Anda di halaman 1dari 56

pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang

berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang


bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua
lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang
berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan
pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi
emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990), perkembangan
Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:

Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG


Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35 5 JTL)

Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi


pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok
Batugamping Papua Nugini selama Oligosen Awal Miosen dan
pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.

Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas


penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian
dasar kerak samudera selama periode 44 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi
pada Oligosen Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan,
Komplek Porphir West Delta Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada
bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara
dan Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk
Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh
adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera
Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan
masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali
Moon Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
Periode Miosen Akhir Plistosen (15 2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di
Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari
Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan
Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 7 Juta
Tahun yang lalu. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya
prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha
dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon
menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya
penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Indo-Australia terus
berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus
berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara
dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian
Landasan Sayap Miosen seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api
Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak. Kemiringan

tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur


Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh
Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta
tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan
perkembangan dari busur Moon Utawa. Kenampakan seperti jahitan
ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong,
Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu Zona Patahan Markam. Pasca tumbukan
gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong,
Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik
di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur
dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini
menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda
dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan
di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan
mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua. Zona Selatan
tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan konvergensi
antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke
barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW
tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik
Papua cenderung ke arah Utara Barat sampai sekarang. Kejadian
tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang
diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini
digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang
ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Indo-Australia yang
membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik
ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai
kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini
ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di
sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran

bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada


4 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi
oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan komposisi
potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang
bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5 2,5 JTL)
intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian
pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai
respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng
Indo-Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan
pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi
landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat
benturan lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya
penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan
sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan
perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen
dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan
perak. Tempat tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi
diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari
komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll),
Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa Dawagu, Mogo Mogo Obano,
Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera,
Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala
Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya
busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari :
Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung
(Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo
Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.
Fisiografi dan Stratigrafi di Papua
1. Fisiografi
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung

merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal, sampai sangat terjal.


Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api, batuan ubahan, dan
batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini berangsur berubah
ke arah barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa dan
plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan Tengah, dataran pegunungan
tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa
pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar
antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian
utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil dari tumbukan Lempeng
Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987),
Konvergensi dan deformasi bagian tepi utara lempeng Australia yang
berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak Eosen hingga
sekarang.
Hal itu mengakibatkan kenampakan geologi dan fisiografi Pulau New
Guinea dapat dibagi ke dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari
keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut.
Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan
meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan
Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan
berumur Paleozoik sampai Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow
dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa
didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih
dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh

batugamping berumur Pliosen Plistisen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar


dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang
terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan
sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977). Kerak Kontinen Lempeng
Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada bagian ini
telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa
perlipatan dan persesaran ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut
oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses
orogenesa dimulai pada awal Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai
puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen. Geometri struktur
jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978),
selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55 dari
selatan ke arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa
berlangsung. Batuan dasar dan sedimen paparan terangkat secara
bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke barat
laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah
tersebut mengalami persesaran dan terkoyakan, perlipatan yang kuat
pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami pembalikkan
sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar mengiri
(Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea
tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara
lempeng Australia yang terjadi selama periode tumbukan kontinen
dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques dan Robinson,
1997; Dow, 1977). Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan
ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari
Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan
gunung api bawah laut yang berumur Tersier. Endapan Gunung Api bawah
laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama
pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai

Utara (Visser dan Hermes, 1962). Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan
dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan sehingga
mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur
Pegunungan Tengah. Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang
mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New Gunea. Formasi
stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma
intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang
menempati sepanjang jalur struktur regional utama.
2. Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap
Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur preKambium. Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di
dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt,
metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan
batulempung. Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh
Formasi Kariem. Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir
kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung. Umur formasi
ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang
didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio
yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi
Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi
Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan
konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum
atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi
menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh
batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari

batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang
siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak
formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan
sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan
sisipan batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai
lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini ditindih secara selaras
oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan
fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang
berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung
yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining
Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan
dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit
dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit
yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh
sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon
sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group
Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu
Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan
sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal
sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak
selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
a. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga
dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan
berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini
terdiri dari batulempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna

abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini
diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di
lingkungan supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras
oleh Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan.
Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura
Platform. Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batudebu dan
batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik
butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas, dimana pada bagian
atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan
batulempung karbonatan; sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung
Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu dari bawah ke
atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung),
Formasi (batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai
(batupasir). Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari
kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone
Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan
Cenozoik,
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang
dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok
ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi,
yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai
Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi
Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia
dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di

atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga)


formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi
Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut
dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua
ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai,
Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir
kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen
sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara
selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter)
yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi
ini sekitar 500 meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga
merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi
ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan
fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai,
terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung
fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur
Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais
terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang
berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur
formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen
dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
5. Miosen sampai sekarang

Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang


dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir
seumur dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik
dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas
mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi
Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari
batupasir lempungan dan batulanau secara selaras ditindih oleh Formasi
Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai
endapan bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan
lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup
(mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di
Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk
Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan
Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya
terbentuk oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi
metamorfik. Sedimen dalam Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat
laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut Formasi
Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan
Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen.
7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan
dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona
transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik.
Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari Papua
hingga Papua New Guinea.

Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua


Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua sekarang

Gambar 3. Peta Tektonik Papua


Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar,
yaitu lempeng Pasifik kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke
arah utara dengan jalur subduksi terdapat di perairan utara Papua sampai
perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai perairan selatan
Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan
lempeng Indo-Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar
pegunungan tengah yang memanjang dari barat ke timur di bagian
tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di pesisir
utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun). Sedangkan
batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang
terjadi di bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen. Sesar ini merupakan
sesar geser mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian
selatan relatif bergerak ke timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih

curam dibandingkan sebelah selatan. Lereng curam ini berpotensi longsor


dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran gempa. Gempa
yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di
sekitar leher burung.

Gambar 4. Sesar Sorong


Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi dan selama 40
juta tahun telah melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua
sebelah utara dan pulau-pulau yang terbentuk karena adanya sesar ini
bergeser ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi.
Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih aktif
berkembang sampai sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini
bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar yang bergabung di daerah sorong
dan kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif lain yang
berpotensi menimbulkan gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar
Koor yang membentang dari Raja Ampat sampai Sorong, Sesar Ransiki
yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki, sesar Wandamen di

sepanjang Teluk Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari barat laut
Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang
membentang dari timur laut sampai tenggara Fak-fak.
Di bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan Sesar Weyland
yang membentang dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar
Waipona yang membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire, dan
Sesar Direwo yang membentang di utara Enarotali.
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini
rawan akan gempa tektonik, terutama gempa dangkal yang sering
merusak dan menimbulkan tsunami.Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar
Sorong antara lain pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT)
pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21
km yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban jiwa. Hasil analisis dan
pengamatan dari salah satu sumber menyatakan bahwa pensesaran
gempa Biak adalah jenis sesar naik. Gempa Biak ini diikuti oleh sekitar
300-an gempa susulan yang menunjukkan bahwa telah terjadi banyak
retakan pada kerak bumi di sekitar pusat gempa.
Pada tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang merusak kota Nabire, yaitu 6
pebruari dengan magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km dengan jarak hanya
6 km dari kota Nabire dan disusul 26 Nopember dengan magnitude 7.1
SR.
Di barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009 terjadi gempa besar lainnya
dengan magnitude 7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa ini diikuti
banyak gempa susulan sampai lebih empat bulan kemudian. Tsunami
yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran yang dipicu oleh
gempa yang terjadi di sekitar zona tersebut.
By : Demi Nawipa, Jr (Geo.07 UNIPA)

