Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

DATA LAPANGAN

4.1. Dasar Teori


Secara geografis, daerah penelitian terletask di sebelah timur Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya terletak di bibir sungai opak dengan
koordinat 7⁰ 42′ 5″ LS 110⁰ 26′ 35″ BT. Daerah tersebut juga kaya akan
beragam proses geologi yang terjadi, Sehingga hal tersebut menyebabkan
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sumber daya alam maupun sumber
daya geologi yang melimpah, salah satu sumber daya geologi seperti
keberadaan objek geoheritage, yaitu aktivitas wisata yang secara spesifik fokus
terhadap aspek panorama dan geologi.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang kaya akan
potensi wisata, baik wisata alam, wisata budaya maupun wisata geologinya.
Salah satu potensi wisata alamnya yangmengandung unsur geologi di
dalamnya yaitu situs lava bantal watuadeg berbah yang terletak di Dusun
Watuadeg, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Situs lava bantal watuadeg
berbah memiliki beragam informasi geologi yang cukup unik dan menarik
untuk dijadikan sebagai suatu objek geoheritage di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Indonesia.
Objek wisata lava bantal watuadeg berbah merupakan salah satu
wisata geoheritage yang mengulik sejarah terjadinya pulau jawa. Batuan lava
bantal tersebut awalnya merupakan lava cair bersuhu tinggi hasil erupsi
gunungapi yang membeku cepat karena terkena air laut hingga membentuk
gumpalan-gumpalanmenyerupai bentukan bantal atau pillow. Batuan-batuan
lava bantal ini dapat di pergunakan sebagai bukti untuk menunjukkan proses
awal pembentukan gunung api purba di Pulau Jawa. Penetapan suatu daerah
menjadi objek geoheritage akan memiliki dampak cukup besar bagi
masyarakat sekitar daerah tersebut. Selain itu dampak yang ditimbulkan pada

103
sektor geoheritage juga memilki efek yang sangat besar yang didalamnya yaitu
pada bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada lokasi lava bantal watuadeg berbah tersebut, pemerintah daerah
sudah melakukan upaya untuk melestarikan dan mejaga situs geologi ini.
Upaya-upaya tersebut antara lain yaitu: Adanya homestay di kawasan ini
sehingga dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga sekitar,
Pembangunan infrastruktur jalan penghubung kawasan lava bantal dengan
kawasan geoheritage lain yang ada di Gunungkidul, yakni gunung api purba
Nglanggeran, Pembangunan

4.1.1. Tinjauan Geologi


Lava Bantal Watuadeg tersingkap di badan Sungai Opak sebelah barat,
Desa Watuadeg, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D. I. Yogyakarta.
Lava bantal ini bersebelahan dengan batuan vulkaniklastik yang termasuk
dalam Formasi Semilir. Lava bantal dan batuan vulkaniklastik ini terpisahkan
oleh arus sungai, namun pada bagian barat sungai

Gambar 4.0. Lokasi Penelitian

Lava bantal terbentuk jika ada aliran lava masuk ke dalam tubuh air
seperti laut maupun danau. Oleh karena itu, lava bantal sering dijadikan
indikator lingkungan pengendapan bawah air. Di banyak tempat lava bantal

104
terbentuk pada lingkungan laut dan dijumpai bersama dengan batuan
vulkaniklastik.
Di Pegunungan Selatan Jawa timur, lava bantal berasosiasi dengan
batuan vulkaniklastik berumur Paleogen - Neogen dijumpai di beberapa
tempat seperti di desa Watuadeg, Berbah, Bayat, Sukoharjo maupun Pacitan.
Namun, karena kompleksitas dan kelangkaan data umur baik umur relatif
maupun umur mutlak, hubungan stratigrafi antara lava bantal dengan batuan
vulkaniklastik yang melingkupinya menjadi sulit ditentukan.
Demikian juga yang terjadi dengan keberadaan lava bantal yang
dilingkupi batuan vulkaniklastik bagian dari Formasi Semilir di daerah
Watuadeg, Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman (Gambar 1). Bronto dkk.
(2008) menginterpretasi bahwa lava bantal Watuadeg ditumpangi secara tidak
selaras oleh Formasi Semilir berdasarkan perbedaan yang sangat mencolok
antara umur lava bantal dan Formasi semilir, yaitu 56 ± 3,8 juta tahun lalu
(Ngkoimani dkk., 2006) dan Miosen Awal – Miosen Tengah (Surono dkk.,
1992 dan Rahardjo, 2007), secara berurutan. Bukti lain yang digunakan oleh
Bronto dkk. (2008) adalah keberadaan fragmen batuan pecahan lava bantal di
dalam Formasi Semilir yang diinterpretasikan sebagai hasil dari erosi karena
ada selang pengendapan.

