PETROLOGI
20
Gambar 1.3. Jentera batuan (Gillen, 1982).
Gambar 3.1. Jentera batuan (Gillen, 1982).
21
3.1.1.1. Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih
cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun
batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna
gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam
berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam,
tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang
dominan. Pada batuan beku tertentu yang banyak mengandung mineral
berwarna merah daging maka warnanya menjadi putih-merah daging.
22
Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian
tekstur lebih rinci tidak dapat diketahui, sehingga harus dihentikan.
Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik maka pemerian
lebih lanjut dapat diteruskan.
23
beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk kristal subhedral
disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang
tidak teratur. Tekstur batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk
kristal anhedral disebut alotriomorfik granular atau xenomorfik
granular.
24
Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk
prismatik panjang (lath-like), berarah relatif sejajar dan di antaranya
terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal olivin dan piroksen. Tekstur
gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang – kasar ( : 1 – 30
mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen,
amfibol) dan plagioklas basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin
berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas asam, alkali felspar, dan
kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur holokristalin kasar - sangat kasar
( 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur dioritik
sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan
beku menengah.
25
5. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler
dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler
yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal
berbentuk prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
26
pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan
mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada
acara analisis batuan ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit,
klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal
atau amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat
cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan gunungapi,
sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama
pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-
unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi tiga, yaitu
felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral
foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar
dibagi lagi menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh
unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen,
amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit.
27
selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dalam dan batuan beku
intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya
maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku
felsik. Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti
dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit,
anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral
olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas basa.
Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan
terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik
umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin,
piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah
basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit, tersusun oleh piroksen,
amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya dinamakan
andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut
andesit basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan
diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut
dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit atau andesit, tetapi
ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara
berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin
bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku
dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit.
Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah
biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat
asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit,
sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan
beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur
perlapisan disebut perlit.
28
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan
aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol.
Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen.
Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila
persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase
kehadiran mineral pembentuk batuan (Tabel 3.1) dan tabel klasifikasi
batuan beku (Tabel 3.2.) dapat membantu memberikan nama terhadap
batuan beku.
4.
29
Tabel 3.2. Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986).
30
batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil
kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer
piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga
secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan
epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan)
dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai
struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan
membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur
yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada
umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari
keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan,
maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga
bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam
material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada
bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar
pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat
kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya
berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan
bahkan coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar
atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah,
serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di
dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti
rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah,
coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh
letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi
berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca,
permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian.
Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya
meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya
struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan
31
daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu.
Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung
tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga
dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk
lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut
terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf
kristal dan tuf litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa
gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf
andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya
tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria dapat juga disebut tuf batuapung atau
tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi
batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
32
proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal,
penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun
kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Berhubung proses petrogenetik tersebut sebagian besar berlangsung lama (dalam
ukuran waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi,
sehingga tidak dapat diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat
interpretatif. Pembuktian mungkin dapat ditunjukkan berdasar hasil-hasil
eksperimen di laboratorium, sekalipun hanya pada batas-batas tertentu. Analisis
interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data obyektif atau deskriptif hasil
pemerian yang meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi mineral dan
kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian studi petrogenesa pada prinsipnya
untuk mencari jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan “Mengapa” (Why)
dan “Bagaimana” (How) terhadap data perian batuan.
i. Lembar Tugas
33
ii. Lembar Tugas
34
iii. Lembar Tugas
35
iv. Lembar Tugas
36
v. Lembar Tugas
37
vi. Lembar Tugas
38
vii. Lembar Tugas
39
40
viii. Kesimpulan
41
3.2. Batuan Sedimen
3.2.1. Dasar Teori
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan
endapan yang berupa bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981)
menyatakan Sedimentary rocks are rocks which are formed by the “turning to
stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed by the breakdown
of yet-older rocks. O’Dunn & Sill (1986) menyebutkan sedimentary rocks are
formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to
depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also be
created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials from
solution (Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi
sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air,
angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan
sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan
bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh
kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi,
tetapi ketebalannya relatif tipis.
42
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu
juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara
kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara
kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2
CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang
atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut
(karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-
kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia
3. Batuan sedimen organik, dan
4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur
klastika dengan bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan
gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu
:
1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan sedimen silika, dan
4. Batuan sedimen karbonat
43
2. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan material
penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca, kristal dan
atau litik), dan
3. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah batuan
sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah material
karbonat (kalsit).
3.2.1.3. Kekompakan
Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga
menjadi batuan sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi
pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan suhu 300 oC dan tekanan 1 –
2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan, hingga terangkat
dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam
diagenesa, yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami
penguburan semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen tersingkap
kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
44
kering, tetapi akan terurai bila dimasukkan ke dalam air.
3. Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang
dapat dilepas dengan tangan atau kuku.
4. Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan tangan/kuku.
5. Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami rekristalisasi).
3.2.1.4. Tekstur
Seperti diuraikan di atas, maka batuan sedimen dapat bertekstur
klastika atau non klastika. Namun demikian apabila batuannya sudah sangat
kompak dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka batuan
sedimen itu bertekstur kristalin. Batuan sedimen kristalin umum terjadi pada
batugamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan keras.
45
Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l),
menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk disk); B
= equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas
bentuknya digambarkan seperti terlihat pada gambar 3.3.
3.2.1.6. Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka
Pettijohn, dkk., (1987) membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan
ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan tinggi (Gambar 3.3). Keenam
kategori kebundaran tersebut yaitu:
46
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
Gambar 3.3 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
47
Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran,
tingkatan ini nampaknya lebih didasarkan pada tekstur permukaan daripada
butir.
48
maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga
macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di
antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix
supported).
Gambar 3.4 memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi
bentuk pengepakan (packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts),
orientasi butir atau arah-arah memanjang (penjajaran) butir, dan hubungan
antara butir fragmen dan matriks.
Gambar 3.4. Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta
hubungan antara butir matrik.
3.2.1.10. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan
sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka
pemilahan semakin baik.
49
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam.
Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang
seragam maupun yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam,
dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan
kemas terbuka.
50
3.2.1.12. Permeabilitas (Kelulusan)
Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air (zat
cair).
1. Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir atau lebih
kasar.
b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling berhubungan.
c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir
atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air,
yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling
berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau –
lempung. Material lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori antar
butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada
rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan
tinggi apabila di permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap
ke dalam batuan. Sebaliknya, batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan
tidak lulus air bila di permukaannya diteteskan air maka air itu tidak segera
meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan batuan.
51
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin
kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)
c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)
a. Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b. Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)
c. Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d. Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
3.2.1.14. Kompaksi
Batuan sedimen klastika berbutir kasar (rudites, > 2 mm) biasanya
terdiri dari fragmen dan matriks. Fragmen adalah klastika butiran lebih besar
yang tertanam di dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin
berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule. Sedangkan
fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral utama penyusun batuan
silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta
mineral lempung. Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin,
zirkon), mineral karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi
biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam
52
batuan sedimen juga dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang dan fosil
tumbuh-tumbuhan.
Batuan karbonat (klastika dan non klastika) tersusun oleh mineral
kalsit, cangkang fosil dan kadang-kadang dolomit. Batuan evaporit (non
klastika hasil penguapan), utamanya tersusun oleh mineral gipsum
(CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl). Batuan sedimen “ironstone”
tersusun oleh mineral oksida besi (hematit, magnetit, limonit, glaukonit dan
pirit). Batuan sedimen posfat tersusun oleh mineral apatit. Batubara tersusun
oleh mineral carbon. Batuan sedimen silika (chert atau opal)tersusun oleh
kuarsa dan kalsedon.
Fragmen dan matriks di dalam batuan sedimen lebih menyatu karena
adanya bahan semen. Bahan penyemen butiran fragmen dan matriks tersebut
adalah material karbonat, oksida besi, dan silika. Semen karbonat dicirikan
oleh bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak bereaksi
dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak
berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan batuan yang terbentuk sangat keras.
Semen itu tidak selalu dapat diamati secara megaskopik.
53
54
Gambar 3.6. Berbagai macam struktur sedimen. A. Current dan Graded; B. Daur Bouma; C.
Konvolut dan Dike Batupasir; D. Konkresi dan Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan Groove
casts; G dan K. Ripple bedding; H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-in-cone dan Kristal
pasir.
55
Gambar 3.7 Beberapa perbedaan jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
INORGANIC STRUCTURE
MECHANICAL CHEMICAL ORGANIC
(“PRIMARY”) (“SECONDARY”) STRUCTURE
56
2. Wavy bedding 2. Corrosion zone
3. Vugs, oolicasts etc.
B. Bedding internal B. Accretionary structures B. Bedding (weedia and
structures 1. Nodules other stromatolites)
1. Cross-bedding 2. Concretions
2. Ripple-bedding 3. Crystal aggregates
3. Graded bedding (sperulites & osettes)
4. Growth bedding 4. Veinlets
5. Color banding
C. Bedding-plane marking C. Composite structures C. Miscellaneous
(on surface) 1. Geodes 1. Borings
1. Scour or current 2. Septaria 2. Tracks and trails
marks (flutes) 3. Cone-in-cone 3. Casts and molds
2. Tool marks (grooves 4. Fecal pellets and
etc.) coprolites
D. Bedding-plane marking
(on surface)
1. Wave and swash
marks
2. Pits and prints (rain
etc.)