Geologi Regional
Geologi Irian Jaya merupakan periode endapan sedimen dengan masa
yang panjang pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal
pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir.Lingkungan pengendapan
berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan
mengendapkan batuan klastik kwarsa, termasuk lapisan batuan merah
karbonatan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok
Batugamping New Guinea yang berumur Miosen. Ketebalan urutan
sedimen ini mencapai 12.000 meter.
Pada Kala Oligosen terjadi aktifitas tektonik besar pertama di Irian Jaya,
yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur
kepulauan berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan
deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit
karbonat pada sisi benua membentuk Jalur Metamorf Rouffaer (Td) yang
di wilayah Kontrak Karya Blok B dikenal sebagai Metamorf Derewo.
Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas
jalur malihan dan membentuk jalur ofiolit Irian Jaya (M).
Peristiwa tektonik penting kedua yang mengakibatkan Irian Jaya adalah
Orogenesa Melanesia yang berawal di pertengahan Miosen dan
mengakibatkan tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal
ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen
karbon Miosen (CT), yang membentuk jalur aktif Irian Jaya. Kelompok
batugamping New Guinea kini terletak pada titik ketinggian 3.000-5.000
meter dalam wilayah Kontark Karya. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang
komplek dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke
selatan, lipatan kuat atau rebah dan kemiringan sayap ke arah selatan.
Orogenesa Melanesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen
Tengah.
Dari pertengahan Miosen Plistosen, cekungan Mulase (TQ) berkembang
baik ke utara maupun selatan dari jalur aktif Irian Jaya. Erosi yang kuat
dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detristus yang
diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000-

12.000 meter. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang


terus berlangsung menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan
Molase tersebut.
Fase magmatis tertua terdiri dari batuan terobosan gabroik sampai
dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam Lingkungan
Metamorfik Derewo. Fase ketiga berupa diorit berkomposisi alkalin,
terlokalisir dalam kelompok kembelangan pada sisi selatan patahan
Orogenesa Melanesia Derowo (sepanjang patahan D1) yang berumur
Miosen Akhir Pliosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa
intrusi dioritik monzonitik yang di kontrol oleh patahan D2, yang aktif
mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-batuan intrusi ini menerobos
hingga mencapai kelompok Batugamping New Guinea, dimana endapan
porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti tembagapura dan OK Tedi di Papua
New Nugini. Batan terobosan daerah tembagapura berumur 3 juta tahun,
sedangkan batuan terobosan OK Tedi berumur Pliosen Akhir pada kisaran
2,6 1,1 juta tahun.
Menurut Smith (1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan
Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi
sedang kedalam batuan sedimen diatasnya sebelumnya telah mengalami
patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah
batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi
dengan emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi jebakan logam yang
berkadar tinggi diperkirakan terdapat di daerah kepala burung terdapat di
Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan
gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri Waigeo Island (F. Rumai)
Batanta Islamd (F. Batanta), utara kepala burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), memungkinkan
terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.

Geologi Papua

Kondisi geologi Pulau Papua yang terletak pada pertemuan lempeng-lempeng bumi
aktif menjadikannya kaya potensi, baik berupa sumberdaya alam sekaligus rawan
terhadap terjadinya bencana.
"Salah satu tempat di Papua yang mempunyai kondisi geologis cukup kompleks
adalah di sekitar Kepala Burung, yaitu daerah bagian barat dari pulau Papua," kata
Dosen Jurusan Teknik Mineral, Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen), Marcelino
Yonas,ST di Jayapura, Senin.
Dijelaskannya, daerah Kepala Burung ini terletak di atas pertemuan tiga lempeng
bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Filipina dan Lempeng Pasifik.
Selain itu, katanya menambahkan, di daerah tersebut juga terbentuk jalur-jalur
patahan batuan atau sesar, yang dikenal dengan nama Sesar Sorong. Struktur
geologi ini memanjang relatif barat-timur mulai dari sebagian Pulau Sulawesi,
Pulau Maluku sampai Jayapura bagian utara.
"Di bagian utara Jayapura, jalur sesar ini berada di bawah laut sehingga ini relatif
aman dari gempa," kata Marcelino.
Dikatakannya, Jayapura yang sebagian besar morfologinya dikelilingi teluk dan
beberapa pulau kecil, menjadikannya terlindung dari terjadinya gempa yang dapat
memicu gelombang tsunami.
Menurut Marcelino, hingga saat ini Sesar Sorong masih aktif dengan bergeraknya
lempeng-lempeng bumi penyusun geologi daerah Kepala Burung.
Namun demikian, akibat dari kompleksitas geologi yang rawan bencana tersebut,
terbentuk pula cebakan-cebakan mineral serta minyak dan gas bumi (migas) di
beberapa daerah tertentu di Papua.
Dia mencontohkan, cebakan migas yang telah dieksplorasi dan saat ini sedang
berproduksi adalah di Kota Sorong dan Bintuni, Kabupaten Sorong Selatan.

Keduanya termasuk dalam wilayah Provinsi Papua Barat.


Sementara itu, di daerah Pegunungan Tengah Papua terbentuk deposit mineralmineral logam seperti emas, tembaga dan alumunium dalam jumlah melimpah.
"Oleh karena itu, pengembangan ilmu dan teknologi kebumian geofisika, geologi
dan yang berkaitan sangat penting untuk mengolah potensi SDA tersebut, termasuk
manajemen bencana geologi yang cukup rawan terjadi di Pulau Papua," tegas
Marcelino.

Fisiografi Pulau Papua


Pualu papua memiliki bentuk yang menarik, dilihat dari bentuknya pualu
Papua diibaratkat berbentuk seperti brunung. Pulau Papua (New Guinea
Island) berada pada posisi 130O19BT 150O48BT dan 00O19LS
10O 43LS. Pulau tersebut memiliki panjang sekitar 2400 km dan lebar
sekitar 660 km. Secara umum Fisiografi Pulau Papua dibagi menjadi 3
bagian yaitu (Van, Bemmelen (1949) :

1. Bagian Peninsula Barat (kepala burung), yang terhubung dengan bagian


badan utama dari pulau tersebut oleh bentuk leher yang menyempit.
Terletak pada 1300 1350 BT (panjang).
2. Bagian Daratan Utama (badan), yang terletak pada 135 0 143,50 BT (panjang).
3. Bagian Timur (ekor burung), yang terletak pada 143,5 0 1510 (panjang).
Bentuk tersebut diyakini akibat adanya tumbukan antara Lempeng
Australia dan Lempeng Pasifik yang diduga berawal pada awal tersier dan
berlangsung hingga sekarang. Wilayah itu dikenal dengan sebutan
Orogen Melanesia.

Pada peta diatas, tampak pembagian dari fisiografis regional dari pulau
Irian Jaya (New Guinea) yang tampak seperti seekor burung. Pulau ini
terbagi menjadi bagian-bagian seperti bagian kepala, leher, badan dan
ekor.

Irian Jaya (sekarang Papua) merupakan bagian dari pulau Irian (New Guinea) yang
terdiri dari Irian Barat dan Irian Timur (Papua). Struktur tertua di Papua dihasilkan
dari pergerakan bumi pada massa palezoikum namun hanya sedikit data yang
diperoleh dan kurang memberikan pengaruh pada fasa tektonik pulau itu. Adanya
aktivitas tektonik pada Miosen Akhir yang menghasilkan orogen Melanesia,
menyebabkan pola struktur pulau tersebut menjadi sangat rumit dan khas. Oleh
karena itu, proses orogenesa tersebut telah menentukan fisiografi Papua seperti
yang terlihat sekarang (Dow dan Sukamto, 1984; op citDarman dan Sidi, 2000).
Keunikan bentuk seperti burung dari pulau itu memberikan konfigurasi pada
gaya deformasi yang berbeda secara lengkap dari kerak benua antara Papua barat
dan Papua timur.

