Anda di halaman 1dari 13

Gemorfologi Pulau Sulawesi

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD DAFFA PRATAMA

NIM: 2110115110010

MATKUL

GEOMORFOLOGI INDONESIA

DIAMPU OLEH:

Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKUAT

2023

BAB II
PEMBAHASAN
A. SULAWESI
Penyelidikan geologi Sulawesi awalnya dilakukan oleh ilmuwan
Belanda pada awal abad ke-19. Sejak itu, banyak penyelidikan oleh ilmuwan
bumi lokal dan internasional telah mengumpulkan banyak data tentang
geologi Sulawesi (misalnya Van Bemmelen, 1949; Katili, 1973; Sukamto,
1975; Hamilton, 1979). Setelah tahun 1970-an, banyak pekerja terus
melakukan serangkaian penelitian tentang lengan pulau ini. Sukamto (1982)
dan Sukamto & Supriatna (1982) diterbitkan Peta geologi sistematis pertama
dari bagian selatan pulau itu. Davies (1990), Kadarusman et al. (2004)
mengerjakan East Arm-nya sedangkan Priadi et al. (1994), Elburg et al.
(1998) dan van Leeuwen et al. (2007) bekerja di North Arm of the island.
Parkinson (1998) dan Villenueve et al. (2002) bekerja di bagian tengah pulau
sementara Wilson & Bosence (1996), Wakita et al. (1996), Bergman et al.
(1996), Coffield et al. (1993), Elburg et al. (1999a, 1999b, 2002) dan Maulana
(2009) bekerja di Lengan Barat pulau dan Smith et al. (1991) bekerja di
Lengan Tenggara dan Pulau Buton.

Model geologi Sulawesi secara keseluruhan tidak berubah secara


signifikan meskipun ada berbagai data lokal tambahan dan rekonstruksi oleh
para pekerja tersebut. Orogeni Neogen di Sulawesi dibahas oleh
Simandjuntak dan Barber (1996). Mereka menyimpulkan bahwa orogeni
Neogen di pulau ini diprakarsai oleh tabrakan bagian timur pulau dengan dua
blok mikrokontinental yang berasal dari Australia; Tukang Besi dan Banggai-
Sula. Tabrakan ini diikuti oleh serangkaian peristiwa tektonik regional
termasuk obduction Ophiolit Sulawesi Timur, pembentukan Sabuk Dorong
Sulawesi Tengah dan pengembangan Sesar Transcurrent Palu–Koro
Sinistral. Di selain itu, tabrakan ini juga bertanggung jawab atas distribusi
besar batuan plutonik dari bagian barat ke bagian utara pulau (van
Leeuween, 1992; Elburg, 2002).

Berdasarkan kerangka geologi keseluruhan yang muncul dari studi ini


dan sebagian dari tinjauan geologi regional Hall (2002), Kadarusman et al.
(2004) dan Maulana (2009), Sulawesi dapat dibagi menjadi empat (4) provinsi
tektonik, yaitu
(1) Busur Pluto-Vulkanik Sulawesi Barat dan Utara,
(2) Sabuk Metamorf Sulawesi Tengah,
(3) Sabuk Ophiolit Sulawesi Timur dan
(4) Fragmen Kontinental Banggai-Sula dan Tukang Besi

B. STRUKTUR GEOLOGI SULAWESI


 Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu: Mandala
barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan
bagian ujung timur Paparan Sunda; Van Leeuwen (1994) menyebutkan
bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1. Bagian Utara
Memanjang dari Buol sampai sekitar Manado. Batuan bagian utara
bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen-Resen
dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen-Oligosen.
Seksi Minahara, merupakan ujung timur dari lengan utara sulawesi
dengan arah timur laut barat daya yang bersambung dengan
punggungan sangihe yang didirikan oleh aktifitas vulkanis
Pegunungan Soputan.
SULUT
 Geologi daerah Sulut didominasi oleh batugamping sebagai
satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok.
 Satuan batuan lainnya adalah kelompok breksi dan
batupasir, terdiri dari breksi-konglomerat kasar, berselingan
dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung
yang didapatkan di daerah Ratatotok-Basaan, serta breksi
andesit piroksen.
 Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen
batuan volkanik kasar andesitan mengandung pecahan batu
apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-trakit.
 Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api
Muda terdiri atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu
 Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu
koral, endapan danau dan sungai serta endapan alluvium
aluvium.

Gorontalo
Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik
Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen -
Pliosen dan batuan terobosan. Gorontalo merupakan bagian
tengah dari lengan utara sulawesi, namun aktifitas vulkanis
sudah padam. Seksi ini dilintasi oleh sebuah depresi menengah
yang memanjang yaitu jalur antara rangkaian pegunungan di
pantai utara dan di pantai selatan yang disebut Zone Limboto.

 Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah


penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen –
Miosen Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut
dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan
regresif.
 Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan
batuan sedimen, dan sebaliknya pada satuan batuan
sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga
kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan
superposisi yang jelas.
 Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan
batuan ofiolit, sedangkan batuan gunung api yang lebih
muda merupakan batuan busur kepulauan.

2. Bagian Barat
Dari Buol sampai sekitar Makasar. Busur magmatik bagian barat
mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas
batuan gunung api-sedimen berumur Mesozoikum-Mesozoikum
Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos
granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang
berupa batolit, stok, dan retas.
Enrekang Sulawesi Selatan
Berdasarkan pengamatan geologi pada data penginderaan
jauh dan lapangan, maka batuan di daerah Enrekang dapat
dibagi menjadi 8 satuan,yaitu:
 Satuan batupasir malih (Kapur Akhir)
 Satuan batuan serpih (Eosen-Oligosen Awal)
 Satuan batugamping (Eosen)
 Satuan batupasir gampingan (Oligosen-Miosen Tengah)
 Satuan batugamping berlapis (Oligosen-Miosen Tengah)
 Satuan klastika gunungapi (Miosen Akhir)
 Satuan batugamping terumbu (Pliosen Awal)
 Satuan konglomerat (Pliosen)

Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri atas


sesar naik, sesar mendatar, sesar normal dan lipatan yang
pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional
Sulawesi dan sekitarnya.

 Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)


Berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai
bagian dari blok Australia; Sabuk ini terbatas di tengah dan bagian dari
Lengan Timur pulau, dan diasumsikan sebagai akibat dari tabrakan antara
fragmen Gondwana dan margin Asia aktif di Oligosen Akhir atau Miosen
Awal. Ini terdiri dari batuan metamorf yang dicukur termasuk Kompleks
Pompangeo Schist dan kompleks mélange, serta ophiolit Miosen
(Kompleks Lamasi) Wilayah ini diasumsikan sebagai kompleks akresi yang
terbentuk selama zaman Kapur dan Paleogen (Hamilton, 1979), atau
jahitan antara bagian barat dan timur Sulawesi, Keduanya tidak eksklusif.
Struktur utamanya adalah lipatan timur-barat dan thrust belt dengan bagian
depan dorong di Selat Makassar. dan Sistem Sesar Sinistral strike-slip
Sulawesi Tengah, yang terdiri dari Sesar Palu-Koro pada NNW dan Sesar
Matano pada SSE. Penanggalan radiometrik menunjukkan bahwa sabuk
lipat ini dikembangkan sekitar 13 – 5 Ma
 Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)
Berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi
dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen. Sesar Lasolo yg merupakan
sesar geser membagi lembar daerah Kendari menjadi dua lajur, yaitu:
1) Lajur Tinondo, yang menempati bagian barat daya merupakan
himpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua, sedangkan
2) Lajur Hialu, yang menempati bagian timur laut daerah ini, merupakan
himpunan batuan yang bercirikan asal kerak samudera (Rusmana dan
Sukarna, 1985). Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo adalah Batuan
Malihan Paleozoikum, dan diduga berumur Karbon.
Kendari Sultra
Hasil pengukuran gaya berat di daerah Kendari, Sulawesi
Tenggara, yang sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan
ofiolit, menunjukan perkembangan tektonik dan geologi daerah
ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan
Timur Sulawesi dengan ditemukannya endapan hidrokarbon di
daerah Batui. Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat
daerah ini menunjukkan potensi sumber daya geologi yang
sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon.
 Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan
Lasolo, sepanjang sesar Lasolo
 Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai
timur daerah ini, seperti: daerah Kepulauan Limbele,
Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda
Telewata Singgere pantai Labengke), Wawalinda,
Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain sebagainya.

Sabuk ini membentang dari Palung Sulawesi Tengah melintasi


Lengan Timur dan Tenggara, termasuk Kepulauan Buton dan
Muna. Ini terdiri dari ophiolite tektonik terpotong-potong dan
sangat patahan yang terkait dengan batuan metamorf
Mesozoikum dan batuan sedimen. Ini membentuk ruang bawah
tanah di wilayah ini, yang ditimpa oleh sedimen Seri ophiolit ini
terdiri dari sisa mantel peridotit, mafic-ultramafic cumulate dan
gabbro, sheeted dolerites dan batuan vulkanik basaltik.
Komponen dataran tinggi samudera dari ophiolit telah ditafsirkan
sebagai produk dari Superplume Pasifik Barat Daya. Data
gravitasi menunjukkan bahwa ophiolit menebal ke arah barat
dan turun di bawah sekis di sepanjang patahan utama. Sabuk ini
ditafsirkan sebagai kompleks akresi Neogen yang dibentuk oleh
subduksi pencelupan ke barat dan dengan underthrusting
parsial dari platform Sula dan Tukang Besi.

 Banggai-Sula and Tukang Besi Continental Fragmen


Seri ophiolit ini terdiri dari sisa mantel peridotit, mafic-ultramafic
cumulate dan gabbro, sheeted dolerites dan batuan vulkanik basaltik.
Komponen dataran tinggi samudera dari ophiolit telah ditafsirkan sebagai
produk dari Superplume Pasifik Barat Daya. Data gravitasi menunjukkan
bahwa ophiolit menebal ke arah barat dan turun di bawah sekis di
sepanjang patahan utama. Fragmen benua ini masing-masing terletak di
bagian timur dan tenggara Sulawesi. Mikrokontinen Bangai-Sula diwakili di
atas permukaan laut oleh sekelompok pulau, termasuk Pulau Peleng,
Banggai, Taliabu dan Mangole (Garrard et al., 1988) sedangkan
mikrokontinen Tukang Besi terdiri dari Buton, Muna dan pulau-pulau kecil
di sekitarnya. Banggai–Sula memiliki ruang bawah tanah metamorf yang
diintrusi oleh granitoid Paleozoikum Akhir dan dilapis oleh batuan vulkanik
Trias hingga menengah . Wilayah ini ditafsirkan berasal dari Papua pada
Kenozoikum Akhir dan telah diangkut dengan ekstensi pada Sesar Sorong
selama Neogene.
Kepulauan Buton, yang terdiri dari batuan metamorf yang terkait
dengan ophiolite, Mesozoikum – Batu kapur air dalam paleogen dengan
batuan klastik terrigenous minor, batuan ultramafic dan mafic dan sedimen
Neogene dan Kuarter, retak dari margin Gondwana Australia-Nugini
selama Mesozoikum dan bertabrakan dengan Sulawesi pada zaman
Tersier Pertengahan hingga Akhir. Sebagian besar Peron Tukang Besi
terendam; bagian yang terbuka dari platform ditempati oleh Neogene Atas
dan batu kapur karang Kuarter. Seperti mikrobenua lain di wilayah ini,
Buton dan platform Tukang Besi lainnya ditafsirkan sebagai fragmen benua
Australia. Namun, Pulau Buton dan Kepulauan Tukang Besi mewakili
fragmen benua yang berbeda yang sebelumnya dipisahkan satu sama lain
oleh kerak samudera.

C. STRATIGRAFI PULAU SULAWESI


Urut-urutan stratigrafi dari muda hingga tua sebagai berikut :

 Endapan alluvium,
 Endapan teras (Kuarter),
 Batuan tufa (Pliosen – Kuarter),
 Batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan malihan yang
keduanya termasuk Formasi Tinombo (Kapur Atas – Eosen Bawah),
 Batuan gunungapi (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari
dengan Formasi Tinombo,
 Batuan intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditemukan
menerobos batuan malihan Formasi Tinombo.

Tatanan geologi P. Banggai dan P. Labobo disusun oleh 7 satuan batuan,


yang dikelompokkan dari satuan tertua hingga muda sebagai berikut :

1. Kompleks batuan malihan adalah satuan batuan tertua yang terdiri dari
sekis, gneis dan kuarsit berwarna kelabu dan kehijauan, berumur Karbon.
2. Granit Banggai yang terdiri dari granit, granodorit, diorit kuarsa dan
pegmatit. Bentang alam satuan batuan granit ini memperlihatkan bentuk
morfologi bergelombang dengan permukaan relatif halus membulat
3. Sedimen Formasi Bobong (Jbs). Satuan batuan konglomerat dan batu
pasir yang diendapkan tidak selaras diatas Granit, Formasi ini diduga
berumur Jura Awal sampai Jura Tengah,
4. Batu gamping klastik, berwarna putih bersih hingga kotor kecoklatan,
ukuran butir pasiran (relatif seragam) sebagai kalkarenit hingga kalsirudit.
Dari kumpulan fosil yang dikandungnya, berumur dari Eosen sampai
Miosen Tengah, tersebar luas dan hampir terdapat di seluruh P. Banggai
5. Batugamping Salodik (Tems) Adalah batugamping fragmen dengan
ukuran Formasi Tems). Kerakal (gravel) yang keras.
6. Batugamping terumbu Formasi Peleng (QL): Endapan batuan berumur
kuarter yang penyebaran tidak merata, sebagian berupa batugamping
konglomeratan, berwarna putih kotor hingga kecoklatan, setempat
berongga-rongga, tidak berlapisdan keras.
7. Aluvium : Satuan batuan termuda daerah ini adalah, terdiri atas lumpur,
lempung, pasir dan kerikil, berupa endapan permukaan sungai dan di
sekitar pantai, diantaranya terdapat di pantai Lambako– Pasir putih yang
merupakan muara Sungai Selangat dan Paisu M.

D. BENTANG LAHAN SULAWESI


1. VULKANIS
lengan utara sulawesi dengan arah timur laut barat daya yang
bersambung dengan punggungan sangihe yang didirikan oleh aktifitas
vulkanis Pegunungan Soputan.
2. TEKTONIS
Lengan Tenggara Pada Wilayah Terlipat Utara
3. ALUVIAL dan DENUDASIONAL
Wilayah Aluvial Kolaka
4. ORGANIK
Kepulauan Karang Wakatobi
5. KARST
kepulauan buton bagian selatan
DAFTAR PUSTAKA

Villeneuve, M., Gunawan, W., Cornee, J. J., & Vidal, O. (2002). Geology of the
central Sulawesi belt (eastern Indonesia): constraints for geodynamic models.
International Journal of Earth Sciences, 91, 524-537.

Garrard, R. A., & JB Supandjono, S. (1988). The geology of the Banggai-Sula


microcontinent, eastern Indonesia.

van Gorsel, J. T. (2022). Geological investigations of Sulawesi (Celebes) before


1930. Berita Sedimentologi, 48(1), 79-114.

Verstappen, H. T. (2010). Indonesian landforms and plate tectonics. Indonesian


Journal on Geoscience, 5(3), 197-207.

Anda mungkin juga menyukai