3. Parting lineation
E. Deformed bedding
1. Load and founder
structures
2. Synsedimentary folds
and breccias
3. Sandstone dikes and
sills
57
3.2.1.15. Penamaan Batuan Sedimen
Penaman batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data
pemerian (data deskriptif) yang meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi.
Pembagian batuan sedimen silisiklastika umumnya berdasar ukuran butir,
ditambah dengan bentuk butir, struktur dan komposisi (Tabel 3.9), yaitu :
Tabel 3.7. Penamaan batuan sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Komposisi Nama Ciri-ciri
Tekstur/Struktur
mineral/fragmen batuan khas
Fragmen
Komposisi Konglomerat umumnya
sejenis atau bulat atau
campuran, agak
terutama dengan membulat
58
Rudit rijang, kuarsa, Fragmen
(2 – 256 mm) granit, kuarsit, Breksi umumnya
batugamping dll. runcing, dan
menyudut
Kipas
Fanglomerat aluvial yang
mengalami
pembatuan
Umumnya
Pecahan batuan Tillit tidak
bercapur dengan terpisah.
semen Fragmen
batuan
terdapat
bekas
goresan
Terutama kuarsa Arenit atau Pemilahan
25%, felspar batupasir baik dan
kalium atau kuarsa bersih
Arenit plagioklas 10- Arkose Pemilahan
(1/16 – 2 mm) 25%. jelek, warna
Pecahan batuan: abu-abu
basal, riolit, kemerahan
batusabak dll. Batupasir Lebih
Mineral mika, felspatik dewasa dari
serisit, klorit, Graywacke arkose
bijih besi. subgraywacke antara
graywacke
dan arenit
Umumnya Batulanau Antara
Lutit mineral lempung, batupasir
kuarsa, opal, dan serpih
59
(1/16 – 1/256 kalsedon, klorit Serpih Mudah
mm) dan bijih besi. Batulumpur membelah,
Batulempung tidak plastis,
bila
dipanasi
menjadi
plastis
60
Tabel 3.8. Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
61
Campuran Warna
silika, opal dan Rijang beragam,
Rapat dan kalsedon dll. keras, kilap
berlapis non logam,
konkoidal
Terutama gips Evaporit,
tidak sendiri
Anhidrit Gips melainkan
berasosiasi
Terutama malit dengan
mineral/batu
an lain.
Dijumpai
kristal yang
mengelompo
k
Masif atau Mineral fosfat Fosforit Diperlukan
berlapis dan fragmen penentuan
tulang kadar P2O3
Amorf, berlapis, Humus, Batubara, Warna
tebal tumbuhan lignit coklat,
pecahan
prismatik
3.2.1.16. Genesis
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara
genesa dapat diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi
di antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses transportasinya.
62
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di
pantai atau di laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
63
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
64
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
65
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
66
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
67
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
68
3.2.2. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
69
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
70
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
71
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
72
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
73
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
74
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
75
. Lembar Tugas
3.2.3. Kesimpulan
76
3.3. Batuan Metamorf
3.3.1. Dasar Teori
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta
struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan
di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm
< P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi
di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-
mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
77
dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan
muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa
reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C -
350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal
metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-
masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda,
tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di
bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan
tekanan uap. Satu kisaran dari 650C - 800C menutup sebagian besar kondisi
tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari
batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari
kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan
metamorf yang lain.
78
Gambar 3.8. memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah –
medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Gambar 3.9. memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
79
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi
dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme
regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti
juga oleh orogenesa (Gambar 3.10). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas
sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 3.10 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
80
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-
mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya
sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang
baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral)
atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan
struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi
maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama
batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan
non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Table 3.11 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
81
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal
terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya
perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 1985).
82
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-
mineral penyusun batuan metamorf.
83
3.3.1.4. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,
batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast.
Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan
fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik
porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam
hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh
pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu,
tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan
sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang
melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya,
orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan
(seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast
dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari
kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya
hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini
dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
84
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
85
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress.
Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk
pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi:
mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan,
klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi:
kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
86
Tabel 3.9. Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)
87
sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya.
Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan
belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa
lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan
memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan
ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya
berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas
mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang
berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan
yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan
kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika,
piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,
tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat
mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang
menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai
aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau
dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa,
dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis
batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya
adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan
88
garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,
felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.
Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar
kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama
disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi
protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang
tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera,
rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral
dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat.
Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih
dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena
perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
89
Tabel 3.10 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
90