4.1.2. Peralatan
Selain melakukan pengamatan batuan, praktikum kali ini juga melakukan
penggunaan alat GPS dan kompas dalam melakukan ploting lokasi dan
perhitungan sumberdaya batuan yang ada dilokasi dengan batasan yang sudah
di tentukan oleh asisten dosen.

105
4.1.2.1. GPS Garmin 60Csx

Gambar 4.1 Fungsi tombol GPS Garmin 60Csx

Global Positioning System (GPS)) adalah sistem untuk menentukan letak


di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit.
Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke
Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk
menentukan letak, kecepatan, arah, dan waktu. Sistem yang serupa dengan GPS
antara lain GLONASS Rusia, Galileo Uni Eropa, IRNSS India.

Cara Pengukuran Dengan GPS


1) Pengukuran Posisi/Koordinat Objek Titik di Lapangan
Pengertian objek titik dilapangan sangat relative tergantung dari skala
peta yang diinginkan (contoh suatu desa dapat berupa titik pada peta skala
1:1.000.000, suatu rumah/bangunan dapat berupa titik pada peta skala
1:25.000, suatu tiang listrik dapat berupa titik pada peta skala 1:500).
Pengukuran penentuan posisi titik di lapangan seperti tiang, bangunan,
jembatan menggunakan GPS Navigasi dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapan peralatan Receiver GPS Navigasi
2. Hidupkan alat
106
3. Tunggu beberapa saat (setelah keterima 4 satelite), akan muncul
informasi koordinat.
4. Catat atau rekam ke memori (Waypoint) dengan cara : Tekan tombol
MARK.
5. Menggunakan tombol Rocker pilih Avg/rata-rata, dilanjutkan dengan
menekan tombol Enter
6. Setelah Estimated Accuracy terpenuhi misalnya 2 meter, tekan
tombol Enter

Perbedaan Koordinat UTM dan Geografi/Geodetik


Dalam GIS ada 2 sistem koordinat yang biasa digunakan, yaitu :
a. Koordinat Geografi
Koordinat Geografi pada Proyeksi UTM mempunyai referensi Posisi
Acuan dan arah yang sama yaitu Titik Pusat Proyeksi untuk posisi dan arah
utara Grid di Meridian Pusat sebagai arah acuan. Permasalahan yang timbul
adalah :
a) SATUAN (unit) . Besaran Pada Koordinat Geografi dinyatakan dalam
besaran sudut (derajat), besaran pada Koordinat UTM dinyatakan
besaran panjang (meter).
b) Bidang persamaan, pada Koordinat geografi dinyatakan sebagai
permukaan Elipsoid, sedang bidang persamaan UTM merupakan bidang
datar.
b. UTM (Universal Transverse Mercator)
Pada Proyeksi UTM, sistim koordinat yang digunakan adalah
Orthmetrikl 2 Dimensi, dengan satuan mete,r kesepakatan posisi titik
Acuan berada di pusat proyeksi yaitu perpotongan proyeksi garis Meridian
Pusat pada Zone tertentu dengan lingkaran Equator dan di-definisikan
sebagai :
N(orth) : 10,000,000 m
E(ast) : 500,000 m
Penentuan Zone: Zone ditentukan dengan :
107
Dimana :
Bujur = Bujur ditengah daerah Pemetaan
3º = Lebar 0.5 Zone
30 = Nomor Zone di Greenwich
Kesimpulan, Parameter Koordinat UTM terdiri dari komponen
North/East dan informasi Zone. (Kontur bukan merupakan parameter
koordinat.)
Pada Sistim Proyeksi Lokal, titik acuan dapat berupa Patok, Paku, Pojok
Bangunan dll, dengan asumsi nilai X,Y sebarang, dengan arah Utara Grid
sebarang. Koordinat ini dapat pula disebut Koordinat Relatip. Jika pada
kemudian hari koordinat “Patok” tersebut dapat ditentukan hubungannya
terhadap Sistem Koordinat Nasional, maka Sistim Koordinat dapat diubah
menjadi Sistem Koordinat Baku. Proses ini disebut juga
TRANSFORMASI.

4.1.2.2. Pengukuran Strike Dan Dip


Dalam penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui
kedudukan batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya
dan juga kemiringan batuan. Dalam ilmu Geologi, kedua elemen tersebut
dinamakan Strike dan Dip.

Gambar 4.2 Strike-dip


108
Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan
bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip
adalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang
arahnya tegak lurus dari garis strike. Apa itu bidang planar? Bidang planar ialah
bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidang perlapisan, bidang kekar, bidang
sesar, dll.
Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil
pengendapan (sedimen). Tapi juga ditemukan pada batuan metamorf yang
berstruktur foliasi. Penulisan strike dan dip hasil pengamatan ialah : N (Derajat
Strike) E/ (Derajat Dip) dan dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai Dip)
Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan
kompas Geologi. Kompas Geologi mumpuni untuk mengukur strike dip karena
memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang
berguna untuk mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung
udara berguna untuk memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal.

Gambar 4.3. Bagian-bagian kompas geologi

Langkah-langkah dalam mengukur strike dan dip adalah:


 Mencari arah jurus pada bidang (strike):
Kenali dulu arah utara pada kompas, agar kita tidak terbalik menentukan arah.

109
Tempelkan sisi kompas yang bertanda "E" (sisi kompas bagian timur) pada
bidang yang akan kita ukur.
Posisikan kompas secara horizontal dengan memanfaatkan gelembung udara
pada bull eyes berada di tengah.
Catat derajat yang di bentuk oleh jarum magnet yang mengarah ke utara. Itulah
angka Strike. Buat garis lurus searah strike untuk menentukan dip.

 Mencari kemiringan bidang (dip)


Pada garis lurus yang dibentuk strike, tempelkan sisi kompas yang bertanda "W"
(sisi kompas bagian barat) secara tegak lurus.
Putar tuas klinometer agar gelembung udara di dalam nya berada di tengah.
Catat angka yang tertera pada jarum klinometer. Itulah angka Dip.

Disamping menggunakan kompas Geologi, strike dip bidang dapat


ditentukan dengan metode 3 titik. Intinya adalah mengetahui pelamparan batuan
berikut kemiringannya di lapangan. Contoh ekonomis yang kita miliki dalam
menentukan strike dip ini dapat diaplikasikan dalam eksplorasi batubara, emas,
dan mineral-mineral lainnya.

Pengukuran Pada Medan Berlereng


1. Kemiringan lapisan searah dengan lereng

Gambar 4.4 Pengukuran pada medan berlereng

110
Rumus :T = d sin (∂ - s) (Gambar 4.4b)
T = d sin (s - ∂) (Gambar 4.4c)
T = Tebal lapisan
S = Sudut lereng
∂ = Kemiringan lapisan

2. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng

Gambar 4.5. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng

Rumus : T = d (Gambar 4.0c)


T = d sin (∂ + s ) (Gambar 4.0b)
T = d sin (180 - ∂ - s ) (Gambar 4.0d)
T = Tebal lapisan
∂ = sudut kemiringan lapisan
s = Sudut lereng

111

Anda mungkin juga menyukai