Di Papua Timur, deformasi diihasilkan pada jalur deformasi dengan

lebar 300 km, dengan arah barat timur yang meluas sampai ke Papua
Nugini dan mencakup hampir semua pegunungan yang menyusun badan
burung. Jalur ini disebut New Guinea Mobile Belt.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Papua adalah pulau yang berada di timur wilayah kepulauan Indonesia. Bersama dengan
Papua Nugini, pulau ini merupakan pulau terbesar kedua di dunia, sekaligus
merupakan pulau yang mempunyai puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Australia,yaitu
Puncak Wijaya(4.884 dpl).
Papua merupakan wilayah yang sangat kaya akan sumber alam sebagai akibat kegiatan
lempengnya yang terus mengalami perkembangan. Geologi Papua merupakan sesuatu yang
kompleks, melibatkan kegiatan interaksi konvergen Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik
serta proses pengendapan di masa lalu yang mengalami perkembangan dan pengangkatan.
Kebanyakan evolusi tektonik Cenozoic kepulauan ini terbentuk sebagai akibat interaksi
konvergen tersebut.
B.

RUMUSAN MASALAH

1.

Bagaimana evolusi tektonik pulau papua?

2.

Bagaimana geologi regional pulau papua?

3.

Bagaimana setingtektonik pulau papua?

4.

Bagaimana stratigafi pulau papua?

5.

Bagaimana gambaran peta geologi papua?

6.

Bagaimakah keadaan geomorfologi pulau irian?

7.

Bagaimanakah pengembangan wilayah pulau irian?

C.

TUJUAN PENULISAN MAKALAH

1.

Untuk mengetahui evolusi tektonik pulau papua?

2.

Untuk mengetahui geologi regional pulau papua?

3.

Untuk mengetahui setingtektonik pulau papua?

4.

Untuk mengetahui stratigafi pulau papua?

5.

Untuk mengetahui gambaran peta geologi papua?

6.

Untuk mengetahui keadaan geomorfologi pulau irian.

7.

Untuk mengetahui pengembangan wilayah pulau irian.

D.

MANFAT PENULISAN MAKALAH

a.

MANFAT TEORITIS

1.

makalah ini dapat menamba wawasan pembaca

2.

sebagai dasar penyusunan makalah berikutnya

b.

MANFAAT PRAKTIS

1.

makalah ini bermanfaat untuk menamba wawasan dan pengetahuan.

2.

Dapat mengetahui evolusi tektonik pulau papua

3.

Dapat mengetahui geologi regional pulau papua

4.

Dapat mengetahui setingtektonik pulau papua

5.

Dapat mengetahui stratigafi pulau papua

6.

Bagaimana gambaran peta geologi papua

BAB II
PEMBAHASANA.

A. Sejarah Geologi Papua

Gambar 1. Peta Geologi Papua Yang Di Sederhanahkan


Keterangan:
Warna Biru= batu gamping atau dolomite
Warna Merah=Batuan beku atau malihan
Warna Abu-abu=Sedimen lepas(kerikil, pasir, lanau)
Warna Kuning=Sedimen Padu(tak terbedakan)

Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada tepi
Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir.
Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut
dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan

berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batu gamping New Guinea yang
berumur Miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter.

Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua,yang merupakan akibat
dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng
Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus,
turbidit karbonan pada sisii benuamembentuk Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai
Metamorf DorewoAkibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan)
LempengPasifik ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah OrogenesaMelanesia yang
berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanyatumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik.Hal ini mengakibatkandeformasi dan pengangkatan kuat batuan
sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping
New Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang
komplek dengan kemiringan ke arah utara,sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat
ataurebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan Orogenesa Melanesia inidiperkirakan
mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.

Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara
maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegununganmenghasilkan detritus
yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapaiketebalan 3.000 - 12.000
meter.Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah
terjadi tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum,umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara dengan polayang dikenali oleh Davies
(1990) di Papua Nugini.

Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik,diperkirakan berumur
Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme
berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi

Selatan Patahan Orogenesa MelanesiaDerewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen
Awal. Magmatisme termudadan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik yang
dikontrol olehsuatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan
intrusitersebut menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea,
dimanaendapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk seperti Tembagapura dan OK Tedi diPapua
Nugini.

Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsunghingga sekarang
menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.Menurut Smith
(1990),sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan
batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya
telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan
sedimen danmineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat
-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat padalajur
Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,Grasberg , DOM,
Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo Obano,
Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, SobaTagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara didaerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan
Kali Sute

B.

Evolusi Tektonik Pulau Papua


Teori tektonik lempeng merupakan teori yang dapat menjelaskan mengenai pergerakan

lempeng-lempeng di muka bumi dan telah diterima umum sebagai teori yang valid dari
sebuah teori geologi. Teori ini menjelaskan bahwa di permukaan bumi ini, terdapat 7
lempeng besar dan lempeng-lempeng(lithosfer) kecil lainnya. Kesemuanya
mempunyai pergerakan aktif dan dinamik sebagai akibat kegiatan energi di inti bumi. Tiaptiap lempeng terdiri dari kerak benua (continental crust) dan kerak samudera(oceanic crust),
yang kesemuanya bergerak relative terhadap sesamanya. Bagian selatan Pulau Papua
merupakan tepi utara dari benua paling kuno,
yaitu Gondwanaland Termasuk dalam bagian benua ini adalah Benua Antartika, Benua
Australia, India, Amerika Selatan, Selandia baru, dan Kaledonia Baru.

Pembentukan Pulau Papua telah banyak didiskusikan oleh para ahli geologi dan
mendapat perhatian yang cukup besar karena geologinya yang kompleks tersebut

Pada mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam. Awal
terpisahnya benua yang mencakup Papua di dalamnya(Benua Australia) terjadi pada masa
Kretasius Tengah(kurang lebih 100 juta tahun yang lalu). Lempeng Benua IndiaAustralia(atau biasa disebut Lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi
kutubnya dan bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat.

Pulau Papua merupakan pulau yang terbentuk dari endapan ( sedimentation) dengan masa
yang panjang pada tepi utara kraton Australia yang pasif dimulai pada Zaman Karbon
sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut
dangkal, sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klastik kuarsa,
termasuk lapisan batuan klastik karbonat, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh
Kelompok Batugamping New Guinea berumur Miocen. Ketebalan urutan sedimentasi ini
mencapai lebih dari 12.000 meter.

Selain itu, Papua juga terbentuk berdasarkan pertumbukan yang dihasilkan dari interaksi
konvergen kedua lempeng yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, dijelaskan bahwa
Lempeng Pasifik mengalami subduksi sehingga lempeng ini berada di bawah Lempeng
Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh
Papua dan Australia bagian utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling
Utara pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 48
Lintang Selata yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika
Lempeng India-Australia dan Lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, Pulau
Papua mulai muncul di permukaan laut pada sekitar 35 Lintang Selatan, dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa subduksi antara ke-2 lempeng tersebut telah menyebabkan endapan
Benua Australia terangkat sehingga memunculkan Pulau Papua. Proses ini berlanjut selama
masa Pleistosen hingga Pulau Papua terbentuk seperti sekarang ini. Proses pengangkatan
ini berdasarkan skala waktu geologi, kecepatannya adalah 2,5km per juta tahun.

Apabila dijabarkan berdasarkan periode-periodenya, maka aktivitas tektonik penting yang


menjadi cikal bakal Papua saat ini terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:
1.

Pada Kala Oligosen terjadi pergerakan tektonik besar pertama di Papua,yang

merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur
Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis
hijau berbutir halus dan turbidit karbonat pada sisi benua sehingga membentuk Jalur
Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai Metamorf Dorewo". Akibat lebih lanjut dari
aktivitas tektonik ini adalah terjadinya sekresi ( penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur
malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
2.

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia

yang dimulai pada pertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton
Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat
dari batuan sedimen Karbon-Miosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif Peristiwa
tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang
dimulai pada pertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat dari
batuan sedimen Karbon-Miosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif

Gambar 2. Periode terbentuknya Pulau Papua

Proses konvergen antar lempeng juga mengakibatkan terbentuknya pegunungan di Papua.


Pegunungan tersebut adalah Pegunungan Jayawijaya yang memiliki Puncak Jaya
sebagai puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Australia dengan ketinggian 4.884 mdpl.
Pada pegunungan ini ditemukan fosil hewan laut yang sekaligus merupakan bukti bahwa
Papua dahulu merupakan dasar lautan yang mengalami pengangkatan. Puncak Wijaya
mempunyai salju yang diyakini sebagai salju abadi.

Gambar 3. Puncak Wijaya yang memiliki salju abadi

Gambar 4. Garis batas antara Lempeng Sunda dan Sahul

Berdasarkan proses geologi yang terjadi berpuluh-puluh juta tahun tersebut, 3 ahli Geologi
yaitu Wallace, Weber dan Lydekker berusaha menarik garis batas antara Lempeng Sahul dan
Lempeng Sunda seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

C.

Geologi Regional Papua

Peristiwa-peristiwa geologi di Papua telah banyak diteliti dan dipelajari oleh para ahli
geologi. Pelopor penelitian adalahVisser dan Hermes(1962), sejak itu pulau ini
menjadi pusat perhatian bagi para ahli geologi, geofisika, maupun ahli eksplorasi.Para
ilmuwan yang meneliti pulau ini umumnya berpendapat bahwa
orogenesis( pengangkatan) pada kala Oligosen adalah awal mulainya proses tektonik di
Papua hingga terbentuk fisiografi yang terlihat pada masa sekarang ini dan lazim dikenal
sebagai Orogen Melanesia.Orogenesis ini menghasilkan 3 mandala geologi, sehingga Dow et
al.(1986) membagi geologi Papua menjadi 3 lajur berdasarkan stratigrafi, magmatik, dan
tektoniknya, yaitu
1.

Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik

kepulauan(Oceanic Province) sebagai bagian dari Lempeng Pasifik.Batuan-batuan


ofiolit pada umumnya tersingkap di sayap utara Pengunungan Tengah Papua dan
Papua Nugini.
2.

Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik

kepulauan(Oceanic Province) sebagai bagian dari Lempeng Pasifik. Batuan-batuan


ofiolit pada umumnya tersingkap di sayap utara Pengunungan Tengah Papua dan
Papua Nugini.
3.

Lajur peralihan yang terdiri atas batuan termalihkan(metamorf) dan terdeformasi

sangat kuat secara regional. Lajur ini terletak di tengah (central range) dan memisahkan
kelompok 1 dengan kelompok 2 dengan batas-batas sesar-sesar sungkup dan geser.

Dow et al.(2005), juga menjelaskan ciri dominan dari perkembangan geologi Papua
merupakan transformasi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton Australia dan
Lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik yang berlanjut dari zona deformasi di sisi
lainnya( New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di sepanjang tepi Utara dan dari

eksplorasi permukaan bawah( sub-surface) di sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap


sejarah geologi hingga saat ini menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada
sebagian besar wilayah ini dicirikan oleh sedimentasi palung(shelf sedimentation). Hanya
sebagian kecil yang dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik Awal hingga
Tersier Akhir. Batuan Lempeng Pasifik yang terpaparkan di Papua berumur lebih muda.
Terlepas dari batuan mantel sesar naik yang kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa
kerak Samudera Jurasik, Lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur kepulauan dan
subordinat kerak samudera berumur Palaeogen.

Sedangkan pembagian geologi Papua hanya berdasarkan tektoniknya Davies et al.


(1996) dalam Evolution of the Papuan Basin dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 5. Pembagian geologi Papua menjadi 3 provinsi tektonik : SW atau southwest


cratonic zone, C atau central collisional zone atau zona tubrukan tengah NE atau
northeastern islands dan jajaran yang terbentuk akibat aktivitas volkanik Cainozoic

D.

Seting Tektonik Papua

Geologi di wilayah ini sangat kompleks karena kawasan ini terbentuk dari dua interaksi
lempeng yaitu lempeng Australia dan lempeng pasifik sehingga menghasilkan bentukan yang
khas. Dan periode pembentukannya lebih dikenal dengan Orogenesa Melanesia. Orogenesa

ini mengakibatkan pola struktur irian jaya menjadi sangat rumit dan khas. Secara keseluruhan
unsur ini diakibatkan oleh gaya pemampatan berarah barat daya-timur laut, searah dengan
tumbukan Dow, drr (1984).

Ada dua bagian kerak utama yang terlibat di Irian Jaya yaitu kraton australia dan kerak
pasifik. Yang pertama adalah mantap dan menjadi dasar bagian selatan, sedangkan yang
kedua merupakan alas pantai utara (termasuk teluk cendarwasih, dow, drr, 1982)(gb.1).
daerah badan burung merupakan jalur memanjang dari timur ke barat yang telah mengalami
pelipatan. Jalur ini disebut sesar naik pegunungan tengah (JSNPT).

Seting tektonik Papua telah mendapatkan banyak perhatian dari beberapa ahli geologi
seperti Dow dkk(1985), Smith(1990) dan Mark Closs(1990). Ulasan dari ahli-ahli ini dapat
dijadikan sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik Papua.
Konfigurasi tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng
Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia
yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng
utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi berkaitan erat
dengan perkembangan proses magmatik dan pembentukan busur gunung api
yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal.

Gambar 5.Seting Tektonik Papua

Keterangan:
MTFB= Mamberamo Thrust and Fold Belt
WO =Weyland Overthrust
WT=Waipona Trough
TAFZ =Tarera-Aiduna Fault Zone
RFZ = Ransiki Fault Zone
LFB=Lengguru Fault Belt
SFZ =Sorong Fault Zone
YFZ =Yapen Fault Zone

MO =Misool-Onin High
Tanda panah menunjukkan gerakan relatif antara Lempeng Pasifik dan Australia.

Zona deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari NewGuinea Mobile Belt
(Sabuk Mobil New Guinea) dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia dan
Lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah- pisah, terdapat bukti bahwa
batuannya berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik Pertengahan dan Oligosen
maupun episode beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen
Pertengahan. Akan tetapi,sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik
dimulai pada Miosen Akhir dan berlanjut hingga sekarang ini yang disebut Melanesian
Orogeny(Dow and Sukamto, 1984)

Dari gambar di atas diketahui bahwa wilayah Papua sangat berpotensi terhadap terjadinya
gempa tektonik maupun tsunami. Terdapat sejumlah lipatang ( folding) maupun sesar naik
sebagai akibat dari interaksi konvergen lempeng-lempeng bersangkutan, seperti Sesar
Sorong, Sesar Ransiki, dan Sesar Lungguru. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini
Papua kerap digoncang gempa, bahkan pada saat terjadi gempa dan tsunami yang menimpa
Jepang beberapa waktu lalu, Papua juga ikut merasakan getaran gempa
a.

Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35-5 JT)

Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi


pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok

Batugamping New Guinea selama Oligosen Awal Miosen dan pergerakan


lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas
penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian
dasar kerak samudera selama periode 44 24 Juta Tahun yang lampau
(JT). Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang
terjadi pada Oligosen Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan
Bacan, Komplek Porphir West Delta Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada
bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara
dan Timur Laut Lempeng Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit
Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya
Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera
Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan
masuk ke lempeng Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon
Utawa dan busur Maramuni di New Guinea.
b.

Periode Miosen Akhir Sampai Plistosen (15 2 JTL)

Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Australia di New
Guinea sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng
Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur
Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 7 Juta Tahun.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas
sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf,

sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam


terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran
selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus
berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus
berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara
dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian
Landasan Sayap Miosen seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api
Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur
antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang
diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung terus
hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan
perkembangan dari busur Moon Utawa. Kenampakan seperti jahitan
ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong,
Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu Zona Patahan Markam.

Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi


sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk
kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh
pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini

menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda
dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur. Akibat tumbukan tersebut
memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan

paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan


Jalur Sesar Naik Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan
sesar searah kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng
Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan
terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara Barat
sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan
yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini
digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang
ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Australia yang
membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik
ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai
kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini

ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di


sepanjang jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran
bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada
4 3,5 juta tahun yang lalu (Weyland, 1993). Selama Pliosen (7 1 juta
tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I suatu
tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi
sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Okeitadi.
Selama pliosen (3,5 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala
burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas
graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di
bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya
pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang
menutupi landasan dari Blok Kemum.
Menurut (Smith 1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan
Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi
sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah
mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya
mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang
berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat tempat konsentrasi
cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur
Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,
Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa
Dawagu, Mogo-Mogo Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda,
Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna
Paririm Ilaga.
Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa
Volkanik Group) yang terdiri dari :Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island
(F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen
Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), memungkinkan terdapatnya logam
emas.

E.

Stratigrafi Papua

Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan penyusan
utama yaitu: (a) batuan kraton Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c) batuan
campuran dari kedua lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari orogenesa
Melanesia. Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas,
batuan malihan berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh batuan granit di
sebelah barat, batuan ini berumur palaezoikum akhir, secara selaras ditindih oleh sedimen
paparan mesozoikum dan batuan sedimen yang lebih muda , batuan vulkanik dan batuan
malihan hingga tersier akhir. (dow, drr,1985). Singkapan yang baik dan menerus dapat
diamati sepanjang daerah batas tepi. Utara dan pegunungan tengah.

Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan ultrabasa,
tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura batuan
mesozoikum lainnya yang berasal dari kerak samudera seperti batuan ultramafik (kompleks
ofiolit) dan batuan plutonik berkomposisi mafik. Kelompok batuan ini tersungkupkan dan
terakrasikan di atas kerak kontinen Australia karena bertumbukan dengan lempeng pasifik.
Keadaan ini membentuk pola pegunungan kasar di daerah pegunungan tengah bagian utara.
Jalur ofiolit membantang kearah timur barat sejauh 400 km dan lebih dari 50 km lebar (dow
dan sukamto,1984, lihat stratigrafi.

Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas:


1.

Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)

Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium. Formasi ini juga disebut
Formasi Nerewip oleh Parris(1994) di dalam lembar Peta Timika.Formasi ini terdiri
dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batu serpih
dan batu lempung. Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem.
Formasi Kariem sendiri tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus
dengan batu serpih dan batu lempung. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal

Paleozoikum atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di
bawah Formasi Modio yang berumum ilur Devon. Penentuan umur Formasi Modia dilakukan
dengan metode fision track dari mineral zirkon yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles
van Ufford,1996).

Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang
ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan
berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.

Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian
yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri
dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta
laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track
yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di
atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).

Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.

Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum
terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum,
serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan
Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit
dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur
Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum
ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).

Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

2.

Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik

a)

Formasi Tipuma

Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di
sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan
sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batu lempung dan batupasir kasar sampai
halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi
ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.

b)

Formasi Kelompok Kembelangan

Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Bagian
atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batu
debu dan batu lumpur karboniferus pada lapisan bawah batu pasir kuarsa
glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan
dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New
GuineaLimestone Group( NGLG).
c)

Formasi Batu Gamping New Guinea

Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik, Pulau New
Guinea dicirikan oleh pengendapan(deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu
Gamping New Guinea( NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan
terdiri atas empat formasi, yaitu(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen;(2). Formasi
Fumai Eosen;(3) Formasi Sirga Eosin Awal;(3). Formasi Imskin; dan(4). Formasi Kais
Miosen Pertengahan hingga Oligosen.

3.

Sedimentasi Senosoik Akhir


Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh

sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen
Pertengahan. Di Papua dikenal 3(tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua
Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturutturut dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.

4.

Kenozoikum

Grup Batu gamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada adalah
sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.

Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa diendapkan di
lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal
(sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.

Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen
yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir
halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
`Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir
kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih yang
setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal
dan berumur Oligosen Awal.

Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun
oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.

5.

Miosen sampai Recent.

Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan
litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi
tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Bururng pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi
Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau
secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.

Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama
terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.

6.

Stratigrafi Lempeng Pasifik

Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived
rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak
dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara
Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk
oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam
Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc.
Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan
Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen

7.

Stratigrafi Zona Transisi

Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona
deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang
terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk
kontinyu(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea

F.

Mendala Struktur Daerah Irian Jaya

a. Irian jaya bagian timur


1)

Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)(JSNNG)

Jalur Sesar Naik New Guinea merupakan jalur lasak irian (jalasir) yang sangat luas, terutama
di daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di daerah
sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai jalur sesar naik
pegunungan tengah (JSNPT). Zona JSNNG-JSNPT merupakan zona interaksi antara lempeng
Australia dan pasifik. Lebih dari setengah bagian selatan New guinea ini dialasi oleh batuan
yang tak terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT, di utara dibatasi oleh sesar yapen,

sesar sungkup mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar benawi torricelli dan di selatan oleh
sesar naik foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum orogen
melanesia.

2)

Jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT)

JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan panjang 100 km,
menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya dicirikan oleh kerak benua
yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah menyeret batuan alas yang berumur
perm, batuan penutup berumur mesozoikum dan batuan sedimen laut dangkal yang berumur
tersier awal ke arah selatan. Di beberapa tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan
litologi yang paling dominan di JSNPT ialah batu gamping new guinea dengan ketebalan
mencapai 2000 m.
Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan kuat
dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan beberapa jenis
antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami pembalikan (overtuning).
Proses ini juga menghasilkan sesar balik yang bersudut lebar (reserve fault). Penebalan
batuan kerak yang diduga terbentuk pada awal pliosen ini memodifikasi bentuk daerah
JSNPT. Periode ini juga menandai kerak yang bergerak ke arah utara.membentuk sesar
sungkup. Mamberamo (the mamberamo thrust belt) dan mengawali alih tempat gautier (the
gautier offset).
3)

Jalur sesar naik Mamberamo

Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak dan sesar geser
(shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo dan batuan kerak pasifik
yang ada di bawahnya. (gb. 3). William, drr (1984) mengenali daerah luas dengan pola
struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar sungkup dijumpai intrusi poton-poton batuan
serpih (shale diapirs) dengan radius seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah (sesar).
Poton-poton lumpur ini biasanya mempunyai garis tengah beberapa kilometer, umumnya
terdiri dari lempung terkersikkan dan komponen batuan tak terpilahkan dengan besar ukuran
fragmen beberapa milimeter hingga ratusan meter. Sekarang poton lumpur ini masih aktif dan
membentuk teras-teras sungai.

b. Irian jaya barat


1.

Zona sesar sorong

Batas lempeng pasifik yang terdapat di Irian Jaya barat berupa sesar mengiri yang dikenal
dengan sistem sesar Sorong-Yapen (gambar). Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan
pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (dow, drr.,1985). Sesar ini dicirikan oleh
potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan beberapa jenis
litologi yang setempat dikenali sebagai batuan bancuh. Zone sesar ini di sebelah selatan
dibatasi oleh kerak kontinen tinggian kemum dan sedimen cekungan selawati yang juga
menindih kerak di bagian barat. Di utara sesar geser ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai
utara menunjukkan harga anomali positif tinggi.

Hal ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. lima
kilometer kearah barat daya batuan kerak pasifik tersingkap di pulau Batanta, terdiri dari lava
bawah laut dan batuan gunung api busur kepulauan.

Perederan beberapa ratus kilometer dari zona sesar Sorong-Yapen pertama kali dikenal oleh
Visser Hermes (1962). Adalah sesar mengiri dan berlangsung sejak Miosen Tengah. Kejadian
ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang
telah terseret sejauh 260 km dari tempat semula yang ada disebelah timurnya (lihat
pergeseran sesar Wandamen dibagian Timur) dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat
(allochtonous) yang berumur Miosen Tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau
Salawati (Visser & Hermes, 1962)

2.

Zona Sesar Wandamen

Sesar Wandamen (Dow,1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar Ransiki ke Utara dan
membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung memanjang ke Barat daya pantai
sasera, dan dari zona kompleks sesar yang sajajar dengan leher burung. Geologi daerah Zona
Sesar Wandamen terdiri dari batuan alas berumur Paleozoikum Awal, batuan penutup paparan
dan batuan sediment yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona

dislokasi dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam dan
zona perlipatan isoklinal.

Perubahan zona arah sesar Wandamen dari Tenggara ke Timur di tandai bergabungnya sesarsesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih tempat (allochtonous) yang
tidak luas tersusun oleh batuan sedimen mezozoic. Diatas satuan ini diendapkan kelompok
batu gamping New Guenia. Jalur sesar Wandamen dan Sesar Sungkup lainya di zona ini
merupakan bagian dari barat laut JSNPT.

3.

Jalur Lipatan Lengguru (Lengguru Fold Belt)

Jalur Lipatan lengguru (JLL) adalah merupakan daerah bertopografi relative rendah jarang
yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini dicirikan oleh pegunungan
dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km, batuanya tersusun oleh batu gamping
New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini menempati daerah segitiga leher burung dengan
panjang 3000 km dan lebar 100 km dibagian paling selatan dan lebar 30 km dibagian utara.
Termasuk di daerah ini adalah batuan paparan sediment klastik Mesozoikum yang secara
selaras ditindih oleh batu gamping New Guenia (Kapur awal miosen). Batuan penutup ini
telah mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal dengan thin skin
deformation berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi leher burung. Intensitas
perlipatan tersebut cenderung melemah kea rah utara zona perlipatan dan meningkat kearah
timur laut yang berbatasan dengan zona
4.

Sesar Wandemen (Dow, drr.,1984)

JLL adalah thin slab kerak benua yang telah tersungkup-sungkup kan kearah barat daya diatas
kerak benua Kepala Burung (Subduksi menyusut = oblique subduction). Jalur ini telah
mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80). Porsi bagian tengah dari JLL ini terlipat
kuat sehingga menimbulkan pengerutan. Dow drr (1985) menyarankan pengkerutan kerak
(crustal shortening) ini sebesar 40-60 km. diperkirakan proses pemendekan tersebut masih
berlangsung hingga sekarang. Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh Sesar Wandamen di
selatan oleh sesar Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesaar aguni. Hal ini dapat menutup
kemungkinan bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur yang
melibatkan batuan alas akibat gaya berat memampat.

G.

Geomorfologi Irian Jaya

Secara astronomis, irian terletak antara 00 19 100 43 LS dan 1300 45 1500 48 BT,
mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. secara administratif pulau ini terdiri dari
papua sebagai wilayah RI dan papua Nugini yang terlatak di bagian timur. Fisiografi papua
dibedakan menjadi tiga bagian:
1.

Semenanjung barat atau kepala burung yang dihubungkan oleh leher yang sempit

terhadap pulau utama (1300 1350 BT)


2.

Pulau utama atau tubuh (1350 143,50 BT)

3.

Bagian timur termasuk ekor (143,50 1510 BT)

Di sebelah utara papua terdapat bagian Samudra Pasifik yang dalamnya 4000m, dibatasi oleh
kepulauan Carolina di sebelah utara. Pulau-pulau karang yang muncul terjal dari dasar
samudra itu (Mapia di sebelah utara Manokwari) menunjukkan bahwa bagian samudra ini
merupakan block kontinen yang tenggelam. Block kontinen yang tenggelam di sebelah utara
Papua ini dianggap sebagai tanah batas Melanesia. Kearah selatan, Dangkalan Sahul (laut
Arafura) dan selat torres menghubungkan Papua dengan Australia.

A. Kepala burung dan Leher


Sejajar dengan pantai utara Kepala burung terjadi rangkaian pegunungan yang membujur
timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Ini terbagi oleh utara dan selatan oleh sebuah
depresi memanjang. Rangkaian utara tersusun dari batuan volkanis neogen dan kuarter yang
diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian selatan terdiri dari
sediment tertier bawah dan per-tertier yang terlipat kuat. Arahnya timur-barat, kemudian
melengkung ke selatan sampai pegunungan lima. Bagian utara kepala burung dipisahkan
terhadap bagian selatan (Bombarai) oleh teluk Macculer yang luas tetapi dangkal, karena
sedimentasi yang besar dan di tandai dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit, dan
bukit-bukit yang terpisah-pisah.

B.

Batang atau Daratan Utama

Bagian utara pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-tenggara yang sejajar
atau sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah rendah dan bukit-bukit, yaitu
depresi memberamo-bewani yang sebagian jalin-menjalin dengan jalaur pantai utara daratan
utama. Depresi tersebut membujur dari pantai timur teluk geelvink di sepanjang danau
rambebai dan sentani sapai ke pantai finch dengan aitape. Disebelah selatan depresi ini
terdapat rangkaian pegunungan kompleks yang disebut rangkaiana pembagi utara. Rangkaian
pembagi utara ini merupakan deretan pegunungan dan pegunungan antara teluk geelvink di
bagian barat dan muara sungai sepik di bagian timur. Dibagian barat terdapat puncak dom
(1340 m), ke arah timur pegunungan van rees, yang secara melintang terpotong oleh sungai
mamberamo, yang di ikiuti oleh pegunungan gauttier (>1000 m), pegunungan poya,
karamoor, dan bongo. Di sebelah selatan pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu
depresi.
C.

Bagian timur (ekor) Papua

Mulai 143,50 BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-tenggara. Bagian
timur menujukkan beberapa bentang alam yang berbeda dengan daratan utama. Di antara
rangkaian timur laut dan rangkaian tengah, terbentang sebuah depresi, ditandai oleh lembahlembah Ramu dan Markham. Ke arah timur zone ini melintas sampai teluk Huon. Rangkaian
tengah, dimana rangkaian victoe emanuel merupakan bagian yang relatif sempit dari sistem
pegunungan lengan papua. Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat daratan utama
pada satu pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh perluasan
volkanisme tertier dan kuarter di bagian timur tersebut. Pada tepi utara geantiklinal terdapat
unsur volkan lain, seperti gunung lamington, Trafalgar, victory goropu, dan gunung dayman.
Jalur volkanis membujur ini membujur sejajar sampai ke ujung tenggara ekor papua. Jalur
tersebut merupakan zone dalam yang volkanis dari sistem orogen, sedangkan zone luar yang
tidak volkanis merupakan pulau-pulau trobriand dan eoodlark, terletak sampai di sebelah
utaranya.
H.

IK LI M

Keadaan iklim di Papua sangat dipengaruhi oleh topografi daerah. Pada saat musim panas di
dataran Asia (bulan Maret dan Oktober) Australia mengalami musim dingin, sehingga terjadi
tekanan udara dari daerah yang tinggi (Australia) ke daerah yang rendah (Asia) melintasi
pulau Papua sehingga terjadi musim kering terutama Papua bagian selatan

(Merauke).Sedikitnya pada saat angin berhembus dari Asia ke Australia (bulan Oktober dan
Maret) membawa uap air yang menyebabkan musim hujan, terutama Papua bagian utara,
dibagian selatan tidak mendapat banyak hujan karena banyak tertampung di bagian
utara.Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya.Curah hujan bervariasi secara lokal,
mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500 mm setahun. Curah hujan di bagian utara dan
tengah rata-rata 2000 mm per tahun (hujan sepanjang tahun). cuaca hujan di bagian selatan
kurang dari 2000 mm per tahun dengan bulan kering rata-rata 7 (tujuh) bulan.Jumlah harihari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215, Enarotali 250, Manokwari 140
dan Merauke 100.
I.

KEADAAN TANAH

Luas daerah Papua 410.660 Km2, tetapi tanah yang baru dimanfaatkan 100.000 Ha.
Tanahnya berasal dari batuan Sedimen yang kaya Mineral, kapur dan kwarsa. Permukaan
tanahnya berbentuk lereng, tebing sehingga sering terjadi erosi. Sesuai penelitian tanah di
Papua diklasifikasikan ke dalam 10 (sepuluh) jenis tanah utama, yaitu (1) tanah organosol
terdapat di pantai utara dan selatan, (2) tanah alluvia juga terdapat di pantai utara dan selatan,
dataran pantai, dataran danau, depresi ataupun jalur sungai, (3) tanah litosol terdapat di
pegunungan Jayawijaya, (4) tanah hidromorf kelabu terdapat di dataran Merauke, (5) tanah
Resina terdapat di hampir seluruh dataran Papua, (6) tanah medeteren merah kuning, (7)
tanah latosol terdapat diseluruh dataran Papua terutama zone utara, (8) tanah podsolik merah
kuning, (9) tanah podsolik merah kelabu dan (10) tanah podsol terdapat di daerah
pegunungan Tanah yang potensial untuk tanah pertanian antara lain (a) tanah rawa pasang
surut luasnya 76.553 Km2, (b) tanah kering luasnya 58.625 Km2.
J.

PENDUDUK

Penduduk asli yang mendiami pulau Papua sebagian besar termasuk ras suku Melanesian,
karena ciri-ciri seperti warna kulit, rambut, warna rambut yang sama dengan penduduk asli di
bagian utara, tengah dan selatan yang memiliki ciri-ciri tersebut.Di bagian barat (Sorong dan
Fak Fak) penduduk di daerah pantai mempunyai ciri yang sama dengan penduduk di
kepulauan Maluku, sedangkan penduduk asli di pedalaman mempunyai persamaan dengan
penduduk asli di bagian tengah dan selatan.Selain penduduk asli di Papua terdapat juga
penduduk yang berasal dari daerah-daerah lainnya seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku: yang berada di Papua sebagai Pegawai Negeri, ABRI,

Pengusaha, Pedagang, Transmigrasi dan sebagainya, bahkan juga ada yang dari luar
Indonesia, misalnya Amerika, Perancis, Jerman dan lain-lain yang berada di Papua sebagai
Missionaris dan Turis.

K.

FLORA

Dari seluruh daerah Papua 75% tanah daratanya ditumbuhi oleh hutan-hutan tropis yang
tebal serta mengandung ragam jenis kayu yang terbesar secara heterogen. Sebagian besar dari
hutan tersebut sesuai topografi daerah belum pernah dijamah oleh manusia. Jenis flora di
Papua ada persamaan dengan jenis flora di benua Australia. Adapun jenis flora yang terdapat
di Papua adalah Auranlaris, librocolnus, grevillea, ebny-dium dan lain-lain.sekitar 31 Juta ha
di Papua penata gunanya belum ditetapkan secara pasti Hutan lindung diperkirakan seluas
12.750.000 ha. Hutan produksi diperkirakan 12.858.000 ha. Areal pengawetan dan
perlindungan diperkirakan 5.000.000 ha. Daerah Inclove diperkirakan 114.000 ha, daerah
rawa-rawa dan lain-lain diperkirakan 2478.000 ha.Di Papua terdapat flora alam yang pada
saat ini sedang dalam pengembangan baik secara nasional maupun internasional yaitu sejenis
anggrek yang termasuk di dalam Farmika Orctdacede yang langka di dunia.Anggrek alam
Papua tumbuhnya terbesar dari pantai lautan rawa sampai ke pegunungan. Umumnya hidup
sebagai epihite menembel pada pohon-pohon maupun di atas batu-batuan serta di atas tanah,
humus di bawah hutan primer.

L.

FAUNA

Seperti halnya dengan flora, keadaan di Papua pun bermacam-macam dalam dunia hewan
misalnya, jenis yang terdapat di Papua tidak sama dengan jenis hewan di daerah-daerah di
Indonesia lainnya seperti Kangguru, kasuari, Mambruk dan lalin-lain. Demikian pula
sebaliknya jenis hewan tertentu yang terdapat di Indonesia lainnya tidak terdapat di Papua
seperti Gajah, Harimau, Orang Utan dan lain-lain.Fauna di Papua terdapat persamaan dengan
fauna di Australia, misalnya Kangguru, Kus-kus dan lain-lain.Burung Cendrawasih
merupakan burung yang cantik di dunia dan hanya terdapat di Papua. Selain burung
Cendrawasih terdapat jenis burung lainnya seperti Mambruk, Kasuari, Kakauta dan lain-lain
yang memberikan corak tersendiri untuk keindahan daerah ini.Hewan-hewan yang langka
dan dilindungi adalah burung Kakatua Putih, Kakatua Hitam, Kasuari, Nuri, Mambruk dan

lain-lain yang termasuk burung Cendrawasih Jenis fauna laut Papua juga banyak dan
beraneka ragam, misalnya ikan Cakalang, ikan Hiu, Udang dan sejenis ikan lainnya.

M. PENGEMBANGAN WILAYAH IRIAN JAYA


Provinsi Papua memiliki kondisi topografi yang sangat bervariasi dari daerah datar hingga
daerah sangat curam. Sebagian besar wilayah Papua termasuk daerah datar dengan kisaran
kemiringan lahan 0 - 8% mencapai luasan 16,3 juta hektar (38,6%) dan diikuti dengan
kemiringan lahan 15 25% seluas 15,0 juta hektar (35,5%). Sedangkan 5,9% dari luas
wilayah Papua adalah daerah agak curam.

Wilayah yang didominasi daerah datar antara lain adalah Kabupaten Merauke dan Kabupaten
Mimika. Wilayah tersebut cukup cocok untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan, serta penggunaan lahan lainnya yang memerlukan persyaratan topografi datar.
Sedangkan daerah pegunungan terutama didominasi oleh Kabupaten Jayawijaya, kemudian
Kabupaten Jayapura, Nabire, Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya. Daerah dengan topografi
curam hinggan sangat curam ini akan berdampak pada alokasi penggunaan lahan, dimana
kondisi tersebut tidak cocok dimanfaatkan untuk budidaya pertanian.

kondisi fisiografi pulau papua untuk pengembangan wilayah


Papua merupakan pulau yang kaya akan hutan, luas lahannya sebagian besar wilayanhnya
merupakan hutan yang belum dimanfaatkan secara optimal, potensi yang dapat
dikembangkan di daerah ini meliputi berbagai kegiatan seperti kehutanan, pengembangan
perkebunan, peternakan, perikanan darat dan laut, dan pertambangan. Potensi sumbar daya
mineral dan energi di papua antara lain:manyak bumi, emas, tembaga, batubara, dan sejumlah
mineral lainnya. Papua menjadi pengeksport konsentrat terbesar. Salah satu perusahaan yang
terkenal adalah PT. Freeport di kabupaten Tinamika

Teluk Cendrawasih merupakan kawasan andalan dikarenakan letaknya yang strategis,


infrastruktur yang memadai, dan potensi SDA yang kaya serta merupakan pintu gerbang
sebelah timur Indonesia. Perlu diketahui sebelumnya bahwa terdapat dua pusat pertumbuhan

di pulau ini. Yang mana keduanya terpisah oleh pegunungan Jayawijaya. Kedua pusat
tersebut adalah Biak di sebelah Utara sebagai inti kawasan andalan Teluk Cendrawasih, dan
Tinamika di sebelah Selatan sebagai pusat pertumbuhannya.

Kabupaten Biak Numfor dicanangkan sebagai pusat pertumbuhan untuk sector industri dan
pariwisata. Kabupaten ini memiliki potensi wisata yang beragam, pusat wisata alam (habitat
flora dan fauna) khususnya keindahan laut, taman laut insubabi, cagar alam pulau Supiori dan
pulau Numfort serta air panas di sunber air biru. Untuk sector industri di wilayah ini,
direncanakan pengembangan kawasan industri atau Eksport Processing Zone (ERZ) yang
study kelayakannya sudah rampung. Sektor kehutanan yang terletak di Kabupaten Yapen
Waropen berkembang dengan baik karena hutannya masih luas sekitar 1.950.500 ha terdapat
hutan produksi terbatas seluas 264.493 ha, dan hutan konversi 522.310 ha. Sisanya berupa
hutan lindung seluas 503.343 ha, hutan PPA 65000 han dan huta lainhhya 7.806 ha.

Kabupaten Manokwari memilii enam cagar alam dan tiga swaka margasatwa. Selain potensi
walayah tersebut terdapat sector pertambangan, kehutanan, dan pertanian (tanaman pangan
dan perkebunan). Potensi pertambangan yang menonjol adalah minyak bumi di Bintuni;
uranium dan granit di Anggi dan Ransiki; mika di Wasior; dan timah putih di Rasinki.

Pengembangan wilayah di Papua juga dapat ditinjau dari beberapa faktor diantaranya:
a. Faktor Sumber Daya Wilayah
Sumberdaya wilayah yang dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait dengan
fisik wilayah. Kiat manajemen atau pengelolaan yang berimbang dan berkelanjutan
merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam peningkatan produktivitasnya.
Keberhasilan pengelolaan dengan berpijak pada kaidah kelestarian lingkungan dan
berkelanjutan akan dapat menjamin terhadap meningkatnya masukan daerah yang telah lama
dieksploitasi dengan tanpa mempertimbangkan kelestarian secara optimal. Sebagaimana
diketahui bersama bahwa keaaan daerah saat ini telah mengalani banyak perubahan sebagai
akibat kurangnya pelibatan dan pemberdayaan masayarakat dalam melakukan pengambangan
di wilayah yang bersangkutan, sehingga dalam mengantisipasi terhadap pengaruh negative

berkepanjangan maka perlu segera diupayakan adanya sinkronisasi dan peningkatan


hubungan koordinasi dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, serta daerah dan
pusat dalam rangka peningkatan potensi di wilayah yang bersangkutan.

b. Faktor Sumberdaya Manusia


Manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Sumberdaya manusia merupakan kunci
sukses dalam setiap pelaksanaan pembangunan baik dalam skala kecil, menengah, maupun
sedang. Dalam rangka peningkatan keberhasilan pelaksanaan pembangunan tersebut maka
diperlukan kualitas sumberdaya manusia yang memadai. Peningkat kualitas yang dibarengi
oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berkualitas di tingkat regional untuk
masa-masa sekarang dan yang akan datang perlu dilakukan dan perlu memperoleh perhatian
yang serius dalan penanganannya sehingga potensinya dapat dimanfaatkan secara baik dan
benar. Pembangunan regional bukanlah membangun fisik daerah semata-mata melainkan inti
pembangunan daerah adalah membangun sumberdaya manusia. Oleh sebab itu, dalam
pelaksanaannya, aspek pemberdayaan masyarakat perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Dalam rangka ini pula, diwajibkan kepada daerah untuk mempersiapkan sarana dan prasarana
pendukung bagi pengembangan suberdaya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga mampu memberikan dukungan terhadap dilaksanakannya paradigma pembangunan
berkelanjutan dan mampu membangun daerah berdasarkan aspirasi daerah yang
bersangkutan.
c. Faktor Kedudukan Geografis Letak wilayah secara geografis
Memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi
budaya, social, politik dan fiskal . letak geoarafis memiliki pengaruh pula terhadap letak
strategis wilayah dalam berbagai aspek kehidupan. Kedudukan strategis wilayah yang
bersangkutan dan dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar produksi
pembangunan baik sektoral, maupun nonsektoral dan bahkan mungkin dapat menjadi salah
satu produsen handal yang mampu memasok terhadap daerah lain disekitarnya, dengan
demikian kedudukan geografi memiliki peran yang penting dan dapat menjadi faktor
pengaruh yang kuat terhadap perkembangan wilayah yang bersangkutan dan sekitarnya.Di
samping itu, dengan letak geografi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar setting terhadap
kegiatan yang prospektif di masa depan termasuk penentuan pola konservasi dan preservasi
serta pola eksploitasinya.

BAB III
Penutup

Dalam pembahasan mengenai geologi dan geomofologi papua maka dapat di simpulkan
bahwa
1.

Papua merupakan sebuah pulau yang berasal dari pengendapan materi banua ausrtalia

selama berjuta-juta tahun, pengendapan ini menghasilan tumpukan material yang tebal
sehingga mampu membentuk sebuah pulau seperti sekarang.lempeng ausrtalia dengan
lempeng pasifik yang menyebabkan pengendapan yang terjadi sebelumnya terangkat
kepermukaan dari dasar lautpasifik yang ditemukan di Papua yang mengindikasikan
terjadinya pengangkatan dari dasar laut oleh tenaga endogen, dikenal sebagai Orogenesa
Melanesia.
2.

Pembagian geologi regional Papua berdasarkan pada tektonik, magmatic, dan

stratigrafinya, maka Papua dibagi menjadi 3 kawasan atau provinsi, yaitu:


a.

Kawasan Samudra Utara yang dicirikan oleh adanya batuan ofiolit dan busur vulkanik

kepulauan sebagai bagian dari Lempeng Pasifik.


b.

Kawasan Benua yang dicirikan atas batuan sedimen yang menutupi batuan dasar

kontinen.
c.

Lajur Peralihan yang terdiri atas batuan yang termalihkan dan terdeformasi sangat

kuat. Lajur ini memisahkan Kawasan Benua dan Kawasan Samudra Utara.

3.

Seting tektonik Papua terdiri dari patahan, lipatan, maupun sesar-sesar sehingga di

wilayah Papua rentan akan terjadinya gempa bumi yang diikuti enggan tsunami. Akibat dari
tektonik yang katif, wilayah Papua kaya akan barang tambah seperti timah, emas, bijih besi,
dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan sebagai devisa negara.
4.

Srratifigasi wilaya papua terdiri atas:

a.

Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)

b.

Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik

c.

Sedimentasi Senosoik Akhir

d.

Kenozoikum

e.

Miosen sampai sekarang

f.

Srtigigasi lempeng pasif

g.

Stratigrafi zona transisi

5.

Dari Peta Geologi Papua yang disederhanakan, diketahui bahwa batuan yang terdapat

di Papua terdiri dari batuan beku, sedimen, dan metamorf yang penyebarannya dapat
diketahui melalui peta.

Kesimpulan
Secara struktur geologi wilayah papua adalah suatu wilayah yang sangat besar potensi
terutama dibidang pertambangan hal ini dapat dilihat dari prospek beberapa wilayah di
Papua yang banyak terdapat Au (emas), Ag (perak) &Cu(tembaga) yang terdapat di daerahdaerah yang telah kami sampai kan di atas.Melihat kerumitan dari struktur tektonik dari pulau
ini dimana pulau ini terdapat banyak sekali patahan dan gejala tektonik. Jika melihat sejarah

dari pulau Papua ini, pulau ini telah mengalami banyak sekali proses geologi Dan masih
banyak lagiyang tidak kita ketahui dari papua itu sendiri.
Saran
Kebanyakan Ilmuwan yang meneliti struktur geologi ataupun tektonik di papua adalah
berasal dari luar negeri sedangkan jarang ada ilmuwan yang berasaldari Indonesia sendiri,
barang-barang tambang di indonesia pun banyak dikelolaoleh bangsa-bangsa asing dan
Indonesia sangat dirugikan maka Indonesiaseharusnya kembali mengkaji lebih dalam tentang
struktur bumi Papua sehinggakita dapat mengelola kekayaan alam kita sendiri terutama
potensi alam yang ada di bumi Papua.

Dafrat pustaka

Anonim. -. Profil Wilayah Provinsi Papua Barat , dalam


www.rtrwpapuabarat.info%2Ffakta%2Fpdf%2Fasp-fisik.pdf , diunduh 19 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai