergantung kepada tatanan geologinya (geologic setting) dan susunan batuan
yang menyusun daerah Malang selatan. Menurut van Bemmelen (1949), geologi
Jawa Timur dibagi atas beberapa zona, yaitu:
1. Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern Mountains)
Batuan pembentuknya terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik , dan batuan
karbonat.
2. Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes)
Merupakan gunung api aktif,
3. Zona Kendeng (Kendeng Zone)
Batuan pembentuknya terdiri atas sekuen dari volkanogenik dan sedimen pelagik.
4. Zona Rembang (Rembang Zone)
Batuan pembentuknya terdiri atas endapan laut dangkal, sedimen klastik, dan
batuan karbonat. Pada zona ini juga terdapat patahan yang dinamakan Rembang
High dan banyak lipatan yang berarah timur-barat.
Berdasarkan stratigrafi regional, daerah Malang Selatan termasuk ke dalam
Old Andesit Formation (perbukitan selatan Jawa). Batuan pembentuknya terdiri
dari endapan gunung api tua yang telah mati (Santoso, 1992). Endapan gunung api
purba ini memanjang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Hasil endapan ini
biasanya mengandung potensi logam yang besar seperti emas, perak, besi, dan lain-
lain. Stratigrafi Malang Selatan terdiri atas (Gambar 2.1):
1. Batuan Sedimen
a. Formasi Nampol (Tmn) terdiri dari batupasir tufaan, batulempung, napal
pasiran, batupasir gampingan, dan batulempung hitam. Formasi ini menindih tak
selaras dangan batuan beku dasit dari formasi Mandalika. Beberapa dijumpai
bahwa Formasi Nampol menjari dengan bagian bawah dari Formasi Wonosari.
16

b. Formasi Wonosari (Tmwl) terdiri dari batugamping, napal pasiran, dan sisipan
batulempung kebiruan. Batugamping terdiri dari batugamping terumbu,
batugamping kristalin, dan batugamping pasiran.
2. Batuan Gunungapi
a. Formasi Mandalika (Tomm) terdiri dari lava andesit, basal, trakit, dasit, dan
breksi andesit. Lava andesit terdiri dari andesit piroksen, andesit hornblenda.
Lava Basal umumnya terdiri dari basal piroksen.
Anggota Tuf Formasi Mandalika (Tomt) terdiri dari tuf andesit, tuf riolit, tuf
dasit, dan breksi tuf yang berbatu apung. Umumnya tuf memperlihatkan
struktur perlapisan yang baik. Anggota tuf ini menjari dengan Formasi
Mandalika dan berumur oligosen-miosen.
b. Formasi Wuni (Tmw) terdiri dari breksi dan lava bersusunan andesit-basal,
breksi tuf, breksi lahar dan tuf pasiran. Breksi berkomponen andesit dan basal,
mengandung kepingan-kepingan kalsedon. Lava andesit-basal terdiri dari
andesit piroksen sampai basal berwarna abu-abu kehitaman pejal dan porfiri.
Satuan ini menindih secara tak selaras dengan batuan berumur oligosen akhir
hingga awal Miosen tengah dan menjari dengan Formasi Nampol.
c. Endapan Gunungapi Buring (Qpvb) terdiri dari lava basal dan tuf pasiran. Lava
berwarna abu-abu kehitaman berstruktur kasatmata hingga tak kasat mata. Tuf
pasiran berwarna putih coklat kelabu dan keruh, komponen felspar, kaca,
batuapung, mineral hitam dan pecahan batuan berbutir pasir-lapili.
d. Endapan Tuf Gunungapi terdiri dari tuf kasar berbatu apung. Tuf berwarna
coklat muda, kemerahan, butir kasar (lapili) hingga halus. van Bemmelen (1937
dalam Suyanto, 1992) menyatakan bahwa endapan gunungapi ini dihasilkan oleh
kelompok gunungapi Kuarter Muda diantaranya G. Tengger, G. Jembangan, G.
Semeru, G. Butak dan G. Buring. Endapan Tuf ini disetarakan dengan Tuf
Malang (Santosa, 1989 dalam Suyanto, 1992).
17

Gambar 2.1. Peta Lembar Geologi Turen. Stratigrafi Geologi Malang Selatan (Santosa, 1992).

II.2 Metallogenic Province dan Tatanan Geologi dari Pembentukan Tipe


Endapan
Berdasarkan kejadiannya, endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu endapan besi primer yang terjadi karena proses hidrotermal, endapan
besi laterit yang terbentuk akibat proses pelapukan, dan endapan pasir besi yang
terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika
(Kisman, 2005). Endapan yang mempengaruhi dalam proses pembentukan pasir
besi di daerah Pantai Jolangkung diindikasikan termasuk kedalam endapan tipe
ketiga atau endapan yang terjadi karena proses rombakan dan sedimentasi secara
kimia dan fisika (placer deposit).
Bentuk dari pasir besi akan angular jika dekat dengan daerah erupsi gunung
berapi sedangkan bentuknya akan granular jika jauh dari erupsi gunung berapi.
Pasir besi memiliki warna yang gelap kehitaman karena banyak mengandung
mineral dengan dominan unsur besi. Mineral yang mendominasi diantaranya
18

magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), limonit (Fe2O3.nH2O), siderit (FeCO3). Semakin


gelap warna pasir, maka konsentrasi unsur Fe akan semakin tinggi.

Gambar 2.2. Sebaran Gunung Api di Indonesia.

Berdasarkan gambar di atas, sebaran gunung api di Indonesia (Gambar 2.2)


berada pada bagian barat Pulau Sumatra dan bagian selatan Pulau Jawa. Oleh
karena itu, pasir besi lebih banyak ditemukan di pantai bagian barat Pulau Sumatra
dan di pantai selatan Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan material yang tertransport
pada bagian selatan Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa mengalami transportasi
yang lebih dekat jaraknya. Sedangkan, bagian timur dari Pulau Sumatera dan bagian
utara Pulau Jawa, jarak transportasi material dari erupsi gunung api cenderung lebih
jauh. Sehingga, material dari sumber/asal sudah habis terlebih dahulu selama proses
transportasi.
Keterdapatan struktur geologi pada suatu daerah juga turut berperan dalam
proses pembentukan endapan pasir besi walaupun secara tidak langsung. Pasir besi
merupakan endapan sedimenter (placer), sehingga adanya suatu struktur geologi
seperti lipatan, patahan atau sesar yang mampu membentuk suatu sistem sungai
mampu mendukung dalam proses transportasi endapan pasir besi. Oleh karena itu,
pada umumnya keterdapatan pasir besi cenderung pada daerah yang memiliki
struktur geologi cekungan atau dataran rendah dengan bentukan sistem sungai
didalamnya.
19

Pasir besi merupakan hasil perombakan dari endapan primer yang


mengalami proses pelapukan serta pengkayaan. Setelah itu material ini mengalami
proses transportasi oleh media air dan tersedimentasi sehingga membentuk suatu
cebakan mineral allochton yang dibentuk oleh mineral berat dan kemudian
terendapkan karena gravitasi sehingga endapan material ini juga disebut sebagai
endapan sedimenter placer (Gambar 2.3). Endapan pasir besi terbentuk di
sepanjang garis pantai oleh pemusatan gelombang dan arus air laut sehingga terjadi
pada ketinggian yang berbeda akibat dari adanya perbedaan muka air laut. Oleh
karena itu material pasir besi ini juga dapat disebut sebagai endapan placer pantai.

Gambar 2.3. Sistem Sungai, Alur Transportasi Material.

Berdasarkan sistem sungai di atas, tampak pasir besi yang berasal dari
gunung berapi, mengalir melewati sungai, berkumpul di sepanjang sungai terutama
pada lekukan sungai, dan mengendap di sungai, muara, hingga menuju laut. Ombak
yang menyapu di sepanjang pantai membuat pasir besi terpilahkan dan menjadi
butiran bebas, yang terkayakan, dimana mineral dengan nilai specific gravity tinggi
akan mengendap, sedangkan mineral yang mempunyai nilai specific gravity rendah
akan tercuci dan terbuang. Proses ini terjadi berulang-ulang, sehingga bisa
terbentuk menjadi endapan pasir besi yang ditemukan di sungai maupun di pantai.
20

BAB III
GENESA ENDAPAN PASIR BESI

III.1 Jenis Batuan Induk


Sumber atau batuan induk dari endapan pasir besi ialah batuan gunung api
yang sifatnya intermediet hingga basaltik. Andesit merupakan batuan beku
intermediet yang berwarna keabu-abuan dan berbutir halus. Pada umumnya,
gunung api di Indonesia menghasilkan Andesit dalam bentuk lava maupun
piroklastika. Komposisi kimia dalam Andesit terdiri dari unsur-unsur seperti silikat,
alumunium, besi, titanium, mangan, fosfor, kalsium, magnesium, natrium, kalium
dan air. Basalt merupakan batuan beku basa yang berwarna gelap. Kandungan
silika pada batuan ini cukup rendah yakni 45-52%. Kandungan kimia pada batuan
basalt antara lain Fe2O3, MnO, TiO2, SiO2, Al2O3, CaO, MgO, P2O5, Na2O, dan
K2O (Gross, 1998).

III.2 Proses Genesa Endapan Pasir Besi


Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara, endapan pasir besi di Pantai Selatan Jawa umumnya tergolong ke dalam
endapan sedimenter (placer deposit). Endapan sedimenter adalah endapan hasil
proses pelapukan, kemudian mengalami transportasi dan terkonsentrasi secara
mekanis melalui perbedaan sifat fisik dari mineral-mineral penyusunnya. Endapan
pasir besi juga disebut sebagai endapan sedimenter pantai (beach placer) (Gambar
3.1).
Endapan pasir besi awalnya terbentuk karena proses pelapukan batuan
andesitik maupun basaltik. Selama proses pelapukan, batuan mengalami erosi dan
tertransportasi ke sungai dan terus terbawa ke laut. Selama proses transportasi,
batuan-batuan tersebut mengalami proses perubahan bentuk serta ukuran sehingga
menjadi partikel yang ukurannya lebih halus (Putranto, 2008). Karena pengaruh
gelombang air laut partikel-partikel yang telah tertransportasi dihempaskan ke
pantai dan air yang kembali membawa bahan-bahan ringan. Sehingga, bagian
partikel yang lebih ringan akan terpisah dari bagian yang lebih berat. Hasilnya,
21

partikel-partikel tersebut akan terkonsentrasi dan terakumulasi sebagai lapisan yang


membentuk batas lapisan.
Menurut Budiman, dkk (2015), perlapisan yang dihasilkan akan
menunjukkan urutan yang terbalik yakni partikel yang lebih halus dan memiliki
kandungan mineral berat akan berada di bawah. Sedangkan, semakin ke atas,
partikel penyusun lapisan lebih kasar dan sedikit mengandung mineral berat.
Perlapisan yang terbentuk sepanjang garis pantai membentuk cebakan dari endapan
pasir besi.

Gambar 3.1. Skema Endapan Pasir Besi (Putranto, 2008).

III.3 Bentuk dan Variasi Endapan Pasir Besi


Endapan pasir besi memiliki bentuk endapan sekunder berupa endapan
sedimenter pantai (beach placer). Endapan sedimenter pantai memiliki
karakteristik yang menunjukkan perbedaan variasi tiap lapisan. Cebakan yang
terbentuk di sepanjang garis pantai disebabkan oleh pemusatan gelombang, air laut
serta aktivitas angin. Endapan sedimenter pantai juga terjadi pada kondisi topografi
yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan muka air laut.
Variasi lapisan pada endapan sedimenter pantai akan membentuk perlapisan
yang profil endapannya menunjukkan urutan terbalik dari ukuran dan berat partikel
22

(Gambar 3.2). Kecenderungan perubahan ukuran berdasarkan kedalaman ini


menunjukkan bahwa pasir yang ukurannya lebih halus dan kaya mineral berat
berada di bagian bawah dan berangsur naik ke atas menjadi lebih kasar dan sedikit
mengandung mineral berat (Budiman, dkk, 2015). Sedangkan, zona optimum
pemisahan mineral berat berada pada zona pasang-surut dari suatu pantai terbuka,
sehingga variasi dari kadar besi yang terambil menunjukkan tingkat yang berbeda.
Secara umum, dengan mata telanjang dapat diketahui perbedaan variasi kadar
besinya melalui perbedaan warna, yakni warna pasir yang gelap akan memiliki nilai
kadar besi yang tinggi dan sedikit impurities, begitupun sebaliknya.

Gambar 3.2. Zona Perlapisan dari Endapan Pasir Besi (a) Lebih dekat dengan arus gelombang
air laut (b) Jauh dengan arus gelombang air laut (Hume et al, 2013).

Material-material yang tertransportasi dan tersedimentasi di sepanjang


pantai akan mengalami proses sorting sehingga berukuran lebih kecil serta
bentuknya relatif membulat. Ukuran dari material pada umumnya memiliki ukuran
pasir dan sebagian berukuran lanau-lempung. Selain itu, warna mineral yang
terkandung berwarna coklat kehitaman.
Selain itu, karakteristik dari endapan placer pasir besi memiliki area gumuk
pasir atau sand dunes, longgokan pasir besi atau bukan pasir besi yang terletak
secara searah dengan pantai dan memanjang serta memiliki ketinggian dengan
rentang 4-5 m. Model endapan pasir besi juga beragam, salah satunya berupa lenses
structure dengan kandungan magnetit yang beragam ke salah satu arah (Gambar
3.3).
23

Gambar 3.3. (1) Intercalation of white clean sand grain and black iron sand (2) The close up
picture of the layering. (3) The picture of mixing white clean sand grain and the
black iron sand near shore (Jensen, 1981).

III.4 Zona-zona yang Muncul pada Endapan Pasir


Sebelum terendapkan, endapan pasir besi mengalami proses transportasi
melalui kanal-kanal sungai yang masuk ke laut atau yang dikenal dengan delta. Dari
gambar dibawah ini terlihat zona endapan pasir besi yang muncul di permukaan
pantai selatan Jawa dan Sumatra berada di zona neritic province. Zona neritic
province terdiri dari splash zone dan intertidal zone (Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Zona Keterdapatan Pasir Besi (Fletcher et al, 2003).

Berdasarkan zona keterdapatan pasir besi di atas, wilayah yang merupakan


sumber potensi pasir besi berada pada zona setelah bibir pantai yakni zona
24

nearshore zone. Sedangkan bagian atau wilayah yang sering menjadi lokasi
penambangan berada pada wilayah berm, swash zone dan surf zone (Gambar 3.5
dan Gambar 3.6).

Gambar 3.5. Zona-zona endapan pasir besi akibat adanya aktivitas gelombang laut (Fletcher et al,
2003).

Gambar 3.6. Zona Endapan Pasir Besi. Pasir besi bisa terendapkan di front dunes (National Park
Service, Cape Lookout, Geologic Activity).

III.5 Endapan Pasir Besi di Pantai Jolangkung


Pantai Jolangkung merupakan pantai dengan bentuklahan tebing yang terjal
akibat dari hasil bentukan erosi laut. Bentukan dan roman cliff berbeda satu dengan
yang lainnya, karena dipengaruhi oleh struktur batuan, jenis dan sifat batuan.
Bentuk cliff pada batuan beku akan berbeda dengan bentuk cliff pada batuan
sedimen. Pada daerah tebingnya, sebagian tertutup oleh vegetasi, sedangkan bagian
bawahnya berupa singkapan batuan (Sallim, 2014).
25

Sedimen di Pantai Jolangkung memiliki ciri-ciri sedimen yang didominasi


oleh pasir. Menurut Hayati (2009), pantai di wilayah Malang Selatan di dominasi
oleh pasir dari kandungan CaCO3. Pantai Jolangkung tergolong pantai tertutup
yang masih tidak terlalu terjamah kecuali oleh nelayan sekitar dan penambang
pasir. Substrat pasir di Pantai Jolangkung tersusun atas pecahan batu karang. Secara
fisik substrat Pantai Jolangkung terdiri dari substrat yang didominasi pasir putih
dan pasir besi (Sallim, 2014).
Secara ilmiah, substrat pantai yang ada di Jolangkung dikategorikan
kedalam pantai berpasir. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus
dan gelombang serta kelandaian/slope pantai (Ardi, 2002). Menurut Sumich (1992),
Nybakken (1997) dan Barnes dan Hughes (1999), substrat daerah pesisir terdiri dari
bermacam-macam tipe, antara lain lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu.
Menurut Ardi (2002), substrat berpasir umumnya miskin akan organisme.
Pada umumnya bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai
berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme
karena adanya gelombang yang secara terus menerus menggerakkan partikel
substrat. Ardi (2002) manyatakan bahwa kelompok organisme yang mampu
beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran
1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna
mikro (berukuran 0,1-1 mm) yang hidup di antara butiran pasir.
Pasir besi mengandung komposisi oksida besi Fe2O3, silika oksida SiO2,
magnesium MgO yang bepotensi digunakan sebagai cementitous dalam produksi
beton mutu tinggi (Suryadi, 2001). Secara detail pasir besi di wilayah ini memiliki
kandungan kimia sebagian besar Fe2O3 sebesar 58-60%, TiO2 sebanyak 7-9%,
V2O5 sebesar 0,5-0,6%, Al2O3 sebesar 3,3-3,5%, SiO2 sebanyak 0,03-0,05%,
P2O5 sebanyak 0,24-0,26% (Project Information Brief, Indo Mines, 2006).
Pasir besi yang ada di pantai Jolangkung menurut beberapa sumber
memiliki asal yang berbeda. Menurut Satria (2008), adanya endapan pasir besi di
sepanjang pantai ini dulunya berasal dari gunung berapi di sekitar yang memiliki
batuan bersifat andesit. Keberadaan gunungapi dan terobosan (intrusi) yang
menghasilkan batuan bersifat andesitik pada daerah ini diakibatkan oleh kondisi
26

geologi Pulau Jawa yang terletak pada zona subduksi antara lempeng benua Indo-
Australia dengan lempeng samudra Hindia. Tumbukan antara kedua lempeng ini
mengakibatkan aktivitas magmatisme yang menghasilkan tipe magma andesitik
sebagai akibat dari pencampuran hasil partial melting dari lempeng benua yang
bersifat asam dengan lempeng samudra yang bersifat basa. Magmatisme tersebut
kemudian muncul ke permukaan dalam bentuk gunungapi dan intrusi. Di sisi lain,
sungai yang ada di sekitar wilayah pantai memberikan sumbangan untuk
pengendapan pasir besi yang ada di pantai Jolangkung. Sungai ini menjadi muara
dari beberapa sungai yang berhulu pada Gunung Kawi dan Gunung Semeru.
Sebagaimana dalam geologi regional daerah sekitar, beberapa gunungapi tersebut
memiliki komposisi yang bersifat andesitik.
Kisman (2005) menegaskan keterjadian endapan pasir besi di sepanjang
pantai selatan diperkirakan terjadi karena proses pelindihan, transportasi dan
akumulasi serta pengendapan. Pasir besi yang ada memiliki pola persebaran yang
berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini karena:
1. Batuan induk, merupakan sumber asal dari terbentuknya endapan pasir besi.
2. Faktor disintegrasi fisika dan kimia seperti suhu, erosi dan transportasi sungai,
pengaruh arus laut sebagai pengeruk dan pembawa material bawah laut.
3. Faktor topografi (kemiringan), merupakan tempat dimana endapan pasir besi
terbentuk dan terakumulasi.
4. Arus air yang menyebabkan terbentuknya pengayaan tersebut.
27

BAB IV
METODA DAN DAMPAK PENAMBANGAN

IV.1 Metoda Penambangan Pasir Besi


Metoda penambangan yang diterapkan dalam penambangan pasir besi di
Pantai Jolangkung, Malang adalah sistem penambangan terbuka (open pit) dengan
metoda conventional truck and shovel (Gambar 4.1). Tahap persiapan biasanya
didahului dengan kegiatan pengangkutan berbagai jenis peralatan tambang, dan
selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan untuk proses pengangkutan. Dalam
hal pengangkutan peralatan tambang yang perlu diperhatikan adalah jalan yang
akan dilalui. Hal ini perlu diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi dampak
negatif terhadap lingkungan di sepanjang jalan yang akan dilalui, baik terhadap
manusia maupun fisik alam itu sendiri.
Pada tahap ini dilakukan pengamatan, dimana saja biasanya pasir akan
terakumulasi cukup banyak. Setelah diketahui lokasinya, selanjutnya masyarakat
akan langsung melakukan penggalian. Proses penambangan pasir besi dimulai
dengan pengambilan material pasir menggunakan back hoe. Back hoe sering juga
disebut pull shovel, yaitu alat dari golongan shovel yang khusus dibuat untuk
menggali material dibawah permukaan tanah atau dibawah tempat kedudukan
alatnya. Galian dibawah permukaan ini misalnya parit, lubang untuk fondasi
bangunan, lubang galian pipa dan sebagainya. Keuntungan backhoe ini jika
dibandingkan dragline dan clamshell ialah karena backhoe dapat menggali sambil
mengatur dalamnya galian yang lebih baik. Karena kekakuan konstruksinya,
backhoe ini lebih menguntungkan untuk penggalian jarak dekat dan memuatkan
hasil galian ke truk. Selanjutnya dari lokasi tambang, pasir tersebut diangkut oleh
truk ke lokasi pencucian pasir. Disinilah raw material material pasir besi dipisahkan
dengan material lainnya. Setelah dicuci, material pasir besi siap dikirim, sedangkan
limbahnya dibuat untuk reklamasi/menutup lubang-lubang bekas penambangan.
28

Gambar 4.1. Metoda konvensional truk dan shovel pada aktivitas penambangan di Pantai
Jolangkung, Malang.

Selain dengan metode conventional truck and shovel pasir besi juga dapat
ditambang dengan metode dredging, dengan menggunakan kapal keruk seperti
pada penambangan timah. Penggunaan kapal keruk ini dikarenakan endapan placer
pasir besi yang berada di bawah laut, sehingga tidak mungkin menggunakan metode
conventional truck and shovel. Sistemnya hampir sama dengan kapal keruk untuk
mengeksploitasi timah hanya saja bedanya kapal keruk untuk pasir besi sudah
dilengkapi dengan separator magnetik sehingga ketika pasir besi dikeruk ke atas
kapal, raw material langsung masuk ke dalam separator magnetik. Konsentrat yang
dihasilkan kemudian ditumpahkan ke tongkang yang kemudian ditransportasi ke
vessel untuk didistribusikan kepada konsumen ataupun bisa langsung dibawa ke
konsumen. Sedangkan tailing yang dihasilkan kembali dibuang ke laut. Proses
tersebut berlangsung terus menerus.

IV.2 Metoda Pengolahan Pasir Besi


Mineral besi utama dalam pasir besi memiliki sifat kemagnetan yang tinggi.
Sedangkan mineral pengotornya atau gangue memiliki sifat kemagnetan yang
rendah. Sehingga mineral besi dan mineral gangue memiliki selisih kemagnetan
yang tinggi. Perbedaan sifat kemagnetan ini menjadi alasan utama, mengapa
peningkatan kadar Fe atau mineral besi dalam pasir besi selalu menggunakan alat
konsentrasi magnetic separator (Gunawan, 2013) (Gambar 4.2).
29

Beberapa alat konsentrator lain yang biasa digunakan dalam pengolahan


pasir besi adalah spiral konsentrator atau palong, sluice box. Alat ini memanfaatkan
perbedaan sifat fisik densitas. Prinsip pemisahannya berdasarkan pada perilaku
partikel dalam aliran fluida tipis. Konsentrasi dengan alat ini biasanya dilakukan
diawal pengolahan.
Sifat kemagnetan mineral besi dalam pasir besi sangat kuat, sehingga
operasi konsentrasinya dapat menggunakan magnetic separator dengan intensitas
rendah, kurang dari 1200 Gauss. Sebagian pasir besi terdapat di daerah pesisir atau
pantai, oleh karenanya pengolahan selalu dilakukan dengan metoda basah,
ditambahkan air dengan perbandingan tertentu (Malada, 2012).

Gambar 4.2. Magnetic separator (Malada, 2012).

IV.2.1 Alur Pengolahan Pasir Besi


Pasir Besi diangkut dengan Belt Conveyor menuju Trommel Screen.
Trommel screen berbentuk seperti tabung besar, dimana pada tabung tersebut
terdapat lubang-lubang sebagai input dan output. Feed akan masuk ke input dan
feed yang tidak diinginkan akan keluar melalui output, sedangkan yang diinginkan
akan dibawa menuju storage oleh belt conveyor. Kemudian menuju magnetic drum
separator, dimana alat ini akan memisahkan mineral-mineral magnetik
30

(ferromagnetik) dengan mineral non magnetik (diamagnetik) (Gambar 4.3 dan


Gambar 4.4)

Gambar 4.3.Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi (Djajakirana, 2009).

Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi Secara Total Mining (Djajakirana, 2009)
31

IV.3 Dampak Penambangan Pasir Besi


IV.3.1 Dampak Positif
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat
Kegiatan penambangan pasir besi memberikan dampak terhadap tingkat
pendapatan masyarakat. Masyarakat setempat mampu membuka lahan
perdagangan seperti rumah makan dan toko bangunan yang menyediakan alat dan
bahan untuk penambangan tradisional. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
penambangan pasir besi ini memberikan dampak yang baik sehingga masyarakat
setempat bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
b. Membuka lapangan pekerjaan
Pada dasarnya tingkat kehidupan ekonomi seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh kesempatannya memperoleh sumber pendapatan, kesempatan kerja, dan
kesempatan berusaha. Namun pada kenyataannya masyarakat dihadapkan pada
masalah-masalah yang menimbulkan tingkat ekonomi rendah diantaranya seperti
sulitnya mendapatkan pekerjaan. Kesempatan kerja di daerah Pantai Jolangkung
dan sekitarnya semakin terbuka setelah adanya kegiatan penambangan pasir yang
memberikan dampak positif bagi warga sekitar. Umumnya warga bekerja sebagai
pekerja kasar seperti pengendara alat berat dan penambang kasar. Meskipun
pendapatan sebagai pekerja kasar dalam kegiatan penambangan ini relatif rendah
namun cukup untuk membantu perekonomian warga.
c. Meningkatkan daya kreativitas masyarakat
Penambangan pasir besi sangatlah menguntungkan bagi masyarakat yang
tinggal di dekat tempat penambangan tersebut. Salah satunya meningkatkan daya
kreativitas masyarakat dalam penambangan tradisional. Masyarakat dapat
memanfaatkan pasir besi hasil galian untuk di buat bahan bangunan seperti
pembuatan beton yang menggunakan pasir besi sebagai bahan bakunya.
IV.3.2 Dampak Negatif
a. Merusak pantai dan vegetasinya
Keadaan Pantai Jolangkung sebelum adanya penambangan pasir besi,
menunjukan kondisi pantai yang begitu alami dan indah. Berbagai jenis vegetasi
32

pantai tumbuh di sepanjang jalur pantai. Tapi kini sudah mulai tergerus oleh
kegiatan penambangan.
b. Rusaknya jalan raya
Kerusakan yang paling parah akibat dari kegiatan pertambangan pasir besi ini
adalah rusaknya jalan raya yang menjadi penghubung jalur pantai selatan. Keadaan
ini menyebabkan arus transportasi barang dan manusia menjadi terhambat.
c. Tingkat polusi udara yang makin meningkat
Hal ini disebabkan oleh hilir mudiknya truk-truk pengangkut pasir besi yang
melintas.
33

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Pasir besi merupakan salah satu bahan galian non logam dari kelompok bijih
besi, sejenis pasir berwarna gelap yang mengandung partikel bijih besi
(magnetit) yang terdapat di sepanjang pantai. Umumnya, pasir besi terdiri atas
mineral opak yang telah bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non-
logam. Mineral opak yang terkandung dalam pasir besi antara lain magnetit,
titaniferous magnetit, ilmenit, limonit dan hematit.
Endapan besi yang ditemukan di Indonesia umumnya terdiri dari tiga jenis
endapan, yaitu bijih besi laterit, besi primer, besi sedimen dan pasir besi
(Ishlah, 2009:6). Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi 2015 Sumber
Daya dan Cadangan Mineral Besi, khususnya pasir besi ialah berupa
sumberdaya bijih sebesar 4.459.586.351 ton dan cadangan bijih sebesar
808.938.227 ton. Potensi dan sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di
berbagai daerah di Indonesia seperti Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.
Berdasarkan kejadiannya, endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu endapan besi primer yang terjadi karena proses hidrotermal,
endapan besi laterit yang terbentuk akibat proses pelapukan, dan endapan
pasir besi yang terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara
kimia dan fisika (Kisman, 2005). Endapan yang mempengaruhi dalam proses
pembentukan pasir besi di daerah Pantai Jolangkung diindikasikan termasuk
kedalam endapan tipe ketiga atau endapan yang terjadi karena proses
rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika (placer deposit).
Bentuk dari pasir besi akan angular jika dekat dengan daerah erupsi gunung
berapi sedangkan bentuknya akan granular jika jauh dari erupsi gunung
berapi. Pasir besi memiliki warna yang gelap kehitaman karena banyak
mengandung mineral dengan dominan unsur besi. Mineral yang mendominasi
34

diantaranya magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), limonit (Fe2O3.nH2O), siderit


(FeCO3).
Endapan pasir besi, pada umumnya ditambang dengan menggunakan metoda
konvensional menggunakan truk dan shovel dan metode dredging.
Hasil dari pertambangan pasir besi berdampak antara lain menimbulkan
perubahan bentang alam, merusak biota laut, kerusakan jalan serta
meningkatnya polusi udara. Namun, hal tersebut dapat dikurangi dengan
memberlakukan proses reklamasi. Selain dampak negatif, penambangan pasir
besi juga memberikan dampak positif antara lain membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat dan meningkatkan perekonomian masyarakat
setempat.
35

DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan


Pesisir. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Barnes, R, S., Hughes, R, N. 2004. An Introduction to Marine Ecology. 3rd Edition.
Oxford: Blackwell Science Ltd.
Budiman, A dan Rozi, F. 2015. Pengaruh Variasi Temperatur terhadap Bentuk Bulir
Mineral Magnetik Pasir Besi. Jurnal Fisika UNAND Vol. 4 No. 2.
Djajakirana, G., Tjahyandari, D., Suprijatno. 2009. Reklamasi Lahan Bekas
Tambang Pasir Besi Melalui Teknik Ameliorasi In Situ Bahan Organik.
IPB
Djamaluddin, H., Thamrin, M., Achmad, A. 2012. Potensi dan Prospek
Peningkatan Nilai Tambang Mineral Logam di Indonesia (Suatu Kajian
terhadap Upaya Konservasi Mineral. Makalah pada Prosiding Volume 6.
Ernowo., dan Pardiarto, B. 2011. Aspek Geologi di dalam Penyusunan Wilayah
Usaha Pertambangan Mineral Logam. Makalah pada Buletin Sumber Daya
Geologi Volume 6 No.2.
Fletcher, C., Rooney, J., Barbee, M., Lim, S., Richmond, BM. 2003. Mapping
Shoreline Change Using Digital Ortophotogrammetry on Maui, Hawaii. J
Coastal Res SI 38:106-124
Gunawan, D., Rachman, A., Saktianto, A., Arief, H. 2013. Pengantar Ilmu
Metalurgi Pengolahan Besi di Indonesia. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Gross, G.A., Gower, C.F., & Lefebure, D.V. 1998. Magmatic Ti-Fe Oxide
Deposits. British Columbia Ministry of Employment and Investment, 1,
24J-1-24J-3.
Hayati, A., dan Insan, M. 2009. Keanekaragaman Makroalga di Pantai Selatan
Kabupaten Malang. Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV
Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hume, T, M, and Gorman, R, M. 2013 South Taranaki Bight Iron Sand Mining
Nearshore Wave Modelling: Phase 4 Studies. Report prepared for Trans-
Tasman Resources Ltd. NIWA Client Report No: HAM2013-091: 146.
36

Ishlah, T. 2009. Potensi Bijih Besi Indonesia dalam Kerangka Pengembangan


Klaster Industri Baja. Pusat Sumber Daya Geologi
Jensen, M., & Bateman, A.M. 1981. Economic Mineral Deposits. Canada: John
Wiley and Sons Inc
Kisman, B. 2005. Kajian Endapan Pasir Besi di Daerah Pantai Selatan Kab. Ende,
Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kementrian Energi dan Sumberdaya
Mineral Indonesia.
Malada, H, P., Pradana, I, C., Anhar, A, B., Achmadi, P, M. 2012. Teknologi
Pengolahan Material Pasir Besi. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi,
Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
National Park Service, Cape Lookout, Geologic Activity. 2004. Waves, Surf,
Currents, and Sand: The Equilibrium Defining Barrier Islands. USGS
Noyes, J. 2010. Deep Sea-Sediment. Camcord: El Camino College
Nybakken, J, W. 1997. Marine Biology; An Ecologycal Approach. Edisi ke-4.
California: Addison-Wesley Education Publishers Inc.
Prasetio, M. 2011. Porositas dan Permeabilitas Beton Menggunakan Pasir Tailing
Tambang Limbah dan Pasir Besi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Project Information Brief Indo Mines. 2006. Survey of Clustering
Data Mining Techniques, Accrue Software, Inc.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Pasir Besi.
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/ulasan.asp (Diakses pada tanggal 28
September 2016 pukul 09.00 WIB)
Pusat Sumber Daya Geologi, 2015. Executive Summary Pemutakhiran Data dan
Neraca Sumber Daya Mineral. Kementerian Energi Dan Sumber Daya
Mineral PP No. 27/1980 dan SNI 19-6728.4-2002
Putranto, D, D. 2008. Sistem Manajemen Alokasi Lahan pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) untuk Pengendalian Aliran Permukaan Dan Genangan. Universitas
Sriwijaya
Rosana, M, F., Widhiyatna, D., dan Kartawa, W. Potensi Sumberdaya Mineral Jawa
Barat. Fakultas Teknik Geologi UNPAD. Pusat Sumberdaya Geologi
37

Rovicky, D, P. 2008. Gumuk Pasir (Sand Dune), Morfologi Hasil Ukiran Angin.
Posted on 9 Juni 2008. http://www.wikipedia.com. (Diakses pada tanggal 28
September 2016 pukul 09.00 WIB)
Rusianto, T. 2012. The Potential of Iron Sand from The Coast South of Bantul
Yogyakarta as Raw Ceramic Magnet Materials. Jurnal Teknologi, Volume
5, Page. 62-69
Sallim, I. 2014. Analisa Sedimen Laut Pantai Jolangkung, Malang Selatan,
Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya
Santoso, S., dan Suwarti, T. 1992. Peta Geologi Lembar Malang, Jawa 1:100.000.
P3GL. Bandung
Sumich, J, L., 1992. An Introduction to The Biology Of Marine Life. Ed ke-5.
Dubuque: WmC Brown.
Suryadi, A. 2001. Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi dengan Pasir
Besi Sebagai Cementitious.Abstraksi. Surabaya: ITS.
Suyanto. 1992. Geologi Lembar Turen, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung
van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus Nijhoff, vol.
1A, Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai