Disusun Oleh :
Nama : Haris Nur Eka Prasetya
Nim : 710017018
Kelas : 04
Disusun Oleh :
Nama : Haris Nur Eka Prasetya
Nim : 710017018
Kelas : 04
Oleh :
Nama : Haris Nur Eka Prasetya
Nim : 710017018
Kelas : 04
Gambar 2.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (modifikasi dari
Van Bemmelen, 1949, dalam Hartono, 2010) ................................. 3
Gambar 2.2. Diagram Cross-section Perbukitan Jiwo dan Baturagung (Modifikasi
dari Bothe 1929, dalam Van Bumellen 1949) ................................. 6
Gambar 2.3. The open-pit mine of Freeport's Grasberg copper and gold mine
complex in Indonesia (https://asia.nikkei.com/) .............................. 13
Gambar 2.4. Penambangan dengan metode kuari
(www.britannica.com/technology/quarry-mining) .......................... 13
Gambar 2.5. Penambangan dengan metode Strip Mine
(https://sites.google.com/a/greenlocalschools.org/environementa
l-issues-ecosystems-unit/home/strip-mining) ................................ 14
Gambar 2.6. Tambang Semprot (https://www.911metallurgist.com/alluvial-
mining-methods/). .......................................................................... 15
Gambar 2.7. Penambangan dengan kapal keruk
(http://www.escapefromamerica.com/2012/04/placer-gold-
mining/) .......................................................................................... 16
Gambar 3.1. Lokasi Tambang Gamping Berdasarkan Citra Google Earth 2018.. 20
Gambar 3.2. Lokasi Tambang Gamping di Semin ................................................ 20
Gambar 3.3. Hasil Ploting lokasi batugamping menggunakan Handy-GPS. ........ 21
Gambar 3.4. Kondisi saat musim penghujan, menjadi wisata telaga biru (Gambar
a) kondisi kegiatan pertambangan pada musim kemarau
(Gambar b) ....................................................................................... 22
Gambar 3.5. Singkapan batugamping di lokasi, lensa kamera menghadap timur,
dengan kemiringan batu gamping relatif datar (a), Terlihat kristal
kalsit batugamping dengan pembanding pena (b).. ......................... 23
Gambar 3.6. Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro (Surono, B. Toha dan I.
Sudarno, 1992) ................................................................................. 23
Tabel 2.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan oleh beberapa ahli .............. 9
Tabel 3.1. Koordinat Titik Batu Gamping .......................................................... 21
Tabel 3.2. Identifikasi Metode Penambangan dengan Pengamatatan Lapangan
berdasarkan Karakteristik endapan dan kondisi geologi. ................. 25
1
a. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis metode atau sitem penambangan
yang ada.
b. Dapat melakukan pengamatan dan melakukan simpulan dari hasil
pengamatan kondisi bahan galian serta menentukan metode yang cocok
untuk diterapkan
c. Dapat melakukan ploting koordinat dengan Handy GPS
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Lokasi Penelitian
Gambar 2.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (modifikasi
dari Van Bemmelen, 1949, dalam Hartono, 2010)
3
3. Zona Randublatung adalah daerah lembah dan bagian tengah memanjang
barat – timur dan memisahkan Zona Kendeng dan Zona Rembang.
4. Zona Kendeng memanjang dari Gunung Ungaran di bagian barat menuju
ke arah timur sampai ke Sungai Brantas. Panjang zona ini diperkirakan
250 km, lebar di bagian barat 40 km dan mungkin menyempit di bagian
timur kurang lebih 20 km (Genevraye & Samuel, 1972).
5. Depresi Tengah / Zona Solo tersusun oleh endapan Kuarter dan ditempati
oleh Gunungapi Kuarter, dibedakan menjadi 3 sub-zona, yaitu : (1) Sub-
Zona Blitar, (2) Sub-Zona Solo. dan (3) Sub-Zona Ngawi
6. Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah,
berada di selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km, hingga
Jawa Timur dengan lebar kurang lebih 25 km, berada di selatan Blitar.
Zona Pegunungan Selatan dipisahkan menjadi tiga sub-zona, yaitu : (1)
Sub-Zona Baturagung, (2) Sub-Zona Wonosari, dan (3) Sub-Zona Gunung
Sewu.
7. Zona Gunungapi Kuarter Zona ini meliputi gunung-gunung yang berumur
kuarter, seperti : Gunung Ungaran, Merbabu, Merapi, Sumbing, Sindoro
dan gunung-gunung lainnya.
4
maupun pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe
disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang tersusun antara batupasir,
batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur turbidit
dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika
lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos oleh sill batuan beku.
Bagian atas dari Formasi ini termasuk anggota Butak yang tersusun oleh
perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung
atau lanau. Ketebalan rata-rata Formasi ini kurang lebih 800 meter. Urutan
yang membentuk Formasi Kebo – Butak ini ditafsirkan terbentuk pada
lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi pengandapan
tipe mid fan yang terbentuk pada Oligosen Akhir (N2 – N3).
2. Formasi Semilir
Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang
bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi
volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun batupasir biasanya
berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya dijumpai
perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit banyak
dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada Formasi ini menunjukkan
bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah
yang sangat dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat
(CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum
mencapai dasar pengendapan. Umur dari Formasi ini diduga adalah pada
Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatan Globigerinoides
primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari Formasi ini, yaitu di
dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang
secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi
ini tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung
di bawah puncak Semilir.
5
Gambar 2.2. Diagram Cross-section Perbukitan Jiwo dan Baturagung
(Modifikasi dari Bothe 1929, dalam Van Bumellen 1949)
3. Formasi Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan Formasi-Formasi sebelumnya, yang dicirikan
oleh penyusun utamanya berupa breksi dengan penyusun material
volkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang
cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya
tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah
mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang
berasal dari gunungapi bawah laut, dalam lingkungan laut, dan proses
pengendapan berjalan cepat, yaitu hanya selama Miosen Awal (N4).
Singkapan utama dari Formasi ini adalah di Gunung Nglanggeran pada
Perbukitan Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya
merupakan kontak yang tajam. Hal inilah yang menyebabkan mengapa
Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas Formasi Semilir.
Namun perlu diingat bahwa kontak yang tajam itu bisa terjadi karena
perbedaan mekanisme pengendapan dari energi sedang atau rendah
menjadi energi tinggi tanpa harus melewati kurun waktu geologi yang
cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam proses pengendapan akibat gaya
berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengendapannya diibaratkan
6
proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di lingkungan
laut.
Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggeran
berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat pada singkapan di Sungai
Putat. Lokasi yang diamati oleh EGR tahun 2002 berada pada sisi lain
Sungai Putat dimana kontak kedua Formasi ini ditunjukkan oleh kontak
struktural.
4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat Formasi batuan yang
menunjukkan ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini
tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau atau
batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih menunjukkan sifat
volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi batupasir
yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai
fragmen dari koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan
terumbu laut dangkal yang terseret masuk dalam lingkungan yang lebih
dalam akibat arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi
Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan yang terdapat di
Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama
zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.
5. Formasi Oyo – Wonosari
Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo – Wonosari.
Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya
meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke
timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga
mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo – Wonosari terutama tersusun dari
batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang
terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada
singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo.
7
Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis,
menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai
fosil jejak tipe burial yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan
ataupun memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut
sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang
berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin
berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone,
floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari
dari Formasi Oyo – Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya
Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping
berlapis yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota
Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di
bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri – Baturetno, di bawah
endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara
keseluruhan, Formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9 – N18).
6. Endapan Kuarter
Di atas seri batuan Endapan Tersier seperti telah tersebut di atas, terdapat
suatu kelompok sedimen yang sudah agak mengeras hingga masih lepas.
Karena kelompok ini di atas bidang erosi, serta proses pembentukannya
masih berlanjut hingga saat ini, maka secara keseluruhan sedimen ini
disebut sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari timur
laut Wonosari hingga daerah depresi Wonogiri – Baturetno. Singkapan
yang baik dari Endapan Kuarter ini terdapat di daerah Eromoko, sekitar
Waduk Gadjah Mungkur.
Secara stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri terletak
tidak selaras di atas Endapan Tersier yang berupa batugamping berlapis
dari Formasi Wonosari atau breksi polimik dari Formasi Nglanggeran.
Ketebalan tersingkap dari Endapan Kuarter tersebut berkisar antara 10
hingga 14 meter. Umur Endapan Kuarter tersebut diperkirakan Pliestosen
Bawah.
8
Stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri secara vertikal
tesusun dari perulangan tuf halus putih kekuning-kuningan dengan
perulangan gradasi batupasir kasar ke batupasir sedang dengan lensa-lensa
konglomerat. Batupasir tersebut mempunyai struktur silang siur tipe
palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah, tengah, dan atas.
Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang
menghasilkan konglomerat.
Tabel 2.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan oleh beberapa ahli
9
Sesar Opak yang membujur dari Prambanan hingga Parangtritis di bagian
Timur Kota Yogyakarta merupakan salah satu sesar utama yang ada. Sesar ini
kemudian diikuti dengan puluhan sesar dengan posisi tegak lurus Pegunungan
Baturagung. Selain itu ada pula sesar yang membatasi Pegunungan Kulon Progo
dengan dataran Yogyakarta pada bagian Barat Kota Yogyakarta.
Puluhan sesar-sesar kecil berarah Barat Daya tegak lurus dengan Pegunungan
Kulon Progo mengikuti sesar Pegunungan Kulon Progo tersebut. Kedua sesar
utama ini menyebabkan dataran Yogyakarta bagian Selatan ambles (dikenal
sebagai Graben Bantul). Graben Bantul bila ditarik ke arah Utara melalui
Gunungapi Merapi, Gunungapi Ungaran, serta Kota Semarang akan membentuk
suatu kelurusan yang membagi Pulau Jawa menjadi sisi Barat dan Timur.
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami
empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan
Selatan yaitu :
1. Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi
akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen
Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan
Sungai Bengawan Solo.
2. Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali
pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
3. Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan
ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat
gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
4. Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya
regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.
10
adalah metoda penambangan yang dipakai untuk menggali mineral deposit yang
ada pada suatu batuan yang berada atau dekat dengan permukaan.
Apabila diyakini keberadaan endapan mineral dekat dengan permukaan,
hingga dapat dipastikan pemilihan metoda penambangannya adalah tambang
terbuka (open pit); hanya perlu dipertanyakan tentang “economic cut off
limitnya”, hingga dimungkinkan adanya perubahan metoda penambangan ke arah
underground (tambang bawah tanah) bila penyebaran endapan mineral dapat
menjamin.
Ada kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penentuan pemilihan
apakah suatu cadangan (lapisan batubara) akan ditambang dengan metoda
tambang terbuka atau tambang dalam yaitu dengan membandingkan besarnya
nilai tanah penutup (waste) yang harus digali dengan volume atau tonase batubara
yang dapat ditambang. Perbandingan ini dikenal dengan istilah “stripping ratio”.
Apabila nilai perbandingan ini (stripping ratio) masih dalam batas-batas
keuntungan, maka metoda tambang terbuka dianggap masih ekonomis.
Sebaliknya apabila nilainya di luar batas keuntungan, maka metoda penambangan
tambang dalam yang dipilih.
Beberapa keuntungan yang diperroleh bila menggunakan tambang terbuka
diantaranya yaitu:
1. Produksi tinggi
2. Konsentrasi operasi (kegiatan) tinggi
3. Ongkos operasi per ton bijih yang ditambang rendah
4. Kegiatan eksplorasi dan keadaan geologi lebih mudah
5. Leluasa dalam pemilihan alat gali/muat
6. Recovery tinggi
7. Perencanaan lebih sederhana
8. Kondisi kerja lebih baik /karena berhubungan dengan udara luar
9. Relatip lebih aman
10 Pemakaian bahan peledak leluasa dan effisien
11
2.2.1. Macam-Macam Tambang Terbuka
Yang dimaksud dengan tambang terbuka adalah metode penambangan
yang segala kegiatannya atau aktvitasnya dilakukan di atas atau relatif dekat
dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan
udara luar. Pengelompokkan Metode Tambang Terbuka Berdasarkan Jenis
Endapan Secara umum menurut Partanto (2005) dapat dikelompokkan kedalam 4
(empat) metode :
1) Open pit/open cast/open cut/open mine
2) Quarry
3) Strip Mine
4) Alluvial Mine
12
Gambar 2.3. The open-pit mine of Freeport's Grasberg copper and
gold mine complex in Indonesia (https://asia.nikkei.com/)
Berdasarkan letak endapan yang digali atau arah penambangannya secara garis
besar kuari dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Side hill type, diterapkan untuk menambang batuan atau endapan mineral
industri yang letaknya di lereng bukit atau endapannya berbentuk bukit.
13
Berdasarkan jalan masuk ke pemuka penambangan dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Jalan masuk berbentuk spiral
b. Jalan masuk langsung
2) Pit type, diterapkan untuk menambang batuan atau endapan mineral industri
yang terletak pada suatu daerah yang relatif datar. Jadi tempat kerjanya
(front) digali ke arah bawah sehingga membuat cekungan (pit). Berdasarkan
jalan masuk ke pemuka kerja, memiliki tiga kemungkinan jalan masuk, yaitu :
a. Jalan masuk spiral
b. Jalan masuk langsung
c. Jalan masuk zig-zag
14
2.2.1.4. Alluvial Mine
Adalah tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang endapan-
endapan alluvial, misalnya tambang bijih timah, pasir besi, dan lain-lain.
Berdasarkan cara penggaliannya, maka alluvial mine dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu :
1) Tambang semprot (hydraulicking)
2) Penambangan dengan kapal keruk (dredging)
3) Manual mining method
Tambang semprot Sesuai dengan namanya, penggalian endapan pada
tambang semprot dilakukan dengan menggunakan semprotan air yang bertekanan
tinggi dengan menggunakan alat penyemprot yang dinamakan monitor atau water
jet atau giant.
15
Gambar 2.7. Penambangan dengan kapal keruk
(http://www.escapefromamerica.com/2012/04/placer-gold-mining/)
16
2.2.2. Pemilihan Metode Tambang Terbuka
Dalam kegiatan penambangan, aturan utamanya adalah memilih suatu
metoda penambangan yang paling sesuai dengan karakteristik unik (alam, geologi,
lingkungan dan sebagainya) dari endapan mineral yang ditambang di dalam batas
keamanan, teknologi dan ekonomi, untuk mencapai ongkos yang rendah dan
keuntungan yang maksimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
tersebut adalah :
1. Karakteristik spasial dari endapan
Faktor-faktor ini bisa jadi merupakan determinan terpenting, sebab sangat
mempengaruhi dalam pemilihan suatu daerah akan ditambang dengan t
ambang terbuka atau bawah tanah, laju produksi, pemilihan metode
penanganan material dan lay-out tambang dari cebakan seperti :
a. Ukuran (dimensi ; tebal dan penyebaran)
b. Bentuk (tabular, lentikular, massiv, atau irregular)
c. Attitude (inklinasi dan dip).
d. Kedalaman (nilai : rata-rata dan ekstrim, nisbah pengupasan-SR)
2. Kondisi Geologi dan Hidrogeologi
Karakteristik geologi dari mineral dan batuan induknya sangat
mempengaruhi pemilihan metode penambangan, khususnya dalam
pemilihan antara metode selektif atau tidak. Hidrologi mempengaruhi
sistem drainase dan pompa yang diperlukan. Sedangkan mineralogi
mempengaruhi cara pengolahan mineral. Faktor-faktor yang berpengaruh
antara lain ;
a. Mineralogi dan petrografi (sulfida dan oksida)
b. Komposisi kimia dan kualitas (bahan tambang primer dan produk
samping - by produck (untuk batubara : CV, TM, Ash, S)
c. Struktur geologi (lipatan, patahan, diskontiniu, intrusi)
d. Bidang lemah (kekar, retakan cleavage dalam endapan bijih / cleats
dalam batubara)
e. Keseragaman, alterasi, oksidasi, erosi (zona dan batas) f. Air tanah dan
hidrologi
17
3. Sifat-sifat Geoteknik (Mekanika tanah dan batuan)
Karakteristik Sifat mekanis dari material endapan dan batuan sekitarnya
merupakan faktor kunci dalam pemilihan peralatan pada tambang terbuka
(pada tambang bawah tanah hal ini berpengaruh pula pada kelas metode
yang dipilih (unsupported, supported atau caving). Adapun faktor-faktor
yang berpengaruh adalah :
a. Sifat mekanik batuan (elastisitas, kekuatan batuan, sudut geser dalam,
dll)
b. Perilaku batuan (elastik, elastoplastik, plastik dan creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal dan induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompetensi
e. Sifat fisik batuan (permeabilitas, porositas, densiti dan kandungan air)
4. Pertimbangan Ekonomi
Faktor-faktor ini akan mempengaruhi hasil, investasi, aliran kas, masa
pengembalian investasi dan keuntungan. Hal ini dipengaruhi oleh :
a. Cadangan (tonase dan kadar / kualitas)
b. Laju produksi (produksi per satuan waktu)
c. Umur tambang
d. Produktivitas (produksi per satuan pekerja dan waktu, misal
ton/karyawan-shift
e. Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan yang
cocok.
5. Pertimbangan Teknologi
a. Perolehan tambang (mine recovery)
b. Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan bijih/batubara)
c. Fleksibelitas metode dengan perubahan kondisi
d. Selektivitas metode untuk batubara dan waste
e. Konsentrasi atau dispersi dari pekerjaan
f. Modal, pekerja, dan intensitas mekanisasi
6. Pertimbangan Lingkungan
a. Kontrol bawah tanah
18
b. Penurunan permukaan tanah (subsidence)
c. Kontrol atmosfir (kontrol kualitas, kontrol panas dan kelembaban serta
untuk tambang bawah tanah : ventilasi
d. Kekuatan pekerja (pelatihan, recruitment, kondisi kesehatan dan
keselamatan kerja, kehidupan dan pemukiman
19
BAB III
PEMBAHASAN
Gambar 3.1. Lokasi Tambang Gamping Berdasarkan Citra Google Earth 2018
20
Tabel 3.1. Koordinat Titik Batu Gamping
21
a b
Gambar 3.4. Kondisi saat musim penghujan, menjadi wisata telaga biru (Gambar a) kondisi
kegiatan pertambangan pada musim kemarau(Gambar b)
22
a b
. .
Gambar 3.5. Singkapan batugamping di lokasi, lensa kamera menghadap timur, dengan
kemiringan batu gamping relatif datar (a), Terlihat kristal kalsit batugamping dengan
pembanding pena (b).
Pengamatan dilapangan litologi didaerah telitian merupakan batuan
gamping dengan struktur perlapisan. Berdasarkan Peta Geologi Lembar
Surakarta-Giritontro (Surono, B. Toha dan I. Sudarno, 1992) lokasi penelitian
termasuk kedalam Formasi Wonosari
LOKASI TELITIAN
23
3.3. Pemilihan Metode Penambangan
Pada umumnya batuan gamping ditemukan dalam bentuk bukit-bukit.
Oleh sebab itu teknik penambangan yang dilakukan adalah dengan sistem
tambang terbuka. Dalam penentuan metode penambangan batu gamping faktor
yang dapat diamati secara langsung dilapangan untuk menentukan metode yang di
pakai adalah :
1. Karakteristik Spasial Endapan
2. Kondisi Geologi
Hasil pengamatan di lapangan menunjukan batugamping pada lokasi
telitian termasuk kedalam bahan galian batuan dan non logam berdasarkan UU
No. 4 Tahun 2009, dimana pada aturan sebelumnya batugamping juga termasuk
bahan galian industri. Bentuk singkapan endapan batugamping dilapangan (di
permukaan yang sudah di lakukan penambangan) memiliki ketebalan kurang lebih
20 Meter. Morfologi di lokasi telitian berupa perbukitan batugamping kedalaman
endapan yang relatif dangkal. Endapan batugamping dilokasi tergolong seragam.
a b
. .
Gambar 3.7. Foto Morfologi perbukitan, dengan arah tangan merupakan arah
utara (gambar a) Foto Panorama bukaan tambang pada lokas telitian dengan
ketebalan kurang lebih 20 meter (gambar b)
24
Tabel 3.2. Identifikasi Metode Penambangan dengan Pengamatatan Lapangan
berdasarkan Karakteristik endapan dan kondisi geologi.
PARAMETER
Ukuran
SISTEM METODE Karakteristik Keseragaman dan
Endapan dan
Bentuk Endapan Kadar
Kedalaman
OPEN PIT endapan- Seragam dapat Besar Tebal,
endapan bijih berkadar rendah- dangkal
(ore) biasanya tinggi sampai sedang
berbentuk
endapan porfiri
QUARRY Endapan bahan Seragam dengan Besar Tebal,
galian industri, kadar tinggi dangkal
dengan sampai sedang
TAMBANG
STRIPMINE ndapan Seragam Besar Tebal,
TERBUKA
sedimenter yang dangkal
letaknya kurang
lebih mendatar,
biasanya
batubara
ALUVIAL Endapan aluvial Agak Seragam Penyebaran
MINE tidak dengan kadar dan tebal
terkonsolidasi, sangat rendah sedang,sangat
dangkal
25
Dalam hal ini digunakan alat tradisional dengan geometri yang tidak di
tentukan, berupa bongkahan batuan yang nantinya digunakan sebagai bahan
pondasi.
Gambar 3.8. Pengambilan batu gamping dalam bentuk blok-blok pada lokasi.
3.4. Pemanfaatan
Batu gamping pada dasarnya memiliki banyak manfaaat, diantaranya
adalah sebagai bahan pondasi bangunan, dapat juga menjadi penetral keasaman
tanah pada tanah yang terlalu asam misalnya, tanah gambut. Selain itu batu
gamping dilokasi penelitian juga di bentuk menjadi hiasan rumah. Pada batuan
gamping dengan cadangan yang besar biasanya digunakan sebagai salah satu
bahan baku pembuatan semen portland.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Batu gamping merupakan batuan sedimen yang mineral utamanya tersusun
oleh kalsium karbonat (CacO3). Batu gamping juga biasa disebut dengan batu
kapur. Dimana endapan ini memiliki sebaran yang reltif luas membentuk
morfologi perbukitan
Metode Tambang Terbuka merupakan kegiatan penggalian bahan galian
dimana para pekerja berhubungan langsung dengan udara luar.dan iklim.
Penambangan denga metode ini dilakukan apabila diyakini keberadaan endapan
mineral dekat dengan permukaan. Pengelompokkan Metode Tambang Terbuka
Berdasarkan Jenis Endapan menurut Partanto (2005) Secara umum dapat
dikelompokkan kedalam 4 (empat) metode : Open pit, Quary, Strip Mine, dan
Alluvial Mine.
Berdasarkan pengamatan lapangan faktor kondisi endapan dan geologi di
lokasi penelitian, dapat di simpulkan metode penambangan yang cocok untuk
endapan batu gamping di lokasi penelitian adalah Quarry Mine.
Lokasi batu gamping sudah dilakukan penambangan dengan konvensional.
Dengan kata lain sudah ekonomis di tambang secara konvensional, namun dapat
juga di tambang dengan alat mekanik misalnya excavator, namun harus di kaji
terlebih dahulu kualitas dan keekonomisannya.
4.2. Saran
Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya
dengan laporan ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman
memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca
khusus pada penulis.
27
DAFTAR PUSTAKA
28